Lampiran I
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Nomor : SE -55 /PJ./2007
Tanggal : 01 November 2007


PROSEDUR PENYELESAIAN PENGURANGAN PBB TERUTANG


Gambaran Umum :
Prosedur operasi ini merupakan pedoman penyelesaian atas permohonan dari Wajib Pajak untuk mengajukan pengurangan atas PBB yang terutang.

Dasar Hukum :
  1. Pasal 19 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 PBB sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.
  2. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 362/KMK.04/1999 tanggal 5 Juli 1999 tentang Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan.
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 55/PMK.01/2007.
  4. KEP Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 10/PJ.6/1999 tanggal 4 Oktober 1999 tentang Tatacara Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan.
  5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER - 149/PJ/2007 tanggal 9 Oktober 2007 tentang Pelaksanaan Pengurangan PBB dan BPHTB Dalam Wilayah Kerja Kanwil DJP Yang Telah Menerapkan Struktur Organisasi dan Tata Kerja sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 55/PMK.01/2007 selain Kanwil DJP Wajib Pajak Besar dan Kanwil DJP Jakarta Khusus.

Prosedur Kerja Penyelesaian Permohonan Pengurangan atas PBB Terhutang :
  1. Wajib Pajak mengajukan permohonan atas pengurangan PBB secara tertulis ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama.
  2. Petugas Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) menerbitkan Bukti Penerimaan Surat (BPS) dan meneruskan permohonan kepada Pelaksana Seksi Pelayanan.
  3. Pelaksana Seksi Pelayanan merekam Permohonan Wajib Pajak dan meneruskan kepada Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi.
  4. Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi meneliti dan membuat penugasan kepada Account Representative (AR).
  5. AR meneliti pemenuhan persyaratan formal permohonan Wajib Pajak.
  6. Jika permohonan Wajib Pajak memenuhi syarat formal, AR meneliti apakah keputusan atas permohonan pengurangan PBB adalah wewenang KPP Pratama atau tidak.
  7. Jika keputusan atas permohonan Wajib Pajak atas pengurangan PBB merupakan wewenang KPP Pratama, maka AR membuat uraian penelitian dan konsep surat keputusan berdasarkan hasil penelitian lapangan.
  8. Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi meneliti dan menyetujui konsep surat keputusan, kemudian meneruskan kepada Kepala Kantor.
  9. Kepala Kantor meneliti, menyetujui dan menandatangani konsep surat keputusan.
  10. Surat Keputusan atas permohonan Wajib Pajak atas pengurangan PBB dikirim ke Wajib Pajak.
  11. Jika keputusan atas permohonan Wajib Pajak atas pengurangan PBB bukan wewenang KPP Pratama, AR membuat konsep surat pengantar ke Kanwil DJP.
  12. Pelaksana Seksi Pelayanan mencetak surat pengantar ke Kanwil DJP, kemudian menyerahkan kepada Kepala Kantor.
  13. Kepala Kantor meneliti, menyetujui, dan menandatangani konsep surat pengantar.
  14. Surat Pengantar dan berkas permohonan Wajib Pajak atas pengurangan PBB dikirim ke Kanwil DJP.
  15. Jika permohonan Wajib Pajak tidak memenuhi syarat formal, Ar membuat konsep surat pemberitahuan tidak dapat diproses, dan menyerahkan konsep surat kepada Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi.
  16. Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi meneliti dan menyetujui konsep surat pemberitahuan tidak dapat diproses.
  17. Kepala Kantor meneliti, menyetujui, dan menandatangani surat pemberitahuan tidak dapat diproses.
  18. Surat Pemberitahuan tidak dapat diproses dikirim kepada Wajib Pajak.

Dalam hal kewenangan pemberian keputusan pengurangan berada pada Kepala Kantor Wilayah :
  1. Setelah surat pengantar dan permohonan pengurangan PBB diterima oleh Kepala Kanwil, Kepala Kanwil membuat disposisi kepada Kabid PKB untuk memproses permohonan pengurangan PBB.
  2. Kabid PKB membuat disposisi kepada Kasi PKB IV.
  3. Kasi PKB IV membuat disposisi kepada Penelaah Keberatan.
  4. Penelaah Keberatan membuat konsep uraian penelitian berdasarkan hasil penelitian lapangan, dan menyerahkan konsep dimaksud kepada Kasi PKB IV.
  5. Kasi PKB IV meneliti, menyetujui dan meneruskan kepada Kabid PKB.
  6. Kabid PKB meneliti, menyetujui dan meneruskan kepada Kepala Kanwil.
  7. Kepala Kanwil memberi persetujuan dan menandatangani Surat Keputusan atas permohonan pengurangan PBB.
  8. Surat Keputusan dikirim ke Wajib Pajak.
    Waktu Penyelesaian :
    Maksimal 3 (tiga) bulan sesuai Keputusan Menteri Keuangan. Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 37/PJ./2007 tanggal 14 Agustus 2007 tentang Program Layanan Unggulan Direktorat Jenderal Pajak, jangka waktu penyelesaian menjadi 2 (dua) bulan sejak surat permohonan diterima lengkap.

Bagan Arus (Flow Chart) :

Bagan Arus I



Bagan Arus II












Lampiran 2
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Nomor : SE -55 /PJ./2007
Tanggal : 01 November 2007


Prosedur Penyelesaian Pengurangan PBB Sehubungan Dengan Bencana Alam Gempa
Bumi di Provinsi Yogyakarta dan Sebagian Provinsi Jawa Tengah serta Gempa Bumi
dan Tsunami di Pesisir Pantai Selatan Pulau Jawa


Gambaran Umum :
Prosedur operasi ini merupakan tata cara penanganan permohonan dari Wajib Pajak untuk mengajukan pengurangan atas PBB yang terutang sehubungan dengan bencana alam gempa bumi di Provinsi DI Yogyakarta dan sebagian Provinsi Jawa Tengah serta gempa bumi dan tsunami di pesisir pantai selatan Pulau Jawa yang berlaku :
  1. Sejak 13 Oktober 2006 sampai dengan 26 Mei 2009 untuk gempa bumi yang terjadi di Provinsi DI Yogyakarta dan sebagian Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 27 Mei 2006;
  2. Sejak 13 Oktober 2006 sampai dengan 16 Juli 2009 untuk gempa bumi dan tsunami yang terjadi di pesisir pantai selatan pulau jawa pada tanggal 17 Juli 2006.

Dasar Hukum :
  1. Pasal 19 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 PBB sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.
  2. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 362/KMK.04/1999 tanggal 5 Juli 1999 tentang Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan.
  3. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 92/PMK.03/2006 tanggal 13 Oktober 2006 tentang Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan sehubungan dengan Bencana Alam Gempa Bumi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebagian Provinsi Jawa Tengah serta Gempa Bumi dan Tsunami di Pesisir Pantai Selatan Pulau Jawa.
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 55/PMK.01/2007.
  5. KEP Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 10/PJ.6/1999 tanggal 4 Oktober 1999 tentang Tatacara Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan.
  6. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER - 149/PJ/2007 tanggal 9 Oktober 2007 tentang Pelaksanaan Pengurangan PBB dan BPHTB Dalam Wilayah Kerja Kanwil DJP Yang Telah Menerapkan Struktur Organisasi dan Tata Kerja sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 55/PMK.01/2007 selain Kanwil DJP Wajib Pajak Besar dan Kanwil DJP Jakarta Khusus.

Prosedur Kerja Penyelesaian Pengurangan PBB Sehubungan Dengan Bencana Alam Gempa Bumi di Provinsi Yogyakarta dan sebagian Provinsi Jawa Tengah serta Gempa Bumi dan Tsunami di Pesisir Pantai Selatan Pulau Jawa :
  1. Wajib Pajak mengajukan permohonan atas pengurangan PBB secara tertulis ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama.
  2. Petugas Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) menerbitkan Bukti Penerimaan Surat (BPS) dan meneruskan permohonan kepada Pelaksana Seksi Pelayanan.
  3. Pelaksana Seksi Pelayanan merekam Permohonan Wajib Pajak dan meneruskan kepada Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi.
  4. Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi meneliti dan membuat penugasan kepada Account Representative (AR).
  5. AR meneliti pemenuhan persyaratan formal permohonan Wajib Pajak.
  6. Jika permohonan Wajib Pajak memenuhi syarat formal, AR meneliti apakah keputusan atas permohonan pengurangan PBB adalah wewenang KPP Pratama atau tidak.
  7. Jika keputusan atas permohonan Wajib Pajak atas pengurangan PBB merupakan wewenang KPP Pratama, maka AR membuat uraian penelitian dan konsep surat keputusan berdasarkan hasil penelitian lapangan.
  8. Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi meneliti dan menyetujui konsep surat keputusan, kemudian meneruskan kepada Kepala Kantor.
  9. Kepala Kantor meneliti, menyetujui dan menandatangani konsep surat keputusan.
  10. Surat Keputusan atas permohonan Wajib Pajak atas pengurangan PBB dikirim ke Wajib Pajak.
  11. Jika keputusan atas permohonan Wajib Pajak atas pengurangan PBB bukan wewenang KPP Pratama, AR membuat konsep surat pengantar ke  Kepala Kanwil DJP atau Direktur Jenderal Pajak.
  12. Pelaksana Seksi Pelayanan mencetak surat pengantar ke Kepala Kanwil DJP atau Direktur Jenderal Pajak, kemudian menyerahkan kepada Kepala Kantor.
  13. Kepala Kantor meneliti, menyetujui, dan menandatangani konsep surat pengantar.
  14. Surat Pengantar dan berkas permohonan Wajib Pajak atas pengurangan PBB dikirim ke Kepala Kanwil DJP atau Direktur Jenderal Pajak dengan tembusan Kepala Kanwil DJP.
  15. Jika permohonan Wajib Pajak tidak memenuhi syarat formal, Ar membuat konsep surat pemberitahuan tidak dapat diproses, dan menyerahkan konsep surat kepada Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi.
  16. Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi meneliti dan menyetujui konsep surat pemberitahuan tidak dapat diproses.
  17. Kepala Kantor meneliti, menyetujui, dan menandatangani surat pemberitahuan tidak dapat diproses.
  18. Surat Pemberitahuan tidak dapat diproses dikirim kepada Wajib Pajak.

Dalam hal kewenangan pemberian keputusan pengurangan berada pada Kepala Kantor Wilayah :
  1. Setelah surat pengantar dan permohonan pengurangan PBB diterima oleh Kepala Kanwil, Kepala Kanwil membuat disposisi kepada Kabid PKB untuk memproses permohonan pengurangan PBB.
  2. Kabid PKB membuat disposisi kepada Kasi PKB IV.
  3. Kasi PKB IV membuat disposisi kepada Penelaah Keberatan.
  4. Penelaah Keberatan membuat konsep uraian penelitian berdasarkan hasil penelitian lapangan, dan menyerahkan konsep dimaksud kepada Kasi PKB IV.
  5. Kasi PKB IV meneliti, menyetujui dan meneruskan kepada Kabid PKB.
  6. Kabid PKB meneliti, menyetujui dan meneruskan kepada Kepala Kanwil.
  7. Kepala Kanwil memberi persetujuan dan menandatangani Surat Keputusan atas permohonan pengurangan PBB.
  8. Surat Keputusan dikirim ke Wajib Pajak.

Dalam hal kewenangan pemberian keputusan pengurangan berada pada Direktur Jenderal :
  1. Pelaksana TPT Kantor Pusat DJP menerima Berkas Permohonan, membuat registrasi dan menyampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak.
  2. Direktur Jenderal meneliti dan membuat penugasan kepada Direktur Keberatan dan Banding.
  3. Direktur Keberatan dan Banding meneliti dan membuat penugasan kepada Kasubdit Pengurangan dan Keberatan.
  4. Kasubdit Pengurangan dan Keberatan meneliti dan membuat penugasan kepada Kepala Seksi Pengurangan dan Keberatan.
  5. Kepala Seksi Pengurangan dan Keberatan meneliti dan membuat penugasan kepada Penelaah Keberatan.
  6. Penelaah Keberatan membuat konsep SK Pengurangan berdasarkan hasil penelitian lapangan.
  7. Kepala Seksi Pengurangan dan Keberatan meneliti dan memberikan persetujuan serta meneruskan kepada Kasubdit Pengurangan dan Keberatan. Dalam hal Kepala Seksi tidak menyetujui Penelaah memperbaiki konsep tersebut.
  8. Kasubdit Pengurangan dan Keberatan meneliti dan memberikan persetujuan serta meneruskan kepada Direktur Keberatan dan Banding. Dalam hal Direktur tidak menyetujui, Penelaah memperbaiki konsep tersebut.
  9. Direktur Keberatan dan Banding meneliti dan memberikan persetujuan serta meneruskan kepada Direktur Jenderal Pajak. Dalam hal Direktur Keberatan dan Banding tidak menyetujui, Penelaah memperbaiki konsep tersebut.
  10. Direktur Jenderal meneliti dan memberikan persetujuan serta menandatangani SK Pengurangan atas nama Menteri Keuangan. Dalam hal Direktur Jenderal tidak menyetujui, Penelaah memperbaiki konsep tersebut.
  11. Wajib Pajak menerima Surat Keputusan (SK) melalui Tempat Pelayanan Terpadu.
    Jangka Waktu Penyelesaian :
    KPP Pratama dan Kantor Wilayah: selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak tanggal tanda terima/tanggal stempel pos surat permohonan secara lengkap
    Direktur Jenderal: selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal tanda terima/tanggal stempel pos surat permohonan secara lengkap

Bagan Arus (Flow Chart) :

Bagan Arus I



Bagan Arus II



Bagan Arus III










Lampiran 3
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Nomor : SE -55 /PJ./2007
Tanggal : 01 November 2007


PROSEDUR PENYELESAIAN PENGURANGAN BPHTB TERUTANG


Gambaran Umum :
Prosedur operasi ini merupakan pedoman penyelesaian permohonan Wajib Pajak atas pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Dasar Hukum :
  1. Pasal 20 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000.
  2. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 561/KMK.03/2004 tanggal 25 November 2004 tentang Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
  3. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 104/PMK.01/2005 tanggal 28 Oktober 2005 tentang Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
  4. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 91/PMK.03/2005 tanggal 13 Oktober 2006 tentang Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 561/KMK.03/2004  Tentang Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 55/PMK.01/2007.
  6. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: 16/PJ/2005 tanggal 19 Januari 2005 tentang Tata Cara Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
  7. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 158/PJ/2006 tanggal 31 Oktober 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 16/PJ/2005 tentang Tata Cara Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
  8. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER - 149/PJ/2007 tanggal 9 Oktober 2007 tentang Pelaksanaan Pengurangan PBB dan BPHTB Dalam Wilayah Kerja Kanwil DJP Yang Telah Menerapkan Struktur Organisasi dan Tata Kerja sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 55/PMK.01/2007 selain Kanwil DJP Wajib Pajak Besar dan Kanwil DJP Jakarta Khusus.

Prosedur Kerja Penyelesaian Permohonan Pengurangan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan :
  1. Wajib Pajak mengajukan permohonan atas pengurangan BPHTB secara tertulis ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama.
  2. Petugas Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) menerbitkan Bukti Penerimaan Surat (BPS) dan meneruskan permohonan kepada Pelaksana Kepala Seksi Pelayanan Pengawasan dan Konsultasi.
  3. Pelaksana Seksi Pelayanan merekam Permohonan Wajib Pajak dan meneruskan kepada Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi.
  4. Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi meneliti dan membuat penugasan kepada Account Representative (AR).
  5. AR meneliti pemenuhan persyaratan formal permohonan Wajib Pajak.
  6. Jika permohonan Wajib Pajak memenuhi syarat formal, AR meneliti apakah keputusan atas permohonan pengurangan BPHTB adalah wewenang KPP Pratama atau tidak.
  7. Jika keputusan atas permohonan Wajib Pajak atas pengurangan BPHTB merupakan wewenang KPP Pratama, maka AR membuat uraian penelitian dan konsep surat keputusan berdasarkan hasil penelitian lapangan.
  8. Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi meneliti dan menyetujui konsep surat keputusan, kemudian meneruskan kepada Kepala Kantor.
  9. Kepala Kantor meneliti, menyetujui dan menandatangani konsep surat keputusan.
  10. Surat Keputusan atas permohonan Wajib Pajak atas pengurangan BPHTB dikirim kepada Wajib Pajak.
  11. Jika keputusan atas permohonan Wajib Pajak atas pengurangan BPHTB bukan wewenang KPP Pratama, AR membuat konsep surat pengantar ke  Kakanwil DJP atau Direktur Jenderal Pajak.
  12. Pelaksana Seksi Pelayanan mencetak surat pengantar ke Kakanwil DJP dan Direktur Jenderal Pajak, kemudian menyerahkan kepada Kepala Kantor.
  13. Kepala Kantor meneliti, menyetujui, dan menandatangani konsep surat pengantar.
  14. Surat Pengantar dan berkas permohonan Wajib Pajak atas pengurangan BPHTB dikirim ke Kakanwil DJP atau Direktur Jenderal Pajak dengan tembusan Kakanwil DJP.
  15. Jika permohonan Wajib Pajak tidak memenuhi syarat formal, Ar membuat konsep surat pemberitahuan tidak dapat diproses, dan menyerahkan konsep surat kepada Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi.
  16. Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi meneliti dan menyetujui konsep surat pemberitahuan tidak dapat diproses.
  17. Kepala Kantor meneliti, menyetujui, dan menandatangani surat pemberitahuan tidak dapat diproses.
  18. Surat Pemberitahuan tidak dapat diproses dikirim kepada Wajib Pajak.

Dalam hal kewenangan pemberian keputusan pengurangan berada pada Kepala Kantor Wilayah :
  1. Setelah surat pengantar dan permohonan pengurangan BPHTB diterima oleh Kepala Kanwil, Kepala Kanwil membuat disposisi kepada Kabid PKB untuk memproses permohonan pengurangan BPHTB.
  2. Kabid PKB membuat disposisi kepada Kasi PKB IV.
  3. Kasi PKB IV membuat disposisi kepada Penelaah Keberatan.
  4. Penelaah Keberatan membuat konsep uraian penelitian berdasarkan hasil penelitian lapangan, dan menyerahkan konsep dimaksud kepada Kasi PKB IV.
  5. Kasi PKB IV meneliti, menyetujui dan meneruskan kepada Kabid PKB.
  6. Kabid PKB meneliti, menyetujui dan meneruskan kepada Kepala Kanwil.
  7. Kepala Kanwil memberi persetujuan dan menandatangani Surat Keputusan atas permohonan pengurangan BPHTB.
  8. Surat Keputusan dikirim kepada Wajib Pajak.

Dalam hal kewenangan pemberian keputusan pengurangan berada pada Direktur Jenderal :
  1. Pelaksana TPT Kantor Pusat DJP menerima Berkas Permohonan, membuat registrasi dan meneruskan kepada Direktur Jenderal Pajak.
  2. Direktur Jenderal meneliti dan membuat penugasan kepada Direktur Keberatan dan Banding.
  3. Direktur Keberatan dan Banding meneliti dan membuat penugasan kepada Kasubdit Pengurangan dan Keberatan.
  4. Kasubdit Pengurangan dan Keberatan meneliti dan membuat penugasan kepada Kepala Seksi Pengurangan dan Keberatan.
  5. Kepala Seksi Pengurangan dan Keberatan meneliti dan membuat penugasan kepada Penelaah Keberatan.
  6. Penelaah Keberatan membuat konsep SK Pengurangan berdasarkan hasil penelitian lapangan.
  7. Kepala Seksi Pengurangan dan Keberatan meneliti dan memberikan persetujuan serta meneruskan kepada Kasubdit Pengurangan dan Keberatan. Dalam hal Kepala Seksi tidak menyetujui Penelaah Keberatan memperbaiki konsep tersebut.
  8. Kasubdit Pengurangan dan Keberatan meneliti dan memberikan persetujuan serta meneruskan kepada Direktur Keberatan dan Banding. Dalam hal Direktur tidak menyetujui, Penelaah Keberatan memperbaiki konsep tersebut.
  9. Direktur Keberatan dan Banding meneliti dan memberikan persetujuan serta meneruskan kepada Direktur Jenderal Pajak. Dalam hal Direktur Keberatan dan Banding tidak menyetujui, Penelaah Keberatan memperbaiki konsep tersebut.
  10. Direktur Jenderal meneliti dan memberikan persetujuan serta menandatangani SK Pengurangan atas nama Menteri Keuangan. Dalam hal Direktur Jenderal tidak menyetujui, Penelaah Keberatan memperbaiki konsep tersebut.
  11. Wajib Pajak menerima Surat Keputusan (SK) melalui Tempat Pelayanan Terpadu.
    Jangka Waktu Penyelesaian :
    1) KPPBB/KPP Pratama dan Kanwil DJP : 3 (tiga) bulan sejak surat permohonan diterima lengkap.
    2) Direktur Jenderal Pajak : 6 (enam) bulan sejak surat permohonan diterima lengkap.

Bagan Arus (Flow Chart) :

Bagan Arus I



Bagan Arus II



Bagan Arus III