LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR

:

1288/KMK.04/1988

TANGGAL

:

23 DESEMBER 1988

 

TENTANG

 

TATA CARA PEMUNGUTAN, DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

OLEH KANTOR PERBENDAHARAAN NEGARA SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK.

 

I.

UMUM

 

1.

SINGKATAN :

 

 

1.

BKP

:

Barang Kena Pajak

 

 

2.

JKP

:

Jasa Kena Pajak.

 

 

3.

KKN

:

Kantor Kas Negara.

 

 

4.

KPN

:

Kantor Pendaharaan Negara.

 

 

5.

PKP

:

Pengusaha Kena Pajak.

 

 

6.

PPN

:

Pajak Pertambahan Nilai.

 

 

7.

PPn-BM

:

Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

 

 

8.

SPM

:

Surat Perintah Membayar.

 

 

9.

SSP

:

Surat Setoran Pajak.

 

2.

DASAR HUKUM :

Pemungutan PPN dan PPn BM oleh KPN didasarkan pada Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 1988 tanggal 13 Desember 1988, tentang penunjukan Badan-badan tertentu dan Bendaharawan untuk memungut dan menyetor Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

 

3.

RUANG LINGKUP PEMUNGUTAN :

Semua pembayaran dari KPN atas penyerahan BKP atau JKP yang dilakukan oleh PKP rekanan Pemerintah dipungut PPN dan atau PPnBM.

KPN tidak memungut PPN dan atau PPn.BM sepanjang pengusaha rekanan Pemerintah menyerahkan barang atau jasa yang menurut Undang-undang Tahun 1984 tidak terutang PPN.

 

4.

SAAT PEMUNGUTAN DAN PENCATATAN PENYETORAN PAJAK:

Pemungutan dan pencatatan penyetoran PPN dan atau PPN.BM yang dipungut, dilakukan pada saat pembayaran oleh KPN kepada PKP rekanan Pemerintah.

 

II.

TATA CARA PEMUNGUTAN DAN PENCATATAN PENYETORAN PAJAK :

 

1.

DASAR PEMUNGUTAN :

Dasar pemungutan PPN dan atau PPn.BM adalah jumlah pembayaran yang dilakukan KPN sebagaimana tersebut pada SPM.

 

2.

JUMLAH PPN ATAU PPn.BM YANG DIPUNGUT :

 

 

a.

Jumlah PPN yang dipungut adalah 10/110 bagian dari jumlah pembayaran,

 

 

 

Contoh

:

Jumlah pembayaran

=

Rp.  1.100,00

Jumlah PPN : 10/110 x Rp. 1.110,00

=

Rp.     100,00

Sisa yang dibayarkan kepada PKP rekanan

(Rp. 1.100,00 - Rp. 100,00)

=

Rp.  1.000,00

 

 

b.

Dalam hal penyerahan BKP di samping terutang PPN juga terutang PPn.BM, maka jumlah PPN dan PPn.BM yang dipungut adalah sebagai berikut :

 

 

 

b.1.

Dalam hal terutang PPn.BM sebesar 10%, maka jumlah PPN yang dipungut sebesar 10/120 bagian dari jumlah pembayaran, sedangkan jumlah PPn.BM yang dipungut sebesar 10/120 bagian dari jumlah pembayaran.

 

Contoh

:

PPn.BM dengan tarif 10%

 

 

 

Jumlah pembayaran

=

Rp.  1.200,00

Jumlah PPN yang dipungut : 10/120 x Rp. 1.200,00

=

Rp.     100,00

Jumlah PPn.BM yang dipungut : 10/120 x Rp. 1.200

=

Rp.     100,00

Sisa yang dibayarkan kepada PKP rekanan :

Rp. 1.200,00 - (Rp. 100,00 + 100,00)

=

Rp.   1.000,00

b.2.

Dalam hal terutang PPn.BM sebesar 20%, maka jumlah PPN yang dipungut adalah 10/130 bagian dari jumlah pembayaran, sedangkan PPn.BM yang dipungut sebesar 20/130 bagian dari jumlah pembayaran,

 

Contoh

:

PPn.BM dengan tarif 20%.

 

 

 

Jumlah pembayaran

=

Rp.  1.300,00

Jumlah PPN yang dipungut : 10/130 x Rp. 1.300,00

=

Rp.     100,00

Jumlah PPn.BM yang dipungut : 20/130 x Rp. 1.300

=

Rp.     200,00

Sisa yang dibayarkan kepada PKP rekanan :

Rp. 1.300,00 - (Rp. 100,00 + Rp. 200,00)

=

Rp.  1.000,00

b.3.

Dalam hal terutang PPn.BM sebesar 30%, maka jumlah PPN yang dipungut adalah 10/140  bagian dari jumlah pembayaran, sedangkan jumlah PPn.BM yang dipungut sebesar  30/140 bagian dari jumlah pembayaran.

 

Contoh

:

PPn.BM dengan tarif 30%.

 

 

 

Jumlah pembayaran

=

Rp.  1.400,00

Jumlah PPN yang dipungut : 10/140 x Rp. 1.400,00

=

Rp.     100,00

Jumlah PPn.BM yang dipungut : 30/140 x Rp. 1.400

=

Rp.     300,00

Sisa yang dibayarkan kepada PKP rekanan :

Rp. 1.400,00 - (Rp. 100,00 + Rp. 300,00)

=

Rp.  1.000,00

 

3.

TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN, PENCATATAN PENYETORAN PAJAK DAN BUKTI PEMUNGUTAN :

 

 

a.

PKP rekanan Pemerintah membuat Faktur Pajak dan SSP pada saat menyampaikan tagihan kepada KPN baik untuk pembayaran sebagian maupun seluruhnya.

 

 

b.

SSP termaksud pada huruf a diisi dengan membubuhkan NPWP dan identitas rekanan Pemerintah yang bersangkutan, tetapi penanda tanganan dilakukan oleh KPN sebagai penyetor atas nama wajib pajak.

 

 

c.

Dalam hal penyerahan BKP tersebut terutang PPn.BM maka PKP rekanan Pemerintah mencantumkan juga jumlah PPn.BM yang terutang pada Faktur Pajak.

 

 

d.

Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a dibuat dalam rangkap 3 (tiga) :

 

 

 

-

Lembar ke-1 (warna putih)

:

untuk KPN

-

Lembar ke-2 (warna merah muda)

:

untuk arsip PKP rekanan Pemerintah.

-

Lembar ke-3 (warna kuning muda)

:

untuk Inspeksi Pajak melalui KPN

 

 

e.

SSP sebagaimana dimaksud dalam huruf a dibuat dalam rangkap 4 (empat) atas nama dan NPWP dari PKP rekanan Pemerintah yang diperuntukkan :

 

 

 

-

Lembar ke-1 (warna kuning muda)

:

untuk Inspeksi Pajak melalui KKN

-

Lembar ke-2 (warna merah muda)

:

untuk PKP rekanan Pemerintah melalui KKN dilampirkan pada SPT Masa PPN

-

Lembar ke-3 (warna putih)

:

untuk PKP rekanan Pemerintah melalui KKN untuk arsip

-

Lembar ke-4 (warna hijau)

:

untuk Kantor Kas Negara.

 

 

f.

Pada setiap lembar Faktur Pajak dan SSP sebagaimana dimaksud dalam huruf c dan d oleh KPN yang melakukan pemungutan dicantumkan nomor dan tanggal advis SPM.

 

 

g.

SSP lembar ke-1 (warna kuning muda), dan lembar ke-2 (warna merah muda) diberikan catatan “TELAH DIBUKUKAN: oleh KKN.

 

III.

TATA CARA PELAPORAN :

 

1.

LAPORAN KPN :

 

 

a.

KPN setiap hari kerja menyampaikan lembar ke-3 Faktur Pajak (warna kuning muda) yang telah dibubuhi catatan nomor dan tanggal advis SPM  kepada Inspeksi Pajak dengan Surat Pengantar.

 

 

b.

Dalam hal tidak ada Faktur Pajak yang disampaikan pada hari itu maka Surat Pengantar tetap dibuat dengan catatan “Faktur Pajak NIHIL”.

 

2.

LAPORAN KKN :

KKN setiap hari kerja menyampaikan SSP lembar ke-1 (warna kuning muda) yang telah diberi teraan KAS REGISTER bersama-sama dengan segi mesin (KK.6) dan segi pajak lainnya dengan Pengantar KK.26.

 

 

 

 

                                                      

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

 

ttd

 

J.B. SUMARLIN