LAMPIRAN I
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR : PER-16/PJ/2009
TANGGAL : 24 Februari 2009


TINGKAT RISIKO PENGUSAHA KENA PAJAK

Penentuan tingkat risiko Pengusaha Kena Pajak untuk risiko selain risiko sangat rendah diatur sebagai berikut :

  1. Pengusaha Kena Pajak yang ditentukan sebagai Pengusaha Kena Pajak dengan Risiko Rendah adalah Pengusaha Kena Pajak Selain Pengusaha Kena Pajak dengan Risiko Sangat Rendah yang memenuhi persyaratan :  
    1. Sudah pernah dilakukan pemeriksaan lapangan terhadap SPT Tahunan PPh untuk 1 (satu) tahun pajak atau 2 (dua) tahun pajak sebelum tahun pajak yang diperiksa;
    2. Pernah mengajukan restitusi paling sedikit 3 (tiga) kaili;
    3. Koreksi Dasar Pengenaan Pajak untuk Pajak Keluaran dari hasil pemeriksaan sebelum maksimal 10%;
    4. Koreksi Pajak Masukan hasil pemeriksaan sebelumnya maksimal 5%; dan
    5. Berdasarkan hasil analisis kuantitatif sebagaimana terdapat dalam Lampiran 3 memenuhi skor risiko rendah.
  2. Pengusaha Kena Pajak yang ditentukan sebagai Pengusaha Kena Pajak dengan Risiko Menengah adalah Pengusaha Kena Pajak Selain Pengusaha Kena Pajak dengan Risiko Sangat Rendah yang berdasarkan hasil analisis kuantitatif sebagaimana terdapat dalam Lampiran 3 memenuhi skor risiko menengah.   
  3. Pengusaha Kena Pajak yang ditentukan sebagai Pengusaha Kena Pajak dengan Risiko Tinggi adalah Pengusaha Kena Pajak Selain Pengusaha Kena Pajak dengan Risiko Sangat Rendah yang :
    1. Berdasarkan hasil analisis kualitatif memenuhi minimal 5 (lima) kriteria yang tercantum pada Lampiran 2; dan/atau
    2. Berdasarkan hasil analisis kuantitatif sebagaimana terdapat dalam Lampiran 3 memenuhi skor risiko tinggi.




LAMPIRAN II
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR : PER-16/PJ/2009
TANGGAL : 24 Februari 2009


ANALISIS RISIKO KUALITATIF


  1. Pengusaha Kena Pajak (PKP) sering pindah alamat atau sering mengajukan permohonan pindah alamat atau tempat kedudukan atau permohonan pindah lokasi tempat terdaftar (Kantor Pelayanan Pajak).
  2. Alamat PKP tidak jelas atau tidak sesuai dengan pengukuhan atau sering pindah.
  3. PKP yang alamatnya tidak ditemukan, begitu pula alamat pengurusnya.
  4. Satu alamat PKP digunakan secara bersama-sama oleh lebih dari satu PKP.
  5. Kegiatan PKP tidak ada atau tidak sesuai dengan pengukuhan.
  6. PKP yang non efektif (NE) atau PKP yang melaporkan SPT Masa PPN Nihil, kemudian melaporkan atau melakukan pembetulan SPT Masa yang jumlah penyerahannya meningkat cepat dan signifikan.
  7. PKP-PKP yang pengurus dan komisarisnya terdiri dari orang yang sama.
  8. PKP-PKP yang Akta Pendirian badan hukumnya disahkan oleh Notaris yang sama dan pendiriannya pada waktu yang bersamaan atau berdekatan, demikian juga dengan Nomor Akta.
  9. PKP yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan melakukan penyerahan Barang Kena Pajak yang sangat beragam sehingga tidak diketahui dengan pasti core business Wajib Pajak tersebut.
  10. PKP yang tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh WP Badan atau WP Orang Pribadi dan atau PPh Pasal 21.
  11. Elemen data SPT beserta lampirannya tidak dapat direkam karena Wajib Pajak tersebut tidak terdaftar sebagai PKP pada Master File Lokal.
  12. Hasil konfirmasi PEB dan atau PIB di intranet DJP menunjukkan tidak sesuai dengan nilai ekspor dan/atau impor yang dilaporkan pada SPT Masa PPN Lebih Bayar yang dimintakan restitusi.
  13. Hasil konfirmasi Faktur Pajak di program PK-PM pada intranet DJP menunjukkan data bahwa PM tidak sama dengan PK lawan transaksi.
  14. PKP melaporkan adanya Pajak Masukan dari PKP yang menerbitkan Faktur Pajak tidak sah sebagaimana tercantum pada SE-27/PJ.52/2002 dan perubahannya.
  15. PKP yang melaporkan jumlah penyerahan yang tidak sebanding dengan jumlah modal atau jumlah harta perusahaan.
  16. PKP yang melakukan rekayasa pembukuan.
  17. PKP yang jumlah penyerahannya besar, namun PPh Pasal 21 nya kecil.
  18. PKP yang SPT Masa PPN-nya Lebih Bayar dan dikompensasi terus menerus, dan begitu dilakukan pemeriksaan tidak ditemukan adanya persediaan.
  19. PKP tidak menyerahkan sebagian atau seluruhnya bukti-bukti atau dokumen yang diminta oleh Pemeriksa pada saat pemeriksaan, dalam jangka waktu yang ditentukan.
  20. PKP yang melaporkan ekspor fiktif atau penjualan lokal sebagai penjualan ekspor.
  21. PKP yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) ke bukan Kawasan Berikat yang dilaporkan dengan menggunakan Formulir BC 4.0 (Pemberitahuan Pemasukan Barang Asal Daerah Pabean ke Kawasan Berikat).
  22. PKP yang mengkreditkan Pajak Masukan yang tidak ada atau tidak sesuai dengan dokumen pendukung perolehan barang dan atau pembayarannya.
  23. PKP yang mengkreditkan Pajak Masukan yang masa pajaknya tidak sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (9) UU PPN dan dilakukan secara berulang-ulang.




LAMPIRAN III
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR : PER-16/PJ/2009
TANGGAL : 24 Februari 2009


ANALISIS RISIKO KUANTITATIF

A. ANALISIS RISIKO PROFIL UMUM (ARPU)
  1. Bentuk usaha Wajib Pajak
 
 
Orang Pribadi  
 
Badan
  2. Bentuk Permodalan Wajib Pajak
 
 
Terbuka  
 
BUMN/BUMD  
 
PMA
 
PMDN/Swasta Lainnya
  3. Wajib Pajak telah beroperasi selama :
 
 
< 1 Tahun  
 
1-3 Tahun  
 
4-7 Tahun  
 
> 7 Tahun
  4. Sektor usaha Wajib Pajak
 
 
Perdagangan  
 
Pabrikan  
 
Pertambangan  
 
 Lainnya,………………………
  5. Wajib Pajak telah menjadi PKP selama:
 
 
< 1 Tahun  
 
1-3 Tahun  
 
4-7 Tahun  
 
> 7 Tahun
  6. Laporan Keuangan Wajib Pajak diaudit akuntan publik
 
 
Tidak  
 
Ya, Nama KAP : 
  7. Jika Ya, pendapat akuntan publik:
 
 
WTP
 
WDP
 
Tidak Wajar  
 
Tidak Ada Pendapat
  8. Produk Wajib Pajak dipasarkan secara:
 
 
Lokal  
 
Ekspor  
 
Lokal dan Ekspor
  9. Wajib Pajak melakukan pembelian secara:
 
 
Lokal
 
Impor  
 
Lokal dan Impor
  10. Pada tahun pajak sebelumnya, Wajib Pajak mengajukan restitusi sebanyak:
 
 
1-3 kali  
 
4-6 kali  
 
7-9 kali  
 
10-12 kali
  11. Pada tahun pajak sebelumnya, Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh :
 
 
tidak  
 
Ya, tanggal : …………………

Total Peredaran Usaha : …………………
  12. Persentase koreksi PPN terutang hasil pemeriksaan sebelumnya:
 
 
< 10%  
 
10% - 25%  
 
26% - 50%  
 
> 50%
 
B. ANALISIS RISIKO OPERASI (ARO)
  13. Wajib Pajak mempunyai gudang sendiri:
   
 
 
Tidak
 
Ya, alamat : ………………………………
atas nama : ………………………………
Jika tidak, cek dokumen sewa gudang

 
  14. Wajib Pajak mempunyai armada angkutan sendiri
   
 
Tidak    
 
Ya, sebutkan jenis dan jumlah unitnya
Jika tidak, cek dokumen sewa angkutan
 
C. ANALISIS RISIKO DOKUMEN (ARDo)
Khusus untuk Wajib Pajak yang melakukan transaksi ekspor, Wajib Pajak memiliki dokumen ekspor (untuk setiap transaksi ekspor) sebagai berikut : 
 
1. Dokumen PackingList
 
Ya
 
Tidak,
Karena …………………
2. Dokumen Sewa Alat Angkut
 
Ya
 
Tidak,
Karena …………………
3. Surat Jalan
 
Ya
 
Tidak,
Karena …………………
4. Tagihan Biaya Penumpukan
 
Ya
 
Tidak,
Karena …………………
5. Instruksi Pengiriman
 
Ya
 
Tidak,
Karena …………………
6. PEB
 
Ya
 
Tidak,
Karena …………………
7. Persetujuan Ekspor
 
Ya
 
Tidak,
Karena …………………
8. Surat Persetujuan Muat dari PT. Pelindo
 
Ya
 
Tidak,
Karena …………………
9. Master B/L
 
Ya
 
Tidak,
Karena …………………
10. Nota Tagih PT. Pelindo
 
Ya
 
Tidak,
Karena …………………
D. PERHITUNGAN SKOR RISIKO KUANTITATIF

Total Skor Risiko dihitung dengan cara menjumlahkan semua skor dari masing-masing item risiko pada Analisis Risiko Profil Umum, Analisis Risiko Operasi dan Analisis Risiko Dokumen, sesuai dengan Panduan Pengisian Skor Risiko.
Total Risiko PKP eksportir
- Risiko Tinggi        >  4.300
- Risiko Menengah   :  2.900 s.d. 4.300
- Risiko Rendah       : < 2.900
Total Risiko PKP selain eksportir
- Risiko Tinggi         :  >  2.600
- Risiko Menengah   :  1.600 s.d. 2.400
- Risiko Rendah       : < 1.600


PANDUAN PENGISIAN SKOR RISIKO KUANTITATIF
(Lampiran 3)

  1. ANALISIS RISIKO PROFIL UMUM (ARPU)
    1. Orang Pribadi = 250;  Badan = 100
    2. Terbuka=100; BUMN/BUMD=150; PMA=200; PMDN/Swasta Lainnya=250
    3. < 1 Tahun=250; 1 s.d. 3 Tahun=200 4 s.d. 7 Tahun=125; > 7 Tahun=100
    4. Perdagangan=250; Pabrikan=100; Pertambangan=150; Lainnya =175
    5. < 1 Tahun=250; 1 s.d. 3 Tahun=200; 4 s.d. 7 Tahun=125; > 7 Tahun = 100
    6. Tidak=250; Ya = 100
    7. Wajar Tanpa Pengecualian(WTP)=100; Wajar Dengan Pengecualian (WDP)=125; Tidak Wajar=175; Tidak Ada Pendapat=250
    8. Lokal=100; Ekspor=250; Lokal dan Ekspor=175
    9. Lokal=100; Impor=250; Lokal dan Impor=175
    10. 1-3 kali=100; 4-6 kali=125; 7-9 kali=175; 10-12 kali=250
    11. Tidak=250; Ya = 100
    12. < 10%=100; 10% - 25%=125; 26% - 50%=175; > 50%=250
  2. ANALISIS RISIKO OPERASI (ARO)
    1. Tidak=250; Ya = 100
    2. Tidak=250; Ya = 100
  3. ANALISIS RISIKO DOKUMEN (ARDo)




LAMPIRAN IV
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR : PER-16/PJ/2009
TANGGAL : 24 Februari 2009


PENENTUAN JENIS PEMERIKSAAN, JANGKA WAKTU PEMERIKSAAN
RUANG LINGKUP PEMERIKSAAN, DAN DOKUMEN YANG WAJIB
DIPINJAMKAN BERDASARKAN TINGKAT RISIKO

  1. Penentuan jenis pemeriksaan, jangka waktu pemeriksaan, ruang lingkup pemeriksaan, dan dokumen yang wajib dipinjamkan berdasarkan tingkat risiko Pengusaha Kena Pajak diatur sebagai berikut :
    Uraian Risiko Sangat Rendah Risiko Rendah Risiko Menengah Risiko Tinggi
    Jenis Pemeriksaan Pemeriksaan Kantor Pemeriksaan Kantor Pemeriksaan Lapangan Pemeriksaan Lapangan
    Jangka Waktu Pemeriksaan 3 bulan dan tidak dapat diperpanjang 3 bulan dan dapat diperpanjang 3 bulan 4 bulan dan dapat diperpanjang 4 bulan 4 bulan dan dapat diperpanjang 4 bulan
    Ruang Lingkup Pemeriksaan
    • Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) yang diterbitkan meliputi SPT Masa PPN yang menyatakan restitusi
    • Dalam hal terdapat kompensasi dari Masa Pajak-Masa Pajak sebelumnya (paling banyak 3 Masa Pajak, maka diterbitkan 2 (dua) SP2, yaitu 1 (satu) SP2 untuk Masa Pajak yang menyatakan restitusi dan 1 (satu) SP2 untuk Masa Pajak-Masa Pajak yang menyatakan kompensasi
    • Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) yang diterbitkan meliputi SPT Masa PPN yang menyatakan restitusi
    • Dalam hal terdapat kompensasi dari Masa Pajak-Masa Pajak sebelumnya (paling banyak 11 Masa Pajak, maka diterbitkan 2 (dua) SP2, yaitu 1 (satu) SP2 untuk Masa Pajak yang menyatakan restitusi dan 1 (satu) SP2 untuk Masa Pajak-Masa Pajak yang menyatakan kompensasi
    • Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) yang diterbitkan meliputi SPT Masa PPN yang menyatakan restitusi
    • Dalam hal terdapat kompensasi dari Masa Pajak-Masa Pajak sebelumnya (paling banyak 11 Masa Pajak, maka diterbitkan 2 (dua) SP2, yaitu 1 (satu) SP2 untuk Masa Pajak yang menyatakan restitusi dan 1 (satu) SP2 untuk Masa Pajak-Masa Pajak yang menyatakan kompensasi
    • Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) yang diterbitkan meliputi SPT Masa PPN yang menyatakan restitusi
    • Dalam hal terdapat kompensasi dari Masa Pajak-Masa Pajak sebelumnya (paling banyak 11 Masa Pajak, maka diterbitkan 2 (dua) SP2, yaitu 1 (satu) SP2 untuk Masa Pajak yang menyatakan restitusi dan 1 (satu) SP2 untuk Masa Pajak-Masa Pajak yang menyatakan kompensasi
    Dokumen yang wajib dipinjam
    • Bukti Pengiriman Barang,
    • Bukti Penerimaan Barang,
    • Pemberitahuan Pabean Impor
    • Pemberitahuan Pabean Ekspor dan Sertifikasi dari instansi tertentu seperti Departemen Perindustrian & Perdagangan, atau badan lain sepanjang diwajibkan adanya sertifikasi, atas transaksi ekspor,
    • Kontrak/Surat Perintah Kerja
    • Dokumen lain yang menurut pertimbangan pemeriksa pajak diperlukan
    Dokumen yang wajib dipinjamkan paling kurang meliputi dokumen-dokumen sebagai berikut :
    • Bukti Pengiriman Barang,
    • Bukti Penerimaan Barang,
    • Bukti Penerimaan Barang,
    • Bukti Pembayaran Uang,
    • Pemberitahuan Pabean Impor dan Surat Setoran Pajak,
    • Laporan Pemeriksaan Surveyor,
    • Surat Kuasa atau dokumen lain dari PPJK,
    • Pemberitahuan Pabean Ekspor dan Sertifikasi dari instansi tertentu seperti Departemen Perindustrian & Perdagangan, atau badan lain sepanjang diwajibkan adanya sertifikasi, atas transaksi ekspor.
    • Faktur Penjualan,
    • Instruksi Pengangkutan (Bill of Lading),
    • Packing List,
    • Wesel Ekspor/Letter of Credit,
    • Polis asuransi barang,
    • Kontrak/Surat Perintah Kerja
  2. Penyelesaian pemeriksaan dalam rangka permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak harus tetap memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai, atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-48/PJ/2008 Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.



LAMPIRAN V
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR : PER-16/PJ/2009
TANGGAL : 24 Februari 2009


DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
……………………………………………………………………… (1)



Nomor : ……………………… (2)   …………………………… (3) 
Sifat : Segera  
Hal : Pemberitahuan Perubahan Tingkat Risiko Pengusaha Kena Pajak


Yth. ………………………………
………………………………………
………………………………………

Sehubungan dengan pemeriksaan pajak terhadap :
Nama   
NPWP   
Masa Pajak  
Alamat   
:    …………………………………………………………………………    (5) 
:    …………………………………………………………………………    (6) 
:    …………………………………………………………………………    (7) 
:    …………………………………………………………………………    (8)  

dengan ini diberitahukan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan atas Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Lebih Bayar Restitusi untuk masa pajak sebagaimana dimaksud diatas diketahui terjadi perubahan tingkat risiko Pengusaha Kena Pajak tersebut dari sebelumnya berisiko …………………… (9) menjadi berisiko ………………………… (10).

Perubahan tingkat risiko tersebut akan berdampak pada jenis pemeriksaan, jangka waktu pemeriksaan, ruang lingkup pemeriksaan, dan dokumen yang wajib dipinjam pada pemeriksaan berikutnya terkait dengan penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PPN, atau PPN dan PPnBM.

Demikian surat ini disampaikan untuk menjadi perhatian.




Kepala Kantor
……………………………………… (11)
NIP   


PETUNJUK PENGISIAN
SURAT PEMBERITAHUAN PERUBAHAN TINGKAT RISIKO
PENGUSAHA KENA PAJAK
(Lampiran 5)


Angka 1 : Cukup jelas. 
Angka 2  : Diisi dengan nomor Surat Pemberitahuan Perubahan Tingkat Risiko Pengusaha Kena Pajak.   
Angka 3  : Cukup jelas.   
Angka 4   : Diisi dengan nama Pengusaha Kena Pajak yang diperiksa atau nama pimpinan Pengusaha Kena Pajak yang diperiksa.   
Angka 5  : Diisi dengan nama Pengusaha Kena Pajak yang diperiksa.
Angka 6 : Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak yang diperiksa.   
Angka 7  : Diisi dengan Tahun Pajak yang diperiksa.
Angka 8 : Diisi dengan alamat Pengusaha Kena Pajak yang diperiksa.   
Angka 9 : Diisi dengan risiko Pengusaha Kena Pajak sebelum dilakukan pemeriksaan.   
Angka 10 : Diisi dengan risiko Pengusaha Kena Pajak setelah dilakukan pemeriksaan.   
Angka 11 : Diisi dengan nama, NIP, dan tanda tangan Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak serta cap jabatan.