DEPARTEMEN
KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT
JENDERAL PAJAK
KOTAK -
POS No. 124 - JAKARTA
___________________________________________________________________________________
No. SURAT TUAN |
TANGGAL |
REF.
No. SE-20/PJ.31/1991 |
||||
POKOK |
: |
Petunjuk pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 627/KMK.04/1991 tentang Norma Penghasilan Kena Pajak bagi tenaga asing pada Drilling
Company. |
JAKARTA,
31 Desember 1991 |
|||
LAMPIRAN |
: |
|
Kepada Yth. : |
|||
|
|
|
1. |
Para
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak; |
||
|
|
|
2. |
Para
Kepala Kantor Pelayanan Pajak; |
||
|
|
|
3. |
Para
Kepala Unit Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak |
||
|
|
|
di
- |
|||
|
|
|
Seluruh Indonesia |
|||
|
|
Bersama ini disampaikan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 627/KMK.04/1991
tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Kena Pajak atas Penghasilan
dari Pekerjaan yang diterima Tenaga Asing yang bekerja pada Wajib Pajak Badan
di Bidang Pengeboran Minyak dan Gas Bumi di Indonesia sebagai pengganti
Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 399/KMK.00/1988. |
|||||
|
|
Beberapa hal perlu disampaikan sehubungan dengan pelaksanaan
Keputusan Menteri Keuangan tersebut sebagai berikut : |
|||||
|
|
1. |
Besarnya Norma Penghitungan Khusus
Penghasilan Kena Pajak yang dimaksud adalah sebagai berikut : |
||||
|
|
|
a. |
Untuk kelompok General Manager |
: |
US $ 10,250 |
per bulan |
|
|
|
b. |
Untuk kelompok Manager |
: |
US $ 8,500 |
per bulan |
|
|
|
c. |
(1) Untuk kelompok Supervisor
atau Tool Pusher |
: |
US $
5,300 |
per bulan |
|
|
|
|
(2) Untuk kelompok
Assistant Supervisor/Tour Pusher |
: |
US $
4,100 |
per bulan |
|
|
|
d. |
Untuk kelompok crew lainnya |
: |
US $
2,950 |
per bulan |
|
|
2. |
Dalam
menerapkan Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Kena Pajak sebagaimana
dimaksud dalam butir 1 hendaknya diperhatikan hal-hal : |
||||
|
|
|
a. |
Norma
tersebut hanya berlaku bagi tenaga asing/expatriate yang bekerja pada
perusahaan pengeboran minyak bumi dan gas alam, baikperusahaan nasional
maupun perusahaan asing; |
|||
|
|
|
b. |
Penghasilan
Kena Pajak tersebut telah meliputi seluruh jenis penghasilan yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak tenaga asing (expatriate), termasuk pemberian
dalam bentuk natura (fringe benefit); |
|||
|
|
|
c. |
Karena
merupakan norma Penghasilan Kena Pajak, maka dalam menerapkan tarif tidak
boleh dikurangi lagi dengan PTKP. |
|||
|
|
|
d. |
Pembayaran
Fiskal Luar Negeri oleh tenaga asing/expatriate hanya dapat dikreditkan atas
PPh Pasal 21 karyawan yang bersangkutan, sepanjang telah ditambahkan terlebih
dahulu sejumlah pembayaran tersebut sebagai tunjangan pajak di atas norma
dari tenaga asing/expatriate yang bersangkutan. |
|||
|
|
3. |
Pajak
Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh tenaga asing yang
dimaksud untuk bulan-bulan sebelum berlakunya Keputusan Menteri Keuangan ini
berlaku ketentuan sebagaiana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan
Nomor : 399/KMK.00/1988, sedangkan untuk bulan-bulan selanjutnya berlaku
ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 627/KMK.04/1991 tersebut
di atas. |
||||
|
|
4. |
Dalam
meneliti laporan pemotongan PPh Pasal 21, baik oleh perusahaan pengeboran
Nasional (NDC) maupun Asing (FDC) agar diperhatikan jumlah rig yang beroperasi,
jumlah kelompok kerja/shift dalam suatu unit kerja dan sistem penggiliran
kerja masing-masing unit (misalnya dua minggu kerja, satu minggu libur) dan
lain-lain hal yang mempengaruhi jumlah tenaga asing yang dipekerjakan. |
||||
|
|
Demikian
untuk dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. |
|
DIREKTUR
JENDERAL PAJAK, Drs.
MAR'IE MUHAMMAD NIP. :
060031307 |
|
Tembusan kepada Yth. : |
|
|
1. |
Sdr. Sekretaris Ditjen Pajak; |
|
2. |
Sdr. Para Direktur/Kapus; |
|
3. |
Sdr.
Kepala Biro Hukum dan Humas Dep. Keu. |
|
DEPARTEMEN
KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT
JENDERAL PAJAK
KOTAK -
POS No. 124 - JAKARTA
___________________________________________________________________________________
No. SURAT TUAN |
TANGGAL |
REF.
No. SE-21/PJ.31/1991 |
||||
POKOK |
: |
Petunjuk pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 628/KMK.04/1991 mengenai Norma Penghitungan Khusus
Penghasilan Netto dan PPh Pasal 25 Fereign Drilling Company. |
JAKARTA,
31 Desember 1991 |
|||
LAMPIRAN |
: |
|
Kepada Yth. : |
|||
|
|
|
1. |
Para
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak; |
||
|
|
|
2. |
Para
Kepala Kantor Pelayanan Pajak; |
||
|
|
|
3. |
Para
Kepala Unit Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak |
||
|
|
|
di
- |
|||
|
|
|
Seluruh Indonesia |
|||
|
|
Sebagaimana diketahui, bahwa telah diterbitkan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor : 628/KMK.04/1991 tentang Norma Penghitungan Khusus
Penghasilan Netto bagi Wajib Pajak Badan yang melakukan Kegiatan Usaha di
Bidang Pengeboran Minyak dan Gas Bumi serta Angsuran Pajak Penghasilan dalam
Tahun Berjalan oleh Wajib Pajak Sendiri, sebagai pengganti Keputusan Menteri
Keuangan Nomor : 398/KMK.00/1988. |
|||
|
|
Materi pokok yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan tersebut
mencakup 3 (tiga) hal, yaitu : |
|||
|
|
1. |
Penghitungan
penghasilan netto BUT di bidang usaha pengeboran MIGAS dilakukan dengan
menggunakan Norma Penghitungan Khusus sebesar 15% dari penghasilan bruto. |
||
|
|
2. |
Penghitungan
penghasilan netto Wajib Pajak Badan Dalam Negeri di bidang usaha yang sama
berdasarkan pembukuan sesuai ketentuan Pasal 28 UU Nomor 6 Tahun 1983 dan
Pasal 13 UU Nomor 7 Tahun 1983. |
||
|
|
3. |
Ketentuan
tentang besarnya angsuran PPh Pasal 25. |
||
|
|
|
|||
|
|
Beberapa hal yang perlu disampaikan sehubungan dengan pelaksanaan
Keputusan Menteri Keuangan tersebut sepanjang mengenai penerapan Norma
Penghitungan Khusus Penghasilan Netto dan PPh Pasal 25 dari Foreign Drilling
Company (FDC) adalah sebagai berikut : |
|||
|
|
1. |
Kegiatan
usaha di bidang pengeboran minyak dan gas bumi pada umumnya melibatkan
beberapa pihak sebagai berikut : |
||
|
|
|
1.1. |
Pertamina,
Kotnraktor Bagi Hasil (KBH) atau Kontraktor Kontrak Karya (KK), melakukan
kontrak pengeboran dengan Perusahaan Pengeboran Nasional (National Drilling
Company/NDC) untuk melaksanakan suatu kegiatan pengeboran minyak dan gas bumi
pada suatu lokasi tertentu Perusahaan
Pengeboran Nasional (NDC) yang dimaksud dapat berupa Badan Hukum yang
didirikan di Indonesia yang seluruh sahamnya dimiliki pemodal dalam negeri
(PMDN atau non-PMDN) ataupun yang sebagian sahamnya dimiliki oleh pemodal
luar negeri (PMA). |
|
|
|
|
1.2. |
NDC
dapat melaksanakan sendiri kontrak tersebut pada butir 1.1, atau dapat
melaksanakan dengan bekerjasama dengan suatu perusahaan pengeboran asing
(FDC). |
|
|
|
|
1.3. |
Kerjasama
tersebut pada butir 1.2. dilaksanakan atas dasar perjanjian tertulis antara
kedua belah pihak di mana disepakati hak dan kewajiban antara pihak, termasuk
penghasilan yang menjadi hak dari masing-masing pihak. Bentuk
kerjasama tersebut bervariasi tergantung kemampuan teknologi NDC, namun
kenyataan sampai sekarang ini sebagian besar pekerjaan pengeboran masih
ditangani oleh FDC. |
|
|
|
|
Pada
pokoknya ada 2 (dua) bentuk kerjasama sebagai berikut : |
||
|
|
|
a. |
NDC dan
FDC membagi penerimaan berdasarkan pekerjaan yang dilakukan masing-masing : |
|
|
|
|
|
a.1. |
NDC
hanya memegang peranan kecil saja dalam pelaksanaan pengeboran, dan oleh
karena itu hanya memperoleh penghasilan berupa fee atau komisi dari BUT-FDC. |
|
|
|
|
a.2. |
NDC dan
BUT-FDC mempunyai peranan yang hampir seimbang dalam pelaksanaan pengeboran. |
|
|
|
b. |
BUT-FDC
merupakan subkontraktor dari NDC berdasarkan "Technical Assisstance
Agreement". |
|
|
|
|
Dalam
semua bentuk kerjasama tersebut, tanggung jawab tetap berada pada NDC,
sedangkan BUT-FDC bertanggung jawab kepada NDC. |
||
|
|
2. |
Bentuk
kerjasama yang pertama, baik a.1 maupun a.2 adalah merupakan Joint Operation
(JO) yang didaftar sebagai Wajib Pajak non-subyek PPh Badan pada KPP Badan
dan Orang Asing. JO
melakukan pencatatan kegiatan usahanya sehingga dapat diketahui penghasilan
bruto (gross revenue) baik yang diperoleh NDC maupun BUT-FDC. NDC
menghitung penghasilan netto berdasarkan pembukuan dan melaporkan penghasilan
tersebut dalam SPT Tahunan PPh, sedangkan BUT-FDC menghitung penghasilan
netto dengan menerapkan Norma Penghitungan Khusus sebesar 15% dari
penghasilan bruto yang menjadi haknya, sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan
Nomor : 628/KMK.04/1991. JO
berkewajiban memotong PPh Pasal 21 apabila membayarkan penghasilan kepada
pegawai baik tetap maupun tidak tetap, berupa gaji, honorarium dan
sebagainya, serta memotong PPh yang merupakan obyek pemotongan PPh Pasal 23
dan atau Pasal 26. JO dalam melaksanakan pemotongan PPh Pasal 21 harus
menerapkan Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Kena Pajak sesuai dengan
Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor : 627/KMK.04/1991. Baik
PERTAMINA maupun Kontraktor KBH/KK tidak perlu memotong PPh Pasal 23 atas
imbalan yang dibayarkan untuk jasa pengeboran kepada kontraktor pengeboran,
baik NDC maupun JO. |
||
|
|
3. |
Dalam
menghitung penghasilan bruto untuk menerapkan Norma Penghitungan Khusus
tersebut hendaklah diperhatikan hal-hal sebagai berikut : |
||
|
|
|
3.1. |
Yang
dimaksud dengan penghasilan bruto meliputi penghasilan bruto (gross revenue)
dari jenis-jenis penghasilan yang tercantum dalam kontrak pengeboran minyak
dan gas bumi yang bersangkutan, yang penghitungannya didasarkan pada tarif
harian (daily rates) yang menjadi hak dari BUT-FDC, dengan mengingat hal-hal
sebagai berikut : |
|
|
|
|
|
a. |
Biaya reimbursable : Wajib
Pajak BUT-FDC tersebut dapat pula menerima dari Pertamina, Kontraktor Bagi
Hasil (KBH) atau Kontraktor Kontrak Karya (KK) berupa penggantian biaya
(reimbursable costs), yang pada umumnya merupakan biaya yang harus
dikeluarkan oleh BUT-FDC untuk pekerjaan-pekerjaan yang tidak tercakup dalam
kontrak tetapi diperlukan agar pekerjaan dalam kontrak dapat dilaksanakan. Seluruh
pengeluaran untuk melaksanakan kegiatan tersebut diganti oleh pihak yang
bersangkutan (Pertamina, Kontraktor KBH/KK) tanpa penambahan suatu margin
keuntungan, dan dengan demikian dalam penggantian biaya dimaksud tidak terdapat
unsur laba bagi BUT-FDC. Penerimaan
penggantian biaya tersebut bukan merupakan unsur penghasilan bruto yang
diterapkan Norma Penghitungan Khusus (non-taxable revenue). |
|
|
|
|
b. |
Handling Charge : Untuk
melaksanakan kegiatan tambahan tersebut pada huruf a ada kemungkinan BUT-FDC
memerlukan biaya handling, sehingga dimungkinkan adanya pembebanan
"handling charge" kepada PERTAMINA atau Kontraktor KBH/KK. Biaya
mobilisasi & demobilisasi serta biaya bongkar muat rig memasuki atau
keluar perairan Indonesia adalah termasuk dalam pengertian Handling Charge. |
|
|
|
|
Reimbursable
Cost dan Handling Charge tersebut diperlakukan sebagai non taxable revenue
hanya sepanjang jumlah seluruhnya tidak melebihi 10% dari penghasilan bruto
yang berupa Drilling Fee. |
|
|
|
|
3.2. |
Selain
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usahanya di bidang
pengeboran minyak dan gas bumi, BUT-FDC dapat menerima atau memperoleh
penghasilan lain, seperti : |
|
|
|
|
|
a. |
Penghasilan
berupa sewa dari harta yang dimilikinya baik yang disewakan untuk digunakan
di Indonesia maupun di luar Indonesia; |
|
|
|
|
b. |
Penghasilan
berupa bunga yang diterima atau diperoleh dari penggunaan uang/dana baik yang
digunakan/ditempatkan di Indonesia maupun di luar Indonesia; |
|
|
|
|
c. |
Penghasilan
dari kegiatan usaha (business income) selain usaha drilling, penghasilan dari
modal (investment income), ataupun penghasilan lain yang diterima atau
diperolehnya dalam bentuk apapun dan dari manapun. |
|
|
|
|
Jenis-jenis
penghasilan tersebut tidak termasuk dalam penghasilan yang diterima/diperoleh
BUT-FDC dari kegiatan usaha sebagai drilling company. Oleh karena itu,
sepanjang Wajib Pajak BUT-FDC menerima atau memperoleh penghasilan lain
sebagaimana dimaksud dalam huruf a s/d c, maka penghasilan netto atas
penghasilan dimaksud tidak dihitung dengan menerapkan Norma Penghitungan
Khusus, melainkan dengan ketentuan yang berlaku umum, dan untuk itu BUT-FDC
perlu menyelenggarakan catatan atas penghasilan lain tersebut, terpisah dari
penghasilan dari kegiatan usaha drilling. |
|
|
|
4. |
Sesuai
dengan ketentuan Pasal 4 Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 628/KMK.04/1991,
besarnya angsuran bulanan PPh Pasal 25 bagi BUT-FDC ditetapkan sebesar jumlah
yang dihasilkan dari penerapan tarif Pasal 17 UU PPh 1984 atas penghasilan
netto dari usaha di bidang pengeboran minyak dan gas bumi bulan yang
bersangkutan yang dihitung dengan penerapan Norma Penghitungan Khusus
(sebesar 15%) ditambah dengan penghasilan netto dari kegiatan usaha lain,
disetahunkan kemudian dibagi dengan 12 (dua belas). |
||
|
|
5. |
Wajib
Pajak BUT-FDC selain wajib menyelenggarakan pencatatan penghasilan bruto,
juga berkewajiban untuk menyelenggarakan pencatatan atas
pengeluaran-pengeluaran yang harus dipotong PPh Pasal 21, Pasal 23/Pasl 26. Pengawasan
terhadap pemenuhan kewajiban memotong PPh Pasal 21, Pasal 23 dan Pasal 26
harap ditingkatkan dengan menggunakan pencatatan dimaksud sebagai bahan
penelitian/pemeriksaan. |
||
|
|
Demikian
harap dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. |
|
DIREKTUR
JENDERAL PAJAK, Drs.
MAR'IE MUHAMMAD NIP. :
060031307 |
|
Tembusan kepada Yth. : |
|
|
1. |
Sdr. Sekretaris Ditjen Pajak; |
|
2. |
Sdr. Para Direktur/Kapus; |
|
3. |
Sdr.
Kepala Biro Hukum dan Humas Dep. Keu. |
|
DEPARTEMEN
KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
KANTOR
WILAYAH VII DIREKTORAT JENDERAL PAJAK JAWA BARAT
KANTOR
PELAYANAN PAJAK BANDUNG TIMUR
Jalan
Kiaracondong No. 372 Bandung
______________________________________________________________________________________________
No. SURAT TUAN |
TANGGAL |
REF.
No. S.117/WPJ.04/KI.12/89 |
|||
POKOK |
: |
Petunjuk pelaksanaan Keputusan 627/KMK.04/1991 tentang Norma Penghasilan Kena Pajak bagi tenaga asing pada Drilling
Company |
JAKARTA,
31 Desember 1991 |
||
LAMPIRAN |
: |
|
Kepada Yth. : Bapak Direktur Perencanaan
Penerimaan dan Penagihan Dit.Jen. Pajak
di
J A K A R T A |
||
|
|
Menunjuk surat edaran Bapak Direktur Jenderal Pajak tanggal 25
Agustus 1988 No. SE-34/PJ.3/1988 tentang bantuan kerja sama
Departemen/Lembaga/BUMN/BUMD dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak pada
butir 5 yang berbunyi : Dalam hal terlanjur dilakukan pemotongan PPN/PPn.BM
oleh Bendaharawan/BUMN/BUMD yang dibuktikan dengan menggunakan pemberian
bukti-bukti pungutan PPN/PPn.BM dan ternyata PPN/PPn.BM tersebut telah
disetor ke Kas Negara dengan menggunakan NPWP. yang bukan NPWP rekanan
(NPWP Bendaharawan ybs) maka Bendaharawan/BUMN/BUMD atau rekanan berkewajiban
mengajukan permohonan kepada Kepala Inspeksi Pajak dimana
Bendaharawan/BMUN/BUMD atau rekanan terdaftar untuk memindah bukukan
pembayaran tersebut kepada rekanan yang bersangkutan. Jika rekanan itu berada
di Inspeksi Pajak lain, maka Kepala Inspeksi Pajak dimana
Bendaharawan/BUMN/BUMD terdaftar me-SPHkan pajak yang dipindah bukukan tadi
ke Inspeksi Pajak domisili rekanan. |
||
|
|
|
||
|
|
Sehubungan dengan penegasan tersebut di atas kami mohon petunjuk
penyelesaiannya yang meliputi : |
||
|
|
1. |
Bagaimana
pemecahan dari satu segi menjadi beberapa segi dengan NPWP yang berbeda. |
|
|
|
2. |
Bagaimana
administrasi pemindah bukuannya. |
|
|
|
3. |
Bagaimana
dan formulir mana yang di-SPH-kan. |
|
|
|
4. |
Bagaimana
pula jika terdapat selisih lebih penyetoran PPN, yang keliru tersebut,
tentang prosedur dan tata cara merestitusikan kelebihan penyetoran tersebut. |
|
|
|
Demikian
atas perhatian dan penjelasannya yang diberikan, kami ucapkan terima kasih. |
||
|
|
|
|
|
|
KEPALA
KANTOR PELAYANAN PAJAK BANDUNG
TIMUR DRS.
SOEDJADI NIP. :
060020777 |
|
Tembusan kepada Yth. : |
|
|
1. |
Bapak Kakanwil VI D.J.P. Jawa
Barat |
|
DAFTAR
REKANAN YANG PPN/PPnBM-NYA TERLANJUR DISETOR ATAS
NAMA
BENDAHARAWAN
NO. |
Nama,
Alamat Rekanan |
NPWP |
PPN/PPnBM
yang Diperhitungkan |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
JUMLAH |
|
|
|
|
.........................,
...................... 19......... BENDAHARAWAN NPWP :
.................................... |
SURAT
KETERANGAN PEMINDAHBUKUAN
Pemindahbukuan dilakukan karena
setoran PPN/PPnBM dilaksanakan secara tergabung oleh Bendaharawan,
dari |
: |
Nama |
: |
|
|
|
Alamat |
: |
|
|
|
N P W P |
: |
|
|
|
Kode Jenis Pajak |
: |
|
|
|
Masa Pajak |
: |
|
|
|
Jenis Pembayaran |
: |
|
|
|
Jumlah Uang |
: |
|
|
|
|
|
|
Kepada |
: |
Nama |
: |
|
|
|
Alamat |
: |
|
|
|
N P W P |
: |
|
|
|
Jenis Pajak |
: |
|
|
|
Masa Pajak |
: |
|
|
|
Jenis Pembayaran |
: |
|
|
|
Jumlah Uang |
: |
|
|
|
Berlaku Sejak |
: |
|
|
Kepala
Kantor Pelayanan Pajak |