PERATURAN DIREKTUR
JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN
PERMOHONAN PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI PAJAK BUMI
DAN BANGUNAN, DAN PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK
TERUTANG, SURAT KETETAPAN PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN, DAN SURAT
TAGIHAN PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN YANG TIDAK BENAR.
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud
dengan:
- Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya
disebut dengan Undang-Undang PBB adalah Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1994.
- Surat Pemberitahuan Pajak Terutang yang selanjutnya disingkat
dengan SPPT adalah Surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak
untuk memberitahukan besarnya PBB yang terutang kepada Wajib Pajak.
- Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang
selanjutnya disebut dengan SKP PBB adalah Surat Ketetapan Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang PBB.
- Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang
selanjutnya disingkat dengan STP PBB adalah Surat Tagihan Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) Undang-Undang PBB.
- Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang selanjutnya disebut KPP
Pratama adalah Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang menerbitkan SPPT,
SKP PBB, dan/atau STP PBB.
- Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya
disingkat dengan Kanwil DJP adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak yang membawahkan KPP Pratama.
Pasal 2
Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak
dapat:
- mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi
PBB yang dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan
karena kesalahan Wajib Pajak; dan/atau
- mengurangkan atau membatalkan SPPT, SKP PBB, atau
SIP PBB, yang tidak benar.
Pasal 3
Untuk mendukung permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, permohonan
dimaksud dilampiri dengan :
- fotokopi identitas Wajib Pajak, dan fotokopi identitas
kuasa Wajib Pajak dalam hal dikuasakan;
- dokumen pendukung yang dapat menunjukkan bahwa denda
administrasi dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena
kesalahan Wajib Pajak;
- fotokopi surat pemberitahuan pengajuan keberatan PBB tidak
dapat dipertimbangkan, dalam hal Wajib Pajak pernah mengajukan
keberatan atas SPPT atau SKP PBB; dan/atau
- dokumen pendukung lainnya.
Pasal 4
Untuk mendukung permohonan pengurangan SPPT, SKP PBB, atau STP PBB,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, permohonan dimaksud
dilampiri dengan :
- fotokopi identitas Wajib Pajak, dan fotokopi identitas
kuasa Wajib Pajak dalam hal dikuasakan;
- dokumen
pendukung yang dapat menunjukkan bahwa SPPT, SKP PBB atau STP PBB,
tidak benar;
- fotokopi
surat pemberitahuan pengajuan keberatan PBB tidak dapat
dipertimbangkan, dalam hal Wajib Pajak pernah mengajukan keberatan atas
SPPT atau SKP PBB; dan/atau
- dokumen pendukung lainnya.
Pasal 5
(1) |
Permohonan
pembatalan SPPT, SKP PBB, atau STP PBB, yang tidak benar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 huruf b diajukan secara perseorangan, kecuali
untuk SPPT dapat juga diajukan secara kolektif. |
(2) |
Untuk
mendukung permohonan pembatalan SPPT, SKP PBB, atau STP PBB,
yang tidak benar yang diajukan secara perseorangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), permohonan dimaksud
dilampiri dengan :
- fotokopi identitas Wajib Pajak, dan fotokopi
identitas kuasa Wajib Pajak dalam hal dikuasakan;
- dokumen
pendukung yang dapat menunjukkan bahwa objek pajak tersebut termasuk
objek pajak yang dapat dibatalkan; dan/atau
- dokumen pendukung lainnya.
|
(3) |
Untuk
mendukung permohonan pembatalan SPPT
yang tidak benar yang diajukan secara kolektif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), permohonan dimaksud
dilampiri dengan :
- fotokopi identitas Wajib Pajak;
- dokumen
pendukung yang dapat menunjukkan bahwa objek pajak tersebut termasuk
objek pajak yang dapat dibatalkan; dan/atau
- dokumen pendukung lainnya.
|
Pasal 6
Tanggal penerimaan surat permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dan surat
permohonan pengurangan atau pembatalan SPPT, SKP PBB, atau STP PBB,
yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b adalah :
- tanggal terima surat permohonan, dalam hal permohonan
disampaikan secara langsung oleh Wajib Pajak atau kuasanya kepada
petugas Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) atau petugas yang ditunjuk; atau
- tanggal tanda pengiriman surat permohonan, dalam hal
permohonan disampaikan melalui pos dengan bukti pengiriman surat.
Pasal 7
(1) |
Kepala
kanwil DJP atas nama Direktur Jenderal Pajak berwenang memberikan
keputusan atas permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a yang tercantum
dalam SKP PBB atau STP PBB dalam hal besarnya sanksi administrasi
paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). |
(2) |
Direktur
Jenderal Pajak berwenang memberikan keputusan atas permohonan
pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 huruf a yang tercantum dalam SKP PBB atau STP PBB dalam
hal besarnya sanksi administrasi lebih banyak dari Rp 750.000.000,00
(tujuh ratus lima puluh juta rupiah) |
Pasal 8
Kepala Kanwil DJP atas nama Direktur Jenderal Pajak berwenang
memberikan keputusan atas permohonan pengurangan atau pembatalan SPPT,
SKP PBB, atau STP PBB, yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 huruf b.
Pasal 9
(1) |
Keputusan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8 ditetapkan berdasarkan
hasil penelitian di kantor, dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan
dengan penelitian di lapangan. |
(2) |
Penelitian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan surat tugas
dan hasilnya dituangkan dalam laporan hasil penelitian. |
(3) |
Dalam
hal dilakukan penelitian di lapangan, pejabat serendah-rendahnya
setingkat Eselon III terlebih dahulu memberitahukan secara tertulis
waktu pelaksanaan penelitian di lapangan kepada Wajib Pajak atau
kuasanya. |
(4) |
Dalam
hal kewenangan memberikan keputusan berada pada Kepala Kanwil DJP
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 8, penelitian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Kanwil DJP,
kecuali untuk permohonan pembatalan SPPT secara kolektif penelitian
dilaksanakan oleh KPP Pratama. |
(5) |
Dalam
hal kewenangan memberikan keputusan berada pada Direktur Jenderal Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) penelitian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Kantor Pusat Direktorat
Jenderal Pajak. |
Pasal 10
(1) |
Dalam
hal kewenangan memberikan keputusan berada pada Kepala Kanwil DJP
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 8, Kepala KPP
Pratama meneruskan berkas permohonan pengurangan atau penghapusan
sanksi administrasi yang tercantum dalam SKP PBB atau STP PBB, atau
berkas permohonan pengurangan atau pembatalan SPPT, SKP PBB, atau SIP
PBB, yang tidak benar kepada Kepala Kanwil DJP dalam jangka waktu
paling lama :
- 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal penerimaan
surat permohonan, dalam hal permohonan diajukan secara perseorangan;
atau
- 2 (dua) bulan sejak tanggal penerimaan surat
permohonan pembatalan SPPT yang diajukan secara kolektif, disertai
dengan laporan hasil penelitian atas permohonan dimaksud.
|
(2) |
Dalam
hal kewenangan memberikan keputusan berada pada Direktur Jenderal Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), Kepala KPP Pratama
meneruskan berkas permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi yang tercantum dalam SKP PBB atau STP PBB kepada Direktur
Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja
terhitung sejak tanggal penerimaan surat permohonan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 |
Pasal 11
(1) |
Kepala
Kanwil DJP atau Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama
6 (enam) bulan sejak tanggal penerimaan surat permohonan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6, harus memberi surat keputusan atas permohonan
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. |
(2) |
Keputusan
Kepala Kanwil DJP atau Direktur Jenderal Pajak atas permohonan
pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang tercantum dalam
SKP PBB atau STP PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dapat
berupa mengabulkan sebagian atau seluruhnya, atau menolak permohonan
Wajib Pajak. |
(3) |
Keputusan
Kepala Kanwil DJP atas permohonan pengurangan SPPT, SKP PBB, atau SPT
PBB, yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, dapat
berupa mengabulkan sebagian atau seluruhnya, atau menolak permohonan
Wajib Pajak. |
(4) |
Keputusan
Kepala Kanwil DJP atas permohonan pembatalan SPPT, SKP PBB, atau STP
PBB, yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, dapat
berupa mengabulkan atau menolak permohonan Wajib Pajak. |
(5) |
Apabila
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terlampaui dan
Kepala Kanwil DJP atau Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu
keputusan, permohonan yang diajukan dianggap dikabulkan dan Kepala
Kanwil DJP atau Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan keputusan
sesuai dengan permohonan Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 1
(satu) bulan terhitung sejak jangka waktu dimaksud berakhir. |
(6) |
Atas
permintaan tertulis dari Wajib Pajak, Kepala Kanwil DJP atau Direktur
Jenderal Pajak harus memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang
menjadi dasar untuk menolak atau mengabulkan sebagian permohonan Wajib
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), atau menolak
permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4). |
(7) |
Dalam
hal keputusan atas permohonan pengurangan SPPT, SKP PBB, atau STP PBB,
yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 menyebabkan
terjadinya perubahan data dalam SPPT, SKP PBB, atau STP PBB, Kepala KPP
Pratama menerbitkan SPPT, SKP PBB, atau STP PBB baru berdasarkan
keputusan dimaksud tanpa mengubah saat jatuh tempo pembayaran, dan atas
SPPT atau SKP PBB baru tersebut tidak dapat diajukan keberatan. |
Pasal 12
Bentuk formulir Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai :
- pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi PBB atas
SKP PBB atau STP PBB sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini;
- pengurangan ketetapan PBB, yang tidak benar atas SPPT/SKP
PBB/STP PBB sebagaimana ditetapkan pada Lampiran II Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini;
- pembatalan ketetapan PBB, yang tidak benar atas SPPT/SKP
PBB/STP PBB sebagaimana ditetapkan pada Lampiran III Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini;
- pembatalan ketetapan PBB, yang tidak benar atas SPPT yang
diajukan secara kolektif sebagaimana ditetapkan pada Lampiran IV
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini.
Pasal 13
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 5 Oktober 2009
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd.
MOCHAMAD TJIPTARDJO
NIP 060044911