Lampiran Surat Keputusan
Direktur Jenderal Pajak |
||
Nomor |
: |
KEP-272/PJ/2002 |
Tanggal |
: |
17
Mei 2002 |
PETUNJUK
TEKNIS PENGAMATAN, PEMERIKSAAN BUKTIPERMULAAN, DAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI
BIDANG PERPAJAKAN
I. PENDAHULUAN
Sehubungan
dengan telah diubahnya Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan, yaitu terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun
2000 (selanjutnya, secara utuh disingkat UU KUP), agar terdapat keseragaman dan
ketertiban dalam pelaksanaan perlu mengatur kembali Petunjuk Teknis sebagai
pelaksanaan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana diatur dalam Surat
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-272/PJ/2002 tanggal 17 Mei 2002
tentang petunjuk Pelaksanaan Pengamatan, Pemeriksaan Bukti Permulaan, dan
Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
Pada
dasarnya kegiatan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah upaya
paling akhir (ultimatum remidium) dalam usaha penegakan ketentuan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku setelah upaya lain yang telah
dilaksanakan sebelumnya. Salah satu upaya penegakan ketentuan
perundang-undangan perpajakan adalah Pemeriksaan Pajak, baik untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan maupun untuk tujuan lain. Salah satu
jenis pemeriksaan pajak untuk tujuan lain adalah pemeriksaan pajak dalam rangka
mencari bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di
bidang perpajakan (selanjutnya disebut Pemeriksaan Bukti Permulaan).
Sebelum
Pemeriksaan Bukti Permulaan dilaksanakan, perlu adanya kegiatan pendukung yang
antara lain untuk menentukan ruang lingkup pemeriksaan berdasarkan tingkatan
petunjuk yang diperoleh, dengan tujuan untuk memperjelas, menambah, dan
menyempurnakan suatu data, informasi, laporan, dan atau pengaduan yang diterima
atau ditemukan, bahwa telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
Kegiatan dimaksud adalah dengan melakukan tindakan pengamatan, yaitu untuk
mencocokkan data, informasi, laporan, dan atau pengaduan dengan fakta, dan
membahas serta mengembangkan lebih lanjut data, informasi, laporan, dan atau
pengaduan tersebut untuk memperoleh petunjuk adanya dugaan telah terjadi tindak
pidana di bidang perpajakan.
Dengan
demikian, baik pengamatan, pemeriksaan bukti permulaan, maupun penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan merupakan sautu rangkaian proses kegiatan
yang saling berkaitan dan merupakan suatu kesatuan tindakan penegakan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan (law enforcement).
Untuk
memberikan petunjuk secara lebih rinci dan jelas pelaksanaan kegiatan-kegiatan
dimaksud, demikian pula penggunaan sarana administrasinya, disusun Petunjuk
Teknis Pengamatan, Pemeriksaan Bukti Permulaan, dan Penyidikan Tindak Pidana di
Bidang Perpajakan, selaras dengan perkembangan ketentuan perundang-undangan
perpajakan tersebut.
1. UMUM
1.1. |
Tindakan Pengamatan merupakan
serangkaian kegiatan untuk memperjelas, menambah, dan menyempurnakan suatu
data, informasi, dan atau pengaduan yang diterima atau ditemukan, mengenai
adanya dugaan bahwa telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan. |
1.2. |
Kegiatan pengamatan merupakan
salah satu langkah awal dilakukannya pemeriksaan bukti permulaan yang
dimaksudkan untuk mencocokkan data, informasi, dan atau pengaduan dengan fakta,
dan membahas, serta mengembangkan lebih lanjut data, informasi, laporan, dan
atau pengaduan tersebut untuk memperoleh petunjuk adanya dugaan telah
terjadi tindak pidana di bidang perpajakan. |
2. PENERIMAAN INFORMASI
2.1. |
Data, informasi, laporan, dan
atau pengaduan yang diterima secara tertulis dicatat dalam Buku Penerimaan
Data, Informasi, Laporam. dan atau Pengaduan. |
2.2 |
Data, informasi, laporan, dan
atau pengaduan yang diterima secara lisan dituliskan dalam Formulir
Penerimaan Data, Informasi, Laporan, dan atau Pengaduan, serta dicatat dalam
Buku Penerimaan Data, Informasi, Laporan, dan atau Pengaduan. |
2.3 |
Data, informasi, laporan, dan
atau pengaduan, baik yang tertulis maupun yang lisan, diteruskan kepada
pejabat atasannya untuk dianalisis dan diproses tindak lanjutnya, berupa
dilakukan atau tidak dilakukan tindakan pengamatan. |
3. PELAKSANAAN PENGAMATAN
3.1 |
Pengamatan dilaksanakan
berdasarkan Surat Perintah Pengamatan yang ditandatangani oleh pejabat yang
berwenang, yaitu Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak
atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Kepala Kantor Unit
Pelaksana Pemeriksaan. |
|
3.2 |
Surat Perintah Pengamatan
dicatat dalam Buku Surat Perintah Pengamatan. |
|
3.3 |
Pengamat yang mendapat tugas,
sebelum melakukan pengamatan di lapangan terlebih dahulu mempelajari dengan
seksama data, informasi, laporan, dan atau pengaduan yang diterima atau
ditemukan, kemudian membuat Rencana Pengamatan secara terinci, termasuk
menentukan sasaran pengamatan. |
|
3.4. |
Sasaran Pengamatan |
|
|
a) |
Orang pribadi atau badan yang
berdasarkan data, informasi, laporan, dan atau pengaduan diduga melakukan
tindak pidana di bidang perpajakan; |
|
b) |
Tempat-tempat tertentu seperti
kantor, tempat tinggal, pabrik, gudang, dan tempat lainnya yang diduga dapat
memberikan tambahan data atau informasi; |
|
c) |
Barang gerak dan tak gerak
yang dimiliki atau dikuasai wajib pajak orang pribadi atau badan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a). |
3.5 |
Pengamat harus mampu menguasai
teknik pengamatan, antara lain teknik wawancara dan cara penyamaran. Pengamat
tidak diperkenankan menyatakan identitasnya dalam mengadakan kontak langsung
dengan diamati. |
|
3.6. |
Pelaksanaan pengamatan
termasuk kegiatan mempelajari berkas wajib pajak yang bersangkutan di Kantor
Pelayanan Pajak berdasarkan Surat Pengantar yang bersifat RAHASIA yang
ditandatangani oleh pejabat yang menerbitkan Surat Perintah Pengamatan. |
|
3.7 |
Pengumpulan data dan informasi
perpajakan dapat pula dilakukan dengan jalan meminta keterangan dari pihak
lain yang ada kaitannya dengan wajib pajak. Prosedur dan tata cara permintaan
keterangan berpedoman pada ketentuan yang berlaku. |
4. PELAPORAN
4.1 |
Hasil pengamatan dituangkan
dalam Laporan Pengamatan. Laporan Pengamatan harus disusun sedemikian rupa
sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk penentuan tindak lanjutnya,
yaitu berupa : |
|
|
a) |
Pemeriksaan buktu permulaan,
atau |
|
b) |
Pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak, atau |
|
c) |
Diarsipkan, sepanjang tidak
ada tindak lanjutnya. |
4.2 |
Laporan Pengamatan dibuat
sekurang-kurangnya 2 (dua) rangkap, dan didistribusikan kepada : |
|
|
a) |
Pemberi Perintah; |
|
b) |
Arsip kantor yang
bersangkutan. |
4.3 |
Laporan Pengamatan sedapat
mungkin dilengkapi dengan gambar situasi mengenai tempat atau ruangan yang
diamati, seperti letak meja direktur atau pimpinan, letak lemari besi, letak
penyimpanan dokumen atau pembukuan, dan lain-lain. |
|
4.4 |
Laporan Pengamatan dicatat
dalam Buku Penerimaan atau Pengiriman Laporan Pengamatan. |
|
4.5 |
Kantor Unit Pelaksana Pemeriksaan
membuat Laporan Triwulanan Pelaksanaan Pengamatan dan disampaikan kepada
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal pajak atasannya selambat-lambatnya
tanggal 10 bulan berikutnya, setelah akhir triwulan. |
|
4.6 |
Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak membuat Laporam Triwulanan Pelaksanaan Pengamatan yang
dilaksanakan oleh seluruh Kantor Unit Pelaksana Pemeriksaan bawahannya, serta
yang dilaksanakan sendiri dan disampaikan kepada Direktur Pemeriksaan,
Penyidikan dan Penagihan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya
setelah akhir triwulan. |
5. FORMULIR DAN BUKU YANG DIGUNAKAN
5.1 |
Surat Perintah Pengamatan |
|
|
a) |
KP. DJP bentuk F.3.0.55.86 |
|
b) |
KANWIL bentuk F.3.0.66.86 |
|
c) |
RIKPA bentuk F.3.0.77.86 |
5.2 |
Surat Pengumpulan Informasi dan Data Perpajakan |
|
|
a) |
KP. DJP bentuk S.3.0.02.83 |
|
b) |
KANWIL bentuk S.3.0.12.83 |
|
c) |
RIKPA bentuk F.S.3.0.22.83 |
5.3 |
Penerimaan Informasi, Data, Laporan, dan atau Pengaduan |
|
|
a) |
KP. DJP bentuk F.3.0.55.87 |
|
b) |
KANWIL bentuk F.3.0.66.87 |
|
c) |
RIKPA bentuk F.3.0.77.87 |
5.5 |
Buku Penerimaan Informasi, Data, Laporan, dan atau
Pengaduan |
|
|
a) |
KP. DJP bentuk B.3.0.55.81 |
|
b) |
KANWIL bentuk B.3.0.66.81 |
|
c) |
RIKPA bentuk B.3.0.77.81 |
5.6 |
Buku Surat Perintah Pengamatan |
|
|
a) |
KP. DJP bentuk B.3.0.55.82 |
|
b) |
KANWIL bentuk B.3.0.66.82 |
|
c) |
RIKPA bentuk B.3.0.77.82 |
5.7 |
Buku Penerimaan atau pengiriman Laporan Pengamatan |
|
|
a) |
KP. DJP bentuk B.3.0.55.83 |
|
b) |
KANWIL bentuk B.3.0.66.83 |
|
c) |
RIKPA bentuk B.3.0.77.83 |
5.8 |
Map Berkas |
|
|
a) |
KP. DJP bentuk B.3.0.55.84 |
|
b) |
KANWIL bentuk B.3.0.66.84 |
|
c) |
RIKPA bentuk B.3.0.77.84 |
1. UMUM
1.1. |
Selain untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan, Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan
pemeriksaan pajak untuk tujuan lain. Salah satu jenis pemeriksaan pajak untuk
tujuan lain adalah pemeriksaan pajak untuk mendapatkan bukti permulaan
tentang adanya dugaan bahwa telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan
(untuk selanjutnya disebut Pemeriksaan Bukti Permulaan). |
1.2. |
Pemeriksaan bukti permulaan
merupakan suatu pemeriksaan pajak dengan tujuan untuk mendapatkan bukti
permulaan tentang adanya dugaan bahwa telah terjadi tindak pidana di bidang
perpajakan. Karena bersifat pemeriksaan pajak, sepanjang tidak diatur
tersendiri dalam Petunjuk Teknis ini, prosedur dan tata cara Pemeriksaan
Bukti Permulaan mengikut dan berpedoman pada ketentuan sebagaimana diatur
dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 545/KMK.04/2000 tanggal 22
Desember 2000 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Perpajakan dan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-722/PJ/2001 tanggal 28 November
2001 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan. |
1.3 |
Hal yang perlu diperhatikan
dalam pelaksanaan pemeriksaan bukti permulaan antara lain adalah, bahwa pemeriksaan
bukti permulaan dapat dilaksanakan baik untuk seluruh jenis pajak maupun
untuk satu jenis pajak, peminjaman buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen
lain yang menjadi dasar pembukuan atau yang ada hubungannya dengan kegiatan
wajib pajak harus diusahakan sedapat mungkin untuk diperoleh aslinya.
Diperlukannya bukti-bukti dan atau dokumen asli tersebut dengan tujuan agar
apabila hasil pemeriksaan bukti permulaan dilanjutkan ke tindakan penyidikan,
tidak lagi mengalami kesulitan dalam pengumpulan bukti-bukti sebagai alat
pembuktian, baik selama proses penyidikan, penuntutan, maupun pemeriksaan di
persidangan nantinya. |
1.4 |
Apabila pemeriksaan bukti
permulaan dilanjutkan dengan tindakan-tindakan penyidikan, oleh Penyidik
Pajak dilakukan penyitaan atas buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen
lainnya yang dipinjam oleh pemeriksa pajak. Penyitaannya dilakukan pada saat
buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen lain tersebut dikembalikan oleh
pemeriksa pajak kepada wajib pajak. Prosedur dan tata cara penyitaannya
berpedoman pada ketentuan yang diatur dalam Petunjuk Teknis Penyitaan. |
2. PERSIAPAN PEMERIKSAAN
2.1 |
Menerbitkan Surat Perintah
Pemeriksaan Pajak yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang atas nama
Direktur Jenderal Pajak dan dicatat dalam Buku Surat Perintah Pemeriksaan
Pajak. |
|
2.2 |
Surat Pemberitahuan
Pemeriksaan Pajak tentang akan dilakukannya pemeriksaan disampaikan kepada
wajib pajak yang diperiksa. |
|
2.3 |
Surat Pemberitahuan
Pemeriksaan Pajak disampaikan pula kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak
setempat dan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang terkait
serta kepada Kepala Kantor Unit Pelaksana Pemeriksaan setempat dalam hal
pemeriksaan dilakukan oleh Direktorat Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan
Pajak |
|
2.4 |
Menyiapkan formulir-formulir
yang diperlukan, antara lain : |
|
|
a) |
Berita Acara Penyegelan; |
|
b) |
Berita Acara Pembukaan Segel; |
|
c) |
Segel; |
|
d) |
Bukti Peminjaman/Pengembalian
Buku Catata, dan Dokumen; |
|
e) |
Surat Pernyataan Penolakan
Pemeriksaan Pajak; Berita Acara Penolakan Pemeriksaan Pajak/Berita Acara
Penolakan Membantu Kelancaran Pemeriksaan Pajak; |
|
f) |
Surat Pernyataan Penolakan
Membantu Kelancaran Pemeriksaan Pajak dan Berita Acara Penolakan Pemeriksaan
Pajak/Berita Acara Penolakan Membantu Kelancaran Pemeriksaan Pajak; |
2.5 |
Meneliti, mempelajari, dan
membahas Laporan Pengamatan dan atau Laporan Pemeriksaan Pajak untuk
menentukan : |
|
|
a) |
Sifat kegiatan usaha Wajib
Pajak (karakteristik bisnis); |
|
b) |
Lokasi yang akan diperiksa; |
|
c) |
Buku, catatan, atau dokumen
yang akan dicari; |
|
d) |
Tindakan-tindakan lain yang
diperlukan untuk kelancaran pemeriksaan. |
2.6 |
Menyusun program pemeriksaan
bukti permulaan yang terinci dan terarah. |
3. PELAKSANAAN PEMERIKSAAN
3.1 |
Pemeriksaan agar dilaksanakan
sedapat mungkin dengan mengikutsertakan seorang Penyidik Pajak. |
||
3.2 |
Prosedur pemeriksaan bukti
permulaan berpedoman dan berdasarkan pada ketentuan yang diatur dalam pedoman
pelaksanaan pemeriksaan lapangan, antara lain yaitu : |
||
|
a) |
Menunjutkkan Surat Perintah
Pemeriksaan Pajak; |
|
|
b) |
Menyerahkan Surat
Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan (kpd WP); |
|
|
c) |
Memperlihatkan Kartu Tanda
Pengenal Pemeriksa Pajak; |
|
|
d) |
Menjelaskan maksud dan tujuan
pemeriksaan; |
|
|
e) |
Meminta Wajib Pajak untuk
mengisi dan menandatangani formulir Surat Penolakan Pernyataan Pemeriksaan
Pajak apabila Wajib Pajak menolak untuk dilakukan pemeriksaan; |
|
|
f) |
Meminta Wajib Pajak atau kuasa
Wajib Pajak atau karyawan Wajib Pajak untuk mengisi dan menandatangani
formulir Surat Pernyataan Penolakan Membantu Kelancaran Pemeriksaan Pajak apabila
Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak atau karyawan Wajib Pajak menolak untuk
membantu kelancaran pemeriksaan; |
|
|
g) |
Dalam hal Wajib Pajak menolak
mengisi dan menandatangani formulir Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan
Pajak dan atau Surat Pernyataan Penolakan Membantu Kelancaran Pemeriksaan
Pajak, pemeriksa pajak membuat Berita Acara Penolakan Pemeriksaan
Pajak/Berita Acara Penolakan Membantu Kelancaran Pemeriksaan Pajak; |
|
|
h) |
Meminta kepada Wajib Pajak
atau kuasa atau wakil atau orang yang dapat mewakilinya, untuk : |
|
|
|
1) |
Memperlihatkan dan meminjamkan
pembukuan atau pencatatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau
pencatatan, dan atau dokumen-dokumen lain yang ada hubungannya dengan
kegiatan Wajib Pajak; |
|
|
2) |
Memberikan kesempatan kepada
pemeriksa pajak untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu dan
memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; |
|
|
3) |
Memberikan keterangan dengan
jelas dan benar, kepada Pemeriksa Pajak; |
|
i) |
Memberitahukan kepada Wajib
Pajak mengenai sanksi-sanksi yang dapat dikenakan terhadap Wajib Pajak yang
mempersulit atau tidak bersedia memenuhi ketentuan huruf h) tersebut di atas; |
|
|
j) |
Meminta keterangan kepada
pihak ketiga apabila dalam pemeriksaan diperlukan keterangan atau bukti dari
pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang sedang
diperiksa; |
|
|
k) |
Melakukan wawancara dengan
Wajib Pajak dan pegawainya, kemudian menuangkan hasil wawancara tersebut
dalam Berita Acara Wawancara dan Kertas Kerja Pemeriksaan Hasil Wawancara; |
|
|
l) |
Membuat Permintaah Peminjaman
Buku, Catatan dan Dokumen kepada Wajib Pajak; |
|
|
m) |
Membuat Bukti
Peminjaman/Pengembalian Buku, Catatan dan Dokumen; |
|
|
n) |
Melakukan penyegelan tempat
atau ruang penyimpanan buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen lainnya dan
tempat atau ruangan tertentu lainnya yang diduga untuk menyimpan
dokumen-dokumen kegiatan usaha Wajib Pajak, dalam hal : |
|
|
|
1) |
Wajib Pajak atau kuasa atau
wakil atau oang yang dapat mewakilinya tidak mengizinkan pemeriksa pajak
untuk memasuki atau melakukan pemeriksaan, |
|
|
2) |
Apabila pukul 18.00
pemeriksaan belum selesai, selanjutnya pemeriksa melakukan penyegelan ruangan
atau tempat penyimpanan buku, catatan dan dokumen lainnya dan membuat Berita
Acara Penyegelan. Pemeriksaan dilanjutkan pada hari berikutnya; |
|
o) |
Membuat Berita Acara pembukaan
Segel pada saat segel dibuka, untuk melanjutkan pemeriksaan; |
|
|
p) |
Membuat Kertas Kerja
Pemeriksaan (KKP) untuk mendukung penyusunan Laporan Pemeriksaan Pajak; |
|
|
q) |
Membuat Laporan Pemeriksaan
Pajak berupa Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
|
3.3 |
Apabila pada saat pemeriksaan
bukti permulaan ditemukan adanya indikasi tindak pidana di bidang perpajakan
di luar tahun pajak atau masa pajak yang diperiksa, pemeriksa pajak segera
melaporkannya kepada atasan yang menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan
Pajak. Selanjutnya, atasan yang bersangkutan segera menerbitkan Surat
Perintah Pemeriksaan Pajak guna menindaklanjuti temuan tersebut. |
||
3.4 |
Dalam hal pemeriksaan bukti
permulaan tidak dilanjutkan ke penyidikan, maka tindak lanjutnya mengikuti tata
cara yang diatur dalam Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan. |
||
3.5 |
Dalam hal pemeriksaan bukti
permulaan dilanjutkan ke penyidikan, Pemeriksa Pajak terlebih dahulu
mengembalikan buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen lainnya kepada Wajib
Pajak dan pada waktu yang bersamaan Penyidik Pajak kemudian melakukan
penyitaan terhadap buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen tersebut. |
||
3.6 |
Apabila dipandang perlu,
Pemeriksa Pajak dapat meminta bantuan kesaksian aparat pemerintah daerah
setempat dan atau meminta bantuan pengamanan kepada POLRI. |
4. PELAPORAN
4.1 |
Laporan Pemeriksaan Bukti
Permulaan disusun sedemikian rupa sehingga dapat memberikan gambaran mengenai
: |
|
|
a) |
Adanya bukti permulaan tindak
pidana di bidang perpajakan; |
b) |
Modus operandi atau uraian
singkat cara-cara melakukan tindak pidana di bidang perpajakan; |
|
c) |
Pasal-pasal pidana yang
dilanggar dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Acara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2000; |
|
d) |
Besarnya jumlah kerugian pada
pendapatan negara; |
|
e) |
Identitas orang-orang yang
dapat dijadikan calon tersangka dan calon saksi; |
|
f) |
Daftar barang bukti; |
|
g) |
Hal-hal yang mungkin akan
dihadapi apabila akan dilanjutkan dengan tindakan penyidikan; |
|
h) |
Hal-hal lainnya yang perlu
dikemukakan; |
|
i) |
Kesimpulan, pendapat dan usul
pemeriksa pajak. |
|
4.2 |
Laporan Pemeriksaan Bukti
Permulaan dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 5 (lima), dengan
didistribusi sebagai berikut : |
|
|
1 (satu) tindasan untuk Kepala
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak; |
|
1 (satu) tindasan untuk Kantor
Pelayanan Pajak dalam hal pemeriksaan tidak dilanjutkan dengan tindakan
penyidikan tetapi untuk diterbitkan surat ketetapan pajak; |
||
1 (satu) tindasan untuk arsip. |
||
4.3 |
Laporan Pemeriksaan Bukti
Permulaan dicatat dalam Buku Penerimaan/Pengiriman Laporan Pemeriksaan Bukti
Permulaan. |
|
4.4 |
Laporan Pemeriksaan Bukti
Permulaan yang dilanjutkan dengan tindakan Penyidikan agar diberi catatan
khusus pada Buku Penerimaan/Pengiriman Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
|
4.5 |
Dalam hal Pemeriksaan Bukti
Permulaan tidak dilanjutkan dengan tindakan penyidikan maka Laporan
Pemeriksaan Bukti Permulaan bersama dengan Nota Penghitungan Pajak dikirim ke
Kantor Pelayanan Pajak terkait melalui atasan pemeriksa pajak yang
menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak sebagai dasar penerbitan surat
ketetapan pajak setelah dicatat dalam Buku Penerimaan atau Pengiriman Laporan
Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
|
4.6 |
Kantor Unit Pelaksana
Pemeriksaan membuat Laporan Triwulanan Pelaksanaan Pengamatan, Pemeriksaan
Bukti Permulaan dan Penyidikan Pajak, dan disampaikan kepada Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak setiap tanggal 10 bulan berikutnya setelah akhir
triwulan. |
|
4.7 |
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak membuat Laporan Triwulanan Pelaksanaan Pengamatan, Pemeriksaan Bukti
Permulaan dan Penyidikan Pajak dari masing-masing Kantor Unit Pelaksana
Pemeriksaan yang berada di lingkungan wilayahnya dan juga yang dilaksanakan
sendiri oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak. Laporan disampaikan
kepada Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak Pajak paling
lambat setiap tanggal 20 setelah akhir triwulan. |
5. FORMULIR DAN BUKU YANG DIGUNAKAN
5.1 |
Kartu Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak |
|
|
a) |
KP. DJP bentuk K.3.0.04.81 |
|
b) |
KANWIL bentuk K.3.0.14.81 |
|
c) |
RIKPA bentuk K.3.0.24.81 |
5.2 |
Surat Perintah Pemeriksaan Pajak |
|
|
a) |
KP. DJP bentuk F.3.0.03.81 |
|
b) |
KANWIL bentuk F.3.0.13.81 |
|
c) |
RIKPA bentuk F.3.0.23.81 |
5.3 |
Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak |
|
|
a) |
KP. DJP bentuk S.3.0.02.81 |
|
b) |
KANWIL bentuk S.3.0.12.81 |
|
c) |
RIKPA bentuk S.3.0.22.81 |
5.4 |
Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan kepada Wajib Pajak |
|
|
a) |
KP. DJP S.3.0.03.81 |
|
b) |
KANWIL S.3.0.13.81 |
|
c) |
RIKPA S.3.0.23.81 |
5.5 |
Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan Pajak |
|
|
a) |
KP. DJP S.3.0.31.81 |
|
b) |
KANWIL S.3.0.30.81 |
|
c) |
RIKPA S.3.0.32.81 |
5.6 |
Surat Pernyataan Penolakan Membantu Kelancaran
Pemeriksaan Pajak |
|
|
a) |
KP. DJP S.3.0.30.82 |
|
b) |
KANWIL S.3.0.31.82 |
|
c) |
RIKPA S.3.0.32.82 |
5.7 |
Berita Acara Penolakan Pemeriksaan Pajak/Berita Acara
Penolakan Membantu Kelancaran Pemeriksaan Pajak |
|
|
a) |
KP. DJP bentuk F.3.0.55.81 |
|
b) |
KANWIL bentuk F.3.0.66.81 |
|
c) |
RIKPA bentuk F.3.0.77.81 |
5.8 |
Permintaan Keterangan/Bukti |
|
|
a) |
KP. DJP bentuk S.3.0.04.82 |
|
b) |
KANWIL bentuk S.3.0.14.82 |
|
c) |
RIKPA bentuk S.3.0.24.82 |
5.9 |
Permintaan Peminjaman Buku, Catatan dan Dokumen |
|
|
a) |
KP. DJP bentuk S.3.0.03.82 |
|
b) |
KANWIL bentuk S.3.0.13.82 |
|
c) |
RIKPA bentuk S.3.0.23.82 |
5.10 |
Daftar Buku, Catatan dan Dokumen yang Wajib Dipinjamkan
dalam Rangka Pemeriksaan |
|
|
a) |
KP. DJP bentuk D.3.0.03.81 |
|
b) |
KANWIL bentuk D.3.0.13.81 |
|
c) |
RIKPA bentuk D.3.0.23.81 |
5.11 |
Bukti Peminjaman/Pengembalian Buku, Catatan dan Dokumen |
|
|
a) |
KP. DJP bentuk F.3.0.03.83 |
|
b) |
KANWIL bentuk F.3.0.13.83 |
|
c) |
RIKPA bentuk F.3.0.23.83 |
5.12 |
Surat Pernyataan Wajib Pajak |
|
|
a) |
RIKPA bentuk S.3.0.32.83 |
|
b) |
KANWIL bentuk S.3.0.31.83 |
|
c) |
KP. DJP bentuk S.3.0.30.83 |
5.13 |
Segel, sesuai bentuk dan tata
cara penyegelan yang berlaku dalam pelaksanaan pemeriksaan lapangan,
pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan. |
|
5.14 |
Kertas Kerja Pemeriksaan |
|
|
a) |
KP. DJP bentuk F.3.0.55.86 |
|
b) |
KANWIL bentuk F.3.0.66.86 |
|
c) |
RIKPA bentuk F.3.0.77.86 |
5.15 |
Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan |
|
|
a) |
KP. DJP bentuk S.3.0.03.85 |
|
b) |
KANWIL bentuk S.3.0.13.85 |
|
c) |
RIKPA bentuk S.3.0.23.85 |
5.16 |
Lembar Pernyataan Persetujuan Hasil Pemeriksaan |
|
|
a) |
KP. DJP bentuk F.3.0.30.82 |
|
b) |
KANWIL bentuk F.3.0.31.82 |
|
c) |
RIKPA bentuk F.3.0.32.82 |
5.17 |
Berita Acara Persetujuan Hasil Pemeriksaan |
|
|
a) |
KP. DJP bentuk F.3.0.03.86 |
|
b) |
KANWIL bentuk F.3.0.13.86 |
|
c) |
RIKPA bentuk F.3.0.23.86 |
5.18 |
Berita Acara Hasil Pemeriksaan |
|
|
a) |
RIKPA bentuk F.3.0.23.87 |
|
b) |
KANWIL bentuk F.3.0.13.87 |
|
c) |
KP. DJP bentuk F.3.0.03.87 |
5.19 |
Surat Panggilan I atau Surat Panggilan II |
|
|
a) |
KP. DJP bentuk S.3.0.03.84 |
|
b) |
KANWIL bentuk S.3.0.13.84 |
|
c) |
RIKPA bentuk S.3.0.23.84 |
5.20 |
Berita Acara Tidak Memberikan Tanggapan/Berita Acara
Ketidakhadiran Wajib Pajak |
|
|
a) |
KP. DJP bentuk F.3.0.55.85 |
|
b) |
KANWIL bentuk F.3.0.66.85 |
|
c) |
RIKPA bentuk F.3.0.77.85 |
5.21 |
Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan |
|
|
a) |
KP. DJP bentuk L.3.0.55.82 |
|
b) |
KANWIL bentuk L.3.0.66.82 |
|
c) |
RIKPA bentuk L.3.0.77.82 |
5.22 |
Buku Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan |
|
|
a) |
KP. DJP bentuk B.3.0.55.85 |
|
b) |
KANWIL bentuk B.3.0.66.85 |
|
c) |
RIKPA bentuk B.3.0.77.85 |
5.23 |
Buku Penerimaan/Pengiriman Laporan Pemeriksaan Bukti
Permulaan |
|
|
a) |
KP. DJP bentuk B.3.0.55.86 |
|
b) |
KANWIL bentuk B.3.0.66.86 |
|
c) |
RIKPA bentuk B.3.0.77.86 |
5.26 |
Buku Penerimaan LP2 dan Pembuatan DKHP |
|
|
a) |
KP. DJP bentuk B.3.0.55.105 |
|
b) |
KANWIL bentuk B.3.0.66.105 |
|
c) |
RIKPA bentuk B.3.0.77.105 |
1. UMUM
1.1 |
Pada hakikatnya Penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan merupakan salah satu upaya untuk
menegakkan ketentuan perundang-undangan perpajakan. Penyidikan merupakan
tindak lanjut dari hasil pemeriksaan bukti permulaan yang oleh Direktur
Jenderal Pajak diinstruksikan untuk dilakukan penyidikan. Penyidikan
dilaksanakan oleh Tim Penyidik Pajak yang terdiri dari para penyidik pajak
pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak dan atau para penyidik Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan atau pada para penyidik Kantor Unit
Pelaksana Pemeriksaan. |
|
1.2 |
Oleh karena penyidikan merupakan serangkaian tindakan
yang dilakukan oleh Penyidik Pajak, Petunjuk teknis ini disusun dengan
sistematika sebagai berikut : |
|
|
a. |
Penyerahan Berkas Perkara, |
|
b. |
Persiapan Penyidikan; |
|
c. |
Pelaksanaan Penyidikan; |
|
d. |
Penyusunan dan Pemberkasan Perkara; |
|
e. |
danPelaporan. |
2. PERSIAPAN PENYIDIKAN PAJAK
2.1 |
Penerimaan Laporan Pemeriksaan
Bukti Permulaan yang berisi usul untuk dilakukan tindakan Penyidikan dicatat
dalam Buku Agenda Surat Masuk. |
||
2.2 |
Penyidik Pajak yang akan
diberi tugas untuk melakukan penyidikan terlebih dahulu mempelajari Laporan
Pemeriksaan Bukti Permulaan, membuat ringkasan hasil pemeriksaan bukti
permulaan yang meliputi modus operandi, kerugian pada pendapatan negara,
tersangka dan saksi, serta membuat Laporan Kejadian. |
||
2.3 |
Laporan Pemeriksaan Bukti
Permulaan dan ringkasannya serta Laporan Kejadian berikut usul untuk dapat
atau tidaknya dilakukan Penyidikan disampaikan kepada Direktur Pemeriksaan,
Penyidikan dan Penagihan Pajak atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak atau Kepala Kantor Unit Pelaksana Pemeriksaan melalui atasannya. |
||
2.4 |
Direktur Pemeriksaan,
Penyidikan dan Penagihan Pajak atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak setelah mempelajari Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan dan
ringkasannya beserta Laporan Kejadian memberikan pendapat dan usul kepada
Direktur Jenderal Pajak untuk dapat atau tidaknya dilakukan tindakan
penyidikan. |
||
2.5 |
Dalam hal menurut pertimbangan
Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak atau Kepala Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak hasil pemeriksaan bukti permulaan tidak
perlu dilakukan penyidikan, diinstruksikan kepada pemeriksa pemeriksaan bukti
permulaan untuk melakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib
Pajak dan mengirimkan Nota Penghitungan Pajak kepada Kepala Kantor Pelayanan
Pajak tempat Wajib Pajak yang bersangkutan terdaftar sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. |
||
2.6 |
Dalam hal usuk Kepala Kantor
Unit Pelaksana Pemeriksaan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak atau menurut pendapat Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan
Pajak hasil pemeriksaan bukti permulaan dipandang cukup kuat untuk
ditindaklanjuti dengan penyidikan, Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan
Penagihan Pajak menyampaikan pendapat dan usul kepada Direktur Jenderal
Pajak. |
||
2.7 |
Direktur Jenderal Pajak
setelah mempertimbangkan usul dan pendapat Direktur Pemeriksaan, Penyidikan
dan Penagihan Pajak, menerbitkan instruksi untuk melakukan penyidikan kepada
Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak atau Kepala Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Kepala Kantor Unit Pelaksana
Pemeriksaan. |
||
2.8 |
Berdasarkan instruksi untuk
melakukan penyidikan tersebut, diterbitkan Surat Perintah Penyidikan yang
ditandatangani oleh Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak atau
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau oleh Kepala Kantor Unit
Pelaksana Pemeriksaan. |
||
2.9 |
Dalam hal pejabat yang
berwenang menandatangani Surat Perintah Penyidikan belum berstatus sebagai penyidik,
maka Surat Perintah Penyidikan ditandatangani oleh salah seorang anggota tim
penyidik yang paling senior dan diketahui oleh pejabat yang berwenang
tersebut. |
||
2.10 |
Surat Perintah Penyidikan
dicatat dalam Buku Surat Perintah Penyidikan. |
||
2.11 |
Formulir dan buku-buku yang
digunakan : |
||
|
a) |
Usul untuk Dilakukan
Penyidikan |
|
|
|
1) |
KP. DJP bentuk S.3.0.55.81 |
|
2) |
KANWIL bentuk S.3.0.10.81 |
|
|
3) |
RIKPA bentuk S.3.0.20.81 |
|
|
b) |
Instruksi Untuk Melakukan
Penyidikan |
|
|
|
1) |
KP. DJP bentuk S.3.0.55.82 |
|
2) |
KANWIL bentuk S.3.0.01.81 |
|
|
3) |
RIKPA bentuk S.3.0.02.81 |
|
|
c) |
Laporan Kejadian |
|
|
|
1) |
KP. DJP bentuk L.3.0.55.83 |
|
2) |
KANWIL bentuk L.3.0.66.83 |
|
|
3) |
RIKPA bentuk B.L.0.77.83 |
|
|
d) |
Surat Perintah Penyidikan |
|
|
|
1) |
KP. DJP bentuk F.3.0.03.87 |
|
2) |
KANWIL bentuk F.3.0.13.87 |
|
|
3) |
RIKPA bentuk F.3.0.23.87 |
|
|
e) |
Buku Surat Perintah Penyidikan |
|
|
|
1) |
KP. DJP bentuk B.3.0.55.87 |
|
2) |
KANWIL bentuk S.3.0.66.87 |
|
|
3) |
RIKPA bentuk S.3.0.77.87 |
|
|
f) |
Agenda Surat Masuk |
|
|
|
1) |
KP. DJP bentuk B.3.0.55.101 |
|
2) |
KANWIL bentuk B.3.0.66.101 |
|
|
3) |
RIKPA bentuk B.3.0.77.101 |
|
|
g) |
Agenda Surat Keluar |
|
|
|
1) |
KP. DJP bentuk B.3.0.55.102 |
|
2) |
KANWIL bentuk B.3.0.66.101 |
|
|
3) |
RIKPA bentuk B.3.0.77.102 |
|
|
h) |
Buku Ekspedisi |
|
|
|
1) |
KP. DJP bentuk B.3.0.55.103 |
|
2) |
KANWIL bentuk B.3.0.66.103 |
|
|
3) |
RIKPA bentuk B.3.0.77.103 |
3. PELAKSANAAN PENYIDIKAN
A. |
Pemberitahuan
Dimulainya Penyidikan |
|||
3.1 |
Setelah
diterbitkan Surat Perintah Penyidikan, Penyidik Pajak membuat Surat
Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan yang dikirimkan kepada Penuntut Umum
melalui Penyidik POLRI, dengan dilampiri : |
|||
|
a) b) |
Laporan
kejadian; Photo
kopi Surat Perintah Penyidikan. |
||
3.2 |
Surat
Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan dicatat dalam Buku Pemberitahuan Saat
Dimulainya Penyidikan. |
|||
3.3 |
Pemberitahuan
Penyidikan juga dikirimkan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib
pajak yang akan disidik terdaftar dan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak atasannya dan kepada wajib pajak dengan Surat Pemberitahuan
Penyidikan. |
|||
3.4 |
Saat
Dimulainya penyidikan adalah pada saat disampaikannya Surat Pemberitahuan
Dimulainya Penyidikan kepada Jaksa atau Penuntut Umum melalui Kepolisian
Negara Republik Indonesia dan kepada Tersangka. |
|||
3.5 |
Dalam
hal penyidikan dilakukan oleh Direktorat Pemeriksaan, Penyidikan dan
Penagihan Pajak, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan disampaikan kepada
Kejaksaan Agung melalui Mabes POLRI. |
|||
3.6 |
Dalam
hal penyidikan dilakukan oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, Surat
Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan disampaikan kepada Kejaksaan Tinggi
melalui Kepolisian Daerah Setempat. |
|||
3.7 |
Formulir
dan Buku yang digunakan |
|||
|
a) |
Pemberitahuan
Penyidikan (kepada KPP) |
||
1) 2) 3) |
KP.DJP
bentuk S.3.0.02.84 KANWIL
bentuk S.3.0.12.84 RIKPA
bentuk S.3.0.77.84 |
|||
b) |
Pemberitahuan
Saat Dimulainya Penyidikan |
|||
1) 2) 3) |
KP.DJP
bentuk S.3.0.04.84 KANWIL
bentuk S.3.0.14.84 RIKPA
bentuk S.3.0.24.84 |
|||
c) |
Buku
Pemberitahuan Saat Dimulainya Penyidikan |
|||
1) 2) 3) |
KP.DJP
bentuk B.3.0.55.88 KANWIL
bentuk B.3.0.66.88 RIKPA
bentuk B.3.0.77.88 |
|||
d) |
Buku
Pengawasan Berkas Wajib Pajak Badan atau Perseorangan Yang Disidik |
|||
1) 2) 3) |
KP.DJP
bentuk B.3.0.55.106 KANWIL
bentuk B.3.0.66.106 RIKPA
bentuk B.3.0.77.106 |
|||
|
|
|
|
|
B. |
Penindakan |
|||||
3.1 |
Pencegahan
ke Luar Negeri |
|||||
|
a) |
Dalam
hal tersangka dan atau saksi dikhawatirkan akan meninggalkan Indonesia,
Penyidik Pajak dapat mengusulkan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk meminta
bantuan kepada Jaksa Agung Republik Indonesia agar mencegah kepergiannya,
dengan mengajukan permohonan pencegahan ke luar negeri melalui Menteri
Keuangan Republik Indonesia. Apabila pencegahan tersebut tidak diperlukan
lagi, Penyidik Pajak mengajukan usul kepada Direktir Jenderal pajak untuk
mencabut permintaan pencegahan ke luar negeri kepada Jaksa Agung Republik
Indonesia, dengan mengajukan Surat Permintaan Pencabutan Pencegahan ke Luar
Negeri. Baik Surat Permohonan Pencegahan ke Luar Negeri maupun Surat
Permintaan Pencabutannya dicatat dalam Buku Permintaan Pencegahan ke Luar
Negeri. Berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang No. 9 Tahun 1992 tentang
keimigrasian, keputusan pencegahan berlaku paling lama 6 (enam) bulan dan
dapat diperpanjang paling banyak 2 (dua) kali, masing-masing tidak lebih dari
6 (enam) bulan. Apabila tidak ada keputusan perpanjangan, pencegahan berakhir
demi hukum. |
||||
b) |
Formulir
dan Buku yang digunakan |
|||||
|
1) |
Permohonan
Pencegahan ke Luar Negeri |
||||
(a) (b) (c) |
KP.DJP
bentuk S.3.0.04.85 KANWIL
bentuk S.3.0.14.85 RIKPA
bentuk S.3.0.24.85 |
|||||
2) |
Permintaan
Pencabutan Pencegahan ke Luar Negeri |
|||||
(a) (b) (c) |
KP.DJP
bentuk S.3.0.04.86 KANWIL
bentuk S.3.0.14.86 RIKPA
bentuk S.3.0.24.86 |
|||||
3) |
Buku
Pencegahan ke Luar Negeri |
|||||
|
(a) (b) (c) |
KP.DJP
bentuk B.3.0.55.89 KANWIL
bentuk B.3.0.66.89 RIKPA
bentuk S.3.0.77.89 |
||||
3.2 |
Penggeledahan
dan atau Penyitaan. |
|||||
|
a) |
Persiapan
Penggeledahan |
||||
|
1) |
Penyidik
Pajak membuat Surat Permintaan Izin Penggeledahan yang ditujukan kepada Ketua
Pengadilan Negeri yang wilayah kerjanya meliputi tempat objek penggeledahan
itu berada dengan tindasan Penyidik POLRI dan dilampiri Laporan Kejadian. |
||||
2) |
Sebelum
surat izin penggeledahan disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri, Penyidik
Pajak dianjurkan berkonsultasi terlebih dahulu dengan Penyidik POLRI
setempat. |
|||||
3) |
Penyidik
Pajak menerbitkan Surat Perintah Penggeledahan yang ditandatangani oleh
atasan struktural Penyidik Pajak yang sudah diangkat menjadi Penyidik Pajak.
Apabila atasan Penyidik Pajak belum diangkat menjadi Penyidik Pajak, Surat
Perintah Penggeledahan ditandatangani oleh Penyidik Pajak engan diketahui
oleh atasannya. Surat Perintah Penggeledahan diterbitkan setelah memperoleh
izin tertulis dari Ketua Pengadilan Negeri setempat dan dibuat rangkap 9
(sembilan) dengan distribusi sebagai berikut : |
|||||
|
1
(satu) lembar untuk Penyidik Pajak, 1
(satu) lembar untuk Ketua Pengadilan Negeri setempat, 6
(enam) lembar untuk berkas perkara, 1 (satu)
lembar untuk arsip. |
|||||
4) |
Surat
Perintah tersebut dicatat dalam Buku Surat Perintah Penggeledahan. |
|||||
5) |
Dalam
Keadaan sangat perlu dan mendesak, Surat Perintah Penggeledahan Dalam Keadaan
Sangat Perlu dan Mendesak dapat diterbitkan dan dilaksanakan sebelum ada izin
dari Ketua Pengadilan Negeri setempat. |
|||||
b) |
Pelaksanaan
Penggeledahan |
|||||
|
1) |
Penggeledahan
dilakukan oleh Penyidik Pajak yang nama dan identitasnya tercantum dalam
Surat Perintah Penggeledahan. |
||||
2) |
Penggeledahan
dilakukan oleh paling sedikit 2 (dua) orang petugas. |
|||||
3) |
Penyidik
Pajak yang akan melakukan penggeledahan terlebih dahulu menunjukkan Tanda
Pengenal dan Surat Perintah Penggeledahan kepada tersangka atau orang lain
yang berada di tempat tersebut dan menjelaskan maksud kedatangannya. Dalam
hal penggeledahan sudah mendapat izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat,
Surat Perintah Penggeledahan dilampiri dengan salinan atau fotokopi Surat
Izin Penggeledahan dari Ketua Pengadilan Negeri. |
|||||
4) |
Dalam
melakukan penggeledahan, Penyidik Pajak harus berlaku hati-hati, waspada,
wajar, dan sopan, dengan mengindahkan norma-norma agama, adat-istiadat, dan
kesusilaan. |
|||||
5) |
Tempat
atau sasaran yang digeledah sesuai dengan yang tercantum dalam Surat Perintah
Penggeledahan. Yang digeledah dapat berupa : |
|||||
|
(a) (b) (c) (d) |
Tempat
usaha, termasuk kantor, gudang, dan pabrik; Rumah
tinggal tersangka; Tempat
lain dari tersangka bertempat tinggal, berdiam, atau berada; Tempat
laonnya yang diduga terdapat bahan bukti tindak pidana di bidang perpajakan
yang dilakukan. |
||||
6) |
Penyidik
Pajak dalam melakukan penggeledahan dapat dibantu oleh petugas pajak lainnya
yang ditugaskan untuk itu. Penggeledahan atas tempat atau sasaran yang berada
di luar wilayah hukum Kewenangan Penyidik Pajak yang melakukan penggeledahan
pelaksanaannya dapat dimintakan bantuan kepada Penyidik Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat penggeledahan akan dilakukan, dengan tetap
memperhatikan ketentuan yang berlaku. |
|||||
7) |
Penggeledahan
dapat dilakukan mulai pukul 08.00 sampai dengan pukul 18.00. Apabila sampai
pukul 18.00 penggeledahan tersebut tidak dapat diselesaikan, maka dilakukan
penyegelan dan dibuka kembali pada keesokan harinya. |
|||||
8) |
Selama
penggeledahan berlangsung, untuk kelancaran, keamanan, dan ketertiban, Penyidik
Pajak dapat memerintahkan kepada setiap orang yang berada di tempat/sasaran
penggeledahan tersebut untuk tidak meninggalkan tempat dan dapat diatur
penjagaan atau penutupan tempat yang bersangkutan. |
|||||
9) |
Dalam
hal tersangka atau orang yang berada di tempat tertentu tersebut
menyetujuinya, penggeledahan dilakukan dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang
saksi warga lingkungan setempat. |
|||||
10) |
Walaupun
tersangka atau orang yang berada di tempat tertentu tersebut tidak menyetujui
atau tidak hadir, penggeledahan tersebut tetap dilakukan dengan disaksikan
oleh 2 (dua) orang saksi warga lingkungan setempat dan 1 (satu) orang pejabat
pemerintah daerah setempat. |
|||||
11) |
Pelaksanaan
penggeledahan harus dibuatkan Berita Acara Penggeledahan dengan memperhatikan
hal-hal sebagai berikut : |
|||||
|
(a) |
Berita
acara harus memuat uraian tentang pelaksanaan dan hasil penggeledahan.
Apabila diperlukan lampiran, lampiran tersebut harus ditandatangani oleh
semua penda tangan berita acara. |
||||
(b) |
Berita
acara diberi tanggal dan ditandatangani oleh Penyidik Pajak maupun tersangka
atau orang yang berada di tempat tersebut dan para saksi. |
|||||
(c) |
Dalam
hal tersangka atau orang yang berada di tempat tertentu tersebut tidak mau
membubuhkan tanda tangannya, hal itu dicantumkan dalam berita acara dengan
menyebutkan alasannya. Berita acara dibuat rangkap 10 (sepuluh) dengan
distribusi sebagai berikut : |
|||||
|
1
(satu) lembar untuk tersangka atau orang yang berada di tempat tersebut yang
disampaikan dengan Buku Ekspedisi dan penerima membubuhkan nama jelas,
jabatan, tanda tangan, saat, hari, dan tanggal diterimanya pada Buku
Ekspedisi tersebut; 1
(satu) lembar untuk Ketua Pengadilan Negeri setempat yang disampaikan dengan
Surat Pengantar dan memakai Buku Ekspedisi; 1
(satu) lembar untuk pejabat pemerintah daerah setempat yang disampaikan
dengan memakai Buku Ekspedisi; 6
(enam) lembar untuk berkas perkara; 1
(satu) lembar untuk arsip. |
|||||
12) |
Dalam
keadaan sangat perlu dan mendesak, hasil pelaksanaan penggeledahan dibuat
Berita Acara Penggeledahan Dalam Keadaan Sangat Pelru dan Mendesak
selambat-lambatnya 2 (dua) hari setelah pelaksanaan penggeledahan. |
|||||
13) |
Hasil
penggeledahan dalam keadaan sangat perlu dan mendesak harus segera dimintakan
persetujuan dari Ketua Pengadilan Negeri setempat. Surat permintaan
persetujuan tersebut harus dilampiri Berita Acara Penggeledahan dan Laporan
Kejadian, dengan tindasan kepada Penyidik POLRI. |
|||||
c) |
Formulir
dan Buku yang digunakan |
|||||
|
1) |
Permintaan
Izin Penggeledahan |
||||
|
(a) (b) (c) |
KP. DJP
bentuk S.3.0.04.87 KANWIL
bentuk S.3.0.14.87 RIKPA
bentuk S.3.0.24.87 |
||||
2) |
Surat
Perintah Penggeledahan |
|||||
|
(a) (b) (c) |
KP. DJP
bentuk F.3.0.03.88 KANWIL
bentuk F.3.0.13.88 RIKPA
bentuk F.3.0.23.88 |
||||
3) |
Berita
Acara Penggeledahan |
|||||
|
(a) (b) (c) |
KP. DJP
bentuk F.3.0.03.89 KANWIL
bentuk F.3.0.13.89 RIKPA
bentuk F.3.0.23.89 |
||||
4) |
Surat
Perintah Penggeledahan Dalam Keadaan Sangat Perlu dan Mendesak |
|||||
|
(a) (b) (c) |
KP. DJP
bentuk F.3.0.03.90 KANWIL
bentuk F.3.0.13.90 RIKPA
bentuk F.3.0.23.90 |
||||
5) |
Berita
Acara Penggeledahan Dalam Keadaan Sangat Perlu dan Mendesak |
|||||
|
(a) (b) (c) |
KP. DJP
bentuk F.3.0.03.91 KANWIL
bentuk F.3.0.13.91 RIKPA
bentuk F.3.0.23.91 |
||||
6) |
Permohonan
Persetujuan Penggeledahan Dalam Keadaan Sangat Perlu dan Mendesak |
|||||
|
(a) (b) (c) |
KP. DJP
bentuk S.3.0.04.88 KANWIL
bentuk S.3.0.14.88 RIKPA
bentuk S.3.0.24.88 |
||||
7) |
Buku
Surat Perintah Penggeledahan |
|||||
|
(a) (b) (c) |
KP. DJP
bentuk B.3.0.55.90 KANWIL
bentuk B.3.0.66.90 RIKPA
bentuk S.3.0.77.90 |
||||
d) |
Penyitaan
Bahan Bukti |
|||||
|
1) |
Persiapan
Penyitaan Bahan Bukti |
||||
|
(a) |
Mengajukan
permintaah kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk memperoleh Surat
Izin Penyitaan dilampiri dengan Laporan Kejadian dan dibuat tindasan kepada
Penyidik POLRI; |
||||
(b) |
Menerbitkan
Surat Perintah Penyitaan yang ditandatangani oleh atasan Penyidik Pajak,
Surat Perintah Penyitaan ditandatangani oleh Penyidik Pajak yang diketahui
oleh atasannya, setelah memperoleh izin penyitaan tertulis dari Ketua
Pengadilan Negeri setempat. Surat Perintah Penyitaan dibuat rangkap 12 (dua
belas) dengan pembagian sebagai berikut : |
|||||
|
6
(enam) lembar untuk berkas perkara; 1
(satu) lembar untuk tersangka; 1
(satu) lembar untuk Ketua Pengadilan Negeri setempat; 1
(satu) lembar untuk pemilik atau orang atau keluarganya atau instansi atau
lembaga tempat benda atau barang tersebut disita; 1
(satu) lembar untuk Penyidik Pajak; 1
(satu) lembar untuk Penanggung Jawab dan penyimpan bahan bukti/barang sitaan; 1
(satu) lembar untuk arsip. |
|||||
(c) |
Dalam
keadaan sangat perlu dan mendesak, ketika tindakan penyitaan perlu segera
dilakukan, Surat Perintah Penyitaan Dalam Keadaan Sangat Perlu dan Mendesak
dapat diterbitkan dan dilaksanakan sebelum ada izin dari Ketua Pengadilan
Negeri setempat. |
|||||
(d) |
Dalam
hal penyitaan akan dilakukan pada lebih dari satu wilayah hukum pengadilan
negeri maka izin penyitaan harus dimintakan dari masing-masing Ketua
Pengadilan Negeri yang wilayah hukum kerjanya meliputi tempat penyitaan akan
dilakukan. |
|||||
(e) |
Mempersiapkan
petugas pelaksana dan peralatan yang diperlukan, termasuk pengangkutan dan
pengawasan benda sitaan. |
|||||
(f) |
Menentukan
buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan
kegiatan wajib pajak yang harus disita. |
|||||
2) |
Pelaksanaan
Penyitaan Bahan Bukti |
|||||
|
(a) |
Menghubungi
pejabat pemerintah daerah setempat untuk diminta menjadi saksi dalam tindakan
penyitaan itu. |
||||
(b) |
Sebelum
dilakukan penyitaan, petugas penyita harus menunjukkan Tanda Pengenal dan
Surat Perintah Penyitaan kepada wajib pajak atau wakil atau pegawainya. |
|||||
(c) |
Sesaat
sebelum dilakukan penyitaan, petugas memberi penjelasan kepada pihak wajib
pajak mengenai alasan dilakukannya penyitaan. |
|||||
(d) |
Penyitaan
dilakukan oleh paling sedikit 2 (dua) orang yang terdiri dari seorang
Penyidik Pajak dan seorang pegawai Direktorat Jenderal Pajak lainnya.
Penyitaan terhadap objek penyitaan yang berada di luar wilayah hukum Penyidik
Pajak yang melakukan penyitaan, pelaksanaannya dapat dibebankan kepada
Penyidik Pajak di dalam wilayah penyitaan akan dilakukan, dengan tetap
memperhatikan ketentuan yang berlaku. |
|||||
(e) |
Benda-benda
yang dapat disita adalah benda-benda yang telah/sedang digunakan baik secara
langsung maupun tidak langsung untuk melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan dan atau benda lain yang mempunyai hubungan langsung maupun tidak
langsung dengan tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh
tersangka, antara lain meliputi : |
|||||
|
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) |
Neraca
dan Daftar Laba/Rugi; Buku
Besar; Buku
Jurnal; Buku
Pembantu; Bukti-bukti
pembelian dan penjualan; Kontrak-kontrak; Rekening
korang; Kartu-kartu
yang berhubungan dengan pembukuan; Nota-nota
Debet dan Kredit; Vouchers
atau bukti-bukti lainnya; |
||||
(11) |
Dokumen-dokumen
dan catatan lain sebagai bahan pembuktian termasuk paket, surat, atau benda
kiriman; |
|||||
(12) |
SPT
beserta lampirannya; |
|||||
(13) |
Bukti-bukti
setorang pajak; |
|||||
(14) |
Catatan-catatan
lain yang berhubungan dengan kegiatan wajib pajak; |
|||||
(15) |
Perangkat
lunak dan perangka keras komputer. |
|||||
(f) |
Buku-
buku, dokumen-dokumen, dan catatan lain tentang kegiatan wajib pajak yang
disita harus diperlihatkan kepada wajib pajak atau wakil atau pegawainya
dengan disaksikan oleh pejabat pemerintah daerah setempat beserta seorang
saksi lainnya. |
|||||
(g) |
Dalam
hal penyitaan dilakukan dalam keadaan sangat perlu dan mendesak maka
selambat-lambatnya dalam waktu dua hari setelah pelaksanaan penyitaan,
petugas penyita melaporkan pelaksanaan dan hasil penyitaan tersebut kepada
Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk mendapatkan persetujuan penyitaan,
dengan mengajukan Surat Permintaan Persetujuan Penyitaan Dalam Keadaan Sangat
Perlu dan Mendesak dengan tindasan kepada Penyidik POLRI dilampiri dengan : |
|||||
|
(1) (2) (3) (4) |
Surat
Perintah Penyidikan; Surat Perintah
Penyitaan Dalam Keadaan Sangat Perlu dan Mendesak; Laporan
Kejadian; Berita
Acara Penyitaan Dalam Keadaan Sangat Perlu dan Mendesak. |
||||
(h) |
Apabila
masih terdapat bahan bukti di luar barang yang disita yang berada di tangan
orang lain atau keluarganya atau instansi atau lembaga maka Penyidik Pajak
dapat menerbitkan Surat Perintah Menyerahkan Benda Untuk Disita. Atas dasar
surat perintah tersebut, mereka wajib menyerahkan bahan bukti tersebut kepada
Penyidik Pajak untuk disita. Penyidik Pajak segera meminta izin Ketua
Pengadilan Negeri setempat untuk menyita bahan bukti yang telah diterimanya
tersebut, dan segera melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. |
|||||
(i) |
Atas
penyerahan benda sitaan dibuatkan Berita Acara Penerimaan Benda Sitaan dalam
rangkap 11 (sebelas) dengan pembagian sebagai berikut : |
|||||
|
1
(satu) lembar untuk tersangka atau keluar atau instansi atau lembaga tempat
benda itu diterima untuk disita; 1
(satu) lembar untuk pejabat pemerintah daerah setempat yang menyaksikan
penyerahan bahan bukti yang disita; 1
(satu) lembar untuk Penyidik Pajak; 1
(satu) lembar untuk Ketua Pengadilan Negeri setempat; 1
(satu) lembar untuk penanggung jawab dan penyimpanan barang sitaan; 6
(enam) lembar untuk berkas perkara. |
|||||
3) |
Penyitaan
Surat Lain |
|||||
|
(a) |
Diperlukan
surat izin khusus Ketua Pengadilan Negeri setempat; |
||||
(b) |
Penyidik
Pajak secara tertulis meminta kepada Kepala Kantor Pos atau Telekomunikasi
atau instansi atau perusahaan komunikasi atau transportasi agar menyerahkan
"surat lain" yang diperlukan; |
|||||
(c) |
Atas
penyerahan "surat lain" tersebut, Penyidik Pajak memberikan Tanda
terima surat-surat atau dokumen lain; |
|||||
(d) |
Pembukaan
"surat lain" dilakukan dengan cara memotong salah satu sisi sampul
sedemikian rupa sehingga tidak merusak isi surat atau tulisan yang ada dalam
sampul; |
|||||
(e) |
Apabila
setelah dibuka dan diperiksa ternyata "surat lain" tersebut
mempunyai hubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan yang sedang
diperiksa maka dilakukan penyitaan, sesuai dengan prosedur penyitaan yang
berlaku; |
|||||
(f) |
Apabila
ternyata "surat lain" tersebut tidak mempunyai hubungan dengan
tindak pidana di bidang perpajakan yang sedang diperiksa maka "surat
lain tersebut dicap "TELAH DIBUKA OLEH PENYIDIK" dengan dibubuhi
tanggal, tanda tangan, nama, dan pangkat Penyidik Pajak yang bersangkutan,
kemudian dikembalikan kepada Kepala Kantor Pos atau Telekomunikasi, atau
instansi, atau perusahaan komunikasi atau transportasi dengan dibuatkan Tanda
Bukti Penyerahan Kembali Surat-Surat atau Dikumen Lain; |
|||||
(g) |
Penutupan
kembali "surat lain" yang tidak disita adalah dengan cara menutup
kertas yang direkat (dilem) sedemikian rupa sehingga tidak mudah dibuka
kembali dan dicap yang membekas pada sebagian kertas penutup dan sebagian
pada sampul surat tersebut; |
|||||
(h) |
Dibuatkan
Berita Acara Pembukaan, Pemeriksaan, dan Penyitaan Surat-surat atau Dokumen
Lain. Berita acara tersebut dibuat dan ditandatangani oleh Penyidik Pajak dan
Kepala Kantor Pos, atau Telekomunikasi, atau instansi, atau perusahaan
komunikasi atau transportasi rangkap 9 (sembilan) dengan pembagian sebagai
berikut : |
|||||
|
1
(satu) lembar untuk Kepala Kantor Pos, atau Telekomunikasi atau instansi atau
perusahaan komunikasi atau transportasi yang bersangkutan; 1
(satu) lembar untuk tersangka; 1
(satu) lembar untuk Ketua Pengadilan Negeri setempat; 6
(enam) lembar untuk berkas perkara. |
|||||
4) |
Hal-hal
yang Perlu Diperhatikan |
|||||
|
(a) |
Setelah
benda-benda sitaan dikumpulkan dan dikelompokkan serta diberikan nomor urut,
kemudian dibuatkan daftar benda atau barang sitaan; |
||||
(b) |
Segera
membuat Berita Acara Penyitaan sebanyak 11 (sebelas) rangkap, dengan
pembagian sebagai berikut : |
|||||
|
1
(satu) lembar untuk Penyidik Pajak; 1
(satu) lembar untuk pemilik atau orang atau keluarganya atau instansi atau
lembaga tempat benda atau barang itu disita; 1
(satu) lembar untuk saksi dari pejabat pemerintah daerah setempat; 1
(satu) lembar untuk Ketua Pengadilan Negeri setempat; 1
(satu) lembar untuk petugas penanggung jawab dan penyimpan barang sitaan; 6
(enam) lembar untuk berkas perkara. |
|||||
(c) |
Berita
Acara Penyitaan ditandatangani oleh : |
|||||
|
(1) (2) (3) |
Penyidik
Pajak, Pemilik
atau kuasa pemilik benda sitaan, 2 (dua)
orang saksi (satu saksi dari pejabat pemerintah daerah setempat); |
||||
(d) |
Dalam
hal pemilik atau yang menguasai barang sitaan tidak bersedia untuk
menandatangani Berita Acara Penyitaan, Penyidik Pajak memberi catatan
mengenai alasan tidak bersedianya pemilik atau kuasa pemilik menandatangani
Berita Acara Penyitaan tersebut. |
|||||
5) |
Penanganan
Bahan atau Barang Bukti |
|||||
|
(a) |
Bahan
atau barang bukti yang disita harus disimpan pada tempat khusus di Direktorat
Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak atau Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak atau Kantor Unit Pelaksana Pemeriksaan atau tempat lain yang
ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak, yang terjamin keamanannya; |
||||
(b) |
Bahan
atau barang bukti diserahkan oleh petugas penyita kepada petugas khusus yang
bertanggung jawab atas penyimpanan bahan atau barang bukti. Penyerahan
tersebut dilakukan dengan memakai surat pengantar yang dilampiri Berita Acara
Penyitaan dan atas penyerahan tersebut dibuat Berita Acara Penyerahan Bahan
Bukti; |
|||||
(c) |
Selama
proses penyidikan, Penyidik Pajak menyortor dan mengelompokkan jenis, macam,
dan jumlah bahan bukti, sehingga dapat diperoleh barang bukti yang digunakan
untuk keperluan Penyidikan, penuntutan, dan peradilan perkara. Selanjutnya
masing-masing barang bukti diberi labelbarang bukti dan nomor kode guna
mempermudah penggunaan maupun penyimpanannya; |
|||||
(d) |
Penyimpanan
bahan bukti maupun barang bukti pada Direktorat Pemeriksaan, Penyidikan dan
Penagihan Pajak atau Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Kantor
Unit Pelaksana Pemeriksaan dilakukan oleh petugas khusus yang ditugaskan
untuk itu; |
|||||
(e) |
Setiap
peminjaman atau pengembalian bahan dan atau barang bukti untuk penyusunan
berkas perkara harus menggunakan Tanda Peminjaman atau Pengembalian Benda
Sitaan oleh Penyidik Pajak. Peminjaman bahan atau barang bukti tersebut oleh
petugas penyimpanan bahan bukti dicatat dalam Buku Peminjaman Barang Bukti
atau Barang Sitaan; |
|||||
(f) |
Penyidik
Pajak dapat mengembalikan bahan bukti yang disita kepada tersangka dalam hal
: |
|||||
|
(1) |
Bahan
bukti yang disita tidak diperlukan lagi dalam Penyidikan atau penuntutan; |
||||
(2) |
Bahan
bukti yang disita tidak termasuk alat pembuktian. Sementara itu, barnag bukti
untuk keperluan pembuktian dalam Penyidikan, penuntutan, dan peradilan tetap
disimpan dan dikuasai oleh Penyidik Pajak, sampai tidak diperlukan lagi dalam
peradilan perkara; |
|||||
(3) |
Penyidikan
dihentikan karena tidak cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan
tindak pidana di bidang perpajakan atau peristiwanya telah daluwarsa atau
tersangka meninggal dunia atau Penyidikan dihentikan atas permintaan Menteri
Keuangan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B UU KUP; |
|||||
(g) |
Pengembalian
bahan bukti harus dibuat Berita Acara Pengembalian Bahan Bukti dalam rangkap
11 (sebelas) dengan pembagian sebagai berikut : |
|||||
|
1
(satu) lembar untuk tersangka atau pihak yang bahan buktinya disita; 1
(satu) lembar untuk Penuntut Umum; 1
(satu) lembar untuk Ketua Pengadilan Negeri setempat; 1
(satu) lembar untuk petugas penanggung jawab barang sitaan; 1
(satu) lembar untuk atasan Penyidik Pajak; 6
(enam) lembar untuk berkas perkara. |
|||||
6) |
Formulir
dan Buku yang digunakan |
|||||
|
(a) |
Permintaan
Izin Penyitaan |
||||
|
(1) (2) (3) |
KP. DJP
bentuk S.3.0.04.89 KANWIL
bentuk S.3.0.14.89 RIKPA
bentuk S.3.0.24.89 |
||||
(b) |
Surat
Perintah Penyitaan |
|||||
|
(1) (2) (3) |
KP. DJP
bentuk F.3.0.03.92 KANWIL
bentuk F.3.0.13.92 RIKPA
bentuk F.3.0.23.92 |
||||
(c) |
Berita
Acara Penyitaan |
|||||
|
(1) (2) (3) |
KP. DJP
bentuk F.3.0.03.93 KANWIL
bentuk F.3.0.13.93 RIKPA
bentuk F.3.0.23.93 |
||||
(d) |
Surat
Perintah Penyitaan Dalam Keadaan Sangat Perlu dan Mendesak |
|||||
|
(1) (2) (3) |
KP. DJP
bentuk F.3.0.03.94 KANWIL
bentuk F.3.0.13.94 RIKPA
bentuk F.3.0.23.94 |
||||
(e) |
Berita
Acara Penyitaan Dalam Keadaan Sangat Perlu dan Mendesak |
|||||
|
(1) (2) (3) |
KP. DJP
bentuk F.3.0.03.95 KANWIL
bentuk F.3.0.13.95 RIKPA
bentuk F.3.0.23.95 |
||||
(f) |
Permohonan
Persetujuan Penyitaan Dalam Keadaan Sangat Perlu dan Mendesak |
|||||
|
(1) (2) (3) |
KP. DJP
bentuk S.3.0.04.90 KANWIL
bentuk S.3.0.14.90 RIKPA
bentuk S.3.0.24.90 |
||||
(g) |
Surat
Perintah Menyerahkan Benda untuk Disita |
|||||
|
(1) (2) (3) |
KP. DJP
bentuk F.3.0.04.81 KANWIL
bentuk F.3.0.14.81 RIKPA
bentuk F.3.0.24.81 |
||||
(h) |
Berita
Acara Penerimaan Benda Sitaan |
|||||
|
(1) (2) (3) |
KP. DJP
bentuk F.3.0.04.82 KANWIL
bentuk F.3.0.14.82 RIKPA
bentuk F.3.0.24.82 |
||||
(i) |
Permintaan
untuk Membuka dan Memeriksa Surat-surat dan Dokumen Lainnya |
|||||
|
(1) (2) (3) |
KP. DJP
bentuk S.3.0.04.91 KANWIL
bentuk F.3.0.14.91 RIKPA
bentuk F.3.0.24.91 |
||||
(j) |
Tanda
Terima Surat-surat atau Dokumen Lain |
|||||
|
(1) (2) (3) |
KP. DJP
bentuk F.3.0.04.83 KANWIL
bentuk F.3.0.14.83 RIKPA
bentuk F.3.0.24.83 |
||||
(k) |
Tanda
Bukti Penyerahan Kembali Surat-surat atau Dokumen Lain |
|||||
|
(1) (2) (3) |
KP. DJP
bentuk F.3.0.04.84 KANWIL
bentuk F.3.0.14.84 RIKPA
bentuk F.3.0.24.84 |
||||
(l) |
Berita
Acara Pembukaan, Pemeriksaan, dan Penyitaan Surat Lain |
|||||
|
(1) (2) (3) |
KP. DJP
bentuk F.3.0.04.85 KANWIL
bentuk F.3.0.14.85 RIKPA
bentuk F.3.0.24.85 |
||||
(m) |
Berita
Acara Penyerahan Bahan Bukti |
|||||
|
(1) (2) (3) |
KP. DJP
bentuk F.3.0.04.86 KANWIL
bentuk F.3.0.14.86 RIKPA
bentuk F.3.0.24.86 |
||||
(n) |
Tanda
Peminjaman atau Pengembalian Benda Sitaan oleh Penyidik Pajak |
|||||
|
(1) (2) (3) |
KP. DJP
bentuk F.3.0.04.87 KANWIL
bentuk F.3.0.14.87 RIKPA
bentuk F.3.0.24.87 |
||||
(o) |
Berita
Acara Pengembalian Barang Bukti |
|||||
|
(1) (2) (3) |
KP. DJP
bentuk F.3.0.04.88 KANWIL
bentuk F.3.0.14.88 RIKPA
bentuk F.3.0.24.88 |
||||
(p) |
Buku
Surat Perintah Penyitaan |
|||||
|
(1) (2) (3) |
KP. DJP
bentuk B.3.0.55.91 KANWIL
bentuk B.3.0.66.91 RIKPA
bentuk B.3.0.77.91 |
||||
(q) |
Buku
Barang Bukti/Barang Sitaan |
|||||
|
(1) (2) (3) |
KP. DJP
bentuk B.3.0.55.92 KANWIL
bentuk B.3.0.66.92 RIKPA
bentuk B.3.0.77.92 |
||||
(r) |
Buku
Peminjaman Barang Bukti atau Barang Sitaan |
|||||
|
(1) (2) (3) |
KP. DJP
bentuk B.3.0.55.93 KANWIL
bentuk B.3.0.66.93 RIKPA
bentuk B.3.0.77.93 |
||||
3.3 |
Pemanggilan
Tersangka dan Saksi atau Ahli |
|||||
|
a) |
Pelaksanaan
Pemanggilan Tersangka dan Saksi atau Ahli |
||||
|
1) |
Surat
panggilan dibuat dan diisi sesuai dengan petunjuk pengisiannya dalam rangkap
9 (sembilan) dengan pembagian sebagai berikut : |
||||
|
6
(enam) lembar untuk berkas perkara; 1
(satu) lembar untuk yang dipanggil; 1
(satu) lembar untuk petugas atau Penyidik Pajak; 1
(satu) lembar untuk arsip; |
|||||
2) |
Surat
panggilan ditandatangani oleh Penyidik Pajak dan dibubuhi cap dinas, kemudian
dicatat dalam Buku Surat Panggilan; |
|||||
3) |
Surat
panggilan disampaikan oleh petugas yang ditunjuk, kepada orang yang dipanggil
di tempat tinggal atau kediaman atau di tempat yang bersangkutan berada; |
|||||
4) |
Surat
panggilan harus sudah diterima oleh yang dipanggil selambat-lambatnya tiga
hari sebelum tanggal hadir yang ditentukan; |
|||||
5) |
Apabila
yang dipanggil tidak berada di tempat maka : |
|||||
|
(a) |
Surat
panggilan dapat disampaikan dan diterimakan kepada orang lain yang dapat
menjamin sampainya surat panggilan tersebut kepada yang bersangkutan
(misalnya : keluarga, atasan yang bersangkutan, RT/RW, pamong desa). |
||||
(b) |
Tindasan
surat panggilan harus dibawa kembali oleh petugas yang menyampaikan, setelah
ditandatangani oleh orang yang menerima atau kalau tidak dapat menulis,
setelah dibubuhi cap jempol. |
|||||
6) |
Dalam
hal yang dipanggil menolak untuk menerima surat panggilan, tindakan yang
diambil adalah : |
|||||
|
(a) |
Petugas
yang menyampaikan surat panggilan harus memberikan penjelasan dan meyakinkan
yang bersangkutan bahwa menerima dan memenuhi surat panggilan merupakan
kewajiban baginya dan apabila kewajiban tersebut tidak dipenuhi dapat
dituntut berdasarkan ketentuan Pasal 216 KUHP. |
||||
(b) |
Apabila
setelah diberi penjelasan yang bersangkutan tetap tidak mau menerima surat
panggilan, Penyidik Pajak memberi catatan pada tindakan surat panggilan
tersebut, selanjutnya surat panggilan disampaikan melalui pos tercatat; |
|||||
7) |
Terhadap
tersangka atau saksi yang tidak memenuhi surat panggilan atau menolak hadir
tanpa alasan yang patut dan wajar, Penyidik Pajak membuat surat panggilan
untuk kedua kalinya dengan mencantumkan kata "PANGGILAN KEDUA" pada
surat panggilan tersebut; |
|||||
8) |
Dalam
hal tersangka atau saksi yang dipanggil untuk kedua kalinya tetap menolak
hadir, Penyidik Pajak mengajukan permintaan kepada POLRI di wilayah tempat
tinggal tersangka atau saksi untuk membawa dan menghadirkan tersangka atau
saksi tersebut ke tempat pemeriksaan; |
|||||
9) |
Dalam
hal tersangka atau saksi yang dipanggil tidak dapat memenuhi panggilan dengan
alasan yang patut dan wajar, Penyidik Pajak dapat datang ke tempat
kediamannya untuk melakukan pemeriksaan; |
|||||
10) |
Keterangan
mengenai alasan yang patut dan wajar dapat diminta dari dokter atau pejabat
kesehatan atau pejabat pemerintah daerah setempat di wilayah tersangka atau
saksi bertempat tinggal; |
|||||
11) |
Apabila
tersangka atau saksi yang dipanggil berdiam atau bertempat tinggal di luar
wilayah hukum Penyidik Pajak yang melaksanakan penyidikan maka dapat
dimintakan bantuan Penyidik Pajak di wilayah hukum di tempat tersangka atau
saksi tersebut bertempat tinggal untuk memanggil dan memeriksa tersangka serta
meminta keterangan dari saksi; |
|||||
12) |
Dalam
hal penyidikan harus dilakukan di luar wilayah hukum Penyidik Pajak yang
melakukan penyidikan, pemanggilan tersangka atau saksi dilakukan oleh
Penyidik Pajak setempat, sedangkan pemeriksaan tersangka dan permintaan
keterangan dari saksi dilakukan oleh Penyidik Pajak yang melakukan penyidikan
dengan didampingi oleh Penyidik Pajak setempat; |
|||||
13) |
Dalam
hal yang dipanggil adalah anggota DPR atau MPR, DPA, dan BPK, tata cara
pemanggilannya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku baginya. |
|||||
14) |
Pemanggilan
terhadap tersangka dan saksi warga negara Indonesia yang berada di luar
negeri disalurkan melalui POLRI; |
|||||
15) |
Dalam
hal saksi atau ahli yang dipanggil adalah pejabat atau petugas suatu instansi
atau lembaga atau badan pemerintah, kepada atasannya disampaikan
pemberitahuan tertulis mengenai pemanggilan tersebut. |
|||||
b) |
Formulir
dan Buku yang digunakan |
|||||
|
1) |
Surat
Panggilan |
||||
|
(a) (b) (c) |
KP. DJP
bentuk S.3.0.04.92 KANWIL
bentuk S.3.0.14.92 RIKPA
bentuk S.3.0.24.92 |
||||
2) |
Permohonan
Bantuan Membawa Tersangka/Saksi |
|||||
|
(a) (b) (c) |
KP. DJP
bentuk S.3.0.04.93 KANWIL
bentuk S.3.0.14.93 RIKPA
bentuk S.3.0.24.93 |
||||
3) |
Pemberitahuan
Panggilan Saksi |
|||||
|
(a) (b) (c) |
KP. DJP
bentuk S.3.0.04.94 KANWIL
bentuk S.3.0.14.94 RIKPA
bentuk S.3.0.24.94 |
||||
4) |
Buku
Surat Panggilan |
|||||
|
(a) (b) (c) |
KP. DJP
bentuk B.3.0.55.94 KANWIL
bentuk B.3.0.66.94 RIKPA
bentuk S.3.0.77.94 |
||||
3.4 |
Penangkapan
dan Penahanan |
|||||
|
a) |
Persiapan
Penangkapan dan Penahanan |
||||
|
1) |
Apabila
perlu untuk menangkap dan atau menahan tersangka, Penyidik Pajak terlebih
dahulu membuat Laporan Kemajuan Pelaksanaan Penyidikan disertai Laporan
Kejadian dan menguraikan secara jelas perlunya penangkapan dan atau penahanan
tersebut, dan mengusulkan rencana penangkapan dan atau penahanan tersebut
kepada atasannya; |
||||
2) |
Penyidik
Pajak harus mempertimbangkan kemampuannya untuk menyelesaikan berkas perkara
tersebut dan menyerahkannya kepada Penuntut Umum dalam waktu
selambat-lambatnya 60 hari sejak penahanan dilakukan; |
|||||
3) |
Membuat
Surat Permintaah Bantuan Penahanan Tersangka kepada Penyidik POLRI di wilayah
tersangka bertempat tinggal atau berdiam dengan dilampiri Laporan Kemajuan
Pelaksanaan Penyidikan dan Laporan Kejadian. Surat tersebut ditandatangani
oleh atasan Penyidik Pajak. Dalam hal atasan Penyidik Pajak belum diangkat
menjadi Penyidik Pajak maka Surat Permintaan bantuan untuk Menangkap atau
Menahan Tersangka ditandatangani oleh Penyidik yang diketahui oleh atasannya.
Permintaan bantuan tersebut dicatat dalam Buku Agenda Permintaan Bantuan
Penyidik POLRI; |
|||||
4) |
Surat
Permintaan Bantuan Penahanan Tersangka harus menyebutkan dengan jelas tentang
: |
|||||
|
(a) (b) |
Pertimbangan-pertimbangan
untuk melakukan penangkapan dan atau penahanan terhadap Tersangka; Nama
dan identitas Tersangka yang akan ditangkap dan atau ditahan; |
||||
b) |
Pelaksanaan
Penangkapan dan Penahanan |
|||||
|
1) |
Selambat-lambatnya
24 (dua puluh empat) jam setelah penahanan dilakukan, pemeriksaan terhadap
tersangka harus sidah dimulai dilakukan; |
||||
2) |
Untuk
memeriksa tersangka yang ditahan, Penyidik Pajak mengajukan Surat Peminjaman
Tersangka untuk Diperiksa kepada Penyidik POLRI/Petugas Rumah Tahanan Negara.
Peminjaman tersebut dicatat dalam Buku Agenda Peminjaman Tersangka; |
|||||
3) |
Penyidik
Pajak dapat mengajukan Surat Permintaan Bantuan untuk Menangguhkan Penahanan
Tersangka berdasarkan permintaan tersangka dengan atau tanpa jaminan uang
atau jaminan orang berdasarkan syarat-syarat yang ditentukan; |
|||||
4) |
Apabila
dalam waktu 15 (lima belas) hari sejak pelaksanaan penahanan terhadap
tersangka dilakukan, Penyidik Pajak belum dapat menyelesaikan pemeriksaan,
Penyidik Pajak dapat mengajukan Surat Permintaan Bantuan untuk Perpanjangan
Penahanan kepada Penyidik POLRI; |
|||||
5) |
Apabila
kepentingan penyidikan dipandang telah dipenuhi, Penyidik Pajak dapat
mengajukan Surat Permintaan Bantuan untuk Mengeluarkan Tahanan walaupun masa
penahannya belum berakhir; |
|||||
6) |
Pelaksanaan
penangkapan dan atau penahanan, harus memperhatikan ketentuan hukum acara pidana
yang berlaku. |
|||||
c) |
Formulir
dan Buku yang digunakan |
|||||
|
1) |
Laporan
Kemajuan Pelaksanaan Penyidikan |
||||
|
(a) (b) (c) |
KP. DJP
bentuk L.3.0.04.81 KANWIL
bentuk L.3.0.14.81 RIKPA
bentuk L.3.0.24.81 |
||||
2) |
Permintaan
Bantuan Penahanan Tersangka |
|||||
|
(a) (b) (c) |
KP. DJP
bentuk S.3.0.04.100 KANWIL
bentuk S.3.0.14.100 RIKPA
bentuk S.3.0.24.100 |
||||
3) |
Peminjaman
Tersangka untuk Diperiksa |
|||||
|
(a) (b) (c) |
KP. DJP
bentuk S.3.0.04.101 KANWIL
bentuk S.3.0.14.101 RIKPA
bentuk S.3.0.24.100 |
||||
4) |
Permintaan
Bantuan untuk Perpanjangan Penahanan |
|||||
|
(a) (b) (c) |
KP. DJP
bentuk S.3.0.04.102 KANWIL
bentuk S.3.0.14.102 RIKPA
bentuk S.3.0.24.101 |
||||
5) |
Permintaan
Bantuan untuk Menangguhkan Penahanan Tersangka |
|||||
|
(a) (b) (c) |
KP. DJP
bentuk S.3.0.04.103 KANWIL
bentuk S.3.0.14.103 RIKPA
bentuk S.3.0.24.102 |
||||
6) |
Permintaan
Bantuan untuk Mengeluarkan Tahanan |
|||||
|
(a) (b) (c) |
KP. DJP
bentuk S.3.0.04.104 KANWIL
bentuk S.3.0.14.104 RIKPA
bentuk S.3.0.24.103 |
||||
7) |
Buku
Agenda Permintaan Bantuan Penyidik POLRI |
|||||
|
(a) (b) (c) |
KP. DJP
bentuk B.3.0.55.99 KANWIL
bentuk B.3.0.66.99 RIKPA
bentuk S.3.0.77.99 |
||||
8) |
Buku
Agenda Peminjaman Tersangka |
|||||
|
(a) (b) (c) |
KP. DJP
bentuk B.3.0.55.100 KANWIL
bentuk B.3.0.66.100 RIKPA
bentuk S.3.0.77.100 |
||||
|
|
|
|
|
|
|
C. |
Pemeriksaan
Tersangka dan Saksi atau Ahli |
||||
3.1 |
Persiapan
Pemeriksaan Tersangka dan Saksi atau Ahli |
||||
|
a) |
Tempat |
|||
|
Menyiapkan
tempat pemeriksaan yang memenuhi persyaratan sebagai berikut : |
||||
1) |
Alamat
tempat pemeriksaan diusahakan agarmudah dijangkau atau ditemukan oleh
tersangka dan saksi atau ahli yang akan diperiksa; |
||||
2) |
Ruangan
yang digunakan harus bersih, terang, dan terjamin keamanannya; |
||||
3) |
Ruangan
pemeriksaan tersebut dilengkapi dengan meja, kursi, dan alat tulis-menulis; |
||||
4) |
Selain
ruangan pemeriksaan agar diusahakan juga ruang tunggu dan tempat untuk
penasihat hukum sedemikian rupa sehingga penasihan hukum dapat melihat dan
mendengar jalannya pemeriksaan. |
||||
b) |
Tenaga
Pemeriksa |
||||
|
1) |
Menyiapkan
atau membentuk tim pemeriksa, yaitu tim penyidik pajak yang melakukan
penyidikan yang jumlah dan kemampuannya disesuaikan dengan kasus tindak
pidana di bidang perpajakan yang sedang dihadapi dan jumlah tersengka dan
saksi atau ahli yang akan diperiksa; |
|||
2) |
Sebelum
melakukan pemeriksaan terhadap tersangka atau saksi atau ahli, tim pemeriksa
terlebih dahulu harus mempelajari kasus tindak pidana di bidang perpajakan
yang terjadi sampai dengan perkembangan terakhir, antara lain dari : |
||||
|
(a) |
Laporan
Pengamatan; |
|||
(b) |
Laporan
Pemeriksaan Pajak; |
||||
(c) |
Laporan
Pemeriksaan Bukti Permulaan; |
||||
(d) |
Ringkasan
hasil Pemeriksaan Pajak; |
||||
(e) |
Berita
Acara Pemeriksaan yang ada sebelumnya; |
||||
(f) |
Buku-buku,
dokumen, dan catatan yang disita, sehingga tim pemeriksa memperolej suatu
gambaran yang lebih rinci tentang kasus tindak pidana di bidang perpajakan
tersebut. |
||||
c) |
Pembuatan
Daftar Pertanyaan |
||||
|
1) |
Menyusun
daftar pertanyaan yang garis besarnya sebagai berikut : |
|||
|
(a) |
Pertanyaan
awal, yaitu pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut identitas yang diperiksa; |
|||
(b) |
Pertanyaan
pokok, yaitu pertanyaan-pertanyaan yang mengarah kepada jawaban unsur-unsur
tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi; |
||||
(c) |
Pertanyaan
tambahan, yaitu pertanyaan-pertanyaan yang mengarah kepada pengembangan dari
pertanyaan-pertanyaan pokok; |
||||
(d) |
Pertanyaan
terakhir, yaitu pertanyaan-pertanyaan yang diarahkan untuk menutup
pemeriksaan dan bersifat mengikat; |
||||
2) |
Seluruh
pertanyaan dibuat sedemikian rupa menjadi satu kesatuan yang pada akhirnya
diperoleh jawaban mengenai : |
||||
|
(a) |
Siapakah; |
|||
(b) |
Apakah; |
||||
(c) |
Di
manakah; |
||||
(d) |
Dengan
apakah; |
||||
(e) |
Mengapakah; |
||||
(f) |
Bagaimanakah; |
||||
(g) |
Bilamanakah; |
||||
(h) |
Berapakah; |
||||
d) |
Daftar
Barang Bukti |
||||
|
Menyusun
daftar barang bukti yang diperlukan dalam pemeriksaan dan kemudian
meminjamnya dari petugas benda sitaan. Apabila sudah selesai digunakan,
segera dikembalikan kepada petugas penyimpan benda sitaan; |
||||
e) |
Urutan
Tersangka dan Saksi atau Ahli |
||||
|
menentukan
urutan tersangka dan saksi atau ahli yang akan diperiksa berdasarkan
pengetahuannya tentang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi; |
||||
f) |
Tenaga
Rohaniwan |
||||
|
Menyiapkan
tenaga rohaniwan untuk melakukan sumpah atau janji terhadap saksi atau ahli
penerjemah yang akan diperiksa. Tenaga rohaniwan dapat dimintakan bantuan
dari pengadilan negeri setempat atau instansi lain yang terkait. naskah
sumpah/janji, disiapkan oleh tim pemeriksa; |
||||
g) |
Tenaga
Penerjemah |
||||
|
Untuk
melakukan pemeriksaan terhadap tersangka atau saksi atau ahli yang tidak
dapat berbicara dalam bahasa Indonesia, pemeriksa menyiapkan tenaga
penerjemah resmi untuk mempermudah jalannya pemeriksaan maupun komunikasi
antara penyidik pajak dengan tersangka atau saksi atau ahli. |
||||
3.2 |
Pelaksanaan
Pemeriksaan Tersangka dan Saksi atau Ahli |
||||
|
a) |
Pendekatan |
|||
|
1) |
Memahami
yang diperiksa (tersangka atau saksi atau ahli) menyangkut sifat, watak dan
tingkat kecerdasannya; |
|||
2) |
Dalam
hal diperlukan dapat meminta bantuan tenaga ahli, antara lain psikolog,
psikiater, atau juru bahasa termasuk juru bahasa isyarat; |
||||
3) |
Memperlakukan
yang diperiksa secara wajar dan sopan; |
||||
b) |
Pemeriksaan
Tersangka |
||||
|
1) |
Melakukan
penelitian terhadap identitas orang yang akan diperiksa dengan cara
mencocokkan dengan KTP, SIM, paspor, atau tanda pengenal lainnya, agar tidak
terjadi kekeliruan; |
|||
2) |
Pada
waktu dilakukan pemeriksaan, yang diperiksa harus dalam kondisi sehat jasmani
dan rohani, bebas dari rasa takut, dan tidak di bawah ekanan atau ancaman; |
||||
3) |
Memberitahukan
hak-hak tersangka, antara lain : |
||||
|
(a) |
berhak
untuk dibertahukan secara jelas dalam bahasan yang dimengerti tentang apa
yang disangkakan kepadanya; |
|||
(b) |
berhak
mengajukan saksi, yang dapat menguntungkan baginya; |
||||
(c) |
berhak
untuk didampingi penasihan hukum; |
||||
(d) |
berhak
memberikan keterangan secara bebas, tanpa tekanan atau ancaman; |
||||
(e) |
berhak
untuk meminta turunan dari Berita Acara Pemeriksaan atas dirinya; |
||||
(f) |
berhak
untuk diperiksa di rumah atau kediamannya dalam hal tidak dapat datang
memenuhi panggilan dengan alasan yang patut dan wajar; |
||||
4) |
Hal-hak
yang perlu diperhatikan oleh Pemeriksa : |
||||
|
(a) |
Menghindarkan
pertanyaan-[ertanyaan yang dapat menimbulkan situasi perdebatan yang tidak
perlu maupun pembicaraan yang emosional; |
|||
(b) |
Pertanyaan
harus singkat dan jelas sehingga mudah dimengerti oleh tersangka; |
||||
(c) |
Dalam
hal tersangka kurang lancar dalam mengemukakan keterangan atgau jawaban, agar
dibantu, sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas tengang seseorang,
keadaan, dan jalannya tindak pidana di bidang perpajakan secara lengkap; |
||||
(d) |
Agar
bersikap sabar, tekun, dan ulet dalam menghadapi tersangka yang memberikan
keterangan yang berbelit-belit; |
||||
5) |
Kepada
tersangka diminta untuk mengenali kembali barang bukti yang diperlihatkan
kepadanya, termasuk kode barang buktinya. Semua keterangan tersangka supaya
dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan atas dirinya; |
||||
6) |
Apabila
tersangka tidak dapat berbahasa Indonesia, wajib didampingi oleh penerjemah; |
||||
7) |
Kepada
tersangka diminta untuk menjawab petanyaan Penyidik Pajak baik secara lisan
maupun tulisan tangan sendiri pada konsep Berita Acara Pemeriksaan; |
||||
8) |
Dalam
hal terjadi permbedaan keterangan tersangka dengan saksi atau dengan
tersangka lainnya, perlu dilakukan pemeriksaan konfrontasi; |
||||
9) |
Dalam
hal tersangka yang harus didengar keterangannya berkediaman atau bertempat
tinggal di luar wilayah hukum Penyidik Pajak yang melakukan Penyidikan,
pemeriksaan terhadap tersangka dapat dibebankan kepada Penyidik Pajak yang
wilayah hukumnya meliputi tempat kediaman atau tempat tinggal tersangka; |
||||
10) |
Hasil
pemeriksaan terangka dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Tersangka. |
||||
c) |
Pemeriksaan
Saksi |
||||
|
1) |
Melakukan
penelitian terhadap identitas orang yang akan diperiksa dengan cara mencocokkan
dengan KTP, SIM, pasport, atau tanda pengenal lainnya, agar tidak terjadi
kekeliruan; |
|||
2) |
Pada
waktu dilakukan pemeriksaan, yang diperiksa harus dalam kondisi sehat jasmani
dan rohani, bebas dari rasa takut, dan tidak di bawah tekanan atau ancaman; |
||||
3) |
Harus
ditanyakan kepada saksi, apakah ada hubungan keluarga atau hubungan kerja
dengan tersangka; |
||||
4) |
Apabila
saksi diperkirakan tidak dapat hadir dalam pemeriksaan di pengadilan, sebelum
dilakukan pemeriksaan salsi terlebih dahulu diambil sumpah atau janjinya oleh
Penyidik Pajak; |
||||
5) |
Saksi
diperiksa secara sendiri-sendiri tetapi bileh dipertemukan satu dengan yang
lain atau teknik konfrontasi dengan maksud agar mereka memberikan keterangan
yang sebenarnya; |
||||
6) |
Saksi
diminta menjawab pertanyaan Penyidik Pajak baik secara lisan maupun dengan
tulisan tangan sendiri yang dituangkan pada konsep Berita Acara Pemeriksaan; |
||||
7) |
Hasil
pemeriksaan saksi dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Saksi. |
||||
d) |
Pemeriksaan
Ahli |
||||
|
1) |
Melakukan
penelitian terhadap identitas orang yang akan diperiksa dengan cara
mencocokkan dengan KTP, SIM, pasport, atau tanda pengenal lainnya, agar tidak
terjadi kekeliruan; |
|||
2) |
Pada
waktu dilakukan pemeriksaan, yang diperiksa harus dalam kondisi sehat jasmani
dan rohani, bebas dari rasa takut, dan tidak di bawah tekanan atau ancaman; |
||||
3) |
Harus
ditanyakan kepada ahli, apakah ada hubungan keluarga atau hubungan kerja
dengan tersangka; |
||||
4) |
Keterangan
keahlian oleh ahli diberikan dengan mengangkat sumpah atau mengucapkan janji
di hadapan Penyidik Pajak, bahwa ia akan memberikan keterangan menurut
pengetahuannya yang sebaik-baiknya; |
||||
5) |
Apabila
disebabkan karena harkat atau martabat, pekerjaan, atau jabatannya yang
mewajibkan ia harus merahasiakan, ahli dapat menolak untuk memberikan
keterangan tertentu yang diminta; |
||||
6) |
Hasil
pemeriksaan atau keterangan ahli dituangkan dalam Berita Acara
Pemeriksaan Ahli. |
||||
3.3 |
Pelaksanaan
Pengambilan Sumpah atau Janji Saksi atau Ahli |
||||
|
a) |
Sebelum
pengambilan sumpah atau janji dilakukan, terlebih dahulu ditanyakan agama
atau kepercayaan saksi atau ahli dan kesediaannya untuk diambil sumpah atau
janjinya; |
|||
b) |
Tata
cara pengambilan sumpah yang bersifat keagamaan mengikuti ketentuan yang
dibertahukan dan dilaksanakan oleh rohaniwan; |
||||
c) |
Sesuai
dengan agama dan kepercayaan saksi atau ahli, Penyidik Pajak membacakan
"Naskah Pengambilan Sumpah atau Janji" yang harus diikuti oleh yang
diambil sumpah, dengan bunyi naskah sebagai berikut : |
||||
|
1) |
Untuk
yang beragama Islam |
|||
|
"Demi
Allah saya bersumpah, bahwa saya telah atau akan memberikan keterangan yang
sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya. Apabila saya tidak memberikan
keterangan yang sebenarnya, saya akan mendapat kutukan dari Tuhan." |
||||
2) |
Untuk
yang beragama Katolik |
||||
|
"Demi
Allah Bapa, Putra, dan Roh Kudus saya berjanji, bahwa saya sebagai saksi atau
ahli telah atau akan memberikan keteangan dengan sungguh-sungguh dan
sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya. Jika saya berdusta, saya akan
mendapat hukuman dari Tuhan. Kiranya Tuhan menolong saya." |
||||
3) |
Untuk
yang beragama Protestan |
||||
|
"Demi
Allah saya berjanji, bahwa saya sebagai saksi atau ahli telah atau akan
menerangkan dengan sungguh-sungguh dan sebenarnya, tidak lain dari yang
sebenarnya. Jika saya berdusta, saya akan mendapat hukuman dari Tuhan.
Kiranya Tuhan menolong saya." |
||||
4) |
Untuk
yang beragama Hindu Dharma |
||||
|
"Om,
atah parama Wisesa, saya bersumpah, bahwa saya sebagai saksi atau ahli telah
atau akan memberikan keterangan yang sebenarnya. Apabila saya tidak
memberikan keterangan yang sebenarnya, saya akan mendapat kutukan dari
Tuhan." |
||||
5) |
Untuk
yang beragama Budha |
||||
|
"Demi
sanghyang Adhi Budha, saya berjanji, bahwa saya sebagai saksi atau ahli telah
atau akan memberikan keterangan yang sebenarnya. Jika saya berdusta atau
menyimpang dari yang telah saya ucapkan ini, maka saya bersedia menerima
karma yang buruk." |
||||
d) |
Dalam
hal keadaan yang sangat perlu dan mendesak karena tenaga rohaniwan maupun
kitab suci tidak mungkin didapat, pengambilan sumpah atau janji cukup
dilakukan oleh Penyidik dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi yang
dituangkan dalam berita acara pengambilan sumpah atau janji; |
||||
e) |
Dibuat
Berita Acara Pengambilan Sumpah atau Janji Saksi atau Ahli, ditandatangani
oleh Penyidik Pajak, yang diambil sumpah, dan para saksi pengambilan sumpah. |
||||
3.4 |
Formulir
yang digunakan |
||||
|
a) |
Permintaan
Bantuan AHli |
|||
1) 2) 3) |
KP. DJP
bentuk S.3.0.04.95 KANWIL
bentuk S.3.0.14.95 RIKPA
bentuk S.3.0.24.95 |
||||
b) |
Berita
Acara Pengambilan Sumpah atau Janji Saksi/Saksi Ahli |
||||
|
1) 2) 3) |
KP. DJP
bentuk F.3.0.04.89 KANWIL
bentuk F.3.0.14.89 RIKPA
bentuk F.3.0.24.89 |
|||
c) |
Berita
Acara Pengambilan Sumpah/Janji Penerjemah |
||||
|
1) 2) 3) |
KP. DJP
bentuk F.3.0.04.90 KANWIL
bentuk F.3.0.14.90 RIKPA
bentuk F.3.0.24.90 |
|||
d) |
Berita
Acara Pemeriksaan Tersangka |
||||
|
1) 2) 3) |
KP. DJP
bentuk F.3.0.03.96 KANWIL
bentuk F.3.0.13.96 RIKPA
bentuk F.3.0.23.96 |
|||
e) |
Berita
Acara Pemeriksan Saksi |
||||
|
1) 2) 3) |
KP.
KDJP bentuk F.3.0.04.91 KANWIL
bentuk F.3.0.14.91 RIKPA
bentuk F.3.0.24.91 |
|||
f) |
Berita
Acara Pemeriksaan Saksi Ahli |
||||
|
1) 2) 3) |
KP.
KDJP bentuk F.3.0.04.92 KANWIL
bentuk F.3.0.14.92 RIKPA
bentuk F.3.0.24.92 |
|||
|
|
|
|
|
|
D. |
Pembuatan
Berita Acara Pemeriksaan Tersangka dan Saksi/Saksi Ahli |
|||
3.1 |
Pembuatan
Berita Acara Pemeriksaan menggunakan formulir-formulir yang telah ditentukan
sesuai dengan keperluannya. |
|||
|
a) |
Berita
Acara Pemeriksaan Tersangka, |
||
b) |
Berita
Acara Pemeriksaan Saksi, atau |
|||
c) |
Berita
Acara Pemeriksaan Saksi Ahli. |
|||
3.2 |
Pada
pendahuluan Berita Acvara Pemeriksaan dicantumkan : |
|||
|
a) |
Hari,
tanggal, bulan, dan tahun pembuatan berita acara; |
||
b) |
Nama,
NIP, pangkat, jabatan, dan unit kerja dari Penyidik Pajak pembuat berita
acara; |
|||
c) |
Nama
atau nama lengkap, termasuk nama kecil, alias, dan nama panggilan, tempat dan
tanggal lahir atau umur, agama, kewarganegaraan, tempat tinggal atau
kediaman, dan pekerjaan dari tersangka atau saksi atau ahli berdasarkan
keterangannya dan yang harus disesuaikan dengan Kartu Tanda Penduduk atau SIM
atau paspor atau kartu pengenal lainnya; |
|||
d) |
Diperiksa
sebagai tersangka atau saksi atau ahli; |
|||
e) |
Alasan
pemeriksaan atau dalam hubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan
yang terjadi dengan menyebutkan pasal atau pasal-pasal pidana undang-undang
perpajakan yang bersangkutan. |
|||
3.3 |
Pada
akhir Berita Acara Pemeriksaan setelah ditutup, kemudian ditandatangani baik
oleh yang diperiksa maupun oleh pembuat berita acara. |
|||
3.4 |
Setiap
halaman, kecuali halaman terakhir yang ditandatangani oleh yang diperiksa dan
pembuat Berita Acara Pemeriksaan, harus diparaf oleh yang diperiksa di pojok
kanan bawah. |
|||
3.5 |
Dalam
hal pemeriksaan belum dapat diselesaikan pada hari itu, pemeriksaan
dihentikan dan kemudian Berita Acara Pemeriksaan ditutup dan ditandatangani
baik oleh yang diperiksa maupun oleh pemeriksa. |
|||
3.6 |
Untuk
melanjutkan Berita Acara Pemeriksaan yang belum diselesaikan, pembuatan
Berita Acara Pemeriksaan atau lanjutan dilaksanakan sebagai berikut : |
|||
|
a) |
Dimulai
dengan halaman baru; |
||
b) |
Dibuat
Pendahuluan Berita Acara Pemeriksaan; |
|||
c) |
Judul
Berita Acara Pemeriksaan adalah BERITA ACARA PEMERIKSAAN LANJUTAN; |
|||
d) |
Dibuat
nomor pertanyaan baru. |
|||
3.7 |
Apabila
tersangka atau saksi atau Saksi Ahli tidak mau menandatangani Berita Acara
Pemeriksaan, hal tersebut harus dicantumkan dalam Berita Acara Pemeriksaan
dengan menyebutkan alasan-alasannya. |
|||
3.8 |
Apabila
tersangka atau saksi atau Saksi Ahli didampingi juru bahasa atau bahasa
isyarat, agar disebutkan dalam uraian kata-kata "Setelah Berita Acara
Pemeriksaan ini dibaca atau dibacakan kembali melalui juru bahasa atau bahasa
isyarat, ia tetap pada keterangannya sepertitersebut di atas, dan untuk
menguatkan keterangannya, yang diperiksa dan juru bahasa isyarat membubuhkan
tanda tangannya". |
|||
3.9 |
Berita
Acara Pemeriksaan diketik di atas kertas folio warna putih, dengan jarak
baris kalimat satu setengah spasi. |
|||
3.10 |
Di
antara baris tidak boleh dituliskan apapun. |
|||
3.11 |
Pada
setiap awal dan akhir kalimat, apabila masih ada ruang kosong, diisi dengan
garis putus-putus. |
|||
3.12 |
Dalam
hal terdapat tulisan-tulisan yang salah, tidak dibenarkan dihapus dengan
alat-alat apapun atau menindih dengan huruf atau kata-kata lain. |
|||
3.13 |
Apabila
ada tulisan-tulisan yang salah dan perlu diperbaiki, supaya tulisan yang slaah
tersebut dicoret dan diparaf pada ujung kiri dan kanan oleh pembuat berita
acara. Perbaikan ditulis pada marge dan diparaf pada ujung kiri dan kanan
dengan didahului kata-kata "SAH DIGANTI". |
|||
3.14 |
Kata-kata
harus ditulis dengan lengkap, tidak boleh menggunakan singkatan kecuali
singkatan kata-kata yang resmi. Contoh : DPR, TNI/POLRI. |
|||
3.15 |
Penulisan
angka yang menyebutkan jumlah harus diulangi dalam huruf dalam kurang. |
|||
3.16 |
Nama
orang harus ditulis dengan huruf besar atau huruf balok dan digaris di
bawahnya. |
|||
3.17 |
Sebelum
berita acara ditutup, yang diperiksa dapat membaca isi berita acara tersebut
dan atau isinya dibacakan kembali atau diterangkan kepada yang diperiksa
dalam bahasa yang dimengerti untuk menjamin bahwa keterangan atau isi berita
acara itu benar. Untuk itu sebelum ditutup ditulis kalimat sebagai berikut : |
|||
3.18 |
Setiap
berita acara ditutup dengan kalimat : "Demikianlah berita acara ini saya
buat dengan sebenarnya, dengan mengingat sumpah jabatan." Kemudian
ditutup dan ditandatangani pada waktu dan tempat seperti tersebut di atas.
Apabila pembuat berita acara adalah penyidik yang belum disumpah, berita
acara ditutup dengan kalimat : "Demikianlah berita acara ini saya buat
dengan sebenarnya dan berani mengangkat sumpah di kemudian hari."
Kemudian ditutup dan ditandatangani pada waktu dan tempat sperti tersebut di
atas. |
|||
3.19 |
Keseluruhan
isi atau materi Berita Acara Pemeriksaan harus memuat keterangan yang
memenuhi unsur tindak pidana di bidang perpajakan yang disangkakan yang
merupakan simpulan dari jawaban atas pertanyaan sebagai berikut : |
|||
|
a) |
Siapakah? |
||
|
Siapakah,
meliputi pengertian agar dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan antara lain : |
|||
1) |
Siapa
tersangkanya; |
|||
2) |
Siapa
saksi; |
|||
3) |
Siapa
yang dirugikan. |
|||
b) |
Apakah? |
|||
|
Apakah,
termasuk pengertian agar dapat menjwab pertanyaan-pertanyaan antara lain : |
|||
1) |
apakah
yang telah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak atas tersangka tersebut; |
|||
2) |
apakah
tindak pidana di bidang perpajakan tersebut menimbulkan kerugian bagi negara; |
|||
3) |
apakah
perbuatan tersangka tersebut karena kealpaan atau karena kesengajaan. |
|||
c) |
Di
manakah? |
|||
|
Di
manakah, merangkum pengertian agar dapat menjawab pertanyaan antara lain : Di
manakah tindak pidana di bidang perpajakan tersebut terjadi |
|||
d) |
Dengan
apakah? |
|||
|
Dengan
apakah, mencakup pengertian agar dapat menjawab pertanyaan antara lain :
Dengan apakah tersangka melakukan tindak pidana di bidang perpajakan. |
|||
e) |
Mengapakah? |
|||
|
Mengapakah,
termasuk pengertian agar dapat menjawab pertanyaan antara lain : |
|||
f) |
Bagaimanakah? |
|||
|
Bagaimanakah,
meliputi pengertian agar dapat menjawab pertanyaan antara lain : Bagaimanakah
tindak pidana di bidang perpajakan tersebut dilakukan. |
|||
g) |
Bilamanakah? |
|||
|
Bilamanakah,
mencakup pengertian agar dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan antara lain : |
|||
1) |
Bilamana
atau kapan tindak pidana di bidang perpajakan tersebut terjadi; |
|||
2) |
Bilamana
atau kapan tindak pidana di bidang perpajakan tersebut diketahui. |
|||
h) |
Berapakah? |
|||
|
Berapakah,
meliputi pengertian agar dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan antara lain : |
|||
1) |
Berapakah
jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar; |
|||
2) |
Berapakah
lama perbuatan tindak pidana di bidang perpajakan tersebut telah dilakukan
oleh tersangka. |
|||
3.20 |
Apabila
Berita Acara Pemeriksaan akan ditutup, perlu diberikan pertanyaan-pertanyaan
penutup yang isinya seperti diatur dalam KUHAP, antara lain : |
|||
|
a) |
apakah
yang diperiksa sudah memberikan keterangan yang benar dan tidak akan berubah
di kemudian hari; |
||
b) |
apakah
masih ada keterangan lain yang perlu ditambahkan; |
|||
c) |
apakah
yang diperiksa bersedia mengangkat sumpah atau janji untuk menguatkan
kebenaran semua keterangan yang telah diberikan. |
|||
3.21 |
Pelaksanaan
pembuatan Berita Acara Pemeriksaan pada dasarnya dapat berbentuk cerita atau
pernyataan secara kronologis, bentuk tanya jawab, dan bentuk gabungan antara
cerita dengan tanya jawab, sehingga isinya dapat memberikan gambaran atau
konstruksi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi. |
|||
|
|
|
|
|
E. |
Pembuatan
Berita Acara Pendapat/Resume |
|||
3.1 |
Pelaksanaan
Pembuatan Berita Acara Pendapat/Resume |
|||
|
a) |
Mengadakan
inventarisasi semua kelengkapan administrasi erkas perkara yang menjadi bahan
otentik untuk penyusunan Berita Acara Pendapat/Resume. |
||
b) |
Sebelum
membuat Berita Acara Pendapat/Resume, perlu dipelajari hasil-hasil
pelaksanaan Penyidikan, mulai tidnakan awal Penyidikan sampai pada Berita
Acara Pemeriksaan yang terakhir. |
|||
c) |
Meneliti
dan mengevaluasi barang bukti. |
|||
d) |
Penyusunan
Berita Acara Pendapat/Resume dilaksanakan sebagai berikut : |
|||
|
Dasar |
|||
Disusun
dengan menyebutkan nomor dan tanggal penerimaan laporan tindak pidana di
bidang perpajakan dan menyebutkan pula nomor dan tanggal Surat Perintah
Penyidikan sebagai dasar dilakukannya penyidikan. |
||||
Contoh
: |
||||
1) |
Laporan
.......................... Nomor
....................... Tanggal
............................ |
|||
2) |
Surat
Perintah Penyidikan Nomor
....................... Tanggal ............................ |
|||
Perkara |
||||
Berisi
uraian secara singkat tentang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi
dengan menyebutkan : |
||||
1) |
Pasal
yang disangkakan; |
|||
2) |
Pelakunya; |
|||
3) |
Tempat
dan waktu kejadian; |
|||
4) |
Besarnya
kerugian pada pendapat negara. |
|||
Pemanggilan
Tersangka atau Saksi |
||||
Contoh |
||||
Dengan
surat panggilan nomor : ........... tanggal ............. telah dipanggil
.................. alamat .............................................. dan
telah diperiksa dengan Berita Acara Pemeriksaan tanggal ............... |
||||
Penggeledahan |
||||
mencantumkan
nomor dan tanggal surat atau izin penggeledahan dari Ketua Pengadilan Negeri,
serta Surat Perintah Penggeledahan serta nama pemilik atau yang menguasai
tempat atau ruangan yang digeledah. |
||||
Penyitaan |
||||
Mencantumkan
nomor dan tanggal surat izin atau persetujuan dari Ketua Pengadilan Negeri,
Surat Perintah Penyitaan, dan menyebutkan barang-barang bukti yang disita,
dari siapa, di mana, bilamana, serta tanggal Berita Acara Penyitaan. |
||||
Keterangan
Saksi atau Ahli |
||||
Menguraikan
secara singkat identitas, riwayat hidup, serta semua keterangan saksi atau
ahli tentang segala sesuatu yang dialami sendiri, dilihat, diketahui, dan
didengar tentang tindak [idana di bidang perpajakan yang terjadi sesuai
dengan yang tercantum dalam Berita acara Pemeriksaan. |
||||
Keterangan
Tersangka |
||||
Menguraikan
secara singkat identitas dan riwayat hidup tersangka serta
keterangan-keterangan yang diberikan tentang tindak pidana di bidang
perpajakan yang dilakukannya sebagaimana termuat dalam Berita Acara
Pemeriksaan yang memenuhi unsur-unsur pasal pidana di bidang perpajakan yang
dipersangkakan. |
||||
Barang
Bukti |
||||
Memuat
rincian semua barang bukti yang ditemukan dan telah disita yang ada
hubungannya engan tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi sesuai
dengan Berita Acara Penyitaan. |
||||
Simpulan |
||||
Memuat
uraian tentang pembahasan fakta-fakta dan keterangan yang diperoleh sehingga
dapat disimpulkan : |
||||
1) |
tindak
pidana di bidang perpajakan telah terjadi dan unsur-unsur pidananya terpenuhi
dengan menyebutkan pasal pidana yang bersangkutan, atau |
|||
2) |
tidak
merupakan tindak pidana di bidang perpajakan. |
|||
3.2 |
Formulir
yang digunakan |
|||
|
Berita
Acara Pendapat/Resume |
|||
a) b) c) |
KP. DJP
bentuk F.3.0.55.88 KANWIL
bentuk F.3.0.66.88 RIKPA
bentuk F.3.0.77.88 |
|||
|
|
|
|
|
F. |
Penghentian
Penyidikan |
|||
a) |
tidak
terdapat cukup bukti; atau |
|||
b) |
peristiwa
tersebut bukan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan; atau |
|||
c) |
peristiwanya
telah daluwarsa; atau |
|||
d) |
tersangka
meninggal dunia; atau |
|||
e) |
untuk
kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan Republik
Indonesia kepada Jaksa Agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B UU KUP. |
|||
3.1 |
Pelaksanaan
Penghentian Penyidikan : |
|||
|
a) |
Apabila
dari hasil pemeriksaan terhadap tersangka dan atau saksi atau Ahli dan
berdasarkan bukti-bukti yang ada ternyata dipenuhi salah satu syarat seperti
tersebut pada huruf a sampai dengan d di atas, Penyidik Pajak segera membuat
: |
||
|
1) |
Laporan
Kemajuan Pelaksanaan Penyidikan; |
||
2) |
Surat
Usul Penghentian Penyidikan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Direktur
Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak atau Kepala Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak dengan dilampiri Laporan Kemajuan Pelaksanaan
Penyidikan; |
|||
b) |
Direktur
Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak atau Kepala Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak memberikan pendapat dan usulnya setelah mempelajari
Laporan Kemajuan Pelaksanaan Penyidikan, dan meneruskannya kepada Direktur
Jenderal Pajak; |
|||
c) |
Apabila
Direktur Jenderal Pajak menyetujui untuk menghentikan Penyidikan, Direktur
Jenderal Pajak menginstruksikan penghentian Penyidikan tersebut kepada
Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak atau Kepala Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak; |
|||
d) |
Direktur
Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak atau Kepala Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak menyiapkan Surat Keputusan Penghentian Penyidikan
dan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan; |
|||
e) |
Surat
Ketetapan Penghentian Penyidikan dan Surat Pemberitahuan Penghentian
Penyidikan ditandatangani oleh Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan
Pajak atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak; |
|||
f) |
Berdasarkan
Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan yang bukan karena peristiwanya telah
daluwarsa, Penyidik Pajak membuat Nota Penghitungan besarnya pajak-pajak
terutang beserta sanksi administrasinya,kemudian disampaikan kepada Kelapa
Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib pajak terdaftar guna diterbitkan Surat
Ketetapan Pajaknya; |
|||
g) |
Pemberitahuan
mengenai penghentian penyidikan disampaikan kepada Penuntut Umum dan
tersangka atau keluarganya melalui Penyidik POLRI; |
|||
h) |
Dalam
hal penyidikan dihentikan berdasarkan huruf e tersebut di atas dan tersangka
atau wajib pajak bersedia untuk melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar
atau yang tidak seharusnya dikembalikan berikut dengan sanksi administrasi
berupa denda sebesar empat kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar
maka : |
|||
|
1) |
Penyidik
Pajak mengajukan usul untuk menghentikan penyidikan kepada Direktur
Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak atau Kepala Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak dengan melampirkan surat permintaan tersangka atau
wajib pajak beserta Surat Pernyataan Sanggup Membayar Pajak dan Sanksinya; |
||
2) |
Direktur
Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak atau Kepala Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak setelah mempelajari dan mempertimbangkan usul
tersebut sel;selanjutnya meneruskan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk
mendapat keputusan; |
|||
3) |
Apabila
Direktur Jenderal Pajak menyetujui, Penyidik Pajak memerintahkan kepada
tersangka atau wajib pajak untuk membayar atau melunasi pajak yang tidak atau
kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan berikut dengan sanksi
administrasi berupa denda sebesar empat kali jumlah pajak yang tidak atau
kurang dibayar; |
|||
4) |
Penyidik
Pajak melaporkan pembayaran atau pelunasan tersebut kepada Direktur
Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak atau Kepala Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak. Selanjutnya Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan
Penagihan Pajak atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
meneruskan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk ditindaklanjuti; |
|||
5) |
Direktur
Jenderal Pajak membuat usulan penghentian Penyidikan kepada Menteri Keuangan; |
|||
6) |
Apabila
Menteri Keuangan mengirim usul penghentian Penyidikan kepada Jaksa Agung; |
|||
7) |
Setelah
Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan diterima dari Jaksa Agung, Penyidik
Pajak memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum dan tersangka atau
keluarganya melalui Penyidik POLRI. |
|||
3.2 |
Formulir
dan Buku yang digunakan |
|||
|
a) |
Usul
Penghentian Penyidikan |
||
|
1) 2) 3) |
KP. DJP
bentuk S.3.0.55.83 KANWIL
bentuk S.3.0.10.82 RIKPA
bentuk S.3.0.20.82 |
||
b) |
Instruksi
Melakukan Penghentian Penyidikan |
|||
|
1) 2) 3) |
KP. DJP
bentuk S.3.0.55.84 KANWIL
bentuk S.3.0.01.82 RIKPA
bentuk S.3.0.02.82 |
||
c) |
Surat
Ketetapan Penghentian Penyidikan |
|||
|
1) 2) 3) |
KP. DJP
bentuk S.3.0.55.85 KANWIL
bentuk S.3.0.01.83 RIKPA
bentuk S.3.0.02.83 |
||
d) |
Pemberitahuan
Penghentian Penyidikan |
|||
|
1) 2) 3) |
KP. DJP
bentuk S.3.0.04.96 KANWIL
bentuk S.3.0.14.96 RIKPA
bentuk -------------------- |
||
|
|
|
|
|
4.
PENYUSUNAN ISI BERKAS DAN PEMBERKASAN PERKARA
4.1 |
Persiapan
Penyusunan Isi Berkas Perkara |
|||
|
a) |
Pemberkasan
adalah kegiatan untuk memberkaskan isi berkas perkara dengan syarat-syarat
yang ditentukan mengenai susunannya, penghimpunan, pengikatan, penyegelan
atau lak, dan penomorannya; |
||
b) |
Agar
berkas perkara memenuhi persyaratan teknis adminstratif sebagaimana dimaksud
di atas, terlebih dahulu dilakukan penelitian mengenai : |
|||
|
1) |
Kelengkapan
administrasi Penyidikan yang merupakan isi berkas perkara yang antara lain
meliputi : |
||
|
(a) |
Sampul
berkas perkara; |
||
(b) |
Daftar
Isi Berkas Perkara; |
|||
(c) |
Laporan
Kejadian; |
|||
(d) |
Surat
Perintah Penyidikan; |
|||
(e) |
Pemberitahuan
Saat Dimulainya Penyidikan; |
|||
(f) |
Berita
Acara Pendapat/Resume; |
|||
(g) |
Daftar
Saksi atau Saksi Ahli; |
|||
(h) |
Berita
Acara Pemeriksaan Saksi atau Saksi Ahli; |
|||
(i) |
Berita
Acara Pengambilan Sumpah atau Janji Saksi atau Saksi Ahli; |
|||
(j) |
Berita
Acara Penghitungan Kerugian Negara; |
|||
(k) |
Daftar
Tersangka; |
|||
(l) |
Berita
Acara Pemeriksaan Tersangka; |
|||
(m) |
Surat
Tanda Bukti Penerimaan Bahan Bukti; |
|||
(n) |
Surat
Perintah Penggeledahan; |
|||
(o) |
Surat
Perintah Penyitaan; |
|||
(p) |
Surat
Permintaan Izin Penggeledahan atau Penyitaan kepada Ketua Pengadilan Negeri
setempat; |
|||
(q) |
Surat
Permintaan Persetujuan atas Penggeledahan atau Penyitaan Dalam Keadaan Sangat
Perlu dan Mendesak; |
|||
(r) |
Surat
Izin Penggeledahan atau Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri setempat; |
|||
(s) |
Surat
Persetujuan Penggeledahan atau Penyitaan Dalam Keadaan Sangat Perlu dan
Mendesak; |
|||
(t) |
Berita
Acara Penggeledahan; |
|||
(u) |
Berita
Acara Penyitaan Bahan Bukti; |
|||
(v) |
Berita
Acara Pengembalian Bahan Bukti yang Disita (yang tidak diperlukan); |
|||
(w) |
Surat
Penunjukan Ahli; |
|||
(x) |
Surat
Panggilan; |
|||
(y) |
Berita
Acara Penyegelan (lak) Barang bukti; |
|||
(z) |
Daftar
Barang Bukti; |
|||
2) |
Alat-alat
untuk pemberkasan, antara lain meliputi : |
|||
|
(a) |
Tali,
untuk mengikat berkas perkara; |
||
(b) |
Jarum,
untuk menjahitkan benang atau tali untuk mengikat label barang bukti; |
|||
(c) |
Lak; |
|||
(d) |
Capl
PPNS DJP yang terbuat dari logam; |
|||
(e) |
Lilin,
korek api; |
|||
(f) |
Perforator
atau pembolomg kertas; |
|||
(g) |
Kertas
sampul; |
|||
3) |
Kecocokan
barang bukti yang tercantum dalam Berita Acara Penyitaan, yaitu apakah telah
sesuai dengan yang disimpan di tempat penyimpanan benda sitaan guna pembuatan
daftar barang bukti. |
|||
4.2 |
Pelaksanaan
Penyusunan Isi Berkas Perkara |
|||
|
a) |
Penyusunan
isi berkas perkara |
||
|
1) |
Berkas
perkara disusun sesuai dengan urutan sebagaimana tersebut pada angka 4.1 di
atas dengan memperhatikan kelengkapannya. |
||
2) |
Lembaran
kelengkapan administrasi yang tidak diperlukan tidka boleh digabungkan atau
dimasukkan ke dalam berkas perkara, namun tetap disusun dan diarsipkan secara
tertib. |
|||
b) |
Pemberkasan |
|||
|
1) |
Setelah
semua lembaran kelengkapan administrasi Penyidikan yang merupakan isi berkas
perkara tersusun, kemudian dilakukan pemberkasan sebagai berikut : |
||
|
(a) |
Pada
bagian kiri dari setiap lembar kertas berkas perkara dilubangi dengan
perforator atau pelubang kertas di tiga tempat, yaitu bagian atas, tengah,
dan bawah; |
||
(b) |
Lembar-lembar
kertas administrasi tersebut dijilid dengan menggunakan benang atau tali
tanpa sambungan dengan menggunakan jarum sedemikian rupa sehingga benangnya
tidak mudah putus; |
|||
(c) |
Simpul
dari benang tersebut dibuat di atas bagian tengah; |
|||
(d) |
Kedua
ujung benang atau tali dihimpun menjadi satu dan dipotong menjadi sepanjang
10 cm dari pusat simpul, kemudian 5 cm dari ujung benang tersebut dilak.
Sebelum lak kering, segera dibubuhkan ke atasnya cap atau stempel logam PPNS
Direktorat Jenderal Pajak; |
|||
(e) |
Tidak
dibenarkan membubuhkan lak di atas pusat simpul; |
|||
(f) |
Lak dan
cap tidak boleh menutupi atau menghalangi tulisan yang ada pada sampul atau
cover. |
|||
2) |
Pada
sampul atau cover berkas perkara diberi nomor berkas perkara sesuai Buku
Berkas Perkara. Kode nomor yang dipakai adalah : |
|||
|
(a) |
Kode
berkas perjara, disingkat B.P; |
||
(b) |
nomor
urut; |
|||
(c) |
Angka
Romawi dari bulan saat berkas tersebut diselesaikan; |
|||
(d) |
Angka
tahun penyelesaian pemberkasan; |
|||
(e) |
Kode
kantor yang melaksanakan Penyidikan. |
|||
|
Contoh
penomoran : Nomor : BP-........PJ.74/2001 |
|||
c) |
Jumlah
Berkas : |
|||
|
Berkas
perkara dibuat rangkap 6 (enam) dengan pembagian sebagai berikut : |
|||
4
(empat) berkas masing-masing untuk Penyidik POLRI sebagai Korwas PPNS dan
Penuntut Umum yang menangani perkara tersebut, |
||||
1
(satu) berkas untuk Direktorat RIKPA, |
||||
1
(satu) berkas untuk Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak terkait, |
||||
apabila
penyidikan dilakukan oleh Kantor Unit Pelaksana Pemeriksaan, perlu tambahan |
||||
1
(satu) berkas untuk arsip kantor bersangkutan. |
||||
4.3 |
Pembuatan
Bagan Modus Operandi dan Matrik Berkas Perkara |
|||
|
a) |
Untuk
membantu memperjelas dalam mempelajari perkara, Penyidik Pajak menyusun dan
membuat Bahan Gelar Perkara (Exposee) yang terdiri dari Bagan Modus Operandi,
Matrik Berkas Perkara, dan ringkasan keterangan tersangka atau saksi atau
ahli; |
||
b) |
Gelar
perkara dilakukan oleh Penyidik Pajak di hadapan pejabat Direktorat Jenderal
Pajak yang memberi perintah Penyidikan untuk mencari masukan dan juga sebagai
pertanggungjawaban atas penugasan yang diberikan; |
|||
c) |
Gelar
perkara juga dilakukan di hadapan Pejabat Penyidik POLRI atau Penuntut Umum
atas permintaan mereka. |
|||
4.4 |
Formulir
dan Buku yang digunakan |
|||
|
a) |
Sampul
Berkas Perkara |
||
|
1) 2) 3) |
KP. DJP
bentuk B.3.0.04.81 KANWIL
bentuk B.3.0.14.81 RIKPA
bentuk B.3.0.24.81 |
||
b) |
Daftar
Isi Berkas Perkara |
|||
|
1) 2) 3) |
KP. DJP
bentuk D.3.0.04.81 KANWIL
bentuk D.3.0.14.81 RIKPA
bentuk D.3.0.24.81 |
||
c) |
Label
barang Bukti |
|||
|
1) 2) 3) |
KP. DJP
bentuk K.3.0.04.81 KANWIL
bentuk K.3.0.14.81 RIKPA
bentuk K.3.0.24.81 |
||
d) |
Buku
Berkas Perkara |
|||
|
1) 2) 3) |
KP. DJP
bentuk B.3.0.55.107 KANWIL
bentuk B.3.0.66.107 RIKPA
bentuk B.3.0.77.107 |
5.
PENYERAHAN BERKAS PERKARA, BARANG BUKTI, DAN
TANGGUNG
JAWAB TERSANGKA KEPADA
PENUNTUT
UMUM MELALUI PENYIDIK POLRI
5.1 |
Persiapan
Penyerahan |
||
|
Sebelum
berkas perkara diserahkan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik POLRI, perlu
dilakukan persiapan-persiapan sebagai berikut : |
||
a) |
Berkas
Perkara Berkas
perkara sebelum diserahkan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik POLRI harus
diteliti ulang terlebih dahulu, yaitu apakah sudah memenuhi syarat teknis
maupun administratif sebagaimana diatur dalam Petunjuk Teknis tentang Isi
Berkas Perkara dan Pemberkasan; |
||
b) |
Barang
Bukti Barang
bukti yang akan diserahkan oleh Penyidik Pajak kepada Penuntut Umum melalui
Penyidik POLRI supaya disiapkan dan diteliti kembali mengenai kelengkapan
jumlah dan jenisnya; |
||
c) |
Tersangka Mempersiapkan
daftar nama tersangka yang akan diserahkan tanggung jawabnya oleh Penyidik
Pajak kepada Penuntut Umum melalui Penyidik POLRI; |
||
d) |
Surat
Pengantar mempersiapkan
surat pengantar pengiriman berkas perkara, penyerahan barang bukti, dan
penyerahan tersangka dan sekaligus dipersiapkan pula tanda terima; |
||
e) |
Petugas
dan Transportasi Mempersiapkan
petugas yang dapat dipercaya dan transportasi yang aman. |
||
5.2 |
Pelaksanaan
Penyerahan |
||
|
a) |
Setelah
pemberkasan selesai, atasan Penyidik Pajak dengan surat pengantar pengiriman
yang sudah disiapkan dan ditandatanganinya segera menyerahkan berkas perkara
kepada Penyidik POLRI Penuntut Umum dalam rangkap 4 (empat); |
|
b) |
Dalam
surat pengantar tersebut dicantumkan : |
||
|
1) 2) 3) 4) 5) 6) |
Nomor
dan tanggal berkas perkara; Jumlah
berkas perkara yang dikirim; Nama,
umur, pekerjaan atau jabatan, dan alamat tersangka; Jumlah
dan jenis barang bukti; Tindak
pidana dan pasal yang disangkakan; Hal-hal
lain yang dianggap perlu; |
|
c) |
Pengiriman
berkas perkara dicatat dalam Buku Ekspedisi dan Buku Penyerahan Berkas
Perkara, disertai dengan Surat Tanda Terima Berkas Perkara, tanggal
penerimaan, nama terang, dan NIP Petugas POLRI atau Kejaksaan setempat yang
menerima berkas perkara tersebut; |
||
d) |
Jika
dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak berkas perkara tersebut
diterima penyidik POLRI Penuntut Umum berkas perkara tidak dikembalikan,
berarti berkas perkara tersebut dapat diterima Penyidik POLRI atau Penuntut
Umum tanpa koreksi. Tetapi, jika Penyidik POLRI atau Penuntut Umum menganggap
berjas ersebut belum sempurna, dalam waktu 14 (empat belas) hari berkas
perkara tersebut harus dikembalikan kepada Penyidik Pakak untuk
disempurnakan; |
||
e) |
Berkas
perkara yang akan dikirim harus dibungkus rapi dengan kertas sampul dan
ditulis kata-kata : |
||
f) |
Jika
setelah jangka waktu 14 (empat belas) hari Penyidik POLRI atau Penuntut Umum
memberitahukan bahwa berkas perkara sudah lengkap Penyidik Pajak segera
menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada Kepala
Kejaksaan Negeri setempat melalui Penyidik POLRI dengan tembusan kepada : |
||
|
1) 2) 3) |
Mabes
POLRI cq. Direktorat Reserse, Ketua
Pengadilan Negeri setempat; Penanggung
jawab penyimpanan benda sitaan; |
|
g) |
Jika
dalam waktu 14 (empat) behari berkas perkara dikembalikan kepada Penyidik
Pajak oleh Penyidik POLRI atau penuntut Umum, Penyidik Pajak segera
menyempurnakan berkas perkara tersebut sesuai petunjuk tertulis dari Penyidik
POLRI atau Penuntut Umum; |
||
h) |
Berkas
yang diminta untuk disempurnakan harus dikembalikan kepada Penyidik POLRI
atau Penuntut Umum sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan oleh Penyidik
POLRI atau Penuntut Umum; |
||
i) |
Sebelum
adanya Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara atau RUPBASAN, tersangka dan
barang bukti diserahkan secara fisik (diri tersangka dan barang buktinya)
kepada Kepala Kejaksanaan Negeri setempat melalui Penyidik POLRI; |
||
j) |
Bersamaan
dengan penyerahan berjas perkara kepada Penuntut Umum melalui Penyidik POLRI,
kepada tersangka diberitahukan secara tertulis bahwa perkaranya telah
diserahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri dan Ketua pengadilan Negeri
setempat; |
||
k) |
Penyerahan
tersangka dan barang bukti disertai dengan surat pengantar dan dicatat dalam
Buku Ekspedisi yang harus ditandatangani oleh Penyidik POLRI atau Penuntut
Umum yang menerima penyerahan terebut, dengan nama terang, NRP atau NIP,
tanggal, dan cap dinasnya; |
||
l) |
Untuk
kegiatan penyerahan tersangka dan barang bukti tersebut di atas dibuatkan
berita acara yang ditandatangani oleh Penyidik Pajak dan Penyidik POLRI atau
Penuntut Umum serta penanggung jawab Rumah penyimpanan benda Sitaan negara; |
||
m) |
Penyidik
Pajak memantau atau memonitor penuntutan perkara di depan sidang pengadilan. |
||
5.3 |
Formulir
dan Buku yang digunakan |
||
|
a) |
Surat
Pengantar Penyerahan Berkas Perkara |
|
|
1) 2) 3) |
KP. DJP
bentuk B.3.0.04.97 KANWIL
bentuk B.3.0.14.97 RIKPA
bentuk B.3.0.24.96 |
|
b) |
Pengantar
Penyerahan Barang Bukti |
||
|
1) 2) 3) |
KP. DJP
bentuk S.3.0.04.98 KANWIL
bentuk S.3.0.14.98 RIKPA
bentuk S.3.0.24.97 |
|
c) |
Berita
Acara Serah Terima Barang Bukti |
||
|
1) 2) 3) |
KP. DJP
bentuk F.3.0.04.93 KANWIL
bentuk F.3.0.14.93 RIKPA
bentuk F.3.0.24.93 |
|
d) |
Surat
Pengantar Penyerahan Tanggung Jawab Tersangka |
||
|
1) 2) 3) |
KP. DJP
bentuk S.3.0.04.99 KANWIL
bentuk S.3.0.14.99 RIKPA
bentuk S.3.0.24.98 |
|
e) |
Berita
Acara Penyerahan Tanggung Jawab Tersangka |
||
|
1) 2) 3) |
KP. DJP
bentuk F.3.0.04.94 KANWIL
bentuk F.3.0.14.94 RIKPA
bentuk F.3.0.24.94 |
|
f) |
Surat
Pemberitahuan Penyerahan Berkas Perkara |
||
|
1) 2) 3) |
KP. DJP
bentuk S.3.0.03.88 KANWIL
bentuk S.3.0.13.88 RIKPA
bentuk S.3.0.23.88 |
|
g) |
Buku
Penyerahan Berkas Perkara |
||
|
1) 2) 3) |
KP. DJP
bentuk B.3.0.55.95 KANWIL
bentuk B.3.0.66.95 RIKPA
bentuk B.3.0.77.95 |
|
h) |
Buku
Penyerahan Barang Bukti/Barang Sitaan |
||
|
1) 2) 3) |
KP. DJP
bentuk B.3.0.55.96 KANWIL
bentuk B.3.0.66.96 RIKPA
bentuk B.3.0.77.96 |
|
i) |
Buku
Penyerahan Tanggung Jawab Tersangka |
||
|
1) 2) 3) |
KP. DJP
bentuk B.3.0.55.97 KANWIL
bentuk B.3.0.66.97 RIKPA
bentuk B.3.0.77.97 |
|
j) |
Buku
Pengawasan Atau Pemantauan Persidangan |
||
|
1) 2) 3) |
KP. DJP
bentuk B.3.0.55.98 KANWIL
bentuk B.3.0.66.98 RIKPA
bentuk B.3.0.77.98 |
|
|
|
|
|
6.
PELAPORAN
6.1 |
Kantor
Unit Pelaksana Pemeriksaan membuat Laporan Triwulanan Pelaksanaan Penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan dan disampaikan kepada Kepala Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak paling lambat setiap tanggal 10 bulan
berikutnya, setelah akhir triwulan. |
||
6.2 |
Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak membuat Laporan Triwulanan Pelaksanaan
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dari masing-masing Kantor Unit
Pelaksana Pemeriksaan yang berada di lingkungan wilayahnya dan juga yang
dilaksanakan sendiri oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak. Laporan
disampaikan kepada Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak
selambat-lambatnya setiap tanggal 20 bulan berikutnya setelah akhir triwulan. |
||
6.3 |
Formulir
yang digunakan |
||
|
a) |
Laporan
Bulanan Pelaksanaan Pengamatan, Pemeriksaan Bukti Permulaan dan Penyidikan
Pajak |
|
|
1) 2) 3) |
KP. DJP
bentuk ------------------- KANWIL
bentuk ------------------- RIKPA
bentuk L.3.0.21.85 |
|
b) |
Laporan
Triwulan Pelaksanaan Pengamatan, Pemeriksaan Bukti Permulaan dan Penyidikan |
||
|
1) 2) 3) |
KP. DJP
bentuk L.3.0.55.85 KANWIL
bentuk L.3.0.10.82 RIKPA
bentuk ------------------- |
|
DIREKTUR
JENDERAL PAJAK, HADI
POERNOMO NIP.
060027375 |
Lampiran Keputusan Direktur Jenderal
Pajak |
||
Nomor |
: |
KEP-272/PJ/2002 |
Tanggal |
: |
17 Mei 2002 |
Daftar Penyempurnaan Formulir-formulir, Surat-surat, Buku-buku, Daftar-daftar danKartu-kartu Penyidikan
Formulir-Formulir,
Surat-Surat, Buku-Buku dan Kartu-Kartu yang dinyatakan masih berlaku :
NO. |
LAMA |
BARU |
||
URAIAN |
KODE |
URAIAN |
KODE |
|
1. |
Surat Perintah Pengamatan |
KP.RIKPA 3.1. |
Surat Perintah Pengamatan |
|
a. KP. DJP |
F.3.0.55.86 |
|||
b. KANWIL |
F.3.0.66.86 |
|||
c. RIKPA |
F.3.0.77.86 |
|||
2. |
Pengumpulan Informasi dan Data
Perpajakan |
KP.RIKPA 3.2. |
Pengumpulan Informasi dan Data
Perpajakan |
|
a. KP. DJP |
S.3.0.02.83 |
|||
b. KANWIL |
S.3.0.12.83 |
|||
c. RIKPA |
S.3.0.22.83 |
|||
3. |
Buku Penerimaan Informasi,
Data, Laporan, dan/atau Pengaduan |
KP.RIKPA 3.3. |
Buku Penerimaan Informasi,
Data, Laporan, dan/atau Pengaduan |
|
a. KP. DJP |
B.3.0.55.81 |
|||
b. KANWIL |
B.3.0.66.81 |
|||
c. RIKPA |
B.3.0.77.81 |
|||
4. |
Buku Surat Perintah Pengamatan |
KP.RIKPA 3.4. |
Buku Surat Perintah Pengamatan |
|
a. KP. DJP |
B.3.0.55.82 |
|||
b. KANWIL |
B.3.0.66.82 |
|||
c. RIKPA |
B.3.0.77.82 |
|||
5. |
Penerimaan Informasi, Data,
Laporan, dan/atau Pengaduan |
KP.RIKPA 3.5. |
Penerimaan Informasi, Data,
Laporan, dan/atau Pengaduan |
|
a. KP. DJP |
F.3.0.55.87 |
|||
b. KANWIL |
F.3.0.66.87 |
|||
c. RIKPA |
F.3.0.77.87 |
|||
6. |
Laporan Pengamatan |
KP.RIKPA 3.6. |
Laporan Pengamatan |
|
a. KP. DJP |
L.3.0.55.81 |
|||
b. KANWIL |
L.3.0.66.81 |
|||
c. RIKPA |
L.3.0.77.81 |
|||
7. |
Buku Penerimaan/Pengiriman
Laporan Pengamatan |
KP.RIKPA 3.7. |
Buku Penerimaan/Pengiriman
Laporan Pengamatan |
|
a. KP. DJP |
B.3.0.55.83 |
|||
b. KANWIL |
B.3.0.66.83 |
|||
c. RIKPA |
B.3.0.77.83 |
|||
8. |
Map Berkas |
KP.RIKPA 3.8. |
Map Berkas |
|
a. KP. DJP |
B.3.0.55.84 |
|||
b. KANWIL |
B.3.0.66.84 |
|||
c. RIKPA |
B.3.0.77.84 |
Lampiran II Keputusan Direktur Jenderal
Pajak |
||
Nomor |
: |
KEP-272/PJ/2002 |
Tanggal |
: |
17 Mei 2002 |
Formulir, Surat, Buku, Daftar,
dan Kartu yang digunakan dalam pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan yang
dinyatakan masih berlaku :
NO. |
LAMA |
BARU |
|||
URAIAN |
KODE |
URAIAN |
KODE |
||
1. |
Kartu Tanda Pengenal Pemeriksa |
KP.RIKPA. 1.1. |
Kartu Tanda Pengenal Pemeriksa
Pajak |
|
|
a. KP. DJP |
K.3.0.04.81 |
||||
b. KANWIL |
K.3.0.14.81 |
||||
c. RIKPA |
K.3.0.24.81 |
||||
2. |
Surat Perintah Pemeriksaan
Pajak |
KP.RIKPA. 1.2. |
Surat Perintah Pemeriksaan
Pajak |
|
|
a. KP. DJP |
F.3.0.03.81 |
||||
b. KANWIL |
F.3.0.13.81 |
||||
c. RIKPA |
F.3.0.23.81 |
||||
3. |
Pemberitahuan tentang
Pemeriksaan Pajak |
KP.RIKPA. 1.3. |
Pemberitahuan Pemeriksaan
Lapangan (Kepada KPP) |
|
|
a. KP. DJP |
S.3.0.02.81 |
||||
b. KANWIL |
S.3.0.12.81 |
||||
c. RIKPA |
S.3.0.22.81 |
||||
4. |
Pemberitahuan tentang
Pemeriksaan Pajak (kepada Wajib Pajak) |
KP.RIKPA. 1.4. |
Pemberitahuan Pemeriksaan
Lapangan (kepada Wajib Pajak) |
|
|
a. KP. DJP |
S.3.0.03.81 |
||||
b. KANWIL |
S.3.0.13.81 |
||||
c. RIKPA |
S.3.0.23.81 |
||||
5. |
Surat Pernyataan Penolakan
Pemeriksaan |
KP.RIKPA. 1.5. |
Surat Pernyataan Penolakan
Pemeriksaan Pajak |
|
|
a. KP. DJP |
S.3.0.30.81 |
||||
b. KANWIL |
S.3.0.31.81 |
||||
c. RIKPA |
S.3.0.32.81 |
||||
6. |
Surat Pernyataan Penolakan
Membantu Kelancaran Pemeriksaan Pajak |
KP.RIKPA. 1.6. |
Surat Pernyataan Penolakan
Membantu Kelancaran Pemeriksaan Pajak |
|
|
a. KP. DJP |
S.3.0.30.82 |
||||
b. KANWIL |
S.3.0.31.82 |
||||
c. RIKPA |
S.3.0.32.82 |
||||
7. |
Berita Acara Penolakan
Pemeriksaan Pajak/Berita Acara Membantu Kelancaran Pemeriksaan |
KP.RIKPA. 1.7. |
Berita Acara Penolakan
Pemeriksaan Pajak/Berita Acara Penolakan Membantu Kelancaran Pemeriksaan
Pajak |
|
|
a. KP. DJP |
F.3.0.55.81 |
||||
b. KANWIL |
F.3.0.66.81 |
||||
c. RIKPA |
F.3.0.77.81 |
||||
8. |
Permintaan Keterangan kepada
pihak ketiga |
KP.RIKPA. 1.8. |
Permintaan Keterangan/Bukti |
|
|
a. KP. DJP |
S.3.0.04.82 |
||||
b. KANWIL |
S.3.0.14.82 |
||||
c. RIKPA |
S.3.0.24.82 |
||||
9. |
Surat Permintaan Peminjaman
Buku-buku, catatan-catatan dan dokumen lainnya |
KP.RIKPA. 1.9. |
Permintaan Peminjaman Buku,
Catatan dan Dokumen |
|
|
a. KP. DJP |
S.3.0.03.82 |
||||
b. KANWIL |
S.3.0.13.82 |
||||
c. RIKPA |
S.3.0.23.82 |
||||
10. |
Daftar Buku-buku,
catatan-catatan dan dokumen lainnya yang akan dipinjam oleh Pemeriksa |
KP.RIKPA. 1.10. |
Daftar Buku, Catatan dan
Dokumen Yang Wajib Dipinjamkan Dalam Rangka Pemeriksaan |
|
|
a. KP. DJP |
D.3.0.03.81 |
||||
b. KANWIL |
D.3.0.13.81 |
||||
c. RIKPA |
D.3.0.23.81 |
||||
11. |
Surat Persetujuan permintaan
perpanjangan penyerahan buku-buku, catatan-catatan dan dokumen lainnya |
KP.RIKPA. 1.11. |
Surat Persetujuan permintaan
perpanjangan penyerahan buku-buku, catatan-catatan dan dokumen lainnya |
|
|
a. KP. DJP |
TIDAK BERLAKU LAGI |
|
|||
b. KANWIL |
|
||||
c. RIKPA |
|
||||
12. |
Bukti Peminjaman Buku-buku
catatan-catatan dan dokumen lainnya |
KP.RIKPA. 1.12. |
Bukti Peminjaman/Pengembalian
Buku, Catatan, dan Dokumen |
|
|
a. KP. DJP |
F.3.0.03.83 |
||||
b. KANWIL |
F.3.0.13.83 |
||||
c. RIKPA |
F.3.0.23.83 |
||||
13. |
Surat Pernyataan telah
menyerahkan foto copy buku-buku, catatan-catatan dan dokumen lainnya |
KP.RIKPA. 1.13. |
Surat Pernyataan Wajib Pajak |
|
|
a. KP. DJP |
S.3.0.30.83 |
||||
b. KANWIL |
S.3.0.31.83 |
||||
c. RIKPA |
S.3.0.32.83 |
||||
14. |
Bukti Pengembalian buku-buku,
catatan-catatan dan dokumen lainnya |
KP.RIKPA. 1.14. |
Bukti Peminjaman/Pengembalian
Buku, Catatan, dan Dokumen |
|
|
a. KP. DJP |
F.3.0.03.83 |
||||
b. KANWIL |
F.3.0.13.83 |
||||
c. RIKPA |
F.3.0.23.83 |
||||
15. |
Formulir Segel |
KP.RIKPA. 1.15. |
Masih menggunakan formulir
lama sambil menunggu diterbitkannya Keputusan Dirjen Pajak yang mengatur tata
cara Penyegelan dalam pelaksanaan pemeriksaan lapangan, pemeriksaan bukti
permulaan, dan penyidikan |
||
16. |
Berita Acara Penyegelan |
KP.RIKPA. 1.16. |
|||
17. |
Berita Acara Pembukaan Segel |
KP.RIKPA. 1.17. |
|||
18. |
Kertas Kerja Pemeriksaan |
KP.RIKPA. 1.18. |
Kertas Kerja Pemeriksaan |
|
|
a. KP. DJP |
F.3.0.55.86 |
||||
b. KANWIL |
F.3.0.66.86 |
||||
c. RIKPA |
F.3.0.77.86 |
||||
19. |
Pemberitahuan Hasil
Pemeriksaan Pajak |
KP.RIKPA. 1.19. |
Pemberitahuan Hasil
Pemeriksaan |
|
|
a. KP. DJP |
S.3.0.03.85 |
||||
b. KANWIL |
S.3.0.13.85 |
||||
c. RIKPA |
S.3.0.23.85 |
||||
20. |
Lembar Pernyataan Persetujuan |
KP.RIKPA. 1.20. |
Lembar Pernyataan Persetujuan
Hasil Pemeriksaan |
|
|
a. KP. DJP |
F.3.0.30.82 |
||||
b. KANWIL |
F.3.0.31.82 |
||||
c. RIKPA |
F.3.0.32.82 |
||||
21. |
Tanda Terima Penerimaan
Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan Lembar Pernyataan Persetujuan |
KP.RIKPA. 1.21. |
Lihat Formulir Surat
Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan |
|
|
a. KP. DJP |
S.3.0.03.85 |
||||
b. KANWIL |
S.3.0.13.85 |
||||
c. RIKPA |
S.3.0.23.85 |
||||
22. |
Berita Acara Hasil Pemeriksaan
Pajak |
KP.RIKPA. 1.22. |
Berita Acara Persetujuan Hasil
Pemeriksaan Pajak |
|
|
a. KP. DJP |
F.3.0.03.86 |
||||
b. KANWIL |
F.3.0.13.86 |
||||
c. RIKPA |
F.3.0.23.86 |
||||
23. |
Surat Panggilan |
KP.RIKPA. 1.23. |
Surat Panggilan I/Surat
Panggilan II |
|
|
a. KP. DJP |
S.3.0.03.84 |
||||
b. KANWIL |
S.3.0.13.84 |
||||
c. RIKPA |
S.3.0.23.84 |
||||
24. |
Berita Acara Ketidakhadiran
Wajib Pajak |
KP.RIKPA. 1.24. |
Berita Acara Tidak Memberikan
Tanggapan/Berita Acara Ketidakhadiran Wajib Pajak |
|
|
a. KP. DJP |
F.3.0.55.85 |
||||
b. KANWIL |
F.3.0.66.85 |
||||
c. RIKPA |
F.3.0.77.85 |
||||
25. |
Berita Acara Penolakan Penandatangan
Berita Acara Hasil Pemeriksaan Pajak |
KP.RIKPA. 1.25. |
Berita Acara Tidak Memberikan
Tanggapan/Berita Acara Ketidakhadiran Wajib Pajak |
|
|
a. KP. DJP |
F.3.0.55.85 |
||||
b. KANWIL |
F.3.0.66.85 |
||||
c. RIKPA |
F.3.0.77.85 |
||||
26. |
Laporan Pemeriksaan Bukti
Permulaan |
KP.RIKPA. 3.9. |
Laporan Pemeriksaan Bukti
Permulaan |
|
|
a. KP. DJP |
L.3.0.55.82 |
||||
b. KANWIL |
L.3.0.66.82 |
||||
c. RIKPA |
L.3.0.77.82 |
||||
27. |
Buku Surat Perintah
Pemeriksaan Pajak |
KP.RIKPA. 3.10. |
Buku Surat Perintah
Pemeriksaan Pajak |
|
|
a. KP. DJP |
B.3.0.55.85 |
||||
b. KANWIL |
B.3.0.66.85 |
||||
c. RIKPA |
B.3.0.77.85 |
||||
28. |
Buku Penerimaan/Pengiriman
Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan |
KP.RIKPA. 3.11. |
Buku Penerimaan/Pengiriman
Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan |
|
|
a. KP. DJP |
B.3.0.55.86 |
||||
b. KANWIL |
B.3.0.66.86 |
||||
c. RIKPA |
B.3.0.77.86 |
Lampiran III Keputusan Direktur Jenderal
Pajak |
||
Nomor |
: |
KEP-272/PJ/2002 |
Tanggal |
: |
17 Mei 2002 |
Formulir-Formulir, Surat-Surat,
Buku-Buku dan Kartu-Kartu yang dinyatakan masih berlaku :
NO. |
LAMA |
BARU |
||
URAIAN |
KODE |
URAIAN |
KODE |
|
1. |
Usul untuk dilakukan
penyidikan |
KP.RIKPA 3.12. |
Usul untuk dilakukan
penyidikan |
|
a. KP. DJP |
S.3.0.55.81 |
|||
b. KANWIL |
S.3.0.10.81 |
|||
c. RIKPA |
S.3.0.20.81 |
|||
2. |
Instruksi untuk melakukan
penyidikan |
KP.RIKPA 3.13. |
Instruksi untuk melakukan
penyidikan |
|
a. KP. DJP |
S.3.0.55.82 |
|||
b. KANWIL |
S.3.0.01.81 |
|||
c. RIKPA |
S.3.0.02.81 |
|||
3. |
Laporan Kejadian |
KP.RIKPA 3.13A. |
Laporan Kejadian |
|
a. KP. DJP |
L.3.0.55.83 |
|||
b. KANWIL |
L.3.0.66.83 |
|||
c. RIKPA |
L.3.0.77.83 |
|||
4. |
Surat Perintah Penyidikan |
KP.RIKPA 3.14. |
Surat Perintah Penyidikan |
|
a. KP. DJP |
F.3.0.03.87 |
|||
b. KANWIL |
F.3.0.13.87 |
|||
c. RIKPA |
F.3.0.23.87 |
|||
5. |
Pemberitahuan Penyidikan
(kepada KPP) |
KP.RIKPA 3.15. |
Pemberitahuan Penyidikan
(kepada KPP) |
|
a. KP. DJP |
S.3.0.02.84 |
|||
b. KANWIL |
S.3.0.12.84 |
|||
c. RIKPA |
S.3.0.77.84 |
|||
6. |
Pemberitahuan saat dimulainya
Penyidikan |
KP.RIKPA 3.16. |
Pemberitahuan saat dimulainya
Penyidikan |
|
a. KP. DJP |
S.3.0.04.84 |
|||
b. KANWIL |
S.3.0.14.84 |
|||
c. RIKPA |
S.3.0.24.84 |
|||
7. |
Permohonan Pencegahan ke Luar
Negeri |
KP.RIKPA 3.17. |
Permohonan Pencegahan ke Luar
Negeri |
|
a. KP. DJP |
S.3.0.04.85 |
|||
b. KANWIL |
S.3.0.14.85 |
|||
c. RIKPA |
S.3.0.24.85 |
|||
8. |
Permintaan Pencabutan
Pencegahan ke Luar Negeri |
KP.RIKPA 3.18. |
Permintaan Pencabutan
Pencegahan ke Luar Negeri |
|
a. KP. DJP |
S.3.0.04.86 |
|||
b. KANWIL |
S.3.0.14.86 |
|||
c. RIKPA |
S.3.0.24.86 |
|||
9. |
Permintaan Izin Penggeledahan |
KP.RIKPA 3.19. |
Permintaan Izin Penggeledahan |
|
a. KP. DJP |
S.3.0.04.87 |
|||
b. KANWIL |
S.3.0.14.87 |
|||
c. RIKPA |
S.3.0.24.87 |
|||
10. |
Surat Perintah Penggeledahan |
KP.RIKPA 3.20. |
Surat Perintah Penggeledahan |
|
a. KP. DJP |
F.3.0.03.88 |
|||
b. KANWIL |
F.3.0.13.88 |
|||
c. RIKPA |
F.3.0.23.88 |
|||
11. |
Berita Acara Penggeledahan |
KP.RIKPA 3.21. |
Berita Acara Penggeledahan |
|
a. KP. DJP |
F.3.0.03.89 |
|||
b. KANWIL |
F.3.0.13.89 |
|||
c. RIKPA |
F.3.0.23.89 |
|||
12. |
Surat Perintah Penggeledahan
Dalam Keadaan Sangat Perlu dan Mendesak |
KP.RIKPA 3.22. |
Surat Perintah Penggeledahan
Dalam Keadaan Sangat Perlu dan Mendesak |
|
a. KP. DJP |
F.3.0.03.90 |
|||
b. KANWIL |
F.3.0.13.90 |
|||
c. RIKPA |
F.3.0.23.90 |
|||
13. |
Berita Acara Penggeledahan
Dalam Keadaan Sangat Perlu dan Mendesak |
KP.RIKPA 3.23. |
Berita Acara Penggeledahan
Dalam Keadaan Sangat Perlu dan Mendesak |
|
a. KP. DJP |
F.3.0.03.91 |
|||
b. KANWIL |
F.3.0.13.91 |
|||
c. RIKPA |
F.3.0.23.91 |
|||
14. |
Permohonan Persetujuan
Penggeledahan Dalam Keadaan Sangat Perlu dan Mendesak |
KP.RIKPA 3.24. |
Permohonan Persetujuan
Penggeledahan Dalam Keadaan Sangat Perlu dan Mendesak |
|
a. KP. DJP |
S.3.0.04.88 |
|||
b. KANWIL |
S.3.0.14.88 |
|||
c. RIKPA |
S.3.0.24.88 |
|||
15. |
Permintaan Izin Penyitaan |
KP.RIKPA 3.25. |
Permintaan Izin Penyitaan |
|
a. KP. DJP |
S.3.0.04.89 |
|||
b. KANWIL |
S.3.0.14.89 |
|||
c. RIKPA |
S.3.0.24.89 |
|||
16. |
Surat Perintah Penyitaan |
KP.RIKPA 3.26. |
Surat Perintah Penyitaan |
|
a. KP. DJP |
F.3.0.03.92 |
|||
b. KANWIL |
F.3.0.13.92 |
|||
c. RIKPA |
F.3.0.23.92 |
|||
17. |
Berita Acara Penyitaan |
KP.RIKPA 3.27. |
Berita Acara Penyitaan |
|
a. KP. DJP |
F.3.0.03.93 |
|||
b. KANWIL |
F.3.0.13.93 |
|||
c. RIKPA |
F.3.0.23.93 |
|||
18. |
Surat Perintah Penyitaan Dalam
Keadaan Sangat Perlu dan Mendesak |
KP.RIKPA 3.28. |
Surat Perintah Penyitaan Dalam
Keadaan Sangat Perlu dan Mendesak |
|
a. KP. DJP |
F.3.0.03.94 |
|||
b. KANWIL |
F.3.0.13.94 |
|||
c. RIKPA |
F.3.0.23.94 |
|||
19. |
Berita Acara Penyitaan Dalam
Keadaan Sangat Perlu dan Mendesak |
KP.RIKPA 3.29. |
Berita Acara Penyitaan Dalam
Keadaan Sangat Perlu dan Mendesak |
|
a. KP. DJP |
F.3.0.03.95 |
|||
b. KANWIL |
F.3.0.13.95 |
|||
c. RIKPA |
F.3.0.23.95 |
|||
20. |
Permohonan Persetujuan
Penyitaan Dalam Keadaan Sangat Perlu dan Mendesak |
KP.RIKPA 3.30. |
Permohonan Persetujuan
Penyitaan Dalam Keadaan Sangat Perlu dan Mendesak |
|
a. KP. DJP |
S.3.0.04.90 |
|||
b. KANWIL |
S.3.0.14.90 |
|||
c. RIKPA |
S.3.0.24.90 |
|||
21. |
Surat Perintah Menyerahkan
Benda untuk Disita |
KP.RIKPA 3.31. |
Surat Perintah Menyerahkan
Benda untuk Disita |
|
a. KP. DJP |
F.3.0.04.81 |
|||
b. KANWIL |
F.3.0.14.81 |
|||
c. RIKPA |
F.3.0.24.81 |
|||
22. |
Berita Acara Penerimaan Benda
Sitaan |
KP.RIKPA 3.32. |
Berita Acara Penerimaan Benda
Sitaan |
|
a. KP. DJP |
F.3.0.04.82 |
|||
b. KANWIL |
F.3.0.14.82 |
|||
c. RIKPA |
F.3.0.24.82 |
|||
23. |
Surat Permintaan kepada Kepala
Kantor Pos / Telekomunikasi, Instansi / Perusahaan Transportasi / Komunikasi |
KP.RIKPA 3.33. |
Permintaan Untuk Membuka dan
Memeriksa Surat-surat/Dokumen Lainnya |
|
a. KP. DJP |
S.3.0.04.91 |
|||
b. KANWIL |
S.3.0.14.91 |
|||
c. RIKPA |
S.3.0.24.91 |
|||
24. |
Tanda Penerimaan
Surat-surat/Dokumen lainnya |
KP.RIKPA 3.34. |
Tanda Penerimaan
Surat-surat/Dokumen lainnya |
|
a. KP. DJP |
F.3.0.04.83 |
|||
b. KANWIL |
F.3.0.14.83 |
|||
c. RIKPA |
F.3.0.24.83 |
|||
25. |
Tanda Bukti Penyerahan Kembali
Surat-surat/Dokumen Lain |
KP.RIKPA 3.35. |
Tanda Bukti Penyerahan Kembali
Surat-surat/Dokumen Lain |
|
a. KP. DJP |
F.3.0.04.84 |
|||