|
LAMPIRAN
I |
|
PERATURAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK |
|
NOMOR
|
: |
PER-34/PJ/2010 |
|
TENTANG |
: |
BENTUK
FORMULIR SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK
ORANG PRIBADI DAN WAJIB PAJAK BADAN BESERTA PETUNJUK PENGISIANNYA
|
|
LAMPIRAN
II |
|
PERATURAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK |
|
NOMOR
|
: |
PER-34/PJ/2010 |
|
TENTANG |
: |
BENTUK
FORMULIR SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK
ORANG PRIBADI DAN WAJIB PAJAK BADAN BESERTA PETUNJUK PENGISIANNYA
|
KEMENTERIAN
KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN
PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
MEMPUNYAI PENGHASILAN :
- DARI USAHA/PEKERJAAN BEBAS YANG MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN
ATAU NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO
- DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA
- YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL
- DARI PENGHASILAN LAIN
(FORMULIR 1770)
PETUNJUK UMUM
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP), hal-hal
yang perlu diperhatikan oleh Wajib Pajak adalah sebagai berikut:
1. |
Setiap
Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan SPT Tahunan dengan benar,
lengkap dan jelas serta menandatanganinya. |
2. |
SPT
Tahunan ditandatangani oleh Wajib Pajak Orang Pribadi atau orang
yang diberi kuasa menandatangani sepanjang dilampiri dengan surat kuasa
khusus. |
3. |
SPT
Tahunan dianggap tidak disampaikan apabila tidak ditandatangani
atau tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan/atau dokumen sebagaimana
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007
tentang Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan, serta Tata Cara
Pengambilan, Pengisian dan Penandatanganan dan Penyampaian Surat
Pemberitahuan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 152/PMK.03/2009 dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Nomor KEP-214/PJ./2001 tentang Keterangan dan/atau Dokumen Yang harus
Dilampirkan dalam Surat Pemberitahuan. |
4. |
Wajib
Pajak harus mengambil sendiri formulir SPT Tahunan ke Kantor
Pelayanan Pajak (KPP)/Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi
Perpajakan (KP2KP) atau dengan cara mengunduh (download) melalui
website www.pajak.go.id
dan menyampaikannya paling lambat 3 (tiga)
bulan setelah Tahun Pajak berakhir. |
5. |
Penyampaian
SPT Tahunan dapat dilakukan secara langsung di Kantor
Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau
tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak meliputi Pojok
Pajak, Mobil Pajak dan Tempat Khusus Penerimaan Surat Pemberitahuan
Tahunan (Drop Box) atau dapat dikirimkan melalui pos dengan tanda bukti
penerimaan surat atau dengan cara lain sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007 tentang Bentuk dan Isi
Surat Pemberitahuan, serta Tata Cara Pengambilan, Pengisian dan
Penandatanganan dan Penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152/PMK.03/2009. |
6. |
Kekurangan
pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan harus
dibayar lunas sebelum SPT Tahunan disampaikan. Apabila pembayaran
dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak,
dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen)
perbulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai
dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu)
bulan. |
7. |
Wajib
Pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang ke Kas
Negara melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan
untuk menerima pembayaran pajak (Bank Persepsi). |
8. |
Direktur
Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan
persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk
kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan (PPh
Pasal 29), paling lama 12 (dua belas) bulan. Berdasarkan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2008 tentang Tata Cara
Pemberian Angsuran atau Penundaan Pembayaran pajak, permohonan harus
diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat
Wajib Pajak terdaftar paling lama 9 (sembilan) hari kerja sebelum jatuh
tempo pembayaran, dengan menggunakan formulir tertentu sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak tersebut. |
9. |
Wajib
Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan
paling lama 2 (dua) bulan. Pemberitahuan harus disertai penghitungan
sementara pajak terutang dalam 1 (satu) Tahun Pajak dan Surat Setoran
Pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang. |
10. |
Apabila
SPT Tahunan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang
ditetapkan atau dalam batas waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan
Wajib Pajak, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah). |
11. |
Setiap
orang yang karena kealpaannya atau dengan sengaja tidak
menyampaikan SPT Tahunan atau menyampaikan SPT Tahunan tetapi isinya
tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya
tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
negara, dapat dikenai sanksi administrasi dan/atau sanksi pidana sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. |
PETUNJUK PENGISIAN
SPT Tahunan Tahun 2010 menggunakan format yang dapat dibaca dengan
menggunakan mesin scanner, untuk itu perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1. |
Jika
Wajib Pajak membuat sendiri formulir SPT Tahunan, jangan lupa untuk
membuat ■ (segi empat hitam) di keempat sudut sebagai pembatas dokumen
agar dokumen dapat di-scan. |
2. |
Ukuran
kertas yang digunakan F4/Folio (8.5 x 13 inch) dengan berat minimal 70
gram. |
3. |
Kertas
tidak boleh dilipat atau kusut. |
4. |
Kolom
Identitas :
Bagi Wajib Pajak yang mengisi menggunakan
mesin ketik, dalam mengisi
isian yang tidak terstruktur (seperti: Nama Wajib Pajak, Jenis Usaha,
dan Negara Domisili Kantor Pusat (khusus BUT)) kotak-kotak dapat
diabaikan sepanjang tidak melewati batas samping kanan. Sedangkan untuk
isian yang terstruktur (seperti: NPWP, Nomor Telepon) isian harus di
dalam kotak.
Contoh Pengisian:
NPWP |
: |
|
|
|
|
|
|
NAMA
WP |
: |
H
|
A
|
R
|
T |
O |
N |
O |
|
S |
U |
R |
Y |
O |
P |
R |
O |
J |
O |
|
|
|
|
JENIS
USAHA |
: |
P
|
E
|
R
|
D |
A |
G |
A |
N |
G |
A |
N |
B |
E |
S |
A |
R |
DI |
DA |
LA |
M |
R |
U |
A |
N |
G |
A |
N |
|
|
|
|
NO.
TELEPON |
: |
0
|
7
|
2
|
1 |
- |
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
6 |
7 |
8 |
|
Catatan:
Untuk yang menggunakan komputer atau tulis tangan, semua isian
harus dalam kotak. |
5. |
Dalam
mengisi kolom-kolom yang berisi nilai rupiah, harus tanpa
nilai desimal. Contoh:
a. |
Dalam
menuliskan sepuluh juta
rupiah adalah: 10.000.000 (BUKAN
10.000.000,00). |
b. |
Dalam
menuliskan seratus dua
puluh lima rupiah lima puluh sen
adalah: 125 (BUKAN
125,50) |
|
LAMPIRAN - I
(FORMULIR 1770 – I)
|
HALAMAN 1
PENGHITUNGAN PENGHASILAN
NETO DALAM NEGERI DARI USAHA
DAN/ATAU
PEKERJAAN BEBAS (BAGI
WAJIB PAJAK YANG MENGGUNAKAN PEMBUKUAN)
Formulir ini digunakan untuk menghitung besarnya seluruh penghasilan
neto dalam negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri,
isteri, dan anak/anak angkat yang belum dewasa dari usaha, pekerjaan
bebas, pekerjaan, dan penghasilan lainnya, kecuali penghasilan:
1. |
Isteri
yang telah hidup berpisah berdasarkan keputusan hakim; |
2. |
Isteri
yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; |
3. |
Isteri
yang menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban
perpajakannya sendiri
yang harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh isteri. |
(Pasal 4, Pasal 6,
Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 11A UU PPh).
TAHUN PAJAK
Diisi pada kotak yang tersedia sesuai dengan Tahun Pajak.
Contoh
: Tahun Pajak 2010 |
|
Periode
Januari – Desember |
|
|
s.d |
|
|
BAGIAN A : PENGHASILAN
NETO DALAM NEGERI DARI USAHA DAN/ATAU PEKERJAAN
BEBAS (BAGI WAJIB PAJAK YANG MENGGUNAKAN PEMBUKUAN)
Bagian ini hanya
diisi oleh Wajib Pajak yang menggunakan pembukuan, untuk melaporkan
besarnya penghasilan neto dalam negeri dari usaha dan/atau pekerjaan
bebas yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri, dan
anak/anak angkat yang belum dewasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.
Bagi Wajib Pajak yang laporan keuangannya telah di Audit oleh Kantor
Akuntan Publik wajib mencantumkan nama dan NPWP Akuntan Publik yang
menandatangani Laporan Audit, nama dan NPWP Kantor Akuntan Publik.
Kolom Opini Akuntan diisi sesuai dengan kode opini sebagai berikut:
Kode |
1 untuk Wajar Tanpa
Pengecualian;
2
untuk Wajar Dengan
Pengecualian;
3
untuk Tidak Wajar;
4
untuk Tidak Ada Opini. |
Demikian
pula apabila Wajib Pajak menggunakan jasa konsultan pajak, diisi dengan
nama dan NPWP Konsultan Pajak sesuai dengan surat kuasa dan nama Kantor
Konsultan Pajak beserta NPWPnya.
Angka 1 - PENGHASILAN
DARI USAHA
DAN/ATAU PEKERJAAN BEBAS BERDASARKAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL
Diisi
dengan jumlah penghasilan dari kegiatan pokok dan biaya berdasarkan
Laporan Keuangan Komersial yang dilampirkan pada SPT Tahunan baik yang
belum diaudit maupun yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik.
Huruf a - PEREDARAN USAHA
Diisi dengan jumlah seluruh penghasilan dari kegiatan/usaha pokok
dan/atau dari pekerjaan bebas yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
termasuk isteri dan anak yang belum dewasa selama Tahun Pajak yang
bersangkutan berdasarkan pembukuan, termasuk di dalamnya
penghasilan dari kegiatan pokok yang dikenakan PPh Final.
Catatan :
Penghasilan lainnya (penghasilan yang berasal dari bukan kegiatan/usaha
pokok Wajib Pajak) dilaporkan pada Bagian D Formulir 1770-I halaman 2.
Huruf b - HARGA POKOK
PENJUALAN
Diisi sesuai dengan jumlah Harga Pokok
Penjualan menurut pembukuan.
a. |
Bagi
Wajib Pajak yang melakukan usaha dagang, diisi dengan harga
pokok penjualan usaha dagang selama Tahun Pajak yang bersangkutan. |
b. |
Bagi
Wajib Pajak yang melakukan usaha di bidang industri, diisi
dengan harga pokok penjualan usaha industri selama Tahun Pajak yang
bersangkutan. |
c. |
Bagi
Wajib Pajak yang melakukan usaha di jasa, diisi dengan harga
pokok usaha jasa, yaitu jumlah biaya yang berhubungan langsung dengan
peredaran/penerimaan bruto selama Tahun Pajak yang bersangkutan. |
Huruf c - LABA/RUGI BRUTO
USAHA
Diisi dengan hasil pengurangan
peredaran usaha (1a) dengan harga pokok penjualan (1b).
Huruf d - BIAYA
USAHA
Diisi dengan seluruh jumlah biaya usaha yang dikeluarkan dalam
rangka memperoleh, menagih dan memelihara penghasilkan, seperti: biaya
penjualan, biaya umum dan administrasi.
Huruf e - PENGHASILAN
NETO DARI
USAHA
Diisi dengan hasil pengurangan laba/rugi bruto usaha (1c) dengan
biaya usaha (1d).
Angka 2 - PENYESUAIAN
FISKAL POSITIF
Penyesuaian
fiskal positif adalah penyesuaian terhadap penghasilan neto komersial
dalam rangka menghitung penghasilan kena pajak berdasarkan UU PPh
beserta peraturan pelaksanaannya, yang bersifat menambah atau
memperbesar penghasilan kena pajak. Penyesuaian tersebut timbul karena
adanya biaya, pengeluaran, dan kerugian yang tidak dapat dikurangkan
dari penghasilan bruto dalam menghitung penghasilan kena pajak
berdasarkan ketentuan UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, karena
adanya perbedaan saat pengakuan biaya dan penghasilan atau karena
penghitungan biaya menurut metode fiskal lebih rendah dari penghitungan
menurut metode akuntansi komersial, serta karena adanya penghasilan
yang merupakan objek pajak yang tidak termasuk dalam penghasilan
komersial, yaitu sebagai berikut:
a. |
diisi
dengan penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf i UU
PPh, yaitu misalnya pengeluaran perusahaan untuk pembelian/perbaikan
rumah atau kendaraan pribadi, biaya perjalanan pribadi/keluarga, biaya
premi asuransi pribadi/keluarga, dan pengeluaran lainnya untuk
kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya; |
b. |
diisi
dengan penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf d UU
PPh, yaitu premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi
dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayar oleh Wajib Pajak. Pada saat
Wajib Pajak menerima penggantian atau santunan asuransi, penerimaan
tersebut bukan merupakan objek pajak; |
c. |
diisi
dengan penyesuaian berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf d UU
PPh, yaitu penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau
jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan (benefit
in-kind) bukan merupakan penghasilan bagi pegawai yang
bersangkutan.
Oleh karena itu sesuai dengan prinsip taxability and deductibility,
penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh, bagi Wajib
Pajak pemberi kerja tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Namun pemberian natura berupa penyediaan makanan/minuman di tempat
kerja bagi seluruh pegawai, demikian pula pemberian natura atau
kenikmatan di daerah terpencil yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri
Keuangan, serta pemberian natura atau kenikmatan yang merupakan
keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja
atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya (seperti: pakaian
dan peralatan khusus untuk
keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan, antar-jemput
pegawai, serta akomodasi untuk awak kapal dan sejenisnya), dapat
dibebankan sebagai biaya perusahaan;
Lihat
: |
Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.03/2009 tentang
Penyediaan Makanan dan Minuman bagi Seluruh Pegawai Serta Penggantian
atau Imbalan dalam Bentuk Natura dan Kenikmatan Di Daerah Tertentu dan
yang Berkaitan Dengan Pelaksanaan Pekerjaan Yang dapat Dikurangkan Dari
Penghasilan Bruto Pemberi Kerja. |
|
d. |
diisi
dengan penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf f UU
PPh, yaitu pembayaran gaji, honorarium, dan imbalan lain sehubungan
dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan kepada pihak yang mempunyai
hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) UU PPh,
dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sepanjang jumlahnya tidak
melebihi kewajaran. Kewajaran diukur berdasarkan standar yang berlaku
umum untuk pekerjaan dengan kualifikasi yang sama yang dilakukan oleh
pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa. Atas selisih yang
melebihi kewajaran tersebut dapat dikategorikan sebagai pembagian laba; |
e. |
diisi
dengan penyesuaian berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf a UU
PPh, yaitu bantuan atau sumbangan dan harta hibahan yang diterima oleh
badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial, atau pengusaha kecil
termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, bukan
merupakan penghasilan sepanjang tidak terdapat hubungan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan. Oleh karena itu sesuai dengan prinsip taxability and
deductibility, (jika atas sejumlah uang (biaya) yang
dikeluarkan oleh
Wajib Pajak Orang Pribadi/Badan dapat dibiayakan atau diperlakukan
sebagai pengurang penghasilan bruto, maka bagi si penerima uang,
penghasilan tersebut dikenakan pajak (PPh)), penyesuaian berdasarkan
Pasal 9 ayat (1) huruf g UU PPh, bagi Wajib Pajak pemberi bantuan atau
sumbangan dan harta hibahan tersebut tidak dapat dibebankan sebagai
biaya; |
f. |
diisi
dengan penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf h UU
PPh, yaitu PPh yang terutang oleh Wajib Pajak yang bersangkutan; |
g. |
diisi
dengan penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf i UU
PPh, yaitu pembayaran gaji kepada pemilik atau orang yang menjadi
tanggungannya tidak dapat dibebankan sebagai biaya; |
h. |
diisi
dengan penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf k UU
PPh, yaitu sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan, serta
sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan
perundang-undangan di bidang perpajakan bukan merupakan biaya; |
i |
diisi
apabila perhitungan penyusutan/amortisasi menurut pembukuan
Wajib Pajak lebih besar dari perhitungan penyusutan/amortisasi menurut
fiskal (daftar rincian perhitungan penyusutan dan amortisasi fiskal
dilampirkan pada SPT); |
j. |
diisi
dengan biaya yang berkaitan dengan penghasilan yang dikenakan
PPh Final dan Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak tetapi
termasuk dalam penghasilan komersial; |
k. |
penyesuaian
berdasarkan ketentuan umum Pasal 4 dan Pasal 9 UU PPh
beserta peraturan pelaksanaannya, dalam hal:
- |
terdapat
penghasilan yang
tidak diakui secara komersial akan tetapi termasuk Objek Pajak yang
dikenakan PPh tidak bersifat final; |
- |
terdapat
biaya-biaya perusahaan
lainnya atau kerugian yang diakui secara komersial akan tetapi tidak
dapat diakui secara fiskal, misalnya biaya yang tidak didukung oleh
dokumen-dokumen pengeluaran; |
|
l. |
diisi
dengan jumlah Angka 2.a s.d. Angka 2.k. |
Angka 3 - PENYESUAIAN
FISKAL NEGATIF
Penyesuaian fiskal negatif adalah penyesuaian terhadap
penghasilan neto komersial dalam rangka menghitung penghasilan kena
pajak berdasarkan UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, yang
bersifat mengurangi penghasilan kena pajak.
a. |
Diisi
dengan penghasilan yang dikenakan PPh Final dan Penghasilan
yang tidak termasuk objek pajak tetapi termasuk dalam penghasilan
komersial. |
b. |
Diisi
apabila perhitungan penyusutan/amortisasi menurut pembukuan
Wajib Pajak lebih kecil dari perhitungan penyusutan/amortisasi menurut
fiskal (daftar rincian perhitungan penyusutan dan amortisasi fiskal
dilampirkan pada SPT). |
c. |
Diisi
dengan penyesuaian fiskal negatif lainnya. |
d. |
Diisi
dengan jumlah Angka 3.a s.d. Angka 3.c. |
Angka 4 - JUMLAH BAGIAN A
Diisi dengan hasil penjumlahan penghasilan
neto dari usaha dan/atau pekerjaan bebas dan Penyesuaian Fiskal Positif
dikurangi dengan Penyesuaian Fiskal Negatif.
HALAMAN 2
- PENGHITUNGAN
PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI YANG MENGGUNAKAN NORMA PENGHITUNGAN
PENGHASILAN NETO
- PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN
- PENGHASILAN DALAM NEGERI LAINNYA
BAGIAN B : PENGHASILAN
NETO DALAM NEGERI DARI USAHA DAN/ATAU PEKERJAAN
BEBAS (BAGI WAJIB PAJAK YANG MENGGUNAKAN NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN
NETO)
Bagian ini digunakan untuk menghitung besarnya seluruh
penghasilan dalam negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa dari usaha
dan/atau pekerjaan bebas yang melakukan pencatatan dan memilih
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dalam Tahun Pajak yang
bersangkutan.
Yang berhak menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan
Neto adalah Wajib Pajak yang peredaran usahanya atau penerimaan
brutonya kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus
juta rupiah) setahun dan telah memberitahukan untuk menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak
dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari Tahun Pajak yang
bersangkutan.
Dalam hal Wajib Pajak dengan status kawin menyatakan
perjanjian pemisahan harta dan penghasilan atau status kawin tetapi
isteri menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya
sendiri, jumlah Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta
rupiah) tersebut merupakan gunggungan peredaran usaha atau penerimaan
bruto dari usaha suami, isteri, dan anak/anak angkat yang belum dewasa.
(Pasal 14 ayat (2), UU PPh) Penghasilan tersebut tidak termasuk
penghasilan yang telah dikenakan PPh bersifat final dan penghasilan
yang tidak termasuk objek pajak.
NOMOR - Kolom (1)
Cukup Jelas.
JENIS
USAHA - Kolom (2)
Angka
1 |
: |
Cukup
jelas. |
Angka
2 |
: |
Cukup
jelas. |
Angka
3 |
: |
Jenis
usaha jasa, misalnya persewaan mobil, jasa pemborong, dan salon. |
Angka
4 |
: |
Jenis
usaha pekerjaan bebas, misalnya dokter, notaris,
konsultan, dan arsitek, pengacara, penilai, aktuaris, akuntan. |
Angka
5 |
: |
Jenis
usaha lain-lain adalah jenis usaha yang tidak dapat dikelompokkan
pada jenis usaha Nomor 1 s.d. 4, misalnya peternakan, perikanan,
pertanian, perkebunan, dan pertambangan. |
PEREDARAN USAHA - Kolom
(3)
Kolom ini diisi sesuai dengan jumlah
peredaran usaha menurut catatan.
Apabila
Norma Penghitungan Penghasilan
Neto yang digunakan pada setiap jenis usaha lebih dari 1 (satu), maka
Wajib Pajak wajib membuat penghitungan pada lampiran tersendiri dan
kolom (4) diisi dengan kata "
lihat lampiran"
sedangkan pada kolom (3) dan (5) diisi dengan jumlah sesuai
penghitungan dalam lampiran tersebut. Dalam hal terdapat penghasilan
untuk beberapa tahun yang diterima sekaligus, dilaporkan sebagai
penghasilan pada tahun diterimanya penghasilan tersebut.
Angka 1 -
DAGANG
Kolom ini diisi dengan jumlah peredaran usaha dagang, baik yang
dilakukan Wajib Pajak sendiri, isteri, dan anak/anak angkat yang belum
dewasa.
Peredaran usaha perdagangan ialah jumlah hasil penjualan bruto
setelah dikurangi dengan pengembalian barang, potongan tunai, dan rabat
dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.
Angka 2 - INDUSTRI
Kolom ini diisi
dengan jumlah peredaran usaha industri dari Wajib Pajak sendiri,
isteri, dan anak/anak angkat yang belum dewasa. Peredaran usaha
industri ialah jumlah hasil penjualan bruto setelah dikurangi dengan
pengembalian barang, potongan tunai, dan rabat dalam Tahun Pajak yang
bersangkutan.
Angka 3 - JASA
Kolom ini diisi dengan jumlah peredaran
usaha jasa dari Wajib Pajak sendiri, isteri, dan anak/anak angkat yang
belum dewasa.
Peredaran usaha jasa ialah penerimaan bruto usaha jasa
dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.
Angka 4 - PEKERJAAN BEBAS
Kolom
ini diisi dengan jumlah penerimaan bruto pekerjaan bebas dari Wajib
Pajak sendiri, isteri, dan anak/anak angkat yang belum dewasa dalam
Tahun Pajak yang bersangkutan, misalnya dokter, pengacara, notaris,
akuntan, konsultan, penilai, aktuaris dan arsitek. Perlu diingat bahwa
yang dimaksud dengan penghasilan bruto dari pekerjaan bebas yang
diisikan dalam bagian ini adalah penghasilan bruto yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak dalam statusnya bukan sebagai pegawai/karyawan
baik tetap maupun tidak tetap.
Angka 5 - USAHA LAINNYA
Kolom ini diisi
dengan jumlah peredaran/penerimaan bruto dari jenis usaha selain yang
disebut pada Nomor 1 s.d. 4 dari Wajib Pajak sendiri, isteri, dan
anak/anak angkat yang belum dewasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.
PERSENTASE (%) NORMA
PENGHITUNGAN - Kolom (4)
Kolom ini diisi dengan
Angka Persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto yang sesuai untuk
setiap jenis usaha. Angka Persentase tersebut dikutip dari Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-536/PJ/2000 tentang Norma
Penghitungan Penghasilan Neto bagi Wajib Pajak yang dapat menghitung
penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan. Apabila Norma
Penghitungan Penghasilan Neto yang digunakan pada setiap jenis usaha
lebih dari 1 (satu), maka Wajib Pajak wajib membuat penghitungan pada
lampiran tersendiri dan kolom ini diisi dengan kata “lihat
lampiran”.
(Pasal 14 UU PPh)
PENGHASILAN NETO - Kolom
(5)
Kolom ini diisi dengan hasil perkalian angka pada Kolom (3) dengan
angka persentase pada Kolom (4). Apabila Norma Penghitungan yang
digunakan pada setiap jenis usaha lebih dari 1 (satu), maka Wajib Pajak
wajib membuat penghitungan pada lampiran tersendiri dan kolom (4) diisi
dengan kata “lihat lampiran”, sedangkan pada kolom
(5) diisi dengan penghitungan dalam lampiran tersebut.
JUMLAH BAGIAN B
Diisi dengan hasil penjumlahan Peredaran Usaha (kolom
3) dan Penghasilan Neto (kolom 5) dari masing-masing jenis usaha.
BAGIAN C : PENGHASILAN
NETO DALAM NEGERI SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN
(TIDAK TERMASUK PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPh BERSIFAT FINAL)
Bagian
ini diisi dengan penghasilan neto dalam negeri sehubungan dengan
pekerjaan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri, dan
anak/anak angkat yang belum dewasa.
Pengertian Wajib Pajak di sini
termasuk pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota TNI/POLRI,
karyawan BUMN/D, para penerima pensiun/Tunjangan Hari Tua/Tabungan Hari
Tua, Warga Negara Indonesia yang bekerja pada kedutaan besar negara
asing, perwakilan negara asing dan Perwakilan Organisasi Internasional.
Bagi pejabat negara,
pegawai negeri sipil, anggota TNI/POLRI, dan
pensiunan yang tidak memiliki penghasilan dari pekerjaan bebas dan yang
menerima penghasilan berupa honorarium dan imbalan lain dengan nama
apapun yang telah dipotong PPh Pasal 21 bersifat final, penghasilan
tersebut tidak dimasukkan dalam bagian ini.
(Pasal 4 ayat (1) huruf a
jo. Pasal 21 UU PPh)
NOMOR – Kolom
(1)
Cukup Jelas.
NAMA DAN
NPWP PEMBERI KERJA – kolom (2)
Cukup Jelas.
PENGHASILAN BRUTO
– Kolom (3)
Diisi dengan jumlah seluruh penghasilan bruto
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sehubungan dengan pekerjaan
selama Tahun Pajak yang bersangkutan dari setiap pemberi kerja.
Penghasilan tersebut antara lain dapat berupa:
- Gaji/uang
pensiun/tunjangan hari tua (THT)
Gaji/uang pensiun/THT yang diterima atau diperoleh secara teratur dalam
Tahun Pajak yang bersangkutan.
- Tunjangan PPh
Uang tunjangan PPh yang diterima atau diperoleh dalam Tahun Pajak yang
bersangkutan.
- Tunjangan
lainnya, uang penggantian, uang lembur dan
sebagainya
Tunjangan yang diterima atau diperoleh dalam Tahun Pajak yang
bersangkutan berupa tunjangan isteri, dan atau tunjangan anak,
tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan
transpor, tunjangan pendidikan anak, uang imbalan prestasi dan
tunjangan lainnya dengan nama apapun, uang penggantian seperti uang
penggantian pengobatan, uang lembur dan sebagainya.
- Honorarium,
imbalan
lain sejenisnya
Honorarium/imbalan lain yang diterima atau diperoleh dalam Tahun Pajak
yang bersangkutan.
Honorarium adalah imbalan atas jasa, jabatan atau
kegiatan yang dilakukan.
- Premi
asuransi yang dibayar pemberi kerja
Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna dan asuransi beasiswa yang dibayar pemberi kerja kepada
perusahaan asuransi atau penyelenggara Jamsostek dalam Tahun Pajak yang
bersangkutan.
- Penerimaan
dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya
yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 21
Jumlah yang sebenarnya diterima dari pemberi kerja yang tidak wajib
memotong PPh Pasal 21, serta yang bukan Wajib Pajak namun tidak
dikecualikan untuk memotong PPh Pasal 21 sehubungan dengan pemberian
dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dalam Tahun Pajak yang
bersangkutan.
- Tantiem,
bonus, gratifikasi, jasa produksi, THR
Tantiem, bonus, gratifikasi, jasa produksi, THR, dan penghasilan
sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap, dan yang biasanya diberikan
sekali saja atau sekali dalam setahun yang diterima atau diperoleh
dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.
PENGURANG PENGHASILAN
BRUTO/BIAYA
- Kolom (4)
Diisi dengan jumlah seluruh pengurang penghasilan bruto
dari setiap pemberi kerja yang terdiri dari:
a. |
BIAYA JABATAN
Diisi dengan jumlah biaya jabatan yang boleh dikurangkan dari
penghasilan. Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang diterima dari pemberi kerja oleh setiap
pegawai tetap tanpa memandang kedudukan atau jabatan. Jumlah biaya
jabatan untuk penghasilan dari setiap pemberi kerja adalah sebesar 5%
dari penghasilan bruto dengan jumlah setinggi-tingginya Rp6.000.000,00
(enam juta rupiah) dalam setahun atau Rp500.000,00 (lima ratus ribu
rupiah) dalam sebulan yang dihitung menurut banyaknya bulan perolehan
dalam tahun yang bersangkutan. Apabila Wajib Pajak menerima penghasilan
dari 2 (dua) atau lebih pemberi kerja, maka jumlah biaya jabatan yang
dapat dikurangkan adalah penjumlahan biaya jabatan dari setiap Formulir
1721-A1 dan/atau 1721-A2.
(Pasal 6 ayat (1) UU PPh jo. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
250/PMK.03/2008 tentang Besar Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun yang
dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap atau Pensiunan
serta Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 31/PJ/2009 tentang
Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal
21 dan/atau PPh Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan
Kegiatan Orang Pribad) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor 57/PJ/2009).
Contoh :
Amin memperoleh penghasilan bruto dari dua pemberi kerja yaitu dari PT.
XX sebesar Rp25.000.000,00 setahun dan PT. YY sebesar Rp150.000.000,00
setahun.
Biaya jabatan yang boleh dikurangkan dari penghasilan yaitu:
- |
Dari
PT. XX sebesar : 5% x Rp25.000.000,00 = Rp1.250.000,00 Di bawah
jumlah maksimal (Rp6.000.000,00) sehingga diperkenankan seluruhnya |
=
Rp1.250.000,00 |
- |
Dari
PT. YY sebesar : 5% x Rp150.000.000,00 = Rp7.500.000,00 Di atas
jumlah maksimal (Rp6.000.000,00) sehingga biaya Jabatannya sebesar
Jumlah Biaya Jabatan Amin |
= Rp 6.000.000,00 +/+
= Rp 7.250.000,00 |
|
b. |
BIAYA
PENSIUN
Diisi dengan jumlah biaya untuk mendapatkan dan memperoleh uang
pensiun. Biaya pensiun adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang diterima dari pemberi kerja oleh setiap
pensiunan tanpa memandang kedudukan atau jabatan yang besarnya 5% (lima
persen) dari penghasilan bruto, dengan jumlah setinggi-tingginya
Rp2.400.000,00 (dua juta empat ratus ribu rupiah) dalam setahun atau
Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) dalam sebulan yang dihitung
menurut banyaknya bulan perolehan dalam tahun yang bersangkutan.
Apabila menerima penghasilan dari 2 (dua) atau lebih pembayar pensiun,
maka jumlah biaya pensiun yang dapat dikurangkan adalah penjumlahan
biaya pensiun dari setiap formulir 1721-A1 dan/atau 1721-A2. (Pasal 6
ayat (1) UU PPh jo. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008
tentang Besar Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun yang dapat Dikurangkan
dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap atau Pensiunan serta Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor 31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata
Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau PPh
Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
57/PJ/2009).
Catatan:
Contoh penghitungan untuk biaya pensiun serupa
dengan contoh perhitungan pada biaya jabatan. |
c. |
IURAN
PENSIUN DAN IURAN THT
Diisi dengan jumlah iuran pensiun yang terikat pada gaji yang
dibayarkannya oleh Wajib Pajak yang bersangkutan, baik melalui pemberi
kerja maupun secara langsung kepada dana pensiun yang disetujui oleh
Menteri Keuangan, atau Iuran THT untuk Jamsostek yang dibayar oleh
Wajib Pajak sendiri dalam tahun yang bersangkutan. (Pasal 6 ayat (1) UU
PPh)
Catatan :
Lampirkan Formulir 1721-A1 dan/atau 1721-A2 dan Bukti
Pemotongan PPh Pasal 21 dari setiap pemberi kerja Tahun Pajak yang
bersangkutan kecuali apabila bukan dari Pemotong Pajak |
PENGHASILAN NETO
- Kolom (5)
Diisi dengan hasil pengurangan kolom (3) dengan kolom (4).
JUMLAH BAGIAN C
Diisi dengan jumlah penghasilan Neto kolom (5) dari 1
s.d. 6.
BAGIAN D : PENGHASILAN
NETO DALAM NEGERI LAINNYA (TIDAK
TERMASUK PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPh BERSIFAT FINAL)
Bagian ini
digunakan untuk melaporkan besarnya penghasilan neto dalam negeri
lainnya seperti bunga, dividen, royalti, sewa, penghargaan dan hadiah,
keuntungan dari penjualan/pengalihan harta, dan penghasilan lain-lain
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, istri, dan anak/anak
angkat yang belum dewasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.
Penghasilan tersebut
tidak
termasuk penghasilan yang telah dikenakan
PPh Final dan PPh bersifat final serta penghasilan yang tidak termasuk
objek pajak.
NOMOR – Kolom
(1)
Cukup jelas.
JENIS PENGHASILAN
– Kolom (2)
Cukup jelas.
Angka 1 – BUNGA
Dalam
pengertian bunga termasuk premium, diskonto, bagi usaha berbasis
syariah dan imbalan lain sehubungan dengan jaminan pengembalian utang,
baik yang dijanjikan maupun tidak, yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak sendiri, isteri, dan anak/anak angkat yang belum dewasa. (Pasal 4
ayat (1) huruf f, Pasal 8 dan Pasal 23 UU PPh)
Angka 2 - ROYALTI
Yang
dimaksud dengan royalti adalah setiap imbalan dengan nama apapun yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri, dan anak/anak
angkat yang belum dewasa sehubungan dengan penyerahan penggunaan hak
kepada pihak lain, berupa:
1. |
hak
atas harta tak berwujud, misalnya hak
pengarang, paten, merek dagang, formula, atau rahasia perusahaan; |
2. |
hak
atas harta berwujud, misalnya hak atas alat-alat industri,
komersial, dan ilmu pengetahuan; |
3. |
informasi,
yaitu informasi yang
belum diungkapkan secara umum, walaupun mungkin belum dipatenkan,
misalnya pengalaman di bidang industri, atau bidang usaha lainnya. |
(Pasal 4 ayat (1) huruf h dan Pasal 8 UU PPh)
Angka 3 - SEWA
Yang
dimaksud dengan sewa adalah setiap imbalan yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak sendiri, isteri, dan anak/anak angkat yang belum dewasa
sehubungan dengan penggunaan harta selain sewa tanah dan/atau bangunan
oleh pihak lain, harta gerak misalnya sewa pemakaian mobil, sewa
alat-alat berat. (Pasal 4 ayat (1) huruf i, Pasal 8 dan Pasal 23 UU PPh)
Angka 4 - PENGHARGAAN DAN
HADIAH
Jenis hadiah dan penghargaan untuk tujuan pemajakan dapat dibedakan:
a. |
Hadiah
undian
Yang dimaksud hadiah undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk
apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang pemberiannya
melalui cara undian. |
b. |
Hadiah
dan penghargaan perlombaan
Yang dimaksud dengan hadiah dan penghargaan perlombaan adalah hadiah
atau penghargaan yang diberikan melalui suatu perlombaan atau adu
ketangkasan, misalnya dari :
- perlombaan olah raga;
- kontes kecantikan/busana, kontes lainnya;
- kuis di televisi/radio;
- kegiatan perlombaan atau adu ketangkasan lainnya. |
c. |
Penghargaan
atas suatu prestasi tertentu, misalnya penghargaan atas
penemuan benda purbakala, penghargaan dalam menjualkan suatu produk. |
d. |
Hadiah
sehubungan dengan pekerjaan pemberian jasa dan kegiatan lainnya
yang pemberiannya tidak melalui cara undian atau perlombaan. |
Yang dilaporkan dalam Lampiran I (Formulir 1770-I ) adalah huruf b, c,
dan d, sedangkan huruf a dikenakan PPh bersifat final, dan dilaporkan
dalam Lampiran III Bagian A.I.4. (Hadiah undian, Formulir 1770-III).
Tidak termasuk dalam pengertian hadiah atau penghargaan yang dikenakan
pajak adalah hadiah langsung dalam penjualan barang/jasa, sepanjang:
a. |
diberikan
kepada semua pembeli/konsumen akhir tanpa diundi; |
b. |
hadiah
diterima langsung oleh konsumen akhir pada saat pembelian
barang/jasa. |
(Keputusan Menteri Keuangan Nomor 462/KMK.04/1998 tentang Pemotong PPh
Pasal 21 yang Bersifat Final atas Penghasilan Sehubungan dengan
Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Tertentu sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 112/KMK.03/2001 dan
Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-395/PJ./2001 tentang Pengenaan PPh
atas Hadiah dan Penghargaan).
Angka 5 - KEUNTUNGAN DARI
PENJUALAN/PENGALIHAN HARTA
Yang dimaksud dengan keuntungan dari
penjualan/pengalihan harta ialah penghasilan yang diterima atau
diperoleh oleh Wajib Pajak sendiri, isteri, dan anak/ anak angkat yang
belum dewasa sehubungan dengan penjualan/pengalihan harta, termasuk:
1. |
Keuntungan
karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan,
dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; |
2. |
Keuntungan
karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau
sumbangan, kecuali yang dialihkan kepada keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan, badan pendidikan,
badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro dan kecil, sepanjang tidak ada hubungan dengan
usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan diantara pihak-pihak
yang bersangkutan.
Orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan usaha kecil adalah orang
pribadi yang memiliki dan menjalankan usaha produktif yang memiliki
kekayaan bersih paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil
penjualan tahunan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima
ratus juta rupiah). (Pasal 4 ayat (3) huruf a angka 2 UU PPh dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 245/PMK.03/2008 tentang Badan-badan
dan Orang Pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang menerima
harta hibah, bantuan atau sumbangan yang tidak termasuk sebagai objek
PPh) |
3. |
Keuntungan
karena penjualan harta pribadi, misalnya saham yang tidak
diperdagangkan di bursa efek. (Pasal 4 ayat (1) huruf d dan Pasal 8 UU
PPh). |
Angka 6 - PENGHASILAN
LAINNYA
Penghasilan dari luar usaha yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri, dan anak/anak angkat yang
belum dewasa selain contoh di atas agar disebutkan jenis penghasilannya
dengan jelas. Bila kolom ini tidak mencukupi dapat dibuat pada lampiran
tersendiri.
Penghasilan tersebut misalnya :
- |
penerimaan
kembali
pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya; |
- |
keuntungan
karena pembebasan utang; |
- |
penerimaan
dari piutang yang telah
dihapuskan; |
- |
keuntungan
karena selisih kurs mata uang asing; |
- |
tambahan
kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak. |
(Pasal 4 dan Pasal 8 UU PPh)
JUMLAH PENGHASILAN -
Kolom (3)
Diisi dengan jumlah penghasilan dari masing-masing jenis
penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam Tahun Pajak yang
bersangkutan.
JUMLAH BAGIAN D
Diisi dengan jumlah penghasilan dari
angka 1 s.d angka 7.
LAMPIRAN - II
(FORMULIR 1770 – II)
|
- DAFTAR PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PPh OLEH PIHAK LAIN, PPh YANG
DIBAYAR/DIPOTONG DI LUAR NEGERI DAN PPh DITANGGUNG PEMERINTAH
BAGIAN A : DAFTAR
PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PPh OLEH PIHAK LAIN, PPh YANG
DIBAYAR/DIPOTONG DILUAR NEGERI DAN PPh DITANGGUNG PEMERINTAH
Bagian ini
merupakan rincian angsuran PPh berupa pemotongan/pemungutan oleh pihak
lain dan PPh yang ditanggung Pemerintah yang diperhitungkan sebagai
kredit pajak.
(Pasal 28 UU PPh, Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun
1994 tentang Pajak Penghasilan bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri
Sipil, Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan Para
Pensiunan atas Penghasilan yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara atau
Keuangan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2003 tentang
Pajak Penghasilan Yang Ditanggung oleh Pemerintah atas Penghasilan
Pekerja dari Pekerjaan).
NOMOR – Kolom
(1)
Cukup jelas.
NAMA
PEMOTONG / PEMUNGUT PAJAK - Kolom (2)
Kolom ini diisi dengan nama dari
masing-masing pemotong/pemungut pajak.
NPWP PEMOTONG / PEMUNGUT
PAJAK
– Kolom (3)
Kolom ini diisi dengan NPWP dari masing-masing
pemotong/pemungut pajak.
NOMOR BUKTI PEMOTONGAN /
PEMUNGUTAN - Kolom
(4)
Kolom ini diisi dengan nomor setiap bukti pemotongan/pemungutan.
TANGGAL BUKTI PEMOTONGAN
/ PEMUNGUTAN - Kolom (5)
Kolom ini diisi
dengan tanggal setiap bukti pemotongan/pemungutan dengan format
penulisan dd/mm/yy.
JENIS PAJAK : PPh PASAL
21/PASAL 22/PASAL 23/PASAL
24/PASAL 26/DTP - Kolom (6)
Kolom ini diisi dengan jenis pajak yang
telah dipotong/dipungut/ditanggung pemerintah yaitu: PPh Pasal 21
(ditulis 21), PPh Pasal 22 (ditulis 22), PPh Pasal 23 (ditulis 23), PPh
Pasal 24 (ditulis 24), PPh Pasal 26 (ditulis 26), dan PPh Ditanggung
Pemerintah (ditulis DTP).
PPh PASAL 21
PPh Pasal 21 meliputi PPh yang
telah dipotong oleh pemotong PPh Pasal 21 dalam Tahun Pajak yang
bersangkutan, baik terhadap Wajib Pajak sendiri maupun terhadap isteri
Wajib Pajak yang bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja, dan
anak/anak angkat yang belum dewasa dikutip dari Formulir 1721-A1 Angka
21 dan/atau dari Formulir 1721-A2 Angka 18 dan/atau Bukti Pemotongan
PPh Pasal 21,
tidak
termasuk PPh Pasal 21 yang bersifat final.
PPh
PASAL 22
PPh Pasal 22 meliputi PPh yang telah dipungut dalam Tahun
Pajak yang bersangkutan oleh:
a. |
Bank
Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas impor barang; |
b. |
Direktorat
Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik
ditingkat Pemerintah Pusat maupun di tingkat Pemerintah Daerah, yang
melakukan pembayaran atas pembelian barang; |
c. |
Badan
Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang
melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja
negara (APBN) dan/atau belanja daerah (APBD) kecuali badan-badan
tersebut pada butir d; |
d. |
Bank
Indonesia (BI), Perusahaan Pengelola Asset (PPA), Badan Urusan
Logistik (BULOG), PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT. Perusahaan
Listrik Negara (PLN), PT. Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau
Steel, Pertamina, dan bank-bank BUMN yang
melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun
non-APBN; |
e. |
badan
usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen,
industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk
oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di
dalam negeri; |
f. |
Produsen
atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas
penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas. |
g. |
Industri
dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan,
perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur
Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau
ekspor mereka dari pedagang pengumpul. |
(Pasal 22 UU PPh, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001
tentang Penunjukan Pemungut PPh Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan
serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.03/2008)
PPh
PASAL 23
PPh Pasal 23 meliputi PPh yang telah dipotong dalam Tahun
Pajak yang bersangkutan oleh pemotong PPh Pasal 23 atas penghasilan
berupa dividen, bunga, royalti, hadiah dan penghargaan, sewa, imbalan
atas jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan, dan jasa lain yang
ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak,
kecuali pemotongan PPh yang
bersifat final. (Pasal 23 UU PPh dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
244/PMK.03/2008 tentang jenis jasa lain sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 Ayat (1) Huruf c angka 2 UU Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU
Nomor 36 Tahun 2008)
PPh PASAL 24
PPh Pasal 24 adalah pajak yang
dibayar/dipotong/terutang di luar negeri atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh di luar negeri dalam tahun yang bersangkutan, sebesar
PPh yang dibayar/dipotong/terutang di luar negeri tetapi tidak boleh
melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan UU PPh.
Penghitungan "batas maksimum kredit pajak luar negeri yang dapat
dikreditkan" tersebut harus dilakukan untuk masing-masing negara. Dalam
hal pajak yang dibayar/dipotong/terutang atas penghasilan di luar
negeri jumlahnya sama atau lebih kecil dari "batas maksimum kredit
pajak luar negeri yang dapat dikreditkan" tersebut, maka jumlah PPh
Pasal 24 yang diisikan pada Kolom (7) adalah sebesar pajak yang
sebenarnya dibayar/dipotong/terutang atas penghasilan di luar negeri.
Namun, apabila pajak yang sebenarnya dibayar/dipotong/terutang atas
penghasilan di luar negeri lebih besar dari "
batas maksimum kredit
pajak luar negeri yang dapat dikreditkan", maka jumlah PPh
Pasal 24
yang diisikan pada Kolom (7) adalah sebesar "batas maksimum kredit
pajak luar negeri yang dapat dikreditkan" tersebut. (Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 164/KMK.03/2002 tentang Kredit Pajak Luar Negeri)
PPh
PASAL 26
Pemotongan pajak atas Wajib Pajak Luar Negeri adalah bersifat
final namun atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
(1) huruf b dan huruf c Undang-Undang PPh dan atas penghasilan Wajib
Pajak orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi
Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, pemotongan pajaknya
tidak bersifat final sehingga potongan pajak tersebut dapat dikreditkan
dalam SPT Tahunan PPh. Tidak termasuk PPh Pasal 26 yang telah
dikreditkan pada lembar formulir 1721 - A1
PPh DITANGGUNG PEMERINTAH
Kolom ini diisi dengan jumlah PPh yang ditanggung pemerintah
sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1994
tentang Pajak Penghasilan bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil,
Anggota TNI/POLRI dan Para Pensiunan atas Penghasilan yang Dibebankan
Kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah, serta Peraturan Pemerintah
Nomor 47 Tahun 2003 tentang Pajak Penghasilan yang Ditanggung oleh
Pemerintah atas Penghasilan Pekerja dari Pekerjaan.
JUMLAH PPh YANG
DIPOTONG/DIPUNGUT - Kolom (7)
Kolom ini diisi dengan
jumlah PPh yang telah dipotong/dipungut oleh pemotong/pemungut pajak
PPh Pasal 21/Pasal 22/Pasal 23 /Pasal 24/ Pasal 26/DTP dalam Tahun
Pajak yang bersangkutan.
JUMLAH BAGIAN A
Diisi dengan hasil penjumlahan
keseluruhan PPh Pasal 21/PPh Pasal 22/PPh Pasal 23/PPh Pasal 24/Pasal
26/DTP yang telah dipotong/dipungut yang tercantum pada Kolom (7).
LAMPIRAN
- III
(FORMULIR 1770 – III)
|
- PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PAJAK FINAL DAN/ATAU BERSIFAT
FINAL
- PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
- PENGHASILAN ISTERI YANG DIKENAKAN PAJAK SECARA TERPISAH
BAGIAN A : PENGHASILAN
YANG DIKENAKAN PAJAK FINAL DAN/ATAU BERSIFAT
FINAL
NOMOR - Kolom (1)
Cukup jelas.
JENIS PENGHASILAN - Kolom
(2)
Angka
1. |
Bunga
Deposito, Tabungan, Diskonto SBI, dan Surat Berharga
Negara:
- Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UU PPh, Peraturan
Pemerintah Nomor
131 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan
Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia dan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor. 51/KMK.04/2001 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan
atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank
Indonesia.
- Surat Berharga Negara termasuk Surat Utang Negara,
Surat
Berharga Syariah Negara, Surat Perbendaharaan Negara dan Obligasi
sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan atas Diskonto Surat Perbendaharaan Negara dan Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan Kegiatan Usaha
Berbasis Syariah.
|
Angka
2. |
Bunga
dan Diskonto Obligasi berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Berupa
Bunga Obligasi. |
Angka
3. |
Penjualan
Saham di Bursa Efek adalah penghasilan yang berasal
dari penjualan saham (saham pendiri/saham bukan pendiri) di bursa efek
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1994 tentang Pajak
Penghasilan atas Transaksi Penghasilan dari Transaksi Penjualan Saham
di Bursa Efek sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997, Keputusan Menteri Keuangan Nomor
282/KMK.04/1997 tentang Pelaksanaan Pemungutan Pajak Penghasilan dari
Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek. |
Angka
4. |
Hadiah
Undian berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UU PPh, Peraturan
Pemerintah Nomor 132 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan atas Hadiah
Undian dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-395/PJ./2001
tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas Hadiah dan Penghargaan. |
Angka
5. |
Pesangon,
Tunjangan Hari Tua dan Tebusan Pensiun Yang Dibayar
Sekaligus adalah pesangon dari pemberi kerja dan uang yang diterima
oleh pegawai tetap atau pensiunan dari Dana Pensiun yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan, PT. Astek, Badan Penyelenggara
Jamsostek berdasarkan Pasal 21 ayat (8) UU PPh, Peraturan Pemerintah
Nomor 68 Tahun 2009 tentang Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas
Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari
Tua, dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus, dan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pemotongan
Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang
Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, Dan Jaminan Hari Tua Yang
Dibayarkan Sekaligus. |
Angka
6. |
Honorarium
atas Beban APBN/APBD adalah penghasilan berupa
imbalan yang diterima oleh Pejabat Negara. Pegawai Negeri Sipil,
Anggota TNI/ POLRI dan Pensiunan yang dibebankan kepada keuangan
negara/daerah sehubungan dengan pekerjaan,
jasa dan kegiatan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1994
tentang Pajak Penghasilan bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil,
Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan Para Pensiunan atas
Penghasilan Yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah
dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 636/KMK.04/1994 tentang Pengenaan
Pajak Penghasilan bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan Para Pensiunan atas
Penghasilan Yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah. |
Angka
7. |
Pengalihan
Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah penghasilan
yang berasal dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran
Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari pengalihan Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 71 tahun 2008, Keputusan Menteri Keuangan Nomor
635/KMK.04/1994 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pemungutan Pajak
Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau
Bangunan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 392/KMK.04/1996 tentang Perubahan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 635/KMK.04/1994 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan
Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas
Tanah dan/atau Bangunan s.t.d.t.d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
43/PMK.03/2008. |
Angka
8. |
Bangunan
yang diterima dalam rangka Bangun Guna Serah yang
dibangun di atas tanah yang dimiliki Wajib Pajak sehubungan dengan
berakhirnya masa perjanjian bangun guna serah, berdasarkan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 248/KMK.04/1995 tentang Perlakuan Pajak
Penghasilan terhadap Pihak-Pihak yang Melakukan Kerjasama dalam Bentuk
Perjanjian Bangun Guna Serah (Built, Operate and Transfer). |
Angka
9. |
Sewa
atas tanah dan/atau bangunan adalah penghasilan bruto
dari persewaan misalnya tanah, rumah, rumah susun, apartemen,
kondominium, gedung, perkantoran, rumah kantor, ruko, gudang dan
industri berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 tentang
Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah
dan/atau Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 5 Tahun 2002 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 120/KMK.03/2002
tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996
tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pemotongan Pajak Penghasilan atas
Penghasilan Persewaan Tanah dan/atau Bangunan. |
Angka
10. |
Penghasilan
dari usaha jasa konstruksi adalah Penghasilan
Wajib Pajak yang bergerak di bidang usaha jasa perencanaan konstruksi,
pelaksanaan konstruksi dan pengawasan konstruksi berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi s.t.d.t.d Peraturan Pemerintah
Nomor 40 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
187/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan,
dan Penatausahaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa
Konstruksi s.t.d.d Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.03/2009. |
Angka
11. |
Penyalur/Dealer/Agen
produk Pertamina serta badan usaha
lainnya, adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan
dengan usaha sebagai penyalur/dealer/agen produk Pertamina serta badan
usaha lainnya yang bergerak di bidang bahan bakar minyak, berupa
premium, solar, pelumas, gas LPG, minyak tanah dan lain-lain yang telah
dibayar/dipungut PPh bersifat final berdasarkan Pasal 22 UU PPh,
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tentang Penunjukan
Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan serta
Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.03/2008. |
Angka
12. |
Bunga
Simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggotanya yang merupakan orang pribadi bukan badan berdasarkan Pasal 4
ayat (2) huruf a UU PPh dan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2009
tentang Pajak Penghasilan atas Bunga Simpanan yang Dibayarkan oleh
Koperasi kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi. |
Angka
13. |
Penghasilan
dari transaksi derivatif
Penghasilan dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang
diperdagangkan di bursa bukan sebagai objek pajak sehubungan dengan
tidak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2009 Pasal 2,
Pasal 3 Ayat (1), (2) dan (3) serta Pasal 5. Jadi kolom ini tidak perlu
diisi. |
Angka
14. |
Yang
dimaksud dengan dividen adalah bagian laba dengan nama
dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa selaku pemegang
saham atau pemegang polis asuransi dan anggota koperasi.
Termasuk dalam pengertian dividen adalah :
1. |
Pembagian
laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan
nama dan dalam bentuk apapun; |
2. |
Pembayaran
kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang
disetor; |
3. |
Pemberian
saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran kecuali saham
bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham baru dan revaluasi
aktiva tetap; |
4. |
Pembagian
laba dalam bentuk saham; |
5. |
Pencatatan
tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran; |
6. |
Jumlah
yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau
diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh
perseroan yang bersangkutan; |
7. |
Pembayaran
kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang
disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan,
kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal
dasar (statuter) yang dilakukan secara sah; |
8. |
Pembayaran
sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang
diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut; |
9. |
Bagian
laba sehubungan dengan pemilikan obligasi; |
10. |
Bagian
laba yang diterima oleh pemegang polis; |
11. |
Pembagian
berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi; |
12. |
Pengeluaran
perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang
dibebankan sebagai biaya perusahaan. |
(Pasal 4 ayat (1) huruf g dan Pasal 8 UU PPh)
Penghasilan yang diterima
dari dividen dikenakan tarif 10% sesuai dengan peraturan UU PPh Pasal
17 ayat (2c) dan (2d) serta Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2009
tentang Pajak Penghasilan atas Dividen yang Diterima atau Diperoleh
Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 256/PMK.03/2008 tentang Penetapan Saat Diperolehnya Dividen oleh
Wajib Pajak Dalam Negeri atas Penyertaan Modal Pada Badan Usaha Di Luar
Negeri Selain Badan Usaha yang Menjual Sahamnya di Bursa Efek. |
Angka
15. |
Penghasilan
isteri dari satu pemberi kerja adalah penghasilan
berupa gaji, tunjangan dan imbalan lainnya yang diterima atau diperoleh
isteri sebagai karyawati dari satu pemberi kerja yang telah dipotong
PPh Pasal 21 berdasarkan Pasal 8 ayat (1) UU PPh. |
Angka
16. |
Penghasilan
Lain yang Dikenakan Pajak Final dan/atau Bersifat
Final.
Untuk menampung penghasilan yang dikenakan PPh final dan/atau bersifat
final lainnya yang tidak termasuk dalam penghasilan sebagaimana
dimaksud Angka 1 s.d. Angka 15. |
DASAR PENGENAAN
PAJAK/PENGHASILAN BRUTO
– Kolom (3)
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Kolom ini diisi dengan nilai transaksi penjualan saham pendiri/saham
bukan pendiri yaitu hasil penjualan bruto dalam Tahun Pajak.
Angka 4
Kolom ini diisi dengan jumlah bruto nilai hadiah undian. Angka 5 Kolom
ini diisi dengan jumlah bruto pesangon, Tunjangan Hari Tua, dan Tebusan
Pensiun yang dibayar sekaligus.
Angka 6
Kolom ini diisi dengan jumlah bruto honorarium atas beban APBN/APBD.
Angka 7
Kolom ini diisi dengan nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan dalam Tahun Pajak berdasarkan nilai tertinggi antara akta
pengalihan hak dengan NJOP, berdasarkan keputusan pejabat yang
berwenang atau nilai menurut risalah lelang. Angka 8 Kolom ini diisi
dengan nilai tertinggi antara nilai menurut NJOP dengan nilai pasar
bangunan yang bersangkutan. Angka 9 Kolom ini diisi dengan jumlah bruto
yang diterima/diperoleh dari persewaan tanah dan/atau bangunan dalam
Tahun Pajak yang bersangkutan misalnya tanah, rumah, rumah susun,
apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah
toko, gudang, pabrik dan lain-lain.
Angka 10
Kolom ini diisi dengan jumlah imbalan bruto penghasilan dari
usaha jasa konstruksi yaitu jumlah yang dibayarkan untuk pihak pemberi
hasil kepada pemberi jasa dengan nama dalam bentuk apapun yang
berkaitan dengan usaha jasa perencanaan konstruksi, jasa pelaksanaan
konstruksi dan jasa pengawasan konstruksi.
Angka 11
Kolom ini diisi
dengan jumlah nilai penjualan hasil produksi pertamina serta badan
usaha lainnya yang bergerak di bidang Bahan Bakar Minyak.
Angka 12
Kolom ini diisi dengan penghasilan atas bunga simpanan koperasi yang
dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi, tarif
menggunakan tarif 0% untuk bunga simpanan sampai dengan Rp240.000,00
perbulan sedangkan tarif 10% dari jumlah bruto dikenakan pada bunga
simpanan koperasi yang melebihi Rp240.000,00.
Angka 13
Penghasilan dari
transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di
bursa bukan sebagai objek pajak sehubungan dengan tidak berlakunya
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2009 Pasal 2, Pasal 3 Ayat (1), (2)
dan (3) serta Pasal 5. Jadi kolom ini tidak perlu diisi.
Angka 14
Kolom
ini diisi dengan dasar pengenaan pajak atas dividen yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dengan tarif 10%.
Angka 15
Kolom ini diisi dari jumlah penghasilan bruto yang diterima
atau diperoleh isteri dalam Tahun Pajak yang semata-mata berasal dari
satu pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan PPh
Pasal 21 UU PPh dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan
usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya.
Angka 16
Kolom ini diisi dengan dasar pengenaan pajak atau pengasilan
bruto atas penghasilan lain yang dikenakan Pajak Final dan/atau
Bersifat Final.
PPh TERUTANG –
Kolom (4)
Kolom ini diisi dengan jumlah PPh yang dibayar/dipotong/dipungut dari
masing-masing jenis penghasilan sesuai dengan bukti
pemotongan/pemungutan/pembayaran yang bersifat final termasuk
pembayaran pokok pajak Surat Tagihan Pajak (STP) Pajak Penghasilan
Pasal 25 ayat (7).
BAGIAN B : PENGHASILAN
YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
Formulir ini digunakan untuk menghitung besarnya penghasilan yang tidak
termasuk objek pajak yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri,
isteri, dan anak/anak angkat yang belum dewasa dari usaha, pekerjaan
bebas, pekerjaan, dan penghasilan lainnya, kecuali penghasilan:
1. |
isteri
yang telah hidup berpisah; |
2. |
isteri
yang melakukan perjanjian
pemisahan harta dan penghasilan; |
3. |
isteri
yang menghendaki untuk
menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri yang harus
dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh isteri. |
(Pasal 4, Pasal 6, Pasal 8,
Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 11A UU PPh)
NOMOR –
Kolom (1)
Cukup jelas.
SUMBER/JENIS PENGHASILAN
– Kolom (2)
Angka 1.
Bantuan/Sumbangan/Hibah
Bantuan/sumbangan yang diterima atau
diperoleh sepanjang tidak dalam rangka hubungan kerja, hubungan usaha,
hubungan kepemilikan atau hubungan penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan.
(Pasal 4 ayat (3) huruf a Angka 1 UU PPh)
Harta hibahan yang diterima oleh keluarga dalam garis keturunan lurus
satu derajat dan pengusaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 604/KMK.04/1994 tentang Badan-Badan dan
Pengusaha Kecil yang Menerima Harta Hibahan yang Tidak Termasuk Sebagai
Objek PPh sepanjang tidak dalam rangka hubungan kerja, hubungan usaha,
hubungan kepemilikan atau hubungan penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan.
(Pasal 4 ayat (3) huruf a Angka 2 UU PPh)
Angka 2. Warisan
Cukup jelas.
Angka 3. Bagian Laba
Anggota Perseroan Komanditer Tidak atas Saham,
Persekutuan, Perkumpulan, Firma, Kongsi
Bagian laba yang diterima atau
diperoleh anggota perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi. (Pasal 4 ayat
(3) huruf i UU PPh)
Angka 4. Klaim Asuransi
Kesehatan, Kecelakaan, Jiwa, Dwiguna, Beasiswa
Penggantian atau santunan yang diterima selaku pemegang polis dari
perusahaan asuransi sehubungan dengan polis asuransi kesehatan,
asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi
beasiswa.
(Pasal 4 ayat (3) huruf e UU PPh).
Angka 5. Beasiswa
Beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan formal
dan/atau pendidikan nonformal yang dilaksanakan di dalam negeri
dan/atau di luar negeri merupakan beasiswa yang tidak termasuk objek
pajak adapun jenisnya adalah biaya pendidikan (tuition fee), biaya
ujian, biaya penelitian yang berkaitan dengan bidang studi yang
diambil, biaya untuk pembelian buku dan/atau biaya hidup yang wajar
sesuai dengan daerah lokasi tempat belajar. (Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 246/PMK.03/2008 tentang Beasiswa Yang Dikecualikan Dari Objek
Pajak Penghasilan s.t.d.d Peraturan Menteri Keuangan Nomor
154/PMK.03/2009).
Angka 6. Penghasilan Lain
yang tidak termasuk Objek
Pajak
Untuk menampung penghasilan yang tidak termasuk objek pajak lainnya
selain penghasilan pada angka 1 s.d. 4 seperti: penghasilan dari
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Pemerintah untuk
kepentingan umum dengan persyaratan khusus sebagaimana diatur dalam
Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran
Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah
dan/atau Bangunan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008, penggantian atau imbalan sehubungan
dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk
natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah dan bukan
objek pajak sejenis lainnya.
PENGHASILAN BRUTO - Kolom
(3)
Angka 1 s.d. 2
Bantuan/Sumbangan/Hibah,
Warisan
Kolom ini diisi dengan jumlah penghasilan yang diterima atau diperoleh
dalam Tahun Pajak yang bersangkutan dari masing-masing jenis
penghasilan. Dalam hal bantuan/sumbangan/hibah dan warisan diterima
dalam bentuk harta berwujud maka jumlah yang dicantumkan adalah sebesar
nilai sisa buku harta dari pihak yang melakukan pengalihan sepanjang
pihak yang mengalihkan tersebut menyelenggarakan pembukuan. Dalam hal
Wajib Pajak yang melakukan pengalihan tidak menyelenggarakan pembukuan,
maka jumlah tersebut diisi dengan jumlah nilai perolehan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. |
Apabila
nilai atau harga perolehan harta bagi yang mengalihkan harta
tersebut diketahui, maka nilai perolehan bagi yang menerima penghasilan
tersebut adalah sama dengan nilai atau harga perolehan harta tersebut
bagi yang mengalihkan; |
b. |
Apabila
nilai atau harga perolehan bagi yang mengalihkan harta berupa
tanah dan/atau bangunan tidak diketahui namun tahun perolehannya
diketahui, maka nilai perolehan bagi yang menerima pengalihan harta
tersebut adalah:
1) |
sama
besarnya dengan NJOP yang tercantum dalam SPPT PBB tahun 1986
apabila tanah dan/atau bangunan tersebut diperoleh oleh yang
mengalihkan dalam tahun 1986 atau sebelumnya,
|
2) |
sama
besarnya dengan NJOP yang tercantum dalam SPPT PBB Tahun Pajak
diperolehnya harta tersebut bagi yang mengalihkan, apabila tanah
dan/atau bangunan tersebut diperoleh oleh yang mengalihkan sesudah
tahun 1986, atau |
3) |
berdasarkan
surat keterangan dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama
jika SPPT PBB tidak ada. |
|
c. |
Apabila
nilai atau harga perolehan dan tahun perolehan bagi yang
mengalihkan harta berupa tanah dan/atau bangunan tidak diketahui, maka
nilai perolehan bagi yang menerima harta tersebut adalah sama besarnya
dengan NJOP yang tercantum dalam SPPT PBB Tahun Pajak yang paling awal
yang tersedia atas nama yang mengalihkan harta tersebut, atau jika SPPT
PBB tidak ada, berdasarkan surat keterangan Kepala Kantor Pelayanan
Pajak Pratama. |
d. |
Untuk
harta selain tanah dan/atau bangunan, apabila nilai atau harga
perolehan bagi yang mengalihkan harta tersebut tidak diketahui maka
nilai perolehan bagi yang menerima pengalihan harta tersebut adalah
sama dengan 60% (enam puluh persen) dari harga pasar wajar harta
tersebut pada saat terjadinya pengalihan.
(Pasal 4 ayat (3) UU PPh,
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 245/PMK.03/2008 tentang Badan-Badan
dan Orang Pribadi yang Menjalankan Usaha Mikro dan Kecil yang Menerima
Harta Hibah, Bantuan, atau Sumbangan yang Tidak Termasuk Sebagai Objek
Pajak Penghasilan dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
KEP-11/PJ./1995 tentang Penetapan Dasar Penilaian Bagi yang Menerima
Pengalihan Harta yang Diperoleh dari Bantuan,Sumbangan, Hibahan dan
Warisan yang Memenuhi Syarat Sebagai Bukan Objek Pajak Penghasilan dari
Wajib Pajak Yang Tidak Menyelenggarakan Pembukuan) |
Angka 3 - Bagian Laba
Anggota Perseroan Komanditer Tidak atas Saham,
Persekutuan, Perkumpulan, Firma, Kongsi
Kolom ini diisi dengan jumlah bagian laba yang diterima atau diperoleh
dalam Tahun Pajak yang bersangkutan oleh Orang Pribadi selaku anggota
Perseroan Komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham,
Persekutuan, Perkumpulan, Firma, dan Kongsi.
Angka 4 - Klaim Asuransi
Kesehatan, Kecelakaan, Jiwa, Dwiguna, Beasiswa
Kolom ini diisi dengan besarnya jumlah penggantian atau santunan yang
diterima atau diperoleh dalam Tahun Pajak yang bersangkutan dari
perusahaan asuransi sehubungan dengan polis asuransi kesehatan,
asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi
beasiswa.
Angka 5 –
Beasiswa
Kolom ini diisi dengan besarnya beasiswa
yang diterima dalam rangka mengikuti pendidikan formal dan/atau
pendidikan nonformal yang dilaksanakan di dalam negeri dan/atau di luar
negeri tetapi tidak berlaku bila penerima beasiswa mempunyai hubungan
istimewa dengan Pemilik, Komisaris, Direksi ataupun Pengurus.
Angka 6 -
Penghasilan Lain yang Tidak Termasuk Objek
Kolom ini diisikan semua jumlah penghasilan yang diperoleh yang tidak
termasuk objek pajak lainnya sebagaimana dimaksud pada angka 1 s.d 5.
JUMLAH BAGIAN B
Diisi dengan hasil penjumlahan seluruh penghasilan
bruto yang tidak termasuk objek pajak.
BAGIAN C : PENGHASILAN
ISTERI YANG DIKENAKAN PAJAK SECARA TERPISAH
Bagian ini diisi apabila:
1. |
Suami
atau istri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim; |
2. |
Dikehendaki
secara tertulis oleh suami istri berdasarkan perjanjian
pemisahan harta dan penghasilan; atau |
3. |
Dikehendaki
oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan
kewajiban perpajakannya sendiri. |
Penghasilan neto suami istri pada angka 2 dan 3 dikenai pajak
berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami istri dan besarnya
pajak yang harus dilunasi oleh masing-masing suami istri dihitung
sesuai dengan perbandingan penghasilan neto. (sesuai dengan Pasal 8
ayat (2) UU PPh)
Contoh:
Wajib Pajak A yang memperoleh penghasilan neto
dari usaha sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per tahun
mempunyai seorang isteri yang menjadi pegawai dengan penghasilan neto
sebesar Rp70.000.000,00 (tujuh puluh juta rupiah) per tahun. Selain
menjadi pegawai, isteri A juga menjalankan usaha salon kecantikan
dengan penghasilan neto sebesar Rp80.000.000,00 (delapan puluh juta
rupiah) per tahun. Seluruh penghasilan isteri sebesar Rp150.000.000,00
(Rp70.000.000,00 + Rp80.000.000,00) digabungkan dengan penghasilan A.
Dengan penggabungan tersebut, A dikenai pajak atas penghasilan neto
sebesar Rp250.000.000,00 (Rp100.000.000,00 + Rp70.000.000,00 +
Rp80.000.000,00).
Penghitungan pajak bagi suami-isteri yang mengadakan
perjanjian pemisahan penghasilan secara tertulis atau jika isteri
menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri
adalah sebagai berikut:
Apabila isteri menjalankan
usaha salon
kecantikan, pengenaan pajaknya dihitung berdasarkan jumlah penghasilan
sebesar Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
Misalnya,
pajak yang terutang atas jumlah penghasilan tersebut adalah sebesar
Rp27.550.000,00 (dua puluh tujuh juta lima ratus lima puluh ribu
rupiah) maka untuk masing-masing suami dan isteri pengenaan pajaknya
dihitung sebagai berikut:
- Suami: 100.000.000,00
x Rp27.550.000,00 =
Rp11.020.000,00
250.000.000,00
- Isteri : 150.000.000,00
x
Rp27.550.000,00 = Rp16.530.000,00
250.000.000,00
Pada SPT Suami, Bagian C
ini diisi jumlah penghasilan neto isteri,
sedangkan pada SPT Isteri, Bagian C ini diisi jumlah penghasilan neto
suami.
LAMPIRAN
- IV
(FORMULIR 1770 – IV)
|
- HARTA PADA AKHIR TAHUN
- KEWAJIBAN/UTANG PADA AKHIR TAHUN
- DAFTAR SUSUNAN ANGGOTA KELUARGA
Formulir ini digunakan untuk melaporkan
harta dan
kewajiban/utang usaha
serta
harta
dan kewajiban/utang non usaha pada akhir Tahun Pajak yang
dimiliki atau dikuasai Wajib Pajak sendiri, isteri, anak/anak angkat
yang belum dewasa, kecuali harta dan kewajiban/utang yang dimiliki:
1. |
isteri
yang telah hidup berpisah; |
2. |
isteri
yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; |
3. |
isteri
yang menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban
perpajakannya sendiri |
yang harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh isteri.
BAGIAN A : HARTA PADA
AKHIR TAHUN
Formulir ini digunakan untuk melaporkan jumlah harta pada akhir tahun
pajak yang dimiliki Wajib Pajak sendiri, isteri, anak/anak angkat yang
belum dewasa, kecuali harta yang dimiliki:
1. |
isteri
yang telah hidup berpisah; |
2. |
isteri
yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; |
3. |
isteri
yang menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban
perpajakannya sendiri |
yang harus dilaporkan dalam SPT
Tahunan PPh isteri.
NOMOR – Kolom
(1)
Cukup jelas.
JENIS HARTA –
Kolom (2)
Kolom ini diisi dengan tambahan harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak
pada Tahun Pajak dan dicantumkan sesuai dengan jenis harta, misalnya:
- Tanah (cantumkan lokasi dan luas tanah);
- Bangunan (cantumkan lokasi dan
luas bangunan);
- Kendaraan bermotor, mobil, sepeda motor (cantumkan
merek dan tahun pembuatannya);
- Kapal pesiar, pesawat terbang,
helikopter, jetski, peralatan olah raga khusus, dan sejenisnya;
- Uang
Tunai Rupiah, Valuta Asing sepadan US Dollar, Simpanan termasuk
tabungan dan deposito di Bank Dalam dan Luar Negeri, Piutang, dan
sebagainya dicantumkan secara global;
- Efek-efek (saham, obligasi,
commercial paper, dan sebagainya) dicantumkan secara global;
- Keanggotaan perkumpulan eksklusif (keanggotaan golf, time
sharing dan
sejenisnya);
- Penyertaan modal lainnya dalam perusahaan lain yang tidak
atas saham (CV, Firma) dicantumkan secara global;
- Harta berharga
lainnya, misalnya batu permata, logam mulia, dan lukisan dicantumkan
secara global.
TAHUN PEROLEHAN
– Kolom (3)
Kolom ini diisi tahun perolehan dari masing-masing harta yang dimiliki.
HARGA PEROLEHAN
– Kolom (4)
Kolom ini diisi harga perolehan dari masing-masing harta yang dimiliki
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
(Pasal 10 ayat (1) UU PPh)
KETERANGAN –
Kolom (5)
Kolom ini diisi dengan keterangan-keterangan lain yang dianggap perlu.
Misalnya untuk rumah dan tanah diberi keterangan Nomor Objek Pajak
(NOP) sesuai yang tertera dalam SPPT PBB.
JUMLAH BAGIAN A
Diisi dengan hasil penjumlahan seluruh harta pada kolom (4)
Contoh Pengisian Daftar Harta:
No |
Jenis
Harta |
Tahun
Perolehan |
Harga
Perolehan (Rp) |
Keterangan |
(1) |
(2) |
(3) |
(4) |
(5) |
1. |
Rumah
Luas.........m2
Jl. Veteran No. 6, Solo |
1995 |
80.000.000 |
NOP:
11.71.030.032.008.0165.0 |
2. |
Rumah
Luas........m2
Jl. Casablanca 20, Jakarta |
1998 |
100.000.000 |
NOP:
11.78.030.003.003.0124.0 |
3. |
Mobil
(Toyota, 1990) |
1999 |
60.000.000 |
BPKB
No: H-133421 |
4. |
Mobil
(BMW, 2000) |
2000 |
250.000.000 |
BPKB
No: H-623441 |
5. |
Deposito
(Bank Bali) |
1998 |
50.000.000 |
|
6. |
Deposito
(BNI) |
1998 |
50.000.000 |
|
|
Jumlah
Bagian A |
JBA |
590.000.000 |
|
BAGIAN B :
KEWAJIBAN/UTANG PADA AKHIR TAHUN
Bagian ini digunakan untuk memerinci kewajiban/utang dengan mengisi
nama dan alamat pemberi pinjaman, tahun peminjaman, dan jumlah pinjaman.
NOMOR – Kolom
(1)
Cukup Jelas.
NAMA PEMBERI PINJAMAN
– Kolom (2)
Kolom ini diisi nama pemberi pinjaman.
ALAMAT
PEMBERI PINJAMAN – Kolom (3)
Kolom ini diisi dengan alamat
pemberi pinjaman.
TAHUN PEMINJAMAN
– Kolom (4)
Kolom ini
diisi dengan tahun diperolehnya pinjaman.
JUMLAH – Kolom
(5)
Kolom ini diisi dengan sisa utang pada Tahun Pajak yang bersangkutan
yang masih harus dilunasi (termasuk utang bunga).
JUMLAH BAGIAN B
Diisi
dengan hasil penjumlahan seluruh kewajiban/utang pada kolom (5).
Contoh
pengisian daftar kewajiban/utang:
Wajib Pajak A meminjam kepada Bank
BRI cab. Tomang sebesar Rp150.000.000,00 pada tahun 2001 dan jangka
waktu pengembalian adalah selama 10 tahun dan sisa peminjaman pada
tahun 2010 sebesar Rp30.000.000,00.
No |
Nama
Pemberi Pinjaman |
Alamat
Pemberi Pinjaman |
Tahun
Peminjaman |
Jumlah |
(1) |
(2) |
(3) |
(4) |
(5) |
1. |
Bank
BRI cab. Tomang |
Jl.
Mandala Selatan |
2001 |
Rp30.000.000 |
|
Jumlah
Bagian B |
|
JBB |
Rp30.000.000 |
BAGIAN C : DAFTAR SUSUNAN
ANGGOTA KELUARGA
NOMOR – Kolom
(1)
Cukup Jelas.
NAMA ANGGOTA KELUARGA
– Kolom (2)
Berisi daftar
nama-nama anggota keluarga yang masih menjadi tanggungan Wajib Pajak.
TANGGAL LAHIR –
Kolom (3)
Berisi tanggal lahir setiap orang
yang menjadi tanggungan Wajib Pajak dengan format penulisan dd/mm/yy.
HUBUNGAN KELUARGA
– Kolom (3)
Berisi status hubungan anggota
keluarga sedarah (misal ayah, ibu atau anak kandung) dan semenda (misal
mertua dan anak tiri) dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat
yang menjadi tanggungan Wajib Pajak sepenuhnya.
PEKERJAAN –
Kolom (4)
Berisi jenis pekerjaan yang dilakukan oleh anggota keluarga
yang menjadi tanggungan dari Wajib Pajak.
PETUNJUK
PENGISIAN INDUK SPT
|
SPT TAHUNAN WAJIB PAJAK
ORANG PRIBADI
MEMPUNYAI PENGHASILAN :
- DARI
USAHA/PEKERJAAN BEBAS YANG MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN ATAU NORMA
PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO
- DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA
- YANG
DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL
- DARI PENGHASILAN LAIN
(FORMULIR
1770)
TAHUN PAJAK
Diisi pada kotak yang tersedia sesuai dengan Tahun Pajak.
Contoh
: Tahun Pajak 2010 |
|
Periode
Januari – Desember |
|
|
s.d |
|
|
Kotak SPT Pembetulan diisi dengan tanda silang (X) dan “ke
…” diisi dengan angka banyaknya melakukan
pembetulan jika Wajib Pajak menyampaikan Pembetulan SPT. Jika Wajib
Pajak menyampaikan SPT normal maka kotak SPT Pembetulan dan
“ke …” tersebut tidak perlu diisi.
IDENTITAS
NPWP
Diisi sesuai dengan NPWP yang tercantum pada Kartu
NPWP.
NAMA WAJIB PAJAK
Diisi sesuai dengan nama Wajib Pajak yang
tercantum pada Kartu NPWP.
JENIS USAHA/PEKERJAAN
BEBAS
Diisi sesuai dengan
jenis usaha pokok yang dilakukan oleh Wajib Pajak
secara lengkap, misalnya:
Usaha
Dagang |
: |
-
Perdagangan besar pakaian jadi
- Perdagangan eceran kertas |
Usaha
Industri |
: |
-
Industri makanan ternak |
Usaha
Jasa |
: |
-
Jasa persewaan bangunan |
Pekerjaan
Bebas |
: |
-
Dokter
-
Notaris |
Pekerjaan |
: |
-
Pegawai baik pemerintah maupun swasta |
KLU
Nomor kode klasifikasi lapangan usaha (KLU) diisi sesuai dengan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-34/PJ./2003 tentang
Klasifikasi Lapangan Usaha Wajib Pajak.
NOMOR TELEPON/FAKSIMILI
Diisi sesuai dengan Nomor telepon/Nomor faksimili tempat usaha/kantor.
PERUBAHAN DATA
Beri tanda (X) pada kotak yang sesuai. Apabila ada
perubahan agar melampirkan perubahan data yang terbaru dalam lampiran
tersendiri.
HURUF A : PENGHASILAN
NETO
Angka 1 –
PENGHASILAN
NETO DALAM NEGERI DARI USAHA DAN/ATAU PEKERJAAN BEBAS
Diisi dari jumlah
penghasilan neto yang tercantum pada Formulir 1770-I halaman 1 Jumlah
Bagian A atau formulir 1770-I halaman 2 Jumlah Bagian B Kolom (5).
Angka 2 –
PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI SEHUBUNGAN DENGAN
PEKERJAAN
Diisi dengan akumulasi jumlah penghasilan neto yang tercantum
pada Formulir 1721-A1 dan/atau 1721-A2 angka 14 (bukti pemotongan PPh
Pasal 21) yang dilampirkan.
Angka 3 - PENGHASILAN
NETO DALAM NEGERI
LAINNYA
Diisi dari Formulir 1770–I halaman 2 Jumlah Bagian D
Kolom (3).
Angka 4 –
PENGHASILAN NETO LUAR NEGERI
Diisi dari
lampiran tersendiri. Contoh Formulir dalam Lampiran Tersendiri adalah
sebagai berikut:
PENGHASILAN NETO DAN PAJAK ATAS
PENGHASILAN YANG
DIBAYAR/DIPOTONG/TERUTANG
DI LUAR NEGERI
No. |
NAMA
DAN ALAMAT SUMBER/ PEMBERI
PENGHASILAN DI LUAR NEGERI |
JENIS
PENGHASILAN |
PENGHASILAN
NETO
(Rupiah) |
PAJAK
YANG DIBAYAR/ DIPOTONG/ TERUTANG
DI LUAR NEGERI (Rupiah) |
PPh
PASAL 24*)
(Rupiah) |
(1) |
(2) |
(3) |
(4) |
(5) |
(6) |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
JUMLAH
|
|
|
|
*)
PERMOHONAN :
JUMLAH PADA KOLOM (6) MOHON DIPERHITUNGKAN SEBAGAI
KREDIT PAJAK |
Formulir di atas diisi dengan rincian bukti pemotongan/pembayaran PPh
yang terutang di luar negeri dengan didukung laporan keuangan
penghasilan dari luar negeri, fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak yang
disampaikan di luar negeri, dan fotokopi dokumen pembayaran pajak di
luar negeri. Tata cara penghitungan agar mengacu pada Pasal 24 UU PPh
jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164/KMK.03/2002 tentang Kredit
Pajak Luar Negeri.
Pengkreditan PPh yang terutang/dibayar di luar
negeri terhadap PPh yang terutang di Indonesia adalah mana yang lebih
kecil antara jumlah yang sebenarnya atau jumlah tertentu yang dihitung
berdasarkan formula sebagai berikut :
Jumlah penghasilan dari LN
x Total PPh terutang
Penghasilan Kena
Pajak
Dalam hal penghasilan yang diterima/diperoleh di luar negeri berasal
dari beberapa negara, maka penghitungan kredit pajak berdasarkan
formula tersebut dilakukan untuk masing-masing negara (ordinary credit
per country basis). Penghasilan Kena Pajak dalam formula tersebut tidak
termasuk Pajak yang bersifat final sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat
(2), Pasal 8 ayat (1) dan ayat (4) UU PPh.
Cara Pengisian :
- Kolom 1 diisi dengan nomor urut.
- Kolom 2 diisi dengan nama dan alamat pemotong pajak di luar
negeri.
- Kolom 3 diisi dengan jenis penghasilan.
- Kolom 4 diisi dengan jumlah penghasilan neto yang diterima.
- Kolom 5 diisi dengan jumlah pajak yang terutang/dibayar di
luar
negeri dalam mata uang Rupiah berdasarkan kurs konversi saat tanggal
pembayaran/terutangnya pajak.
- Kolom 6 diisi dengan jumlah pajak yang terutang/dibayar di
luar
negeri yang dapat di kreditkan sesuai ketentuan PPh Pasal 24 UU PPh
sebagaimana dijelaskan diatas.
Contoh penghitungan : Wajib Pajak X (laki-laki, menikah, 2 anak)
memperoleh penghasilan neto dalam negeri selama tahun 2010 sebesar
Rp125.000.000,00 dan juga memperoleh penghasilan neto dari Singapura
berupa dividen sebesar Rp25.000.000,00 Pajak yang telah dipotong di
Singapura sebesar Rp3.750.000,00 PPh Pasal 24 yang boleh dikreditkan
dalam SPT Tahunan PPh WP OP Tahun 2010 adalah sebagai berikut :
Jumlah
penghasilan
neto........................................................................................... |
Rp
150.000.000,00 |
PTKP
(K/2)
............................................................................................................. |
Rp
19.800.000,00-/- |
Penghasilan
Kena Pajak
.......................................................................................... |
Rp
130.200.000,00 |
|
|
PPh
terutang berdasarkan tarif Pasal 17 UU PPh :
5% x Rp50.000.000,00
.............................................................................................
|
Rp
2.500.000,00 |
15%
x Rp80.200.000,00 ..........................
................................................................ |
Rp
12.030.000,00-/- |
Jumlah
.................................................................................................................... |
Rp
14.530.000,00 |
PPh Pasal 24 yang boleh dikreditkan (maksimal) :
Rp
25.000.000,00 x Rp14.530.000,
............................................
Rp
2.789.939,00
Rp 130.200.000,00
Keterangan:
Dari perhitungan di atas,
maka jumlah maksimal PPh Pasal 24
yang boleh dikreditkan adalah sebesar Rp 2.789.939,00 karena jumlah ini
lebih kecil dari pajak yang terutang/dibayar di luar negeri, yaitu
sebesar Rp. 3.750.000,00.
Angka 5 –
JUMLAH PENGHASILAN NETO
Bagian ini diisi dengan hasil penjumlahan dari jumlah pada angka 1 s.d
angka 4.
Angka 6 –
ZAKAT/SUMBANGAN KEAGAMAAN YANG SIFATNYA
WAJIB
Bagian ini diisi jumlah zakat/sumbangan keagamaan yang bersifat
wajib atas penghasilan yang menjadi objek pajak yang nyata-nyata
dibayarkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi pemeluk agama Islam kepada
badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan
oleh Pemerintah sesuai dengan bukti setoran yang sah. (sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2009 tentang Bantuan atau Sumbangan
Termasuk Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang
Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan)
Contoh :
1. |
Zakat atas penghasilan yang
diperoleh dari gaji dan usaha :
Sdr. Ahmad adalah seorang pegawai dengan gaji Rp1.000.000,00/bulan.
Disamping itu dia mempunyai usaha dengan omzet setahun sebesar
Rp7.000.000,00 dengan mempekerjakan dua orang pegawai, dan digaji
masing-masing Rp250.000,00/bulan dan membayar biaya listrik sebesar
Rp25.000,00/bulan.
Penghitungan
zakat atas penghasilan:
|
Sebagai
Pegawai |
Sebagai
Pengusaha |
|
Jumlah
|
Penghasilan
Bruto
Biaya Jabatan/Biaya Usaha |
12.000.000,00
600.000,00 |
7.000.000,00
6.300.000,00 |
* |
19.000.000,00
6.900.000,00 |
|
|
|
) |
|
Penghasilan
Neto
Zakat atas
Penghasilan 2,5% |
11.400.000,00
285.000,00 |
700.000,00
17.500,00 |
|
12.100.000,00
302.500,00 |
Catatan: Zakat yang
dapat dilaporkan sebagai pengurang penghasilan neto
adalah Rp302.500,00
*) Biaya Usaha sebesar Rp6.300.000,00 terdiri dari
:
Gaji Pegawai
Rp6.000.000,00 (12 x 2 x Rp250.000,00) dan
Biaya listrik
Rp300.000,00 (12 x Rp25.000,00)
|
2. |
Zakat atas penghasilan yang tidak
teratur (hadiah, honor, dll).
Sdr. Muhammad menerima hadiah senilai Rp5.000.000,00 dan tidak ada
hubungannya dengan pekerjaan yang dilakukan.
Perhitungan
zakat atas
penghasilan :
Penghasilan yang tidak teratur
= Rp 5.000.000,00
Zakat
atas penghasilan 2,5 % x Rp5.000.000,00
= Rp 125.000,00
Catatan :
Penghasilan dari hadiah tersebut tidak termasuk yang dikenakan PPh
Final. |
Angka 7 –
JUMLAH PENGHASILAN NETO SETELAH PENGURANGAN
ZAKAT/SUMBANGAN KEAGAMAAN YANG SIFATNYA WAJIB
Bagian ini diisi dengan
hasil pengurangan jumlah angka 5 dengan jumlah angka 6.
HURUF B :
PENGHASILAN KENA PAJAK
Angka 8 - KOMPENSASI
KERUGIAN
Hanya diisi oleh
Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan. Diisikan di sini jumlah
kerugian fiskal yang telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak
untuk Tahun Pajak 5 (lima) tahun sebelumnya yang belum habis
dikompensasikan.
Dalam hal kerugian fiskal tersebut belum ditetapkan
oleh Direktur Jenderal Pajak, diisi dengan kerugian fiskal menurut SPT
Tahunan PPh.
Contoh :
Tuan Budiman dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak-nya menggunakan
pembukuan, dalam tahun 2005 menderita kerugian fiskal sebesar
Rp1.200.000.000,00.
Dalam 5 (lima) tahun berikutnya rugi laba fiskal
Tuan Budiman sebagai berikut :
Tahun 2006, laba
fiskal
Tahun 2007, rugi fiskal
|
=
Rp 200.000.000,00
= (Rp 300.000.000,00) |
|
|
Tahun 2008, laba
fiskal
Tahun 2009, laba fiskal
Tahun 2010, laba fiskal
|
=
NIHIL
= Rp 100.000.000,00
= Rp 800.000.000,00 |
Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut : |
Rugi fiskal tahun
2005
Laba fiskal tahun 2006
Sisa rugi fiskal tahun 2005
Rugi fiskal tahun 2007
Sisa rugi fiskal tahun 2005
Laba fiskal tahun 2008
Sisa rugi fiskal tahun 2005
Laba fiskal tahun 2009
Sisa rugi fiskal tahun 2005
Laba fiskal tahun 2010
Sisa rugi fiskal tahun 2005
|
=
(Rp 1.200.000.000,00)
= Rp
200.000.000,00 (+)
= (Rp 1.000.000.000,00)
= Rp
300.000.000,00 (+)
= (Rp 1.000.000.000,00)
=
NIHIL
= (Rp 1.000.000.000,00)
= Rp
100.000.000,00) (+)
= (Rp 900.000.000,00)
= Rp
800.000.000,00 (+)
= (Rp 100.000.000,00) |
Rugi fiskal tahun 2005 sebesar Rp100.000.000,00 yang masih tersisa pada
akhir tahun 2010
tidak
boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal
tahun 2011, sedangkan rugi fiskal tahun 2007 sebesar
Rp300.000.000,00
hanya boleh
dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2011 dan 2012,
karena jangka waktu 5 tahun yang dimulai sejak tahun 2008 berakhir pada
akhir tahun 2012.
Apabila jumlah kerugian
yang dapat dikompensasi dalam Tahun Pajak yang
bersangkutan berasal dari sisa kerugian beberapa tahun lalu, supaya
dibuatkan rincian dalam lampiran tersendiri.
PERHATIAN
:
- |
Apabila
jumlah seluruh penghasilan neto pada Angka 5 menunjukkan jumlah nihil
atau negatif (minus), maka Angka 7 diisi dengan NIHIL, walaupun sampai
dengan Tahun Pajak sebelumnya masih terdapat sisa kerugian tahun-tahun
lalu yang masih dapat dikompensasi dalam Tahun Pajak yang bersangkutan. |
- |
Apabila
kerugian fiskal tahun-tahun yang masih dapat dikompensasi
dalam Tahun Pajak yang bersangkutan jumlahnya lebih besar dari jumlah
penghasilan neto Tahun Pajak yang bersangkutan, yang diisikan pada
Angka 8 paling banyak adalah sebesar penghasilan neto setelah
pengurangan zakat atas penghasilan pada Angka 7. |
Kerugian yang berasal
dari penghasilan yang telah dikenakan PPh bersifat final dan
penghasilan yang tidak termasuk objek pajak, serta kerugian usaha/modal
di luar negeri tidak boleh dikompensasikan.
(Pasal 4 ayat (1), Pasal 6
ayat (2) UU PPh dan Pasal 9 ayat 1 UU PPh)
Angka 9 - JUMLAH
PENGHASILAN
NETO SETELAH KOMPENSASI KERUGIAN
Bagian ini diisi dengan hasil
pengurangan dari jumlah pada Angka 7 dengan jumlah pada Angka 8.
Angka
10 - PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK
Bagian ini diisi dengan penghasilan
tidak kena pajak yang besarnya adalah sebagai berikut:
a. |
Rp15.840.000,00
untuk Wajib Pajak. |
b. |
Rp1.320.000,00
tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin. |
c. |
Rp15.840.000,00
tambahan untuk seorang isteri (hanya seorang
isteri), yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami, misal :
c.1. |
bukan
karyawati, tetapi mempunyai penghasilan dari usaha/pekerjaan
bebas yang tidak ada hubungannya dengan usaha/pekerjaan bebas suami,
anak/anak angkat yang belum dewasa. |
c.2. |
bekerja
sebagai karyawati pada pemberi kerja yang bukan sebagai
Pemotong Pajak walaupun tidak mempunyai penghasilan dari
usaha/pekerjaan bebas. |
c.3. |
bekerja
sebagai karyawati pada lebih dari 1 (satu) pemberi kerja. |
|
d. |
Rp1.320.000,00
tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah (misal
ayah, ibu atau anak kandung) dan semenda (misal mertua dan anak tiri)
dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan
sepenuhnya, paling banyak tiga orang untuk setiap keluarga.
Saat yang menentukan untuk menghitung besarnya penghasilan tidak kena
pajak adalah awal Tahun Pajak atau saat mulainya menjadi subjek pajak
dalam negeri dalam Tahun Pajak. |
e. |
Warisan
yang belum terbagi sebagai Wajib Pajak menggantikan yang
berhak tidak memperoleh pengurangan Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Bagi Wajib Pajak yang kawin pisah harta dan penghasilan atau isteri
yang menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya
sendiri, Angka 10 baik dalam SPT Tahunan suami maupun isteri diisi
dengan tanda strip (-) dan membuat lembar penghitungan penghasilan
serta PPh terutang tersendiri. Contoh cara penghitungan dan bentuk
lembar penghitungan penghasilan serta PPh Terutang dapat dilihat pada
Bagian HURUF C: PPh Terutang di Buku Petunjuk ini.
Catatan :
Isikan
jumlah tanggungan pada kotak yang sesuai status, yaitu :
|
TK/ |
|
adalah
tidak kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan yang mendapat
pengurangan PTKP. |
|
K/ |
|
adalah
kawin ditambah dengan banyaknya tanggungan
yang mendapat pengurangan PTKP. |
|
K/I/ |
|
adalah
kawin, isteri mempunyai
penghasilan sesuai dengan ketentuan huruf c, ditambah dengan banyaknya
tanggungan yang mendapat pengurangan PTKP. |
|
PH/ |
|
adalah
Wajib Pajak kawin
yang pisah harta dan penghasilan. |
|
HB/ |
|
adalah
Wajib Pajak kawin yang
telah hidup berpisah ditambah banyaknya tanggungan yang mendapat
pengurangan PTKP. |
Contoh :
|
K/ |
|
adalah
kawin tanpa tanggungan |
|
K/ |
|
dalah
kawin + 2 orang
tanggungan |
|
K/I/ |
|
adalah
kawin + isteri mempunyai penghasilan sesuai
ketentuan huruf c, ditambah dengan tanggungan 3 orang. |
|
f. |
PTKP
bagi Wajib Pajak masing-masing suami isteri yang telah hidup
berpisah untuk diri masing-masing Wajib Pajak diperlakukan seperti
Wajib Pajak Tidak Kawin sedangkan tanggungan sesuai dengan kenyataan
sebenarnya yang diperkenankan. (sesuai dengan Pasal 7 UU PPh) |
Angka 11 - PENGHASILAN
KENA PAJAK
Bagian ini diisi dengan hasil
pengurangan pada Angka 9 dengan Angka 10. Apabila hasil pengurangan
tersebut menunjukkan jumlah nihil atau negatif, maka Angka 11 diisi
dengan NIHIL.
Bagi Wajib Pajak yang
kawin pisah harta dan penghasilan
atau isteri yang menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban
perpajakannya sendiri, Angka 11 baik dalam SPT Tahunan suami maupun
isteri diisi dengan tanda strip (-) dan membuat lembar penghitungan
penghasilan serta PPh terutang tersendiri. Contoh cara penghitungan dan
bentuk lembar penghitungan penghasilan serta PPh Terutang dapat dilihat
pada Bagian HURUF C: PPh Terutang di Buku Petunjuk ini.
HURUF C : PPh
TERUTANG
Angka 12 – PPh
TERUTANG
Diisi dengan hasil penerapan
tarif Pasal 17 UU PPh atas Penghasilan Kena Pajak yang tercantum pada
Angka 11.
Tarif Pasal 17 UU PPh adalah sebagai berikut :
Lapisan
Penghasilan Kena Pajak |
Tarif
Pajak |
sampai
dengan Rp50.000.000,00 |
5% |
Di
atas Rp50.000.000,00 s.d. Rp250.000.000,00 |
15% |
Di
atas Rp250.000.000,00 s.d. Rp500.000.000,00 |
25% |
Di
atas Rp500.000.000,00 |
30% |
Catatan : Dalam penerapan
tarif pajak, jumlah Penghasilan Kena Pajak
(PKP) dibulatkan ke
bawah dalam ribuan rupiah penuh.
Contoh
:
1. |
Seorang
Wajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan
neto Tahun Pajak 2010 sebesar Rp96.800.000,00. Wajib Pajak berstatus
kawin dan mempunyai 3 (tiga) orang anak, sedangkan isterinya tidak
mempunyai penghasilan sendiri. Penghitungan pajak dengan penerapan
tarif tersebut di atas dilakukan sebagai berikut :
Penghasilan
Neto 1 tahun
Penghasilan Tidak Kena Pajak
Penghasilan Kena Pajak |
Rp
96.800.000,00
Rp
21.120.000,00 -/-
Rp 75.680.000,00 |
PPh yang terutang :
|
5%
x Rp50.000.000,00
15% x Rp25.680.000,00
Jumlah |
Rp
2.500.000,00
Rp
3.852.000,00 +/+
Rp 6.352.000,00 |
|
2. |
Seorang
Wajib Pajak yang berstatus tidak kawin baru datang dan
mempunyai niat menetap di Indonesia untuk selama-lamanya pada awal
Oktober 2010 dan menerima atau memperoleh penghasilan dari usaha mulai
Oktober s.d. Desember 2010 sebesar Rp5.750.230,00. Atas penghasilan
tersebut, dilakukan penerapan tarif pajak sebagai berikut :
Penghasilan
3 bulan
Penghasilan 1 tahun :
12 X
Rp5.750.230,00
3 |
=
= |
Rp
5.750.230,00
Rp 23.000.920,00 |
Penghasilan
Tidak Kena Pajak
Penghasilan Kena Pajak
Dibulatkan menjadi
(untuk penerapan tarif)
|
= |
Rp
15.840.000,00 -/-
Rp 7.160.920,00
Rp 7.160.000,00 |
PPh
yang terutang 1 tahun = 5% x Rp7.160.000,00
PPh yang terutang tahun 2010 |
= |
Rp
358.000,00 |
(3
bulan) = 3
X
Rp358.000,00
12 |
= |
Rp
89.500,00 |
|
3. |
Seorang
Wajib Pajak dalam tahun 2010 menerima atau memperoleh
penghasilan neto sebesar Rp219.608.000,00. Wajib Pajak berstatus kawin
pisah harta dan mempunyai 3 (tiga) orang anak, sedangkan isterinya
menerima atau memperoleh penghasilan neto dari usaha sebesar
Rp109.192.000,00.
Penerapan tarif untuk masing-masing suami dan isteri
adalah sebagai berikut :
Penghasilan
Neto suami
Penghasilan Neto isteri
Penghasilan Neto gabungan
PTKP: K/I/3
Penghasilan Kena Pajak
PPh terutang gabungan (suami dan isteri) :
|
|
Rp
219.608.000,00
Rp
109.192.000,00 +/+
Rp 328.800.000,00
Rp
37.400.000,00 -/-
Rp 291.400.000,00
|
5
% x Rp 50.000.000,00
15% x Rp200.000.000,00
25% x Rp 41.400.000,00 |
=
Rp 2.500.000,00
= Rp 30.000.000,00
= Rp
10.350.000,00 +/+
= Rp 42.850.000,00 |
|
a. |
Untuk SPT suami
PPh terutang diisi =
219.608.000,00
X Rp
42.850.000,00 = Rp
28.619.838,00
328.800.000,00 |
b. |
Untuk SPT isteri
PPh terutang diisi =
109.192.000,00
X Rp
42.850.000,00 = Rp 14.230.162,00
328.800.000,00 |
|
4. |
Dalam
hal suami – isteri telah hidup berpisah,
penghitungan Penghasilan Kena Pajak-nya dilakukan sendiri-sendiri
(menggunakan dua SPT Tahunan PPh WP OP yang berbeda). PTKP bagi suami
dan isteri yang telah hidup berpisah diperlakukan seperti Wajib Pajak
tidak kawin (TK), sedangkan tanggungan sesuai dengan kenyataan
sebenarnya yang diperkenankan. Contoh perhitungan adalah sebagai
berikut :
Seorang Wajib Pajak (Suami) dalam tahun 2010 menerima atau
memperoleh penghasilan neto sebesar Rp219.608.000,00. Wajib Pajak
berstatus hidup berpisah (HB) dan mempunyai 3 (tiga) orang anak,
sedangkan isterinya menerima atau memperoleh penghasilan neto dari
usaha sebesar Rp109.192.000,00.
a. |
Penghitungan
PPh terutang bagi suami :
Penghasilan Neto suami
PTKP (TK/3)
Penghasilan Kena Pajak
PPh terutang suami:
5 % x
Rp 50.000.000,-
Rp
2.500.000,00
15% x Rp149.808.000,-
Rp
22.471.200,00
+/+
Jumlah
Rp
24.971.200,00 |
Rp 219.608.000,00
Rp
19.800.000,00
-/-
Rp 199.808.000,00
|
b. |
Penghitungan
PPh terutang bagi isteri :
Penghasilan Neto isteri
PTKP (TK)
Penghasilan Kena Pajak
PPh terutang isteri :
5% x
Rp 50.000.000,00
15% x Rp 43.352.000,00
Jumlah |
Rp 109.192.000,00
Rp
15.840.000,00 -/-
Rp 93.352.000,00
Rp 2.500.000,00
Rp
6.502.800,00
+/+
Rp 9.002.800,00 |
|
Contoh Perhitungan pada Kasus 3 dan 4 di
atas dibuat di dalam lembar tersendiri dan sebagai Lampiran di dalam
penyampaian SPT bagi Wajib Pajak yang kawin pisah harta dan penghasilan
isteri yang menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban
perpajakannya sendiri, baik suami maupun isteri.
Contoh lain dalam
membuat perhitungan dan contoh lembar perhitungan yaitu sebagai
berikut:
Data:
Nama
: Hendra Sialagan
NPWP :
08.296.172.2.007.000
Pekerjaan : Dagang Tekstil/Direktur CV Inovasi
Statu
: Menikah
Tanggungan : 1 orang anak (PTKP
K/I/1)
Tahun
2010
Peredaran bruto atau
omzet dari usaha dagang tekstil Hendra Sialagan adalah
Rp1.000.000.000,00 (
berdasarkan
KEP-536/PJ/2000, persentase norma
perkiraan penghasilan neto atas usaha dagang tekstil adalah 30%).
Penghasilan
lainnya pada tahun 2010 adalah :
1. |
Jasa
angkutan darat (angkutan kota), (berdasarkan
KEP-536/PJ/2000,
persentase norma perkiraan penghasilan neto atas jasa angkutan darat
adalah 25%) dengan omzet sebesar Rp400.000.000,00 |
2. |
Gaji
bersih sebagai direktur di CV Inovasi sebesar Rp 44.400.000,00 |
3. |
Keuntungan
dari penjualan perhiasan emas sebesar Rp38.000.000,00
(Hendra Sialagan membeli perhiasan emas seharga Rp40.000.000,00 dan
kemudian dijual seharga Rp78.000.000,00) |
Data
tambahan:
Bahwa Hendra Sialagan memiliki isteri bernama Megan
Susilawati dan mempunyai NPWP 07.890.123.4.567.000 (
NPWP sendiri yang
terpisah dengan suami) dan menerima penghasilan neto
selama pada tahun
2010 total sebesar Rp141.000.000,00 yang berasal dari :
1. Penghasilan sebagai karyawan (Rp129.000.000,00)
2. Penghasilan dari keuntungan selisih kurs
(Rp12.000.000,00)
Dari data di atas perhitungan PPh bagi Hendra Sialagan dan istrinya
Megan Susilawati yang masing-masing memiliki NPWP tersendiri dibuatkan
lembar perhitungan sendiri di bawah ini.
Contoh
Lampiran Penghitungan
PPh terutang bagi Wajib Pajak Kawin Pisah Harta dan/atau mempunyai NPWP
sendiri
Angka 13 -
PENGEMBALIAN/PENGURANGAN PPh PASAL 24 YANG TELAH DIKREDITKAN
Diisi dengan selisih antara besarnya pajak yang telah dikreditkan
dengan besarnya pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia setelah
adanya pengembalian/pengurangan PPh yang dibayar/dipotong/terutang di
luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5) UU PPh, yang
diterima dalam Tahun Pajak yang bersangkutan sepanjang
pengembalian/pengurangan bukan disebabkan oleh adanya perubahan
penghasilan.
Oleh karena PPh yang dibayar/dipotong/terutang di luar
negeri tersebut semula telah dikreditkan dari PPh yang terutang dalam
SPT Tahunan PPh, maka dengan pengurangan/restitusi atas PPh yang
dibayar/dipotong/terutang di luar negeri tersebut menyebabkan
pengkreditan tersebut menjadi lebih besar dari yang seharusnya. Selisih
tersebut harus dibayar kembali dengan menambahkan pada PPh terutang
dalam tahun ini.
Contoh
:
Tuan Achmad memperoleh penghasilan berupa
dividen pada tahun 2009 dari X Ltd di luar negeri sebesar
Rp200.000.000,00 dan dipotong pajak atas dividen sebesar 20%
(Rp40.000.000,00). Penghasilan tersebut telah digabungkan (dilaporkan)
dalam SPT Tahunan PPh 2009 dan pajak atas dividen sebesar
Rp40.000.000,00 telah dikreditkan. Namun dalam tahun 2010, Tuan Achmad
menerima pengembalian pajak atas dividen tersebut sebesar 5%
(Rp10.000.000,00). Pengembalian pajak di luar negeri sebesar
Rp10.000.000,00 tersebut diisikan dalam angka 13 ini menambah PPh
terutang tahun 2010.
Dalam hal pengembalian/pengurangan PPh tersebut
disebabkan oleh adanya perubahan penghasilan, maka Wajib Pajak harus
memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melakukan
pembetulan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak digabungkannya penghasilan
tersebut, sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
164/KMK.03/2002 tentang Kredit Pajak Luar Negeri.
Angka 14 –
JUMLAH PPh TERUTANG
Diisi dengan hasil penjumlahan dari jumlah pada
Angka 12 dengan jumlah angka 13.
HURUF D : KREDIT PAJAK
Angka 15 - PPh
YANG DIPOTONG/DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN, PPh YANG DIBAYAR / DIPOTONG DI
LUAR NEGERI DAN PPh DITANGGUNG PEMERINTAH
Diisi dari Formulir 1770
– II Jumlah Bagian A Kolom (7)
Angka 16 - PPh YANG HARUS
DIBAYAR SENDIRI ATAU PPh YANG LEBIH DIPOTONG /DIPUNGUT
Diisi dengan
hasil pengurangan dari jumlah pada angka 14 dengan jumlah pada angka
15. Beri tanda (X) dalam kotak yang sesuai.
Angka 17 – PPh
YANG DIBAYAR SENDIRI
a. |
PPh Pasal 25 BULANAN
Diisi dengan jumlah PPh yang telah dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
selama Tahun Pajak yang bersangkutan berupa PPh Pasal 25 Tahun Pajak
yang bersangkutan termasuk jumlah pelunasan PPh yang terutang
berdasarkan penghitungan sementara dalam hal Wajib Pajak menyampaikan
pemberitahuan permohonan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT
Tahunan.
|
b. |
STP PPh Pasal 25 (hanya pokok
pajak)
Diisi dengan jumlah PPh yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP)
untuk Tahun Pajak yang bersangkutan termasuk Surat Tagihan Pajak (STP)
PPh Pasal 25 ayat (7) dari Pengusaha Tertentu yang menerima atau
memperoleh penghasilan lain yang tidak dikenakan PPh yang bersifat
final, tidak termasuk sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.
Contoh
:
Pada STP tercantum hal-hal sebagai berikut :
Angsuran
PPh Pasal 25 yang harus dibayar
Telah dibayar
Kurang dibayar
Sanksi administrasi berupa bunga
Sanksi administrasi berupa denda
Jumlah yang harus dibayar |
=
Rp 2.000.000,00
= Rp
1.500.000,00 -/-
= Rp 500.000,00
= Rp 20.000,00
= Rp
100.000,00 +/+
= Rp 620.000,00 |
Yang diisikan di sini adalah jumlah Rp500.000,00 (hanya pokok pajak). |
c. |
Fiskal Luar Negeri
Diisi dengan jumlah pembayaran uang Fiskal Luar Negeri yang dilakukan
sendiri oleh Wajib Pajak, isteri, keluarga sedarah/semenda dalam garis
keturunan lurus termasuk anak angkat, yang menjadi tanggungan
sepenuhnya dalam Tahun Pajak yang bersangkutan. |
Angka 18 –
JUMLAH KREDIT PAJAK
Diisi dengan hasil penjumlahan huruf a s.d c.
HURUF
E : PPh KURANG/LEBIH BAYAR
Angka 19 - PPh YANG
KURANG DIBAYAR (PPh
PASAL 29) ATAU PPh YANG LEBIH DIBAYAR (PPh PASAL 28A)
Diisi dengan
hasil pengurangan dari jumlah pada Angka 16 dengan jumlah pada Angka
18. Beri tanda (
X)
dalam kotak yang sesuai. Dalam hal tidak terdapat
pajak yang harus dibayar, maka cantumkan kata
“NIHIL” pada ruang yang harus diisi. Apabila
terdapat jumlah pajak yang kurang dibayar, jumlah tersebut harus
dibayar lunas sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan disampaikan.
Cantumkan tanggal pembayaran tersebut pada tempat yang tersedia.
Angka
20 – PERMOHONAN
Hanya diisi apabila terdapat jumlah PPh yang
lebih bayar pada 19 b.
Wajib Pajak harus memberi tanda (X) dalam kotak
yang tersedia.
Permohonan ini tidak berlaku apabila kelebihan
pembayaran berasal dari PPh yang ditanggung Pemerintah.
Permohonan
pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak ini diberikan
kepada Wajib Pajak dengan kriteria tertentu (Wajib Pajak Patuh). Wajib
Pajak Patuh ditetapkan oleh Kanwil DJP bagi Wajib Pajak yang memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. |
tepat
waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan; |
b. |
tidak
mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali
tunggakan pajak yang telah memperoleh izin untuk mengangsur atau
menunda pembayaran pajak; |
c. |
Laporan
Keuangan diaudit oleh Akuntan
Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat
Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut; dan |
d. |
tidak
pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir. |
(Pasal 17C UU
KUP dan Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007
tentang Tata Cara Penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu Dalam
Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak)
Selain
kriteria yang diatas dapat juga diberikan pengembalian pendahuluan
kelebihan pembayaran pajak kepada Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan
tertentu antara lain:
a. |
Wajib
Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas; |
b. |
Wajib
Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas dengan jumlah peredaran usaha paling banyak sama dengan
Rp4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta rupiah) dan jumlah
lebih bayar menurut SPT Tahunan kurang dari Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah) serta jumlah lebih bayar menurut SPT Tahunan banyak 0,5%
(setengah persen) dari jumlah peredaran usaha. |
(Pasal 17D UU KUP dan Pasal 1 dan 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
193/PMK.03/2007 tentang Batasan Jumlah Peredaran Usaha, Jumlah
Penyerahan, Dan Jumlah Lebih Bayar Bagi Wajib Pajak Yang Memenuhi
Persyaratan Tertentu Yang Dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak s.t.d.t.d Peraturan Menteri Keuangan Nomor
54/PMK.03/2009)
HURUF F : ANGSURAN PPh
PASAL 25 TAHUN PAJAK BERIKUTNYA
Angka 21 -
ANGSURAN PPh PASAL 25 TAHUN PAJAK BERIKUTNYA DIHITUNG SEBESAR DIHITUNG
BERDASARKAN:
Beri tanda (X) dalam kotak yang sesuai:
a. |
Diisi
dengan jumlah angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak
berikutnya yang dihitung 1/12 dari jumlah pada angka 16. |
b. |
Perhitungan
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah Wajib Pajak yang
melakukan kegiatan usaha sebagai pedagang pengecer yang mempunyai satu
atau lebih tempat usaha (Peraturan Menteri Keuangan Nomor
255/PMK.03/2008 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak
Penghasilan dalam Tahun Pajak Berjalan yang harus Dibayar Sendiri oleh
Wajib Pajak baru, Bank, Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi, Badan Usaha
Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa dan
Wajib Pajak lainnya yang Berdasarkan Ketentuan Diharuskan membuat
laporan Keuangan Berkala Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha
Tertentu stdd Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208/PMK.03/2009 dan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2010 tentang
Pelaksanaan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang
Pribadi Pengusaha Tertentu).
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha
Tertentu wajib melampirkan Daftar Jumlah Penghasilan dan Pembayaran PPh
Pasal 25 dari masing-masing tempat usaha dengan format sesuai Lampiran
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2010
Lampiran
Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-32/PJ/2010
Daftar Jumlah Penghasilan dan
Pembayaran PPh Pasal 25
Wajib Pajak
Orang Pribadi Pengusaha Tertentu
No. |
NPWP Tempat
Usaha
KPP Lokasi |
Alamat |
Peredaran
Bruto
Pedagang Pengecer |
PPh
Pasal 25 Dibayar |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Jumlah |
|
|
Tanda
Tangan, Nama dan Cap
....................................................
|
|
c |
Penghitungan
dalam lampiran tersendiri apabila:
1. |
Terdapat sisa kerugian tahun
sebelumnya yang dikompensasikan
1.1. |
Apabila
jumlah sisa kerugian habis dikompensasi dengan penghasilan neto
Tahun Pajak yang bersangkutan atau Tahun
Pajak yang bersangkutan
merupakan Tahun Pajak terakhir untuk dapat melakukan kompensasi
kerugian, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya
dihitung atas dasar penghasilan neto Tahun Pajak yang bersangkutan dan
tanpa memperhitungkan kompensasi kerugian.
Contoh
:
Menurut
SPT PPh
Tahun Pajak 2010:
a. Kerugian
habis dikompensasi
Penghasilan
Neto (jumlah pada Angka 5)
Kerugian tahun 2009
Kompensasi atas kerugian 2009 (jumlah pada Angka 8)
Penghasilan Neto setelah
kompensasi (jumlah pada Angka 9)
PTKP – K/3 (jumlah pada Angka 10)
Penghasilan Kena Pajak (jumlah pada Angka 11) |
Rp
116.800.000,00
Rp
20.000.000,00 -/-
Rp 20.000.000,00
Rp 96.800.000,00
Rp
21.120.000,00 -/-
Rp
75.680.000,00
|
b. Tahun
Pajak yang bersangkutan merupakan Tahun Pajak terakhir untuk dapat
melakukan kompensasi kerugian
Penghasilan
Neto (jumlah pada Angka 5)
Kerugian tahun 2005 Rp166.800.000,00
Dikompensasi (jumlah yang dicantumkan pada Angka 8)
Penghasilan Neto setelah kompensasi
(jumlah pada Angka 9) |
Rp
116.800.000,00
Rp
116.800.000,00 -/-
NIHIL |
Catatan
:
Sisa kerugian Tahun Pajak 2005 sebesar Rp50.000.000,00
(Rp166.800.000,00 – Rp 116.800.000,00) tidak dapat
dikompensasi lagi dengan penghasilan neto Tahun Pajak 2011 karena sudah
lewat waktu 5 (lima) tahun.
Jumlah PPh Ps. 21, 22, 23, dan 24 Tahun Pajak 2010
Rp
2.250.000,00
Penghitungan
PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak 2011 :
Berdasarkan contoh di atas, dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25
untuk tahun Pajak 2011 adalah penghasilan neto Tahun Pajak 2010 tanpa
memperhitungkan kompensasi kerugian, sebagai berikut:
Penghasilan
Neto Tahun Pajak 2010
Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/3)
Penghasilan Kena Pajak
PPh terutang :
5% x Rp50.000.000,00
= Rp
2.500.000,00
15% x Rp45.680.000,00
= Rp
6.852.000,00 +/+
Jumlah PPh Ps. 21,22,23, dan 24
Angsuran bulanan PPh Ps.25 Tahun Pajak 2011 :
1/12 x Rp7.102.000,00 = |
Rp
116.800.000,00
Rp
21.120.000,00 -/-
Rp 95.680.000,00
Rp 9.352.000,00
Rp
2.250.000,00 -/-
Rp 7.102.000,00
Rp 591.833,00 |
|
1.2. |
Apabila
jumlah sisa kerugian tidak habis dikompensasi dengan
penghasilan neto Tahun Pajak yang bersangkutan dan Tahun Pajak yang
bersangkutan tidak merupakan Tahun Pajak terakhir untuk dapat melakukan
kompensasi, sehingga masih terdapat sisa kerugian yang dapat
dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak berikutnya, maka
angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya dihitung atas
dasar penghasilan neto Tahun Pajak yang bersangkutan dikurangi dengan
sisa kerugian yang masih dapat dikompensasi dengan penghasilan neto
Tahun Pajak berikutnya. Apabila penghasilan neto Tahun Pajak yang
bersangkutan lebih kecil dari sisa kerugian yang masih dapat
dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak berikutnya, maka
angsuran PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya adalah NIHIL. |
Contoh
A :
Menurut
SPT PPh Tahun Pajak 2010 :
Penghasilan
Neto (jumlah pada Angka 5)
Kerugian Tahun Pajak 2009 Rp166.800.000,00
Dikompensasi (jumlah pada Angka 8)
Penghasilan Neto setelah kompensasi
(jumlah pada Angka 9)
Jumlah PPh Ps. 21, 22, 23, dan 24 |
Rp
116.800.000,00
Rp
116.800.000,00 -/-
NIHIL
Rp 250.000,00 |
Catatan
:
Sisa kerugian Tahun Pajak 2009 yang belum dikompensasi sebesar
Rp50.000.000,00 dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak
2011.
Penghitungan
PPh Pasal 25 Tahun Pajak 2011 :
Penghasilan
Neto Tahun Pajak 2010
Sisa kerugian Tahun Pajak 2009 yang masih
dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak 2011
Penghasilan Neto setelah kompensasi
(jumlah pada Angka 9)
Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/3)
Penghasilan Kena Pajak
PPh terutang :
5% x Rp45.680.000,00
Rp
2.284.000,00
Jumlah PPh Ps. 21, 22, 23, dan 24
Angsuran bulanan PPh Ps.25 Tahun Pajak 2011 :
1/12 x Rp 34.000,00
|
Rp
116.800.000,00
Rp
50.000.000,00 -/-
Rp 66.800.000,00
Rp
21.120.000,00 -/-
Rp 45.680.000,00
Rp
2.250.000,00 -/-
Rp 34.000,00
==============
Rp
2.833,00
=============== |
Contoh
B :
Menurut
SPT PPh Tahun Pajak 2010 :
Penghasilan
Neto
(jumlah pada Angka 5)
Kerugian Tahun Pajak 2009 Rp233.800.000,00
Dikompensasi
(jumlah yang dicantumkan pada Angka 8)
Penghasilan Neto setelah kompensasi
(jumlah pada Angka 9)
Penghitungan
PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak 2011:
Penghasilan Neto Tahun Pajak 2009
Sisa kerugian Tahun Pajak 2009 yang masih
dapat dikompensasi dengan penghasilan
neto Tahun Pajak 2011 |
Rp
116.800.000,00
Rp
116.800.000,00 -/-
NIHIL
===============
Rp 116.800.000,00
Rp 117.000.000,00 |
Karena sisa kerugian yang dapat dikompensasi dengan penghasilan neto
Tahun Pajak 2011 lebih besar dari penghasilan neto Tahun Pajak 2010,
maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak 2011 adalah NIHIL. |
2. |
Terdapat penghasilan tidak teratur
Penghasilan tidak teratur (tidak termasuk dalam penghasilan teratur)
adalah keuntungan selisih kurs dari utang/piutang dalam mata uang asing
dan keuntungan dari pengalihan harta sepanjang bukan merupakan
penghasilan dari kegiatan usaha pokok serta penghasilan lainnya yang
bersifat insidentil.
(Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
KEP-537/PJ./2000 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak dalam
Tahun Pajak Berjalan Dalam Hal-Hal Tertentu)
Apabila terdapat penghasilan tidak teratur dalam Tahun Pajak yang
bersangkutan, misalnya penghasilan dari kontrak 2 (dua) mobil, maka
angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya dihitung
berdasarkan penghasilan neto seluruhnya dikurangi
dengan penghasilan tidak teratur tersebut.
Contoh:
|
Menurut
SPT PPh Tahun Pajak 2010 :
Penghasilan
Neto seluruhnya
Jumlah PPh Pasal 21, 22 dan 24
Jumlah PPh Pasal 23 (atas kontrak 2 buah mobil
sebesar Rp60.000.000,00) |
Rp
516.800.000,00
Rp 51.250.000,00
Rp 3.600.000,00 |
Penghitungan
angsuran PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak 2011:
Penghasilan
Neto seluruhnya (jumlah pada Angka 5)
Penghasilan Neto tidak teratur
Penghasilan Neto teratur
PTKP K/3
Penghasilan Kena Pajak
PPh Terutang :
5% x Rp 50.000.000,00
=
15% x Rp200.000.000,00
=
25% x Rp185.680.000,00
=
Jumlah PPh Ps. 21, 22, dan 24 Tahun Pajak 2010
(tidak termasuk PPh Pasal 23 atas kontrak mobil)
Angsuran bulanan PPh Ps.25 Tahun Pajak 2011 :
1/12 x Rp27.670.000,00 |
Rp
516.800.000,00
Rp
60.000.000,00 -/-
Rp 456.800.000,00
Rp
21.120.000,00 -/-
Rp 435.680.000,00
Rp 2.500.000,00
Rp 30.000.000,00
Rp
46.420.000,00 +/+
Rp 78.920.000,00
Rp
51.250.000,00 -/-
Rp. 27.670.000,00
Rp 2.306.833,00 |
|
3. |
Terdapat Pembayaran Zakat atas
Penghasilan
Dalam hal terdapat zakat atas penghasilan yang nyata-nyata di bayarkan
oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam kepada badan amil
zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
Pemerintah, terdapat hal-hal tertentu (terdapat sisa kerugian tahun
sebelumnya yang dikompensasikan atau terdapat penghasilan tidak
teratur), maka penghitungan angsuran PPh pasal 25 mengikuti pola
penghitungan sebagaimana contoh penghitungan angsuran PPh Pasal 25
sebelumnya dengan
memperhitungkan zakat atas penghasilan yang telah
dibayarkan.
Contoh
:
Menurut
SPT PPh Tahun Pajak 2010 :
Penghasilan
neto (jumlah pada angka 5)
Zakat atas Penghasilan (jumlah pada angka 6)
Jumlah penghasilan neto setelah pengurangan zakat atas penghasilan
(jumlah pada angka 7)
Kompensasi kerugian (jumlah pada angka 8)
Penghasilan neto setelah kompensasi kerugian
(jumlah pada angka 9)
Penghasilan Tidak Kena Pajak K/3 (jumlah pada angka 10)
Penghasilan Kena Pajak (jumlah pada angka 11)
Atau :
Penghasilan neto (jumlah pada angka 5)
Kerugian tahun 2005: Rp166.800.000,00
Dikompensasi (jumlah pada angka 8)
Penghasilan neto setelah kompensasi kerugian
(jumlah pada angka 9) |
Rp
116.800.000,00
Rp
2.920.000,00 -/-
Rp 113.880.000,00
Rp
20.000.000,00 -/-
Rp 93.880.000,00
Rp
21.120.000,00 -/-
Rp 72.760.000,00
Rp 116.800.000,00
Rp
116.800.000,00 -/-
Nihil |
Catatan :
Kerugian Tahun Pajak 2005 setelah dikompensasi, sisanya
sebesar Rp50.000.000,00 (Rp166.800.000,00 – Rp116.800.000,00)
tidak dapat lagi dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak 2011
karena sudah lewat waktu 5 (lima) tahun.
Penghitungan
PPh Pasal 25
untuk Tahun Pajak 2011 :
Penghasilan
neto (jumlah pada angka 5)
Zakat atas Penghasilan (jumlah pada angka 6)
Jumlah penghasilan neto setelah pengurangan zakat atas penghasilan
(jumlah pada angka 7)
Penghasilan Tidak Kena Pajak K/3 (jumlah pada angka 10)
Penghasilan Kena Pajak (jumlah pada angka 11)
PPh Terutang :
5% x Rp50.000.000,00
15% x Rp42.760.000,00
Jumlah PPh Pasal 21, 22, 23 dan 24 Tahun 2010
Angsuran PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak 2011:
1/12 x Rp. 6.664.000,00 |
Rp
116.800.000,00
Rp
2.920.000,00 -/-
Rp 113.880.000,00
Rp
21.120.000,00 -/-
Rp 92.760.000,00
Rp 2.500.000,00
Rp
6.414.000,00 +/+
Rp 8.914.000,00
Rp
2.250.000,00 -/-
Rp 6.664.000,00
Rp 555.000,00 |
Perhatian
:
1. |
Besarnya
angsuran PPh Pasal 25 dapat berubah sesuai dengan perubahan
yang terjadi atas dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25 dalam Tahun
Pajak berjalan. |
2. |
Angsuran
PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak yang bersangkutan dapat
dibayar di muka sekaligus berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal
Pajak Nomor SE-13/PJ.23/1989 tentang Penyetoran Dimuka PPh Pasal 25
Sekaligus Untuk beberapa Bulan. |
|
|
HURUF G: LAMPIRAN
Selain Formulir 1770-I sampai dengan 1770-IV (baik
yang diisi maupun yang tidak diisi) harus dilampirkan pula :
a. |
Surat
Kuasa Khusus jika SPT Tahunan ini ditandatangani bukan oleh
Wajib Pajak.(Pasal 4 ayat (3) UU KUP); |
b. |
Surat
Setoran Pajak PPh Pasal 29 Tahun Pajak yang bersangkutan,
yaitu pelunasan PPh yang kurang dibayar pada Angka 19. (Pasal 29 UU
PPh); |
c. |
Neraca
dan Laporan Laba Rugi Tahun Pajak yang bersangkutan bagi
Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan atau rekapitulasi bulanan
peredaran/penerimaan bruto dan biaya bagi Wajib Pajak yang memilih
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (Pasal 28 UU KUP).
Rekapitulasi biaya harus dilampirkan jika terdapat penghasilan lain
dari luar kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang merupakan objek
pajak yang tidak dikenai pajak bersifat final. Bentuk rekapitulasi
bulanan tersebut dapat dilihat pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-4/PJ/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pencatatan Bagi Wajib
Pajak Orang Pribadi. |
d. |
Perhitungan
kompensasi kerugian bagi Wajib Pajak yang melaporkan
adanya kompensasi kerugian. (Lihat contoh perhitungan kompensasi
kerugian); |
e. |
Bukti
Pemotongan/Pemungutan oleh Pihak lain/Ditanggung Pemerintah
dan Yang Dibayar/Dipotong di Luar Negeri; |
f. |
Fotokopi
;
- Formulir 1721-A1 (Formulir Penghasilan dan
Penghitungan
PPh Pasal 21 Pegawai Tetap atau Penerima Pensiun atau THT/JHT) dan/atau;
- Formulir 1721-A2 (Formulir Penghasilan dan
Penghitungan PPh Pasal 21
Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI/Polri, Pejabat Negara, dan
Pensiunannya);
|
g. |
Perhitungan
angsuran PPh Pasal 25 tahun berikutnya; |
h. |
Fotokopi
Tanda Bukti Pembayaran Fiskal Luar Negeri (TBPFLN); |
i. |
Penghitungan
PPh terutang bagi Wajib Pajak Kawin Pisah Harta
dan/atau mempunyai NPWP sendiri. (Lihat contoh Lampiran pada Induk SPT
Bagian HURUF C: PPh Terutang di Buku Petunjuk ini); |
j. |
Daftar
jumlah penghasilan dan pembayaran PPh Pasal 25 wajib
dilampirkan oleh orang pribadi pengusaha tertentu; |
k. |
Lampiran-lampiran
berupa bukti pendukung atau untuk menjelaskan
penghitungan besarnya penghasilan yang dibuat sendiri oleh Wajib Pajak,
misalnya:
- Fotokopi Bukti Setoran Zakat dan Sumbangan keagamaan
yang
sifatnya wajib bagi pemeluk agama;
- Fotokopi Ijin Kerja Tenaga Asing
(IKTA) yang masih berlaku untuk WP orang asing;
- Fotokopi Surat
Keterangan Penghasilan (Certificate of Income) dari perusahaan induk
untuk WP orang asing.
|
Catatan :
- Berilah tanda (
X) dalam kotak yang
sesuai.
- Di sebelah kanan atas dari setiap lampiran
tambahan supaya ditulis
Lampiran.
- Apabila tempat yang tersedia untuk mengisi
lampiran tidak mencukupi
maka dapat dibuat lampiran tambahan.
PERNYATAAN
Pernyataan ini dibuat, sehubungan dengan jaminan akan
kebenaran dan kelengkapan pengisian SPT Tahunan ini. Apabila ternyata
SPT ini diisi dengan tidak benar dan/atau tidak lengkap, Wajib Pajak
akan dikenai sanksi-sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku. Sehubungan dengan itu, Wajib Pajak yang bersangkutan atau
kuasanya wajib menandatangani dan membubuhkan nama lengkap, NPWP yang
bersangkutan serta mencantumkan tempat, tanggal, bulan, dan tahun
diisinya SPT Tahunan ini pada tempat yang sudah tersedia. Berilah tanda
(
X) dalam
kotak yang sesuai.
DAFTAR PERATURAN PERPAJAKAN
No. |
Jenis
Peraturan |
Nomor |
Tanggal |
Tentang |
1. |
Undang-Undang |
28 |
17/07/2007 |
Perubahan
Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan |
2. |
Undang-Undang |
16 |
25/03/2009 |
Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan |
3. |
Undang-Undang |
36 |
23/09/2008 |
Perubahan
Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan |
4. |
Peraturan
Pemerintah |
80 |
28/12/2007 |
Tata
Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah Beberapa Kali Diubah Terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 |
5. |
Peraturan
Pemerintah |
45 |
26/12/1994 |
Pajak
Penghasilan bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS),
Anggota Angkatan Bersenjata RI, dan Para Pensiunan atas Penghasilan
yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah |
6. |
Peraturan
Pemerintah |
48 |
27/12/1994 |
Pembayaran
pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan |
7. |
Peraturan
Pemerintah |
14 |
29/05/1997 |
PPh
atas Transaksi Penghasilan dari Transaksi Penjualan Saham di Bursa
Efek |
8. |
Peraturan
Pemerintah |
132 |
15/12/2000 |
PPh
atas Hadiah Undian dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak |
9. |
Peraturan
Pemerintah |
149 |
23/12/2000 |
Pemotongan
Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon,
Uang Tebusan Pensiun, dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua |
10. |
Peraturan
Pemerintah |
5 |
23/03/2002 |
Perubahan
atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 tentang
Pembayaran PPh atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan |
11. |
Peraturan
Pemerintah |
47 |
21/09/2003 |
Pajak
Penghasilan yang Ditanggung oleh Pemerintah atas Penghasilan
Pekerja dari Pekerjaan |
12. |
Peraturan
Pemerintah |
27 |
04/04/2008 |
Pajak
Penghasilan atas Diskonto Surat Perbendaharaan Negara |
13. |
Peraturan
Pemerintah |
51 |
20/07/2008 |
PPh
atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi |
14. |
Peraturan
Pemerintah |
71 |
04/11/2008 |
Pengganti
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun Pembayaran PPh atas
Penghasilan dari Penghasilan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan |
15. |
Peraturan
Pemerintah |
15 |
09/02/2009 |
PPh
atas Bunga Simpanan yang Dibayarkan oleh Koperasi kepada Anggota
Koperasi Orang Pribadi |
16. |
Peraturan
Pemerintah |
16 |
09/02/2009 |
Tata
Cara Pelaksanaan Pemotongan PPh atas Bunga dan Diskonto Obligasi
yang Diperdagangkan dan/atau Dilaporkan Perdagangannya di Bursa Efek |
17. |
Peraturan
Pemerintah |
Nomor
18 Tahun 2009 |
09/02/2009 |
Bantuan
atau Sumbangan Termasuk Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang
Sifatnya Wajib yang Dikecualikan dari Objek PPh |
18. |
Peraturan
Pemerintah |
Nomor
19 Tahun 2009 |
09/02/2009 |
PPh
atas Dividen yang Diterima atau Diperoleh WP Orang Pribadi Dalam
Negeri |
19. |
Peraturan
Pemerintah |
Nomor
40 Tahun 2009 |
04/06/2009 |
Perubahan
Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi |
20. |
Peraturan
Menteri Keuangan |
181/PMK.03/2007 |
28/12/2007 |
Bentuk
dan Isi Surat Pemberitahuan serta Tata Cara Pengambilan,
Pengisian, dan Penandatanganan dan Penyampaian Surat Pemberitahuan |
21. |
Peraturan
Menteri Keuangan |
152/PMK.03/2009 |
29/09/2009 |
Perubahan
atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007 Tentang
Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan serta Tata Cara Pengambilan,
Pengisian, dan Penandatanganan dan Penyampaian Surat Pemberitahuan |
22. |
Peraturan
Menteri Keuangan |
187/PMK.03/2008 |
20/11/2008 |
Tata
Cara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan, dan Penatausahaan PPh atas
Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi |
23. |
Peraturan
Menteri Keuangan |
210/PMK.03/2008 |
11/12/2008 |
Perubahan
KMK Nomor 254/KMK.03/2001 tentang Penunjukan Pemungut Pajak
Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan serta Tata Cara
Penyetoran dan Pelaporannya |
24. |
Peraturan
Menteri Keuangan |
243/PMK.03/2008 |
31/12/2008 |
Pelaksanaan
Pembayaran dan Pemungutan PPh atas Penghasilan dari
Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan |
25. |
Peraturan
Menteri Keuangan |
244/PMK.03/2008 |
31/12/2008 |
Jasa
Lain sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2
UU PPh |
26. |
Peraturan
Menteri Keuangan |
245/PMK.03/2008 |
31/12/2008 |
Badan-Badan
dan Orang Pribadi yang Menjalankan Usaha Mikro dan Kecil
yang Menerima Harta Hibah, Bantuan, atau Sumbangan yang Tidak Termasuk
sebagai Objek Pajak Penghasilan |
27. |
Peraturan
Menteri Keuangan |
250/PMK.03/2008 |
31/12/2008 |
Besar
Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun yang Dapat Dikurangkan dari
Penghasilan Bruto Pegawai Tetap atau Pensiunan |
28. |
Peraturan
Menteri Keuangan |
255/PMK.03/2008 |
31/12/2008 |
Penghitungan
Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan dalam Tahun Pajak
Berjalan yang harus Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa
Guna Usaha dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik
Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa dan Wajib Pajak lainnya yang
Berdasarkan Ketentuan Diharuskan membuat laporan Keuangan Berkala
Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu |
29. |
Peraturan
Menteri Keuangan |
208/PMK.03/2009 |
10/12/2009 |
Perubahan
atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 tentang
Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan dalam Tahun Pajak
Berjalan yang harus Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa
Guna Usaha dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik
Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa dan Wajib Pajak lainnya yang
Berdasarkan Ketentuan Diharuskan membuat laporan Keuangan Berkala
Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu |
30. |
Peraturan
Menteri Keuangan |
256/PMK.03/2008 |
31/12/2008 |
Penetapan
Saat Diperolehnya Dividen oleh Wajib Pajak Dalam Negeri atas
Penyertaan Modal pada Badan Usaha di Luar Negeri Selain Badan Usaha
yang Menjual Sahamnya di Bursa Efek |
31. |
Peraturan
Menteri Keuangan |
192/PMK.03/2007 |
28/12/2007 |
Tata
Cara Penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu Dalam Rangka
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak |
32. |
Peraturan
Menteri Keuangan |
193/PMK.03/2007 |
28/12/2007 |
Batasan
Jumlah Peredaran Usaha, Jumlah Penyerahan, dan Jumlah Lebih
Bayar bagi Wajib Pajak yang Memenuhi Persyaratan Tertentu yang Dapat
Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak |
33. |
Peraturan
Menteri Keuangan |
54/PMK.03/2009 |
27/03/2009 |
Perubahan
atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.03/2007 tentang
Batasan Jumlah Peredaran Usaha, Jumlah Penyerahan, dan Jumlah Lebih
Bayar bagi Wajib Pajak yang Memenuhi Persyaratan Tertentu yang Dapat
Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak |
34. |
Peraturan
Menteri Keuangan |
PER-83/PMK.03/2009 |
22/04/2009 |
Penyediaan
Makanan dan Minuman bagi Seluruh Pegawai serta Penggantian
atau Imbalan dalam Bentuk Natura dan Kenikmatan di Daerah Tertentu dan
Yang Berkaitan dengan Pelaksanaan Pekerjaan yang Dapat Dikurangkan dari
Penghasilan Brito Pemberi Kerja
|
35. |
Peraturan
Menteri Keuangan |
152/PMK.03/2009 |
29/09/2009 |
Perubahan
atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007 Tentang
Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan serta Tata Cara Pengambilan,
Pengisian, dan Penandatanganan dan Penyampaian Surat Pemberitahuan |
36. |
Peraturan
Menteri Keuangan |
153/PMK.03/2009 |
29/09/2009 |
Perubahan
atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2008 Tentang
Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan, dan Penatausahaan PPh atas
Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi
|
37. |
Keputusan
Menteri Keuangan |
604/KMK.04/1994 |
21/12/1994 |
Badan-Badan
dan Pengusaha Kecil yang Menerima Harta Hibahan yang Tidak
Termasuk sebagai Objek PPh |
38. |
Keputusan
Menteri Keuangan |
636/KMK.04/1994 |
29/12/1994 |
Pengenaan
PPh bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota ABRI,
dan Para Pensiun atas Penghasilan yang Dibebankan Kepada Keuangan
Negara atau keuangan daerah |
39. |
Keputusan
Menteri Keuangan |
248/KMK.04/1995 |
02/06/1995 |
Perlakuan
PPh terhadap Pihak-Pihak yang Melakukan Kerjasama dalam
Bentuk Perjanjian Bangun Guna Serah (Built, Operate, and Transfer) |
40. |
Keputusan
Menteri Keuangan |
282/KMK.04/1997 |
20/06/1997 |
Pelaksanaan
Pemungutan PPh atas Transaksi Penghasilan dari Transaksi
Penjualan Saham di Bursa Efek |
41. |
Keputusan
Menteri Keuangan |
462/KMK.04/1998 |
21/10/1998 |
Pemotong
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang Bersifat Final atas
Penghasilan sehubungan dengan Pekerjaan |
42. |
Keputusan
Menteri Keuangan |
566/KMK.04/1999 |
27/12/1999 |
Pelaksanaan
Pembayaran dan Pemungutan PPh atas Penghasilan dari
Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan |
43. |
Keputusan
Menteri Keuangan |
534/KMK.04/2000 |
22/12/2000 |
Bentuk
dan Isi Surat Pemberitahuan serta Surat Keterangan dan/atau
Dokumen yang Harus Dilampirkan |
44. |
Keputusan
Menteri Keuangan |
51/KMK.04/2001 |
01/02/2001 |
Pemotongan
Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta
Diskonto Sertifikat Bank Indonesia |
45. |
Keputusan
Menteri Keuangan |
112/KMK.03/2001 |
06/03/2001 |
Petunjuk
Pelaksanaan, Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal
21 dan Pasal 26 sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang
Pribadi |
46. |
Keputusan
Menteri Keuangan |
254/KMK.03/2001 |
30/04/2001 |
Penunjukan
Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya
Pungutan serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya |
47. |
Keputusan
Menteri Keuangan |
121/KMK.03/2002 |
01/04/2002 |
Tata
Cara Pelaksanaan Pemotongan PPh atas Bunga dan Diskonto Obligasi
yang Diperdagangkan dan/atau Dilaporkan Perdagangannya di Bursa Efek
|
48. |
Keputusan
Menteri
Keuangan |
120/KMK.03/2002 |
02/04/2002 |
Perubahan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996
tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pemotongan Pajak Penghasilan atas
Penghasilan Persewaan Tanah dan/atau Bangunan |
49. |
Keputusan
Menteri Keuangan |
164/KMK.03/2002 |
19/04/2002 |
Kredit
Pajak Luar Negeri |
50. |
Peraturan
Dirjen Pajak |
PER-38/PJ/2008 |
24/09/2008 |
Tata
Cara Pemberian Angsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak |
51. |
Peraturan
Dirjen Pajak |
PER-31/PJ/2009 |
25/05/2009 |
Pedoman
Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak
Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan
Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi |
52. |
Peraturan
Dirjen Pajak |
PER-57/PJ/2009 |
12/10/2009 |
Perubahan
Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-31/PJ/2009
Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan
Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26
Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi |
53. |
Peraturan
Dirjen Pajak |
PER-32/PJ/2010 |
12/07/2010 |
Pelaksanaan
Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang
Pribadi Pengusaha Tertentu |
54. |
Keputusan
Dirjen Pajak |
KEP-11/PJ./1995 |
01/02/1995 |
Penetapan
Dasar Penilaian Bagi yang Menerima Pengalihan Harta yang
Diperoleh dari Bantuan, Sumbangan, Hibahan, dan Warisan yang Memenuhi
Syarat sebagai Bukan Objek PPh dari Wajib Pajak yang Tidak
Menyelenggarakan Pembukuan |
55. |
Keputusan
Dirjen Pajak |
KEP-536/PJ/2000 |
29/12/2000 |
Norma
Penghitungan Penghasilan Neto bagi Wajib Pajak yang Dapat
Menghitung Penghasilan Neto dengan Menggunakan Norma Penghitungan |
56. |
Keputusan
Dirjen Pajak |
KEP-537/PJ./2000 |
29/12/2000 |
Penghitungan
Besarnya Angsuran Pajak dalam Tahun Pajak Berjalan Dalam
Hal-Hal Tertentu |
57. |
Keputusan
Dirjen Pajak |
KEP-214/PJ./2001 |
15/03/2001 |
Keterangan
dan/atau Dokumen yang Harus Dilampirkan dalam Surat
Pemberitahuan |
58. |
Keputusan
Dirjen Pajak |
KEP-395/PJ./2001 |
13/06/2001 |
Pengenaan
Pajak Penghasilan atas Hadiah dan Penghargaan |
59. |
Keputusan
Dirjen Pajak |
KEP-34/PJ./2003 |
14/02/2003 |
Klasifikasi
Lapangan Usaha Wajib Pajak |
60. |
Surat
Edaran Dirjen Pajak |
SE-13/PJ.23/1989 |
01/03/1989 |
Penyetoran
Dimuka PPh Pasal 25 Sekaligus untuk Beberapa Bulan |
|
LAMPIRAN
III |
|
PERATURAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK |
|
NOMOR
|
: |
PER-34/PJ/2010 |
|
TENTANG |
: |
BENTUK
FORMULIR SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK
ORANG PRIBADI DAN WAJIB PAJAK BADAN BESERTA PETUNJUK PENGISIANNYA
|
|
LAMPIRAN
IV |
|
PERATURAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK |
|
NOMOR
|
: |
PER-34/PJ/2010 |
|
TENTANG |
: |
BENTUK
FORMULIR SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK
ORANG PRIBADI DAN WAJIB PAJAK BADAN BESERTA PETUNJUK PENGISIANNYA
|
KEMENTERIAN
KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN
PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
MEMPUNYAI PENGHASILAN :
- DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA
- DALAM NEGERI LAINNYA
- YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL
(FORMULIR 1770 S)
PETUNJUK UMUM
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP), hal-hal
yang perlu diperhatikan oleh Wajib Pajak adalah sebagai berikut:
1. |
Setiap
Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan
Tahunan dengan benar, lengkap dan jelas serta menandatanganinya. |
2. |
SPT
Tahunan ditandatangani oleh Wajib Pajak atau orang yang diberi
kuasa menandatangani sepanjang dilampiri dengan surat kuasa khusus. |
3. |
SPT
Tahunan dianggap tidak disampaikan apabila tidak ditandatangani
atau tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan/atau dokumen sebagaimana
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007
tentang Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan, serta Tata Cara
Pengambilan, Pengisian dan Penandatanganan dan Penyampaian Surat
Pemberitahuan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 152/PMK.03/2009 dan Keputusan Dirjen Pajak No.
KEP-214/PJ./2001 tentang Keterangan dan/atau Dokumen Lain yang Harus
Dilampirkan Dalam Surat Pemberitahuan. |
4. |
Wajib
Pajak harus mengambil sendiri formulir SPT Tahunan ke Kantor
Pelayanan Pajak (KPP)/Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi
Perpajakan (KP2KP) atau dengan cara mengunduh (download) melalui
website www.pajak.go.id
dan menyampaikannya paling lambat 3 (tiga)
bulan setelah Tahun Pajak berakhir. |
5. |
Penyampaian
SPT Tahunan dilakukan secara langsung di Kantor Pelayanan
Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain
yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak meliputi Pojok Pajak,
Mobil Pajak dan Tempat Khusus Penerimaan Surat Pemberitahuan (Drop Box)
atau dapat dikirimkan melalui pos dengan tanda bukti penerimaan surat
atau dengan cara lain sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007 tentang Bentuk dan Isi Surat
Pemberitahuan, serta Tata Cara Pengambilan, Pengisian, Penandatanganan,
dan Penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152/PMK.03/2009. |
6. |
Kekurangan
pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan harus
dibayar lunas sebelum SPT Tahunan disampaikan. Apabila pembayaran
dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak,
dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen)
perbulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai
dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu)
bulan. |
7. |
Wajib
Pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang ke Kas
Negara melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan
untuk menerima pembayaran pajak (Bank Persepsi). |
8. |
Direktur
Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan
persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk
kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan (PPh
Pasal 29) paling lama 12 (dua belas) bulan. Berdasarkan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ./2008 tentang Tata Cara
Pemberian Angsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak, permohonan harus
diajukan secara tertulis kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar
paling lambat 9 (sembilan) hari kerja sebelum jatuh tempo pembayaran
dengan menggunakan formulir tertentu sesuai lampiran Peraturan Direktur
Jenderal tersebut. |
9. |
Wajib
Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan
paling lama 2 (dua) bulan. Pemberitahuan harus disertai penghitungan
sementara pajak terutang dalam 1 (satu) Tahun Pajak dan Surat Setoran
Pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang. |
10. |
Apabila
SPT Tahunan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang
ditetapkan atau dalam batas waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan,
Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah). |
11. |
Setiap
orang yang karena kealpaannya atau dengan sengaja tidak
menyampaikan SPT Tahunan atau menyampaikan SPT Tahunan tetapi isinya
tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya
tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
negara, dapat dikenakan sanksi administrasi dan/atau sanksi pidana
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. |
PETUNJUK PENGISIAN
SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun 2010 menggunakan format yang dapat
dibaca dengan menggunakan mesin scanner, untuk itu perlu diperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
1. |
Jika
WP membuat sendiri formulir SPT Tahunan, jangan lupa untuk membuat
■ (segi empat hitam) di keempat sudut sebagai pembatas dokumen agar
dokumen dapat di-scan. |
2. |
Ukuran
kertas yang digunakan F4/Folio (8.5 x 13 inch) dengan berat minimal 70
gram. |
3. |
Kertas
tidak boleh dilipat atau kusut. |
4. |
Kolom
Identitas:
Bagi WP yang mengisi menggunakan mesin ketik, dalam mengisi isian yang
tidak terstruktur (seperti: Nama Wajib Pajak, Jenis Usaha, dan Negara
Domisili Kantor Pusat (khusus BUT)) kotak-kotak dapat diabaikan
sepanjang tidak melewati batas samping kanan. Sedangkan untuk isian
yang terstruktur (seperti: NPWP, Nomor Telepon) isian harus di dalam
kotak.
Contoh Pengisian:
NPWP |
: |
|
|
|
|
|
|
NAMA
WP |
: |
|
Jenis
Usaha |
: |
P
|
E
|
G
|
A |
W |
A |
I |
N |
E |
G |
E |
R |
I |
S |
I |
P |
I |
L |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
No.
Telepon |
: |
0
|
7
|
2
|
1 |
- |
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
6 |
7 |
8 |
|
Catatan:
Untuk yang menggunakan komputer atau tulis tangan, semua isian harus
dalam kotak. |
5. |
Dalam
mengisi kolom-kolom yang berisi nilai Rupiah, harus tanpa
nilai desimal. Contoh:
a. |
dalam
menuliskan sepuluh juta rupiah adalah: 10.000.000 (BUKAN
10.000.000,00). |
b.
|
dalam
menuliskan seratus dua puluh lima rupiah lima puluh sen
adalah: 125 (BUKAN
125,50) |
|
LAMPIRAN - I
(FORMULIR 1770 S - I)
|
- PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI LAINNYA
- PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK
OBJEK PAJAK
- DAFTAR PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PPh OLEH PIHAK LAIN DAN PPh
DITANGGUNG PEMERINTAH
BAGIAN A : PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI LAINNYA (TIDAK TERMASUK
PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL)
Bagian
ini digunakan untuk melaporkan besarnya penghasilan neto dalam negeri
lainnya seperti bunga, royalti, sewa, penghargaan dan hadiah,
keuntungan dari penjualan/pengalihan harta dan penghasilan lainnya yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, istri, dan anak/anak
angkat yang belum dewasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.
Penghasilan tersebut
tidak
termasuk penghasilan yang telah dikenakan
PPh final dan/atau PPh bersifat final serta penghasilan yang tidak
termasuk objek pajak.
NOMOR – Kolom
(1)
Cukup jelas.
JENIS
PENGHASILAN - Kolom (2)
Diisi dengan jenis penghasilan yang diperoleh
atau diterima dalam Tahun Pajak yang bersangkutan seperti:
Angka 1 -
BUNGA
Dalam pengertian bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan
lain sehubungan dengan jaminan pengembalian utang, baik yang dijanjikan
maupun tidak, yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri
dan anak/anak angkat yang belum dewasa.
(Pasal 4 ayat (1) huruf f,
Pasal 8, dan Pasal 23 UU PPh)
Angka 2 - ROYALTI
Yang dimaksud dengan
royalti adalah setiap imbalan dengan nama apapun yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum
dewasa sehubungan dengan penyerahan penggunaan hak kepada pihak lain,
berupa:
1. |
hak
atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, paten, merek
dagang, formula, atau rahasia perusahaan; |
2. |
hak
atas harta berwujud, misalnya hak atas alat-alat industri,
komersial, dan ilmu pengetahuan; |
3. |
informasi,
yaitu informasi yang belum diungkapkan secara umum,
walaupun mungkin belum dipatenkan, misalnya pengalaman di bidang
industri, atau bidang usaha lainnya. |
(Pasal 4 ayat (1) huruf h UU PPh)an Pasal 8 UU PPh)
Angka 3 - SEWA
Yang
dimaksud dengan sewa adalah setiap imbalan yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak sendiri, isteri, dan anak/anak angkat yang belum dewasa
sehubungan dengan penggunaan harta oleh pihak lain, harta gerak
misalnya sewa pemakaian mobil, sewa alat-alat berat (Pasal 4 ayat (1)
huruf i,dan Pasal 23 UU PPh).
Angka 4 - PENGHARGAAN DAN
HADIAH
Jenis
hadiah dan penghargaan untuk tujuan pemajakan dapat dibedakan:
a. |
Hadiah
undian
Yang dimaksud hadiah undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk
apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang pemberiannya
melalui cara undian. |
b. |
Hadiah
dan penghargaan perlombaan
Yang dimaksud
dengan hadiah dan penghargaan perlombaan adalah hadiah atau penghargaan
yang diberikan melalui suatu perlombaan atau adu ketangkasan, misalnya
dari:
- perlombaan olah raga;
- kontes kecantikan/busana, kontes lainnya;
-
kuis di televisi/radio;
- kegiatan perlombaan atau adu ketangkasan
lainnya. |
c. |
Penghargaan
atas suatu prestasi tertentu, misalnya
penghargaan atas penemuan benda purbakala, penghargaan dalam menjualkan
suatu produk. |
d. |
Hadiah
sehubungan dengan pekerjaan pemberian jasa dan
kegiatan lainnya yang pemberiannya tidak melalui cara undian atau
perlombaan. |
Yang dilaporkan dalam Lampiran I Formulir 1770 S-I Bagian A
Nomor 4 (Penghargaan dan Hadiah) adalah huruf b, c, d, sedangkan huruf
a dikenakan PPh bersifat final dan dilaporkan dalam Lampiran II
Formulir 1770 S-II Bagian A No. 4 (Hadiah Undian).
Tidak termasuk dalam
pengertian hadiah atau penghargaan yang dikenakan pajak adalah hadiah
langsung dalam penjualan barang/jasa, sepanjang:
a. diberikan kepada
semua pembeli/konsumen akhir tanpa diundi;
b. diterima langsung oleh
konsumen akhir pada saat pembelian barang/jasa.
(Keputusan Menkeu Nomor
112/KMK.03/2001 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas
Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Tebusan Pensiun, dan Tunjangan
Hari Tua atau Jaminan Hari Tua dan Keputusan Dirjen Pajak Nomor
KEP-395/PJ./2001 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas Hadiah dan
Penghargaan).
Angka 5 - KEUNTUNGAN DARI
PENJUALAN/PENGALIHAN HARTA
Yang
dimaksud dengan keuntungan dari penjualan/pengalihan harta ialah
penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak sendiri,
isteri, dan anak/anak angkat yang belum dewasa sehubungan dengan
penjualan/pengalihan harta, termasuk :
1. |
Keuntungan
karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan,
dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal. |
2. |
Keuntungan
karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan,
badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara
pihak-pihak yang bersangkutan. |
3. |
Keuntungan
karena penjualan harta pribadi, misalnya saham yang tidak
diperdagangkan di bursa efek. |
(Pasal 4 ayat (1) huruf d dan Pasal 8 UU PPh)
Angka 6 - PENGHASILAN
LAINNYA
Penghasilan dari luar usaha yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak sendiri, isteri, dan anak/anak angkat yang belum dewasa selain
yang telah disebutkan di atas agar disebutkan jenis penghasilannya
dengan jelas. Bila kolom ini tidak mencukupi dapat dibuat pada lampiran
tersendiri.
Penghasilan tersebut misalnya:
1. |
penerimaan
kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya; |
2. |
keuntungan
karena pembebasan utang; |
3. |
penerimaan
dari piutang yang telah dihapuskan; |
4. |
keuntungan
karena selisih kurs mata uang asing; |
5. |
tambahan
kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak; |
6. |
penghasilan
dari anak/anak angkat yang belum dewasa. |
(Pasal 4 dan Pasal 8 UU PPh)
JUMLAH PENGHASILAN
– Kolom (3)
Diisi dengan jumlah penghasilan untuk setiap jenis penghasilan.
JUMLAH
BAGIAN A
Diisi dengan hasil penjumlahan dari jumlah keseluruhan
penghasilan neto kolom (3) dari masing-masing jenis penghasilan.
BAGIAN B : PENGHASILAN
YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
Formulir ini
digunakan untuk menghitung besarnya penghasilan yang tidak termasuk
objek pajak, yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri,
anak/anak angkat yang belum dewasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan,
kecuali penghasilan:
1. |
isteri
yang telah hidup berpisah; |
2. |
isteri
yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; |
3. |
isteri
yang menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban
perpajakannya sendiri
yang harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh isteri. |
NOMOR - Kolom (1)
Cukup jelas.
JENIS PENGHASILAN - Kolom
(2)
Diisi dengan jenis
penghasilan yang diperoleh atau diterima dalam Tahun Pajak yang
bersangkutan seperti:
Angka 1 -
BANTUAN/SUMBANGAN/HIBAH
Bantuan/sumbangan/hibah yang diterima atau diperoleh sepanjang tidak
dalam rangka hubungan kerja, hubungan usaha, hubungan kepemilikan, atau
hubungan penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan (Pasal 4 ayat
(3) huruf a angka 1 UU PPh).
Harta hibahan yang diterima oleh keluarga
dalam garis keturunan lurus satu derajat dan pengusaha kecil
sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor
604/KMK.04/1994 tentang Badan-Badan dan Pengusaha Kecil yang Menerima
Harta Hibahan yang Tidak Termasuk sebagai Objek Pajak Penghasilan
Sepanjang Tidak Dalam Rangka Hubungan Kerja, Hubungan Usaha, Hubungan
Kepemilikan atau Hubungan Penguasaan Diantara Pihak-pihak yang
Bersangkutan (Pasal 4 ayat (3) huruf a Angka 2 UU PPh).
Angka 2 -
WARISAN
Cukup Jelas.
Angka 3 - BAGIAN LABA
ANGGOTA PERSEROAN KOMANDITER
TIDAK ATAS SAHAM,PERSEKUTUAN, PERKUMPULAN, FIRMA, KONGSI
Bagian laba
yang diterima atau diperoleh anggota perseroan komanditer yang modalnya
tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi.
(Pasal 4 ayat (3) huruf i UU PPh).
Angka 4 - KLAIM ASURANSI
KESEHATAN, KECELAKAAN, JIWA, DWIGUNA, DAN BEASISWA
Penggantian atau
santunan yang diterima selaku pemegang polis dari perusahaan asuransi
sehubungan dengan polis asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa (Pasal 4 ayat
(3) huruf e UU PPh).
Angka 5 - BEASISWA
Penghasilan berupa beasiswa
yang diterima atau diperoleh Warga Negara Indonesia dari Wajib Pajak
pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan formal dan/atau
pendidikan nonformal yang dilaksanakan di dalam negeri dan/atau di luar
negeri pada tingkat pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan. (Pasal 4
ayat (3) huruf l UU PPh dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
246/PMK.03/2008 tentang Beasiswa yang Dikecualikan dari Objek Pajak
Penghasilan s.t.d.d Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2009)
Angka 6 - PENGHASILAN
LAINNYA YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
Bagian
ini untuk menampung penghasilan yang tidak termasuk objek pajak lainnya
selain sebagaimana dimaksud pada Angka 1 s.d. Angka 5 seperti
penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada
pemerintah untuk kepentingan umum dengan persyaratan khusus sebagaimana
diatur dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71
Tahun 2008, penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau
jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau
kenikmatan dari Wajib Pajak atau pemerintah dan bukan objek pajak
sejenis lainnya.
JUMLAH PENGHASILAN -
Kolom (3)
Angka 1 dan Angka 2
–
BANTUAN/SUMBANGAN/WARISAN
Kolom ini diisi dengan jumlah penghasilan
yang diterima dan/atau diperoleh dalam Tahun Pajak yang bersangkutan
dari masing-masing jenis penghasilan. Dalam hal bantuan/sumbangan/hibah
dan warisan diterima dalam bentuk harta berwujud, maka jumlah yang
dicantumkan adalah sebesar nilai sisa buku harta dari pihak yang
melakukan pengalihan sepanjang pihak yang mengalihkan tersebut
menyelenggarakan pembukuan.
Dalam hal Wajib Pajak yang melakukan
pengalihan tidak menyelenggarakan pembukuan, maka jumlah tersebut diisi
dengan jumlah nilai perolehan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. |
Apabila
nilai atau harga perolehan harta bagi yang mengalihkan harta
tersebut diketahui, maka nilai perolehan bagi yang menerima penghasilan
tersebut adalah sama dengan nilai atau harga perolehan harta tersebut
bagi yang mengalihkan; |
b. |
Apabila
nilai atau harga perolehan bagi yang mengalihkan harta
berupa tanah dan/atau bangunan tidak diketahui namun tahun perolehannya
diketahui, maka nilai perolehan bagi yang menerima pengalihan harta
tersebut adalah:
1) |
sama
besarnya dengan NJOP yang tercantum dalam SPPT PBB tahun 1986
apabila tanah dan/atau bangunan tersebut diperoleh oleh yang
mengalihkan dalam tahun 1986 atau sebelumnya, atau |
2) |
sama
besarnya dengan NJOP yang tercantum dalam SPPT PBB Tahun Pajak
diperolehnya harta tersebut bagi yang mengalihkan, apabila tanah
dan/atau bangunan tersebut diperoleh oleh yang mengalihkan sesudah
tahun 1986, atau |
3) |
berdasarkan
surat keterangan dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak
Pratama jika SPPT PBB tidak ada. |
|
c. |
Apabila
nilai atau harga perolehan dan tahun perolehan bagi yang
mengalihkan harta berupa tanah dan/atau bangunan tidak diketahui, maka
nilai perolehan bagi yang menerima harta tersebut adalah sama besarnya
dengan NJOP yang tercantum dalam SPPT PBB Tahun Pajak yang paling awal
yang tersedia atas nama yang mengalihkan harta tersebut, atau jika SPPT
PBB tidak ada, berdasarkan surat keterangan Kepala Kantor Pelayanan
Pajak Pratama; |
d. |
Dalam
hal harta selain tanah dan/atau bangunan, apabila nilai atau
harga perolehan bagi yang mengalihkan harta tersebut tidak diketahui
maka nilai perolehan bagi yang menerima pengalihan harta tersebut
adalah sama dengan 60% dari harga pasar wajar harta tersebut pada saat
terjadinya pengalihan. |
(Pasal 4 ayat (3) UU PPh, Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 245/PMK.03/2008 tentang Badan-Badan dan Orang Pribadi
yang Menjalankan Usaha Mikro dan Kecil yang Menerima Harta Hibah,
Bantuan, atau Sumbangan yang Tidak Termasuk Sebagai Objek Pajak
Penghasilan dan Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-11/PJ./1995 tentang
Penetapan Dasar Penilaian Bagi yang Menerima Pengalihan Harta yang
Diperoleh dari Bantuan, Sumbangan, Hibahan dan Warisan yang Memenuhi
Syarat Sebagai Bukan Objek Pajak Penghasilan dari Wajib Pajak yang
Tidak Menyelenggarakan Pembukuan).
Angka 3 - BAGIAN LABA
ANGGOTA
PERSEROAN KOMANDITER TIDAK ATAS SAHAM, PERSEKUTUAN, PERKUMPULAN, FIRMA,
KONGSI
Kolom ini diisi dengan jumlah bagian laba yang diterima atau
diperoleh dalam Tahun Pajak yang bersangkutan oleh Orang Pribadi selaku
anggota Perseroan Komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi.
Angka 4 - KLAIM ASURANSI
KESEHATAN, KECELAKAAN, JIWA, DWIGUNA, BEASISWA
Kolom ini diisi dengan
besarnya jumlah penggantian atau santunan yang diterima atau diperoleh
dalam Tahun Pajak yang bersangkutan dari perusahaan asuransi sehubungan
dengan polis asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.
Angka 5 - BEASISWA
Kolom ini
diisi dengan besarnya jumlah penghasilan berupa beasiswa yang diterima
atau diperoleh Warga Negara Indonesia dari Wajib Pajak pemberi beasiswa
dalam rangka mengikuti pendidikan formal dan/atau pendidikan nonformal
yang dilaksanakan di dalam negeri dan/atau di luar negeri pada tingkat
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
(Pasal 4 ayat (3) huruf l UU PPh dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
246/PMK.03/2008 tentang Beasiswa Yang Dikecualikan Dari Objek Pajak
Penghasilan s.t.d.d Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2009).
Angka 6 - PENGHASILAN
LAINNYA YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
Kolom ini
diisi dengan jumlah penghasilan yang diperoleh yang tidak termasuk
objek pajak selain yang dimaksud Angka 1 s.d. Angka 5.
JUMLAH BAGIAN B
Diisi dengan hasil penjumlahan seluruh penghasilan bruto yang tidak
termasuk objek pajak.
BAGIAN C : DAFTAR
PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PPh OLEH
PIHAK LAIN DAN PPh DITANGGUNG PEMERINTAH
Bagian ini merupakan rincian
angsuran Pajak Penghasilan berupa pemotongan/pemungutan oleh pihak lain
dan PPh yang ditanggung Pemerintah yang diperhitungkan sebagai kredit
pajak (Pasal 28 UU PPh, Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1994
tentang Pajak Penghasilan Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil,
Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan Para Pensiunan atas
Penghasilan yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah
dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2003 tentang Pajak Penghasilan
yang Ditanggung oleh Pemerintah atas Penghasilan Pekerja dari
Pekerjaan).
NOMOR - Kolom (1)
Cukup jelas.
NAMA PEMOTONG/PEMUNGUT
PAJAK
- Kolom (2)
Kolom ini diisi dengan nama masing-masing Pemotong/Pemungut
Pajak.
NPWP PEMOTONG/PEMUNGUT
PAJAK - Kolom (3)
Kolom ini diisi dengan
NPWP masing-masing Pemotong/Pemungut Pajak.
NOMOR BUKTI
PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN - Kolom (4)
Kolom ini diisi sesuai dengan nomor
setiap bukti pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain.
TANGGAL BUKTI
PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN – Kolom (5)
Kolom ini
diisi sesuai dengan tanggal setiap bukti pemotongan/pemungutan Pajak
Penghasilan oleh pihak lain dengan format penulisan dd/mm/yy.
JENIS
PAJAK: PPh PASAL 21/PASAL 22/PASAL 23/PASAL 24/PASAL 26/DTP - Kolom (6)
Kolom ini diisi dengan jenis pajak yang telah
dipotong/dipungut/ditanggung pemerintah yaitu : PPh Pasal 21 (ditulis
21), PPh Pasal 22 (ditulis 22), PPh Pasal 23 (ditulis 23), PPh Pasal 24
(ditulis 24), PPh Pasal 26 (ditulis 26) dan PPh Ditanggung Pemerintah
(ditulis DTP).
PPh PASAL 21
PPh Pasal 21 meliputi PPh yang telah
dipotong oleh pemotong PPh Pasal 21 dalam Tahun Pajak yang
bersangkutan, baik terhadap Wajib Pajak sendiri maupun terhadap isteri
Wajib Pajak yang bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja, dan
anak/anak angkat yang belum dewasa dikutip dari Formulir 1721-A1 Angka
21 dan/atau dari Formulir 1721-A2 dan/atau Bukti Pemotongan PPh Pasal
21,
tidak termasuk PPh
Pasal 21 yang bersifat final.
PPh PASAL 22
PPh
Pasal 22 meliputi Pajak Penghasilan yang telah dipungut dalam Tahun
Pajak yang bersangkutan oleh:
a. |
Bank
Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang; |
b. |
Direktorat
Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di
tingkat Pemerintah Pusat maupun di tingkat Pemerintah Daerah, yang
melakukan pembayaran atas pembelian barang; |
c. |
Badan
Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang
melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja
negara (APBN) dan/atau belanja daerah (APBD) kecuali badan-badan
tersebut pada butir d; |
d. |
Bank
Indonesia (BI), Perusahaan Pengelola Asset (PPA), Badan Urusan
Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan
Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau
Steel, Pertamina, dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang
yang dananya bersumber baik dari APBN maupun non-APBN; |
e. |
Badan
usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen,
industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk
oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di
dalam negeri; |
f. |
Produsen
atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas
penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas; |
g. |
Industri
dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan,
perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur
Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau
ekspor mereka dari pedagang pengumpul; |
h. |
Wajib
Pajak Badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas
penjualan barang yang tergolong sangat mewah. |
(Pasal 22 UU PPh 2008, Keputusan Menteri Keuangan No. 254/KMK.03/2001
tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan
Besarnya Pungutan Serta Tata Cara Penyetoran dan sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
210/PMK.03/2008).
PPh PASAL 23
PPh Pasal 23 meliputi Pajak Penghasilan
yang telah dipotong dalam Tahun Pajak yang bersangkutan oleh pemotong
PPh Pasal 23 atas penghasilan berupa dividen, bunga, royalti, hadiah
dan penghargaan, bonus, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta, imbalan atas jasa teknik, jasa manajemen, jasa
konsultan, dan jasa lain yang ditentukan oleh Peraturan Menteri
Keuangan, kecuali pemotongan PPh yang bersifat final (Pasal 23 UU PPh
2008) dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 tentang
Jenis Jasa Lain Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf C
Angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008.
PPh PASAL 24
PPh Pasal 24 adalah pajak yang
dibayar/dipotong/terutang di luar negeri atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh di luar negeri dalam tahun yang bersangkutan, sebesar
PPh yang dibayar /dipotong/terutang di luar negeri tetapi tidak boleh
melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan UU PPh.
Penghitungan “batas maksimum kredit pajak luar negeri yang
dapat dikreditkan” tersebut harus dilakukan untuk
masing-masing negara. Dalam hal pajak yang dibayar/dipotong/terutang
atas penghasilan di luar negeri jumlahnya sama atau lebih kecil dari
“batas maksimum kredit pajak luar negeri yang dapat
dikreditkan” tersebut, maka jumlah PPh Pasal 24 yang diisikan
pada kolom (7) ini adalah sebesar pajak yang sebenarnya
dibayar/dipotong/terutang atas penghasilan di luar negeri. Namun,
apabila pajak yang
sebenarnya
dibayar/dipotong/terutang atas
penghasilan di luar negeri lebih besar dari “batas maksimum
kredit pajak luar negeri yang dapat dikreditkan”, maka jumlah
PPh Pasal 24 yang diisikan pada kolom (7) ini adalah sebesar
“
batas maksimum
kredit pajak luar negeri yang dapat
dikreditkan” tersebut (Keputusan Menteri
Keuangan Nomor
164/KMK.03/2002 tentang Kredit Pajak Luar Negeri).
PPh PASAL 26
Pemotongan pajak atas Wajib Pajak Luar Negeri adalah bersifat final
namun atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)
huruf b dan huruf c Undang-undang PPh, dan atas penghasilan Wajib Pajak
orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi Wajib
Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, pemotongan pajaknya tidak
bersifat final sehingga potongan pajak tersebut dapat dikreditkan dalam
SPT Tahunan PPh.
Tidak
termasuk PPh Pasal 26 yang telah dikreditkan
pada lembar formulir 1721 – A1
PPh DITANGGUNG PEMERINTAH
Kolom ini diisi dengan jumlah Pajak
Penghasilan yang ditanggung pemerintah sebagaimana yang diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan Bagi
Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI/POLRI, dan Para
Pensiunan atas Penghasilan yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara atau
Keuangan Daerah serta Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2003 tentang
Pajak Penghasilan yang Ditanggung oleh Pemerintah atas Penghasilan
Pekerja dari Pekerjaan.
JUMLAH PPh YANG
DIPOTONG/DIPUNGUT - Kolom (7)
Kolom ini diisi dengan jumlah Pajak Penghasilan yang telah
dipotong/dipungut oleh pemotong pajak PPh Pasal 21/Pasal 22/Pasal
23/Pasal 24/Pasal 26/DTP dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.
JUMLAH
BAGIAN C
Diisi dengan hasil penjumlahan keseluruhan PPh Pasal 21/Pasal
22/Pasal 23/Pasal 24/Pasal 26/DTP yang telah dipotong/dipungut pada
Kolom (7).
LAMPIRAN – II
(FORMULIR 1770 S -
II)
|
- PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL
- HARTA PADA
AKHIR TAHUN
- KEWAJIBAN/UTANG PADA AKHIR TAHUN
- DAFTAR SUSUNAN ANGGOTA
KELUARGA
BAGIAN A: PENGHASILAN
YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL
Formulir ini digunakan untuk menghitung besarnya penghasilan neto dalam
negeri, yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri,
anak/anak angkat yang belum dewasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan
yang pajaknya dibayar/dipotong/dipungut oleh pihak lain dan bersifat
final, kecuali penghasilan:
1. |
Isteri
yang telah hidup berpisah; |
2. |
Isteri
yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; |
3. |
Isteri
yang menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban
perpajakannya sendiri yang harus dilaporkan sendiri dalam SPT Tahunan
PPh isteri. |
NOMOR -
Kolom (1)
Cukup jelas.
SUMBER/JENIS PENGHASILAN
- Kolom (2)
Diisi
dengan jenis penghasilan yang diperoleh atau diterima dalam Tahun Pajak
yang bersangkutan seperti:
Angka 1 - BUNGA DEPOSITO,
TABUNGAN, DISKONTO
SBI, SURAT BERHARGA NEGARA (SBN)
Bunga Deposito, Tabungan, Diskonto SBI
dan Surat Berharga Negara (SBN) berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UU PPh,
Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan
atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank
Indonesia dan Keputusan MenKeu No. 51/KMK.04/2001 tentang Pemotongan
Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto
Sertifikat Bank Indonesia.
Surat Berharga Negara termasuk Surat Utang
Negara, Surat Berharga Syariah Negara, Surat Perbendaharaan Negara dan
Obligasi sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan atas Diskonto Surat Perbendaharaan Negara dan
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan
Kegiatan Usaha Berbasis Syariah.
Angka 2 - BUNGA/DISKONTO
OBLIGASI
Bunga dan Diskonto Obligasi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16
Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Berupa Bunga
Obligasi.
Angka 3 - PENJUALAN SAHAM
DI BURSA EFEK
Penjualan Saham Di
Bursa Efek adalah penghasilan yang berasal dari penjualan saham (saham
pendiri/saham bukan pendiri) di bursa efek berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Transaksi Penjualan Saham Di Bursa Efek sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997
dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 282/KMK.04/1997 tentang
Pelaksanaan Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari
Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek.
Angka 4 - HADIAH UNDIAN
Hadiah
Undian berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UU PPh, Peraturan Pemerintah Nomor
132 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan Atas Hadiah Undian, dan
Keputusan Dirjen Pajak. Nomor KEP-395/PJ./2001 tentang Pengenaan Pajak
Penghasilan atas Hadiah dan Penghargaan.
Angka 5 - PESANGON,
TUNJANGAN HARI TUA DAN TEBUSAN PENSIUN YANG
DIBAYARKAN SEKALIGUS
Pesangon, Tunjangan Hari Tua dan Tebusan Pensiun
yang Dibayar Sekaligus adalah pesangon dari pemberi kerja dan uang yang
diterima oleh pegawai tetap atau pensiunan dari Dana Pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, PT. Astek, Badan
Penyelenggara Jamsostek berdasarkan Pasal 21 ayat (8) UU PPh, Peraturan
Pemerintah Nomor 149 Tahun 2000 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Tebusan Pensiun,
dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan
Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan
Orang Pribadi, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 112/KMK.03/2001 tentang
Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang
Pesangon, Uang Tebusan Pensiun, dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan
Hari Tua, dan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ./2009 tentang
Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak
Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan
dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi, serta Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa,
dan Kegiatan Orang Pribadi.
Angka 6 - HONORARIUM ATAS
BEBAN APBN/APBD
Honorarium atas beban APBN/APBD adalah penghasilan berupa imbalan yang
diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI/POLRI
dan Pensiunan yang dibebankan kepada keuangan negara/daerah sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 45 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan Bagi Pejabat Negara,
Pegawai Negeri Sipil, Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia,
dan Para Pensiunan atas Penghasilan yang Dibebankan Kepada Keuangan
Negara atau Keuangan Daerah dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 636/
KMK.04/1994 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan Bagi Pejabat Negara,
Pegawai Negeri Sipil, Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia,
dan Para Pensiun atas Penghasilan yang Dibebankan Kepada Keuangan
Negara atau Keuangan Daerah.
Angka 7 - PENGALIHAN HAK
ATAS TANAH
DAN/ATAU BANGUNAN
Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah
penghasilan yang berasal dari pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang
Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas
Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008, Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 635/KMK.04/1994 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pemungutan
Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008.
Angka 8 - SEWA ATAS TANAH
DAN/ATAU BANGUNAN
Sewa atas tanah dan/atau bangunan adalah Penghasilan
dari persewaan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen,
kondominium, gedung, perkantoran, rumah kantor, rumah toko, gudang dan
industri berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 tentang
Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah
dan/atau Bangunan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
120/KMK.03/2002 tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
394/KMK.04/1996 Tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pemotongan Pajak
Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan.
Angka 9 - BANGUNAN YANG
DITERIMA DALAM RANGKA BANGUN GUNA SERAH
Bangunan yang diterima dalam rangka Bangun Guna Serah yang dibangun di
atas tanah yang dimiliki Wajib Pajak sehubungan dengan berakhirnya masa
perjanjian Bangun Guna Serah, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 248/KMK.04/1995 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Terhadap
Pihak-Pihak Yang Melakukan Kerjasama dalam Bentuk Perjanjian Bangun
Guna Serah ("Built Operate And Transfer").
Angka 10 –
BUNGA
SIMPANAN YANG DIBAYARKAN OLEH KOPERASI KEPADA ANGGOTA KOPERASI
Penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi yang
didirikan di Indonesia kepada anggota koperasi orang pribadi dikenai
Pajak Penghasilan yang bersifat final, berdasarkan Pasal 4 ayat (2)
huruf a UU PPh dan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun
2009 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga Simpanan yang Dibayarkan oleh
Koperasi kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi.
Angka 11 - PENGHASILAN
DARI TRANSAKSI DERIVATIF
Penghasilan dari transaksi derivatif berupa
kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa bukan sebagai objek
pajak sehubungan dengan tidak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 17
Tahun 2009 Pasal 2, Pasal 3 Ayat (1), (2) dan (3) serta Pasal 5. Jadi
kolom ini tidak perlu diisi.
Angka 12 - DIVIDEN
Yang dimaksud dengan
dividen adalah bagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak
angkat yang belum dewasa selaku pemegang saham atau pemegang polis
asuransi dan anggota koperasi. Termasuk dalam pengertian dividen adalah:
1. |
pembagian
laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan
nama dan dalam bentuk apapun; |
2. |
pembayaran
kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang
disetor; |
3. |
pemberian
saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran kecuali saham
bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham baru dan revaluasi
aktiva tetap; |
4. |
pembagian
laba dalam bentuk saham; |
5. |
pencatatan
tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran; |
6. |
jumlah
yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau
diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh
perseroan yang bersangkutan; |
7. |
pembayaran
kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang
disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan,
kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal
dasar (statuter) yang dilakukan secara sah; |
8. |
pembayaran
sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang
diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut; |
9. |
bagian
laba sehubungan dengan pemilikan obligasi; |
10. |
bagian
laba yang diterima oleh pemegang polis; |
11. |
pembagian
berupa Sisa Hasil Usaha (SHU) kepada anggota koperasi; dan |
12. |
pengeluaran
perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang
dibebankan sebagai biaya perusahaan.
(Pasal 17 ayat (2c) UU PPh Tahun dan Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Dividen yang Diterima atau
Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri) |
Angka 13 -
PENGHASILAN ISTERI DARI SATU PEMBERI KERJA
Penghasilan isteri dari satu
pemberi kerja adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh isteri
dalam Tahun Pajak yang semata-mata berasal dari satu pemberi kerja yang
telah dipotong PPh Pasal 21 dan pekerjaan tersebut tidak ada
hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota
keluarga lainnya berdasarkan Pasal 8 ayat (1) UU PPh.
Angka 14
– PENGHASILAN LAIN YANG DIKENAKAN PAJAK FINAL DAN/ATAU
BERSIFAT FINAL
Untuk menampung penghasilan yang dikenakan PPh final
dan/atau bersifat final lainnya yang tidak termasuk dalam penghasilan
sebagaimana dimaksud Angka 1 s.d. Angka 13.
DASAR PENGENAAN
PAJAK/PENGHASILAN BRUTO - Kolom (3)
iisi dengan jumlah dasar pengenaan
pajak/penghasilan bruto untuk setiap sumber/jenis penghasilan.
PPh
TERUTANG - Kolom (4)
Diisi dengan jumlah PPh terutang untuk setiap
sumber/jenis penghasilan.
JUMLAH BAGIAN A
Diisi dengan hasil
penjumlahan dari jumlah PPh terutang pada kolom (4) dari masing-masing
sumber/jenis penghasilan.
BAGIAN B: HARTA PADA
AKHIR TAHUN
Formulir ini digunakan untuk
melaporkan jumlah harta pada akhir Tahun Pajak yang dimiliki Wajib
Pajak sendiri, isteri, anak/anak angkat yang belum dewasa, kecuali
harta yang dimiliki:
1. |
isteri
yang telah hidup berpisah; |
2. |
isteri
yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; |
3. |
isteri
yang menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya
sendiri, yang harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh isteri. |
NOMOR -
Kolom (1)
Cukup jelas.
JENIS HARTA - Kolom (2)
Kolom ini diisi dengan tambahan harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak
pada Tahun Pajak dan dicantumkan sesuai dengan jenis harta, misalnya:
- Tanah (cantumkan lokasi dan luas tanah);
- Bangunan (cantumkan lokasi dan
luas bangunan);
- Kendaraan bermotor, mobil, sepeda motor (cantumkan
merek dan tahun pembuatannya);
- Kapal pesiar, pesawat terbang,
helikopter, jetski, peralatan olah raga khusus, dan sejenisnya;
- Uang
Tunai Rupiah, Valuta Asing sepadan US Dollar, Simpanan termasuk
tabungan dan deposito di Bank Dalam dan Luar Negeri, Piutang, dan
sebagainya dicantumkan secara global;
- Efek-efek (saham, obligasi, commercial paper,
dan sebagainya) dicantumkan secara global;
- Keanggotaan perkumpulan eksklusif (keanggotaan golf, time sharing dan
sejenisnya);
- Penyertaan modal lainnya dalam perusahaan lain yang tidak
atas saham (CV, Firma) dicantumkan secara global;
- Harta berharga
lainnya, misalnya batu permata, logam mulia, dan lukisan dicantumkan
secara global.
TAHUN PEROLEHAN - Kolom
(3)
Kolom ini diisi tahun perolehan dari
masing-masing harta yang dimiliki sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
HARGA PEROLEHAN - Kolom
(4)
Kolom ini diisi harga perolehan dari masing-masing harta yang dimiliki
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
KETERANGAN - Kolom (5)
olom ini diisi dengan keterangan-keterangan
lain yang dianggap perlu. Misalnya untuk rumah dan tanah diberi
keterangan Nomor Objek Pajak (NOP) sesuai yang tertera dalam SPPT PBB.
JUMLAH BAGIAN B
Diisi dengan hasil penjumlahan seluruh harta pada kolom
(4).
Contoh pengisian harta pada akhir tahun:
NO |
JENIS
HARTA |
TAHUN
PEROLEHAN |
HARGA
PEROLEHAN
(Rupiah) |
KETERANGAN |
(1) |
(2) |
(3) |
(4) |
(5) |
1. |
Rumah
Luas xxx m2 Jl. Veteran No. 6, Solo |
1995 |
80.000.000 |
NOP:
11.71.030.032.008.0165.0 |
2. |
Mobil
(BMW, 2000) |
2000 |
250.000.000 |
BPKB
No: H-623441 |
3. |
Deposito
(Bank Bali) |
1998 |
50.000.000 |
|
|
Jumlah
Bagian B |
JBB |
590.000.000 |
|
BAGIAN C: KEWAJIBAN/UTANG
PADA AKHIR TAHUN
Formulir ini digunakan untuk
melaporkan jumlah kewajiban/utang pada akhir Tahun Pajak yang dimiliki
Wajib Pajak sendiri, isteri, anak/anak angkat yang belum dewasa,
kecuali kewajiban/utang yang dimiliki :
1. |
isteri
yang telah hidup berpisah; |
2. |
isteri
yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; |
3. |
isteri
yang menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya
sendiri, yang harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh isteri. |
Ilustrasi:
Seorang Wajib Pajak pada Tahun 2007
meminjam sejumlah uang kepada Bank Rakyat Indonesia Gatot Subroto
sebesar Rp. 100.000.000,00. Sampai dengan akhir Tahun 2009 sisa
pinjaman yang masih harus dilunasi oleh Wajib Pajak tersebut kepada
Bank BRI adalah sebesar Rp. 20.000.000,00.
Contoh pengisian
Kewajiban/Utang pada kolom (5) :
NO |
NAMA
PEMBERI PINJAMAN |
ALAMAT
PEMBERI PINJAMAN |
TAHUN
PEMINJAMAN |
JUMLAH |
(1) |
(2) |
(3) |
(4) |
(5) |
1. |
Bank
BRI |
Jl.
Jend. Gatot Subroto |
2007 |
Rp.20.000.000 |
2. |
......................... |
............................... |
....... |
.................. |
|
JUMLAH
BAGIAN C |
|
JBC |
Rp.20.000.000 |
NOMOR - Kolom (1)
Cukup jelas.
NAMA PEMBERI PINJAMAN -
Kolom (2)
Kolom
ini diisi nama pemberi pinjaman.
ALAMAT PEMBERI PINJAMAN -
Kolom (3)
Kolom ini diisi dengan alamat pemberi pinjaman.
TAHUN PEMINJAMAN -
Kolom (4)
Kolom ini diisi dengan tahun diperolehnya pinjaman. JUMLAH -
Kolom (5) Kolom ini diisi dengan besarnya kewajiban/utang yang
dimiliki, termasuk utang bunga.
JUMLAH BAGIAN C
Diisi dengan hasil
penjumlahan seluruh kewajiban/utang pada akhir tahun pada kolom (5)
BAGIAN D : DAFTAR SUSUNAN
ANGGOTA KELUARGA
Bagian ini diisi dengan
daftar susunan anggota keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya
Wajib Pajak, yaitu anggota keluarga yang tidak mempunyai penghasilan
dan seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh wajib pajak.
NOMOR - Kolom
(1)
Cukup jelas.
NAMA – Kolom
(2)
Kolom ini diisi dengan nama
anggota keluarga yang menjadi tanggungan Wajib Pajak sepenuhnya.
TANGGAL LAHIR –
Kolom (3)
Kolom ini diisi dengan tanggal
lahir anggota keluarga yang menjadi tanggungan Wajib Pajak sepenuhnya
dengan format penulisan dd/mm/yy.
HUBUNGAN KELUARGA
– Kolom (4)
Kolom ini diisi dengan status
hubungan keluarga Wajib Pajak dengan anggota keluarga yang menjadi
tanggungan Wajib Pajak sepenuhnya. Misalnya anak kandung, anak angkat,
orang tua, mertua.
PEKERJAAN –
Kolom (5)
Kolom ini diisi
dengan jenis pekerjaan anggota keluarga yang menjadi tanggungan Wajib
Pajak sepenuhnya.
INDUK SPT
(FORMULIR 1770 S)
|
MEMPUNYAI PENGHASILAN :
- DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA
- DALAM NEGERI
LAINNYA
- YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL
TAHUN PAJAK
Diisi pada kotak yang tersedia sesuai dengan Tahun Pajak.
Contoh
: Tahun Pajak 2010 |
|
Kotak ( |
|
)
SPT Pembetulan diisi dengan tanda silang (X) dan "
Ke-…." diisi dengan angka banyaknya melakukan
pembetulan jika Wajib Pajak menyampaikan Pembetulan SPT. Jika Wajib
Pajak menyampaikan |
SPT Normal maka kotak
SPT Pembetulan dan "Ke-...." tersebut tidak perlu diisi. |
IDENTITAS
NPWP
Diisi
sesuai dengan NPWP yang tercantum pada Kartu NPWP.
NAMA WAJIB PAJAK
Diisi sesuai dengan nama Wajib Pajak yang tercantum pada Kartu NPWP.
PEKERJAAN
Diisi sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh Wajib
Pajak secara lengkap.
KODE LAPANGAN USAHA (KLU)
Diisi sesuai dengan
Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-34/PJ./2003 tentang Klasifikasi
Lapangan Usaha Wajib Pajak.
NOMOR TELEPON DAN
FAKSIMILI
Diisi sesuai
dengan nomor telepon dan faksimili rumah atau kantor Wajib Pajak.
PERUBAHAN DATA
Beri tanda (X) pada kotak yang sesuai. Apabila ada
perubahan data agar melampirkan perubahan data yang terbaru dalam
lampiran tersendiri.
Huruf A : PENGHASILAN
NETO
Angka 1 - PENGHASILAN
NETO DALAM NEGERI SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN
Diisi sesuai dengan Bukti
Potong Formulir 1721-A1 atau 1721-A2 yang dilampirkan atau Bukti Potong
lain. Jika Wajib Pajak membayar iuran pensiun sendiri (tidak melalui
pemberi kerja) sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c UU
PPh, maka agar iuran pensiun tersebut dapat menjadi pengurang
penghasilan bruto maka Wajib Pajak harus menggunakan formulir 1770.
Angka 2 - PENGHASILAN
NETO DALAM NEGERI LAINNYA
Diisi sesuai dengan
Formulir 1770 S-I Jumlah Bagian A.
Angka 3 - PENGHASILAN
NETO LUAR
NEGERI
Diisi dari jumlah Penghasilan Neto yang tercantum pada Lampiran
Tersendiri Formulir 1770 S. Contoh Formulir dalam Lampiran Tersendiri
adalah sebagai berikut:
PENGHASILAN NETO DAN PAJAK ATAS
PENGHASILAN YANG
DIBAYAR/DIPOTONG/TERUTANG
DI LUAR NEGERI
No. |
NAMA
DAN ALAMAT
SUMBER/PEMBERI
PENGHASILAN DI LUAR NEGERI |
JENIS PENGHASILAN |
PENGHASILAN NETO
(Rupiah) |
PAJAK
YANG DIBAYAR /
DIPOTONG / TERUTANG
DI LUAR NEGERI (Rupiah) |
PPh PASAL 24*)
(Rupiah) |
(1) |
(2) |
(3) |
(4) |
(5) |
(6) |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
JUMLAH
|
|
|
|
*) PERMOHONAN : JUMLAH PADA
KOLOM (6) MOHON DIPERHITUNGKAN SEBAGAI
KREDIT PAJAK |
Formulir di atas diisi dengan rincian bukti pemotongan/pembayaran Pajak
Penghasilan yang terutang di luar negeri dengan didukung laporan
keuangan penghasilan dari luar negeri, fotokopi Surat Pemberitahuan
Pajak yang disampaikan di luar negeri, dan fotokopi dokumen pembayaran
pajak di luar negeri. Tata cara penghitungan agar mengacu pada Pasal 24
UU PPh jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164/KMK.03/2002 tentang
Kredit Pajak Luar Negeri.
Pengkreditan Pajak Penghasilan yang
terutang/dibayar di luar negeri terhadap Pajak Penghasilan yang
terutang di Indonesia adalah mana yang lebih kecil antara jumlah yang
sebenarnya atau jumlah tertentu yang dihitung berdasarkan formula
sebagai berikut:
Jumlah penghasilan dari LN x
Total PPh terutang
Penghasilan Kena Pajak
Dalam hal penghasilan yang diterima/diperoleh di luar negeri berasal
dari beberapa negara, maka penghitungan kredit pajak berdasarkan
formula tersebut dilakukan untuk masing-masing negara (ordinary credit
per country basis). Penghasilan Kena Pajak dalam formula tersebut tidak
termasuk Pajak yang bersifat final sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat
(2), Pasal 8 ayat (1) dan ayat (4) UU PPh. Cara Pengisian:
- Kolom 1 diisi dengan nomor urut.
- Kolom 2 diisi dengan nama dan alamat sumber/pemberi
penghasilan di
luar negeri.
- Kolom 3 diisi dengan jenis penghasilan.
- Kolom 4 diisi dengan jumlah penghasilan neto yang diterima.
- Kolom 5 diisi dengan jumlah pajak yang terutang/dibayar di
luar
negeri dalam mata uang Rupiah berdasarkan kurs konversi saat tanggal
pembayaran/terutangnya pajak.
- Kolom 6 diisi dengan jumlah pajak yang terutang/dibayar di
luar
negeri yang dapat dikreditkan sesuai ketentuan PPh Pasal 24 UU PPh
sebagaimana dijelaskan di atas.
Contoh penghitungan:
Wajib Pajak X (laki-laki, menikah, 2 anak)
memperoleh penghasilan neto dalam negeri selama tahun 2010 sebesar Rp
125.000.000,00 dan juga memperoleh penghasilan neto dari Singapura
berupa dividen sebesar Rp 25.000.000,00. Pajak yang telah dipotong di
Singapura sebesar Rp 3.750.000,00. PPh Pasal 24 yang boleh dikreditkan
dalam SPT Tahunan PPh WP OP Tahun 2010 adalah sebagai berikut:
Jumlah
penghasilan neto
..................................................
PTKP (K/2)
Penghasilan Kena Pajak
PPh terutang berdasarkan tarif Pasal 17 UU PPh :
5% x
Rp 50.000.000,00
15% x Rp 80.200.000,00
Jumlah
PPh Pasal 24 yang boleh
dikreditkan (maksimal):
Rp
25.000.000,00 x Rp
14.530.000,00
Rp 130.200.000,00 |
Rp
150.000.000,00
Rp
19.800.000,00 -/-
Rp 130.200.000,00
Rp 2.500.000,00
Rp
12.030.000,00 +/+
Rp 14.530.000,00
Rp 2.789.939,00 |
Dari perhitungan di atas, maka jumlah maksimal PPh Pasal 24 yang boleh
dikreditkan adalah sebesar
Rp.
2.789.939,00 karena jumlah ini lebih
kecil dari pajak yang terutang/dibayar di luar negeri, yaitu sebesar
Rp.3.750.000,00.
Angka 4 - JUMLAH
PENGHASILAN NETO
Bagian ini diisi
dengan hasil penjumlahan Angka 1 s.d. Angka 3.
Angka 5 –
ZAKAT/SUMBANGAN KEAGAMAAN YANG SIFATNYA WAJIB
Bagian ini diisi jumlah
zakat/sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib atas penghasilan yang
menjadi objek pajak yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak Orang
Pribadi pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil
zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah sesuai dengan bukti
setoran yang sah. (Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2009 tentang
Bantuan atau Sumbangan Termasuk Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang
Sifatnya Wajib yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan).
Contoh
:
Ahmad adalah seorang pegawai dengan gaji Rp 2.000.000,00 per bulan.
Penghitungan zakat atas penghasilan sebagai pegawai :
Penghasilan Bruto
Rp
24.000.000,00
Biaya Jabatan
Rp
1.200.000,00 -/-
Penghasilan Neto
Rp
22.800.000,00
Zakat atas Penghasilan
2,5%
Rp
570.000,00
Catatan: Zakat
yang dapat dilaporkan sebagai pengurang penghasilan neto adalah sebesar
Rp. 570.000,00
Angka 6 - JUMLAH
PENGHASILAN NETO SETELAH PENGURANGAN
ZAKAT/SUMBANGAN YANG SIFATNYA WAJIB
Bagian ini diisi dengan hasil
pengurangan Angka 4 dengan Angka 5.
Huruf B : PENGHASILAN
KENA PAJAK
Angka 7 - PENGHASILAN
TIDAK KENA PAJAK
Bagian ini diisi dengan
penghasilan tidak kena pajak yang besarnya adalah sebagai berikut :
a. |
Rp15.840.000,00
untuk diri Wajib Pajak. |
b. |
Rp1.320.000,00
tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin |
c. |
Rp15.840.000,00 tambahan untuk seorang isteri (hanya seorang
isteri), yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami, misal:
c.1. |
bukan
karyawati, tetapi mempunyai penghasilan dari usaha/pekerjaan
bebas yang tidak ada hubungannya dengan usaha / pekerjaan bebas suami,
anak/anak angkat yang belum dewasa. |
c.2. |
bekerja
sebagai karyawati pada
pemberi kerja yang bukan sebagai Pemotong Pajak walaupun tidak
mempunyai penghasilan dari usaha/pekerjaan bebas. |
c.3. |
bekerja
sebagai karyawati pada lebih dari 1 (satu) pemberi kerja. |
|
d. |
Rp1.320.000,00
tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah (misal
ayah, ibu atau anak kandung) dan semenda (misal mertua dan anak tiri)
dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan
sepenuhnya, paling banyak tiga orang untuk setiap keluarga. |
e. |
Warisan
yang belum terbagi sebagai Wajib Pajak menggantikan yang
berhak tidak memperoleh pengurangan Penghasilan Tidak Kena Pajak. |
Bagi Wajib Pajak yang kawin pisah harta dan penghasilan atau isteri
yang menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya
sendiri, Angka 7 baik dalam SPT Tahunan suami maupun isteri diisi
dengan tanda strip (-) dan membuat lembar penghitungan penghasilan
serta PPh terutang tersendiri.
Catatan :
Isikan jumlah tanggungan pada
kotak yang sesuai status, yaitu:
|
TK/ |
|
adalah
tidak kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan yang mendapat
pengurangan PTKP. |
|
K/ |
|
adalah
kawin ditambah dengan banyaknya tanggungan
yang mendapat pengurangan PTKP. |
|
K/I/ |
|
adalah
kawin, isteri mempunyai
penghasilan sesuai dengan ketentuan huruf c, ditambah dengan banyaknya
tanggungan yang mendapat pengurangan PTKP. |
|
PH/ |
|
adalah
Wajib Pajak kawin
yang pisah harta dan penghasilan. |
|
HB/ |
|
adalah
Wajib Pajak kawin yang
telah hidup berpisah ditambah banyaknya tanggungan yang mendapat
pengurangan PTKP. |
Contoh :
|
K/ |
|
adalah
kawin tanpa tanggungan |
|
K/ |
|
dalah
kawin + 2 orang
tanggungan |
|
K/I/ |
|
adalah
kawin + isteri mempunyai penghasilan sesuai
ketentuan huruf c, ditambah dengan tanggungan 3 orang. |
PTKP bagi Wajib
Pajak masing-masing suami isteri yang telah hidup berpisah untuk diri
masing-masing Wajib Pajak diperlakukan seperti Wajib Pajak Tidak Kawin
sedangkan tanggungan sesuai dengan kenyataan sebenarnya yang
diperkenankan.
Saat yang menentukan untuk menghitung besarnya
penghasilan tidak kena pajak adalah awal Tahun Pajak atau saat mulainya
menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri dalam Tahun Pajak (Pasal 7 UU PPh)
Angka 8 - PENGHASILAN
KENA PAJAK
Bagian ini diisi dengan hasil
pengurangan Angka 6 dengan Angka 7.
Bagi Wajib Pajak yang
kawin pisah
harta dan penghasilan atau isteri yang menghendaki untuk menjalankan
hak dan kewajiban perpajakannya sendiri, Angka 8 baik dalam SPT Tahunan
suami maupun isteri diisi dengan tanda strip (-) dan membuat lembar
penghitungan penghasilan serta PPh terutang tersendiri.
Huruf C : PPh
TERUTANG
Angka 9 - PPh TERUTANG
Diisi dengan hasil penerapan tarif
Pasal 17 UU PPh atas Penghasilan Kena Pajak yang tercantum pada Huruf B
Angka 8. Tarif PPh adalah sebagai berikut :
Lapisan
Penghasilan Kena Pajak |
Tarif |
sampai
dengan Rp50.000.000,00
di atas Rp50.000.000,00 s.d
Rp250.000.000,00
di atas Rp250.000.000,00 s.d Rp500.000.000,00
di atas
Rp500.000.000,00 |
5%
15%
25%
30% |
Catatan
:
Dalam penerapan tarif pajak, jumlah Penghasilan Kena Pajak
(PKP)
dibulatkan ke
bawah dalam ribuan rupiah penuh.
Contoh
:
1. |
Seorang
Wajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto Tahun
Pajak 2010 sebesar Rp 96.800.000,00. Wajib Pajak berstatus kawin dan
mempunyai 3 (tiga) orang anak, sedangkan isterinya tidak mempunyai
penghasilan sendiri. Penghitungan pajak dengan penerapan tarif tersebut
di atas dilakukan sebagai berikut:
Penghasilan
Neto 1
tahun...........................................................
Penghasilan Tidak Kena Pajak
...................................................
Penghasilan Kena Pajak
............................................................
Pajak Penghasilan yang terutang :
5% x
Rp50.000.000,00..............................................................
15% x Rp25.680.000,00..................
........................ ................
Jumlah
.................................................................................... |
Rp
96.800.000,00
Rp
21.120.000,00 -/-
Rp 75.680.000,00
Rp 2.500.000,00
Rp
3.852.000,00 -/-
Rp 6.352.000,00 |
|
2. |
Seorang
Wajib Pajak yang berstatus tidak kawin baru datang dan
mempunyai niat menetap di Indonesia untuk selama-lamanya pada awal
Oktober 2010 dan menerima atau memperoleh penghasilan dari usaha mulai
Oktober s.d. Desember 2010 sebesar Rp 4.710.715,00. Atas penghasilan
tersebut, dilakukan penerapan tarif pajak sebagai berikut:
Penghasilan
3 bulan
Penghasilan 1 tahun:
12 x
Rp 4.710.715,00
3
Penghasilan Tidak Kena Pajak
Penghasilan Kena
Pajak
Dibulatkan menjadi (untuk penerapan tarif)
Pajak penghasilan yang terutang 1 tahun =
5% x
Rp3.002.000,00
..............................................................
Pajak Penghasilan yang terutang tahun 2010 (3 bulan)
3 x
Rp150.100,00.................................................................
12 |
Rp
4.710.715,00
Rp 18.842.860,00
Rp
15.840.000,00 -/-
Rp 3.002.860,00
Rp
3.002.000,00
Rp
150.100,00
Rp 37.525,00
|
|
3. |
Seorang
Wajib Pajak (suami) dalam tahun 2010 menerima atau
memperoleh penghasilan neto sebesar Rp 219.608.000,00. Wajib Pajak
berstatus kawin pisah harta dan mempunyai 3 (tiga) orang anak,
sedangkan isterinya menerima atau memperoleh penghasilan neto dari
usaha sebesar Rp 109.192.000,00. Penerapan tarif untuk masing-masing
suami dan isteri adalah sebagai berikut :
Penghasilan
Neto suami
Penghasilan Neto isteri
Penghasilan Neto gabungan
PTKP
(K/I/3)
Penghasilan Kena Pajak
PPh terutang gabungan (suami dan isteri) :
5% x Rp 50.000.000,00
15% x Rp 200.000.000,00
25% x Rp
41.840.000,00
Jumlah
a. PPh
terutang untuk suami:
Rp
219.608.000,00 x Rp 42.960.000,00
Rp 328.800.000,00
b. PPh terutang untuk SPT isteri:
Rp
109.192.000,00 x Rp 42.960.000,00
Rp 328.800.000,00 |
Rp
219.608.000,00
Rp
109.192.000,00 +/+
Rp 328.800.000,00
Rp
36.960.000,00 -/-
Rp 291.840.000,00
Rp
2.500.000,00
Rp 30.000.000,00
Rp
10.460.000,00 +/+
Rp 42.960.000,00
Rp 28.693.308,00
Rp 14.266.692,00 |
|
4. |
Dalam
hal suami – isteri telah hidup berpisah,
penghitungan Penghasilan Kena Pajak-nya dilakukan sendiri-sendiri
(menggunakan 2 (dua) SPT Tahunan PPh WP OP yang berbeda). PTKP bagi
suami dan isteri yang telah hidup berpisah diperlakukan seperti Wajib
Pajak tidak kawin (TK), sedangkan tanggungan sesuai dengan kenyataan
sebenarnya yang diperkenankan. Contoh perhitungan adalah sebagai
berikut :
Seorang Wajib Pajak (suami) dalam tahun 2010 menerima atau memperoleh
penghasilan neto sebesar Rp 219.608.000,00. Wajib Pajak berstatus hidup
berpisah (HB) dan mempunyai 3 (tiga) orang anak, sedangkan isterinya
menerima atau memperoleh penghasilan neto dari usaha sebesar Rp
109.192.000,00.
a. |
Penghitungan
PPh terutang bagi suami:
Penghasilan Neto suami
PTKP (TK/3)
Penghasilan Kena Pajak
PPh terutang suami:
5 % x
Rp 50.000.000,00
15% x Rp 149.808.000,00
Jumlah |
Rp
219.608.000,00
Rp
19.800.000,00
-/-
Rp 199.808.000,00
Rp 2.500.000,00
Rp
22.471.200,00 +/+
Rp 24.971.200,00 |
b. |
Penghitungan
PPh terutang
bagi isteri:
Penghasilan Neto isteri
Rp 109.192.000,00
PTKP (TK)
Penghasilan Kena Pajak
PPh terutang
isteri :
5% x Rp 50.000.000,00
Rp 2.500.000,00
15% x Rp 43.352.000,00
Rp 6.502.800,00
+/+
Jumlah
Rp 9.002.800,00 |
Rp
15.840.000,00 -/-
Rp 93.352.000,00 |
|
Angka 10 –
PENGEMBALIAN/PENGURANGAN PPh PASAL 24 YANG TELAH DIKREDITKAN
Diisi
dengan selisih antara besarnya pajak yang telah dikreditkan dengan
besarnya pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia setelah adanya
pengembalian/pengurangan Pajak Penghasilan yang
dibayar/dipotong/terutang di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 ayat (5) UU PPh, yang diterima dalam Tahun Pajak yang
bersangkutan sepanjang pengembalian/ pengurangan bukan disebabkan oleh
adanya perubahan penghasilan.
Oleh karena PPh yang
dibayar/dipotong/terutang di luar negeri tersebut semula telah
dikreditkan dari Pajak Penghasilan yang terutang dalam SPT Tahunan PPh,
maka dengan pengurangan/restitusi atas Pajak Penghasilan yang
dibayar/dipotong/terutang di luar negeri tersebut menyebabkan
pengkreditan tersebut menjadi lebih besar dari yang seharusnya. Selisih
tersebut harus dibayar kembali dengan menambahkan pada Pajak
Penghasilan terutang dalam tahun ini.
Contoh:
Tuan Achmad memperoleh
penghasilan berupa dividen pada tahun 2009 dari X Ltd. di luar negeri
sebesar Rp 200.000.000,00 dan dipotong pajak atas dividen sebesar 20%
(Rp 40.000.000,00). Penghasilan tersebut telah digabungkan (dilaporkan)
dalam SPT Tahunan PPh 2009 dan pajak atas dividen sebesar Rp
40.000.000,00 telah dikreditkan. Namun dalam tahun 2010, Tuan Achmad
menerima pengembalian pajak atas dividen tersebut sebesar 5%
(Rp10.000.000,00). Pengembalian pajak di luar negeri sebesar Rp
10.000.000,00 tersebut diisikan dalam Angka 10 ini menambah PPh
terutang tahun 2010.
Dalam hal pengembalian/pengurangan PPh tersebut
disebabkan oleh adanya perubahan penghasilan, maka Wajib Pajak harus
memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melakukan
pembetulan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak digabungkannya penghasilan
tersebut, sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
164/KMK.04/2002 tentang Kredit Pajak Luar Negeri.
Angka 11 - JUMLAH PPh
TERUTANG
Diisi dengan hasil penjumlahan Angka 9 dengan Angka 10.
Huruf
D : KREDIT PAJAK
Angka 12 - PPh YANG
DIPOTONG/DIPUNGUT OLEH PIHAK
LAIN/DITANGGUNG PEMERINTAH DAN/ATAU KREDIT PAJAK LUAR NEGERI DAN ATAU
TERUTANG DI LUAR NEGERI
Diisi dari Formulir 1770 S-I JUMLAH BAGIAN C
kolom (7).
Angka 13 - PPh YANG HARUS
DIBAYAR SENDIRI ATAU PPh YANG
LEBIH DIPOTONG / DIPUNGUT
Diisi dengan hasil pengurangan dari Angka 11
dengan Angka 12. Beri tanda (X) dalam kotak yang sesuai.
Angka 14 - PPh YANG DIBAYAR SENDIRI
a. PPh PASAL 25
Diisi dengan jumlah PPh yang telah dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
selama Tahun Pajak yang bersangkutan berupa PPh Pasal 25 Tahun Pajak
yang bersangkutan termasuk jumlah pelunasan PPh yang terutang
berdasarkan penghitungan sementara dalam hal Wajib Pajak mengajukan
permohonan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan.
b. STP PPh PASAL 25
(Hanya Pokok Pajak)
Diisi dengan jumlah Pajak Penghasilan yang tercantum dalam Surat
Tagihan Pajak (STP) untuk Tahun Pajak yang bersangkutan termasuk STP
Pajak Penghasilan Pasal 25 ayat (7) dari Pengusaha Tertentu yang
menerima atau memperoleh penghasilan lain yang tidak dikenakan Pajak
Penghasilan yang bersifat final, tidak termasuk sanksi administrasi
berupa bunga dan/atau denda.
Contoh:
Pada
STP tercantum hal-hal sebagai
berikut :
Angsuran PPh Pasal 25 yang harus dibayar
Telah dibayar
Kurang dibayar
Sanksi
administrasi berupa bunga
Sanksi administrasi berupa denda
Jumlah yang harus dibayar
|
Rp 2.000.000,00
Rp
1.500.000,00 -/-
Rp 500.000,00
Rp 20.000,00
Rp
100.000,00 +/+
Rp 620.000,00 |
Yang
diisikan di sini adalah jumlah Rp 500.000,00 (hanya pokok pajak)
c. FISKAL LUAR NEGERI
Diisi dengan jumlah pembayaran uang Fiskal Luar Negeri yang dilakukan
sendiri oleh Wajib Pajak, isteri, anak/anak angkat yang belum dewasa,
yang menjadi tanggungan sepenuhnya dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.
Termasuk juga pembayaran uang fiskal luar negeri yang ditanggung Wajib
Pajak atas nama pegawai sehubungan dengan penugasan pegawai tersebut ke
luar negeri dalam Tahun Pajak yang bersangkutan tidak termasuk isteri,
anak/anak angkat dari pegawai yang bersangkutan. Apabila pegawai ke
luar negeri bukan dalam rangka hubungan kerja, seperti ekspatriat
berlibur kembali ke negaranya, maka pembayaran fiskal tersebut tidak
boleh dimasukkan disini, termasuk isteri, anak/anak angkat dari pegawai
tersebut (Pasal 25 ayat (8) UU PPh, Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun
2008 tentang Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam
Negeri Yang Bertolak Ke Luar Negeri).
Angka 15 - JUMLAH KREDIT
PAJAK
Diisi dengan hasil penjumlahan Angka 14.a. s.d Angka 14.c.
Huruf E :
PPh KURANG/LEBIH BAYAR
Angka 16 - PPh YANG
KURANG DIBAYAR (PPh PASAL
29) ATAU PPh YANG LEBIH DIBAYAR (PPh PASAL 28A)
Diisi dengan hasil
pengurangan Angka 13 dengan Angka 15. Beri tanda (X) dalam kotak yang
sesuai. Dalam hal tidak terdapat pajak yang harus dibayar, maka
cantumkan kata “NIHIL” pada ruang yang harus diisi.
Apabila terdapat jumlah pajak yang kurang dibayar, jumlah tersebut
harus dibayar lunas sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan disampaikan.
Cantumkan tanggal pembayaran tersebut pada tempat yang tersedia.
Angka
17 - PERMOHONAN
Hanya diisi apabila terdapat jumlah PPh yang lebih
bayar pada Angka 16. Wajib Pajak harus memberi tanda silang (X) dalam
kotak yang tersedia. Permohonan tidak berlaku apabila kelebihan bayar
berasal dari PPh yang ditanggung pemerintah.
Permohonan pengembalian
pendahuluan kelebihan pembayaran pajak ini diberikan kepada Wajib Pajak
dengan kriteria tertentu (Wajib Pajak Patuh). Wajib Pajak Patuh
ditetapkan oleh Kanwil DJP bagi Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
1. |
tepat
waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan; |
2. |
tidak
mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali
tunggakan pajak yang telah memperoleh izin untuk mengangsur atau
menunda pembayaran pajak; |
3. |
Laporan
Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan
keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3
(tiga) tahun berturut-turut; dan |
4. |
tidak
pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir. |
(Pasal 17C UU KUP dan Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
192/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penetapan Wajib Pajak dengan Kriteria
Tertentu Dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran
Pajak).
Selain kriteria di atas dapat juga diberikan pendahuluan
pengembalian kelebihan pajak kepada Wajib Pajak yang memenuhi
persyaratan tertentu antara lain:
1. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak
menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas;
2. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan
usaha atau pekerjaan
bebas dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai
dengan jumlah tertentu;
(Pasal 17D UU KUP dan Pasal 1 dan 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
193/PMK.03/2007 tentang Batasan Jumlah Peredaran Usaha, Jumlah
Penyerahan, dan Jumlah Lebih Bayar Bagi Wajib Pajak yang Memenuhi
Persyaratan Tertentu yang Dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak s.t.d.t.d Peraturan Menteri Keuangan Nomor
54/PMK.03/2009)
Huruf F : ANGSURAN PPh
PASAL 25 TAHUN PAJAK BERIKUTNYA
Angka 18 - ANGSURAN PPh
PASAL 25 TAHUN PAJAK BERIKUTNYA
Diisi dengan
besarnya angsuran PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya.
Penghasilan
neto
tahun 2010
Zakat atas Penghasilan 2,5%
Jumlah penghasilan neto setelah pengurangan zakat
atas
penghasilan
Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/3)
Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan
Kena Pajak (pembulatan)
PPh Terutang :
5% x Rp
50.000.000,-
15% x Rp 45.475.000,-
Jumlah PPh terutang
Jumlah PPh Pasal 21, Pasal 22,
Pasal 23, dan Pasal 24 Tahun 2010
Jumlah PPh
terutang setelah kredit pajak
Angsuran PPh Pasal 25
untuk Tahun Pajak 2011
(1/12 x Rp. 6.071.250,00) |
Rp
119.585.000,00
Rp
2.989.625,00 -/-
Rp 116.595.375,00
Rp
21.120.000,00 -/-
Rp 95.475.375,00
Rp 95.475.000,00
Rp 2.500.000,00
Rp
6.821.250,00 +/+
Rp 9.321.250,00
Rp
3.250.000,00 -/-
Rp 6.071.250,00
Rp 505.938,00 |
JUMLAH
TERSEBUT DIHITUNG BERDASARKAN
Berilah tanda (X) pada salah satu kotak.
a. |
Apabila
PPh Pasal 25 tahun berikutnya dihitung berdasarkan 1/12 dari
jumlah PPh yang harus dibayar sendiri pada Angka 13. |
b. |
Apabila
PPh Pasal 25 dihitung tersendiri, jika terdapat penghasilan
tidak teratur dan terdapat pembayaran zakat atas penghasilan. |
Ilustrasi:
1. |
Terdapat
penghasilan tidak teratur.
Penghasilan tidak teratur (tidak termasuk dalam penghasilan teratur)
adalah keuntungan selisih kurs dari utang/piutang dalam mata uang asing
dan keuntungan dari pengalihan harta, serta penghasilan lainnya yang
bersifat insidentil. Apabila terdapat penghasilan tidak teratur dalam
Tahun Pajak 2010, misalnya penghasilan dari kontrak 2 (dua) mobil, maka
angsuran bulanan PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak 2011 dihitung
berdasarkan penghasilan neto seluruhnya dikurangi dengan penghasilan
tidak teratur tersebut.
Contoh :
Menurut
SPT PPh Tahun Pajak 2010:
Penghasilan Neto seluruhnya
Jumlah PPh Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 24
Jumlah PPh Pasal 23 (atas kontrak 2 buah mobil
sebesar Rp
60.000.000,00)
Penghitungan angsuran PPh Pasal 25 untuk
Tahun Pajak 2011:
Penghasilan Neto seluruhnya
Penghasilan Neto tidak teratur
Penghasilan Neto
teratur
PTKP (K/3)
Penghasilan
Kena Pajak
PPh Terutang:
5% x Rp 50.000.000,00
15% x Rp 200.000.000,00
25% x Rp
185.680.000,00
Jumlah PPh terutang
Jumlah PPh Ps. 21, 22, dan 24 Tahun Pajak 2010
(tidak
termasuk PPh Pasal 23 atas kontrak mobil)
Jumlah
PPh terutang setelah kredit pajak
Angsuran PPh Pasal
25 Tahun Pajak 2011
(1/12 x Rp 27.670.000,00) |
Rp 516.800.000,00
Rp
51.250.000,00
Rp 3.600.000,00
Rp 516.800.000,00
Rp
60.000.000,00 -/-
Rp 456.800.000,00
Rp
21.120.000,00 -/-
Rp 435.680.000,00
Rp
2.500.000,00
Rp 30.000.000,00
Rp
46.420.000,00 +/+
Rp
78.920.000,00
Rp
51.250.000,00 -/-
Rp 27.670.000,00
Rp 2.305.833,00 |
|
2. |
Terdapat
pembayaran zakat atas penghasilan.
Dalam hal terdapat zakat atas penghasilan yang nyata-nyata di bayarkan
oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam kepada badan amil
zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
Pemerintah, terdapat hal-hal tertentu (dalam tahun berjalan diterbitkan
setoran pajak untuk Tahun Pajak yang lalu, dan terdapat penghasilan
tidak teratur), maka penghitungan angsuran Pajak Penghasilan pasal 25
mengikuti pola penghitungan sebagaimana contoh penghitungan angsuran
PPh Pasal 25 sebelumnya dengan
memperhitungkan zakat atas penghasilan
yang telah dibayarkan.
Contoh :
Menurut
SPT PPh Tahun Pajak 2010 :
Penghasilan neto
Zakat atas Penghasilan 2,5%
Jumlah penghasilan neto setelah pengurangan
zakat atas
penghasilan
Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/3)
Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan
Kena Pajak (pembulatan)
PPh Terutang :
5% x Rp
50.000.000,00
15% x Rp 45.475.000,00
Jumlah PPh terutang
Jumlah PPh Pasal 21, 22, 23 dan
24 Tahun 2010
Jumlah PPh terutang setelah kredit
pajak
Angsuran PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak 2011
(1/12 x Rp 6.071.250,00) |
Rp 119.585.000,00
Rp
2.989.625,00 -/-
Rp 116.595.375,00
Rp
21.120.000,00 -/-
Rp 95.475.375,00
Rp 95.475.000,00
Rp 2.500.000,00
Rp
6.821.250,00
+/+
Rp 9.321.250,00
Rp
3.250.000,00 -/-
Rp 6.071.250,00
Rp 505.938,00 |
|
Perhatian :
1. |
Besarnya
angsuran PPh Pasal 25 dapat berubah sesuai dengan perubahan
yang terjadi atas dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25 dalam Tahun
Pajak berjalan. |
2. |
Angsuran
PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak yang bersangkutan dapat
dibayar di muka sekaligus berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor
SE-13/PJ.23/1989 tentang Penyetoran Dimuka PPh Pasal 25 Sekaligus untuk
Beberapa Bulan. |
|
Huruf G : LAMPIRAN
Berilah tanda (X) dalam kotak yang sesuai dan
lampiran-lampiran lain yang dianggap perlu atau untuk menjelaskan
penghitungan besarnya penghasilan yang dibuat sendiri oleh Wajib Pajak.
Huruf a –
Fotokopi Formulir 1721-A1 atau 1721-A2 atau Bukti
Potong PPh Pasal 21
Wajib dilampirkan oleh semua Wajb Pajak Orang
Pribadi yang mempunyai penghasilan dari satu atau lebih pemberi kerja.
Huruf b – Surat
Setoran Pajak Lembar ke-3 PPh Pasal 29
Wajib
dilampirkan oleh semua Wajib Pajak, kecuali apabila tidak ada setoran
akhir ( nihil ). Dalam hal Wajib Pajak melakukan pembayaran dengan
media e–payment melalui bank-bank persepsi tertentu yang
telah ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak, lampirkan bukti
pembayaran pajak yang sah sebagai pengganti SSP lembar ke-3.
Huruf c
– Surat Kuasa Khusus (Bila dikuasakan)
Wajib dilampirkan oleh
Wajib Pajak yang menunjuk seorang kuasa untuk mengisi dan
menandatangani SPT. (Sesuai dengan Pasal 4 Ayat (3) UU KUP)
Huruf d
– Perhitungan PPh Terutang Bagi Wajib Pajak Kawin Pisah Harta
dan/atau Mempunyai NPWP Sendiri
Contoh Perhitungan :
Data
Nama
: Hendra
Sialagan
NPWP
: 08.296.172.2.007.000
Pekerjaan
: Dagang
Tekstil/Direktur CV Inovasi
Status
: Menikah
Tanggungan : 1
orang anak
(PTKP K/I/1)
Tahun
2010
Peredaran bruto atau omzet dari usaha dagang
tekstil Hendra Sialagan adalah Rp1.000.000.000,00 (
berdasarkan
KEP-536/PJ/2000, persentase norma perkiraan penghasilan neto atas usaha
dagang tekstil adalah 30%).
Penghasilan
lainnya pada tahun 2010 adalah :
1. Jasa angkutan darat (angkutan kota), (
berdasarkan KEP-536/PJ/2000,
persentase norma perkiraan penghasilan neto atas jasa angkutan darat
adalah 25%) dengan omzet sebesar Rp400.000.000,00
2. Gaji bersih sebagai direktur di CV Inovasi sebesar Rp
44.400.000,00
3. Keuntungan dari penjualan perhiasan emas sebesar
Rp38.000.000,00.
(Hendra Sialagan membeli perhiasan emas seharga Rp40.000.000,00 dan
kemudian dijual seharga Rp78.000.000,00)
Data
tambahan,
Bahwa Hendra Sialagan memiliki isteri bernama Megan
Susilawati dan mempunyai NPWP 07.890.123.4.567.000 (
NPWP sendiri yang
terpisah dengan suami) dan menerima penghasilan neto
selama pada tahun
2010 total sebesar Rp141.000.000,00 yang berasal dari :
1. Penghasilan sebagai karyawan (Rp129.000.000,00)
2. Penghasilan dari keuntungan selisih kurs (Rp12.000.000,00)
Dari data tersebut maka perhitungan PPh bagi Hendra Sialagan dan
istrinya Megan Susilawati yang masing-masing memiliki NPWP tersendiri
dibuatkan lembar perhitungan sendiri seperti di bawah ini.
Contoh
Lampiran Penghitungan PPh terutang bagi Wajib Pajak Kawin Pisah Harta
dan/atau mempunyai NPWP sendiri:
Huruf e - Lampiran Lainnya:
Seperti Fotokopi Bukti Setoran Zakat dan
lain-lain.
PERNYATAAN
Pernyataan ini dibuat sehubungan dengan jaminan
akan kebenaran dan kelengkapan pengisian SPT Tahunan. Apabila ternyata
diisi dengan tidak benar dan/atau tidak lengkap, Wajib Pajak akan
dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku. Sehubungan dengan itu, Wajib Pajak atau kuasanya wajib
menandatangani, membubuhkan nama lengkap dan NPWP serta mencantumkan
tanggal, bulan dan tahun diisinya SPT pada tempat yang tersedia. Beri
tanda silang (X) dalam kotak yang sesuai.
DAFTAR PERATURAN PERPAJAKAN
No. |
Jenis
Peraturan |
Nomor |
Tanggal |
Tentang |
1. |
Undang-Undang |
28 |
17/07/2007 |
Perubahan
Ketiga atas atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan |
2. |
Undang-Undang |
16 |
25/03/2009 |
Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan |
3. |
Undang-Undang |
36 |
23/09/2008 |
Perubahan
Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan |
4. |
Peraturan
Pemerintah |
80 |
28/12/2007 |
Tata
Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah Beberapa Kali Diubah Terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 |
5. |
Peraturan
Pemerintah |
45 |
26/12/1994 |
Pajak
Penghasilan bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS),
Anggota Angkatan Bersenjata RI, dan Para Pensiunan atas Penghasilan
yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah |
6. |
Peraturan
Pemerintah |
48 |
27/09/1994 |
Pembayaran
Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas
Tanah dan/atau Bangunan |
7. |
Peraturan
Pemerintah |
14 |
29/06/1997 |
PPh
atas Transaksi Penghasilan dari Transaksi Penjualan Saham di Bursa
Efek |
8. |
Peraturan
Pemerintah |
19 |
02/01/2009 |
PPh
atas Dividen yang Diterima atau Diperoleh WP Orang Pribadi Dalam
Negeri |
9. |
Peraturan
Pemerintah |
132 |
15/09/2000 |
PPh
atas Hadiah Undian |
10. |
Peraturan
Pemerintah |
149 |
23/12/2000 |
Pemotongan
Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon,
Uang Tebusan Pensiun, dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua |
11. |
Peraturan
Pemerintah |
5 |
23/02/2002 |
Perubahan
atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 tentang
Pembayaran PPh atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan |
12. |
Peraturan
Pemerintah |
47 |
21/09/2003 |
Pajak
Penghasilan yang Ditanggung oleh Pemerintah atas Penghasilan
Pekerja dari Pekerjaan |
13. |
Peraturan
Pemerintah |
27 |
04/04/2008 |
Pajak
Penghasilan atas Diskonto Surat Perbendaharaan Negara |
14. |
Peraturan
Pemerintah |
71 |
11/04/2008 |
Pengganti
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun Pembayaran PPh atas
Penghasilan dari Penghasilan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan |
15. |
Peraturan
Pemerintah |
16 |
02/09/2009 |
Pajak
Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi |
16. |
Peraturan
Pemerintah |
18 |
02/09/2009 |
Bantuan
atau Sumbangan Termasuk Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang
Sifatnya Wajib yang Dikecualikan dari Objek PPh |
17. |
Peraturan
Pemerintah |
15 |
02/09/2009 |
PPh
atas Bunga Simpanan yang Dibayarkan oleh Koperasi kepada Anggota
Koperasi Orang Pribadi |
18. |
Peraturan
MenteriKeuangan |
181/PMK.03/2007 |
28/12/2007 |
Bentuk
dan Isi Surat Pemberitahuan serta Tata Cara Pengambilan,
Pengisian, dan Penandatanganan dan Penyampaian Surat Pemberitahuan |
19. |
Peraturan
Menteri Keuangan |
152/PMK.03/2009 |
29/09/2009 |
Perubahan
atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007 Tentang
Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan serta Tata Cara Pengambilan,
Pengisian, dan Penandatanganan dan Penyampaian Surat Pemberitahuan |
20. |
Peraturan
Menteri Keuangan |
210/PMK.03/2008 |
12/11/2008 |
Perubahan
KMK Nomor 254/KMK.03/2001 tentang Penunjukan Pemungut Pajak
Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan serta Tata Cara
Penyetoran dan Pelaporannya |
21. |
Peraturan
Menteri Keuangan |
210/PMK.03/2008 |
12/11/2008 |
Peraturan
Pengganti Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001
Tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat Dan
Besarnya Pungutan Serta Tata Cara Penyetoran Dan Pelaporannya |
22. |
Peraturan
Menteri Keuangan |
192/PMK.03/2007 |
28/12/2008 |
Tata
cara Penetapan Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu dalam Rangka
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak |
23. |
Peraturan
Menteri Keuangan |
244/PMK.03/2008 |
31/12/2008 |
Jasa
Lain sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2
UU PPh |
24. |
Peraturan
Menteri Keuangan |
243/PMK.03/2008 |
31/12/2008 |
Pelaksanaan
Pembayaran dan Pemungutan PPh atas Penghasilan dari
Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan |
25. |
Peraturan
Menteri Keuangan |
193/PMK.03/2007 |
28/12/2007 |
Batasan
Jumlah Peredaran Usaha, Jumlah Penyerahan, dan Jumlah Lebih
Bayar bagi Wajib Pajak yang Memenuhi Persyaratan Tertentu yang Dapat
Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak |
26. |
Peraturan
Menteri Keuangan |
54/PMK.03/2009 |
27/03/2009 |
Perubahan
atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.03/2007 tentang
Batasan Jumlah Peredaran Usaha, Jumlah Penyerahan, dan Jumlah Lebih
Bayar bagi Wajib Pajak yang Memenuhi Persyaratan Tertentu yang Dapat
Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak |
27. |
Keputusan
Menteri Keuangan |
604/KMK.04/1994 |
21/12/1994 |
Badan-Badan
dan Pengusaha Kecil yang Menerima Harta Hibahan yang Tidak
Termasuk sebagai Objek PPh |
28. |
Keputusan
Menteri Keuangan |
636/KMK.04/1994 |
29/12/1994 |
Pengenaan
Pajak Penghasilan bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota Angkatan
Bersenjata RI, dan Para Pensiunan atas Penghasilan yang Dibebankan
Kepada Keuangan Negara dan Keuangan Daerah
|
29. |
Keputusan
Menteri Keuangan |
282/KMK.04/1997 |
20/06/1997 |
Pelaksanaan
Pemungutan PPh atas Transaksi Penghasilan dari Transaksi
Penjualan Saham di Bursa Efek |
30. |
Keputusan
Menteri Keuangan |
51/KMK.04/2001 |
01/02/2001 |
Pemotongan
Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta
Diskonto Sertifikat Bank Indonesia |
31. |
Keputusan
Menteri Keuangan |
254/KMK.03/2001 |
30/04/2001 |
Penunjukan
Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya
Pungutan serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya |
32. |
Keputusan
Menteri Keuangan |
112/KMK.03/2001 |
03/06/2001 |
Petunjuk
Pelaksanaan, Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal
21 dan Pasal 26 sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang
Pribadi |
33. |
Keputusan
Menteri Keuangan |
121/KMK.03/2002 |
01/04/2002 |
Tata
Cara Pelaksanaan Pemotongan PPh atas Bunga dan Diskonto Obligasi
yang Diperdagangkan dan/atau Dilaporkan Perdagangannya di Bursa Efek |
34. |
Keputusan
Menteri Keuangan |
120/KMK.03/2002 |
02/04/2002 |
Perubahan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996 tentang
Pelaksanaan Pembayaran dan Pemotongan Pajak Penghasilan atas
Penghasilan Persewaan Tanah dan/atau Bangunan |
35. |
Keputusan
Menteri Keuangan |
164/KMK.03/2002 |
19/04/2002 |
Kredit
Pajak Luar Negeri |
36. |
Keputusan
Menteri Keuangan |
248/KMK.04/1995 |
21/06/2002 |
Perlakuan
PPh terhadap Pihak-Pihak yang Melakukan Kerjasama dalam
Bentuk Perjanjian Bangun Guna Serah (Built, Operate, and Transfer) |
37. |
Peraturan
Menteri Keuangan |
255/PMK.03/2008 |
31/12/2008 |
Penghitungan
Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan dalam Tahun Pajak
Berjalan yang harus Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa
Guna Usaha dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik
Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa dan Wajib Pajak lainnya yang
Berdasarkan Ketentuan Diharuskan membuat laporan Keuangan Berkala
Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu |
38. |
Peraturan
Menteri Keuangan |
208/PMK.03/2009 |
10/12/2009 |
Perubahan
atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 tentang
Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan dalam Tahun Pajak
Berjalan yang harus Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa
Guna Usaha dengan Hak
Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak
Masuk Bursa dan Wajib Pajak lainnya yang Berdasarkan Ketentuan
Diharuskan membuat laporan Keuangan Berkala Termasuk Wajib Pajak Orang
Pribadi Pengusaha Tertentu |
39. |
Peraturan
Dirjen Pajak |
PER-38/PJ/2008 |
24/09/2008 |
Tata
Cara Pemberian Angsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak |
40. |
Peraturan
Dirjen Pajak |
PER-31/PJ./2009 |
25/06/2009 |
Pedoman
teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran,dan Pelaporan Pajak
Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan
Dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi. |
41. |
Keputusan
Dirjen Pajak |
KEP-11/PJ./1995 |
02/02/1995 |
Penetapan
Dasar Penilaian Bagi yang Menerima Pengalihan Harta yang
Diperoleh dari Bantuan, Sumbangan, Hibahan, dan Warisan yang Memenuhi
Syarat sebagai Bukan Objek PPh dari Wajib Pajak yang Tidak
Menyelenggarakan Pembukuan |
42. |
Keputusan
Dirjen Pajak |
KEP-214/PJ./2001 |
15/03/2001 |
Keterangan
dan/atau Dokumen yang Harus Dilampirkan dalam Surat
Pemberitahuan |
43. |
Keputusan
Dirjen Pajak |
KEP-395/PJ./2001 |
13/06/2001 |
Pengenaan
Pajak Penghasilan atas Hadiah dan Penghargaan |
44. |
Keputusan
Dirjen Pajak |
KEP-34/PJ./2003 |
14/02/2003 |
Klasifikasi
Lapangan Usaha Wajib Pajak |
45. |
Surat
Edaran Dirjen Pajak |
SE-13/PJ.23/1989 |
01/03/1989 |
Penyetoran
Dimuka PPh Pasal 25 Sekaligus untuk Beberapa Bulan |
|
LAMPIRAN V |
|
PERATURAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK |
|
NOMOR
|
: |
PER-34/PJ/2010 |
|
TENTANG |
: |
BENTUK
FORMULIR SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK
ORANG PRIBADI DAN WAJIB PAJAK BADAN BESERTA PETUNJUK PENGISIANNYA
|
|
LAMPIRAN VI |
|
PERATURAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK |
|
NOMOR
|
: |
PER-34/PJ/2010 |
|
TENTANG |
: |
BENTUK
FORMULIR SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK
ORANG PRIBADI DAN WAJIB PAJAK BADAN BESERTA PETUNJUK PENGISIANNYA
|
|
LAMPIRAN VII |
|
PERATURAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK |
|
NOMOR
|
: |
PER-34/PJ/2010 |
|
TENTANG |
: |
BENTUK
FORMULIR SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK
ORANG PRIBADI DAN WAJIB PAJAK BADAN BESERTA PETUNJUK PENGISIANNYA
|
|
LAMPIRAN VIII |
|
PERATURAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK |
|
NOMOR
|
: |
PER-34/PJ/2010 |
|
TENTANG |
: |
BENTUK
FORMULIR SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK
ORANG PRIBADI DAN WAJIB PAJAK BADAN BESERTA PETUNJUK PENGISIANNYA
|
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK
INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
PETUNJUK PENGISIAN SPT
TAHUNAN
PAJAK PENGHASILAN WAJIB
PAJAK BADAN
PETUNJUK UMUM
Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP), hal-hal
yang perlu diperhatikan oleh Wajib Pajak adalah sebagai berikut:
1. |
Setiap
Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan SPT Tahunan dengan benar,
lengkap dan jelas, serta menandatanganinya. |
2. |
SPT
Tahunan ditandatangani oleh pengurus, direksi, atau orang yang
diberi kuasa untuk menandatangani sepanjang dilampiri dengan surat
kuasa khusus. |
3. |
SPT
Tahunan dianggap tidak disampaikan apabila tidak ditandatangani
atau tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan/atau dokumen sebagaimana
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007
tentang Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan, serta Tata Cara
Pengambilan, Pengisian dan Penandatanganan dan Penyampaian Surat
Pemberitahuan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 152/PMK.03/2009 dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Nomor KEP-214/PJ./2001 tentang Keterangan dan/atau Dokumen Yang harus
Dilampirkan dalam Surat Pemberitahuan. |
4. |
Wajib
Pajak harus mengambil sendiri formulir SPT Tahunan ke Kantor
Pelayanan pajak (KPP)/Kantor Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan
(KP2KP) atau dengan cara mengunduh (download)
melalui website
www.pajak.go.id dan menyampaikannya paling lambat 4 (empat) bulan
setelah Tahun Pajak berakhir. |
5. |
Penyampaian
SPT Tahunan dapat dilakukan secara langsung di Kantor
Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau
tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak meliputi Pojok
Pajak, Mobil Pajak dan Tempat Khusus Penerimaan Surat Pemberitahuan
(Drop Box) atau dapat dikirimkan melalui pos dengan tanda bukti
penerimaan surat atau dengan cara lain sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007 tentang Bentuk dan Isi
Surat Pemberitahuan, serta Tata Cara Pengambilan, Pengisian dan
Penandatanganan dan Penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152/PMK.03/2009. |
6. |
Kekurangan
pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan harus
dibayar lunas sebelum Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan
disampaikan. Apabila pembayaran dilakukan setelah tanggal jatuh tempo
pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% (dua persen) perbulan yang dihitung dari tanggal jatuh
tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan
dihitung penuh 1 (satu) bulan. |
7. |
Wajib
Pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang ke Kas
Negara melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan
untuk menerima pembayaran pajak (Bank Persepsi). |
8. |
Direktur
Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan
persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk
kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan (PPh
Pasal 29) paling lama 12 (dua belas) bulan. Berdasarkan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2008 tentang Tata Cara
Pemberian Angsuran atau Penundaan Pembayaran pajak, permohonan harus
diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat
Wajib Pajak terdaftar paling lama 9 (sembilan) hari kerja sebelum jatuh
tempo pembayaran, dengan menggunakan formulir tertentu sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak tersebut. |
9. |
Wajib
Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan
paling lama 2 (dua) bulan. Pemberitahuan harus disertai penghitungan
sementara pajak terutang dalam 1 (satu) Tahun Pajak dan Surat Setoran
Pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang. |
10. |
Apabila
SPT Tahunan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang
ditetapkan atau dalam batas waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan,
dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 1.000.000,00 (satu
juta rupiah). |
11. |
Pembukuan
dengan menggunakan bahasa Inggris dan mata uang Dollar
Amerika Serikat dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat
izin Menteri Keuangan. Wajib Pajak yang diizinkan untuk
menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan mata
uang Dollar Amerika Serikat wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan
beserta lampirannya dalam bahasa Indonesia (kecuali lampiran berupa
laporan keuangan) dan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat.
Persetujuan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
196/PMK.03/2007. |
12. |
Setiap
orang yang karena kealpaannya atau dengan sengaja tidak
menyampaikan SPT Tahunan atau menyampaikan SPT Tahunan tetapi isinya
tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya
tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
negara, dapat dikenai sanksi administrasi dan/atau sanksi pidana sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. |
PETUNJUK PENGISIAN
SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun 2010 menggunakan format yang dapat
dibaca dengan menggunakan mesin
scanner,
untuk itu perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. |
Jika
WP membuat sendiri formulir SPT Tahunan, jangan lupa untuk membuat
■ (segi empat hitam) di keempat sudut sebagai pembatas dokumen agar
dokumen dapat di-scan. |
2. |
Ukuran
kertas yang digunakan F4/Folio (8.5 x 13 inch) dengan berat minimal 70
gram. |
3. |
Kertas
tidak boleh dilipat atau kusut. |
4. |
Kolom
Identitas
Bagi Wajib Pajak yang mengisi menggunakan
mesin ketik, dalam mengisi isian yang tidak terstruktur
(seperti: Nama Wajib Pajak, Jenis Usaha dan Negara Domisili Kantor
Pusat (khusus BUT)) kotak-kotak dapat diabaikan sepanjang tidak
melewati batas samping kanan. Sedangkan untuk isian yang terstruktur
(seperti: NPWP, Nomor Telepon) isian harus didalam kotak.
Contoh Pengisian:
NPWP |
: |
|
|
|
|
|
|
NAMA
WP |
: |
PT.
|
MA
|
JU
|
MAK |
MUR |
SEN |
TO |
SA |
JA |
YA |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Jenis
Usaha |
: |
IN
|
DUS
|
TRI
|
FUR |
NI |
TU |
R |
E |
DA |
RI |
KA |
YU |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
No.
Telepon |
: |
0
|
7
|
2
|
1 |
- |
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
6 |
7 |
8 |
|
Catatan: Untuk yang menggunakan komputer atau tulis tangan, semua isian
harus dalam kotak.
Bagi Wajib Pajak yang diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan
menggunakan bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat wajib menggunakan
Formulir 1771 / $.
|
5. |
Dalam mengisi kolom-kolom yang berisi nilai rupiah atau US dollar,
harus tanpa nilai desimal.
Contoh:
a. dalam menuliskan sepuluh juta rupiah adalah: 10.000.000 (BUKAN
10.000.000,00).
b. dalam menuliskan seratus dua puluh lima rupiah lima puluh sen
adalah: 125 (BUKAN 125,50). |
LAMPIRAN – I
(FORMULIR 1771 – I dan FORMULIR 1771 – I / $)
PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO FISKAL
|
Angka 1 : PENGHASILAN NETO KOMERSIAL DALAM NEGERI
Yang dimaksud dengan penghasilan neto komersial dalam negeri adalah
penghasilan neto menurut prinsip akuntansi komersial Indonesia, yakni
semua penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh dari kegiatan usaha
dan dari luar kegiatan usaha di Indonesia, termasuk penghasilan yang
dikenai PPh final dan yang tidak termasuk Objek Pajak, dikurangi dengan
pengeluaran/biaya-biaya sesuai dengan sistem dan metode akuntansi
komersial Indonesia yang dianut secara taat azas, sebelum dilakukan
penyesuaian-penyesuaian fiskal berdasarkan UU PPh dan peraturan
pelaksanaannya.
Huruf a - PEREDARAN USAHA
Diisi dengan jumlah penerimaan/perolehan bruto dari kegiatan usaha di
Indonesia, setelah dikurangi dengan retur dan pengurangan penjualan
serta potongan tunai dalam Tahun Pajak yang bersangkutan bagi
perusahaan dagang dan perusahaan industri.
Huruf b - HARGA POKOK PENJUALAN
Diisi dengan biaya-biaya yang merupakan harga pokok penjualan bagi
kegiatan usaha Wajib Pajak. Apabila sesuai dengan sistem dan metode
akuntansi komersial yang dianut Wajib Pajak tertentu (misal : bank,
dana pensiun, reksadana, organisasi sosial, perkumpulan dan sebagainya)
tidak terdapat pemisahan atau pengelompokan biaya untuk harga pokok
penjualan, maka seluruh biaya-biaya dilaporkan pada huruf c biaya usaha
lainnya.
Huruf c - BIAYA USAHA LAINNYA
Diisi dengan biaya-biaya usaha yang tidak termasuk ke dalam kelompok
harga pokok penjualan.
Huruf d - PENGHASILAN NETO DARI USAHA (1a-1b-1c)
Penghasilan neto tersebut diperoleh dari Peredaran Usaha dikurangi
harga pokok penjualan dikurangi Biaya Usaha Lainnya.
Huruf e - PENGHASILAN DARI LUAR USAHA
Diisi dengan jumlah Penghasilan Bruto Dari Luar Usaha yang diterima
dan/atau diperoleh dari luar kegiatan usaha tersebut pada huruf a,
seperti : penghasilan dari penyertaan modal di Indonesia, penghasilan
dari penjualan/pengalihan/persewaan harta, serta penghasilan lainnya
yang bukan merupakan penghasilan dari kegiatan usaha atau tidak ada
kaitannya dengan kegiatan usaha.
Huruf f - BIAYA DARI LUAR USAHA
Diisi dengan biaya-biaya langsung yang terkait dengan penghasilan dari
luar usaha tersebut pada huruf e.
Huruf g - PENGHASILAN NETO DARI LUAR USAHA (1e-1f)
Diisi dengan hasil pengurangan huruf e dengan huruf f.
Huruf h – Jumlah (1d+1g)
Cukup jelas.
Angka 2 : PENGHASILAN NETO KOMERSIAL LUAR NEGERI
Diisi dengan penghasilan neto yang diterima atau diperoleh di luar
negeri, sesuai dengan lampiran khusus 7A/7B kolom (5) 'Jumlah
Neto'.
Angka 3 : JUMLAH PENGHASILAN NETO KOMERSIAL (1h+2)
Diisi dengan jumlah penghasilan neto komersial Dalam Negeri dan Luar
Negeri.
Angka 4 : PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN YANG TIDAK TERMASUK
OBJEK PAJAK
Untuk menghitung penghasilan neto fiskal yang dikenai PPh berdasarkan
ketentuan umum, penghasilan dari sumber di Indonesia yang dikenai PPh
final dan yang tidak termasuk sebagai Objek Pajak harus dikeluarkan
kembali, sehingga dengan pengurangan penghasilan tersebut pada jumlah
penghasilan neto fiskalnya (angka 8) akan menjadi nihil/netral. Diisi
dengan jumlah penghasilan neto komersial atas penghasilan yang dikenai
PPh final dan penghasilan neto komersial atas penghasilan yang tidak
termasuk objek pajak yang telah dimasukkan dalam angka 1 formulir 1771
- I dan dalam hal mengalami kerugian komersial, diisi sesuai dengan
jumlah kerugian komersialnya.
Angka 5 : PENYESUAIAN FISKAL POSITIF
Yang dimaksud dengan penyesuaian fiskal positif adalah penyesuaian
terhadap penghasilan neto komersial (di luar unsur penghasilan yang
dikenai PPh final dan yang tidak termasuk Objek Pajak) dalam rangka
menghitung Penghasilan Kena Pajak berdasarkan UU PPh beserta peraturan
pelaksanaannya, yang bersifat menambah penghasilan dan/atau mengurangi
biaya-biaya komersial tersebut pada angka 1.
Huruf a. Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf b UU PPh,
pengeluaran perusahaan untuk pembelian/perbaikan rumah atau kendaraan
pribadi, biaya perjalanan pribadi/keluarga, biaya premi asuransi
pribadi/keluarga, dan pengeluaran lainnya untuk kepentingan pemegang
saham, sekutu, atau anggota, tidak dapat dibebankan sebagai biaya
perusahaan.
Huruf b. Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf c UU PPh,
pembentukan atau pemupukan dana cadangan secara fiskal tidak dapat
dibebankan sebagai biaya perusahaan. Namun untuk jenis-jenis usaha
tertentu yang secara ekonomis memang diperlukan adanya cadangan untuk
menutup beban atau kerugian yang akan terjadi di kemudian hari, secara
fiskal diperkenankan, yang terbatas pada:
1) |
cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain
yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan
pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang; |
2) |
cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang
dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial; |
3) |
cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan; |
4) |
cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan; |
5) |
cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan |
6) |
cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah
industri untuk usaha pengolahan limbah industri. |
Lihat : * Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2009 tentang
Pembentukan Atau Pemupukan Dana Cadangan Yang Boleh Dikurangkan Sebagai
Biaya.
Huruf c. Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh, penggantian atau
imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam
bentuk natura dan kenikmatan (benefit in-kind) bukan merupakan
penghasilan bagi pegawai yang bersangkutan. Oleh karena itu sesuai
dengan prinsip taxability and deductibility, penyesuaian berdasarkan
Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh, bagi Wajib Pajak pemberi kerja tidak
dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan. Namun pemberian natura
berupa penyediaan makanan/minuman di tempat kerja bagi seluruh pegawai,
demikian pula pemberian natura dan kenikmatan di daerah terpencil yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, serta pemberian natura
atau kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan
sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut
mengharuskannya (seperti : pakaian dan peralatan khusus untuk
keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan, antar-jemput
pegawai, serta akomodasi untuk awak kapal), dapat dibebankan sebagai
biaya perusahaan.
Lihat : * |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.03/2009 tentang
tentang Penyediaan Makanan dan Minuman Bagi Seluruh Pegawai serta
Penggantian atau Imbalan dalam Bentuk Natura dan Kenikmatan Di Daerah
Tertentu dan yang Berkaitan Dengan Pelaksanaan Pekerjaan Yang Dapat
Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Pemberi Kerja. |
Huruf d. Penyesuaian
berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf f UU PPh,
pembayaran gaji, honorarium, dan imbalan lain sehubungan dengan
pekerjaan atau jasa yang diberikan kepada pemegang saham atau pihak
yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
ayat (4) UU PPh, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sepanjang
jumlahnya tidak melebihi kewajaran. Kewajaran diukur berdasarkan
standar yang berlaku umum untuk pekerjaan dengan kualifikasi yang sama
yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan
istimewa. Atas selisih yang melebihi kewajaran tersebut dapat
dikategorikan sebagai pembagian laba.
Huruf e. Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf a UU PPh, bantuan atau
sumbangan dan harta hibahan yang diterima oleh badan keagamaan, badan
pendidikan, badan sosial, atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan, bukan merupakan penghasilan sepanjang
tidak terdapat hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan
antara pihak-pihak yang bersangkutan. Oleh karena itu sesuai dengan
prinsip taxability and deductibility, penyesuaian berdasarkan Pasal 9
ayat (1) huruf g UU PPh, bagi Wajib Pajak pemberi bantuan atau
sumbangan dan harta hibahan tersebut tidak dapat dibebankan sebagai
biaya perusahaan.
Lihat : Keputusan Menteri Keuangan Nomor 604/KMK.04/1994 tentang
Badan-Badan Dan Pengusaha Kecil Yang Menerima Harta Hibahan Yang Tidak
Termasuk Sebagai Objek PPh.
Zakat atas penghasilan yang dibayar oleh Wajib Pajak Badan dalam negeri
yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, dengan
syarat :
- Penghasilan yang dikenai zakat merupakan Objek Pajak yang telah
dilaporkan dalam SPT Tahunan;
- Pembayaran zakat dilakukan kepada Badan Amil Zakat (BAZ) atau Lembaga
Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk atau disahkan pembentukannya oleh
Pemerintah Pusat/Daerah;
Dengan demikian zakat atas harta selain penghasilan dan zakat atas
penghasilan yang tidak memenuhi persyaratan tersebut tidak dapat
dibebankan sebagai biaya perusahaan (perlakuan pajaknya sama dengan
sumbangan).
Huruf f. Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf h UU PPh, PPh
badan serta kredit pajak bukan merupakan biaya perusahaan.
Huruf g. Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf i UU PPh, bagian laba yang
diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya
tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi bukan merupakan penghasilan. Oleh karena itu sesuai dengan
prinsip taxability and deductibility, penyesuaian berdasarkan Pasal 9
ayat (1) huruf j UU PPh, bagi perseroan komanditer tersebut pembayaran
gaji kepada para anggotanya tidak dapat dibebankan sebagai biaya
perusahaan.
Huruf h. Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf k UU PPh,
sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan, serta sanksi
pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan
perundang-undangan di bidang perpajakan bukan merupakan biaya
perusahaan.
Huruf i. Diisi dari Lampiran Khusus I A/I B Daftar Penyusutan dan
Amortisasi Fiskal.
Huruf j. Diisi dari Lampiran Khusus I A/I B Daftar Penyusutan dan
Amortisasi Fiskal.
Huruf k. Penyesuaian berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 138
Tahun 2000, dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak dapat ditetapkan
saat pengakuan biaya dalam hal-hal tertentu dan bagi Wajib Pajak
tertentu sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah.
Lihat : * Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-184/PJ./2002
tentang Pengakuan Penghasilan Atas Penghasilan Bank Berupa Bunga Kredit
Non Performing;
* Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.42/2002 tentang
Pengakuan Penghasilan Atas Penghasilan Bank Berupa Bunga Kredit
Non-Performing.
Huruf l. Penyesuaian berdasarkan ketentuan umum Pasal 4 dan Pasal 6 UU
PPh beserta peraturan pelaksanaannya, dalam hal:
- terdapat penghasilan yang tidak diakui secara komersial akan tetapi
termasuk Objek Pajak yang dikenai PPh tidak bersifat final;
- terdapat biaya-biaya perusahaan lainnya atau kerugian yang diakui
secara komersial akan tetapi tidak dapat diakui secara fiskal;
- terdapat kerugian usaha di luar negeri baik melalui bentuk usaha
tetap (BUT) ataupun bukan BUT, setelah dilakukan penyesuaian fiskal
positif dan negatif.
Lihat : * Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164/KMK.03/2002 tentang
Kredit Pajak Luar Negeri;
* Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.42/2002 tentang
Perlakuan PPh Atas Pemberian Imbalan Bunga Kepada Wajib Pajak;
* Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-01/PJ.33/2005 tentang
Pemberian Imbalan Bunga Kepada Wajib Pajak.
Angka 6 : PENYESUAIAN FISKAL NEGATIF
Yang dimaksud dengan penyesuaian fiskal negatif adalah penyesuaian
terhadap penghasilan neto komersial (di luar unsur penghasilan yang
dikenai PPh final dan yang tidak termasuk Objek Pajak) dalam rangka
menghitung Penghasilan Kena Pajak berdasarkan UU PPh beserta peraturan
pelaksanaannya, yang bersifat mengurangi penghasilan dan/atau menambah
biaya-biaya komersial tersebut pada angka 1.
Huruf a. Diisi dari Lampiran Khusus I A/I B Daftar Penyusutan dan
Amortisasi Fiskal.
Huruf b. Diisi dari Lampiran Khusus I A/I B Daftar Penyusutan dan
Amortisasi Fiskal.
Huruf c. Penyesuaian berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 138
Tahun 2000, dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak dapat ditetapkan
saat pengakuan penghasilan dalam hal-hal tertentu dan bagi Wajib Pajak
tertentu sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah.
Lihat : |
* |
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-141/PJ./1999
tentang Pengakuan Penghasilan Dari Pengalihan Harta/Agunan Berupa Tanah
Dan/Atau Bangunan Bagi Wajib Pajak Tertentu; |
|
* |
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-563/PJ./2001 tentang Saat
Pengakuan Penghasilan Berupa Keuntungan Karena Pembebasan Utang Yang
Diperoleh Debitur Tertentu Dari Perjanjian Restrukturisasi Utang Usaha; |
|
* |
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-184/PJ./2002 tentang
Pengakuan Penghasilan Atas Penghasilan Bank Berupa Bunga Kredit Non
Performing; |
|
* |
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.42/2002 tentang
Pengakuan Penghasilan Atas Penghasilan Bank Berupa Bunga Kredit Non
Performing. |
Huruf d. Penyesuaian berdasarkan ketentuan umum Pasal 6 UU PPh beserta
peraturan pelaksanaannya, dalam hal terdapat biaya-biaya perusahaan
lainnya atau kerugian yang tidak diakui secara komersial akan tetapi
dapat diakui secara fiskal.
Angka 7 : FASILITAS PENANAMAN MODAL BERUPA PENGURANGAN PENGHASILAN NETO
Angka 7a diisi tahun ke-berapa fasilitas tersebut telah digunakan.
Angka 7b diisi dengan jumlah fasilitas penanaman modal berupa
pengurangan penghasilan neto yang telah ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang sebagaimana terdapat dalam daftar fasilitas penanaman modal
angka 5b (lampiran khusus 4A/4B).
Angka 8 : PENGHASILAN NETO FISKAL
Diisi dengan hasil perhitungan angka 3 dikurangi angka 4 ditambah angka
5m dikurangi angka 6e dikurangi angka 7b.
________ ( FORMULIR 1771 – II dan FORMULIR 1771 – II / $ )_______
PERINCIAN HARGA POKOK PENJUALAN, BIAYA USAHA LAINNYA
DAN BIAYA DARI LUAR USAHA SECARA KOMERSIAL
|
Lampiran ini diisi dengan perincian Harga Pokok Penjualan, Biaya Usaha
Lainnya dan Biaya Dari Luar Usaha secara komersial sesuai dengan
Lampiran 1771-I angka 1 huruf b, c dan f.
- Kolom (1)
- Kolom (2)
- Kolom (3)
- Kolom (4)
- Kolom (5)
- Kolom (6)
|
: nomor urut
: perincian
: diisi dengan biaya yang merupakan Harga Pokok Penjualan
: diisi dengan Biaya Usaha Lainnya yang bukan merupakan
Harga Pokok Penjualan
: diisi dengan Biaya-biaya langsung yang terkait dengan
penghasilan dari luar usaha
: diisi dengan jumlah kolom (3) ditambah dengan kolom (4)
ditambah dengan kolom (5) |
( FORMULIR 1771 - III dan FORMULIR 1771 – III / $ )
KREDIT PAJAK DALAM NEGERI
|
Lampiran ini diisi dengan rincian bukti pungut PPh Pasal 22 dan bukti
potong PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 yang telah dibayar melalui
pemungutan/pemotongan pajak oleh pihak lain, atas penghasilan yang
dikenai PPh tidak bersifat final yang diterima/diperoleh dan dilaporkan
dalam SPT Tahunan Tahun Pajak ini.
Pemotongan PPh Pasal 26 yang dapat dikreditkan dengan PPh Terutang
untuk Tahun Pajak yang bersangkutan adalah pemotongan pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5) UU PPh.
- Kolom (1)
- Kolom (2)
- Kolom (3)
- Kolom (4)
|
: diisi dengan Nomor Urut untuk masing-masing jenis pajak
: diisi dengan Nama Pemotong/Pemungut Pajak. Dalam hal PPh
Pasal 22 dibayar sendiri kolom ini diisi dengan Nama Bank tempat
pembayaran.
: diisi dengan NPWP Pemotong/Pemungut Pajak. Dalam hal PPh
Pasal 22 dibayar sendiri kolom ini diisi dengan Alamat Bank tempat
pembayaran.
: diiisi dengan:
- Untuk PPh Pasal 22 diisi dengan Jenis Transaksi atau Pembayaran
- Untuk PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 diisi dengan jenis penghasilan
yang dipotong PPh
: diisi dengan jumlah yang menjadi Dasar
Pemotongan/Pemungutan
: diisi dengan jumlah PPh yang dipotong/dipungut
Untuk PPh Pasal 22 yang dibayar sendiri kolom (6) diisi dengan kata
”SSP” atau “SSPCP”.
: diisi dengan Nomor Bukti Pemotongan/Pemungutan
: diisi dengan Tanggal Bukti Pemotongan/Pemungutan dengan
format penulisan dd/mm/yy |
Wajib Pajak wajib memperlihatkan serta menyerahkan bukti-bukti
pemungutan/ pemotongan pajak oleh pihak lain apabila diminta untuk
keperluan pemeriksaan kewajiban perpajakan.
________ ( FORMULIR 1771 – IV DAN FORMULIR 1771
– IV / $ )_____
PPh FINAL DAN PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
|
Lampiran ini diisi dengan penghasilan-penghasilan tertentu yang dikenai
PPh final baik melalui pemotongan oleh pihak lain atau dengan menyetor
sendiri serta penghasilan-penghasilan tertentu yang tidak termasuk
sebagai objek pajak yang diterima atau diperoleh dalam Tahun Pajak ini,
sesuai dengan jumlah bruto atau nilai transaksinya. Wajib Pajak wajib
memperlihatkan serta membuat daftar rincian bukti-bukti
pemotongan/pembayaran pajaknya apabila diminta untuk keperluan
pemeriksaan kewajiban pajak.
Penghasilan dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang
diperdagangkan di bursa bukan sebagai objek pajak sehubungan dengan
tidak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2009 Pasal 2,
Pasal 3 Ayat (1), (2) dan (3) serta Pasal 5. Jadi kolom tersebut tidak
perlu diisi.
________ ( FORMULIR 1771 – V DAN FORMULIR 1771
– V / $ )_____
- DAFTAR PEMEGANG SAHAM/PEMILIK MODAL DAN JUMLAH DIVIDEN YANG DIBAGIKAN
- DAFTAR SUSUNAN PENGURUS DAN KOMISARIS
|
Bagian A : DAFTAR PEMEGANG SAHAM/PEMILIK MODAL DAN JUMLAH DIVIDEN YANG
DIBAGIKAN
- Kolom (1) : diisi dengan Nomor Urut
- Kolom (2) : diisi dengan Nama Pemegang Saham atau Pemilik Modal
sesuai dengan kartu identitas
- Kolom (3) : diisi dengan Alamat Lengkap Pemegang Saham atau Pemilik
Modal sesuai dengan kartu identitas
- Kolom (4) : diisi dengan NPWP Pemegang Saham atau Pemilik Modal.
Untuk pemegang saham/modal yang tidak memiliki NPWP (misalnya WP Luar
Negeri, WP yang penghasilannya di bawah PTKP) diisi
dengan 'Tidak Ada'
- Kolom (5) : diisi dengan jumlah modal yang disetor
- Kolom (6) : diisi dengan persentase kepemilikan
- Kolom (7) : diisi dengan jumlah dividen yang dibagikan kepada
pemegang saham.
Bagian B : DAFTAR SUSUNAN PENGURUS DAN KOMISARIS
- Kolom (1) : diisi dengan Nomor Urut
- Kolom (2) : diisi dengan Nama Pengurus dan Komisaris sesuai dengan
kartu identitas
- Kolom (3) : diisi dengan Alamat Lengkap Pengurus dan Komisaris sesuai
dengan kartu identitas
- Kolom (4) : diisi dengan NPWP Pengurus dan Komisaris. Untuk Pengurus
dan Komisaris yang tidak memiliki NPWP (misalnya WP Luar Negeri, WP
yang penghasilannya di bawah PTKP) diisi
dengan 'Tidak
Ada'
- Kolom (5) : diisi dengan jabatan pengurus atau komisaris
Catatan:
- Wajib Pajak yayasan dan badan-badan lain yang tidak dimiliki atas
dasar penyertaan modal, serta KIK Reksa Dana dan KIK–EBA,
cukup mengisi Daftar Pemegang Saham/Pemilik Modal dengan pernyataan :
“Tidak Ada”, pada kolom (2).
- Wajib Pajak perusahaan masuk bursa, pemegang saham publik tidak perlu
dirinci per nama (dapat dinyatakan secara kumulatif) kecuali apabila
kepemilikan sahamnya berjumlah 5% atau lebih dari jumlah modal disetor.
- Daftar Susunan Pengurus Dan Komisaris diisi lengkap tetapi tidak
termasuk tingkat manajer.
Lihat : Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ.42/2003
tentang kewajiban Mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam SPT
Tahunan PPh Wajib Pajak Badan Bagi Pemegang Saham/Pemilik
Modal,
Pengurus dan Komisaris.
_______________ (FORMULIR 1771 – VI DAN FORMULIR 1771
– VI / $ )_____
- DAFTAR PENYERTAAN MODAL PADA PERUSAHAAN AFILIASI
- DAFTAR UTANG DARI PEMEGANG SAHAM DAN/ATAU PERUSAHAAN AFILIASI
- DAFTAR PIUTANG KEPADA PEMEGANG SAHAM DAN/ATAU PERUSAHAAN AFILIASI
|
- Ketiga daftar diisi dengan angka saldo akhir tahun berdasarkan
transkrip kutipan elemen-elemen dari laporan keuangan komersial yang
dilampirkan pada SPT Tahunan.
- Penyertaan modal yang dicantumkan adalah penyertaan modal yang
memenuhi kriteria hubungan istimewa baik langsung maupun tidak langsung.
- Utang/Piutang yang dicantumkan adalah utang dari/piutang kepada
pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa baik langsung maupun tidak
langsung.
- Wajib Pajak yang tidak mempunyai penyertaan modal atau penyertaan
modalnya tidak memenuhi kriteria hubungan istimewa, serta Wajib Pajak
yang tidak mempunyai utang/piutang pihak-pihak yang mempunyai hubungan
istimewa, cukup mengisi daftar dengan pernyataan : “Tidak
Ada”, pada kolom (2).
INDUK SPT
( FORMULIR 1771 dan FORMULIR 1771 / $ )
|
|
TAHUN PAJAK : Isilah kotak yang tersedia dengan angka tahun buku dan
periode tahun buku perusahaan.
Jika Wajib Pajak menyampaikan Pembetulan SPT, maka isilah kotak SPT
Pembetulan dengan tanda silang (X) dan isilah titik-titik dengan angka
banyaknya melakukan pembetulan. Namun jika Wajib Pajak menyampaikan SPT
normal maka kotak SPT Pembetulan dan titik-titik tersebut tidak perlu
diisi.
|
|
BAGIAN IDENTITAS
NPWP |
: |
Diisi sesuai dengan NPWP yang tercantum dalam Kartu NPWP |
NAMA WAJIB PAJAK |
: |
Diisi sesuai dengan nama yang tercantum dalam Kartu NPWP |
JENIS USAHA |
: |
Diisi sesuai dengan jenis kegiatan usaha yang dilakukan. Apabila jenis
kegiatan usaha lebih dari satu, maka yang dipilih adalah jenis kegiatan
usaha yang utama/inti. |
KLASIFIKASI LAPANGAN USAHA |
: |
diisi sesuai dengan Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-34/PJ./2003 |
NO. TELEPON |
: |
Diisi dengan nomor telepon Wajib Pajak |
NO. FAKS. |
: |
Diisi dengan nomor faksimili Wajib Pajak |
PERIODE PEMBUKUAN |
: |
Diisi sesuai dengan periode pembukuan Wajib Pajak.
Misalnya:
Periode Pembukuan Januari - Desember:
Periode Pembukuan April - Maret:
|
NEGARA DOMISILI KANTOR PUSAT (KHUSUS BUT) |
: |
Diisi sesuai dengan nama negara domisili fiskal kantor pusat BUT di
luar negeri sesuai ketentuan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
(P3B) yang berlaku, atau dalam hal belum ada P3B, berdasarkan ketentuan
Undang-undang Perpajakan Indonesia. |
|
|
BAGIAN PEMBUKUAN/LAPORAN KEUANGAN
PEMBUKUAN/LAPORAN KEUANGAN |
: |
Dalam hal menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang Dollar Amerika
Serikat, sebutkan Nomor dan Tanggal Surat Persetujuan Direktur Jenderal
Pajak, serta tahun dimulainya.
Nyatakan apakah pembukuan/laporan keuangan untuk tahun buku ini
“Diaudit” atau “Tidak Diaudit”
oleh Akuntan Publik, dengan mengisi kotak yang sesuai dengan tanda (X).
Jika diaudit, isilah Opini Akuntan dalam kotak yang tersedia dengan
kode opini akuntan sebagai berikut:
Kode Opini
Akuntan |
Opini |
1 |
Wajar Tanpa Pengecualian |
2 |
Wajar Dengan Pengecualian |
3 |
Tidak Wajar |
4 |
Tidak Ada Opini |
|
NAMA KANTOR AKUNTAN PUBLIK |
: |
Diisi dengan nama Kantor Akuntan atau nama Konsultan yang
menandatangani laporan audit. |
NPWP KANTOR AKUNTAN PUBLIK |
: |
Diisi dengan NPWP Kantor Akuntan Publik apabila laporan keuangan
perusahaan diaudit oleh Akuntan Publik. |
NAMA AKUNTAN PUBLIK |
: |
Diisi dengan Nama Akuntan Publik yang menandatangani laporan audit. |
NPWP AKUNTAN PUBLIK |
: |
Diisi dengan NPWP Akuntan Publik apabila laporan keuangan perusahaan
diaudit oleh Akuntan Publik. |
NAMA KANTOR
KONSULTAN PAJAK |
: |
Diisi dengan nama Kantor Konsultan Pajak sesuai surat kuasa khusus. |
NPWP KANTOR
KONSULTAN PAJAK |
: |
Diisi dengan NPWP Kantor Konsultan Pajak apabila dalam rangka
melaksanakan kewajiban dan hak perpajakannya Wajib Pajak menggunakan
jasa Konsultan Pajak. |
NAMA KONSULTAN PAJAK |
: |
Diisi dengan nama Konsultan Pajak sesuai surat kuasa khusus. |
NPWP KONSULTAN PAJAK |
: |
Diisi dengan NPWP Konsultan Pajak sesuai surat kuasa khusus. |
|
|
Huruf A. PENGHASILAN KENA PAJAK
Angka 1 - PENGHASILAN NETO FISKAL
Diisi dengan jumlah penghasilan neto fiskal dari formulir 1771-I Nomor
8 Kolom (3)
Angka 2 - KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL
Kompensasi kerugian fiskal dari Tahun Pajak-Tahun Pajak yang lalu
berdasarkan Pasal 6 ayat (2) UU PPh atau karena memperoleh fasilitas
penanaman modal berupa kompensasi kerugian fiskal yang lebih lama.
Diisi dari Perhitungan Kompensasi Kerugian Fiskal, jumlah kolom 'Tahun Pajak Ini' (lampiran khusus 2A/2B).
- Diisi dengan jumlah kompensasi kerugian kolom 'Tahun Pajak
Ini' dari Lampiran Khusus 2A/2B Perhitungan Kompensasi Kerugian Fiskal.
- Diisi dengan nilai "0" (nol), apabila angka 1
menyatakan kerugian (negatif).
(Lihat contoh pengisian Formulir Lampiran Khusus 2A/2B)
Angka 3 - PENGHASILAN KENA PAJAK
Diisi dengan hasil perhitungan angka 1 dikurangi dengan angka 2. |
|
Huruf B. PAJAK PENGHASILAN TERUTANG
Angka 4 - PPh TERUTANG
Pilihlah salah satu tarif penghitungan PPh terutang sesuai dengan
kondisi Wajib Pajak dengan cara memberikan tanda silang (X) pada kotak
yang tersedia.
a. |
Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf b
Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf b tarif yang diterapkan bagi Wajib
Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap, yaitu sebesar 28%.
Namun demikian berdasarkan Pasal 17 ayat (2a) tarif tersebut sejak
Tahun Pajak 2010 menjadi 25 %.
PPh terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan Penghasilan
Kena Pajak.
Contoh:
Jumlah peredaran bruto dalam Tahun Pajak 2010 Rp 54.000.000.000,00
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dalam Tahun Pajak 2010 Rp 4.000.000.000,00
PPh yang terutang = 25 % x Rp 4.000.000.000,00
= Rp 1.000.000.000,00
Jika Wajib Pajak badan dalam negeri mempunyai peredaran bruto sampai
dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), maka
penghitungan PPh terutangnya menggunakan tarif PPh Pasal 31E (lihat
huruf c di bawah). |
b. |
Tarif PPh Pasal 17 ayat (2b)
Tarif ini diterapkan bagi Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk
perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari
jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di
Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya. Wajib Pajak
tersebut dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah
daripada tarif sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 ayat (1) huruf b dan
ayat (2a) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
PPh terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan Penghasilan
Kena Pajak.
Contoh:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dalam Tahun Pajak 2010 Rp 1.250.000.000,00
PPh yang terutang = (25% - 5%) x Rp1.250.000.000,00
= Rp
250.000.000,00.
Lihat : Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2007 tentang Penurunan
Tarif PPh bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan
Terbuka. |
c. |
Tarif PPh Pasal 31E
Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp
50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa
pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang
dikenai atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai
dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Penghitungan PPh terutang berdasarkan Pasal 31E dapat dibedakan menjadi
dua yaitu:
1) |
Jika peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00, maka
penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut:
PPh terutang = 50% X 25% X seluruh Penghasilan Kena Pajak |
2) |
Jika peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000.000,00 sampai dengan Rp
50.000.000.000,00, maka penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut:
PPh
Terutang |
= |
(50% X 25%) X Penghasilan
Kena Pajak dari bagian
peredaran bruto yang
memperoleh fasilitas |
+ |
25% X Penghasilan Kena
Pajak dari bagian peredaran
bruto yang tidak
memperoleh
fasilitas |
|
- Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang
memperoleh fasilitas yaitu:
Rp 4.800.000.000,00
__________________________
X Penghasilan Kena Pajak
Peredaran Bruto |
- Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang
tidak memperoleh fasilitas yaitu Penghasilan Kena Pajak - Penghasilan
Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas.
|
Contoh 1):
Peredaran bruto PT Y dalam Tahun Pajak 2010 sebesar Rp 4.500.000.000,00
dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 500.000.000,00.
Penghitungan pajak yang terutang yaitu seluruh Penghasilan Kena Pajak
yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenai tarif sebesar 50%
dari tarif PPh badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto PT Y
tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00.
PPh yang terutang
= 50% x 25% x Rp 500.000.000,00
= Rp 62.500.000,00
Contoh 2):
Peredaran bruto PT X dalam Tahun Pajak 2010 sebesar Rp
30.000.000.000,00 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp
3.000.000.000,00.
Penghitungan PPh yang terutang:
- Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang
memperoleh fasilitas
= (Rp 4.800.000.000,00 : Rp 30.000.000.000,00) x Rp 3.000.000.000,00
= Rp 480.000.000,00
- Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak
memperoleh fasilitas
= Rp 3.000.000.000,00 – Rp 480.000.000,00 = Rp
2.520.000.000,00
- PPh yang terutang
= (50%x 25% x Rp480.000.000,00) + (25% x Rp2.520.000.000,00)
= Rp 60.000.000,00 + Rp 630.000.000,00
= Rp 690.000.000,00
Catatan: Untuk keperluan penerapan tarif pajak, jumlah Penghasilan Kena
Pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh. ;
|
Angka 5 - PENGEMBALIAN/PENGURANGAN KREDIT PAJAK LUAR NEGERI (PPh Ps.
24) YANG TELAH DIPERHITUNGKAN TAHUN LALU
Dalam hal memperoleh pengurangan atau pengembalian pajak atas
penghasilan yang terutang/dibayar di luar negeri (PPh Pasal 24), yang
sebelumnya telah diperhitungkan sebagai kredit PPh yang terutang pada
Tahun Pajak yang lalu, diisi sebesar jumlah pengurangan atau
pengembalian pajak tersebut.
Lihat : Pasal 24 UU PPh jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor
164/KMK.03/2002 tentang Kredit Pajak Luar Negeri.
Angka 6 - JUMLAH PPh TERUTANG
Diisi dengan hasil perhitungan angka 4 ditambah dengan angka 5. |
|
Huruf C. KREDIT PAJAK
Angka 7 - PPh DITANGGUNG PEMERINTAH (Proyek Bantuan Luar Negeri)
Dalam hal memperoleh fasilitas PPh Ditanggung Pemerintah atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh Kontraktor, Konsultan, dan
Pemasok (supplier) Utama dari pekerjaan yang dilakukan dalam rangka
pelaksanaan proyek-proyek Pemerintah yang dibiayai dengan dana hibah
dan/atau dana pinjaman luar negeri, diisi sebesar jumlah PPh yang tidak
bersifat final yang dihitung dengan formula sebagai berikut:
DANA PINJAMAN LN/HIBAH X PPh TERUTANG
TOTAL BIAYA PROYEK
|
Lihat : |
* |
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 tentang Bea Masuk,
Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah Dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek
Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah Atau Dana Pinjaman Luar Negeri
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25
Tahun 2001; |
|
* |
Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 tentang Penghitungan
Penghasilan Kena Pajak Dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun
Berjalan; |
|
* |
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi; |
|
* |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2008 tentang Tatacara
Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan Dan Penatausahaan Pajak Penghasilan
Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.03/2009. |
Angka 8 – Kredit Pajak Dalam Negeri & Kredit Pajak
Luar Negeri
Huruf a : Diisi dengan jumlah kredit pajak dalam negeri dari formulir
1771-III kolom (6) / formulir 1771-III/$ kolom (6) dan kolom (7).
Huruf b : Diisi dengan jumlah kredit pajak luar negeri sesuai dengan
perhitungan kredit pajak luar negeri pada Lampiran Khusus 7A/7B.
Huruf c : Cukup jelas.
Angka 9 – PPh yang harus Dibayar Sendiri / PPh yang lebih
Dipotong/Dipungut
Beri tanda (X) dalam salah satu kotak yang tersedia sesuai dengan hasil
pengurangan jumlah pada angka 6 dengan jumlah pada angka 7 dan angka 8c.
Angka 10 – PPh yang Dibayar Sendiri
Huruf a : diisi dengan jumlah PPh Pasal 25 yang dibayar sendiri
Huruf b : diisi dengan Pokok Pajak pada Surat Tagihan Pajak PPh Pasal 25
Huruf c : cukup jelas.
|
|
Huruf D. PPh KURANG/LEBIH BAYAR
Angka 11 – PPh yang kurang Dibayar / PPh yang lebih Dibayar
Beri tanda (X) dalam salah satu kotak yang tersedia sesuai dengan hasil
pengurangan jumlah pada angka 9 dengan jumlah pada angka 10e.
Angka 12
Diisi sesuai tanggal penyetoran PPh Pasal 29.
Angka 13
Berikan tanda (X) dalam salah satu kotak yang tersedia sesuai dengan
permohonan yang dimaksud.
- Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17C UU KUP dilakukan oleh Wajib Pajak dengan
kriteria tertentu.
Tata cara penetapan Wajib Pajak dengan kriteria tertentu diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Wajib Pajak dengan kriteria tertentu/Wajib Pajak Patuh adalah Wajib
Pajak yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. |
tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan; |
b. |
tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali
tunggakan pajak yang telah memperoleh izin untuk mengangsur atau
menunda pembayaran pajak; |
c. |
Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan
keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3
(tiga) tahun berturut-turut; dan |
d. |
tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir. |
(Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007 tentang Tata Cara
Penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu Dalam Rangka
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak)
- Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17D UU KUP dilakukan oleh Wajib Pajak yang
memenuhi persyaratan tertentu.
Batasan jumlah peredaran usaha, jumlah penyerahan, dan jumlah lebih
bayar yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan
pembayaran pajak diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
Wajib Pajak badan yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan
kelebihan pembayaran pajak adalah Wajib Pajak badan dengan:
a. |
jumlah peredaran usaha yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan
Tahunan PPh paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan |
b. |
jumlah lebih bayar menurut Surat Pemberitahuan Tahunan PPh kurang
dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). |
Pengusaha Kena Pajak yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan
kelebihan pembayaran pajak adalah Pengusaha Kena Pajak dengan:
a. |
jumlah penyerahan menurut Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan
Nilai untak suatu Masa Pajak paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat
ratus juta rupiah); dan |
b. |
jumlah lebih bayar menurut Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai paling banyak Rp 28.000.000,00 (dua puluh delapan
juta rupiah). |
(Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.03/2007 tentang Batasan
Jumlah Peredaran Usaha, Jumlah Penyerahan, Dan Jumlah Lebih Bayar Bagi
Wajib Pajak Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu Yang Dapat Diberikan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak s.t.d.t.d Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 54/PMK.03/2009)
|
|
Huruf E. ANGSURAN PPh PASAL 25 TAHUN BERJALAN
Penghitungan besarnya angsuran bulanan PPh Pasal 25 tahun berjalan
untuk semua Wajib Pajak, atas penghasilan yang dikenai PPh yang tidak
bersifat final.
Angka 14
Huruf a - Penghasilan yang menjadi dasar penghitungan angsuran, bagi:
- Wajib Pajak pada umumnya, adalah berdasarkan penghasilan teratur
menurut SPT Tahunan Tahun Pajak yang lalu;
- Wajib Pajak bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi adalah sebesar
PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi
fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan
dikurangi PPh Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk
Tahun Pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas)
- Wajib Pajak BUMN dan BUMD, adalah sebesar PPh yang dihitung
berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut Rencana
Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) Tahun Pajak bersangkutan yang
telah disahkan RUPS dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan PPh
Pasal 22 dan Pasal 23 serta PPh Pasal 24 yang dibayar atau terutang di
luar negeri Tahun Pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).
Apabila RKAP belum disahkan, maka besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk
bulan-bulan sebelum bulan pengesahan adalah sama dengan angsuran PPh
Pasal 25 bulan terakhir Tahun Pajak sebelumnya.
- Wajib Pajak masuk bursa dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan
ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala, adalah sebesar
PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi
fiskal menurut laporan keuangan berkala terakhir yang disetahunkan
dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 22 dan Pasal 23
serta Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeriuntuk Tahun
Pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).
Lihat : |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 tentang
Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Dalam Tahun Pajak
Berjalan Yang Harus Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa
Guna Usaha Dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik
Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa Dan Wajib Pajak Lainnya Yang
Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala
Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu stdd Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 208/PMK.03/2009. |
Huruf b - KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL
Diisi dari Perhitungan Kompensasi Kerugian Fiskal, jumlah kolom (9) "Tahun Berjalan" (lampiran khusus 2A/2B).
Huruf c - PENGHASILAN KENA PAJAK
Diisi dengan hasil perhitungan angka 14a dikurangi dengan angka 14b.
Huruf d - PPh YANG TERUTANG
Diisi dengan Penghasilan Kena Pajak (angka 14c) dikali dengan Tarif PPh
dari Bagian B Nomor 4
Huruf e - KREDIT PAJAK TAHUN PAJAK YANG LALU ATAS PENGHASILAN YANG
TERMASUK DALAM ANGKA 14a YANG DIPOTONG/DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN
Diisi dengan jumlah kredit pajak Tahun Pajak yang lalu atas penghasilan
yang termasuk dalam angka 14a yang telah dipotong/dipungut oleh pihak
lain (PPh Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 24).
Huruf f - PPh YANG HARUS DIBAYAR SENDIRI
Diisi dengan hasil perhitungan angka 14d dikurangi dengan angka 14e.
Huruf g - PPh PASAL 25
Angsuran PPh Pasal 25, bagi:
- Wajib Pajak pada umumnya, berlaku mulai bulan keempat tahun berjalan;
- Wajib Pajak BUMN dan BUMD, berlaku sejak bulan pertama tahun berjalan;
- Wajib Pajak bank dan perusahaan pembiayaan sewa guna usaha dengan hak
opsi (financial lease), berlaku untuk tiga bulan pertama tahun
berjalan, dan selanjutnya dihitung kembali setiap tiga bulan dengan
cara yang sama.
- Wajib Pajak masuk bursa dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan
ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala, berlaku untuk
bulan-bulan sebelum laporan keuangan berkala disampaikan, dan
selanjutnya dihitung kembali setiap periode pelaporan laporan keuangan
dengan cara yang sama.
|
|
Huruf F : PPh FINAL DAN PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
Angka 15
Huruf a - PPh FINAL
Diisi dengan jumlah PPh terutang atas penghasilan yang dikenai PPh
Final dari formulir 1771-IV dan 1771-IV/$ Jumlah Bagian A (JBA) kolom
(5).
Huruf b - PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
Diisi dengan jumlah penghasilan bruto yang tidak termasuk objek pajak
dari formulir 1771-IV dan 1771-IV/$ Jumlah Bagian B (JBB) kolom (3). |
|
Huruf G : PERNYATAAN TRANSAKSI DALAM HUBUNGAN ISTIMEWA
Angka 16
Beri tanda (X) dalam salah satu kotak yang tersedia yaitu pada angka 16
huruf a atau huruf b. Wajib Pajak wajib mengisi, menandatangani dan
melampirkan Lampiran Khusus 3A, 3A-1 dan 3A-2, atau 3B, 3B-1 dan 3B-2
jika terdapat transaksi dalam hubungan istimewa dan/atau transaksi
dengan pihak yang merupakan penduduk negara tax haven country.
Hubungan istimewa di antara Wajib Pajak dapat terjadi karena
ketergantungan atau keterikatan satu dengan yang lain yang disebabkan
karena:
a. |
kepemilikan atau penyertaan modal
Hubungan istimewa dianggap ada apabila terdapat hubungan kepemilikan
yang berupa penyertaan modal sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau
lebih secara langsung ataupun tidak langsung. |
b. |
adanya penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi.
Hubungan istimewa di antara Wajib Pajak dapat juga terjadi karena
penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi, walaupun tidak
terdapat hubungan kepemilikan.
Hubungan istimewa dianggap ada apabila satu atau lebih perusahaan
berada di bawah penguasaan yang sama. Demikian juga hubungan di antara
beberapa perusahaan yang berada dalam penguasaan yang sama tersebut. |
Kriteria tax heaven country yaitu:
a. |
Negara yang mengenakan tarif pajak rendah atau negara yang tidak
mengenakan PPh; atau |
b. |
Negara yang menerapkan kebijakan kerahasiaan bank dan tidak
melakukan pertukaran informasi.
- Negara yang mengenakan tarif rendah adalah negara yang mengenakan
tarif pajak atas penghasilan lebih rendah 50% dari tarif badan di
Indonesia. (untuk tahun 2009 lebih rendah dari 14% dan untuk tahun 2010
lebih rendah dari 12,5%)
- Negara yang menerapkan kebijakan kerahasiaan bank dan tidak melakukan
pertukaran informasi adalah negara atau jurisdiksi yang berdasarkan
perundang-undangannya melarang pemberian informasi nasabahnya, termasuk
untuk keperluan informasi yang berkaitan dengan perpajakan.
|
Ketentuan mengenai tax heaven country lebih lanjut akan diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan. |
|
Huruf H. LAMPIRAN
a - |
Surat Setoran Pajak lembar ke-3 PPh Pasal 29
Wajib dilampirkan oleh semua Wajib Pajak, kecuali apabila tidak ada
setoran akhir (nihil). Dalam hal Wajib Pajak melakukan pembayaran
dengan media e–payment melalui bank-bank persepsi tertentu
yang telah ditunjuk oleh DJP, lampirkan bukti pembayaran pajak yang sah
sebagai pengganti SSP lembar ke-3. |
b – |
Laporan Keuangan
Wajib dilampirkan oleh semua Wajib Pajak. Dalam hal pembukuan/laporan
keuangan diaudit oleh Akuntan Publik, maka lampirkan laporan keuangan
yang telah diaudit. Bagi Wajib Pajak yang mempunyai anak perusahaan di
Indonesia atau di luar negeri, dan/atau mempunyai cabang usaha di luar
negeri baik melalui bentuk usaha tetap (BUT) ataupun bukan BUT, wajib
melampirkan Laporan Keuangan Konsolidasi dan Laporan Keuangan Wajib
Pajak tersebut secara tersendiri; |
c - |
Transkrip Kutipan Elemen-Elemen dari Laporan Keuangan
Wajib dilampirkan oleh semua Wajib Pajak sesuai dengan bentuk formulir
Lampiran Khusus 8A-1 / 8A-2 / 8A-3 / 8A-4 / 8A-5 / 8A-6 / 8A-7 / 8A-8 /
8B-1 / 8B-2 / 8B-3 / 8B-4 / 81B-5 / 8B-6 / 8B-7 / 8B-8. |
d - |
Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal
Wajib dilampirkan oleh semua Wajib Pajak sesuai bentuk formulir
Lampiran Khusus 1A/1B, kecuali apabila Wajib Pajak tidak memiliki dan
mempergunakan harta berwujud dan/atau harta tak berwujud/pengeluaran
lainnya sebagai aktiva tetap yang pembebanannya harus dilakukan melalui
penyusutan/amortisasi. |
e - |
Perhitungan Kompensasi Kerugian Fiskal
Wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang mempunyai hak kompensasi
kerugian fiskal dari Tahun Pajak-Tahun Pajak yang lalu, sesuai bentuk
formulir Lampiran Khusus 2A/2B. |
f - |
Daftar Fasilitas Penanaman Modal
Wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang memperoleh fasilitas penanaman
modal, sesuai bentuk formulir Lampiran Khusus 4A/4B. |
g - |
Daftar Cabang Utama Perusahaan
Wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang mempunyai kantor-kantor cabang
atau tempat-tempat usaha utama di berbagai lokasi, sesuai bentuk
formulir Lampiran Khusus 5A/5B. |
h - |
Surat Setoran Pajak lembar ke 3 PPh Pasal 26 Ayat (4)
Wajib dilampirkan oleh semua Wajib Pajak BUT (selain perusahaan
pelayaran/penerbangan asing dan perwakilan dagang asing), kecuali
apabila pajak tidak terutang. Dalam hal Wajib Pajak melakukan
pembayaran dengan media e–payment melalui bank-bank persepsi
tertentu yang telah ditunjuk oleh DJP, lampirkan bukti pembayaran pajak
yang sah sebagai pengganti SSP lembar ke-3. |
i - |
Perhitungan PPh Pasal 26 Ayat (4)
Wajib dilampirkan oleh semua Wajib Pajak BUT (meskipun pajak tidak
terutang), sesuai bentuk formulir Lampiran Khusus 6A/6B. |
j - |
Kredit Pajak Luar Negeri
Wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang mempunyai penghasilan dari luar
negeri dan telah dikenai pajak oleh pihak luar negeri, sesuai bentuk
formulir Lampiran Khusus 7A/7B. |
k - |
Surat Kuasa Khusus
Wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang pengisian SPT Tahunan-nya
dikuasakan kepada pihak lain yang berkompeten. |
l - |
Lampiran-lampiran Lainnya
- Daftar piutang yang tidak dapat ditagih, wajib dilampirkan oleh Wajib
Pajak yang melakukan penghapusan piutang yang nyata-nyata tidak dapat
ditagih.
- Daftar debitur yang kreditnya digolongkan kurang lancar, diragukan,
dan macet, wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak Bank yang melaporkan
penghasilan berupa bunga kredit non-performing secara cash basis.
- Fotokopi Tanda Bukti Pembayaran Fiskal Luar Negeri (TBPFLN) dan
Rekapitulasi pembayaran Fiskal Luar Negeri tersebut, wajib dilampirkan
oleh Wajib Pajak apabila terdapat kredit pajak Fiskal Luar Negeri.
- Khusus untuk Kontraktor Production Sharing (Migas) wajib melampirkan
Financial Quarterly Report untuk periode terakhir tahun yang
bersangkutan.
- Lampiran-lampiran lainnya berupa bukti pendukung atau untuk
menjelaskan penghitungan besarnya penghasilan yang dibuat sendiri oleh
Wajib Pajak.
- Daftar Nominatif atas pengeluaran biaya promosi, wajib dilampirkan
oleh Wajib Pajak yang mengeluarkan biaya promosi.
- Komponen laporan keuangan usaha berbasis syariah yang meliputi
Laporan Sumber dan Penggunaan Zakat serta Laporan Sumber dan Penggunaan
Dana Kebajikan, wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya
berbasis syariah.
|
|
|
PERNYATAAN
Beri tanda (X) pada kotak yang tersedia.
Isilah selengkapnya tempat dan tanggal pengisian SPT Tahunan serta nama
lengkap, NPWP dan tanda tangan pengurus perusahaan yang berwenang.
Dalam hal SPT Tahunan diisi oleh Kuasa Wajib Pajak, isilah dengan nama
lengkap, NPWP dan tanda tangan Kuasa Wajib Pajak serta dibubuhi cap
perusahaan. |
LAMPIRAN-LAMPIRAN KHUSUS SPT TAHUNAN
|
1. |
DAFTAR PENYUSUTAN DAN AMORTISASI FISKAL (LAMPIRAN KHUSUS 1A/1B)
- Diisi per jenis harta berwujud/tidak berwujud yang dimiliki dan
dipergunakan dalam perusahaan yang dapat disusutkan/diamortisasi.
- Kolom CATATAN diisi dengan informasi yang relevan (apabila ada)
mengenai :
- |
tahun-tahun revaluasi yang pernah dilakukan; |
- |
fasilitas penanaman modal berupa penyusutan/amortisasi dipercepat. |
- Kolom METODE PENYUSUTAN/AMORTISASI diisi dengan kode:
METODE PENYUSUTAN/AMORTISASI |
KODE |
PENGGUNAAN |
Garis Lurus |
GL |
Komersial/Fiskal |
Jumlah Angka Tahun |
JAT |
Komersial |
Saldo Menurun |
SM |
Komersial/Fiskal |
Saldo Menurun Ganda |
SMG |
Komersial |
Jumlah Jam Jasa |
JJJ |
Komersial |
Jumlah Satuan Produksi |
JSP |
Komersial/Amortisasi Fiskal |
Metode Lainnya |
ML |
Komersial |
- Bagi Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang
Dollar Amerika Serikat, perhatikan ketentuan mengenai kurs konversi
aktiva tetap sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
196/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pembukuan Dengan
Menggunakan Bahasa Asing Dan Satuan Mata Uang Selain Rupiah Serta
Kewajiban Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
Wajib Pajak Badan.
|
Lihat : |
* |
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 521/KMK.04/2000 tentang
Jenis-Jenis Harta Yang Termasuk Dalam Kelompok Harta Berwujud untuk
Keperluan Penyusutan Bagi Kontraktor Yang Melakukan Eksplorasi dan
Eksploitasi Minyak Dan Gas Bumi Dalam Rangka Kontrak Bagi Hasil dengan
Perusahaan Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi Negara (Pertamina); |
|
|
* |
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-220/PJ./2002 tentang
Perlakuan Pajak Penghasilan atas Biaya Pemakaian Telepon Seluler dan
Kendaraan Perusahaan; |
|
|
* |
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-316/PJ./2002 tentang
Perlakuan Pajak Penghasilan atas Pengeluaran/Biaya Perolehan Perangkat
Lunak (Software) Komputer; |
|
|
* |
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-07/PJ.42/2002 tentang
Penghitungan Penyusutan Atas Komputer, Printer, Scanner dan Sejenisnya: |
|
|
* |
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-09/PJ.42/2002 tentang
Perlakuan Pajak Penghasilan atas Biaya Pemakaian Telepon Seluler dan
Kendaraan Perusahaan. |
|
|
* |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009 tentang Jenis-Jenis
Harta yang Termasuk dalam Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan untuk
Keperluan Penyusutan |
|
2. |
PERHITUNGAN KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL (LAMPIRAN KHUSUS 2A/2B)
Perhitungan kompensasi kerugian fiskal di sini hanyalah berkenaan
dengan kerugian fiskal dari kegiatan usaha di Indonesia saja, tidak
termasuk kerugian fiskal dari kegiatan usaha di luar negeri baik
melalui bentuk usaha tetap (BUT) ataupun bukan BUT. Terhadap kerugian
fiskal dari kegiatan usaha di luar negeri berdasarkan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 164/KMK.03/2002 jo. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Nomor SE-03/PJ.31/2004 hanya dapat dikompensasikan dengan keuntungan fiskal yang diterima dan/atau
diperoleh dari kegiatan usaha di luar negeri dari negara yang sama (per
country basis). Dalam hal demikian, harus dibuat perhitungan kompensasi
kerugian fiskal yang terpisah dengan bentuk daftar yang sama.
- Kolom KERUGIAN DAN PENGHASILAN NETO FISKAL diisi dengan data yang
bersumber dari Surat Ketetapan Pajak atau Keputusan Keberatan/Putusan
Banding, atau dalam hal tidak/belum ada keputusan tersebut, bersumber
dari SPT Tahunan.
- Kolom-kolom KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL diisi dengan distribusi
besarnya kompensasi kerugian fiskal untuk masing-masing tahun setelah
tahun terjadinya kerugian fiskal. Dalam hal memperoleh fasilitas
penanaman modal berupa kompensasi kerugian fiskal yang lebih dari 5
tahun (kerugian fiskal dari hasil penanaman modal sejak saat mulai
berproduksi komersial), jumlah tahun dan kolom dapat ditambah dengan
menggunakan lembar kedua.
- Bagi Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang
Dollar Amerika Serikat, perhatikan ketentuan mengenai kompensasi
kerugian fiskal sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 196/PMK.03/2007.
- Pindahkan jumlah pada kolom (8) ”TAHUN PAJAK INI”
ke FORMULIR 1771 atau FORMULIR 1771 / $ (Huruf A Angka 2), dan
pindahkan jumlah pada kolom (9) ”TAHUN BERJALAN” ke
FORMULIR 1771 atau FORMULIR 1771 / $ (Huruf E ANGKA 14 Butir b).
Contoh Pengisian (Formulir Lampiran Khusus 2A):
PT. ABC berdiri pada tahun 2002. Pada Tahun Pajak 2010 Wajib Pajak
memperoleh laba fiskal sebesar Rp 50.000.000,-. Adapun
keuntungan/kerugian fiskal tahun-tahun sebelumnya adalah sebagai
berikut :
Tahun Pajak |
Laba/Rugi |
Jumlah |
2002 |
rugi fiskal |
Rp. 20.000.000 |
2003 |
rugi fiskal |
Rp. 5.000.000 |
2004 |
rugi fiskal |
Rp. 1.000.000 |
2005 |
rugi fiskal |
Rp. 100.000.000 |
2006 |
rugi fiskal |
Rp. 20.000.000 |
2007 |
laba fiskal |
Rp. 30.000.000 |
2008 |
laba fiskal |
Rp. 10.000.000 |
2009 |
rugi fiskal |
Rp. 5.000.000 |
Pengisian ke dalam Formulir Khusus 2A yaitu sebagai berikut:
|
3. |
PERNYATAAN TRANSAKSI DALAM HUBUNGAN ISTIMEWA (LAMPIRAN KHUSUS 3A/3B;
3A-1/3B-1; dan 3A-2/3B-2)
Lampiran 3A/3B merupakan sarana bagi Wajib Pajak untuk melaporkan
pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dan transaksi-transaksi
yang dilakukan dengan mereka.
Wajib Pajak yang berkewajiban mengisi Lampiran 3A/3B
Wajib Pajak yang harus mengisi Lampiran 3A/3B adalah Wajib Pajak yang
memiliki pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dan/atau memiliki
transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
Pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa adalah pihak-pihak
sebagaimana diatur oleh:
- Pasal 18 ayat (4) UU PPh;
- Pasal 2 ayat (2) UU Pajak Pertambahan Nilai;
- Pasal 9 ayat (1) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia
dengan mitra perjanjian.
A. |
LAMPIRAN KHUSUS 3A/3B (PERNYATAAN TRANSAKSI DENGAN PIHAK YANG
MEMILIKI HUBUNGAN ISTIMEWA)
I. |
DAFTAR PIHAK YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA |
Diisi dengan daftar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan
Wajib Pajak. |
1. |
Nama
Diisi dengan nama lengkap pihak yang Mempunyai hubungan istimewa dengan
Wajib Pajak. |
2. |
Alamat
Diisi dengan nama lengkap pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan
Wajib Pajak. |
3. |
Nomor Pokok Wajib Pajak/ Tax Identification Number
Diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak dari pihak yang mempunyai hubungan
istimewa dengan wajib Pajak, jika pihak tersebut merupakan Wajib Pajak
dalam negeri.
Diisi dengan Tax Identification Number dari pihak yang mempunyai
hubungan istimewa dengan Wajib Pajak, jika pihak tersebut merupakan
Wajib Pajak luar negeri.
Dalam hal Wajib Pajak afiliasi merupakan Wajib Pajak Luar Negeri yang
tidak memiliki NPWP di negaranya maka kolom NPWP/Tax Identification
Number dapat diberi tanda "-" dengan disertai surat
pernyataan dari Wajib Pajak yang melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan. |
4. |
Kegiatan Usaha
Diisi dengan kegiatan utama yang dilakukan oleh pihak yang mempunyai
hubungan istimewa dengan Wajib Pajak dalam transaksi yang dilakukannya
dengan Wajib Pajak. |
5. |
Bentuk Hubungan dengan Wajib Pajak
Diisi dengan memilih satu atau lebih pilihan bentuk hubungan yang
dilakukan oleh Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai hubungan
istimewa. Bentuk hubungan tersebut yaitu:
1. |
Hubungan istimewa karena kepemilikan saham/ penyertaan sebagaimana
diatur oleh Pasal 18 ayat (4) huruf a UU PPh. |
2. |
Hubungan istimewa karena penguasaan sebagaimana diatur oleh Pasal 18
ayat (4) huruf b UU PPh. |
3. |
Hubungan istimewa karena hubungan keluarga sebagaimana diatur oleh
Pasal 18 ayat (4) huruf c UU PPh. |
4. |
Hubungan istimewa karena pengandalian sebagaimana diatur oleh Pasal
9 ayat (1) Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (tax treaty) antara
Indonesia dengan negara domisili pihak yang mempunyai hubungan istimewa
dengan Wajib Pajak |
|
II. |
RINCIAN TRANSAKSI DENGAN PIHAK YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA |
1. |
Nomor Urut Transaksi
Diisi dengan nomor urut transaksi berdasarkan urutan waktu. |
2. |
Nama Mitra Transaksi
Diisi dengan nama mitra transaksi yang merupakan pihak yang mempunyai
hubungan istimewa dengan Wajib Pajak sebagaimana dilaporkan dalam tabel
I. |
3. |
Jenis Transaksi
Diisi dengan transaksi antara Wajib Pajak dengan pihak lain yang
memiliki hubungan istimewa. Dalam hal terdapat lebih dari satu
transaksi, maka transaksi lainnya tersebut harus dilaporkan seluruhnya
dengan mengisi kolom tersebut pada baris berikutnya. Penjelasan atas
kode jenis transaksi sebagai berikut :
a. |
penjualan/pembelian barang berwujud (bahan baku, barang jadi dan
barang dagangan), |
b. |
penjualan/pembelian barang modal, termasuk aktiva tetap, |
c. |
penyerahan/pemanfaatan barang tidak berwujud, |
d. |
peminjaman uang, |
e. |
penyerahan jasa, |
f. |
penyerahan/perolehan instrumen keuangan seperti saham dan obligasi, |
g. |
dan lain-lain. |
|
4. |
Nilai Transaksi
Diisi dengan nilai total transaksi dengan menyebutkan mata uang yang
digunakan. |
5. |
Metode Penetapan Harga
Diisi dengan metode yang diplih untuk digunakan dalam menentukan harga
transfer wajar dalam transaksi dengan pihak yang mempunyai hubungan
istimewa, sebagaimana yang diatur oleh UU PPh. Metode tersebut yaitu:
1. |
Comparable Uncontrolled Price |
2. |
Cost Plus Method |
3. |
Resale Price Method |
4. |
Transactional Net Margin Method |
5. |
Profit Split Method |
|
6. |
Alasan Penggunaan Metode
Diisi dengan alasan mengapa metode tersebut digunakan. Alasan tersebut
harus sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya. Wajib Pajak dapat
memilih metode yang dinilai paling sesuai, sepanjang dapat memberikan
penjelasan dan dokumentasi yang memadai untuk memastikan bahwa
penetapan harga transfer telah dilakukan sesuai dengan prinsip
kewajaran. |
|
B. |
LAMPIRAN KHUSUS 3A-1/3B-1 (PERNYATAAN TRANSAKSI DALAM HUBUNGAN
ISTIMEWA)
DOKUMENTASI PENETAPAN HARGA WAJAR
Berilah tanda silang (X) pada kotak-kotak yang tersedia (Ya atau Tidak)
dari setiap pernyataan yang ada, sesuai dengan kondisi dokumentasi yang
dimiliki oleh Wajib Pajak. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam lampiran
khusus 3A-1/3B-1 ini disesuaikan dengan kelaziman internasional dalam
hal Wajib Pajak menyatakan memiliki dokumentasi tersebut. Wajib Pajak
dapat menentukan sendiri jenis dan bentuk dokumen transfer pricing yang
harus diselenggarakan disesuaikan dengan bidang usahanya, sepanjang
dokumentasi tersebut mendukung penggunaan metode penetapan harga wajar
yang dipilih oleh Wajib Pajak. |
C. |
LAMPIRAN KHUSUS 3A-2/3B-2 (PERNYATAAN TRANSAKSI DENGAN PIHAK YANG
MERUPAKAN PENDUDUK TAX HAVEN COUNTRY)
Wajib Pajak yang berkewajiban mengisi Lampiran ini
Wajib Pajak yang harus mengisi Lampiran ini adalah Wajib Pajak yang
memiliki transaksi dengan pihak-pihak yang merupakan penduduk tax haven
country.
I. |
DALAM HAL WAJIB PAJAK DALAM TAHUN PAJAK INI MELAKUKAN TRANSAKSI
DENGAN PIHAK-PIHAK YANG MERUPAKAN PENDUDUK NEGARA TAX HAVEN COUNTRY |
Diisi dengan daftar pihak-pihak yang merupakan penduduk tax haven
country yang memiliki Transaksi dengan Wajib Pajak. |
1. |
Nama
Diisi dengan nama lengkap pihak-pihak yang merupakan penduduk tax haven
country. |
2. |
Jenis Transaksi
Diisi dengan:
a. |
penjualan/pembelian barang berwujud (bahan baku, barang jadi dan
barang dagangan), |
b. |
penjualan/pembelian barang modal, termasuk aktiva tetap, |
c. |
penyerahan/pemanfaatan barang tidak berwujud, |
d. |
peminjaman uang, |
e. |
penyerahan jasa, |
f. |
penyerahan/perolehan instrumen keuangan seperti saham dan obligasi, |
g. |
dan lain-lain. |
|
3. |
Negara
Diisi dengan nama Negara mitra Transaksi yang merupakan tax haven
menurut ketentuan yang berlaku. |
4. |
Nilai Transaksi
Diisi dengan nilai total transaksi. |
II. |
PENETAPAN NILAI TRANSAKSI DI ATAS, DITETAPKAN DENGAN MENGGUNAKAN
PRINSIP KEWAJARAN DAN KELAZIMAN USAHA
|
Diisi dengan memilih jawaban ya atau tidak (dengan memberi tanda
“X”) sesuai dengan kondisi transaksi dan penetapan
harganya yang dilakukan oleh Wajib Pajak. |
|
|
4. |
DAFTAR FASILITAS PENANAMAN MODAL (LAMPIRAN KHUSUS 4A/4B)
|
Angka 1 : |
a. |
Diisi Nomor/Tanggal Surat Persetujuan Ketua BKPM
mengenai penanaman modal; |
|
|
b. |
Diisi Nomor/Tanggal Surat Keputusan Menteri Keuangan mengenai
pemberian fasilitas penanaman modal. |
|
Angka 2 : |
a. |
JUMLAH PENANAMAN MODAL YANG DISETUJUI, diisi sesuai dengan
jumlah dalam mata uang yang tercantum berdasarkan Surat Persetujuan
Ketua BKPM. Apabila mata uang tersebut berbeda dengan mata uang yang
dipergunakan dalam pembukuan perusahaan, cantumkan juga jumlah nilai
ekuivalennya dalam mata uang pembukuan dengan kurs yang sebenarnya
berlaku pada saat transfer dana ke rekening perusahaan. Dalam hal dana
belum ditransfer, jumlah nilai ekuivalennya dapat menggunakan kurs yang
sebenarnya berlaku pada tanggal Surat Persetujuan Ketua BKPM (berikan
catatan kaki yang dipandang perlu); |
|
|
b. |
PENANAMAN MODAL, baru atau perluasan, beri tanda silang dalam kotak
yang sesuai berdasarkan Surat Persetujuan Ketua BKPM; |
|
|
c. |
DI BIDANG USAHA DAN/ATAU DI DAERAH, isi sesuai dengan bidang usaha
dan/atau daerah tertentu yang disetujui untuk penanaman modal
berdasarkan Surat Persetujuan Ketua BKPM; |
|
|
d. |
FASILITAS YANG DIBERIKAN, beri tanda silang dalam kotak-kotak jenis
fasilitas yang sesuai (dan angka 6 sampai 10 dalam kotak tahun)
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan. |
|
Angka 3 : |
REALISASI PENANAMAN MODAL |
|
|
a. |
TAHUN INI, diisi dengan jumlah realisasi penanaman modal dalam Tahun
Pajak SPT Tahunan selama periode sampai saat mulai berproduksi
komersial, yang dinyatakan dalam mata uang pembukuan berdasarkan
laporan keuangan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik; |
|
|
b. |
S.D. TAHUN INI, diisi dengan jumlah realisasi penanaman modal
kumulatif sampai dengan Tahun Pajak SPT Tahunan selama periode sampai
saat mulai berproduksi komersial, berdasarkan laporan realisasi
penanaman modal yang telah diaudit oleh Akuntan Publik. |
|
Angka 4 : |
Diisi dengan tanggal saat mulai berproduksi komersial
berdasarkan laporan realisasi penanaman modal yang telah diaudit oleh
Akuntan Publik. |
|
Angka 5 : |
FASILITAS PENGURANGAN PENGHASILAN NETO |
|
|
a. |
isi dalam kotak tahun dengan angka 1 sampai 6 secara berurut untuk
setiap Tahun Pajak sejak tahun saat mulai berproduksi komersial (SMBK); |
|
|
b. |
besarnya fasilitas pengurangan penghasilan neto untuk Tahun Pajak
tersebut yang dihitung sebesar 5% dari jumlah realisasi penanaman modal
tersebut pada angka 3 huruf b. Pindahkan jumlah hasil perhitungan angka
5 huruf b ke FORMULIR 1771 – I atau FORMULIR 1771 –
I / $ (Angka 7 Kolom (3)). |
Lihat : |
* |
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas
Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-Bidang Usaha Tertentu
Dan/Atau Di Daerah-Daerah Tertentu sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 62 tahun 2008; |
|
* |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2007 tentang Pemberian
Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-Bidang
Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-DaerahTertentu; |
|
* |
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-67/PJ./2007 tentang Tata
Cara Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di
Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu |
|
5. |
DAFTAR CABANG UTAMA (LAMPIRAN KHUSUS 5A/5B)
Diisi dengan informasi alamat lengkap dan NPWP (apabila sudah terdaftar
di KPP lokasi) hanya untuk kantor-kantor cabang atau tempat-tempat
usaha utama di berbagai lokasi. Kantor-kantor cabang pembantu atau
perwakilan yang berada di bawahnya cukup disebutkan jumlahnya saja.
Kantor cabang yang berada/berkedudukan di luar negeri juga harus
dicantumkan.
- Kolom (1) diisi dengan Nomor Urut
- Kolom (2) diisi dengan Alamat Cabang Utama
- Kolom (3) diisi dengan NPWP Lokasi
- Kolom (4) diisi dengan jumlah Cabang Pembantu
|
6. |
PERHITUNGAN PPh PASAL 26 AYAT (4) (LAMPIRAN KHUSUS 6A/6B)
|
Angka 1 : |
PENGHASILAN NETO KOMERSIAL
Diisi dari FORMULIR 1771 – I atau FORMULIR 1771 – I
/ $ (Angka 3 Kolom (3)). |
|
Angka 2 : |
PENYESUAIAN FISKAL POSITIF / NEGATIF
Diisi dari FORMULIR 1771 – I atau FORMULIR 1771 – I
/ $ (Jumlah Angka 5m dan Angka 6e). Dalam hal Wajib Pajak/BUT dikenai
PPh Badan yang bersifat final, penyesuaian fiskal positif/negatif harus
dihitung tersendiri sesuai ketentuan yang berlaku berdasarkan
pembukuan/laporan keuangan. |
|
Angka 3 : |
PENGHASILAN NETO FISKAL
Apabila jumlahnya negatif maka pengisian selanjutnya tidak perlu
dilakukan karena tidak akan terutang PPh Pasal 26 ayat (4). |
|
Angka 4 : |
PAJAK PENGHASILAN BADAN TERUTANG
Diisi dari FORMULIR 1771 atau FORMULIR 1771 / $ (Huruf B Angka 6), atau
dalam hal dikenai PPh final, diisi dari FORMULIR 1771 – IV
atau FORMULIR 1771 – IV / $ (Bagian A Angka 7 atau 8). |
|
Angka 5 : |
DASAR PENGENAAN PPh PASAL 26 AYAT (4)
Apabila jumlahnya negatif maka pengisian selanjutnya tidak perlu
dilakukan karena tidak akan terutang PPh Pasal 26 ayat (4). |
|
Angka 6 : |
PPh PASAL 26 AYAT (4)
Apabila jumlahnya ada, beri tanda (X) dalam kotak yang sesuai dan
lengkapi dengan informasi yang diperlukan pada sisi kotak yang diberi
tanda (X). |
Lihat: Peraturan Menteri Keuangan Nomor 257/PMK.03/2008 tentang
Perlakuan Perpajakan Atas Penghasilan Kena Pajak Sesudah Dikurangi
Pajak Dari Suatu Bentuk Usaha Tetap. |
7. |
KREDIT PAJAK LUAR NEGERI (LAMPIRAN KHUSUS 7A/7B)
- Diisi dengan rincian bukti pemotongan/pembayaran PPh yang terutang di
luar negeri dengan didukung laporan keuangan penghasilan dari luar
negeri, fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar
negeri, dan fotokopi dokumen pembayaran pajak di luar negeri. Tata cara
penghitungan agar mengacu pada Pasal 24 UU PPh jo. Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 164/KMK.03/2002 tanggal 19 April 2002.
- Pengkreditan PPh yang terutang/dibayar di luar negeri terhadap PPh
yang terutang di Indonesia adalah mana yang lebih kecil antara jumlah
yang sebenarnya atau jumlah tertentu yang dihitung berdasarkan formula
sebagai berikut:
Jumlah Penghasilan dari LN X Total PPh Terutang
Penghasilan Kena Pajak |
- Dalam hal penghasilan yang diterima/diperoleh di luar negeri berasal
dari beberapa negara, maka penghitungan kredit pajak berdasarkan
formula tersebut dilakukan untuk masing-masing negara (ordinary credit
per country basis). Penghasilan kena pajak dalam formula tersebut tidak
termasuk Pajak yang bersifat final sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat
(2), Pasal 8 ayat (1) dan ayat (4) UU PPh.
- |
Kolom (1) diisi dengan Nomor Urut; |
- |
Kolom (2) diisi dengan Nama Pemotong Pajak Di Luar Negeri; |
- |
Kolom (3) diisi dengan Alamat Pemotong Pajak Di Luar Negeri; |
- |
Kolom (4) diisi dengan jenis penghasilan;
|
- |
Kolom (5) diisi dengan jumlah penghasilan neto yang diterima; |
- |
Kolom (6) diisi dengan jumlah pajak yang terutang/dibayar di luar
negeri dalam mata; uang rupiah berdasarkan kurs konversi saat tanggal
pembayaran/terutangnya pajak |
- |
Kolom (7) diisi dengan jumlah pajak yang terutang/dibayar di luar
negeri dalam mata uang asing; |
- |
Kolom (8) diisi dengan jumlah kredit pajak yang yang dapat
diperhitungkan menurut ketentuan Pasal 24 UU PPh jo. Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 164 / KMK.03 / 2002 tentang Kredit Pajak Luar Negeri. |
|
8. |
TRANSKRIP KUTIPAN ELEMEN-ELEMEN DARI LAPORAN KEUANGAN (LAMPIRAN
KHUSUS 8A-1 / 8A-2 / 8A-3 / 8A-4 / 8A-5 / 8A-6 / 8A-7 / 8A-8 / 8B-1 /
8B-2 / 8B-3 / 8B-4 / 8B-5 / 8B-6 / 8B-7 / 8B-8 )
Transkrip Kutipan Elemen-Elemen dari Laporan Keuangan merupakan
ringkasan dari laporan keuangan yang mencerminkan keseluruhan isi dari
laporan keuangan. Transkrip Kutipan Elemen-Elemen dari Laporan Keuangan
dibedakan menurut jenis usaha Wajib Pajak yaitu
No. |
Kode Formulir |
Jenis
Usaha Wajib Pajak |
1. |
8A-1 |
8B-1 |
Perusahaan Industri Manufaktur |
2. |
8A-2 |
8B-2 |
Perusahaan Dagang |
3. |
8A-3 |
8B-3 |
Bank Konvensional |
4. |
8A-4 |
8B-4 |
Bank Syariah |
5. |
8A-5 |
8B-5 |
Perusahaan Asuransi |
6. |
8A-6 |
8B-6 |
Non-Kualifikasi (selain tujuh jenis usaha yang ada) |
7. |
8A-7 |
8B-7 |
Dana Pensiun |
8. |
8A-8 |
8B-8 |
Perusahaan Pembiayaan |
Kode Formulir yang mengandung huruf A tersebut merupakan kode formulir
bagi Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang
Rupiah, sedangkan Kode Formulir yang mengandung huruf B tersebut
merupakan kode formulir bagi Wajib Pajak yang diizinkan
menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat.
Setiap Wajib Pajak wajib mengisi salah satu formulir transkrip kutipan
elemen-elemen dari laporan keuangan tersebut sesuai dengan jenis
usahanya.
PETUNJUK PENGISIAN
Tahun Pajak |
: |
Diisi dengan angka tahun buku dan periode tahun buku
perusahaan |
NPWP |
: |
Diisi sesuai dengan NPWP yang tercantum dalam Kartu NPWP |
Nama WP |
: |
Diisi sesuai dengan nama yang tercantum dalam Kartu NPWP |
Elemen Neraca
- Elemen neraca terdiri dari dua sisi yaitu sisi aktiva serta sisi
kewajiban dan ekuitas.
- Setiap saldo akun neraca dalam Laporan Keuangan harus dipindahkan
dengan tepat ke akun neraca dalam transkrip kutipan.
- Wajib Pajak mengisi akun neraca dalam transkrip kutipan seperlunya,
sesuai dengan akun yang ada dalam Laporan Keuangan.
- Jika akun neraca dalam transkrip kutipan tidak ada dalam Laporan
Keuangan maka kolom nilai akun neraca dalam transkrip kutipan tersebut
cukup diisi dengan tanda coret (-).
- Jika akun neraca dalam Laporan Keuangan tidak sesuai dengan akun
neraca dalam transkrip kutipan maka pindahkan nilai akun neraca dalam
Laporan Keuangan tersebut ke akun sejenis atau ke akun lainnya yang terdapat dalam transkrip
kutipan, misalnya pindahkan akun goodwill ke akun aktiva tidak lancar
lainnya.
Elemen laporan laba/rugi
- Setiap saldo akun laporan laba/rugi dalam Laporan Keuangan harus
dipindahkan dengan tepat ke akun laporan laba/rugi dalam transkrip
kutipan.
- Wajib Pajak mengisi akun laporan laba/rugi dalam transkrip kutipan
seperlunya, sesuai dengan akun yang ada dalam Laporan Keuangan.
- Jika akun laporan laba/rugi dalam transkrip kutipan tidak ada dalam
Laporan Keuangan maka kolom nilai akun laporan laba/rugi dalam
transkrip kutipan tersebut cukup diisi dengan tanda coret (-).
- Jika akun laporan laba/rugi dalam Laporan Keuangan tidak sesuai
dengan akun laporan laba/rugi dalam transkrip kutipan maka pindahkan
nilai akun laporan laba/rugi dalam Laporan Keuangan tersebut ke akun
sejenis atau ke akun lainnya yang terdapat dalam transkrip kutipan.
Elemen transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa
sesuai PSAK Nomor 7
- Pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa adalah pihak-pihak yang
dianggap mempunyai hubungan istimewa bila satu pihak mempunyai
kemampuan untuk mengendalikan pihak lain atau mempunyai pengaruh
signifikan atas pihak lain dalam mengambil keputusan keuangan dan
operasional.
- Transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa adalah
suatu pengalihan sumber daya atau kewajiban antara pihak-pihak yang
mempunyai hubungan istimewa, tanpa menghiraukan apakah suatu harga
diperhitungkan.
- Berikut ini adalah contoh situasi transaksi antara pihak yang
mempunyai hubungan istimewa yang mungkin memerlukan pengungkapan:
- |
pembelian atau penjualan barang |
- |
pembelian atau penjualan properti dan aktiva lain |
- |
pemberian atau penerimaan jasa |
- |
pengalihan riset dan pengembangan |
- |
pendanaan (termasuk pemberian pinjaman dan penyetoran modal baik
secara tunai maupun dalam bentuk natura) |
- |
garansi dan penjaminan (collateral) |
- |
kontrak manajemen. |
Pernyataan
a. |
diisi dengan tempat dan tanggal pembuatan transrip |
b. |
berilah tanda silang (X) pada kotak yang sesuai |
c. |
diisi dengan nama lengkap pengurus/kuasa |
d. |
kotak diisi dengan tanda tangan dan cap perusahaan |
|
DAFTAR PERATURAN PERPAJAKAN
No. |
Jenis Peraturan |
Nomor |
Tanggal |
Tentang |
1. |
Undang-Undang |
28 |
17/07/2007 |
Perubahan Ketiga atas atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan |
2. |
Undang-Undang |
16 |
25/03/2009 |
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan |
3. |
Undang-Undang |
36 |
23/09/2008 |
Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan |
4. |
Peraturan Pemerintah |
80 |
28/12/2007 |
Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah Beberapa Kali Diubah Terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 |
5. |
Peraturan Pemerintah |
138 |
21/12/2000 |
Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Dan Pelunasan Pajak Penghasilan
Dalam Tahun Berjalan |
6. |
Peraturan Pemerintah |
25 |
18/05/2001 |
Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 tentang
Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah Dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka
Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah Atau Dana
Pinjaman Luar Negeri |
7. |
Peraturan Pemerintah |
81 |
28/12/2007 |
Penurunan Tarif Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri
yang Berbentuk Perseroan Terbuka |
8. |
Peraturan Pemerintah |
51 |
20/07/2008 |
PPh atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi |
9. |
Peraturan Pemerintah |
62 |
23/09/2008 |
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang
Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-Bidang
Usaha Tertentu Dan/Atau Di Daerah-Daerah Tertentu |
10. |
Peraturan Menteri Keuangan |
16/PMK.03/2007 |
19/02/2007 |
Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di
Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-DaerahTertentu |
11. |
Peraturan Menteri Keuangan |
181/PMK.03/2007 |
28/12/2007 |
Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan serta Tata Cara Pengambilan,
Pengisian, dan Penandatanganan dan Penyampaian Surat Pemberitahuan |
12. |
Peraturan Menteri Keuangan |
152/PMK.03/2009 |
29/09/2009 |
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007 Tentang
Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan serta Tata Cara Pengambilan,
Pengisian, dan Penandatanganan dan Penyampaian Surat
Pemberitahuan |
13. |
Peraturan Menteri Keuangan |
192/PMK.03/2007 |
28/12/2007 |
Tata Cara Penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu Dalam Rangka
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak |
14. |
Peraturan Menteri Keuangan |
193/PMK.03/2007 |
28/12/2007 |
Batasan Jumlah Peredaran Usaha, Jumlah Penyerahan, dan Jumlah Lebih
Bayar bagi Wajib Pajak yang Memenuhi Persyaratan Tertentu yang Dapat
Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak |
15. |
Peraturan Menteri Keuangan |
54/PMK.03/2009 |
27/03/2009 |
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.03/2007 tentang
Batasan Jumlah Peredaran Usaha, Jumlah Penyerahan, dan Jumlah Lebih
Bayar bagi Wajib Pajak yang Memenuhi Persyaratan Tertentu yang Dapat
Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak |
16. |
Peraturan Menteri Keuangan |
196/PMK.03/2007 |
28/12/2007 |
Tata Cara Penyelenggaraan Pembukuan Dengan Menggunakan Bahasa Asing Dan
Satuan Mata Uang Selain Rupiah Serta Kewajiban Penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan |
17. |
Peraturan Menteri Keuangan |
187/PMK.03/2008 |
20/11/2008 |
Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan, dan Penatausahaan PPh atas
Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi |
18. |
Peraturan Menteri Keuangan |
255/PMK.03/2008 |
21/12/2008 |
Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Dalam Tahun Pajak
Berjalan Yang Harus Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa
Guna Usaha Dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik
Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa Dan Wajib Pajak Lainnya Yang
Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala
Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu |
19. |
Peraturan Menteri Keuangan |
208/PMK.03/2009 |
10/12/2009 |
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 tentang
Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan dalam Tahun Pajak
Berjalan yang harus Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa
Guna Usaha dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik
Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa dan Wajib Pajak lainnya yang
Berdasarkan Ketentuan Diharuskan membuat laporan Keuangan Berkala
Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu |
20. |
Peraturan Menteri Keuangan |
257/PMK.03/2008 |
31/12/2008 |
Perlakuan Perpajakan Atas Penghasilan Kena Pajak Sesudah Dikurangi
Pajak Dari Suatu Bentuk Usaha Tetap |
21. |
Peraturan Menteri Keuangan |
81/PMK.03/2009 |
22/04/2009 |
Pembentukan Atau Pemupukan Dana Cadangan Yang Boleh Dikurangkan Sebagai
Biaya |
22. |
Peraturan Menteri Keuangan |
83/PMK.03/2009 |
22/04/2009 |
Penyediaan Makanan dan Minuman bagi Seluruh Pegawai serta Penggantian
atau Imbalan dalam Bentuk Natura dan Kenikmatan di Daerah Tertentu dan
Yang Berkaitan dengan Pelaksanaan Pekerjaan yang Dapat Dikurangkan dari
Penghasilan Brito Pemberi Kerja |
23. |
Peraturan Menteri Keuangan |
96/PMK.03/2009 |
15/05/2009 |
Jenis-Jenis Harta yang Termasuk dalam Kelompok Harta Berwujud Bukan
Bangunan untuk Keperluan Penyusutan |
24. |
Peraturan Menteri Keuangan |
153/PMK.03/2009 |
29/09/2009 |
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2008 Tentang
Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan, dan Penatausahaan PPh atas
Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi |
25. |
Keputusan Menteri Keuangan |
604/KMK.04/1994 |
21/12/1994 |
Badan-Badan dan Pengusaha Kecil yang Menerima Harta Hibahan yang Tidak
Termasuk sebagai Objek PPh |
26. |
Keputusan Menteri Keuangan |
521/KMK.04/2000 |
14/12/2000 |
Jenis-Jenis Harta Yang Termasuk Dalam Kelompok Harta Berwujud untuk
Keperluan Penyusutan Bagi Kontraktor Yang Melakukan Eksplorasi dan
Eksploitasi Minyak Dan Gas Bumi Dalam Rangka Kontrak Bagi Hasil dengan
Perusahaan Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi Negara (Pertamina) |
27. |
Keputusan Menteri Keuangan |
534/KMK.04/2000 |
22/12/2000 |
Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan serta Surat Keterangan dan/atau
Dokumen yang Harus Dilampirkan |
28. |
Keputusan Menteri Keuangan |
164/KMK.03/2002 |
19/04/2002 |
Kredit Pajak Luar Negeri |
29. |
Peraturan Dirjen Pajak |
PER-67/PJ./2007 |
05/04/2007 |
Tata Cara Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal
Di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu |
30. |
Peraturan Dirjen Pajak |
PER-38/PJ/2008 |
24/09/2008 |
Tata Cara Pemberian Angsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak |
31. |
Keputusan Dirjen Pajak |
KEP-141/PJ./1999 |
21/06/1999 |
Pengakuan Penghasilan Dari Pengalihan Harta/Agunan Berupa Tanah
Dan/Atau Bangunan Bagi Wajib Pajak Tertentu |
32. |
Keputusan Dirjen Pajak |
KEP-214/PJ./2001 |
15/03/2001 |
Keterangan dan/atau Dokumen yang Harus Dilampirkan dalam Surat
Pemberitahuan |
33. |
Keputusan Dirjen Pajak |
KEP-563/PJ./2001 |
08/08/2001 |
Saat Pengakuan Penghasilan Berupa Keuntungan Karena Pembebasan Utang
Yang Diperoleh Debitur Tertentu Dari Perjanjian Restrukturisasi Utang
Usaha |
34. |
Keputusan Dirjen Pajak |
KEP-184/PJ./2002 |
11/04/2002 |
Pengakuan Penghasilan Atas Penghasilan Bank Berupa Bunga Kredit Non
Performing
|
35. |
Keputusan Dirjen Pajak |
KEP-220/PJ./2002 |
18/04/2002 |
Perlakuan Pajak Penghasilan atas Biaya Pemakaian Telepon Seluler dan
Kendaraan Perusahaan |
36. |
Keputusan Dirjen Pajak |
KEP-316/PJ./2002 |
17/06/2002 |
Perlakuan Pajak Penghasilan atas Pengeluaran/Biaya Perolehan Perangkat
Lunak (Software) Komputer |
37. |
Surat Edaran Dirjen Pajak |
SE-04/PJ.42/2002 |
02/04/2002 |
Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Pemberian Imbalan Bunga Kepada Wajib
Pajak |
38. |
Surat Edaran Dirjen Pajak |
SE-07/PJ.42/2002 |
08/05/2002 |
Penghitungan Penyusutan Atas Komputer, Printer, Scanner dan Sejenisnya |
39. |
Surat Edaran Dirjen Pajak |
SE-08/PJ.42/2002 |
17/05/2002 |
Pengakuan Penghasilan Atas Penghasilan Bank Berupa Bunga Kredit
Non-Performing |
40. |
Surat Edaran Dirjen Pajak |
SE-09/PJ.42/2002 |
17/05/2002 |
Perlakuan Pajak Penghasilan atas Biaya Pemakaian Telepon Seluler dan
Kendaraan Perusahaan |
41. |
Surat Edaran Dirjen Pajak |
SE-02/PJ.42/2003 |
04/02/2003 |
kewajiban Mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam SPT Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak Badan Bagi Pemegang Saham/Pemilik Modal,
Pengurus dan Komisaris |
42. |
Surat Edaran Dirjen Pajak |
SE-03/PJ.31/2004 |
03/03/2004 |
Kompensasi Kerugian Fiskal dalam Penghitungan Pajak Penghasilan |
43. |
Surat Edaran Dirjen Pajak |
SE-01/PJ.33/2005 |
19/01/2005 |
Pemberian Imbalan Bunga Kepada Wajib Pajak |