- DEFINISI
- Standar Investasi Tanaman yang selanjutnya disebut SIT adalah
jumlah biaya tenaga kerja, bahan dan alat yang diinvestasikan untuk
pembukaan lahan, penanaman, dan pemeliharaan tanaman tanaman berumur
panjang.
- Tanaman Berumur Panjang adalah tanaman yang berumur lebih dari
satu tahun dan pemungutan hasilnya dilakukan lebih dari satu kali dan
tidak dibongkar sekali panen.
- Tanaman Berumur Pendek adalah tanaman yang berumur sampai
dengan satu tahun dan pemungutan hasilnya dilakukan satu kali dan
dibongkar sekali panen.
- Tanaman Belum Menghasilkan yang selanjutnya disebut TBM adalah
tanaman pada fase belum menghasilkan yang dimulai dari umur tanaman 1
(satu) tahun (TBM1) dan seterusnya sampai dengan tahun terakhir
tanaman tersebut belum menghasilkan (TBMn), yang rentang fasenya
tergantung masing-masing jenis tanaman.
- Tanaman Menghasilkan yang selanjutnya disebut TM adalah tanaman
pada fase menghasilkan yang dimulai dari tahun pertama tanaman
menghasilkan (TM1) sampai dengan tahun terakhir tanaman tersebut
menghasilkan (TMn), yang rentang fasenya tergantung masing-masing jenis
tanaman.
- Satuan Biaya Tanaman yang selanjutnya disebut SBT adalah satuan
biaya yang diinvestasikan tiap tahun berdasarkan umur dan jenis tanaman.
- Satuan Biaya Pembangunan Kebun yang selanjutnya disebut SBPK
adalah satuan biaya tahunan per kegiatan yang meliputi kegiatan
pembukaan lahan dan penanaman yang selanjutnya disebut P0, pemeliharaan
tahun pertama yang selanjutnya disebut P1, dan seterusnya sampai
pemeliharaan tahun terakhir sebelum tanaman tersebut menghasilkan (Pn)
untuk setiap hektar perluasan kebun di suatu wilayah, yang diterbitkan
oleh Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian.
- Indeks Biaya Tanaman yang selanjutnya disebut IBT adalah angka yang digunakan sebagai dasar penentuan SBT untuk fase TM.
- PENGHITUNGAN SIT UNTUK TANAMAN BERUMUR PANJANG
- Penghitungan SIT
a. |
SIT pada fase TBM ditetapkan sebagai berikut:
1) |
SIT pada fase TBM1 merupakan SBT pada fase TBM1; |
2) |
SIT pada fase TBM2 merupakan penjumlahan dari SIT pada fase TBM1 sebagaimana dimaksud pada huruf a dengan SBT pada fase TBM2; |
3) |
SIT pada fase TBMn merupakan penjumlahan dari SIT pada fase TBMn-1 dengan SBT pada fase TBMn. |
|
b. |
SIT pada suatu tahun dalam fase TM ditetapkan sebesar SIT pada fase TBM
terakhir (TBMn) ditambah dengan SBT pada fase TM tahun tersebut. |
c. |
Rincian fase TBM dan TM sesuai umur tanaman masing-masing jenis tanaman
sebagaimana ditetapkan pada Lampiran II A Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak ini. |
d. |
Apabila terdapat tanaman yang berumur lebih dari umur maksimal tanaman
sebagaimana ditetapkan pada Lampiran II A Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak ini SIT tanaman pada umur tersebut ditetapkan sama
dengan SIT pada fase TM terakhir (TMn). |
e. |
Apabila di wilayah kerja Saudara terdapat jenis tanaman yang tidak
tercantum dalam Rincian fase TBM dan TM sesuai umur tanaman sebagaimana
ditetapkan pada Lampiran II A Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini,
maka fase TBM dan TM jenis tanaman tersebut agar diupayakan untuk
diperoleh pada dinas terkait di wilayah setempat. |
- Penghitungan SBT
a. |
SBT pada fase TBM
1) |
SBT pada fase TBM1 adalah sebesar 71% (tujuh puluh satu persen) dari SBPK untuk kegiatan P0 dan kegiatan P1. |
2) |
SBT pada fase TBM2 adalah sebesar 71% (tujuh puluh satu persen) dari SBPK untuk kegiatan P2, dan seterusnya. |
3) |
SBPK sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan angka 2) adalah SBPK untuk tahun sebelum Tahun Pajak berjalan. |
4) |
Dalam hal SBPK sebagaimana dimaksud pada angka 3) tidak diterbitkan,
maka SBT pada fase TBM Tahun Pajak berjalan ditentukan berdasarkan
penyesuaian SBT pada fase TBM Tahun Pajak sebelumnya dengan tingkat
diskonto 10% (sepuluh persen). |
|
b. |
SBT pada fase TM
SBT pada fase TM ditetapkan sebesar SBT pada fase TBM terakhir (TBMn) dikalikan dengan IBT pada fase TM tersebut. |
- Besarnya IBT
IBT ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II B Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
|
- PENGHITUNGAN SIT UNTUK TANAMAN BERUMUR PENDEK
1. |
Mengingat Tanaman Berumur Pendek berumur kurang dari 1 tahun, maka SIT
ditentukan sebesar biaya pengolahan tanah, penanaman, dan pemeliharaan
untuk tanaman tersebut. |
2. |
Penentuan Sektor Perkebunan untuk tanaman berumur pendek didasarkan
pada keadaan objek pajak yang digunakan untuk mengusahakan jenis
tanaman berumur pendek yang sama secara terus menerus dalam kurun waktu
lebih dari 5 tahun.
|
-
LAIN-LAIN
1. |
SBT pada fase TBM dihitung berdasarkan SBPK yang diterbitkan oleh
Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian yang dikelompokkan
menjadi 6 (enam) wilayah, yaitu:
a. |
Wilayah I |
: |
Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Bali; |
b. |
Wilayah II |
: |
Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Lampung, Sumatera Barat, Bangka Belitung; |
c. |
Wilayah III |
: |
Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kepulauan Riau; |
d. |
Wilayah IV |
: |
Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur; |
e. |
Wilayah V |
: |
Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,
Gorontalo, Sulawesi Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur; |
f. |
Wilayah VI |
: |
Maluku, Maluku Utara, Papua, Irian Jaya Barat. |
|
2. |
Untuk penghitungan SIT Tahun Pajak 2009, disampaikan SBPK beberapa
jenis tanaman sebagaimana pada Lampiran II C Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak ini. |
3. |
Dalam hal SBPK pada tahun sebelum Tahun Pajak berjalan tidak
diterbitkan, SBT pada fase TBM Tahun Pajak berjalan ditentukan
berdasarkan penyesuaian SBT pada fase TBM Tahun Pajak sebelumnya dengan
tingkat diskonto 10% (sepuluh persen), dengan formula sebagai berikut:
dimana :
SBTt = SBT Tahun Pajak berjalan;
SBTt-1 = SBT Tahun Pajak sebelumnya;
i = tingkat diskonto yang ditetapkan sebesar10%. |
4. |
Formula sebagaimana pada angka 3 hanya digunakan untuk penyesuaian SBT
pada fase TBM, sedangkan SBT pada fase TM dihitung berdasarkaan IBT. |
5. |
Contoh penyesuaian SBT pada fase TBM Tahun 2010 berdasarkan SBT pada
fase TBM Tahun 2009 dan penyesuaian SBT pada fase TBM Tahun 2011
berdasarkan SBT pada fase TBM Tahun 2010 adalah sebagaimana Lampiran II
D Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini. |
6. |
Apabila di wilayah kerja Saudara terdapat tanaman yang SBPK-nya belum
tercantum dalam Lampiran II D Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini,
maka SBPK tanaman dimaksud agar diupayakan untuk diperoleh pada dinas
terkait di wilayah setempat. |
7. |
Contoh perhitungan SIT Kelapa Sawit tahun 2009 sebagaimana pada Lampiran II E Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini. |
|
LAMPIRAN
IIA |
|
SURAT
EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK |
|
NOMOR |
: |
SE - 81/PJ/2008 |
|
TENTANG |
: |
PETUNJUK PELAKSANAAN
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-50/PJ/2008 TENTANG
PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERKEBUNAN |
|
LAMPIRAN
IIB |
|
SURAT
EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK |
|
NOMOR |
: |
SE - 81/PJ/2008 |
|
TENTANG |
: |
PETUNJUK PELAKSANAAN
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-50/PJ/2008 TENTANG
PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERKEBUNAN |
BESARNYA INDEKS BIAYA TANAMAN (IBT)
UNTUK PENENTUAN SATUAN BIAYA TANAMAN (SBT)
TANAMAN BERUMUR PANJANG
|
LAMPIRAN
IIC |
|
SURAT
EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK |
|
NOMOR |
: |
SE - 81/PJ/2008 |
|
TENTANG |
: |
PETUNJUK PELAKSANAAN
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-50/PJ/2008 TENTANG
PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERKEBUNAN |
SATUAN BIAYA PEMBANGUNAN KEBUN (SPBK) TAHUN 2008
SATUAN BIAYA PEMBANGUNAN KEBUN (SPBK) TAHUN 2008
|
LAMPIRAN
IID |
|
SURAT
EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK |
|
NOMOR |
: |
SE - 81/PJ/2008 |
|
TENTANG |
: |
PETUNJUK PELAKSANAAN
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-50/PJ/2008 TENTANG
PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERKEBUNAN |
CONTOH PENYESUAIAN SBT TAHUN 2010 BERDASARKAN SBT TAHUN 2009
(UNTUK TAHUN PAJAK 2010)
WILAYAH III
(Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan,
Kepulauan Riau)
Tingkat diskonto per tahun ( i ) sebesar 10%
FASE |
KEGIATAN |
SBT
TAHUN 2010 |
SBT
TAHUN 2011 |
TBM1 |
P0 |
Pembukaan Lahan dan Penanaman |
Rp 9.775.280 |
Rp 10.752.808 |
P1 |
Pemeliharaan tahun pertama |
Rp 5.644.500 |
Rp 6.208.950 |
TBM2 |
P2 |
Pemeliharaan tahun kedua |
Rp 5.458.480 |
Rp 6.004.328 |
TBM3 |
P3 |
Pemeliharaan tahun ketiga |
Rp 5.939.150 |
Rp 6.533.065 |
Perhitungan :
SBT P0 Tahun 2010 = (SBT P0 Tahun 2009) x ( 1 + 0,10 ) = Rp 9.775.280 x 1,10 = Rp 10.752.808
SBT P1 Tahun 2010 = (SBT P1 Tahun 2009) x ( 1 + 0,10 ) = Rp 5.644.500 x 1,10 = Rp 6.208.950
SBT P2 Tahun 2010 = (SBT P2 Tahun 2009) x ( 1 + 0,10 ) = Rp5.458.480. x 1,10 = Rp 6.004.328
SBT P3 Tahun 2010 = (SBT P3 Tahun 2009) x ( 1 + 0,10 ) = Rp 5.939.150 x 1,10 = Rp 6.533.065
CONTOH PENYESUAIAN SBT TAHUN 2011 BERDASARKAN SBT TAHUN 2010
(UNTUK TAHUN PAJAK 2011)
WILAYAH III
(Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan,
Kepulauan Riau)
Tingkat diskonto per tahun ( i ) sebesar 10%
FASE |
KEGIATAN |
SBT
TAHUN 2010 |
SBT
TAHUN 2011 |
TBM1 |
P0 |
Pembukaan Lahan dan Penanaman |
Rp. 10.752.808 |
Rp 11.828.089 |
P1 |
Pemeliharaan tahun pertama |
Rp. 6.208.950 |
Rp 6.829.845 |
TBM2 |
P2 |
Pemeliharaan tahun kedua |
Rp. 6.004.328 |
Rp 6.604.761 |
TBM3 |
P3 |
Pemeliharaan tahun ketiga |
Rp. 6.533.065 |
Rp 7.186.372 |
Perhitungan :
SBT P0 Tahun 2011 = (SBT P0 Tahun 2010) x ( 1 + 0,10 ) = Rp 10.752.808 x 1,10 = Rp 11.828.089
SBT P1 Tahun 2011 = (SBT P1 Tahun 2010) x ( 1 + 0,10 ) = Rp 6.208.950 x 1,10 = Rp 6.829.845
SBT P2 Tahun 2011 = (SBT P2 Tahun 2010) x ( 1 + 0,10 ) = Rp 6.004.328 x 1,10 = Rp 6.604.761
SBT P3 Tahun 2011 = (SBT P3 Tahun 2010) x ( 1 + 0,10 ) = Rp 6.533.065 x 1,10 = Rp 7.186.372
Catatan :
Apabila SBPK pada tahun sebelum Tahun Pajak berjalan diterbitkan oleh
Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian, maka perhitungan
SBT pada fase TBM Tahun Pajak berjalan berdasarkan SBPK tersebut.
|
LAMPIRAN
IIE |
|
SURAT
EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK |
|
NOMOR |
: |
SE - 81/PJ/2008 |
|
TENTANG |
: |
PETUNJUK PELAKSANAAN
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-50/PJ/2008 TENTANG
PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERKEBUNAN |
CONTOH PERHITUNGAN STANDAR BIAYA INVESTASI TANAMAN (SIT)
KELAPA SAWIT TAHUN 2009
WILAYAH III
(Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan,
Kepulauan Riau)
PENJELASAN CONTOH PERHITUNGAN SIT KELAPA SAWIT TAHUN 2009
WILAYAH III
(NAD, Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kepulauan Riau)
|
LAMPIRAN
III |
|
SURAT
EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK |
|
NOMOR |
: |
SE - 81/PJ/2008 |
|
TENTANG |
: |
PETUNJUK PELAKSANAAN
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-50/PJ/2008 TENTANG
PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERKEBUNAN |
PROSEDUR PEMBENTUKAN BASIS DATA OBJEK PAJAK PBB
SEKTOR PERKEBUNAN
- Gambaran Umum
Prosedur operasi ini menguraikan tata cara Pembentukan Basis Data Objek Pajak PBB Sektor Perkebunan. |
- Prosedur Kerja Pembentukan Basis Data Objek Pajak PBB Sektor Perkebunan
- Kepala KPP Pratama memerintahkan Kepala Seksi Pengawasan dan
Konsultasi untuk melaksanakan penyampaian Surat Pemberitahuan
Objek Pajak (SPOP) dan Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak
(LSPOP).
-
Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi meneruskan perintah kepada Account Representative (AR).
-
AR membuat konsep Surat Penyampaian SPOP dan LSPOP.
- Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi meneliti, memaraf konsep
Surat Penyampaian SPOP dan LSPOP dan menyampaikan kepada Kepala
KPP Pratama.
- Kepala KPP Pratama menyetujui dan menandatangani Surat
Penyampaian SPOP dan LSPOP serta mengembalikan ke Seksi Pengawasan
dan Konsultasi.
-
AR menyampaikan Surat Penyampaian SPOP dan LSPOP kepada Wajib Pajak.
-
Wajib Pajak mengisi SPOP dan LSPOP dan menyerahkan kembali ke KPP Pratama.
- Setelah menerima SPOP dan LSPOP yang telah diisi oleh Wajib
Pajak, Kepala KPP Pratama memerintahkan Kepala Seksi
Ekstensifikasi Perpajakan untuk meneliti SPOP dan LSPOP.
-
Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan meneliti dan memberikan usulan tindak lanjut kepada Kepala KPP Pratama.
- Kepala KPP Pratama meneliti dan mempelajari usulan Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan.
- Kepala KPP Pratama memerintahkan Penilai untuk melakukan
penilaian dan pengisian Formulir Data Masukan (FDM) berdasarkan
SPOP, LSPOP dan Lembar Kerja Penilaian/Laporan Penilaian.
- Penilai melakukan penilaian, mengisi FDM dan menandatangani
SPOP dan FDM serta meneruskan ke Seksi Ekstensifikasi Perpajakan.
- Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan menandatangani SPOP dan FDM kemudian meneruskannya ke Seksi PDI.
- Kepala Seksi PDI memerintahkan Operator Console (OC) untuk
melakukan perekaman SPOP dan FDM ke dalam Aplikasi SISMIOP untuk
Sektor Perkebunan.
- OC merekam SPOP dan FDM ke dalam aplikasi SISMIOP untuk Sektor
Perkebunan, kemudian meneruskan SPOP dan FDM ke Pelaksana Seksi
Ekstensifikasi Perpajakan untuk ditatausahakan dan diarsipkan.
- Pelaksana Seksi Ekstensifikasi Perpajakan menatausahakan dan mengarsipkan SPOP dan FDM.
- Proses selesai.
|
LAMPIRAN
IV |
|
SURAT
EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK |
|
NOMOR |
: |
SE - 81/PJ/2008 |
|
TENTANG |
: |
PETUNJUK PELAKSANAAN
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-50/PJ/2008 TENTANG
PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERKEBUNAN |
PROSEDUR PEMUTAKHIRAN/PEMELIHARAAN BASIS DATA OBJEK PAJAK
PBB SEKTOR PERKEBUNAN
- Gambaran Umum
Prosedur operasi ini menguraikan tata cara Pemutakhiran/Pemeliharaan Basis Data Objek Pajak PBB Sektor Perkebunan. |
- Prosedur Kerja Pemutakhiran/Pemeliharaan Basis Data Objek Pajak PBB Sektor Perkebunan
- Kepala KPP Pratama memerintahkan Kepala Seksi Ekstensifikasi
Perpajakan untuk melaksanakan pemutakhiran/pemeliharaan basis data
Objek Pajak PBB Sektor Perkebunan.
- Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan mempelajari, melakukan
penelitian/analisis untuk mempersiapkan pemutakhiran/pemeliharaan basis
data PBB Sektor Perkebunan. Setelah itu Kepala Seksi Ekstensifikasi
Perpajakan melaporkan dan memberikan usulan kepada Kepala Kantor apakah
pemutakhiran/pemeliharaan data dilaksanakan dengan penyampaian SPOP dan
LSPOP kepada Wajib Pajak atau dilaksanakan dengan penilaian kembali
berdasarkan data yang sudah ada pada basis data.
- Kepala Kantor meneliti dan mempelajari usulan Kepala Seksi
Ekstensifikasi Perpajakan. Apabila diperlukan penyampaian SPOP dan
LSPOP kepada Wajib Pajak, maka prosedur kerja dilakukan sesuai dengan
SOP/Tata Cara Tata Cara Pembentukan Basis Data Objek Pajak PBB Sektor
Perkebunan. Apabila tidak diperlukan penyampaian SPOP dan LSPOP
kepada Wajib Pajak, Kepala KPP Pratama memerintahkan Penilai untuk
melakukan penilaian dan pengisian Formulir Data Masukan (FDM) dan
membuat salinan SPOP berdasarkan data pada basis data. Prosedur kerja
dilanjutkan dengan prosedur kerja nomor 4.
- Penilai melakukan penilaian, mengisi dan menandatangani salinan
SPOP dan FDM, kemudian meneruskan ke Seksi Ekstensifikasi Perpajakan
- Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan menandatangani salinan SPOP dan FDM, kemudian meneruskan ke Seksi PDI.
- Kepala Seksi PDI memerintahkan Operator Console (OC) untuk
melakukan perekaman FDM ke dalam Aplikasi SISMIOP untuk Sektor
Perkebunan.
- OC merekam FDM ke dalam aplikasi SISMIOP untuk Sektor
Perkebunan, kemudian meneruskan SPOP dan FDM ke Pelaksana Seksi
Ekstensifikasi Perpajakan untuk ditatausahakan dan diarsipkan.
- Pelaksana Seksi Ekstensifikasi Perpajakan menatausahakan dan mengarsipkan SPOP dan FDM.
- Proses selesai.
|
LAMPIRAN V |
|
SURAT
EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK |
|
NOMOR |
: |
SE - 81/PJ/2008 |
|
TENTANG |
: |
PETUNJUK PELAKSANAAN
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-50/PJ/2008 TENTANG
PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERKEBUNAN |
RINCIAN PERHITUNGAN NILAI
SEKTOR PERKEBUNAN
NOP |
: |
TAHUN PAJAK |
: |
ALAMAT OP |
: |
|
: |
DESA/KEL
|
: |
NILAI TANAH PER M2 |
: |
KECAMATAN
|
: |
NILAI BANGUNAN PER M2 |
: |
KAB/KOTA
|
: |
PBB TERUTANG |
: |
PROVINSI
|
: |
|
|
NAMA WAJIB PAJAK |
: |
|
|
..............,............
Kepala Kantor,
Nama
NIP
|
LAMPIRAN VI |
|
SURAT
EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK |
|
NOMOR |
: |
SE - 81/PJ/2008 |
|
TENTANG |
: |
PETUNJUK PELAKSANAAN
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-50/PJ/2008 TENTANG
PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERKEBUNAN |
PROSEDUR PENYELESAIAN PERMOHONAN PENCETAKAN
RINCIAN PERHITUNGAN NILAI (RPN)
- Gambaran Umum
Prosedur operasi ini menguraikan tata cara penyelesaian permohonan
Wajib Pajak atas pencetakan Rincian Perhitungan Nilai (RPN) Objek Pajak
PBB Sektor Perkebunan. |
-
Prosedur Kerja Permohonan Pencetakan Rincian Perhitungan Nilai (RPN)
-
Wajib Pajak mengajukan Surat Permohonan Pencetakan RPN melalui TPT.
- Petugas TPT menerima Surat Permohonan Pencetakan RPN, meneliti
kelengkapan dan menerbitkan BPS kemudian meneruskan berkas permohonan
ke Pelaksana Seksi Pelayanan.
-
Pelaksana Seksi Pelayanan meneruskan berkas permohonan ke Kepala Seksi Pelayanan.
-
Kepala Seksi Pelayanan meneruskan berkas permohonan kepada Kepala Seksi PDI.
-
Kepala Seksi PDI memerintahkan Operator Console mencetak RPN.
-
OC mencetak RPN dan menyerahkan kepada Kepala Seksi PDI.
-
Kepala Seksi PDI meneliti dan memaraf dan meneruskan RPN ke Kepala KPP Pratama.
-
Kepala KPP Pratama meneliti dan menandatangani RPN dan menyerahkan kepada Kepala Seksi PDI.
-
Kepala Seksi PDI meneruskan RPN ke Kepala Seksi Pelayanan.
- Kepala Seksi Pelayanan meneruskan RPN ke Pelaksana Seksi
Pelayanan dan memerintahkan untuk ditatausahakan dan disampaikan ke
Wajib Pajak.
-
Pelaksana Seksi Pelayanan menatausahakan dan menyampaikan RPN ke Wajib Pajak.
-
Proses selesai.