Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor :
KEP-382/PJ/2002 Tanggal : 13 Agustus 2002 |
A. |
Singkatan |
|||
|
1. |
APBN |
: |
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara |
|
2. |
APBD |
: |
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah |
|
3. |
BKP |
: |
Barang Kena Pajak |
|
4. |
JKP |
: |
Jasa Kena Pajak |
|
5. |
KPP |
: |
Kantor Pelayanan Pajak |
|
6. |
KPKN |
: |
Kantor Perbendaharaan dan
Kas Negara |
|
7. |
PKP |
: |
Pengusaha Kena Pajak |
|
8. |
PPN |
: |
Pajak Pertambahan Nilai |
|
9. |
PPn BM |
: |
Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah |
|
10. |
SKB |
: |
Surat Keterangan Bebas |
|
11. |
SPT |
: |
Surat Pemberitahuan Masa PPN |
|
12. |
SPM |
: |
Surat Perintah Membayar |
|
13. |
SSP |
: |
Surat Setoran Pajak |
B. |
Pemungut PPN |
|
|
1. |
Yang dimaksud sebagai
Pemungut PPN dalam Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini adalah
Bendaharawan Pemerintah dan KPKN. |
|
2. |
Bendaharawan Pemerintah adalah
Bendaharawan atau Pejabat yang melakukan pembayaran yang dananya berasal dari
APBN atau APBD. |
|
3. |
Penunjukkan Bendaharawan
Pemerintah dan KPKN sebagai Pemungut PPN telah ditetapkan dalam Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 547/KMK.04/2000. |
C. |
PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang
melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau
KPKN |
D. |
Ruang Lingkup Pemungutan |
||
|
1. |
Pemungut PPN wajib memungut,
menyetor, dan melapor PPN dan PPn BM atas : |
|
|
|
a. |
Penyerahan BKP dan atau JKP
yang dilakukan oleh PKP Rekanan. |
|
|
b. |
Pemanfaatan BKP tidak
berwujud dari Luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. |
|
|
c. |
Pemanfaatan JKP dari luar
Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. |
|
2. |
PPn BM hanya dipungut dalam hal PKP Rekanan
adalah pabrikan dari BKP yang tergolong mewah. |
|
|
3. |
Penyerahan JKP oleh Instansi
Pemerintah yang pembayarannya melalui KPKN atau Bendaharawan Pemerintah tidak
dipungut PPN sepanjang pembayaran tersebut berasal dari APBN atau APBD dan
Instansi Pemerintah yang menyerahkan JKP memasukkan pembayaran yang diterima
ke dalam mata anggaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Instansi
Pemerintah tersebut. |
|
|
4. |
Atas penyerahan BKP dan atau
JKP oleh Instansi Pemerintah yang berkedudukan sebagai PKP kepada Badan-badan
tertentu, PPN yang terutang dipungut, disetor dan dilaporkan oleh
Bendaharawan Instansi Pemerintah tersebut. |
|
|
5. |
Badan-badan tertentu
sebagaimana dimaksud dalam angka 4 sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 549/KMK.04/2000 adalah PERTAMINA, Kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan
Kontrak Karya di bidang minyak, gas bumi, panas bumi, dan Pertambahan Umum
lainnya, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah termasuk Bank
Pemerintah dan Daerah, dan Bank Indonesia. |
|
|
6. |
Pemungut PPN tidak perlu
memungut PPN dan PPn BM atas penyerahan BKP dan atau JKP yang dilakukan oleh
bukan PKP. |
|
|
7. |
Pemungut PPN wajib
memberitahukan kepada Kepala KPP dalam bentuk daftar yang berisi nama,
alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak, nilai transaksi, nomor dan tanggal Faktur
Penjualan atau dokumen yang sejenis, apabila terjadi transaksi dengan rekanan
yang bukan PKP dan daftar tersebut dilampirkan pada SPT Masa Bagi Pemungut
PPN. |
|
|
8. |
Dalam hal pemungut melakukan
transaksi dengan rekanan yang belum berstatus sebagai PKP dan diketahui telah
memenuhi syarat sebagai PKP, seperti melakukan penyerahan BKP dan atau JKP
yang telah melebihi batasan Pengusaha Kecil, maka rekanan yang bersangkutan
diwajibkan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP sebelum melakukan
transaksi. |
E. |
Saat Pemungutan, Cara
Pemungutan dan Saat Penyetoran |
||
|
1. |
Saat Pemungutan Saat pemungutan adalah pada
saat dilakukannya pembayaran oleh Pemungut PPN kepada PKP Rekanan. |
|
|
2. |
Cara Pemungutan |
|
|
|
a. |
Pemungutan dilakukan oleh Bendaharawan
Pemerintah dengan cara pemotongan secara langsung dari tagihan PKP Rekanan. |
|
|
b. |
Khusus untuk KPKN,
pemungutan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan dengan cara
pemotongan langsung dari tagihan PKP Rekanan pada SPM yang bersangkutan. |
|
3. |
Saat Penyetoran |
|
|
|
a. |
Untuk KPKN, saat pencatatan
penyetoran PPN dan PPn BM dilakukan pada saat pembayaran oleh KPKN kepada PKP
Rekanan. |
|
|
b. |
Untuk Bendaharawan Pemerintah
Penyetoran PPN dan PPn BM kepada Bank Persepsi atau Kantor Pos dilakukan
paling lambat 7 (tujuh) hari setelah bulan terjadinya pembayaran tagihan. |
|
|
c. |
Dalam hal saat penyetoran
jatuh pada hari libur, maka penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya. |
F. |
Pembayaran Yang Tidak
Dipungut PPN dan atau PPn BM |
|||
|
1. |
Pembayaran yang jumlahnya
paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak merupakan
pembayaran yang terpecah-pecah. |
||
|
|
a. |
Batas jumlah pembayaran
sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) hendaknya ditafsirkan termasuk PPN
dan PPn BM. |
|
|
|
b. |
PPN dan PPn BM yang terutang
atas pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp1.000.000,00 di pungut dan disetor
oleh PKP yang bersangkutan sesuai ketentuan yang berlaku umum. |
|
|
2. |
Pembayaran untuk pembebasan tanah, kecuali
pembayaran atas penyerahan tanah oleh Real Estate atau Industrial Estat. |
||
|
3. |
Pembayaran atas penyerahan BKP
dan atau JKP yang menurut perundang-undangan yang berlaku, mendapat fasilitas PPN tidak
dipungut dan atau dibebaskan dari pengenaan PPN : |
||
|
|
a. |
Pembayaran atas penyerahan BKP
dan atau JKP yang dibebaskan dari pengenaan PPN berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan BKP
Tertentu dan atau Penyerahan JKP Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN. |
|
|
|
b. |
Pembayaran atas penyerahan
BKP dan atau JKP yang dibebaskan dari pengenaan PPN berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan BKP Tertentu
yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2002. |
|
|
|
c. |
Pembayaran atas penyerahan
BKP dan atau JKP yang PPN-nya tidak dipungut berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 42 Tahun 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, PPN dan PPn BM dan
Pajak Penghasilan dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai
dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2001 |
|
|
|
|
1) |
PPN dan PPn BM yang tidak perlu dipungut adalah
pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP yang dilakukan oleh Kontraktor,
Konsultan, dan Pemasok Utama sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah
yang seluruh dananya dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri; |
|
|
|
2) |
Dalam hal penyerahan BKP dan
atau JKP tersebut sebagian dibiayai dengan hibah atau pinjaman luar negeri,
maka PPN dan PPn BM yang tidak dipungut hanya atas bagian dari penyerahan yang
dibiayai dengan hibah atau pinjaman luar negeri tersebut. |
|
|
d. |
Pembayaran untuk penyerahan
BBM dan bukan BBM oleh PERTAMINA. |
|
|
|
e. |
Pembayaran atas rekening
telepon kepada PT Telkom maupun kepada perusahaan telekomunikasi lainnya. |
|
|
|
f. |
Pembayaran untuk jasa
angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan. |
|
|
|
g. |
Pembayaran lainnya untuk
penyerahan barang atau jasa yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku
tidak dikenakan PPN berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000. |
G. |
Bukti Pemungutan dan
Penyetoran |
|||
|
1. |
Faktur Pajak dan SSP yang PPN
dan atau PPn BM-nya telah disetorkan kepada Kas Negara/Bank Persepsi/Kantor
Pos dan Giro merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN dan PPn BM. |
||
|
2. |
Saat Penerbitan Faktur Pajak : |
||
|
|
a. |
PKP Rekanan wajib menerbitkan
Faktur Pajak dan SSP pada saat menyampaikan tagihan kepada Pemungut PPN baik
untuk sebagian maupun seluruh pembayaran. |
|
|
|
b. |
Apabila pembayaran diterima
sebelum penagihan atau sebelum penyerahan BKP dan atau JKP, Faktur Pajak
wajib diterbitkan pada saat pembayaran diterima. |
|
|
3. |
Faktur Pajak Standar |
||
|
|
a. |
Faktur Pajak yang
diterbitkan oleh PKP Rekanan sebagaimana dimaksud pada butir 2 adalah Faktur
Pajak Standar sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Nomor KEP-549/PJ./2000 tentang Saat Pembuatan, Bentuk, Ukuran, Pengadaan,
Tata Cara Penyampaian, dan Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
KEP-323/PJ./2001. |
|
|
|
b. |
Dalam hal penyerahan BKP
yang tergolong mewah yang dikenakan PPn BM, maka PKP Rekanan yang
bersangkutan mencantumkan juga jumlah PPn BM yang terutang pada Faktur Pajak
Standar. |
|
|
|
c. |
Atas pembayaran yang jumlahnya
paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), sepanjang terutang PPN
walaupun tidak dipungut oleh Pemungut PPN, tetap harus dibuatkan Faktur Pajak
oleh PKP Rekanan yang menyerahkan BKP atau JKP tersebut. |
|
|
|
d. |
Faktur Pajak Standar dibuat
dalam rangkap 3 (tiga), yang masing-masing diperuntukkan sebagai berikut : |
|
|
|
|
- |
lembar ke-1 untuk Bendaharawan Pemerintah atau
KPKN sebagai Pemungut PPN. |
|
|
|
- |
lembar ke-2 untuk arsip PKP
Rekanan |
|
|
|
- |
lembar ke-3 untuk KPP
melalui Bendaharawan Pemerintah atau KPKN sebagai Pemungut PPN. |
|
|
e. |
Bendaharawan Pemerintah
wajib membubuhkan cap "Disetor tanggal ....................." dan
menandatanganinya pada setiap lembar Faktur Pajak Standar. |
|
|
|
f. |
KPKN wajib mencantumkan
nomor dan tanggal advis SPM pada setiap lembar Faktur Pajak Standar. |
|
|
|
g. |
Dalam hal penyerahan BKP dan
atau JKP dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan
hibah atau dana pinjaman luar negeri, PKP Rekanan sebagai Kontraktor,
Konsultan, dan Pemasok Utama wajib membuat Faktur Pajak yang dibubuhi cap
"PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH TIDAK
DIPUNGUT" |
|
|
4. |
Tatacara pembuatan dan pembetulan Faktur Pajak Standar
sehubungan dengan penagihan dan pembayaran dalam mata uang asing oleh
Pemungut PPN: |
||
|
|
a. |
PKP Rekanan wajib
menerbitkan Faktur Pajak Standar pada saat melakukan penagihan kepada Pemungut
PPN dengan mempergunakan kurs yang berlaku menurut Surat Keputusan Menteri
Keuangan pada saat Faktur Pajak diterbitkan. |
|
|
|
b. |
Pada prinsipnya, PPN yang
terutang harus dikonversi ke dalam mata uang rupiah dengan mempergunakan kurs
yang berlaku menurut Surat Keputusan Menteri Keuangan pada saat dilakukan
pembayaran oleh Pemungut PPN. |
|
|
|
c. |
Dalam hal kurs pada saat
penagihan sebagaimana dimaksud dalam huruf a berbeda dengan kurs pada saat pembayaran
sebagaimana dimaksud dalam huruf b, Pemungut PPN membetulkan Faktur Pajak
Standar dengan menyesuaikan jumlah rupiah, baik Dasar Pengenaan Pajak maupun
PPN dan PPn BM yang terutang dengan cara mencoret angka yang akan diperbaiki
dan mencantumkan angka yang seharusnya serta membubuhkan paraf di samping
angka yang diperbaiki tersebut (tidak boleh dihapus atau di tipp ex). |
|
|
5. |
SSP |
||
|
|
a. |
SSP dibuat atas nama,
alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak PKP Rekanan, sedangkan yang menandatangani
adalah Pemungut PPN sebagai penyetor atas nama PKP Rekanan. |
|
|
|
b. |
Untuk Bendaharawan
Pemerintah SSP dibuat dalam rangkap 5 (lima) yang masing-masing diperuntukkan
sebagai berikut: |
|
|
|
|
- |
lembar ke-1 untuk PKP Rekanan |
|
|
|
- |
lembar ke-2 untuk KPP
melalui KPKN |
|
|
|
- |
lembar ke-3 untuk PKP
Rekanan untuk dilampirkan pada SPT |
|
|
|
- |
lembar ke-4 untuk Bank
Persepsi atau Kantor Pos |
|
|
|
- |
lembar ke-5 untuk arsip
Bendaharawan Pemerintah |
|
|
c. |
Untuk KPKN, SSP dibuat dalam
rangkap 4 (empat) yang masing-masing diperuntukkan sebagai berikut: |
|
|
|
|
- |
lembar ke-1 untuk PKP Rekanan |
|
|
|
- |
lembar ke-2 untuk KPP |
|
|
|
- |
lembar ke-3 untuk PKP Rekanan
untuk dilampirkan pada SPT |
|
|
|
- |
lembar ke-4 untuk arsip
Pemungut PPN (KPKN). |
|
|
d. |
KPKN wajib mencantumkan nomor dan tanggal advis
SPM pada setiap lembar SSP sebagaimana dimaksud dalam huruf c. |
|
|
|
e. |
KPKN wajib membubuhkan cap
"TELAH DIBUBUHKAN" pada SSP lembar ke-1 dan lembar ke-2 sebagaimana
dimaksud dalam huruf c. |
H. |
Dasar Pemungutan |
|
|
1. |
Dasar Pemungutan PPN dan PPn
BM adalah jumlah pembayaran baik dalam bentuk uang muka, pembayaran sebagian,
atau pembayaran seluruhnya yang dilakukan oleh Pemungut PPN kepada PKP
Rekanan. |
|
2. |
Dalam jumlah pembayaran yang dilakukan oleh Pemungut
PPN tersebut di atas termasuk PPN dan PPn BM yang terutang tanpa
memperhatikan apakah dalam kontrak menyebutkan ketentuan pemungutan PPN dan
atau PPn BM maupun tidak. |
I. |
Jumlah PPN dan atau PPn BM
Yang Dipungut |
|||||||
|
1. |
PPN |
||||||
|
|
a. |
Dalam hal penyerahan BKP dan
atau JKP yang hanya terutang PPN, maka jumlah PPN yang dipungut adalah 10/110
bagian dari jumlah pembayaran. |
|||||
|
|
b. |
Contoh: |
|||||
|
|
|
- |
Jumlah pembayaran |
Rp. 11.000.000,00 |
|||
|
|
|
- |
PPN yang dipungut 10/110 X Rp. 11.000.000,00 |
Rp. 1.000.000,00 |
|||
|
|
|
- |
Yang dibayarkan kepada PKP
Rekanan (Rp. 11.000.000,00-Rp. 1.000.000,00) |
Rp. 10.000.000,00 |
|||
|
2. |
PPn BM |
||||||
|
|
a. |
Dalam hal penyerahan BKP yang
tergolong mewah, maka disamping terutang PPN juga terutang PPn BM. |
|||||
|
|
b. |
PPN yang harus dipungut
adalah:
|
|||||
|
|
c. |
PPn BM yang harus dipungut
adalah:
|
|||||
|
|
d. |
Contoh: Dalam hal terutang PPn BM
sebesar 20%, maka jumlah PPN dan PPn BM yang dipungut adalah: |
|||||
|
|
|
- |
Jumlah pembayaran |
Rp. 13.000.000,00 |
|||
|
|
|
- |
Jumlah PPN yang dipungut : (10/130 x Rp 13.000.000,00) |
Rp. 1.000.000,00 |
|||
|
|
|
- |
Jumlah PPn BM yang dipungut : (20/130 x Rp 13.000.000,00) |
Rp. 2.000.000,00 |
|||
|
|
|
- |
Jumlah yang dibayarkan kepada PKP Rekanan (Rp 13.000.000,00 - Rp 1.000.000,00 - Rp
2.000.000,00) |
Rp. 10.000.000,00 |
J. |
Pelaporan |
|||
|
1. |
Bendaharawan Pemerintah : |
||
|
|
a. |
Bendaharawan Pemerintah wajib
melaporkan PPN dan PPn BM yang dipungut dan disetor kepada KPP dan KPKN. |
|
|
|
b. |
Laporan sebagaimana dimaksud
di atas dilakukan dengan menggunakan SPT Masa Bagi Pemungut PPN (Formulir 1101
PUT) sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
KEP-511/PJ./2001 tentang Bentuk dan isi SPT Masa Bagi Pemungut PPN,
Keterangan dan Dokumen yang harus Dilampirkan, serta Buku Petunjuk
Pengisiannya. |
|
|
|
c. |
Laporan tersebut dibuat
dalam rangkap 3 (tiga) dengan peruntukkan masing-masing adalah sebagai
berikut : |
|
|
|
|
- |
lembar ke-1 untuk KPP dengan dilampiri Faktur
Pajak lembar ke-3 |
|
|
|
- |
lembar ke-2 untuk KPKN |
|
|
|
- |
lembar ke-3 untuk arsip
Bendaharawan Pemerintah |
|
|
d. |
Penyampaian Laporan |
|
|
|
|
- |
Laporan disampaikan paling lambat hari ke 14
(empat belas) setelah bulan dilakukan pembayaran tagihan. |
|
|
|
- |
Dalam hal hari ke 14 (empat belas)
jatuh pada hari libur, maka laporan disampaikan paling lambat satu hari
sebelumnya. |
|
|
|
- |
Selain menyampaikan laporan
tersebut di atas, Bendaharawan Pemerintah wajib membuat daftar rekanan sebagaimana
dimaksud dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-331/MK.04/1999 tanggal 24
Agustus 1999 tentang Pengawasan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan oleh
Bendaharawan Pemerintah dan BUMN dan BUMD. |
|
2. |
KPKN |
||
|
|
a. |
KPKN setiap hari menyampaikan
lembar ke-3 Faktur Pajak yang telah dibubuhi catatan nomor dan tanggal advis
SPM kepada KPP. |
|
|
|
b. |
Penyampaian lembar ke-3
Faktur Pajak di atas dilakukan dengan menggunakan Surat Pengantar. |
|
|
|
c. |
Dalam hal tidak ada Faktur Pajak
yang disampaikan pada hari itu, maka Surat Pengantar tetap dibuat dengan
catatan "Faktur Pajak NIHIL". |
|
|
|
d. |
KPKN wajib melakukan
pengawasan dan menyampaikan daftar Bendaharawan Pemerintah dan perubahannya yang
berada dalam wilayah kerjanya kepada KPP setempat triwulan. |
|
|
|
e. |
KPKN wajib menolak
permintaan pembayaran berikutnya yang diajukan Bendaharawan Pemerintah
apabila berdasarkan hasil pengawasan tersebut di atas Bendaharawan Pemerintah
tidak melakukan pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN dan PPn BM yang
merupakan kewajibannya. |
|
|
3. |
PKP Rekanan |
||
|
|
a. |
Penyerahan kepada Pemungut
PPN dilaporkan oleh PKP Rekanan dalam SPT pada Masa pajak diterimanya pembayaran
dari Pemungut PPN. |
|
|
|
b. |
Dalam hal Pemungut PPN
adalah KPKN, maka penyerahan tersebut dilaporkan dalam Masa Pajak sesuai
dengan bulan yang tercantum dalam "Cash Register" KPKN. |
|
|
4. |
Bendaharawan Pemerintah sebagai PKP |
||
|
|
a. |
Faktur Pajak sebagaimana
dimaksud dalam huruf G merupakan bukti Pajak Masukan. |
|
|
|
b. |
Sepanjang memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000,
Pajak Masukan tersebut dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak
terjadinya pembayaran. |
|
|
|
c. |
Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak
terjadinya penagihan, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat
3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak terjadinya pembayaran sepanjang
belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. |
K. |
Saksi Pemungut PPN termasuk dalam pengertian
Wajib Pajak dan Penanggung Pajak sesuai Pasal 1 angka 1 dan angka 25
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16
Tahun 2000, maka kepadanya dapat diterbitkan Surat Tagihan Pajak dan atau
Surat Ketetapan Pajak. |
Lampiran II Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor :
KEP-382/PJ/2002 Tanggal : 13 Agustus 2002 |
A. |
Singkatan |
|||
|
1. |
BUMN |
: |
Badan Usaha Milik Negara |
|
2. |
BUMD |
: |
Badan Usaha Milik Daerah |
|
3. |
BKP |
: |
Barang Kena Pajak |
|
4. |
JKP |
: |
Jasa Kena Pajak |
|
5. |
KPKN |
: |
Kantor Perbendaharaan dan
Kas Negara |
|
6. |
KPP |
: |
Kantor Pelayanan Pajak |
|
7. |
PKP |
: |
Pengusaha Kena Pajak |
|
8. |
PPN |
: |
Pajak Pertambahan Nilai |
|
9. |
PPn BM |
: |
Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah |
|
10. |
SKB |
: |
Surat Keterangan Bebas |
|
11. |
SPT |
: |
Surat Pemberitahuan Masa PPN |
|
12. |
SPM |
: |
Surat Perintah Membayar |
|
13. |
SSP |
: |
Surat Setoran Pajak |
B. |
Pemungut PPN |
||
|
1. |
Yang dimaksud sebagai
Pemungut PPN dalam Lampiran II Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini adalah
dalam Badan-badan tertentu, yang terdiri dari: |
|
|
|
1) |
Pertamina; |
|
|
2) |
Kontraktor Kontrak bagi
Hasil dan Kontrak Karya di bidang Minyak, Gas bumi, Panas Bumi dan
Pertambangan Umum lainnya; |
|
|
3) |
BUMN; |
|
|
4) |
BUMD; |
|
|
5) |
Bank Milik Negara; |
|
|
6) |
Bank Milik Daerah; |
|
|
7) |
Bank Indonesia; |
|
2. |
Penunjukkan Badan-badan
Tertentu sebagai Pemungut PPN telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 547/KMK.04/2000. |
|
|
3. |
Termasuk dalam pengertian
Kontraktor Bagi Hasil dan Kontrak Karya di bidang Minyak, Gas Bumi, Panas Bumi,
dan Pertambangan Umum lainnya adalah Kontraktor Technical assistance
Agreement. |
|
|
4. |
Termasuk dalam pengertian
Badan-badan tertentu adalah Kantor Pusat, Cabang-cabang, maupun Unit-unitnya yang
melakukan pembayaran atas tagihan PKP Rekanan atas nama PKP Rekanan yang
bersangkutan. |
|
|
5. |
BUMN, BUMD, Bank Milik
Negara, dan Bank Milik Daerah yang ditunjuk sebagai Pemungut PPN adalah BUMN, BUMD, Bank Milik Negara,
dan Bank Milik Daerah yang 51% (lima puluh satu persen) atau lebih modalnya
merupakan penyertaan modal Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah baik
langsung maupun tidak langsung termasuk yang berasal dari anak-anak
perusahaan BUMN, BUMD, Bank Milik Negara, dan Bank Milik Daerah. |
C. |
PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang
melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Pemungut PPN. |
D. |
Ruang lingkup Pemungutan |
||
|
1. |
Pemungut PPN wajib memungut,
menyetor, dan melapor PPN dan PPn BM atas: |
|
|
|
a. |
Penyerahan BKP dan atau JKP
yang dilakukan oleh PKP Rekanan |
|
|
b. |
Pemanfaatan BKP tidak
berwujud dari Luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean |
|
|
c. |
Pemanfaatan JKP dari luar
Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean |
|
2. |
PPn BM hanya dipungut dalam
hal PKP Rekanan adalah pabrikan dari BKP yang tergolong mewah. |
|
|
3. |
Dalam hal terjadi penyerahan
BKP dan atau JKP antar Pemungut PPN maka yang berkewajiban untuk memungut, menyetor,
dan melaporkan PPN dan PPn BM yang terutang adalah Pemungut PPN yang
melakukan penyerahan BKP dan atau JKP. |
|
|
4. |
Ketentuan dalam butir 3
diatas tidak berlaku dalam hal terjadi penyerahan BKP dan atau JKP oleh
Badan-badan tertentu kepada Bendaharawan Pemerintah dan atau KPKN yang selalu
diperlakukan sebagai Pemungut PPN. |
|
|
5. |
Atas penyerahan BKP dan atau
JKP oleh Instansi Pemerintah yang berkedudukan sebagai PKP kepada Badan-badan
tertentu, PPN yang terutang dipungut, disetor dan dilaporkan oleh
Bendaharawan Instansi Pemerintah tersebut. |
|
|
6. |
Pemungut PPN tidak perlu
memungut PPN dan atau PPn BM atas penyerahan BKP dan atau JKP yang dilakukan
oleh bukan PKP. |
|
|
7. |
Pemungut PPN wajib
memberitahukan kepada Kepala KPP dalam bentuk daftar yang berisi nama,
alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak, nilai transaksi, nomor dan tanggal Faktur
Penjualan atau dokumen yang sejenis, apabila terjadi transaksi dengan rekanan
yang bukan PKP dan daftar tersebut dilampirkan pada SPT Masa Bagi Pemungut
PPN. |
|
|
8. |
Dalam hal pemungut melakukan
transaksi dengan rekanan yang belum berstatus sebagai PKP dan diketahui telah
memenuhi syarat sebagai PKP, seperti melakukan penyerahan BKP dan atau JKP
yang telah melebihi batasan Pengusaha Kecil, maka rekanan yang bersangkutan
diwajibkan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP sebelum melakukan
transaksi. |
E. |
Saat Pemungutan, Cara
Pemungutan dan Saat Penyetoran |
||
|
1. |
Saat Pemungutan Saat pemungutan adalah pada
saat dilakukannya pembayaran oleh Pemungut PPN kepada PKP Rekanan. |
|
|
2. |
Cara Pemungutan Pemungutan dilakukan dengan
cara pemotongan secara langsung dari tagihan PKP Rekanan. |
|
|
3. |
Saat Penyetoran |
|
|
|
a. |
Penyetoran PPN dan PPn BM
kepada Bank Persepsi atau Kantor Pos dilakukan paling lambat 15 (lima belas)
hari setelah bulan terjadinya pembayaran tagihan. |
|
|
b. |
Dalam hal saat penyetoran jatuh
pada hari libur, maka penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya. |
F. |
Pembayaran Yang Tidak
Dipungut PPN dan atau PPn BM |
|||
|
1. |
Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,00
(satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah. |
||
|
|
a. |
Batas jumlah pembayaran
sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) belum termasuk PPn dan atau PPn
BM. |
|
|
|
b. |
PPN dan PPn BM yang terutang
atas pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp1.000.000,00 dipungut dan
disetor oleh PKP yang bersangkutan sesuai ketentuan yang berlaku umum. |
|
|
2. |
Pembayaran untuk pembebasan
tanah, kecuali pembayaran atas penyerahan tanah oleh Real Estat atau industrial
Estat. |
||
|
3. |
Pembayaran atas penyerahan
BKP dan atau JKP yang menurut perundang-undangan yang berlaku, mendapat
fasilitas PPN tidak dipungut dan atau dibebaskan dari pengenaan PPN : |
||
|
|
a. |
Pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP yang
dibebaskan dari pengenaan PPN berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 146
Tahun 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan BKP Tertentu dan atau Penyerahan
JKP Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN. |
|
|
|
b. |
Pembayaran atas penyerahan
BKP dan atau JKP yang dibebaskan dari pengenaan PPN berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan BKP Tertentu
yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2002. |
|
|
|
c. |
Pembayaran atas penyerahan
BKP dan atau JKP yang PPN-nya tidak dipungut berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 42 tahun 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, PPN dan PPn BM dan
Pajak Penghasilan dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai
dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2001 |
|
|
|
|
1) |
PPN dan PPn BM yang tidak perlu dipungut adalah
pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP yang dilakukan oleh Kontraktor,
Konsultan dan Pemasok Utama sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang
seluruh dananya dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri; |
|
|
|
2) |
Dalam hal penyerahan BKP dan
atau JKP tersebut sebagian dibiayai dengan hibah atau pinjaman luar negeri, maka
PPN dan PPn BM yang tidak dipungut hanya atas bagian dari penyerahan yang
dibiayai dengan hibah atau pinjaman luar negeri tersebut. |
|
|
d. |
Pembayaran untuk penyerahan
BBM dan bukan BBM oleh PERTAMINA. |
|
|
|
e. |
Pembayaran atas rekening telepon
kepada PT Telkom maupun kepada perusahaan telekomunikasi lainnya. |
|
|
|
f. |
Pembayaran untuk jasa
angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan. |
|
|
|
g. |
Pembayaran lainnya untuk penyerahan
barang atau jasa yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku tidak
dikenakan PPN berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000. |
G. |
Bukti Pemungutan dan
Penyetoran |
|||
|
1. |
Faktur Pajak dan SSP yang
PPN dan PPn BM-nya telah disetorkan kepada Kas Negara/Bank Persepsi/Kantor
Pos dan Giro merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN dan PPn BM. |
||
|
2. |
Saat Penerbitan Faktur Pajak : |
||
|
|
a. |
PKP Rekanan wajib menerbitkan
Faktur Pajak dan SSP pada saat menyampaikan tagihan kepada Pemungut PPN baik
untuk sebagian maupun seluruh pembayaran. |
|
|
|
b. |
Apabila pembayaran diterima
sebelum penagihan atau sebelum penyerahan BKP dan atau JKP, Faktur Pajak
wajib diterbitkan pada saat pembayaran diterima. |
|
|
3. |
Faktur Pajak Standar |
||
|
|
a. |
Faktur Pajak yang
diterbitkan oleh PKP Rekanan sebagaimana dimaksud pada butir 2 adalah Faktur
Pajak Standar sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Nomor KEP-549/PJ/2000 tentang Saat Pembuatan, Bentuk, Ukuran, Pengadaan, Tata
Cara Penyampaian, dan Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar sebagaimana
telah diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-323/PJ./2001. |
|
|
|
b. |
Dalam hal penyerahan BKP
yang tergolong mewah yang dikenakan PPn BM, maka PKP Rekanan yang
bersangkutan mencantumkan juga jumlah PPn BM yang terutang pada Faktur Pajak Standar. |
|
|
|
c. |
Atas pembayaran yang jumlahnya
paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), sepanjang terutang PPN
walaupun tidak dipungut oleh Pemungut PPN, tetap harus dibuatkan Faktur Pajak
oleh PKP rekanan yang menyerahkan BKP atau JKP tersebut. |
|
|
|
d. |
Faktur Pajak Standar dibuat
dalam rangkap 3 (tiga), yang masing-masing diperuntukkan sebagai berikut : |
|
|
|
|
- |
lembar ke-1 untuk Badan-badan Tertentu |
|
|
|
- |
lembar ke-2 untuk arsip PKP
Rekanan |
|
|
|
- |
lembar ke-3 untuk KPP
melalui Badan-badan Tertentu |
|
|
e. |
Badan-badan tertentu wajib
membubuhkan cap "Disetor tanggal................." dan
menandatanganinya pada setiap lembar Faktur Pajak Standar. |
|
|
|
f. |
Dalam hal penyerahan BKP dan
atau JKP dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan
hibah atau dana pinjaman luar negeri, PKP Rekanan sebagai Kontraktor,
Konsultan, dan Pemasok Utama wajib membuat Faktur Pajak yang dibubuhi cap
"PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH TIDAK
DIPUNGUT" |
|
|
4. |
Tatacara pembuatan dan pembetulan Faktur Pajak
Standar sehubungan dengan penagihan dan pembayaran dalam mata uang asing oleh
Pemungut PPN : |
||
|
|
a. |
PKP Rekanan wajib menerbitkan
Faktur Pajak Standar pada saat melakukan penagihan kepada Pemungut PPN dengan
mempergunakan kurs yang berlaku menurut Surat Keputusan Menteri Keuangan pada
saat Faktur Pajak diterbitkan. |
|
|
|
b. |
Pada prinsipnya, PPN yang terutang
harus dikonversi ke dalam mata uang rupiah dengan mempergunakan kurs yang
berlaku menurut Surat Keputusan Menteri Keuangan pada saat dilakukan
pembayaran oleh Pemungut PPN. |
|
|
|
c. |
Dalam hal kurs pada saat
penagihan sebagaimana dimaksud dalam huruf a berbeda dengan kurs pada saat
pembayaran sebagaimana dimaksud dalam huruf b, Pemungut PPN membetulkan
Faktur Pajak Standar dengan menyesuaikan jumlah rupiah, baik Dasar Pengenaan
Pajak maupun PPN dan PPn BM yang terutang dengan cara mencoret angka yang
akan diperbaiki dan mencantumkan angka yang seharusnya serta membubuhkan
paraf di samping angka yang diperbaiki tersebut (tidak boleh dihapus atau di
tipp ex). |
|
|
5. |
SSP |
||
|
|
a. |
SSP dibuat atas nama, alamat,
dan Nomor Pokok Wajib Pajak PKP Rekanan, sedangkan yang menandatangani adalah
Pemungut PPN sebagai penyetor atas nama PKP Rekanan. |
|
|
|
b. |
Untuk Pemungut PPN, SSP
dibuat dalam rangkap 5 (lima) yang masing-masing diperuntukkan sebagai berikut
: |
|
|
|
|
- |
lembar ke-1 untuk PKP Rekanan |
|
|
|
- |
lembar ke-2 untuk KPP
melalui KPKN |
|
|
|
- |
lembar ke-3 untuk PKP
Rekanan untuk dilampirkan pada SPT |
|
|
|
- |
lembar ke-4 untuk Bank
Persepsi atau Kantor Pos |
|
|
|
- |
lembar ke-5 untuk arsip
Badan-badan tertentu |
H. |
Dasar Pemungutan |
|
|
1. |
Dasar Pemungutan PPN dan PPn
BM adalah harga jual atau nilai penggantian baik dalam bentuk uang muka, pembayaran
sebagian, atau pembayaran seluruhnya yang dilakukan oleh Pemungut PPN kepada
PKP Rekanan. |
|
2. |
PPN dan PPn BM dihitung
sebesar tarif PPN/PPn BM dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak. |
|
3. |
Yang dimaksud dalam pengertian
Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak
termasuk Pajak yang dipungut menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000
dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. |
|
4. |
Yang dimaksud dalam
pengertian Nilai Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya
yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa
Kena Pajak, tidak termasuk Pajak yang dipungut menurut Undang-undang Nomor 8
Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 dan potongan harga yang dicantumkan dalam
Faktur Pajak. |
I. |
Jumlah PPN dan atau PPn BM
Yang Dipungut |
|||||
|
1. |
PPN |
||||
|
|
a. |
Dalam hal penyerahan BKP dan
atau JKP yang hanya terutang PPN, maka jumlah PPN yang dipungut adalah 10%
(sepuluh persen) dari harga jual atau penggantian. |
|||
|
|
b. |
Contoh: |
|||
|
|
|
- |
Harga Jual/penggantian |
Rp. 10.000.000,00 |
|
|
|
|
- |
PPN yang dipungut 10% X Rp. 10.000.000,00 |
Rp. 1.000.000,00 |
|
|
|
|
- |
Yang dibayarkan kepada PKP
Rekanan (Rp. 11.000.000,00-Rp. 1.000.000,00) |
Rp. 10.000.000,00 |
|
|
2. |
PPn BM |
||||
|
|
a. |
Dalam hal penyerahan BKP yang
tergolong mewah, maka disamping terutang PPN juga terutang PPn BM. |
|||
|
|
b. |
PPN yang harus dipungut
adalah : 10% X Harga Jual |
|||
|
|
c. |
PPn BM yang harus dipungut adalah : Tarif PPn BM X Harga Jual |
|||
|
|
d. |
Contoh: Dalam hal terutang PPn BM
sebesar 20%, maka jumlah PPN dan PPn BM yang dipungut adalah : |
|||
|
|
|
- |
Harga jual |
Rp. 10.000.000,00 |
|
|
|
|
- |
Jumlah PPN yang dipungut : (10% x Rp 10.000.000,00) |
Rp. 1.000.000,00 |
|
|
|
|
- |
Jumlah PPn BM yang dipungut : (20% x Rp 10.000.000,00) |
Rp. 2.000.000,00 |
|
|
|
|
- |
Jumlah yang dibayarkan kepada PKP Rekanan |
Rp. 10.000.000,00 |
|
J. |
Pelaporan |
|||
|
1. |
Pemungut PPN wajib melaporkan
PPN dan PPn BM yang dipungut dan disetor kepada KPP dimana pemungut PPN
tersebut terdaftar. |
||
|
|
a. |
Laporan tersebut dilakukan
dengan menggunakan SPT Masa Bagi Pemungut PPN (Formulir 1101 PUT) sebagaimana
dimaksud dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-511/PJ./2001
tentang Bentuk dan Isi SPT Masa Bagi Pemungut PPN, Keterangan dan Dokumen
yang Harus Dilampirkan, serta Buku Petunjuk Pengisiannya. |
|
|
|
b. |
Laporan tersebut dibuat dalam
rangkap 2 (dua) dengan peruntukkan masing-masing adalah sebagai berikut: |
|
|
|
|
- |
lembar ke-1 untuk KPP dengan dilampiri Faktur
Pajak lembar ke-3 |
|
|
|
- |
lembar ke-2 untuk arsip
Badan-badan tertentu |
|
|
c. |
Laporan disampaikan paling
lambat pada hari ke 20 (dua puluh) setelah bulan dilakukan pembayaran
tagihan. |
|
|
|
d. |
Dalam hal hari ke 20 (dua
puluh) jatuh pada hari libur, maka laporan disampaikan paling lambat satu
hari sebelumnya. |
|
|
2. |
PKP Rekanan Penyerahan kepada Badan-badan Tertentu
dilaporkan oleh PKP Rekanan dalam SPT pada Masa Pajak diterimanya pembayaran
dari Badan-badan Tertentu. |
||
|
3. |
Pemungut PPN sebagai PKP |
||
|
|
a. |
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud
dalam huruf G merupakan bukti Pajak Masukan. |
|
|
|
b. |
Sepanjang memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18
Tahun 2000, Pajak Masukan tersebut dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada
Masa Pajak terjadinya pembayaran. |
|
|
|
c. |
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak terjadinya
penagihan, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3
(tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak terjadinya pembayaran sepanjang
belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. |
K. |
Sanksi Pemungut PPN, termasuk dalam
pengertian Wajib Pajak dan Penanggung Pajak sesuai Pasal 1 angka 1 dan angka 25
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara
Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16
Tahun 2000, maka kepadanya dapat diterbitkan Surat Tagihan Pajak dan atau
Surat Ketetapan Pajak. |