Lampiran
I
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR : KEP.04/PJ.3/1986
TENTANG
PELIMPAHAN WEWENANG PEMBERIAN IZIN PELUNASAN BEA
METERAI
DENGAN MENGGUNAKAN CARA LAIN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
Menimbang |
: |
bahwa
untuk kelancaran pelaksanaan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea
Meterai perlu diatur pelimpahan wewenang pemberian izin pemakaian mesin teraan
meterai atau alat lainnya sebagaimana dimaksudkan dalam Keputusan Menteri
Keuangan Nomor : 104/KMK.04/1986 tanggal 22 Pebruari 1986 dengan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak; |
|
Mengingat |
: |
1. |
Pasal
7 ayat (2) huruf b Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai; |
|
|
2 |
Keputusan
Menteri Keuangan Nomor : 104/KMK.04/1986 tanggal 22 Pebruari 1986; |
MEMUTUSKAN :
Menetapkan |
: |
KEPUTUSAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PELIMPAHAN WEWENANG PEMBERIAN IZIN PELUNASAN BEA
METERAI DENGAN MENGGUNAKAN CARA LAIN. |
Pasal 1
Direktur
Jenderal Pajak melimpahkan wewenang pemberian izin pemakaian mesin teraan
meterai atau alat lainnya sebagai berikut :
a. |
untuk
wilayah DKI Jaya kepada Direktur Pajak Tidak Langsung; |
b. |
untuk
wilayah diluar DKI Jaya kepada Kepala Inspeksi Pajak sesuai dengan wilayahnya
masing-masing; |
Pasal 2
Keputusan
ini mulai berlaku pada tanggal 10 Maret 1986.
Ditetapkan di : JAKARTA
Pada tanggal : 8 Maret 1986
DIREKTUR
JENDERAL PAJAK,
ttd
DRS.
SALAMUN A.T.
Salinan Surat Keputusan DIREKTUR JENDERAL PAJAK Jakarta,
................................. |
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Nomor : KEP
-
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
Membaca |
: |
Surat
Permohonan ............................................................. ......................................................................................... ......................................................................................... |
|
Mengingat |
: |
1. |
Pasal
7 ayat (2) huruf b Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai; |
|
|
2 |
Keputusan
Menteri Keuangan Nomor : 104/KMK.04/1986 tentang pelunasan Bea Meterai dengan
menggunakan cara lain; |
|
|
3. |
Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-04/PJ.3/1986-8-3-86 tentang pelimpahan
wewenang pemberian izin pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan cara lain. |
MEMUTUSKAN :
Menetapkan |
: |
Memberi
izin kepada |
||
|
|
Nama/Nama Perusahaan |
: |
.......................................... |
|
|
Jenis Usaha |
: |
.......................................... |
|
|
Alamat/Tempat kedudukan |
: |
.......................................... |
|
|
N P W P |
: |
.......................................... |
|
|
untuk
menggunakan mesin teraan meterai |
||
|
|
Merk |
: |
.......................................... |
|
|
Type/model |
: |
.......................................... |
|
|
Tahun pembikinan |
: |
.......................................... |
|
|
Nomor Mesin |
: |
.......................................... |
yang
akan dipakai untuk melunasi Bea Meterai atas dokumen yang akan digunakan dengan
syarat-syarat sebagai berikut :
1. |
Mesin
teraan meterai baru dapat digunakan setelah : |
|
|
a. |
dilunasi
jumlah Bea Meterai sebesar Rp. ............ (
.....................................) yang penyetorannya dilakukan dengan
menggunakan Surat Setoran bentuk KPU 8A. |
b. |
dilakukan
pemasangan segel atas mesin teraan meterai sesuai dengan Berita Acara
pemasangan Segel mesin teraan meterai. |
|
2 |
Pemilik
atau pemakai mesin teraan meterai setiap bulan harus menyampaikan laporan pemakaian
mesin teraan meterai kepada Direktur Pajak Tidak Langsung atau Kepala
Inspeksi Pajak setempat. |
|
3. |
Pemilik
atau pemakai mesin teraan meterai diharuskan pula melaporkan kepada pejabat
yang disebut pada butir 2 dalam hal : |
|
|
a. |
mesin
teraan meterai karena sesuatu hal tidak dipergunakan lagi; |
b. |
terjadi
perubahan alamat atau tempat kedudukan dari pemilik atau pemakai mesin teraan
meterai atau tempat kedudukan perusahaan. |
|
4. |
Pejabat
yang ditunjuk oleh Direktur Pajak Tidak Langsung atau Kepala Inspeksi Pajak
setempat sewaktu-waktu dapat melakukan penelitian atau pemeriksaan atas
pencatatan yang bertalian dengan pemakaian mesin teraan meterai yang
dipergunakan. |
|
5. |
Pelanggaran
terhadap ketentuan pada butir 1 sampai dengan 4 dapat mengakibatkan selain
dari dicabutnya izin pemakaian mesin teraan meterai yang telah diterbitkan
juga pengenaan sanksi-sanksi lain berdasarkan ketentuan yang diatur dalam
Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985. |
A.n.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK .................................................. .................................................. NIP
............................................ |
Salinan
surat keputusan ini
disampaikan
kepada :
1.
2.
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
BERITA ACARA
TENTANG
PEMASANGAN SEGEL MESIN TERAAN METERAI
NOMOR :
............................................................
1. |
Pada hari
ini tanggal ...................................19 .......... telah dilakukan
pemasangan segel sebuah mesin teraan meterai merk
................................ Type/Tahun .......................... Nomor
Mesin ............................ |
|||
2 |
Atas
penyegelan mesin teraan meterai pada butir 1 telah disetor di Kas Negara/Bank
*) sejumlah Rp. .........................
(..................................) sebagai pembayaran dimuka Bea Meterai
dengan menggunakan Surat Setoran KPU 8A tanggal ...................... Yang
buktinya dilampirkan bersama ini. |
|||
3. |
Pemakaian
mesin teraan meterai pada butir 1 dimulai dengan angka pembilang
.............. sampai dengan
...................... |
|||
4. |
a. |
Bilamana
angka pembilang akhir mesin teraan meterai akan mencapai angka akhir dari
angka yang tercantum pada butir 3, pemilik atau pemakai mesin teraan meterai
dalam waktu sekurang-kurangnya 7 hari menjelang berakhirnya angka pembilang
akhir, mengajukan permohonan perpanjangan dengan keharusan melakukan
penyetoran Bea Meterai sejumlah tersebut pada butir 2 diatas; |
||
b. |
Bilamana
angka pembilang akhir telah terlampaui, pemilik atau pemakai mesin teraan
meterai belum juga melakukan penyetoran Bea Meterai sebagaimana tersebut pada
butir 4a diatas, maka pemilik atau pemakai mesin teraan meterai wajib
melunasi Bea Meterai atas selisih angka pembilang tersebut, ditambah dengan
denda sebesar 200 %(dua ratus persen) dari jumlah yang kurang dibayar
berdasarkan pasal 8 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985. |
|||
5. |
Apabila
ternyata angka pembilang menunjukan angka bilangan yang tidak benar atau
terjadi sesuatu kerusakan pada mesin teraan meterai, pemilik atau pemakai
mesin teraan meterai harus segera menghentikan mesin teraan meterai dan
melaporkan hal itu kepada Direktur Pajak Tidak Langsung cq Kepala Inspeksi
Pajak setempat atau pejabat yang ditunjuk untuk itu. |
|||
6. |
Mesin
teraan meterai pada butir 1 dipergunakan oleh : |
|||
|
Nama/nama
perusahaan |
: |
.................................................. |
|
Jenis
Usaha |
: |
.................................................. |
||
Alamat/tempat
kedudukan |
: |
.................................................. |
||
N P W
P |
: |
.................................................. |
||
Jakarta,
.................. 19 .............. A.n.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK ................................................... NIP ............................................. |
*)
Coret yang tidak perlu
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
BERITA ACARA PEMBUKAAN DAN
PEMASANGAN SEGEL MESIN METERAI
1. |
Pada hari
ini tanggal ........................... 19 .......... telah dilakukan
pembukaan dan pemasangan segel atas sebuah mesin teraan merk ...............
type/tahun .................. Nomor mesin .............. Karena angka
pembilang keseluruhan telah selesai terpakai, dengan angka pembilang akhir nomor ................ |
||
2 |
Untuk
pemakaian selanjutnya telah disetor lagi pada Kas Negara/Bank *) pada tanggal
............. sebesar Rp. .............. (........................... ) dengan
menggunakan Surat Setoran KPU 8A sebagaimana bukti terlampir. |
||
3. |
Pemakaian
mesin teraan meterai pada butir 2 dimulai dengan angka pembilang
...................... sampai dengan ........................... |
||
4. |
Mesin
teraan meterai pada butir 1 diatas dipergunakan oleh : |
||
|
Nama/nama
perusahaan |
: |
.................................................. |
Jenis
Usaha |
: |
.................................................. |
|
Alamat/tempat
kedudukan |
: |
.................................................. |
|
N P W
P |
: |
.................................................. |
Jakarta,
.................. 19 .............. A.n.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK ................................................... NIP
............................................. |
*).
Coret yang tidak perlu.
Lampiran
II
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 104/KMK.04/1986
TENTANG
PELUNASAN BEA METERAI DENGAN MENGGUNAKAN CARA LAIN
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang |
: |
bahwa
dengan berlakunya Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai dipandang
perlu untuk mengatur cara pelunasan Bea Meterai dengan cara lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985
tentang Bea Meterai dengan Keputusan Menteri Keuangan; |
|
Mengingat |
: |
1. |
Pasal
7 ayat (2) huruf b Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai
(Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3313); |
|
|
2 |
Keputusan
Presiden Nomor 45/M Tahun 1983; |
MEMUTUSKAN
Menetapkan |
: |
KEPUTUSAN
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELUNASAN BEA METERAI DENGAN
MENGGUNAKAN CARA LAIN. |
Pasal 1
Pelunasan
Bea Meterai dengan menggunakan cara lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(2) huruf b Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai adalah dengan
menggunakan mesin teraan meterai atau alat lain dengan tehnologi tertentu.
Pasal 2
Mesin
teraan atau alat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, penggunaannya harus
mendapatkan izin tertentu dari Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 3
Ijin
penggunaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diberikan kepada pemakai yang
memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 4
Pelaksanaan
Keputusan ini diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 5
Keputusan
ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Pebruari 1986
MENTERI KEUANGAN
ttd
RADIUS
PRAWIRO
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
INSPEKSI PAJAK
.................................................
Nomor |
: |
|
...............,
tgl. ............. 19 ......... |
Lampiran |
: |
|
|
Hal |
: |
Penolakan
permohonan Surat Keterangan
Bebas PPN/PPn. BM. |
|
|
|
|
Kepada
Yth. : ............................................ ............................................ di ______________________ |
Menunjuk
surat Saudara Nomor : ................... tanggal ............ 19........
tentang permohonan Surat Keterangan Bebas PPN/PPn. BM, dengan ini diberitahukan
bahwa atas penyerahan yang dilakukan oleh Saudara, sebagaimana tersebut dalam
kontrak sebagai berikut :
No.
Kontrak |
: |
|
Tgl.
Kontrak |
: |
|
Nilai
Kontrak |
: |
Rp.
..................................... (....................................................................................) |
tidak
dapat diberikan Surat Keterangan Bebas PPN/PPn. BM, karena atas penyerahan
tersebut termasuk penyerahan kena pajak yang terhutang :
1. |
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagaimana
tersebut dalam Pasal 4 Undang-undang PPN 1984. |
2. |
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn. BM)
sebagaimana tersebut dalam Pasal 5 Undang-undang PPN 1984. *) |
A/n.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK KEPALA
INSPEKSI PAJAK .................................................. (
___________________________ ) NIP.
: |
*)
Coret jika tidak perlu.