LAMPIRAN I

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR

:

965/KMK.04/1983

TANGGAL

:

31 DESEMBER 1983

 

 

BUKU PETUNJUK

 

TENTANG

 

TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh PASAL 22

YANG DILAKUKAN OLEH DIREKTORAT JENDRAL ANGGARAN, BENDAHARAWAN DAN BADAN-BADAN LAIN

 

I.

UMUM

1.

Dasar hukum.

Pemungutan Pajak Penghasilan oleh Direktorat Jendral Anggaran, Bendaharawan dan Badan-Badan lain atas penghasilan dari usaha didasarkan pada Pasal 22 Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 juncto Pasal 5 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Pelaksanaan Undang-undang Pajak Penghasilan 1984.

2.

Pemungut Pajak.

Dalam hal ini adalah :

 

a.

Direktorat Jendral Anggaran;

 

b.

Bendaharawan Rutin dan Proyek, Pusat dan Daerah;

 

c.

Badan lain yang melakukan pembayaran untuk barang dan jasa dari Belanja Negara (termasuk Belanja Daerah).

3.

Ruang lingkup.

Ruang lingkup dalam hal ini adalah :

 

a.

Pembayaran yang diterima oleh rekanan dari Direktorat Jendral Anggaran, untuk barang dan/atau jasa.

 

b.

Pembayaran yang diterima oleh rekanan dari Bendaharawan Rutine dan Bendaharawan Proyek baik Pemerintah Pusat maupun Daerah serta Badan lain, untuk barang dan/atau jasa.

4.

Saat pemungutan.

Pemungutan PPh Pasal 22 oleh Pemungut Pajak dilakukan pada saat pembayaran kepada rekanan.

Dalam hal pembayaran dilakukan langsung dengan Surat Perintah Membayar (SPM) oleh Kantor Perbendaharaan Negara/Kantor Pembantu Perbendaharaan Negara, maka pemotongan dilakukan oleh Kantor Perbendaharaan Negara/Kantor Pembantu Perbendaharaan Negara yang bersangkutan pada saat pembayaran.

5.

Bukti Pemungutan PPh Pasal 22.

 

5.1.

Sebagai bukti pemungutan PPh Pasal 22 oleh pemungut pajak diberikan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22.

Bukti pemungutan dibuat dalam rangkap tiga :

Lembar ke-1

:

untuk Wajib Pajak yang dikenakan pemungutan PPh Pasal 22;

Lembar ke-2

:

untuk dikirimkan ke Direktorat Jendral Pajak;

Lembar ke-3

:

untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.

 

 

Formulir Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dapat diperoleh dengan cuma-cuma pada Direktorat Jendral Pajak.

 

5.2.

Pemungut Pajak wajib mencantumkan dengan jelas pada bukti pemungutan :

 

 

a.

nama dan alamat rekanan sebagai Wajib Pajak;

 

 

b.

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

 

 

c.

harga barang dan/atau nilai jasa yang dipergunakan sebagai dasar pemungutan PPh Pasal 22;

 

 

d.

nomor urut dan tanggal pemungutan;

 

 

e.

jumlah pemungutan PPh Pasal 22;

 

 

 

 

II.

TATA CARA PEMUNGUTAN.

1.

Dasar pemungutan.

Dasar pemungutan PPh Pasal 22 adalah penghasilan netto dengan menerapkan Norma Penghitungan terhadap jumlah harga barang dan/atau nilai jasa yang dibayarkan oleh pemungut Pajak kepada rekanan.

2.

Tarif PPh Pasal 22 dan penerapannya.

Besarnya tarif pemungutan PPh Pasal 22 adalah 25% (dua puluh lima persen).

Norma Penghitungan Penghasilan netto bagi rekanan adalah 6% (enam persen).

Besarnya PPh Pasal 22 yang dipungut atas pembayaran untuk barang dan/atau nilai jasa kepada rekanan adalah : 25% x 6% x harga barang dan/atau nilai jasa.

3.

Dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah :

 

a.

pembayaran (yang bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah) meliputi jumlah kurang dari Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah);

 

b.

Wajib Pajak yang menyerahkan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Pajak;

 

c.

pembayaran untuk bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum, benda-benda pos, telepon dan jasa perjalanan.

 

 

 

III.

TATA CARA PENYETORAN PPh PASAL 22.

1.

Saat penyetoran.

PPh Pasal 22 yang telah dipungut dalam suatu Masa Pajak harus disetorkan selambat-lambatnya tujuh hari setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan.

Penyetoran dilakukan pada Kantor Kas Negara, Kantor Pos dan Giro serta Bank Pemerintah yang ditunjuk, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak dalam rangkap empat :

 

Lembar ke-1

:

untuk dikirimkan ke Kantor Perbendaharaan Negara atau Kantor Pembantu Perbendaharaan Negara sebagai lampiran Surat Pertanggung Jawaban yang bersangkutan;

 

Lembar ke-2

:

untuk dikirimkan ke Direktorat Jendral Pajak oleh Pemungut Pajak sebagai lampiran Surat Pemberitahuan Masa;

 

Lembar ke-3

:

ditahan oleh Kas Negara atau Kantor Pos untuk kemudian dikirimkan kepada Direktorat Jendral Pajak bersama-sama segi pembayaran;

 

Lembar ke-4

:

untuk arsip Pemungut Pajak.

2.

Formulir Surat Setoran Pajak dapat diperoleh dengan cuma-cuma pada Direktorat Jendral Pajak.

3.

Pada formulir Surat Setoran Pajak harus dicantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Pemungut Pajak.

4.

Bilamana Pemungut Pajak belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak maka ia wajib memintanya kepada Direktorat Jenderal Pajak.

 

 

IV.

TATA CARA PELAPORAN.

Pemungut Pajak harus melaporkan hasil pemungutan PPh Pasal 22 yang telah dipungutnya dalam suatu Masa Pajak kepada Direktorat Jendral Pajak selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah saat penyetoran.

Pelaporan dilakukan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 22, disertai lampiran-lampiran :

a.

lembar ke-2 dari Surat Setoran Pajak;

b.

lembar ke-2 dari Bukti Pemungutan PPh Pasal 22;

c.

segi hitung dari penjumlahan PPh Pasal 22 yang telah dipungut berdasarkan angka-angka yang tercantum pada Bukti Pemungutan PPh Pasal 22.

 

MENTERI KEUANGAN,

 

ttd

 

RADIUS PRAWIRO

LAMPIRAN II

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR

:

965/KMK.04/1983

TANGGAL

:

31 DESEMBER 1983

 

TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

YANG DILAKUKAN OLEH DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

 

I.

UMUM.

1.

Dasar Hukum.

Pemungutan Pajak Penghasilan oleh Direktorat Jendral Bea dan Cukai didasarkan pada Pasal 22 Undang-undang Pajak Penghasilan 1984.

2.

Ruang lingkup.

Pemasukan barang ke dalam Daerah Pabean oleh Wajib Pajak.

3.

Saat Pemungutan.

Pemungutan PPh Pasal 22 dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bersamaan dengan saat pemungutan Bea Masuk; dalam hal tidak atau ditunda pemungutan Bea Masuk, pada saat pemasukan barang ke dalam daerah pabean.

4.

Bukti Pemungutan PPh Pasal 22

 

4.1.

Sebagai bukti Pemungutan PPh Pasal 22 oleh Direktorat Jendral Bea dan Cukai diberikan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22.

Bukti Pemungutan dibuat dalam rangkap tiga :

Lembar ke-1

:

untuk Importir sebagai Wajib Pajak PPh Pasal 22;

Lembar ke-2

:

untuk dikirim ke Direktorat Jendral Pajak sebagai lampiran Surat Pemberitahuan Masa;

Lembar ke-3

:

untuk arsip Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;

 

 

Formulir Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dapat diperoleh dengan cuma-cuma pada Direktorat Jendral Pajak.

 

4.2.

Pada Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dicantumkan dengan jelas :

 

 

a.

nama dan alamat Importir;

 

 

b.

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

 

 

c.

tanggal dan Nomor Pemberitahuan Pemasukan Barang Untuk Dipakai (PPUD);

 

 

d.

nilai dalam US$ dan Rupiah yang dipergunakan sebagai dasar pemungutan PPh Pasal 22;

 

 

e.

nomor urut dan tanggal pemungutan;

 

 

f.

jumlah pemungutan PPh Pasal 22.

 

 

 

 

II.

TATA CARA PEMUNGUTAN.

1.

Dasar Pemungutan.

Penghasilan netto yang diperoleh dengan menerapkan Norma Penghitungan.

2.

Tarif PPh Pasal 22 dan Penerapannya.

 

2.1.

Besarnya tarif PPh Pasal 22 adalah 25%. Norma Penghitungan penghasilan netto Importir yang memiliki Angka Pengenal Impor (API), angka Pengenal Impor Sementara (APIS) atau Angka Pengenal Impor Terbatas (APIT) adalah 10% x Nilai Dasar Impor (CIF).

 

2.2.

Besarnya PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Direktorat Jendral Bea dan Cukai atas Impor yang dilakukan oleh Importir yang memiliki API, APIS, atau APIT adalah 25% x 10% x Nilai Dasar Impor (CIF).

 

2.3.

Norma Penghitungan penghasilan netto Importir yang tidak memiliki API, APIS, atau APIT serta orang atau badan yang memasukkan barang sebagai barang penumpang dan/atau kiriman adalah 30% dari Nilai Dasar Impor (CIF).

Besarnya PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Direktorat Jendral Bea dan Cukai menjadi 25% x 30% x Nilai Dasar Impor (CIF) yang menjadi dasar penghitungan bea masuk.

 

 

 

III.

TATA CARA PENYETORAN PPh PASAL 22.

1.

PPh Pasal 22 yang telah dipungut dalam setiap hari kerja harus disetorkan pada hari kerja berikutnya.

PPh Pasal 22 yang dipungut pada tanggal 31 Maret harus disetorkan pada hari itu juga.

Penyetoran dilakukan pada Kantor Kas Negara, Kantor Pos dan Giro serta Bank Pemerintah yang ditunjuk, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak dalam rangkap empat :

 

Lembar ke-1

:

dan lembar ke-2 setelah dibubuhi tanda terima oleh Kas Negara/Kantor Pos dan Giro/Bank, dikembalikan kepada Direktorat Jendral Bea dan Cukai;

 

Lembar ke-2

:

oleh Direktorat Jendral Bea dan Cukai dikirim ke Direktorat Jendral Pajak sebagai lampiran Surat Pemberitahuan Masa;

 

Lembar ke-3

:

ditahan oleh Kas Negara/Kantor Pos dan Giro/Bank, untuk kemudian bersama-sama dengan segi pembayaran, dikirim ke Direktorat Jendral Pajak;

 

Lembar ke-4

:

untuk arsip Kas Negara/Kantor Pos dan Giro/Bank.

2.

Pada formulir Surat Setoran Pajak harus dicantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Pemungut Pajak.

 

 

IV.

TATA CARA PELAPORAN.

1.

Direktorat Jendral Bea dan Cukai harus melaporkan PPh Pasal 22 yang telah dipungut kepada Direktorat Jendral Pajak dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah penyetoran. Pelaporan dilakukan dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 22 Impor.

2.

Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 22 Impor disertai lampiran :

 

a.

tindasan PPUD;

 

b.

lembar ke-2 Surat Setoran Pajak;

 

c.

lembar ke-2 Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 Impor;

 

d.

daftar dari Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 Impor dan PPUD/Nota Pembetulan.

3.

Jumlah uang yang tercantum dalam Surat Setoran Pajak, harus sama dengan seluruh penjumlahan sebagaimana tercantum dalam Segi Hitung dari Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dan harus sama pula dengan penjumlahan pemungutan PPh Pasal 22 yang tercantum dalam PPUD dan/atau Nota Pembetulan yang bersangkutan.

 

 

V.

LAIN-LAIN.

1.

PPUD yang dikirimkan kepada Direktorat Jendral Pajak harus ditandatangani oleh pejabat Direktorat Jendral Bea dan Cukai yang berwenang.

2.

Apabila Importir mengajukan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22, maka pada ruang bawah PPUD harus dicantumkan tanggal dan nomor Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 yang bersangkutan.

 

 

 

MENTERI KEUANGAN,

 

ttd

 

RADIUS PRAWIRO