DAFTAR ISI

  DAFTAR ISI i
  BAB I PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang 1
B. Ruang Lingkup 2
C. Pengertian
2
  BAB II AKUNTANSI PIUTANG PAJAK 3
A. Kebijakan Akuntansi 3
1. Dasar Hukum   
3
2. Pengakuan
4
3. Pengukuran
5
B. Akuntansi Piutang 6
1. Mencatat Saldo Awal
6
2. Mencatat Mutasi Tambah
6
3. Mencatat Mutasi Kurang
7
C. Penyajian dan Pengungkapan 7
1. Penyajian Akun Piutang Pajak Dalam Neraca
7
2. Pengungkapan Piutang Pajak Dalam CaLK
7
D. Mekanisme Pelaporan dan Rekonsiliasi 7
1. Tata Cara Pelaksanaan Akuntansi Piutang Pajak di Kantor Pelayanan Pajak
8
2. Tata Cara Pelaksanaan Akuntansi Piutang Pajak di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
11
3. Tata Cara Pelaksanaan Akuntansi Piutang Pajak di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak
14
  BAB III PENYISIHAN DAN PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK 17
A. Penyisihan Piutang Pajak 17
1. Kriteria Penyisihan Piutang Pajak
17
2. Pencatatan Penyisihan Piutang Pajak
19
3. Penyajian Penyisihan Piutang Pajak
19
4. Pengungkapan Penyisihan Piutang Pajak
19
B. Penghentian Pengakuan/Penghapusan Piutang Pajak 20
1. Kriteria Penghapusan Piutang Pajak
20
2. Akuntansi Penghapusan Piutang Pajak
21
3. Pengungkapan Penghapusan Piutang Pajak
21
C. Penerimaan Pembayaran atas Piutang Pajak yang Telah Disisihkan 22
  BAB IV ILUSTRASI PENYAJIAN PIUTANG PAJAK

23
  LAMPIRAN I
  LAMPIRAN II
  LAMPIRAN III
  LAMPIRAN IV
  LAMPIRAN V
  LAMPIRAN VI


BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Setiap pejabat yang diberi kuasa untuk mengelola pendapatan, belanja, dan kekayaan negara/daerah wajib mengusahakan agar setiap piutang negara/daerah diselesaikan seluruhnya dan tepat waktu sesuai dengan Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Piutang negara yang dimaksud di atas termasuk Piutang Pajak yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak. Salah satu pos yang penting di Neraca adalah piutang, dimana pada cut off period tertentu apabila terdapat hak pemerintah untuk menagih, harus dicatat sebagai penambahan aset pemerintah berupa piutang.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, Paragraf 43 PSAP Nomor 01 tentang Penyajian Laporan Keuangan menyatakan bahwa Piutang Pajak dan bukan pajak harus disajikan di neraca. Lebih Lanjut, Paragraf 49 PSAP Nomor 01 menyatakan bahwa piutang merupakan salah satu komponen dari aset lancar. Pos-pos piutang antara lain Piutang Pajak, denda, penjualan angsuran, tuntutan ganti rugi, dan piutang lainnya yang diharapkan diterima dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan.

Berdasarkan uraian di atas, Direktorat Jenderal Pajak wajib melaksanakan akuntansi Piutang Pajak yang menjadi tanggung jawabnya, sehingga Piutang Pajak dapat disajikan dalam Laporan Keuangan dangan andal dan tepat waktu. Adapun tujuan disusunnya Pedoman Akuntansi Piutang Pajak ini adalah:
  1. menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu mengenai piutang;
  2. mengamankan transaksi Piutang Pajak melalui pencatatan, pengikhtisaran dan pelaporan transaksi keuangan yang konsisten;
  3. mendukung penyelenggaraan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) yang menghasilkan informasi Piutang Pajak sebagai dasar pertanggungjawaban dan pengambilan keputusan.
Dalam rangka mencapai keseragaman akuntansi Piutang Pajak, perlu disusun pedoman akuntansi Piutang Pajak untuk memberikan petunjuk kepada entitas akuntansi dalam menyelenggarakan akuntansi Piutang Pajak dan menyajikan Piutang Pajak dalam Laporan Keuangan, baik untuk tingkat satuan kerja, kantor wilayah maupun tingkat eselon I Direktorat Jenderal Pajak.

  1. Ruang Lingkup
Pedoman akuntansi Piutang Pajak ini berlaku untuk seluruh piutang yang berasal dari penerimaan negara yang bersumber dari pajak yang diadministrasikan oleh satuan kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. Pedoman ini mengatur tata-cara penyajian Piutang Pajak, mekanisme dan pelaporan informasi tentang Piutang Pajak dalam rangka penyusunan Laporan Keuangan.

  1. Pengertian
  1. Standar Akuntansi Pemerintahan adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan Laporan Keuangan pemerintah.
  2. Entitas Akuntansi adalah unit pemerintahan Pengguna Anggaran/Pengguna Barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun Laporan Keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan.
  3. Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan APBN berupa Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Arus Kas (LAK), dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
  4. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) adalah laporan yang menyajikan informasi tentang penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas dalam rangka pengungkapan yang memadai.
  5. Dokumen Sumber (DS) adalah dokumen yang berhubungan dengan transaksi keuangan yang digunakan sebagai sumber atau bukti untuk menghasilkan data akuntansi.
  6. Jurnal adalah pencatatan transaksi dimana satu transaksi akan mempengaruhi dua atau lebih perkiraan, satu sisi sebagai debet dan sisi lainnya sebagai kredit.
  7. Satuan Kerja adalah kuasa pengguna anggaran/pengguna barang yang merupakan bagian dari suatu unit organisasi pada kementrian negara/lembaga yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu program.
  8. Neraca adalah laporan yang menyajikan informasi mengenai posisi keuangan pemerintah yaitu aset, utang, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu.
  9. Piutang Pajak adalah piutang yang timbul atas pendapatan pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang perpajakan, yang belum dilunasi sampai dengan akhir periode Laporan Keuangan.



BAB II
AKUNTANSI PIUTANG PAJAK


Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ketentuan yang mengatur pelaksanaan hak dan kewajiban negara dan Wajib Pajak dalam bidang perpajakan terdapat dalam berbagai ketentuan peraturan perUndang-Undangan perpajakan.

Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan sistem self assessment dan sistem official assessment. Dalam self assessment Wajib Pajak menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan kewajiban pajaknya sendiri melalui Surat Pemberitahuan. Apabila terdapat kekurangan pembayaran pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan. Dalam sistem official assessment pajak yang dibayar oleh Wajib Pajak ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Penentuan saat terjadinya Piutang Pajak, dicatat dan dinilai berdasarkan sistem pemungutan pajak yang berlaku dan basis akuntansi pengakuan aset yang diatur dalam Standar Akuntansi Pemerintah.

  1. Kebijakan Akuntansi
  1. Dasar Hukum Pemungutan pajak
Undang-Undang yang digunakan sebagai dasar hukum untuk melaksanakan pemungutan pajak sebagai berikut:
  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
  3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penghasilan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
  4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3569);
  5. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3688) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3988);
  6. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3313);
  7. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik INdonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987).
  1. Pengakuan
Berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, pengakuan Piutang Pajak ditetapkan sebagai berikut:
  1. Untuk Tahun Pajak 2007 dan Tahun Pajak sebelumnya, Piutang Pajak diakui pada saat diterbitkan:
    1)  Surat Tagihan Pajak;
    2)  Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ;
    3)  Surat Ketetapan Pajak Kurang Tambahan;
    4) Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, dan Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah;
    5) Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB);
    6) Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (STP PBB);
    7) Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan bangunan (SKP PBB);
    8) Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar;
    9) Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan;
    10) Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
  2. Untuk Tahun Pajak 2008 dan Tahun Pajak selanjutnya, Piutang Pajak diakui pada saat:
    1)  diterbitkan Surat Tagihan Pajak;
    2)  diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar yang telah disetujui oleh Wajib Pajak;
    3)  Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan sampai dengan berakhirnya batas waktu jatuh tempo pengajuan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar untuk jumlah yang tidak disetujui oleh Wajib Pajak; 
    4) diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan untuk jumlah yang telah disetujui oleh Wajib Pajak;
    5) Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan sampai dengan berakhirnya batas waktu jatuh tempo pengajuan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan yang tidak disetujui oleh Wajib Pajak;
    6) diterbitkan Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah;
    7) Wajib Pajak tidak mengajukan banding sampai dengan berakhirnya batas waktu jatuh tempo pengajuan banding atas Surat Keputusan Keberatan;
    8) diterbitkan Surat Keputusan Pelaksanaan Putusan Banding;
    9) diterbitkan Surat Keputusan Pelaksanaan Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah yang masih harus dibayar bertambah;
    10) diterbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT);
    11) diterbitkan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (STP PBB);
    12) diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (SKP PBB); 
    13) diterbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar;
    14) diterbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan; dan
    15) diterbitkan Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
  1. Pengukuran
Berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah Pernyataan Nomor 1 tentang Penyajian Laporan Keuangan antara lain ditetapkan bahwa piutang dicatat sebesar nilai nominal. Dengan demikian, berdasarkan pernyataan tersebut, piutang pajak dicatat sebesar nilai nominal sesuai dengan dasar pengakuan piutang pajak sebagaimana dimaksud pada angka 2.

Selanjutnya Piutang Pajak tersebut dapat berkurang apabila ada pengurangan, pelunasan, dan penghapusan, atau khusus untuk Tahun 2007 dan sebelumnya, Piutang Pajak juga dapat berkurang karena adanya keputusan keberatan dan putusan banding yang menyebabkan Piutang Pajak berkurang sedangkan untuk tahun 2008 dan seterusnya, piutang pajak dapat berkurang karena adanya putusan peninjauan kembali yang menyebabkan piutang pajak berkurang.

Khusus untuk piutang PBB, apabila terhadap pajak terutang diterbitkan Surat Tagihan Pajak PBB, yang merupakan pengganti dari Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau Surat Ketetapan Pajak PBB, nilai nominal piutang pajak yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang dan Surat Ketetapan Pajak PBB tersebut dikurangkan dari saldo Piutang Pajak. Selanjutnya piutang pajak yang tercatat menjadi sebesar nilai nominal Surat Tagihan Pajak PBB. 

  1. Akuntansi Piutang 
Akuntansi Piutang Pajak dilaksanakan setelah adanya Surat Ketetapan pajak, yaitu dimulai dengan melakukan administrasi penagihan, membuat formulir Jurnal Aset, merekam, melakukan posting, mencetak dan membuat penjelasan atas akun piutang dalam Catatan atas Laporan Keuangan serta melaporkan kepada entitas akuntansi yang lebih tinggi. Kegiatan yang dilaksanakan dalam akuntansi piutang ini adalah merekam saldo Piutang Pajak untuk menyesuaikan saldo Piutang pajak yang ada dalam Laporan Keuangan dengan saldo Piutang Pajak yang ada pada laporan Perkembangan Piutang Pajak di masing-masing satuan kerja.

Perekaman data saldo Piutang Pajak pada tingkat satuan kerja dilaksanakan oleh petugas akuntansi pada saat pencatatan saldo awal Piutang Pajak dan pada saat terjadi penambahan atau pengurangan saldo Piutang Pajak pada akhir periode akuntansi. Ilustrasi pencatatan yang diperlukan untuk menyajikan saldo Piutang Pajak ke dalam Laporan Keuangan adalah sebagai berikut:
  1. Jurnal untuk Mencatat Saldo Awal Piutang Pajak di Neraca
    Dr 113120 Piutang PPh XXX
    Dr 113130 Piutang PPN XXX
    Dr 113140 Piutang PPnBM XXX
    Dr 113150 Piutang PBB dan BPHTB XXX
    Dr 113170 Piutang Bunga Penagihan XXX
    Cr 311311
     EDL Cadangan Piutang

    XXX

  1. Jurnal untuk Mencatat Penambahan (Perubahan) Saldo Piutang Pajak di Neraca.
    Dr 113120 Piutang PPh XXX
    Dr 113130 Piutang PPN XXX
    Dr 113140 Piutang PPnBM XXX
    Dr 113150 Piutang PBB dan BPHTB XXX
    Dr 113170 Piutang Bunga Penagihan XXX
    Cr 311311
    EDL Cadangan Piutang

    XXX

    1. Jurnal untuk Mencatat Pengurangan Saldo Piutang Pajak di Neraca
      Dr 311311 EDL Cadangan Piutang XXX
      Cr 113120
      Piutang PPh 
        XXX
      Cr 113130
      Piutang PPN
        XXX
      Cr 113140
      Piutang PPnBM
        XXX
      Cr 113150
      Piutang PBB dan BPHTB
        XXX
      Cr 113170
      Piutang Bunga Penagihan

      XXX
  1. Penyajian Dan Pengungkapan
  1. Penyajian Akun Piutang Pajak dalam Neraca
Piutang Pajak disajikan di neraca dalam kelompok aset lancar, dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Untuk Tahun Pajak 2007 dan Tahun Pajak sebelumnya, Piutang Pajak disajikan sebesar nilai yang belum dilunasi yang tercantum dalam dokumen yang menjadi dasar pengakuan Piutang Pajak sebagaimana ditetapkan pada angka 2 huruf a, sampai dengan tanggal pelaporan;
  2. Untuk Tahun Pajak 2008 dan Tahun Pajak selanjutnya, Piutang Pajak disajikan sebesar nilai yang belum dilunasi dari nilai yang tercantum dalam dokumen yang menjadi dasar pengakuan Piutang Pajak sebagaimana ditetapkan pada angka 2 huruf b, sampai dengan tanggal pelaporan.

ASET LANCAR
Kas di Bendahara Pengeluaran 0
Piutang Pajak XXXXXXXXX
Penyisihan Piutang Pajak Tidak Tertagih (XXXXXXXXX)
Bagian Lancar TGR
Persediaan 0


ASET TETAP 0
ASET LAINNYA 0
KEWAJIBAN LANCAR
Uang Muka dari KPPN 0
Belanja Yang Masih Harus Dibayar 0


EKUITAS DANA LANCAR
EDL Cadangan Piutang XXXXXXXXXXX


EKUITAS DANA INVESTASI
Diinvestasikan dalam Aset lainnya 0
 
  1. Pengungkapan Piutang Pajak dalam CaLK
Piutang Pajak disajikan dan diungkapkan secara memadai. Informasi mengenai akun Piutang Pajak diungkapkan secara cukup dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Informasi dimaksud dapat berupa:
  1. Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penilaian, pengakuan dan pengukuran piutang;
  2. Rincian Saldo Piutang Pajak berdasarkan jenis pajak dan berdasarkan umur piutang untuk mengetahui tingkat kolektibilitasnya;
  3. Penjelasan atas penyelesaian piutang (tindakan penagihan);
  4. Jenis jaminan atau sita jaminan jika ada; dan 
  5. Informasi tentang terjadinya perselisihan (sengketa) Piutang Pajak.
  1. Mekanisme Pelaporan dan Rekonsiliasi
Dalam rangka menjaga validitas laporan Piutang Pajak perlu dilakukan rekonsiliasi Piutang Pajak. Rekonsiliasi Piutang Pajak dilaksanakan secara berjenjang oleh setiap unit organisasi vertikal Direktorat Jenderal Pajak. Rekonsiliasi Piutang Pajak dilaksanakan dengan prosedur operasi dan bagan alur sebagai berikut:
  1. Tata Cara Pelaksanaan Akuntansi Piutang Pajak di Kantor Pelayanan pajak
  1. Prosedur Operasi
    1)  Kepala Seksi Penagihan menyampaikan tembusan Laporan Perkembangan Piutang Pajak kepada Kepala Subbagian Umum dan berdasarkan SOP Tata Cara Penyampaian Dokumen di KPP, Kepala Seksi Penagihan mengirimkan Laporan Perkembangan Piutang Pajak kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
    2)  Kepala Kantor mendisposisikan Surat Klarifikasi data piutang pajak dari Kantor Wilayah dan atau Kantor Pusat kepada Kepala Seksi Penagihan. Selanjutnya Kepala Seksi Penagihan menerima dan mendisposisi penugasan dan menyerahkan ke Pelaksana Seksi Penagihan.
    3)  Pelaksana Seksi Penagihan membuat konsep jawaban surat klarifikasi data piutang pajak di Laporan Perkembangan Piutang Pajak. Apabila data piutang pajak berbeda dengan data piutang pajak disajikan pada Laporan Perkembangan Piutang Pajak, maka salinan (copy) surat klarifikasi disampaikan kepada Kepala Subbagian Umum untuk dibuatkan jurnal koreksi.
    4) Kepala Subbagian Umum menerima dan mendisposisi penugasan dan menyerahkan ke Pelaksana Subbagian Umum untuk dibuatkan Formulir Jurnal Aset (FJA) dengan format sebagaimana Lampiran I.
    5) Pelaksana Subbagian Umum merekan FJA dan mem-posting dan memastikan kebenaran akun dan saldo Piutang Pajak yang tersaji di neraca.
    6) Pelaksana subbagian Umum mencetak Konsep Laporan Keuangan, Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) dan membuat back up data.
    7) Pelaksana subbagian Umum melakukan rekonsiliasi data Piutang Pajak dan membuat Konsep Berita Acara Rekonsiliasi (BAR) dengan Seksi Penagihan. Rekonsiliasi dilaksanakan sekurang-kurangnya  dua kali dalam setahun yaitu pada akhir semester I (per 30 Juni) dan pada akhir tahun (per 31 Desember) sebelum penyusunan Laporan Keuangan terakhir. Rekonsiliasi dilakukan dengan mencocokkan data Piutang Pajak yang tersaji dalam neraca satuan kerja dengan data Piutang Pajak pada Laporan Perkembangan Piutang Pajak. Hasil rekonsiliasi dituangkan dalam Berita Acara Rekonsiliasi dengan format sebagaimana Lampiran II dan di dalamnya mengungkapkan rincian Piutang Pajak berdasarkan jenis pajak, Piutang Pajak berdasarkan umur Piutang Pajak, piutang yang diajukan penghapusan, dan penghapusan Piutang Pajak dalam tahun berjalan.   
    8) Kepala  Subbagian Umum meneliti dan menandatangani BAR Seksi Penagihan.
    9) Kepala Subbagian Umum mendisposisi ke Pelaksana Subbagian Umum untuk membuat FJA koreksi, jika hasil rekonsiliasi menghasilkan nilai yang berbeda.
    10) Pelaksana Subbagian Umum wajib mengulangi proses membuat FJA dengan membuat jurnal koreksi dalam hal hasil rekonsiliasi menghasilkan nilai yang berbeda.
    11) Kepala Subbagian Umum mendisposisi ke Pelaksana Subbagian Umum untuk mencetak Konsep LK dan Konsep CaLK, membuat back up data dan menyiapkan ADK, setelah rekonsiliasi data perkembangan Piutang Pajak dalam hal hasil rekonsiliasi menghasilkan nilai yang sama.
    12) Pelaksana Subbagian Umum mencetak Konsep: LK dan CaLK dan menyimpan ADK setelah rekonsiliasi data perkembangan Piutang Pajak dalam hal hasil rekonsiliasi menghasilkan nilai yang sama.
    13) Kepala Subbagian Umum meneliti dan memaraf Konsep LK dan CaLK meneruskan kepada Kepala Kantor untuk ditandatangani. Dalam hal Konsep LK dan CaLK tersebut merupakan revisi karena adanya surat klarifikasi data piutang pajak, Konsep LK dan CaLK disampaikan kepasa Seksi Penagihan sebagai lampiran jawaban klarifikasi. Selanjutnya Kepala Seksi Penagihan meneliti konsep jawaban surat klarifikasi data piutang pajak beserta lampirannya berupa Konsep LK dan CaLK diteruskan kepada Kepala Kantor untuk mendapat persetujuan dan tanda tangan.
    14) Kepala Kantor menyetujui dan menandatangani Konsep LK dan CaLK dan atau Surat Jawaban Klarifikasi data piutang pajak.
    15) Pelaksana Subbagian Umum menatausahakan dan mengarsipkan LK, CaLK, ADK dan atau surat jawaban klarifikasi data piutang pajak.
    16) Pelaksana Subbagian Umum mengirimkan LK, CaLK, ADK dan atau surat jawaban klarifikasi data piutang pajak ke Kantor Wilayah berdasarkan SOP Tata Cara Pembuatan Laporan di KPP.
    17) Selesai.
Catatan:
Apabila Seksi Penagihan melakukan revisi Laporan Perkembangan Piutang Pajak yang mengakibatkan adanya perubahan rincian dan jumlah piutang pajak, proses berulang mulai dari langkah (1) pertama sampai dengan langkah terakhir (17).
  1. Bagan Alur :

  1. Tata Cara Pelaksanaan Akuntansi Piutang Pajak di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
  1. Prosedur  Operasi 
    1)  Kepala Kanwil DJP menerima Laporan Keuangan (LK), Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK), dan Arsip Data Komputer (ADK) dari KPP dan diproses sesuai dengan SOP Tata Cara Penerimaan Dokumen di Kanwil DJP.
    2)  Bidang P4 Kantor Wilayah menerima Laporan Perkembangan Piutang Pajak dari KPP dan mengkompilasi menjadi Laporan Perkembangan Piutang Pajak Kantor Wilayah.
    3)  Bidang P4 Kantor Wilayah menyampaikan kompilasi Laporan Perkembangan Piutang Pajak Kantor Wilayah ke Kepala Bagian Umum.
    4) Kepala Bagian Umum mendisposisikan LK, CaLK, dan ADK dari KPP, serta kompilasi Laporan Perkembangan Piutang Pajak kantor Wilayah kepada Kepala Subbagian Keuangan untuk diproses.
    5) Kepala Subbagian Keuangan mendisposisikan kepada Pelaksana Subbagian Keuangan Kanwil DJP untuk melakukan verifikasi, kompilasi LK, CaLK, ADK dan mencetak Konsep Laporan Keuangan Tingkat Kantor Wilayah serta melakukan rekonsiliasi data Piutang Pajak dengan Kompilasi Laporan Perkembangan Piutang Pajak Kantor Wilayah.
    6) Pelaksana Subbagian Keuangan Kanwil DJP memverifikasi, mengkompilasi LK, CaLK, dan ADK dari seluruh Satuan Kerja di wilayah kerjanya serta mencetak Konsep Laporan Keuangan Tingkat Kantor Wilayah.
    7) Pelaksana Subbagian Keuangan Kanwil DJP melakukan rekonsiliasi data Piutang Pajak dengan Kompilasi Laporan Perkembangan Piutang Pajak Kantor Wilayah dan membuat konsdep Berita Acara Rekonsiliasi (BAR). Rekonsiliasi dilakukan dengan mencocokkan data Piutang Pajak yang tersaji dalam neraca konsolidasi Kantor Wilayah dengan data Piutang Pajak pada Laporan Perkembangan Piutang Pajak Kantor Wilayah. Rekonsiliasi data Piutang Pajak dilaksanakan sekurang-kurangnya dua kali dalam setahun yaitu pada akhir semester I (per 30 Juni) dan pada akhir tahun (per 31 Desember) sebelum penyusunan Laporan Keuangan terakhir. Hasil rekonsiliasi dituangkan dalam Berita Acara Rekonsiliasi dengan format sebagaimana Lampiran III yang di dalamnya mengungkapkan rincian Piutang Pajak berdasarkan jenis pajak, Piutang Pajak berdasarkan umur Piutang Pajak, piutang yang diajukan penghapusan, dan penghapusan Piutang Pajak dalam tahun berjalan.
    8) Kepala Subbagian Keuangan bersama dengan Bidang P4 meneliti konsep BAR untuk ditandatangani.
    9) Kepala Subbagian Keuangan mendisposisi ke Pelaksana Subbagian Keuangan untuk membuat Konsep Surat Klarifikasi kepada Kantor Pelayanan Pajak, jika hasil rekonsiliasi menghasilkan nilai yang berbeda.
    10) Kepala Subbagian Keuangan mendisposisi ke Pelaksana Subbagian Keuangan untuk mencetak Konsep LK dan CaLK serta membuat back up data, jika hasil rekonsiliasi menghasilkan nilai yang sama.
    11) Pelaksana Subbagian Keuangan Kanwil DJP menindaklanjuti dengan membuat surat klarifikasi dengan format sebagaimana Lampiran IV dalam hal hasil rekonsiliasi data Piutang Pajak menghasilkan nilai yang berbeda. Surat Klarifikasi disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak terkait dengan tembusan Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak dan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.
    12) Pelaksana Subbagian Keuangan menerima penugasan dari Kepala Subbagian Keuangan untuk mencetak Konsep LK, CaLK, dan ADK pengiriman serta membuat back up data, jika hasil rekonsiliasi menghasilkan nilai yang sama.
    13) Kepala Subbagian Keuangan meneliti dan memaraf Konsep LK dan CaLK bila atas rekonsiliasi menghasilkan nilai yang sama.
    14) Kepala Bagian Umum menelaah dan memaraf Konsep LK dan CaLK Kantor Tingkat  Wilayah.
    15) Kepala Kanwil menyetujui dan menandatangani Konsep LK dan CaLK Tingkat Kantor Wilayah.
    16) Pelaksana Subbagian Keuangan menatausahakan dan mengarsipkan LK, CaLK, back up data, dan ADK Tingkat Kantor Wilayah.
    17) Pelaksana Subbagian Keuangan mengirimkan LK,CaLK, dan ADK Pengiriman kepada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan SOP Tata Cara Penyampaian Dokumen di Kanwil.
    18) Selesai.
Catatan:
Apabila Bidang P4 Kantor Wilayah melakukan revisi Laporan Perkembangan Piutang Pajak Kantor Wilayah yang mengakibatkan adanya perubahan rincian dan jumlah piutang pajak, proses berulang mulai dari langkah (1) pertama sampai dengan langkah terakhir (18).
  1. Bagan Alur:

  1. Tata Cara Pelaksanaan Akuntansi Piutang Pajak di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak
  1. Prosedur Operasi
    1)  Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak menerima Laporan Keuangan, Catatan Atas Laporan Keuangan (CaLK) dan Arsip Data Komputer (ADK) dari Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, dan berdasarkan SOP Tata Cara Penerimaan Dokumen di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak untuk diposisikan ke Kepala Bagian Keuangan.
    2)  Bidang Penagihan Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan menerima Laporan Perkembangan Piutang Pajak dari Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan mengkompilasi menjadi Laporan Perkembangan Piutang Pajak Nasional.
    3)  Subdirektorat Penagihan Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan menyampaikan Laporan Perkembangan Piutang Pajak Nasional kepada Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak, didisposisikan, dan diteruskan kepada Kepala Bagian Keuangan.
    4) Selanjutnya Kepala Bagian Keuangan menerima dan mendisposisikan Laporan Perkembangan Piutang Pajak Nasional, LK, CaLK, dan ADK Kantor Wilayah kepada Kepala Subbagian Akuntansi dan Pelaporan.
    5) Kepala Subbagian Akuntansi dan Pelaporan mendisposisikan untuk menugaskan Pelaksana Subbagian Akuntansi dan Pelaporan untuk memverifikasi, mengkompilasi LK, CaLK, dan ADK dari seluruh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak serta mencetak Konsep Laporan Keuangan Eselon I Direktorat Jenderal Pajak.
    6) Pelaksana Subbagian Akuntansi dan Pelaporan memverifikasi, mengkompilasi LK, CaLK, dan ADK dari seluruh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak serta mencetak Konsep Laporan Keuangan Eselon I Direktorat Jenderal Pajak.
    7) Pelaksana Subbagian Akuntansi dan Pelaporan melakukan rekonsiliasi data Piutang Pajak dengan Subdirektorat Penagihan Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak. Rekonsiliasi dilakukan dengan mencocokkan data Piutang Pajak yang tersaji dalam neraca Eselon I Direktorat Jenderal Pajak dengan data Piutang Pajak pada Laporan Perkembangan Piutang Pajak Nasional. Rekonsiliasi data Piutang Pajak dilaksanakan sekurang-kurangnya dua kali dalam setahun yaitu pada akhir semester I (per 30 Juni) dan pada akhir tahun (31 Desember) sebelum penyusunan Laporan Keuangan berakhir. Hasil rekonsiliasi dituangkan dalam Berita Acara Rekonsiliasi dengan format sebagaimana Lampiran V yang di dalamnya mengungkapkan rincian Piutang Pajak berdasarkan jenis pajak, Piutang Pajak berdasarkan umur Piutang Pajak, piutang yang diajukan penghapusan, dan penghapusan Piutang Pajak dalam tahun berjalan.
    8) Kepala Subbagian Akuntansi dan Pelaporan meneliti dan menandatangani Berita Acara Rekonsiliasi dengan Bidang Penagihan Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan.
    9) Kepala Subbagian Akuntansi dan Pelaporan mendisposisi ke Pelaksana Subbagian Akuntansi dan Pelaporan untuk membuat Konsep Surat Klarifikasi kepada KPP, jika hasil rekonsiliasi menghasilkan nilai yang berbeda.
    10) Kepala Subbagian Akuntansi dan Pelaporan mendisposisikan ke Pelaksana Subbagian Akuntansi dan Pelaporan untuk mencetak Konsep Laporan Keuangan, Catatan atas Laporan Keuangan, menyiapkan ADK Pengiriman dan membuat back up data, jika hasil rekonsiliasi menghasilkan nilai yang sama.
    11) Pelaksana Subbagian Akuntansi dan Pelaporan menindaklanjuti dengan membuat surat klarifikasi dengan format sebagaimana Lampiran VI kepada Kantor Pelayanan Pajak terkait dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan. Berdasarkan jawaban klarifikasi dari Kantor Pelayanan pajak, Pelaksana Subbagian Akuntansi dan Pelaporan melakukan rekonsiliasi ulang.
    12) Pelaksana Subbagian Akuntansi dan Pelaporan mencetak Konsep Laporan Keuangan, Catatan atas Laporan Keuangan, ADK Pengiriman dan membuat back-up data, jika hasil rekonsiliasi menghasilkan nilai yang sama.
    13) Kepala Subbagian Akuntansi dan Pelaporan meneliti dan memaraf Konsep Laporan Keuangan, Catatan atas Laporan  Keuangan, jika hasil rekonsiliasi menghasilkan nilai yang sama. Sebaliknya Kepala Subbagian Akuntansi dan Pelaporan meniliti dan memaraf surat klarifikasi, jika rekonsiliasi menghasilkan nilai yang berbeda.
    14) Kepala Bagian Keuangan menelaah dan memaraf Konsep Laporan Keuangan, Catatan atas Laporan Keuangan Eselon I Dierktorat Jenderal Pajak.
    15) Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak menelaah dan memaraf Konsep Laporan Keuangan, Catatan atas Laporan Keuangan Eselon I Direktorat Jenderal Pajak.
    16) Direktur Jenderal Pajak menyetujui dan menandatangani Konsep Laporan Keuangan, Catatan atas Laporan Keuangan Eselon I Direktorat Jenderal Pajak.
    17) Pelaksana Subbagian Akuntansi dan Pelaporan menatausahakan dan mengarsipkan Laporan Keuangan, Catatan ats Laporan Keuangan Eselon I Direktorat Jenderal Pajak.
    18) Berdasarkan SOP Pengiriman Dokumen di Sekretariat Direktorat Jenderal, pelaksana Subbagian Akuntansi dan Pelaporan mengirimkan ADK Pengiriman, Laporan Keuangan, Catatan atas Laporan Keuangan Eselon I Direktorat Jenderal Pajak kepada Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan.
    19) Selesai
  1. Bagan Alur





BAB III
PENYISIHAN DAN PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK


  1. Penyisihan Piutang Pajak
Aset berupa Piutang Pajak di neraca harus terjaga agar nilainya sama dengan nilai bersih yang dapat direlisasikan (not realizable value). Alat untuk menyesuaikan adalah dengan melakukan penyisihan Piutang Pajak tidak tertagih. Kebijakan penyisihan Piutang Pajak tidak tertagih harus dirumuskan dengan sikap penuh hati-hati. Sikap kehati-hatian ini sangat diperlukan agar kebijakan ini mampu menghasilkan nilai yang diharapkan dapat ditagih atas Piutang Pajak yang ada per tanggal neraca.

Penyisihan Piutang Pajak diperhitungkan dan dibukukan dengan periode yang sama dengan periode penghitungan dan pembukuan Piutang Pajak, sehingga dapat menggambarkan nilai yang betul-betul diharapkan dapat ditagih.

  1. Kriteria Piutang Pajak yang Dapat Disisihkan
Penyisihan Piutang Pajak yang tidak dapat ditagih bukan merupakan penghapusan Piutang Pajak. Nilai penyisihan Piutang Pajak tak tertagih akan selalu dimunculkan dalam Laporan Keuangan selama Piutang Pajak pokok masih tercantum atau belum dihapuskan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Ketentuan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 menyatakan bahwa tata cara penghapusan Piutang Pajak dan penetapan besarnya penghapusan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Berdasarkan Huruf d Pasal 1 Butir 2 dan 3 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 539/KMK.03/2002 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 565/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak dan Penetapan Besarnya Penghapusan diatur bahwa Piutang Pajak yang dapat dihapuskan adalah Piutang Pajak Wajib Pajak orang pribadi/badan yang menurut data administrasi Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi.

Selanjutnya Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-15/PJ./2004 tanggal 19 Januari 2004 antara lain mengatur bahwa Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Pajak Bumi dan Bangunan setiap bulan wajib melakukan inventarisasi terhadap piutang-piutang pajak yang diperkirakan tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi. Inventarisasi piutang pajak yang diperkirakan tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi tersebut dilakukan terhadap piutang pajak dari:
  1. Wajib Pajak Orang Pribadi :
    1)  yang meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta warisan dan tidak mempunyai ahli waris, atau ahli waris tidak dapat ditemukan, yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Wajib Pajak tidak dapat ditemukan atau Surat Keterangan kematian dan surat keterangan yang menyatakan bahwa Wajib Pajak yang tidak dapat ditemukan atau meninggal dunia tersebut tidak meninggalkan harta warisan dan tidak mempunyai ahli waris, dari pejabat yang berwenang;
    2)  yang tidak mempunyai harta kekayaan lagi, dibuktikan dengan surat keterangan dari pejabat yang berwenang yang menyatakan bahwa Wajib Pajak memang benar-benar tidak mempunyai harta kekayaan lagi;
    3)  yang penagihan pajak secara aktifnya telah dilaksanakan dengan penyampaian Salinan Surat Pakasa kepada Penanggung Pajak melalui Pemerintah Daerah setempat, yang dibuktikan dengan Berita Acara Penyampaian Surat Paksa;
    4) yang hak penagihannya telah daluwarsa berdasarkan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007;
    5) yang tidak dapat ditagih lagi karena sebab lain, seperti Wajib Pajak yang tidak dapt ditemukan lagi, atau dokumen-dokumen sebagai dasar penagihan pajak tidak lengkap atau tidak dapat ditelusuri lagi disebabkan keadaan yang tidak dapat dihindarkan seperti bencana alam, kebakaran, dan sebagainya.
  1. Wajib Pajak Badan :
    1)  yang bubar, likuidasi, atau pailit dan pengurus, direksi, komisaris, pemegang saham, pemilik modal, atau pihak lain yang dibebani untuk melakukan pemberesan atau likuidator, atau kurator tidak dapat ditemukan, yang dibuktikan dengan akta pembubaran, likuidasi, atau pailit dan surat keterangan yang menyatakan bahwa pengurus, direksi, komisaris, pemegang saham, pemilik modal, atau pihak lain yang dibebani untuk melakukan pemberesan atau likuidator, atau kurator tidak dapat ditemukan dari pejabat yang berwenang;
    2)  yang tidak mempunyai harta kekayaan lagi termasuk pengurus, direksi, komisaris, pemegang saham, dibuktikan dengan surat keterangan dari pejabat yang berwenang yang menyatakan bahwa Wajib Pajak memang benar-benar sudah tidak mempunyai harta kekayaan lagi;
    3)  yang penagihan pajak secara aktifnya telah dilaksanakan dengan penyampaian Salinan Surat Paksa kepada pengurus, direksi, likuidator, kurator, pengadilan negeri, pengadilan niaga, atau Pemerintah Daerah setempat secara langsung, yang dibuktikan dengan Berita Acara Penyampaian Surat Paksa maupun dengan menempelkan pada papan pengumuman atau media massa;
    4) yang hak penagihannya telah daluwarsa berdasarkan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007;
    5) yang tidak dapat ditagih lagi karena sebab lain, seperti Wajib Pajak yang tidak dapt ditemukan lagi, atau dokumen-dokumen sebagai dasar penagihan pajak tidak lengkap atau tidak dapat ditelusuri lagi disebabkan keadaan yang tidak dapat dihindarkan seperti bencana alam, kebakaran, dan sebagainya.
Dengan demikian piutang pajak yang disisihkan seyogyanya telah memenuhi kriteria tersebut diatas dan telah dilakukan penagihan pajak secara optimal sebelum di kategorikan sebagai penyisihan piutang pajak. Disamping itu, piutang pajak yang dikategorikan sebagai penyisihan Piutang Pajak juga dilakukan berdasarkan pada prinsip kehati-hatian.

Jumlah yang disisihkan sebagai piutang tidak tertagih menjadi unsur pengurang jumlah Piutang Pajak dalam laporan keuangan, sehingga nilai piutang mencerminkan nilai yang dapat ditagih. Untuk kelengkapan informasi, jumlah Piutang Pajak awal, jumlah penyisihan, dan dasar penyisihan selanjutnya dijelaskan dalam CaLK.
  1. Akuntansi Penyisihan Piutang Pajak
Jurnal untuk mencatat penyisihan piutang bukan merupakan beban belanja, namun merupakan koreksi agar nilai Piutang Pajak dapat disajikan di neraca sesuai dengan nilai yang diharapkan dapat ditagih adalah sebagai berikut:

Dr 311311 EDL Cadangan Piutang XXX
Cr XXXXX
Penyisihan Piutang Pajak Tidak Tertagih 
  XXX

Pada waktu timbulnya Piutang Pajak, dilakukan jurnal debit Piutang Pajak dengan lawan akun Ekuitas Dana Lancar (EDL)- Cadangan Piutang Pajak. Jumlah penyisihan Piutang Pajak disajikan sebagai pengurang dari akun Piutang Pajak (contra account).
  1. Penyajian Penyisihan Piutang Pajak
Penyajian Penyisihan Piutang Pajak di neraca merupakan unsur pengurang dari piutang yang bersangkutan.

ASET 
Kas di Bendahara Pengeluaran 0
Piutang Pajak 000.000.000
Penyisihan Piutang Pajak Tidak Tertagih 000.000.000
Bagian Lancar TGR
Persediaan 0


ASET TETAP 0
ASET LAINNYA 0
KEWAJIBAN 
Uang Muka dari KPPN 0
Belanja Yang Masih Harus dibayar 0


EKUITAS DANA LANCAR
EDL Cadangan Piutang 000.000.000


EKUITAS DANA INVESTASI
Diinvestasikan dalam Aset lainnya 0
  1. Pengungkapan Penyisihan Piutang Pajak
Setelah disajikan di neraca, informasi mengenai akun penyisihan Piutang Pajak harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Informasi tersebut berupa rincian saldo penyisihan Piutang Pajak berdasarkan jenis pajak.

  1. Penghentian Pengakuan/Penghapusan Piutang Pajak
Penghentian pengakuan atas Piutang Pajak dilakukan berdasarkan sifat dan bentuk yang ditempuh dalam penyelesaian Piutang Pajak tersebut. Penghentian pengakuan piutang dapat dilakukan karena adanya pembayaran atau penghapusan (write-off).

Prosedur penghapusan Piutang Pajak dirancang sebagai prosedur yang taat hukum, selaras dengan semangat pembangunan perbendaharaan yang sehat, diaplikasikan dengan penuh ketelitian, berbasis Good Corporate Govermance, dengan dokumen penghapusan pajak yang formal, transparan dan akuntabel, dan harus berdampak positif bagi pemerintah.

Penghapusan Piutang Pajak merupakan proses dan keputusan akuntansi yang berlaku agar nilai Piutang Pajak dapat dipertahankan sesuai dengan net realizable value-nya. Tujuan penghapusan Piutang Pajak adalah menampilkan aset yang lebih realitas dan ekuitas yang lebih tepat.

Berdasarkan Huruf d Pasal 1 Butir 2 dan 3 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 539/KMK.03/2002 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 565/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak dan Penetapan Besarnya Penghapusan diatur bahwa Piutang Pajak yang dapat dihapuskan adalah Piutang Pajak Wajib Pajak orang pribadi/badan yang menurut data administrasi Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi, disebabkan karena hak untuk melakukan Penagihan pajak sudah daluwarsa.

Atas Piutang Pajak yang telah daluwarsa, Negara telah kehilangan hak tagihnya. Sehingga dengan tidak mengurangkan jumlah Piutang Pajak yang telah daluwarsa berarti neraca tidak menyajikan saldo Piutang Pajak yang sebenarnya dapat ditagih dan masih merupakan hak negara.

Keputusan Menteri Keuangan tentang besarnya Piutang Pajak yang dihapuskan merupakan dokumen sah untuk melakukan penghapusan Piutang Pajak. Keputusan Menteri Keuangan ini diterbitkan berdasarkan usulan penghapusan Piutang Pajak yang dibuat oleh unit-unit operasional di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, setelah diteliti oleh Kantor Wilayah atasannya serta Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak.
  1. Kriteria Penghapusan Piutang Pajak
Piutang Pajak yang tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi dapat dihapuskan. Tata cara penghapusan Piutang Pajak dan penetapan besarnya penghapusan diatur dalam Pasal 24 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 539/KMK.03/2002 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 565/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak dan Penetapan Besarnya Penghapusan. Berdasarkan aturan tersebut Piutang Pajak yang dapat dihapuskan harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
  1. Piutang Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi yang menurut data administrasi Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi, disebabkan karena:
    1)  Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak tidak dapat ditemukan atau meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta warisan dan tidak mempunyai ahli waris, atau ahli waris tidak dapat ditemukan;
    2)  Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak tidak mempunyai harta kekayaan lagi;
    3)  Penagihan pajak secara aktif telah dilaksanakan dengan penyampaian Salinan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak melalui Pemerintah Daerah setempat;
    4) Hak untuk melakukan penagihan pajak sudah daluwarsa; atau
    5) Sebab lain sesuai hasil penelitian;
  1. Piutang Pajak Wajib Pajak Badan yang menurut data administrasi Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi, disebabkan karena:
    1)  Wajib Pajak bubar, likuidasi, atau pailit dan pengurus, direksi, komisaris, pemegang saham, pemilik modal, atau pihak lain yang dibebani untuk melakukan pemberesan atau likuidator, atau kurator tidak dapat ditemukan.
    2)  Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak tidak mempunyai harta kekayaan lagi;
    3)  Penagihan pajak secara aktif telah dilaksanakan dengan penyampaian Salinan Surat Paksa kepada pengurus, direksi, likuidator, kurator, pengadilan negeri, pengadilan niaga, atau Pemerintah Daerah setempat, baik secara langsung maupun dengan menempelkan pada papan pengumuman atau media massa;
    4) Hak untuk melakukan penagihan pajak sudah daluwarsa; atau
    5) Sebab lain sesuai hasil penelitian;
  1. Akuntansi Penghapusan Piutang Pajak
Keputusan Menteri Keuangan tentang besarnya Piutang Pajak yang dihapuskan merupakan dokumen sah untuk melakukan penghapusan Piutang Pajak. Keputusan Menteri Keuangan ini diterbitkan berdsarkan usulan penghapusan Piutang Pajak yang dibuat oleh unit-unit operasional di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, setelah diteliti secara berjenjang oleh Kantor Wilayah atasannya dan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak.

Petugas akuntansi berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan tentang besarmya Piutang Pajak yang dihapuskan membuat memo penyesuaian untuk mencatat transaksi penghapusan Piutang Pajak. Jurnal untuk mencatat penghapusan Piutang Pajak adalah sebagai berikut:

Dr XXXXX Penyisihan Piutang Pajak Tidak Tertagih  XXX
Cr XXXXX
Piutang Pajak
  XXX
  1. Pengungkapan Penghapusan Piutang Pajak
Penghapusan Piutang Pajak harus diungkapkan secara cukup dalam Catatan atas Laporan Keuangan Informasi yang perlu diungkapkan antara lain jenis Piutang Pajak yang dihapuskan, nomor dan tanggal surat Ketetapan Pajak, nilai Piutang Pajak, nomor dan tanggal Keputusan Menteri Keuangan tentang besarnya Piutang Pajak yang dihapuskan dan penjelasan lain yang dianggap perlu.

  1. Penerimaan Pembayaran Atas Piutang Pajak Yang Telah Disisihkan
Meskipun telah dilakukan penyisihan atas Piutang Pajak yang diperkirakan tidak dapat ditagih, namun tidak tertutup kemungkinan diterima pembayaran atas Piutang Pajak tersebut. Hal ini bisa terjadi karena timbulnya kesadaran dan rasa tanggungjawab Wajib Pajak.

Terhadap Piutang Pajak yang telah disisihkan, apabila dilakukan pelunasan oleh Wajib Pajak, maka pencatatannya adalah sebagai berikut:

Dr XXXXX Penyisihan Piutang Pajak Tidak Tertagih  XXX
Cr 311311
EDL Cadangan Piutang
  XXX

Sebagaimana mekanisme pembukuan penerimaan negara, penerimaan uang dari pelunasan Piutang Pajak yang dilaksanakan oleh Bendahara Umum Kas Negara melalui Bank Persepsi. Sehingga transaksi pelunasan Piutang Pajak tersebut di dalam akuntansi Piutang Pajak Direktorat Jenderal Pajak hanya mengurangi saldo akun EDL Cadangan Piutang dan Penyisihan Piutang Pajak Tidak Tertagih. Perlakuan tersebut juga diperlakukan atas transaksi pelunasan Piutang Pajak dari pemindahbukuan penerimaan pajak.



BAB IV
ILUSTRASI PENYAJIAN PIUTANG PAJAK

  1. Pengumpulan Data Piutang Pajak 
A adalah seorang pegawai pada sebuah Kantor Pelayanan Pajak Pratama XY bertugas sebagai petugas akuntansi. Sebagai petugas akuntansi, A telah mendapatkan aplikasi Sistem Akuntansi Intansi (SAI) dari KPPN mitra kerja KPP Pratama XY dan telah melakukan instalasi pada unit komputer di kantornya. Dalam aplikasi SAI tersebut terdiri dari Aplikasi Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dan Sistem Informasi Manajeman dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN).

Pada Januari 2008 s.d. 1 Juli 2008, A mendapat tembusan Laporan Pengembangan Piutang Pajak dan data lainnya sehubungan dengan pengungkapan Piutang Pajak dari seksi teknis terkait sebagai berikut:
  1. Data Tunggakan Pajak Per 1 Januari 2008 dan 30 Juni 2008
  1. Berdasarkan Jenis Pajak
    Kode Perkiraan Uraian Per 01-01-2008 Per 30-06-2008
    113125 PPh Pasal 25 Orang Pribadi 875.121.795 831.365.705
    113126 PPh Pasal 25 Badan  9.484.431.275 9.010.209.711
    113121 PPh Pasal 21 1.047.261.315 994.898.250
    113122 PPh Pasal 22 80.338.068 76.321.165
    113124 PPh Pasal 23/26 2.364.593.420 2.246.363.749
    113128 PPh Pasal 4 (2) 908.643.898 863.211.703
    113131 PPN 10.776.130.360 10.237.323.842
    113141 PPnBM 82.341.805 78.224.715
    113173 Bunga Penagihan 559.898.696 531.903.761
      Total 26.178.760.631 24.869.822.600
  1.  Berdasarkan Umur Piutang 


    Kode
    Perk


    Uraian
    Umur Piutang Pajak


    Jumlah

    Kurang dari
    1 Tahun
    1 Tahun,
    dan Kurang
    Dari 3
    Tahun
    3 Tahun,
    dan Kurang
    Dari 5
    Tahun

    5 Tahun
    atau lebih
    Per 01-01-2008
    113125 PPh Pasal 25 Orang Pribadi 350.048.718 262.536.539 175.024.359 87.512.180 875.121.795
    113126 PPh Pasal 25 Badan  3.793.772.510 2.845.329.383 1.896.886.255 948.443.128 9.484.431.275
    113121 PPh Pasal 21 418.904.526 314.178.395 209.452.263 104.726.132 1.047.261.315
    113122 PPh Pasal 22 32.135.227 24.101.421 16.067.614 8.033.807 80.338.068
    113124 PPh Pasal 23/26 945.837.368 709.378.026 472.918.684 236.459.342 2.364.593.420
    113128 PPh Pasal 4 (2) 363.457.559 272.593.169 181.728.780 90.864.390 908.643.898
    113131 PPN 4.310.452.144 3.232.839.106 2.155.226.072 1.077.613.036 10.776.130.360
    113141 PPnBM 32.936.722 24.702.541 16.468.361 8.234.160 82.341.805
    113174 Bunga Penagihan 223.959.478 167.969.609 111.979.739 55.989.870 559.898.696
    Jumlah Piutang Pajak 10.471.504.253 7.853.628.189 5.235.752.126 2.617.876.063 26.178.760.631




Kode
Perk


Uraian
Umur Piutang Pajak


Jumlah

Kurang dari
1 Tahun
1 Tahun,
dan Kurang
Dari 3
Tahun
3 Tahun,
dan Kurang
Dari 5
Tahun

5 Tahun
atau lebih
Per 30-06-2008
113125 PPh Pasal 25 Orang Pribadi 332.546.282 249.409.712 166.273.141 83.136.571 831.365.705
113126 PPh Pasal 25 Badan  3.604.083.885 2.703.062.913 1.802.041.942 901.020.971 9.010.209.711
113121 PPh Pasal 21 418.904.526 298.469.475 198.979.650 99.489.825 994.898.250
113122 PPh Pasal 22 30.528.466 22.896.350 15.264.233 7.632.117 76.321.165
113124 PPh Pasal 23/26 898.545.499 673.909.125 449.272.750 224.636.375 2.246.363.749
113128 PPh Pasal 4 (2) 345.284.681 258.963.511 172.642.341 86.321.170 863.211.703
113131 PPN 4.094.929.537 3.071.197.152 2.047.464.768 1.023.732.384 10.237.323.842
113141 PPnBM 31.289.886 23.467.414 15.644.943 7.822.471 78.224.715
113174 Bunga Penagihan 212.761.504 159.571.128 106.380.752 53.190.376 531.903.761
Jumlah Piutang Pajak 9.947.929.040 7.460.946.780 4.973.964.520 2.486.982.260 24.869.822.600
  1. Data Piutang Pajak yang telah daluwarsa dan Piutang Pajak yang telah diajukan Usul Penghapusan Per 30 Juni 2008.
    Kode Perkiraan Uraian Daluwarsa Piutang Pajak yang
    Telah Diajukan Usul
    Penghapusan
    113125 PPh Pasal 25 Orang Pribadi 83.136.571 66.509.256
    113126 PPh Pasal 25 Badan  901.020.971 720.816.777
    113121 PPh Pasal 21 99.489.825 79.591.860
    113122 PPh Pasal 22 7.632.117 6.105.693
    113124 PPh Pasal 23/26 224.636.375 179.709.100
    113128 PPh Pasal 4 (2) 86.321.170 69.056.936
    113131 PPN 1.023.732.384 818.985.907
    113141 PPnBM 7.822.471 6.257.977
    113173 Bunga Penagihan 53.190.376 42.552.301
      Total 2.486.982.260 1.989.585.808
  1. Dalam tahun 2008 menerima salinan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 2X0/KMK.03/2008 tentang Penghapusan Piutang Pajak untuk WP yang terdaftar di KPP Pratama XY dengan rincian per jenis pajak sebagai berikut:
    SKP Uraian Piutang Pajak yang Telah
    Mendapat SK Penghapusan
    00001/XXX/XX/XXX/95 PPh Pasal 25 Orang Pribadi 49.881.942
    00010/XXX/XX/XXX/95 PPh Pasal 25 Badan  540.612.583
    00100/XXX/XX/XXX/95 PPh Pasal 21 59.693.895
    01000/XXX/XX/XXX/95 PPh Pasal 22 4.579.270
    10000/XXX/XX/XXX/95 PPh Pasal 23/26 134.781.825
    00011/XXX/XX/XXX/95 PPh Pasal 4 (2) 69.056.936
    00110/XXX/XX/XXX/95 PPN 614.239.430
      Total 1.472.845.882
  1. Data surat ketetapan pajak yang diajukan Keberatan dan Banding Per 30 Juni 2008
    Kode Perkiraan Uraian SKP Nominal (Rp)
    113125 PPh Pasal 25 Orang Pribadi 5 99.763.885
    113126 PPh Pasal 25 Badan 3 1.081.225.165
    113121 PPh Pasal 21 7 119.387.790
    113122 PPh Pasal 22 5 9.158.540
    113124 PPh Pasal 23/26 6 269.563.650
      Total 26 1.579.099.030
  1. Jumlah sita jaminan atas piutang selama tahun 2008 sebesar Rp5.920.163.334,00 yang terdapat Sita jaminan atas piutang terdiri atas 9 bidang tanah, 1 buah gedung dan bangunan, 2 mobil sedan merk Honda Accord Tahun 2007 dan 5 mobil kijang tahun 2006.

  1. Pembuatan Formulir Jurnal Aset
Formulir jurnal aset dibuat sesuai dengan format yang telah disediakan, mengisi dan menandatangani. Bentuk Formulir jurnal aset yang dibuat oleh A pada KPP Pratama XY sebagai berikut:

2 Januari 2008
  1. Mencatat Saldo Awal Piutang Pajak
    FORMULIR JURNAL ASET

    Kementerian Negara : (015) Keuangan Nomor Dokumen : 015.01.08.00001
    Eselon I : (04)  Direktorat Jenderal Pajak Tanggal : 02-01-2008
    Wilayah : ......  ............................... Tahun Anggaran : 2008
    Satuan Kerja : ......  ..............................



    Jenis Jurnal Aset
    Periode (Bulan) : Jan-08
     
    Kas Di Bendahara Penerima
     
    Persediaan
    Keterangan : Untuk mencatat saldo awal piutang pajak dalam neraca tahun 2008
     
    Kas Di Bendahara Pembayar
     
    Aset Tetap
         
    X
    Piutang
     
    ......................
     Nomor
      Urut
    Kode Perkiraan

    Uraian Nama Perkiraan  D/K  Rupiah (IDR) 
     



    113125
    113126
    113121
    113122
    113124
    113128
    113131
    113141
    311311
    PPh Pasal 25 Orang Pribadi
    PPh Pasal 25 Badan
    PPh Pasal 21
    PPh Pasal 22
    PPh Pasal 23/26
    PPh Pasal 4 (2)
    PPN
    Bunga Penagihan
    EDL Cadangan Piutang
    D
    D
    D
    D
    D
    D
    D
    D
    875.121.795
    9.484.431.275
    1.047.261.315
    80.338.068
    2.364.593.420
    908.643.898
    10.776.130.360
    559.898.696
    26.178.760.631

    Dibuat Oleh:
    Tanggal


    NIP
    Dibuat Oleh:
    Tanggal


    NIP
    Dibuat Oleh:
    Tanggal


    NIP
  1. Mencatat Besarnya Penyisihan Piutang Pajak Tak Tertagih
    FORMULIR JURNAL ASET

    Kementerian Negara : (015) Keuangan Nomor Dokumen : 015.01.08.00001
    Eselon I : (04)  Direktorat Jenderal Pajak Tanggal : 02-01-2008
    Wilayah : ......  ............................... Tahun Anggaran : 2008
    Satuan Kerja : ......  ..............................



    Jenis Jurnal Aset
    Periode (Bulan) : Jan-08
     
    Kas Di Bendahara Penerima
     
    Persediaan
    Keterangan : Untuk mencatat saldo awal penyisihan piutang pajak tak tertagih dalam neraca tahun 2008
     
    Kas Di Bendahara Pembayar
     
    Aset Tetap
         
    X
    Piutang
     
    ......................
     Nomor
      Urut
    Kode Perkiraan

    Uraian Nama Perkiraan  D/K  Rupiah (IDR) 

    311311
    XXXXX
    EDL Cadangan Piutang
    Penyisihan Piutang Pajak Tak Tertagih
    D
     K

    2.617.876.063
    (2.617.876.063)


    Dibuat Oleh:
    Tanggal


    NIP
    Dibuat Oleh:
    Tanggal


    NIP
    Dibuat Oleh:
    Tanggal


    NIP
30 Juni 2008
  1. Mencatat Penyesuaian Saldo Piutang Pajak
    FORMULIR JURNAL ASET

    Kementerian Negara : (015) Keuangan Nomor Dokumen : 015.06.08.00001
    Eselon I : (04)  Direktorat Jenderal Pajak Tanggal : 30-06-2008
    Wilayah : 320  Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak ABC Tahun Anggaran : 2008
    Satuan Kerja : 12345 Kantor Pelayanan Pajak Pratama XYZ 



    Jenis Jurnal Aset
    Periode (Bulan) : Jun-08
     
    Kas Di Bendahara Penerima
     
    Persediaan
    Keterangan : Untuk mencatat penyesuaian saldo piutang pajak di neraca per 30 Juni 2008
     
    Kas Di Bendahara Pembayar
     
    Aset Tetap
         
    X
    Piutang
     
    ......................
     Nomor
      Urut
    Kode Perkiraan

    Uraian Nama Perkiraan  D/K  Rupiah (IDR) 
     



    113125
    113126
    113121
    113122
    113124
    113128
    113131
    113141
    311311
    PPh Pasal 25 Orang Pribadi
    PPh Pasal 25 Badan
    PPh Pasal 21
    PPh Pasal 22
    PPh Pasal 23/26
    PPh Pasal 4 (2)
    PPN
    Bunga Penagihan
    EDL Cadangan Piutang
    D
    D
    D
    D
    D
    D
    D
    D
    (43.756.090)
    (474.221.564)
    (52.363.066)
    (4.016.903)
    (118.229.671)
    (45.432.195)
    (538.806.518)
    (27.994.935)
    (1.308.938.032)

    Dibuat Oleh:
    Tanggal 5 Juli 2008


    A
    NIP 060000001
    Disetujui Oleh:
    Tanggal 5 Juli 2008


    B
    NIP 060000002
    Direkam Oleh:
    Tanggal 5 Juli 2008


    C
    NIP 060000001
  1. Mencatat Penyesuaian Penyisihan Pajak Tak Tertagih
    FORMULIR JURNAL ASET

    Kementerian Negara : (015) Keuangan Nomor Dokumen : 015.06.08.00001
    Eselon I : (04)  Direktorat Jenderal Pajak Tanggal : 30-06-2008
    Wilayah : ......  ............................... Tahun Anggaran : 2008
    Satuan Kerja : ......  ..............................



    Jenis Jurnal Aset
    Periode (Bulan) : Jun-08
     
    Kas Di Bendahara Penerima
     
    Persediaan
    Keterangan : Untuk mencatat penyesuaian saldo penyisihan piutang pajak tak tertagih dalam neraca per 30 Juni 2008
     
    Kas Di Bendahara Pembayar
     
    Aset Tetap
         
    X
    Piutang
     
    ......................
     Nomor
      Urut
    Kode Perkiraan

    Uraian Nama Perkiraan  D/K  Rupiah (IDR) 

    311311
    XXXXX
    EDL Cadangan Piutang
    Penyisihan Piutang Pajak Tak Tertagih
    D
     K

    130.893.803
    (130.893.803)



    Dibuat Oleh:
    Tanggal


    NIP
    Dibuat Oleh:
    Tanggal


    NIP
    Dibuat Oleh:
    Tanggal


    NIP

  1. Perekaman Data Piutang Pajak
Setelah formulir jurnal aset ditandatangani, selanjutnya formulir jurnal aset tersebut direkam ke dalam aplikasi yang tersedia. Aplikasi yang digunakan adalah aplikasi Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang telah disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Perekaman saldo dilakukan hanya sekali pada awal tahun saja, sedangkan periode selanjutnya hanya direkam perubahan saldonya saja (sebagaimana Huruf B tanggal 2 Januari 2008 dan 30 Juni 2008).

  1. Posting dan Mencetak Laporan 
Data Piutang Pajak yang selesai direkam ke dalam SAI, selanjutnya dilaksanakan posting agar saldo Piutang Pajak yang telah direkam dapat ditampilkan di neraca. Apabila transaksi yang dilaksanakan belum dilakukan posting, maka data di dalam sistem belum dapat diproses lebih lanjut. Untuk mengetahui saldo Piutang Pajak pada neraca dapat dilakukan dengan beberapa cara yang diantaranya sebagai berikut:
1)  Mencetak Neraca pada Menu Laporan dalam aplikasi SAK. Data Piutang Pajak yang tersaji di Neraca dalam bentuk total Piutang Pajak.
2)  Mencetak Neraca Percobaan pada Menu Laporan dalam aplikasi SAK. Data Piutang Pajak yang tersaji dalam Neraca Percobaan terinci menurut jenis pajak. Rincian Piutang Pajak tersebut dapat digunakan sebagai bahan pembanding dengan rincian Piutang Pajak dalam Laporan Perkembangan Piutang Pajak.
3)  Mencetak Buku Besar Piutang Pajak pada menu laporan dalam aplikasi SAK. Data Piutang Pajak tersaji per transaksi Piutang Pajak dan per kode akun dari masing-masing Piutang Pajak.

  1. Rekonsiliasi Data Piutang Pajak
Rekonsiliasi data dilaksanakan antara Subbagian Umum dan Seksi Penagihan. Rekonsiliasi data Piutang Pajak dilakukan untuk mencocokkan kebenaran subtansi data Piutang Pajak yang tersaji di neraca KPP Pratama XY sebagaimana huruf D di atas, dengan Laporan Perkembangan Piutang Pajak. Rekonsiliasi dilakukan sekurang-kurangnya dua kali dalam setahun, yaitu setiap akhir Semester I dan setiap akhir tahun sebelum berakhirnya penyusunan Laporan Keuangan. Apabila berdasarkan hasil rekonsiliasi terdapat perbedaan data antara Piutang Pajak yang tersaji di neraca dan Piutang Pajak pada laporan Perkembangan Piutang Pajak, maka terhadap selisih tersebut dibuatkan jurnal koreksi untuk menyesuaikan saldo akun Piutang Pajak dengan menggunakan formulir jurnal koreksi.

Formulir Jurnal Aset:
FORMULIR JURNAL ASET

Kementerian Negara : (015) Keuangan Nomor Dokumen : ........................
Eselon I : (04)  Direktorat Jenderal Pajak Tanggal : .........................
Wilayah : ......  ............................... Tahun Anggaran : .........................
Satuan Kerja : ......  ..............................



Jenis Jurnal Aset
Periode (Bulan) : ...............................
 
Kas Di Bendahara Penerima
 
Persediaan
Keterangan : ...............................
...............................
............
 
Kas Di Bendahara Pembayar
 
Aset Tetap
     
 
Piutang
 
......................
 Nomor
  Urut
Kode Perkiraan

Uraian Nama Perkiraan  D/K  Rupiah (IDR) 












Kepala Subbagian Umum



....................................
NIP
Dibuat Oleh:
Petugas Akuntansi,


........................................
NIP

Hasil rekonsiliasi dituangkan dalam Berita Acara Rekonsiliasi antara Subbagian Umum dan Seksi Penagihan dengan format sebagaimana Lampiran II. Berita Acara Rekonsiliasi tersebut  dilampiri dengan rincian Piutang Pajak berdasarkan jenis pajak, umur piutang, jumlah piutang yang diajukan penghapusan dan jumlah Piutang Pajak yang dihapuskan dalam tahun berjalan.

  1.  Penyajian Piutang Pajak di Neraca
Berdasarkan data transaksi sebagaimana tersebut di atas, maka penyajian Piutang Pajak di neraca adalah sebagai berikut :

1 Januari 2008
ASET 
Kas di Bendahara Pengeluaran 0
Piutang Pajak 26.178.760.631
Penyisihan Piutang Pajak Tidak Tertagih (2.617.876.063)
Jumlah Piutang Pajak 23.560.884.568
0
Bagian Lancar TGR 0
Persediaan


ASET TETAP 0
ASET LAINNYA 0
KEWAJIBAN 
Uang Muka dari KPPN 0
Belanja Yang Masih Harus dibayar 0


EKUITAS DANA LANCAR

EDL Cadangan Piutang 23.560.884.568








EKUITAS DANA INVESTASI
Diinvestasikan dalam Aset lainnya 0

30 Juni 2008
ASET 
Kas di Bendahara Pengeluaran 0
Piutang Pajak 24.869.822.600
Penyisihan Piutang Pajak Tidak Tertagih (2.486.982.260)
Jumlah Piutang Pajak 22.382.840.340
0
Bagian Lancar TGR 0
Persediaan


ASET TETAP 0
ASET LAINNYA 0
KEWAJIBAN 
Uang Muka dari KPPN 0
Belanja Yang Masih Harus dibayar 0


EKUITAS DANA LANCAR

EDL Cadangan Piutang 22.382.840.340








EKUITAS DANA INVESTASI
Diinvestasikan dalam Aset lainnya 0

  1. Penjelasan dan Pengungkapan Piutang Pajak dalam CaLK
Berikut adalah contoh pengungkapan Piutang Pajak dalam Laporan Keuangan KPP Pratama XY Semester I Tahun 2008. Catatan dan pengungkapan Piutang Pajak dalam Catatan atas Laporan Keuangan KPP Pratama XY terdapat pada Huruf C.2.1 2. Piutang Pajak sebagaimana contoh pengungkapan berikut:


Piutang Pajak
D.2.



Piutang Pajak

Jumlah Piutang Pajak per 31 Desember 2008 sebesar Rp24.869.822.600,00. Jumlah tersebut merupakan piutang negara kepada Wajib Pajak berupa pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, tetapi sampai dengan 30 Juni 2008 belum mendapat pelunasan. Rincian Piutang Pajak berdasarkan satuan mata uang sebagaimana Lampiran F.1, sedangkan piutang per jenis pajak sebagaimana Tabel D.2.a, Tabel D.2.b dan komposisi nilai Piutang Pajak per 30 juni 2008 pada Gambar D.2.b. berikut: 
Tabel D.2.a
Rincian Piutang Pajak Berdasarkan Jenis Pajak Per 30 Juni 2008
(dalam Rupiah)


JENIS PAJAK RUPIAH
PPh Pasal 25 Orang Pribadi 831.365.705
PPh Pasal 25 Badan 9.010.209.711
PPh Pasal 21 994.898.250
PPh Pasal 22 76.321.165
PPh Pasal 23/26 2.246.363.749
PPh Pasal 4 (2) 863.211.703
PPN 10.237.323.842
PPnBM 78.224.715
Bunga Penagihan 531.903.761
TOTAL 24.869.822.600


Gambar D.2

Komposisi per Jenis Piutang Pajak Per 30 Juni 2008
(dalam Rupiah)


 




Gambar D.2.b
Komposisi per Jenis Piutang Pajak Per 30 Juni 2008
(dalam Rupiah)






















Penghapusan
Piutang Pajak



Sita Jaminan





Sengketa Pajak


JENIS PAJAK 30 Juni 2008 1 Januari 2008
PPh Pasal 25 Orang Pribadi 831.365.705 875.121.795
PPh Pasal 25 Badan 9.010.209.711 9.484.431.275
PPh Pasal 21 994.898.250 1.047.261.315
PPh Pasal 22 76.321.165 80.338.068
PPh Pasal 23/26 2.246.363.749 2.364.593.420
PPh Pasal 4 (2) 863.211.703 908.643.898
PPN 10.237.323.842 10.776.130.360
PPnBM 78.224.715 82.341.805
Bunga Penagihan 531.903.761 559.898.696
TOTAL 24.869.822.600 26.178.760.631

Nilai Piutang Pajak sebesar Rp24.869.822.600,00 tersebut, terdapat piutang sebesar Rp2.486.982.260,00 telah daluwarsa penagihannya. Dari piutang pajak yang telah daluwarsa sebesar Rp2.486.982.260,00 tersebut, telah diusulkan penghapusan sebesar Rp1.989.585.808,00 dan telah mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan dan dalam tahun 2008 untuk dihapusbukukan sebesar Rp1.472.845.882,00

Dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaiman telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, KPP Pratama XY dalam 2008 telah melaksanakan penyitaan harta Wajib Pajak dengan estimasi harga pasar objek sita sebesar Rp5.290.169.334,00. Objek sita tersebut terdiri atas 9 bidang tanah, 1 buah gedung dan bangunan, 2 mobil sedan merk Honda Accord Tahun 2007 dan 5 mobil kijang tahun 2006.

dalam rangka pemenuhan hak dan kewajiban Wajib Pajak, Direktorat Jenderal Pajak melayani Wajib Pajak yang mengajukan keberatan, banding dan peninjauan kembali. Nominal surat ketetapan pajak yang diajukan keberatan, pembetulan, pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, pengurangan atau pembatalan atas surat ketetapan pajak dari banding/gugatan yang belum mendapat keputusan atau putusan sampai dengan tanggal 30 Juni 2008 adalah Rp1.579.099.030,00







LAMPIRAN I
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR : 08/PJ/2009
TANGGAL : 2 FEBRUARI 2009
TENTANG : PEDOMAN AKUNTANSI PIUTANG PAJAK


Bentuk Formulir Jurnal Aset adalah sebagai berikut:

FORMULIR JURNAL ASET

Kementrian Negara/Lembaga : (1) ___________________ No. Dokumen : (5) ___________________
Eselon I : (2) ___________________ Tanggal : (6) ___________________
Wilayah : (3) ___________________ Tahun anggaran : (7) ___________________
Satuan Kerja : (4) ___________________      

        Jenis Jurnal Aset (10)    
Periode/Bulan : (8) ___________________
 
Kas di Bendahara Penerima
 
Persediaan
Keterangan : (9) _______________________________
 
Kas di Bendahara Pembayar
 
Aset Tetap
    ____________________________________
 
Piutang
 
Aset Lainnya

No Urut
(11)
Kode Perkiraan
(12)
Uraian Nama Perkiraan
(13)
Rupiah
(14)
       
       
       
       

Dibuat oleh : (15) Disetujui oleh : (16) Direkam oleh : (17)
Tanggal : Tanggal : Tanggal :




Petunjuk Pengisian Formulir Jurnal Aset:

No. URAIAN PENGISIAN
1. Kementerian Negara/Lembaga Diisi dengan kode dan uraian kementrian negara/lembaga.
2. Eselon I Diisi dengan kode dan uraian unit eselon I 
3. Wilayah Diisi dengan kode dan uraian kantor wilayah/propinsi.
4. Satuan Kerja Diisi dengan kode/uraian satuan kerja.
5. No. Dokumen Diisi dengan no. dokumen yang ditetapkan untuk Formulir Jurnal Aset. Nomor Formulir Jurnal Aset ditetapkan oleh setiap unit akuntansi pembuat  Formulir Jurnal Aset dengan menggunakan format "BABT00000" dimana BA = kode 3 digit Kementerian Negara/Lembaga, B = bulan, T = tahun, dan 00000 = no. urut. 
6. Tanggal Diisi dengan tanggal pembuatan laporan sbb:

7. Tahun anggaran Diisi dengan periode tahun anggaran yang dilaporkan. 
8. Periode/Bulan Diisi dengan periode transaksi yang dilaporkan.
Contoh: 01-01-2001 s.d 31-01-2001/Januari
9. Keterangan Diisi dengan penjelasan mengenai sifat dari transaksi yang dibuat Formulir Jurnal Aset.
10. Jenis Jurnal Aset Diisi dengan 6 pilihan jenis jurnal yang sesuai
11. No. Urut Diisi dengan nomor urut transaksi dengan rincian debet atau kredit 
12. Kode Perkiraan Diisi dengan 6 (enam) digit untuk kode perkiraan
13. Uraian Nama Perkiraan Diisi dengan nama perkiraan sesuai dengan kode perkiraan pada kolom 13
14. Rupiah Diisi dengan jumlah rupiah yang didebet atau dikredit. Jumlah kredit dibedakan dari jumlah debet dengan memasukkan tanda minus (-) didepan jumlah kredit untuk memungkinkan pengambilan jumlah.
15. Dibuat oleh:
Tanggal:
Diisi dengan nama jelas dan tanda tangan staf yang membuat Formulir Jurnal Aset. Tanggal pembuatan Formulir Jurnal Aset ditulis pada tempat yang disediakan.
16. Disetujui oleh:
Tanggal:
Diisi dengan nama jelas dan tanda tangan penanggungjawab yang meneliti dan menyetujui Formulir Jurnal Aset. Tanggal penandatanganan Formulir Jurnal Aset ditulis pada tempat yang disediakan. 
17. Direkam oleh:
Tanggal
Diisi dengan nama jelas dan tanda tangan staf yang merekam Formulir Jurnal Aset. Tanggal perekaman Formulir Jurnal Aset ditulis pada tempat yang disediakan.




LAMPIRAN II
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR : 08/PJ/2009
TANGGAL : 2 FEBRUARI 2009
TENTANG : PEDOMAN AKUNTANSI PIUTANG PAJAK

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
KANTOR PELAYANAN PAJAK ....................


BERITA ACARA REKONSILIASI
Nomor: ...............


Pada hari ini ........... tanggal ............. bulan .............. tahun ............ telah diselenggarakan rekonsiliasi Data Piutang Pajak, antara Kepala Subbagian Umum yang selanjutnya disebut Penanggung Jawab Penyusunan Laporan Keuangan dengan Kepala Seksi Penagihan yang selanjutnya disebut Penanggung Jawab Laporan Perkembangan Piutang Pajak, masing-masing Kantor Pelayanan Pajak ...................
Penanggung Jawab Penyusunan Laporan Keuangan menyampaikan data dan atau dokumen berupa Neraca dan Neraca Percobaan UAKPA Kantor Pelayanan Pajak......... Per 30 Juni 20X0/31 Desember 20X0*). Sedangkan Penanggung Jawab Laporan Perkembangan Piutang Pajak menyampaikan data dan atau dokumen, berupa:
  1. Rincian Piutang Pajak Berdasarkan Jenis Pajak Per 30 Juni 20X0/31 Desember 20X0*).
  2. Rincian Piutang Pajak Berdasarkan Umur Piutang Pajak Per 30 Juni 20X0/31 Desember 20X0*).
  3. Rincian Piutang Pajak Per 30 Juni 20X0/31 Desember 20X0*) yang sedang diajukan pengurangan/pembetulan dan keberatan oleh Wajib Pajak.
  4. Rincian Piutang Pajak yang telah Daluwarsa, yang diusulkan penghapusan dan dihapus dalam tahun 20X0.
Setelah dilakukan pencocokan data piutang pajak sebagaimana tersebut di atas dengan data piutang pajak dalam Laporan Keuangan, nilai Piutang Pajak Per 30 Juni 20X0/31 Desember 20X0*) adalah sebesar Rp .................., dengan nilai penyisihan piutang pajak sebesar Rp ..........., piutang pajak yang daluwarsa sebesar Rp .............., piutang pajak diajukan penghapusan Rp ...................., dan piutang pajak telah dihapuskan dalam tahun berjalan sebesar Rp .............. serta terdapat nominal surat ketetapan pajak yang diajukan pengurangan/pembetulan dan keberatan oleh Wajib Pajak sebesar Rp .............. sebagaimana rincian terlampir. Selanjutnya selisih yang terjadi sebagai akibat dilaksanakannya rekonsiliasi, ditindaklanjuti oleh Penanggung Jawab Penyusun Laporan Keuangan dengan membuat jurnal koreksi.

Demikian, berita acara ini dibuat untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.



Kepala Seksi Penagihan



(Nama)
(NIP)







Mengetahui,
Kepala Kantor,



(Nama)
(NIP)
Kepala Subbagian Umum



(Nama)
(NIP)
 
*) Coret yang tidak perlu



DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II: 1
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
KANTOR WILAYAH ..................... NOMOR : 08/PJ/2009
KANTOR PELAYANAN PAJAK .................. TANGGAL : 2 FEBRUARI 2009
TENTANG : PEDOMAN AKUNTANSI PIUTANG PAJAK

RINCIAN PIUTANG PAJAK BERDASARKAN JENIS PAJAK
KANTOR PELAYANAN PAJAK XXXXXXXX
PER 30-06-20X0/ 31-12-20X0*)

KODE
PERKIRAAN

JENIS PAJAK
LAPORAN PERKEMBANGAN PIUTANG PAJAK
NERACA

SELISIH

KETERANGAN
IDR (Rp) USD ($) Rate **) Jumlah (Rp)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
113125 PPh Pasal 25 Orang Pribadi              
113126 PPh Pasal 25 Badan              
113121 PPh Pasal 21              
113122 PPh Pasal 22              
113124 PPh Pasal 23              
113127 PPh Pasal 26              
113128 PPh Pasal 4 (2)              
113131 PPN              
113141 PPnBM              
113151 Piutang PBB Pedesaan               
113152 Piutang PBB Perkotaan              
 113153 Piutang PBB Perkebunan              
113154 Piutang PBB Kehutanan              
113155 Piutang PBB Pertambangan              
113157 Piutang BPHTB              
113172 Piutang Pajak Tidak Langsung Lainnya              
113173 Bunga Penagihan              
  Total              

*)   Coret yang tidak perlu.
**) Kurs Tengah Bank Indonesia pada akhir periode akuntansi (per tanggal neraca)



DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II: 2
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
KANTOR WILAYAH ..................... NOMOR : 08/PJ/2009
KANTOR PELAYANAN PAJAK .................. TANGGAL : 2 FEBRUARI 2009
  TENTANG : PEDOMAN AKUNTANSI PIUTANG PAJAK

RINCIAN PIUTANG PAJAK BERDASARKAN UMUR PIUTANG
PER 30 JUNI 20X0/ 31 DESEMBER 20X0*)





DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II: 3
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
KANTOR WILAYAH ..................... NOMOR : 08/PJ/2009
KANTOR PELAYANAN PAJAK .................. TANGGAL : 2 FEBRUARI 2009
TENTANG : PEDOMAN AKUNTANSI PIUTANG PAJAK

RINCIAN PENYISIHAN PIUTANG PAJAK, PIUTANG PAJAK DALUWARSA,
PIUTANG PAJAK DIUSULKAN PENGHAPUSAN DAN PIUTANG PAJAK
DIHAPUSKAN
PER 30 JUNI 20X0/ 31 DESEMBER 20X0*)

    
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II: 4
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
KANTOR WILAYAH ..................... NOMOR : 08/PJ/2009
KANTOR PELAYANAN PAJAK .................. TANGGAL : 2 FEBRUARI 2009
TENTANG : PEDOMAN AKUNTANSI PIUTANG PAJAK


RINCIAN PIUTANG PAJAK YANG DIAJUKAN KEBERATAN, BANDING DAN PENINJAUAN KEMBALI
PER 30 JUNI 20X0/ 31 DESEMBER 20X0*)
                         


 
LAMPIRAN III
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR : 08/PJ/2009
TANGGAL : 2 FEBRUARI 2009
TENTANG : PEDOMAN AKUNTANSI PIUTANG PAJAK


DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ....................


BERITA ACARA REKONSILIASI
Nomor: ...............



Pada hari ini ........... tanggal ............. bulan .............. tahun ............ telah diselenggarakan rekonsiliasi Data Piutang Pajak, antara Kepala Bagian Umum yang selanjutnya disebut Penanggung Jawab Penyusunan Laporan Keuangan dengan Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak yang selanjutnya disebut Penanggung Jawab laporan Perkembangan Piutang Pajak, masing-masing pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak......................
Penanggung Jawab Penyusunan Laporan Keuangan menyampaikan data dan atau dokumen berupa Neraca dan Neraca Percobaan UAPPA-W Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak......... Per 30 Juni 20X0/31 Desember 20X0*). Sedangkan Penanggung Jawab Laporan Perkembangan Piutang Pajak menyampaikan data dan atau dokumen, berupa:
  1. Rincian Piutang Pajak Berdasarkan Jenis Pajak Per 30 Juni 20X0/31 Desember 20X0*).
  2. Rincian Piutang Pajak Berdasarkan Umur Piutang Pajak Per 30 Juni 20X0/31 Desember 20X0*).
  3. Rincian Piutang Pajak Per 30 Juni 20X0/31 Desember 20X0*) yang sedang diajukan pengurangan/pembetulan, keberatan dan Banding oleh Wajib Pajak.
  4. Rincian Piutang Pajak yang telah Daluwarsa, yang diusulkan penghapusan dan dihapuskan dalam tahun 20X0.
Setelah dilakukan pencocokan data piutang pajak sebagaimana tersebut di atas dengan data piutang pajak di neraca dan atau neraca percobaan, nilai Piutang Pajak Per 30 Juni 20X0/31 Desember 20X0*) adalah sebesar Rp .................., dengan nilai penyisihan piutang pajak sebesar Rp ..........., piutang pajak yang daluwarsa sebesar Rp .............., piutang pajak diajukan penghapusan Rp ...................., dan piutang pajak telah dihapuskan dalam tahun berjalan sebesar Rp .............. serta terdapat nominal surat ketetapan pajak yang diajukan pengurangan/pembetulan dan keberatan oleh Wajib Pajak sebesar Rp .............. sebagaimana rincian terlampir. Selanjutnya, selisih yang terjadi sebagai akibat dilaksanakannya rekonsiliasi, ditindaklanjuti oleh Penanggung Jawab Penyusunan Laporan Keuangan dengan melakukan klarifikasi nilai piutang pajak tersebut kepada masing-masing Kantor Pelayanan Pajak.

Demikian, berita acara ini dibuat untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.



Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan dan
Penagihan Pajak



(Nama)
(NIP)







Mengetahui,
Kepala Kantor,



(Nama)
(NIP)
Kepala Bagian Umum



(Nama)
(NIP)

*) Coret yang tidak perlu




DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN III: 1
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
KANTOR WILAYAH DJP ..................... NOMOR : 08/PJ/2009

TANGGAL : 2 FEBRUARI 2009
TENTANG : PEDOMAN AKUNTANSI PIUTANG PAJAK


RINCIAN PIUTANG PAJAK BERDASARKAN JENIS PAJAK
KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK XXXXXXXX
PER 30-06-20X0/ 31-12-20X0*)

KODE
PERKIRAAN

JENIS PAJAK
LAPORAN PERKEMBANGAN PIUTANG PAJAK
NERACA

SELISIH

KETERANGAN
IDR (Rp) USD ($) Rate **) Jumlah (Rp)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
113125 PPh Pasal 25 Orang Pribadi              
113126 PPh Pasal 25 Badan              
113121 PPh Pasal 21              
113122 PPh Pasal 22              
113124 PPh Pasal 23              
113127 PPh Pasal 26              
113128 PPh Pasal 4 (2)              
113131 PPN              
113141 PPnBM              
113151 Piutang PBB Pedesaan               
113152 Piutang PBB Perkotaan              
 113153 Piutang PBB Perkebunan              
113154 Piutang PBB Kehutanan              
113155 Piutang PBB Pertambangan              
113157 Piutang BPHTB              
113172 Piutang Pajak Tidak Langsung Lainnya              
113173 Bunga Penagihan              
  Total              

     
*)   Coret yang tidak perlu.
**) Kurs Tengah Bank Indonesia pada akhir periode akuntansi (per tanggal neraca)



DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN III: 2.1
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
KANTOR WILAYAH DJP ..................... NOMOR : 08/PJ/2009

TANGGAL : 2 FEBRUARI 2009
TENTANG : PEDOMAN AKUNTANSI PIUTANG PAJAK

RINCIAN PIUTANG PAJAK BERDASARKAN UMUR PIUTANG
PER 30 JUNI 20X0/ 31 DESEMBER 20X0*)






DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN III: 2.2
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
KANTOR WILAYAH DJP ..................... NOMOR : 08/PJ/2009

TANGGAL : 2 FEBRUARI 2009
TENTANG : PEDOMAN AKUNTANSI PIUTANG PAJAK


RINCIAN PIUTANG PAJAK BERDASARKAN UMUR PIUTANG
PER 30 JUNI 20X0/ 31 DESEMBER 20X0*)






DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN III: 3.1
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
KANTOR WILAYAH DJP ..................... NOMOR : 08/PJ/2009

TANGGAL : 2 FEBRUARI 2009
TENTANG : PEDOMAN AKUNTANSI PIUTANG PAJAK


RINCIAN PENYISIHAN PIUTANG PAJAK,PIUTANG PAJAK DALUWARSA,PIUTANG
PAJAK DIUSULKAN PENGHAPUSAN DAN PIUTANG PAJAK DIHAPUSKAN

PER 30 JUNI 20X0/ 31 DESEMBER 20X0*)


                                     





DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN III: 3.2
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
KANTOR WILAYAH DJP ..................... NOMOR : 08/PJ/2009

TANGGAL : 2 FEBRUARI 2009
TENTANG : PEDOMAN AKUNTANSI PIUTANG PAJAK


RINCIAN PENYISIHAN PIUTANG PAJAK,PIUTANG PAJAK DALUWARSA,PIUTANG
PAJAK DIUSULKAN PENGHAPUSAN DAN PIUTANG PAJAK DIHAPUSKAN

PER 30 JUNI 20X0/ 31 DESEMBER 20X0*)

                                     




DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN III: 4.1
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
KANTOR WILAYAH DJP ..................... NOMOR : 08/PJ/2009

TANGGAL : 2 FEBRUARI 2009
TENTANG : PEDOMAN AKUNTANSI PIUTANG PAJAK


RINCIAN PIUTANG PAJAK YANG DIAJUKAN KEBERATAN, BANDING DAN PENINJAUAN KEMBALI
PER 30 JUNI 20X0/ 31 DESEMBER 20X0*)



                          




DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN III: 4.2
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
KANTOR WILAYAH DJP ..................... NOMOR : 08/PJ/2009

TANGGAL : 2 FEBRUARI 2009
TENTANG : PEDOMAN AKUNTANSI PIUTANG PAJAK


RINCIAN PIUTANG PAJAK YANG DIAJUKAN KEBERATAN, BANDING DAN PENINJAUAN KEMBALI
PER 30 JUNI 20X0/ 31 DESEMBER 20X0*)

                                     
                                 





LAMPIRAN IV
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR : 08/PJ/2009
TANGGAL : 2 FEBRUARI 2009
TENTANG : PEDOMAN AKUNTANSI PIUTANG PAJAK


DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
(KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK....................)




Nomor : ....................................................... ...................................
Lampiran : .......................................................
Hal : Klarifikasi Data Piutang Pajak


Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak ...................
........................................................................
........................................................................


Berdasarkan hasil penelitian terhadap Laporan Keuangan dan Arsip Data Komputer (ADK) Laporan Keuangan Semester I/Tahunan*) Tahun 20X0 yang Saudara laporkan, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
  1. Nilai piutang pajak yang tersaji dalam Neraca Semester I/Tahunan*) Tahun 20X0 sebesar Rp................... sedangkan nilai piutang pajak dalam Laporan Perkembangan Piutang Pajak Bulan ............... yang Saudara sampaikan adalah sebesar Rp ......................... sebagaimana rincian terlampir;
  2. Sehubungan dengan hal tersebut diatas dan dalam menjaga validitas data Laporan Keuangan Direktorat Jenderal Pajak, diminta bantuannya untuk memberikan klarifikasi dan melakukan koreksi terhadap data piutang pajak tersebut.
  3. Selanjutnya hasil klarifikasi dan ADK setelah koreksi agar dikirim kepada Kantor Wilayah sebagai UAPPA-W dengan tembusan Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak.

Demikian atas  perhatiannya diucapkan terima kasih.



Kepala Kantor Wilayah



.................................
NIP ...........................


LAMPIRAN IV
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR : 08/PJ/2009
TANGGAL : 2 FEBRUARI 2009
TENTANG : PEDOMAN AKUNTANSI PIUTANG PAJAK


RINCIAN PIUTANG PAJAK
KANTOR PELAYANAN PAJAK XXXXXXXX
PER 30-060-X0/31-12-X0*)


KODE
PERKIRAAN

JENIS PAJAK
LAPORAN PERKEMBANGAN PIUTANG PAJAK NERACA
PER 30-060-X0/
31-12-X0*)

SELISIH
IDR (Rp) USD ($) Kurs **) Jumlah (Rp)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
113125 PPh Pasal 25 Orang Pribadi            
113126 PPh Pasal 25 Badan            
113121 PPh Pasal 21            
113122 PPh Pasal 22            
113124 PPh Pasal 23            
113127 PPh Pasal 26            
113128 PPh Pasal 4 (2)            
113131 PPN            
113141 PPnBM            
113151 Piutang PBB Pedesaan             
113152 Piutang PBB Perkotaan            
 113153 Piutang PBB Perkebunan            
113154 Piutang PBB Kehutanan            
113155 Piutang PBB Pertambangan            
113157 Piutang BPHTB            
113173 Bunga Penagihan            
  Total            

*)   Coret yang tidak perlu.
**) Kurs Tengah Bank Indonesia pada akhir periode akuntansi 




LAMPIRAN V
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR : 08/PJ/2009
TANGGAL : 2 FEBRUARI 2009
TENTANG : PEDOMAN AKUNTANSI PIUTANG PAJAK


DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK



BERITA ACARA REKONSILIASI
Nomor: ...............



Pada hari ini ........... tanggal ............. bulan .............. tahun ............ telah diselenggarakan rekonsiliasi Data Piutang Pajak, antara Kepala Bagian Keuangan yang selanjutnya disebut Penanggung Jawab Penyusunan Laporan Keuangan dengan Kepala Sub Direktorat Penagihan yang selanjutnya disebut Penanggung Jawab Laporan Perkembangan Piutang Pajak, masing-masing pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak.

Penanggung Jawab Penyusunan Laporan Keuangan menyampaikan data dan atau dokumen berupa Neraca dan Neraca Percobaan UAPPA-EI Direktorat Jenderal  Pajak Per 30 Juni 20X0/31 Desember 20X0*). Sedangkan Penanggung Jawab Laporan Perkembangan Piutang Pajak menyampaikan data dan atau dokumen, berupa:
  1. Rincian Piutang Pajak Berdasarkan Jenis Pajak Per 30 Juni 20X0/31 Desember 20X0*).
  2. Rincian Piutang Pajak Berdasarkan Umur Piutang Pajak Per 30 Juni 20X0/31 Desember 20X0*).
  3. Rincian Piutang Pajak Per 30 Juni 20X0/31 Desember 20X0*) yang sedang diajukan pengurangan/pembetulan, keberatan, banding dan peninjauan kembali oleh Wajib Pajak.
  4. Rincian Piutang Pajak yang telah Daluwarsa, yang diusulkan penghapusan dan dihapus dalam tahun 20X0.
Setelah dilakukan pencocokan data piutang pajak sebagaimana tersebut di atas dengan data piutang pajak di neraca dan atau neraca percobaan, nilai Piutang Pajak Per 30 Juni 20X0/31 Desember 20X0*) adalah sebesar Rp .................., dengan nilai penyisihan piutang pajak sebesar Rp ..........., piutang pajak yang daluwarsa sebesar Rp .............., piutang pajak diajukan penghapusan Rp ...................., dan piutang pajak telah dihapuskan dalam tahun berjalan sebesar Rp .............. serta terdapat nominal surat ketetapan pajak yang diajukan pengurangan/pembetulan dan keberatan oleh Wajib Pajak sebesar Rp .............. sebagaimana rincian terlampir. Selanjutnya selisih yang terjadi sebagai akibat dilaksanakannya rekonsiliasi, ditindaklanjuti oleh Penanggung Jawab Penyusunan Laporan Keuangan dengan melakukan klarifikasi nilai piutang pajak tersebut kepada masing-masing Kantor Pelayanan Pajak.

Demikian, berita acara ini dibuat untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.



Kepala Sub Direktorat Penagihan Pajak




(Nama)
(NIP)
Kepala Bagian Keuangan



(Nama)
(NIP)

*) Coret yang tidak perlu



DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN V: 1
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR : 08/PJ/2009

TANGGAL : 2 FEBRUARI 2009
TENTANG : PEDOMAN AKUNTANSI PIUTANG PAJAK


RINCIAN PIUTANG PAJAK BERDASARKAN JENIS PAJAK
PER 30-06-20X0/31-12-20X0*)

KODE
PERKIRAAN

JENIS PAJAK
LAPORAN PERKEMBANGAN PIUTANG PAJAK
NERACA

SELISIH

KETERANGAN
IDR (Rp) USD ($) Rate **) Jumlah (Rp)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
113125 PPh Pasal 25 Orang Pribadi              
113126 PPh Pasal 25 Badan              
113121 PPh Pasal 21              
113122 PPh Pasal 22              
113124 PPh Pasal 23              
113127 PPh Pasal 26              
113128 PPh Pasal 4 (2)              
113131 PPN              
113141 PPnBM              
113151 Piutang PBB Pedesaan               
113152 Piutang PBB Perkotaan              
 113153 Piutang PBB Perkebunan              
113154 Piutang PBB Kehutanan              
113155 Piutang PBB Pertambangan              
113157 Piutang BPHTB              
113172 Piutang Pajak Tidak Langsung Lainnya              
113173 Bunga Penagihan              
  Total              

*)   Coret yang tidak perlu.
**) Kurs Tengah Bank Indonesia pada akhir periode akuntansi 



DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN V: 2.1
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR : 08/PJ/2009

TANGGAL : 2 FEBRUARI 2009
TENTANG : PEDOMAN AKUNTANSI PIUTANG PAJAK


RINCIAN PIUTANG PAJAK BERDASARKAN UMUMR PIUTANG
PER 30 JUNI 20X0/31 DESEMBER 20X0*)





DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN V: 2.2
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR : 08/PJ/2009

TANGGAL : 2 FEBRUARI 2009
TENTANG : PEDOMAN AKUNTANSI PIUTANG PAJAK


RINCIAN PIUTANG PAJAK BERDASARKAN UMUMR PIUTANG
PER 30 JUNI 20X0/31 DESEMBER 20X0*)

 







DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN V: 3.1
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR : 08/PJ/2009

TANGGAL : 2 FEBRUARI 2009
TENTANG : PEDOMAN AKUNTANSI PIUTANG PAJAK


RINCIAN PENYISIHAN PIUTANG PAJAK, PIUTANG PAJAK DALUWARSA, PIUTANG
PAJAK DIUSULKAN PENGHAPUSAN DAN PIUTANG PAJAK DIHAPUSKAN

PER 30 JUNI 20X0/31 DESEMBER 20X0*)
                  
                                   



DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN V: 3.2
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR : 08/PJ/2009

TANGGAL : 2 FEBRUARI 2009
TENTANG : PEDOMAN AKUNTANSI PIUTANG PAJAK


RINCIAN PENYISIHAN PIUTANG PAJAK, PIUTANG PAJAK DALUWARSA, PIUTANG
PAJAK DIUSULKAN PENGHAPUSAN DAN PIUTANG PAJAK DIHAPUSKAN

PER 30 JUNI 20X0/31 DESEMBER 20X0*)

                                      



DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN V: 4.1
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR : 08/PJ/2009

TANGGAL : 2 FEBRUARI 2009
TENTANG : PEDOMAN AKUNTANSI PIUTANG PAJAK


RINCIAN PIUTANG PAJAK YANG DIAJUKAN KEBERATAN, BANDING DAN PENINJAUAN KEMBALI
PER 30 JUNI 20X0/31 DESEMBER 20X0*)


                             


DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN V: 4.2
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR : 08/PJ/2009

TANGGAL : 2 FEBRUARI 2009
TENTANG : PEDOMAN AKUNTANSI PIUTANG PAJAK


RINCIAN PIUTANG PAJAK YANG DIAJUKAN KEBERATAN, BANDING DAN PENINJAUAN KEMBALI
PER 30 JUNI 20X0/31 DESEMBER 20X0*)



                          



LAMPIRAN VI
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR : 08/PJ/2009
TANGGAL : 2 FEBRUARI 2009
TENTANG : PEDOMAN AKUNTANSI PIUTANG PAJAK


DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL

Jl. Jend. Gatot Subroto No. 40-42
Jakarta 12190
Kotak Pos 124
Telepon : (021) - 5250208
         - 5252880
Fax : (021) - 5734793



Nomor : S- PJ/.013/20X0 ....................................
Lampiran : ...................................
Hal : Klarifikasi Data Piutang Pajak

Yth. ............................................
..................................................
..................................................


Berdasarkan hasil penelitian terhadap Laporan Keuangan dan Arsip Data Komputer (ADK) laporan Keuangan Semester I/Tahunan*) Tahun 20X0 yang Saudara Laporkan, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
  1. Pada Neraca Semester I/Tahunan*) Tahun 20X0 terdapat nilai piutang pajak sebesar Rp..................... sedangkan dalam Laporan Perkembangan Piutang Pajak yang Saudara sampaikan terdapat nilai piutang pajak Rp ..................... sebagaimana rincian terlampir;
  2. Sehubungan dengan hal tersebut di atas dan dalam rangka menjaga validitas data Laporan Keuangan Direktorat Jenderal Pajak, diminta bantuannya untuk memberikan klarifikasi dan melakukan koreksi terhadap data piutang pajak tersebut.
  3. Selanjutnya hasil klarifikasi serta data pendukung lainnya agar dikirim kepada Kantor Wilayah sebagai UAPPA-W dengan tembusan Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak.
Demikian atas perhatiannya diucapkan terima kasih.



Sekretaris



..............................
NIP ........................



LAMPIRAN VI
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR : 08/PJ/2009
TANGGAL : 2 FEBRUARI 2009
TENTANG : PEDOMAN AKUNTANSI PIUTANG PAJAK

RINCIAN PIUTANG PAJAK
KANTOR PELAYANAN PAJAK XXXXXXXX
PER 30-060-X0/31-12-X0*)


KODE
PERKIRAAN

JENIS PAJAK
LAPORAN PERKEMBANGAN PIUTANG PAJAK NERACA
PER 30-060-X0/
31-12-X0*)

SELISIH
IDR (Rp) USD ($) Kurs **) Jumlah (Rp)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
113125 PPh Pasal 25 Orang Pribadi            
113126 PPh Pasal 25 Badan            
113121 PPh Pasal 21            
113122 PPh Pasal 22            
113124 PPh Pasal 23            
113127 PPh Pasal 26            
113128 PPh Pasal 4 (2)            
113131 PPN            
113141 PPnBM            
113151 Piutang PBB Pedesaan             
113152 Piutang PBB Perkotaan            
 113153 Piutang PBB Perkebunan            
113154 Piutang PBB Kehutanan            
113155 Piutang PBB Pertambangan            
113157 Piutang BPHTB            
113173 Bunga Penagihan            
  Total            

*)   Coret yang tidak perlu.
**) Kurs Tengah Bank Indonesia pada akhir periode akuntansi