LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR

:

1287/KMK.04/1988

TANGGAL

:

23 DESEMBER 1988

 

TENTANG

 

TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN DAN LAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG

MEWAH OLEH BENDAHARAWAN SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK.

 

 

I.

U M U M

 

1.

SINGKATAN :

 

 

1.

BKP

:

Barang Kena Pajak

 

 

2.

JKP

:

Jasa Kena Pajak.

 

 

3.

KKN

:

Kantor Kas Negara.

 

 

4.

KPN

:

Kantor Pendaharaan Negara.

 

 

5.

PKP

:

Pengusaha Kena Pajak.

 

 

6.

PPN

:

Pajak Pertambahan Nilai.

 

 

7.

PPn-BM

:

Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

 

 

8.

SSP

:

Surat Setoran Pajak.

 

2.

DASAR HUKUM :

Pemungutan PPN dan PPn-BM oleh Bendaharawan berdasarkan atas Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 1988 tanggal 13 Desember 1988 tentang Penunjukan Badan-Badan tertentu dan Bendaharawan untuk memungut dan menyetor Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

 

3.

RUANG LINGKUP PEMUNGUTAN :

Semua pemungutan yang dilakukan oleh Bendaharawan atas BKP atau JKP yang dilakukan oleh PKP rekanan Pemerintah dipungut PPN dan atau PPn.BM.

Bendaharawan tidak memungut PPN atau PPn.BM sepanjang pengusaha rekanan Pemerintah menyerahkan Barang atau Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 1 sampai dengan 8 Keputusan Menteri Keuangan ini.

 

4.

SAAT PEMUNGUTAN :

Pemungutan PPN dan atau PPn.BM dilakukan pada saat pembayaran oleh Bendaharawan kepada PKP rekanan Pemerintah.

 

5.

SAAT PENYETORAN :

PPN dan atau PPn.BM yang dipungut, disetorkan di Kas Negara/Bank Persepsi/Kantor Pos/Giro selambat-lambatnya pada, hari ke-10 setelah bulan dilakukannya pembayaran atas tagihan.

 

II.

TATA CARA PEMUNGUTAN :

 

1.

DASAR PEMUNGUTAN :

Dasar pemungutan PPN dan atau PPn.BM adalah jumlah pembayaran yang dilakukan oleh Bendaharawan.

 

2.

JUMLAH PPN ATAU PPn.BM YANG DIPUNGUT :

 

 

a.

Jumlah PPN yang dipungut adalah 10/110 bagian dari jumlah pembayaran.

 

 

 

Contoh

:

Jumlah pembayaran

=

Rp.  1.100,00

Jumlah PPN : 10/110 x Rp. 1.110,00

=

Rp.     100,00

Sisa yang dibayarkan kepada PKP rekanan

(Rp. 1.100,00 - Rp. 100,00)

=

Rp.  1.000,00

 

 

b.

Dalam hal penyerahan BKP di samping terutang PPN juga terutang PPn.BM maka jumlah PPN dan PPn.BM yang dipungut adalah sebagai berikut :

 

 

 

b.1.

Dalam hal terutang PPn.BM sebesar 10%, maka jumlah PPN yang dipungut sebesar 10/120 bagian dari jumlah pembayaran sedangkan jumlah PPn.BM yang dipungut sebesar 10/120 bagian dari jumlah pembayaran.

 

Contoh

:

PPn.BM dengan tarif 10%

 

 

 

Jumlah pembayaran

=

Rp.  1.200,00

Jumlah PPN yang dipungut : 10/120 x Rp. 1.200,00

=

Rp.     100,00

Jumlah PPn.BM yang dipungut : 10/120 x Rp. 1.200

=

Rp.     100,00

Sisa yang dibayarkan kepada PKP rekanan :

Rp. 1.200,00 - (Rp. 100,00 + 100,00)

=

Rp.   1.000,00

b.2.

Dalam hal terutang PPn.BM sebesar 20%, maka PPN yang dipungut adalah 10/130 bagian dari jumlah pembayaran, sedangkan jumlah PPn.BM yang dipungut sebesar 20/130 bagian dari jumlah pembayaran.

 

Contoh

:

PPn.BM dengan tarif 20%.

 

 

 

Jumlah pembayaran

=

Rp.  1.300,00

Jumlah PPN yang dipungut : 10/130 x Rp. 1.300,00

=

Rp.     100,00

Jumlah PPn.BM yang dipungut : 20/130 x Rp. 1.300

=

Rp.     200,00

Sisa yang dibayarkan kepada PKP rekanan :

Rp. 1.300,00 - (Rp. 100,00 + Rp. 200,00)

=

Rp.  1.000,00

b.3.

Dalam hal terutang PPn.BM sebesar 30%, maka jumlah PPN yang dipungut adalah 10/140 bagian dari jumlah pembayaran, sedangkan jumlah PPn.BM yang dipungut sebesar 30/140 bagian dari jumlah pembayaran.

 

Contoh

:

PPn.BM dengan tarif 30%.

 

 

 

Jumlah pembayaran

=

Rp.  1.400,00

Jumlah PPN yang dipungut : 10/140 x Rp. 1.400,00

=

Rp.     100,00

Jumlah PPn.BM yang dipungut : 30/140 x Rp. 1.400

=

Rp.     300,00

Sisa yang dibayarkan kepada PKP rekanan :

Rp. 1.400,00 - (Rp. 100,00 + Rp. 300,00)

=

Rp.  1.000,00

 

3.

TATA CARA PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN :

 

 

a.

PKP rekanan Pemerintah membuat Faktur Pajak dan SSP pada saat menyampaikan tagihan kepada Bendaharawan baik untuk sebagian maupun seluruh pembayaran.

 

 

b.

Dalam hal penyerahan BKP tersebut terutang PPn.BM maka PKP rekanan Pemerintah mencantumkan jumlah PPn.BM yang terutang pada Faktur Pajak.

 

 

c.

Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a dibuat dalam rangkap 3 (tiga) :

 

 

 

-

Lembar ke-1 (warna putih)

:

untuk Bendaharawan.

-

Lembar ke-2 (warna merah muda)

:

untuk arsip PKP rekanan Pemerintah.

-

Lembar ke-3 (warna kuning muda)

:

untuk Inspeksi Pajak melalui Bendaharawan.

 

 

d.

SSP sebagaimana dimaksud dalam huruf a dibuat dalam rangkap 4 (empat) atas nama dan NPWP dari PKP rekanan Pemerintah. Setelah PPN/PPn.BM disetor di Kas Negara/Bank Persepsi/Kantor Pos dan Giro lembar-lembar SSP tersebut diperuntukan :

 

 

 

-

Lembar ke-1 (warna kuning muda)

:

untuk Inspeksi Pajak melalui KKN.

-

Lembar ke-2 (warna merah muda)

:

untuk PKP rekanan Pemerintah dilampirkan pada SPT Masa PPN.

-

Lembar ke-3 (warna putih)

:

untuk PKP rekanan Pemerintah.

-

Lembar ke-4 (warna hijau muda)

:

untuk Kantor Kas negara.

 

 

e.

Pada setiap lembar Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf c oleh Bendaharawan yang melakukan wajib dibubuhi “Disetor tanggal .........................................................  “ dan ditandatangani oleh Bendaharawan.

 

 

f.

Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran.

 

III.

TATA CARA PELAPORAN :

Bendaharawan yang melakukan pemungutan dan penyetoran PPN dan atau PPn.BM dari PKP rekanan Pemerintah diwajibkan pada setiap bulan melaporkan PPN dan atau PPn.BM yang telah dipungut dan disetor dengan menggunakan formulir “ Laporan pemungutan PPN dan atau PPn.BM “ yang dibuat dalam rangkap 3 (tiga) selambat-lambatnya pada hari ke-20 setelah bulan dilakukan pembayaran atas tagihan, dengan perincian sebagai berikut :

 

-

Lembar ke-1, dilampiri Faktur Pajak lembar ke-3 untuk KIP setempat.

 

-

Lembar ke-2, untuk KPN.

 

-

Lembar ke-3, untuk arsip Bendaharawan.

 

IV.

TATA CARA PENGAWASAN TERHADAP BENDAHARAWAN :

Pengawasan terhadap dipatuhinya ketentuan yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan ini dilakukan oleh kantor Perbendaharaan Negara dan Kantor Inspeksi Pajak setempat.

 

 

 

 

 

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

 

ttd

 

J.B. SUMARLIN