PETUNJUK PELAKSANAAN

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

TENTANG

TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK

 

1.

UMUM

 

Tata usaha piutang pajak yang ada seharusnya menggambarkan jumlah piutang pajak yang menjadi hak negara secara konkrit dapat ditagih kepada Wajib Pajak. Oleh karena itu bagian piutang pajak yang memang sudah tidak mungkin dapat ditagih lagi harus dikeluarkan dari tata usaha piutang pajak agar diperoleh angka yang benar. Sejalan dengan peraturan perundang-undangan pajak yang berlaku sekarang serta peraturan-peraturan pelaksanaannya maka perlu untuk menyelenggarakan tata usaha yang dapat menampung maksud dari pada ketentuan-ketentuan yang ada, yaitu :

 

-

Tata usaha piutang pajak atas penetapan pajak berdasarkan penelitian/pemeriksaan.

 

-

Tata usaha penerimaan baik yang berasal dari pembayaran angsuran maupun pembayaran dari penetapan.

 

-

Tata usaha restitusi.

 

-

Tata usaha penyelesaian keberatan.

 

-

dan lain-lain.

 

Sebagai pelaksanaan dari Pasal 24 Undang-Undang No. 6 Tahun 1993, telah ditetapkan Keputusan Menteri Keuangan RI No. 952/KMK.04/1983 tanggal 31 Desember 1983 dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-01/PJ.4/1989 tanggal 27 April 1989 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak dan Penetapan Besarnya Penghapusan. Selanjutnya perlu diberikan petunjuk pelaksanaan sebagai berikut :

 

 

II.

PIUTANG PAJAK YANG DAPAT DIHAPUSKAN DAN SYARAT-SYARAT YANG HARUS DIPENUHI :

 

a.

Piutang pajak yang dapat dihapuskan :

 

 

Menurut Pasal 1 SK Menteri Keuangan RI No. 952/KMK.04/1983 tanggal 31 Desember 1983 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak dan Penetapan Besarnya Penghapusan, sebagai pelaksanaan dari Pasal 24 Undang-Undang No. 6 Tahun 1983, piutang pajak dapat dihapuskan apabila dipenuhi syarat-syarat berikut :

 

 

1.

Piutang pajak tersebut tercantum dalam Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak Tambahan. Piutang Pajak yang tercantum dalam STP, SKP dan SKPT adalah untuk menjamin bahwa piutang pajak itu benar-benar telah ditata-usahakan sebagai piutang pajak berdasarkan peraturan yang ada. Disamping syarat-syarat tersebut diatas juga harus dipenuhi syarat-syarat bahwa terhadap piutang-piutang pajak yang akan dihapuskan itu telah dilakukan upaya tindakan penagihan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

 

 

2.

Syarat-syarat Penghapusan Piutang Pajak.

 

 

 

Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dihapuskan sebagai piutang pajak adalah :

 

 

 

2.1.

Wajib Pajak telah meninggal dunia.

 

 

 

 

2.1.1

Apabila Wajib Pajak/Penanggung Pajak meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta warisan dan tidak mempunyai ahli waris maka di perlukan dokumen-dokumen untuk mendukung alasan penghapusan piutang pajak tersebut.

 

 

 

 

 

Dokumen-dokumen tersebut dapat berupa :

 

 

 

 

 

-

Surat keterangan meninggal dunia dari Pejabat Daerah setempat (minimal Lurah) atau berdasarkan putusan pengadilan atau Rumah Sakit (jika Wajib Pajak / Penanggung Pajak meninggal di Rumah Sakit).

 

 

 

 

 

-

Surat Keterangan bahwa Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak mempunyai ahli waris.

 

 

 

 

 

-

Berdasarkan Surat Keterangan Pejabat Pemerintah setempat (minimal lurah) atau berdasarkan putusan Pengadilan bahwa Wajib Pajak / Penanggung Pajak tidak meninggalkan harta warisan.

 

 

 

 

2.1.2.

Dalam hal Wajib Pajak meninggal dunia meninggalkan warisan maka penagihan (dengan Surat Paksa) ditujukan kepada ahli warisnya atau kepada pelaksana Surat Wasiat.

 

 

 

 

 

Setelah enam bulan sejak meninggalnya Wajib Pajak, maka Surat Paksa dibuat atas nama para ahli waris. Para ahli waris harus dikuatkan dengan penetapan/Fatwa Ahli Waris oleh Pengadilan.

 

 

 

 

2.1.3

Dalam hal Wajib Pajak/Penanggung Pajak meninggal dunia dengan meninggalkan warisan tetapi tidak mempunyai ahli waris atau ada ahli waris tetapi tidak dikuatkan dengan Fatwa Ahli Waris, maka tagihan pajak ditujukan kepada Balai Harta Peninggalan/Pelaksana Surat Wasiat, atau yang mengurus harta peninggalan tersebut.

 

 

 

2.2

Wajib Pajak tidak dapat diketemukan lagi.

 

 

 

 

Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak dapat diketemukan lagi karena :

 

 

 

 

2.2.1

Wajib Pajak/Penanggung Pajak pindah alamat dan tidak memberitahukan alamat barunya maka diperlukan Surat Keterangan dari Pejabat Daerah Setempat (minimal Lurah) tentang hal tersebut.

 

 

 

 

2.2.2

Wajib Pajak/Penanggung Pajak meninggalkan Indonesia.

 

 

 

 

 

Untuk ini diperlukan keterangan yang menyatakan hal itu dari :

 

 

 

 

 

-

Pejabat daerah setempat yang menyatakan ketidak beradaannya pada alamat yang dimaksud.

 

 

 

 

 

-

Pejabat imigrasi yang memberikan izin meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. Terhadap golongan Wajib Pajak 2.2.1. dan 2.2.2 tersebut diatas usul penghapusan baru dapat dibuat setelah memenuhi persyaratan daluwarsa.

 

 

 

2.3

Wajib Pajak tidak mempunyai harta kekayaan lagi.

 

 

 

 

2.3.1

Wajib Pajak/Penanggung Pajak Badan tidak mempunyai kekayaan lagi dimaksudkan bahwa aktiva Wajib Pajak/Penanggung Pajak sudah habis terjual tetapi masih mempunyai hutang termasuk hutang pajak. Dalam Neraca Likwidasi tampak bagian debet memuat saldo rugi sedangkan bagian kredit memuat hutang-hutang (incl. hutang pajak). Dalam hal demikian maka Wajib Pajak/Penanggung Pajak Badan tersebut dapat dikatakan tidak mempunyai harta kekayaan lagi. Untuk mendukung keadaan Wajib Pajak Badan tersebut harus ditunjang dengan dokumen berupa antara lain :

 

 

 

 

 

-

Akte Pembubaran

 

 

 

 

 

-

Neraca Likwidasi

 

 

 

 

 

-

Keputusan kepailitan dari Pengadilan Negeri.

 

 

 

 

 

Hutang Pajak yang masih tersisa tersebut ditagih terus kepada Wakilnya (Pasal 21 ayat (1) KUP). Pengecualian dari tanggung jawab renteng dari para wakil tersebut yaitu dalam hal mereka dapat membuktikan dan meyakinkan Direktur Jenderal Pajak bahwa mereka dalam kedudukannya benar-benar tidak mungkin dibebani tanggung jawab atau pajak yang terhutang tersebut (Ps. 32 ayat (2) KUP).

 

 

 

 

 

Dalam hal aktiva Wajib Pajak tidak ada lagi maka piutang pajak ditagih kepada wakilnya. Jika penagihan sampai dengan tingkat ini piutang pajak tetap tidak mungkin ditagih karena :

 

 

 

 

 

-

Wakilnya secara nyata juga sudah jatuh miskin dan dikuatkan dengan Surat Keterangan dari Pejabat Daerah Setempat (minimal Lurah) atau

 

 

 

 

 

-

Wakilnya dapat membuktikan dan meyakinkan Direktur Jenderal Pajak bahwa mereka benar-benar tidak mungkin di bebani tanggung jawab atas pajak yang terhutang.

 

 

 

 

 

Maka piutang pajak tersebut dapat dihapuskan dengan syarat bahwa Wajib Pajak Badan yang bersangkutan harus membubarkan diri atau dalam hal Wajib Pajak tidak bersedia membubarkan diri maka penghapusan dilakukan sesudah hak untuk menagih daluwarsa.

 

 

 

 

2.3.2.

Bagi Wajib Pajak/Penanggung Pajak Perseorangan, maka untuk menghapuskan hutang pajaknya yang diperlukan :

 

 

 

 

 

-

Surat Keterangan dari Pejabat Daerah Setempat (minimal Lurah) yang menyatakan WP tidak mempunyai harta kekayaan lagi.

 

 

 

 

 

-

Surat Keterangan dari Pemberi Kerja apabila Wajib Pajak Penanggung Pajak menjadi karyawan, tentang besarnya Penghasilan yang diterima.

 

 

 

 

 

Keterangan tersebut akan menjadi bahan pertimbangan fiskus untuk meneliti apakah Wajib Pajak/Penanggung Pajak masih mungkin untuk menyisihkan penghasilannya untuk tujuan mengangsur hutang pajaknya.

 

 

 

 

2.4

Hak untuk melakukan penagihan sudah daluwarsa.

 

 

 

 

 

Piutang pajak yang tercantum dalam STP, SKP atau SKPT juga dapat dihapuskan apabila hak untuk melakukan penagihan sudah daluwarsa, sesuai dengan Pasal 22 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

 

 

 

 

 

 

 

b.

Besarnya Penghapusan Piutang Pajak.

 

 

Besarnya piutang pajak yang dapat dihapuskan adalah sisa piutang pajak yang tercantum dalam STP, SKP dan SKPT yang belum dilunasi oleh Wajib Pajak/Penanggung Pajak dan memenuhi syarat untuk dihapuskan.

 

 

 

III.

URUTAN PEKERJAAN YANG HARUS DILAKUKAN.

 

1.

Penyusunan Daftar Piutang Pajak yang diperkirakan tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi.

 

 

1.1.

Sumber Penyusunan daftar ini adalah tindasan STP, SKP, SKPT/Kohir yang belum lunas.

 

 

1.2.

Dari tindasan STP, SKP, SKPT/Kohir yang belum lunas tersebut dapat diketahui tindakan-tindakan penagihan yang telah dilakukan, karena setiap tindakan penagihan yang telah dilakukan dicatat dalam tindasan STP, SKP, SKPT/Kohir yang bersangkutan.

 

 

1.3.

Apabila tindakan penagihan telah mencapai tingkat paksa ataupun bahkan Sita maka keterangan lebih lanjut dapat dibaca dari Laporan Pelaksanaan Surat Paksa atau Berita Acara Sita. Kedua dokumen itu akan memberi petunjuk kepada kita tentang langkah yang akan diambil lebih lanjut.

 

 

1.4.

Penyusunan daftar tersebut dilakukan antara tanggal 25 sampai akhir bulan setiap bulan. Daftar yang dipergunakan adalah Formulir bentuk KP Pan 18 : "DAFTAR PIUTANG PAJAK YANG DIPERKIRAKAN TIDAK DAPAT ATAU TIDAK MUNGKIN DITAGIH LAGI".

 

 

 

1.4.1

Pembuatan Daftar KP Pan 18.

 

 

 

 

Daftar ini dibuat untuk setiap jenis pajak dan dapat dipakai untuk membuat :

 

 

 

 

a.

Daftar Wajib Pajak yang akan dilakukan pemeriksaan setempat, atau

 

 

 

 

b.

Daftar Wajib Pajak yang akan dilakukan penelitian administrasi.

 

 

 

 

 

Daftar (a) dibuat dalam rangkap 3 :

 

 

 

 

 

-

Lembar ke-1 untuk Sub Seksi Penagihan

 

 

 

 

 

-

Lembar ke-2 untuk Sub Seksi Tata Usaha Piutang Pajak,

 

 

 

 

 

-

Lembar ke-3 untuk arsip Kepala KPP.

 

 

 

 

 

Daftar (b) dibuat dalam rangkap 2 :

 

 

 

 

 

-

Lembar ke-1 untuk Sub Seksi Tata Usaha Piutang Pajak,

 

 

 

 

 

-

Lembar ke-2 untuk arsip Kepala KPP.

 

 

 

1.4.2.

Cara Pengisian Daftar.

 

 

 

 

Kolom 1, 2, 3, 5 cukup jelas.

 

 

 

 

Kolom 4,

tahun pajak, dapat diisi lebih dari satu tahun pajak apabila   Wajib Pajak yang bersangkutan mempunyai hutang pajak lebih dari satu tahun pajak.

 

 

 

 

Kolom 6,

diisi angka dari bagian bawah tindasan STP/SKP/STKP/Kohir jumlah yang masih harus dibayar.

 

 

 

 

Kolom 7,

diisi jumlah pembayaran atas STP, SKP, SKPT/Kohir tersebut sampai saat dibuat daftar dimaksud.         

 

 

 

 

Kolom 8,

sisa kolom 6 dikurangi kolom 7

 

 

 

 

Kolom 9,

diisi tindakan penagihan terakhir yang telah dilakukan sesuai penelitian.

 

 

 

 

Kolom 10,

cukup jelas.

 

 

 

 

Kolom 11,

disposisi Kepala KPP : diisi dengan catatan tentang persetujuan atau penolakan Kepala KPP.

 

 

1.5.

Kepala Sub Seksi Tata Usaha Piutang Pajak bertanggung jawab dalam menyusun Daftar KP. Pan 18 tersebut. Kepala Seksi Penagihan dan Verifikasi melakukan penelitian terhadap daftar tersebut selanjutnya menandatangani dan kemudian meneruskan kepada Kepala KPP.

 

 

1.6.

Kepala KPP memberikan catatan atas daftar tersebut dan mengirimkan ke :

 

 

 

-

Sub Seksi Penagihan

=

Lembar ke-1 Daftar Wajib Pajak yang harus dilakukan pemeriksaan setempat.

 

 

 

-

Sub Seksi Tata Usaha Piutang Pajak

=

lembar ke-1 Daftar Wajib Pajak yang harus dilakukan penelitian administrasi.

 

 

 

-

Lembar ke-2 Daftar Wajib Pajak yang harus dilakukan pemeriksaan setempat.

 

 

 

 

2.

Pemeriksaan Setempat.

 

 

2.1.

Untuk memastikan keadaan Wajib Pajak yang tercantum dalam daftar dimaksud pada butir III.1.4.1. huruf a maka harus dilakukan pemeriksaan setempat terhadap Wajib Pajak yang bersangkutan.

 

 

2.2.

Pemeriksaan dilakukan oleh Petugas Seksi Penagihan dan Verifikasi. Kepala KPP menunjuk Pemeriksa yang dibebani tugas pemeriksaan setempat tersebut dengan mengeluarkan Surat Perintah Pemeriksaan setempat dengan menggunakan formulir bentuk KP. Pan 24.

 

 

2.3.

Laporan hasil Pemeriksaan dengan menggunakan formulir bentuk KP. Pan 25 harus menggambarkan keadaan Wajib Pajak yang bersangkutan sebagai dasar untuk menentukan besarnya piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi. Laporan hasil pemeriksaan setempat ini merupakan salah satu syarat untuk dapat menghapus piutang pajak. Oleh karena itu selain menggambarkan keadaan Wajib Pajak juga harus diperkuat dengan dokumen-dokumen/surat keterangan dari dari pihak ke-3, sebagaimana dimaksud pada butir II 2.1, 2.2, dan 2.3. Setelah laporan Hasil Pemeriksaan Setempat ditandatangani oleh kepala KPP maka :

 

 

 

-

Asli laporan disampaikan kepada kepala Seksi Penagihan dan Verifikasi untuk ditatausahakan.

 

 

 

-

Tembusan ke-1, untuk Seksi Tata usaha Perpajakan (ke Berkas Induk),

 

 

 

-

Tembusan ke-2, arsip Pemeriksa

 

 

 

 

3.

Penelitian administrasi tentang Kedaluwarsaan.

 

 

3.1.

Sebagaimana halnya dengan laporan hasil pemeriksaan setempat, maka laporan hasil penelitian administrasi tentang kedaluwarsaan hak untuk menagih piutang pajak ini juga merupakan syarat untuk dapat menghapuskan piutang pajak.

 

 

3.2.

Penelitian meliputi hal-hal yang menyangkut tindakan-tindakan penagihan yang telah dilaksanakan sampai saat dilakukan penelitian tersebut.

 

 

3.3.

Penelitian administrasi ini dilakukan sejalan dengan maksud Pasal 22 KUP dan dilaksanakan oleh Petugas Peneliti pada Sub Seksi Tata Usaha Piutang Pajak.

 

 

3.4.

Setelah laporan ditandatangani oleh Kepala KPP maka :

 

 

 

-

Asli laporan disampaikan kepada Kepala Seksi Penagihan dan Verifikasi untuk ditatausahakan.

 

 

 

-

Tembusan laporan untuk arsip Peneliti.

 

 

 

Laporan tersebut menggambarkan secara jelas mengenai alasan kedaluwarsaan tersebut. Laporan Hasil Penelitian Administrasi menggunakan formulir bentuk KP. Pan 26.

 

 

 

 

4.

Pembukuan Laporan Hasil Pemeriksaan Setempat dan Hasil Penelitian Administrasi.

 

 

4.1.

Seksi Penagihan dan Verifikasi menyelenggarakan Buku Register Usulan Penghapusan Piutang Pajak dengan menggunakan bentuk KP. Pan 19. Buku ini dibuat untuk setiap jenis pajak.

 

 

4.2.

Buku ini diisi setiap kali ada Laporan Hasil Pemeriksaan Setempat (KP. Pan 25) atau Laporan Hasil Penelitian (KP. Pan 26) yang diterima dari Kepala KPP dan ditutup setiap akhir bulan.

 

 

4.3.

Pembuatan Daftar KP. Pan 19, Pelaksanaan pemeriksaan setempat, penelitian administrasi dan penyelenggaraan Buku Register Usulan Penghapusan Piutang Pajak (KP. Pan 19) tersebut dilakukan setiap bulan dengan maksud agar pekerjaan dapat dilakukan secara teliti, berkesinambungan, tidak terburu-buru dan tidak menumpuk pada akhir tahun.

 

 

 

Sejalan dengan maksud ini maka setiap bulan Kepala KPP mengirimkan Kutipan Buku Register Usulan Penghapusan Piutang Pajak itu ke Kantor Wilayah atasannya untuk apabila perlu melakukan penelitian/pemeriksaan ulang sekiranya data yang diterimanya tersebut meragukan. Hasil penelitian/pemeriksaan oleh Kanwil tersebut diberitahukan kepada Kepala KPP yang bersangkutan untuk dapat melakukan penyesuaian sehingga Register tersebut akan memuat daftar piutang yang betul-betul tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi.

 

 

 

Cara pengisian KP. Pan 19.

 

 

 

Kolom 1 s/d 8, 

cukup jelas.

 

 

 

Kolom 9,

diisi dengan tindakan penagihan yang terakhir dilakukan.

 

 

 

Kolom 10,

cukup jelas.

 

 

 

Kolom 11,

diisi tanggal pengajuan usul untuk penghapusan.

 

 

 

Kolom 12,

diisi apabila ada Wajib Pajak yang perlu dilakukan penelitian/pemeriksaan ulang karena adanya data/keterangan baru. Usul penghapusan piutang pajak yang bersangkutan dicatat dalam Buku Register Lagi pada saat laporan pemeriksaan/penelitian ulang disetujui Kepala KPP.

 

 

 

Kolom 13,

diisi tanggal dan nomor Surat Keputusan Menteri Keuangan.

 

 

 

Kolom 14,

diisi keterangan yang perlu, misalnya usulan penghapusan piutang pajak bagi seseorang Wajib Pajak/Penanggung Pajak ditolak oleh Menteri Keuangan.

 

 

 

 

 

 

5.

Pengiriman Daftar Usulan Penghapusan Piutang Pajak.

 

 

5.1.

Setiap akhir tahun Kepala Sub Seksi Tata Usaha Piutang Pajak menyusun Daftar Usulan Penghapusan Piutang Pajak (DUPP) dengan menggunakan formulir bentuk KP. Pan 20.Daftar Usulan Penghapusan Piutang Pajak itu disusun dari Buku Register Usulan Penghapusan Piutang Pajak dan berisi Wajib Pajak yang telah diperiksa/diteliti dari periode Desember tahun yang lalu sampai dengan Nopember.

 

 

5.2.

Daftar Usulan Penghapusan Piutang Pajak (KP. Pan 20) dibuat dalam rangkap enam dengan rincian sebagai berikut :

 

 

 

-

Lembar ke-1 dan 2 (KP. Pan 20 "dengan logo")

 

 

 

-

Lembar ke-3, 4, 5 dan 6 (KP. Pan 20 "tanpa logo").

 

 

5.3.

Setelah halaman terakhir dari lembar ke-3 sampai dengan ke-6 Daftar Usulan Penghapusan Piutang Pajak ditandatangani oleh Kepala KPP, maka selanjutnya keseluruhan (enam rangkap) DUPP (KP. Pan 20 "dengan logo") dan DUPP (KP. Pan 20 "tanpa logo") dikirim kepada Ka Kanwil atasannya selambat-lambatnya tanggal 10 Januari tahun berikutnya.

 

 

5.4.

Ka Kanwil menatausahakan DUPP yang diterima dari KPP bawahannya dalam Buku Register Usulan Penghapusan Piutang Pajak.Buku Register tersebut dibuat per KPP.

 

 

5.5.

Kepala Kantor Wilayah apabila perlu melakukan penelitian/pemeriksaan ulang terhadap piutang pajak yang masih diragukan kebenarannya untuk dihapuskan. Apabila hal tersebut terjadi maka Kantor Wilayah memberitahukan kepada Kepala KPP yang bersangkutan untuk membuat/melakukan penyesuaian dan

membuat Daftar usulan yang sudah diperbaharui dalam rangkap enam. Namun apabila penelitian/pemeriksaan ulang tidak dilakukan dan ini berarti Kantor Wilayah menyetujui mengenai kebenaran Daftar Usulan tersebut maka Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak membubuhkan tanda tangannya.

 

 

 

Waktu yang disediakan bagi kantor Wilayah untuk melakukan penelitian/pemeriksaan ulang dibatasi selama satu bulan sejak diterimanya daftar Usulan Penghapusan Piutang Pajak. Apabila Untuk melakukan penelitian/pemeriksaan ulang tersebut akan memakan waktu lebih dari satu bulan, maka terhadap piutang pajak yang diperiksa ulang dapat ditunda pengusulan penghapusannya sampai tahun berikutnya. Hal ini dimaksudkan untuk tidak mengganggu proses pengusulan yang lain.

 

 

5.7.

Selanjutnya berdasarkan DUPP (KP. Pan 20 "tanpa logo") tersebut, Ka Kanwil menyusun Daftar Rekapitulasi Piutang Pajak di Kantor Wilayah dengan menggunakan formulir bentuk KP. Pan 21a dalam rangkap 4.

 

 

 

Lembar ke-1 sampai dengan ke-3 KP. Pan 21a tersebut bersama-sama dengan DUPP lembar ke-1 dan ke-2 (KP. Pan 20 "dengan logo") serta DUPP lembar ke-3 dan ke-4 (KP. Pan 20 "tanpa logo") dikirimkan ke Kantor Pusat DJP (Direktorat Pemeriksaan Pajak), sedangkan DUPP lembar ke-5 (KP. Pan 20 "tanpa Logo") merupakan arsip Kanwil yang bersangkutan, dan lembar ke-6 dikirimkan kembali ke KPP masing-masing.

 

 

 

 

 

6.

Pembuatan Konsep Surat Keputusan Menteri Keuangan tentang Penghapusan Piutang Pajak.

 

 

6.1.

Direktur Pemeriksaan Pajak menatausahakan Daftar Usulan penghapusan Piutang Pajak yang diterima dari Kanwil dalam buku Register Usulan Penghapusan Piutang Pajak.

 

 

6.2.

Selambat-lambatnya satu bulan setelah diterimanya daftar di atas Direktur Jenderal Pajak menyampaikan Daftar Usulan Penghapusan Piutang Pajak kepada Menteri Keuangan.

 

 

 

 

 

7.

Penatausahaan Salinan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia tentang Penghapusan Piutang Pajak.

 

 

7.1.

Tata Usaha pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (Direktorat Pemeriksaan Pajak).

 

 

 

7.1.1.

Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak menerima salinan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia tentang Penghapusan iutang Pajak yang telah diterbitkan oleh Menteri Keuangan.

 

 

 

7.1.2.        

Direktorat Pemeriksaan Pajak (u.p. Sub Direktorat Penagihan) mencatat nomor dan tanggal Surat Keputusan Menteri Keuangan tersebut serta jumlah piutang pajak yang dihapuskan ke dalam Buku

Register Usulan Penghapusan Piutang Pajak dimaksud pada butir 6.1.

 

 

 

 

Salinan Surat keputusan Menteri Keuangan tersebut disimpan dalam odner khusus.

 

 

7.2.

Tata Usaha pada Kantor Wilayah.

 

 

 

7.2.1        

Kantor Wilayah menerima Salinan Surat Keputusan Menteri Keuangan RI tentang Penghapusan Piutang Pajak yang telah diterbitkan oleh Menteri Keuangan.

 

 

 

7.2.2.

Kantor Wilayah mencatat nomor dan tanggal Surat Keputusan Menteri Keuangan tersebut serta jumlah piutang pajak yang dihapuskan kedalam Buku Register Usulan Penghapusan Piutang Pajak dimaksud pada butir 5.4.

 

 

 

7.2.3.

Salinan/foto copy Surat Keputusan Menteri Keuangan tersebut disimpan dalam odner khusus.

 

 

 

 

 

 

 

7.3.

Tata Usaha pada Kantor Pelayanan Pajak.

 

 

 

7.3.1

Salinan Surat Keputusan Menteri Keuangan tentang Penghapusan Piutang Pajak yang diterima selain dicatat dalam Buku Agenda Surat Masuk, nomor dan tanggal Surat Keputusan tersebut dicatat pula pada kolom 13 Buku Register Usulan Penghapusan Piutang Pajak (KP. Pan 19)

 

 

 

7.3.2.

Kasubsi Tata Usaha Piutang Pajak membuat Petikan Salinan Surat Keputusan Menteri Keuangan tentang Penghapusan Piutang Pajak per Wajib Pajak (KP. Pan 21) yang berdasarkan lampiran-lampiran SK Menteri Keuangan dalam rangkap 2. Kepala seksi Penagihan dan Verifikasi setelah meneliti petikan tersebut kemudian menyampaikan kepada Kepala KPP untuk ditandatangani. Setelah ditandatangani kepala KPP, keseluruhan petikan tersebut dikirim ke Seksi Tata Usaha Perpajakan untuk dibuatkan Daftar Pengantar Keputusan Penghapusan Warna kuning.

 

 

 

7.3.3.

Setelah Daftar Pengantar Keputusan Penghapusan itu ditandatangani oleh Kepala KPP maka lembar ke-1 Daftar Pengantar beserta lembar ke-2 petikan salinan Surat Keputusan Menteri Keuangan tentang Penghapusan Piutang Pajak beserta Daftar Lampiran Surat Keputusan Menteri Keuangan dikirim ke Seksi Penagihan dan Verifikasi. Lembar ke-2 dimasukkan dalam Berkas Penagihan Wajib Pajak yang bersangkutan. Petikan dan salinan Keputusan Menteri Keuangan RI

tentang Penghapusan Piutang Pajak, tidak perlu dikirimkan kepada Wajib Pajak dengan pertimbangan bahwa yang daluwarsa adalah hak fiskus untuk melakukan penagihan pajak secara paksa, sedang hutang pajak itu sendiri pada dasarnya tidak/belum daluwarsa.

 

 

 

7.3.4.

Kasubsi Tata Usaha Piutang Pajak mencatat tentang Penghapusan piutang pajak tersebut dan selanjutnya melaporkan kepada Ka Kanwil dengan tindasan kepada Direktur Pemeriksaan Pajak (Laporan Penetapan, Pengurangan, Penghapusan, Pembayaran dan Tunggakan Pajak).

 

 

 

 

Lembar ke-2 Petikan Salinan Surat Keputusan Menteri Keuangan ditempel pada tindasan STP/SKP/SKPT/Kohir yang bersangkutan.

 

 

 

 

 

IV.

LAIN-LAIN

 

Wajib Pajak/Penanggung Pajak telah membayar hutang Pajaknya tetapi bukti pembayaran (segi pembayaran) tidak ada pada Kantor Pelayanan Pajak. Untuk kasus yang demikian, piutang pajak tidak otomatis akan dihapuskan tetapi harus dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

 

1.

Apabila Wajib Pajak/Penanggung Pajak membayar/melunasi hutang pajaknya melalui Kas Negara maka :

 

 

-

Periksa tanggal dan nomor cash register pada Surat Setoran Pajak Wajib Pajak.

 

 

-

Periksa KK 26 pada hari ke-2 atau ke-3 dari tanggal pembayaran (tanggal ini tercantum pada KK6/Segi MCR).

 

 

-

Apabila dalam lampiran KK 26 (SHA) yang bersangkutan tidak terdapat segi pembayaran tersebut maka hubungi Kas Negara yang bersangkutan untuk lebih meyakinkan hasil penelitian yang dilakukan.

 

 

-

Jika Kas Negara juga memberi informasi tentang tidak adanya pembayaran pada tanggal yang tercantum pada SSP maka patut diragukan kebenaran pembayaran tersebut, untuk ini perlu penanganan tersendiri.

 

 

-

Apabila dalam KK 26 dan SHA yang diterima dari Kas Negara memuat segi pembayaran dimaksud pada STP/SKP/SKPT Wajib Pajak tetapi ternyata segi pembayarannya tidak ada, maka fotocopy SSP yang diberi catatan nomor dan tanggal KK 26 yang memuatnya ditempelkan pada tindasan STP/SKP/SKPT/Kohir yang bersangkutan.

 

 

 

 

 

2.

Apabila Wajib Pajak/Penanggung Pajak membayar/melunasi hutang pajaknya melalui Kantor Pos dan Giro atau Bank Persepsi maka proses penelitian dilakukan seperti diuraikan dalam hal Wajib Pajak/Penanggung Pajak membayar melalui Kas Negara.

 

 

 

 

3.

Formulir yang dipakai selama ini (Lampiran SE No.SE-11/PJ.4/1986 tanggal 14 April 1986) dinyatakan tetap berlaku.