PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 39 TAHUN 1993
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN
1985
TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK
PENGHASILAN 1984
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang |
: |
a. |
bahwa untuk lebih memberikan kepastian bagi
Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan atas penghasilan berupa bunga
obligasi dan dividen dari sekuritas yang diperdagangkan di Pasar Modal,
dipandang perlu untuk mengatur kembali perlakuan perpajakannya; |
|
|
b. |
bahwa sehubungan dengan itu, dipandang perlu
untuk mengubah ketentuan Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1985
tentang Pelaksanaan Undang-undang Pajak Penghasilan Tahun 1984; |
|
|
|
|
Mengingat |
: |
1. |
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; |
|
|
2. |
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262); |
|
|
3. |
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3263), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991
(Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3459); |
|
|
4. |
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1985 tentang Pelaksanaan
Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 63,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3309); |
MEMUTUSKAN :
Menetapkan |
: |
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN
UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 |
Pasal I
Ketentuan Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1985 diubah
sehingga berbunyi sebagai berikut :
"Pasal 13
(1) |
Bunga obligasi dan dividen dari sekuritas yang
diperdagangkan di Pasar Modal yang diterima atau diperoleh oleh Subyek Pajak
dalam negeri perseorangan, yang jumlahnya tidak melampaui suatu batas jumlah
tertentu tidak dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991. |
(2) |
Batas jumlah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan sama dengan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk
diri Wajib Pajak yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. |
(3) |
Bunga obligasi dan dividen dari sekuritas yang diperdagangkan melalui
Pasar Modal yang diterima atau diperoleh Subyek Pajak dalam negeri
perseorangan yang jumlahnya melampaui jumlah sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15% (lima belas persen) dari
jumlah bruto. |
(4) |
Dalam hal penerima penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) adalah Wajib Pajak dalam negeri perseorangan yang
berkewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh, maka
penghasilan dimaksud harus digabungkan dengan penghasilan lainnya dan
dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh. |
Pasal II
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Juni 1993
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
SOEHARTO
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 39 TAHUN 1993
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN
1985
TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK
PENGHASILAN 1984
UMUM
Dalam ketentuan Pasal 13 Peraturan Pemerintah
Nomor 42 Tahun 1985 telah diatur batas pengenaan pemotongan Pajak Penghasilan
(PPh Pasal 23) atas bunga obligasi, dividen saham dan/atau sertifikat saham
yang diperdagangkan di Pasar Modal.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut bunga
obligasi, dividen saham dan/atau sertifikat saham yang diperdagangkan di Pasar
Modal yang jumlahnya tidak lebih dari Rp. 960.000,- (sembilan ratus enam puluh
ribu rupiah) untuk masa 1 (satu) tahun tidak dikenakan pemotongan Pajak
Penghasilan Pasal 23. Batas tersebut pada prinsipnya disesuaikan dengan jumlah
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk diri Wajib Pajak, sehingga perlu
dilakukan penyesuaian pula pada setiap kali dilakukan penyesuaian besarnya
PTKP.
Ketentuan tersebut dimaksudkan agar Subyek Pajak
dalam negeri perseorangan yang seluruh penghasilannya masih di bawah jumlah
PTKP tidak perlu mengurus pengembalian pajak. Perlu ditekankan bahwa walaupun
atas penghasilan dimaksud tidak dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal
23, penghasilan tersebut tetap merupakan obyek Pajak Penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan 1984. Oleh
karena itu bagi Wajib Pajak yang wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan
(SPT) PPh, penghasilan tersebut tetap harus dilaporkan dalam SPT, digabungkan
dengan penghasilan lainnya.
Mengingat hal-hal tersebut, maka perlu dilakukan
perubahan atas Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1985 dengan
Peraturan Pemerintah.
PASAL DEMI PASAL
Pasal I
Pasal 13
Ayat (1)
Diantara Subyek Pajak dalam negeri perseorangan
yang menerima/memperoleh penghasilan berupa bunga dari obligasi dan dividen
dari sekuritas yang diperdagangkan di Pasar Modal adalah Subyek Pajak
perseorangan yang seluruh penghasilannya masih berada di bawah jumlah PTKP.
Apabila atas penghasilan mereka itu dikenakan
pemotongan PPh Pasal 23, maka akan memberatkan mereka karena harus mengurus
pengembaliannya. Oleh karena itu dalam ayat ini diatur bahwa atas penghasilan
tersebut yang tidak melampaui jumlah tertentu tidak dikenakan pemotongan PPh
Pasal 23.
Ayat (2)
Batas jumlah tertentu
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah sama dengan PTKP untuk diri Wajib
Pajak. Oleh karena itu batas ini menyesuaikan dengan besarnya PTKP untuk diri
Wajib Pajak yang disesuaikan dengan faktor penyesuaian yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan.
Batas tersebut mulai Tahun Pajak 1990 adalah Rp.
1.440.000,- (satu juta empat ratus empat puluh ribu rupiah) setahun. Apabila
suatu badan pemberi hasil yang membayarkan bunga obligasi yang diperdagangkan
di Pasar Modal kepada seseorang Subyek Pajak dalam negeri perseorangan yang
seluruhnya setahun berjumlah tidak lebih dari Rp. 1.440.000,- maka pemberi hasil
tersebut tidak diwajibkan untuk memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran bunga
tersebut. Tetapi apabila jumlah tersebut lebih dari Rp. 1.440.000,- maka
pemberi hasil wajib memotong PPh Pasal 23 sebesar 15% (lima belas persen) dari
seluruh jumlah tersebut. (jumlah bruto) tanpa dikurangi dengan Rp. 1.440.000,-
Untuk penghasilan berupa dividen
dari saham yang diperdagangkan di Pasar Modal berlaku pula ketentuan yang sama.
Batas tersebut bukannya
berlaku untuk setiap lembar obligasi/sekuritas akan tetapi berlaku untuk
seluruh jumlah bunga/dividen yang dibayarkan oleh seorang pemberi hasil kepada
seorang Subyek Pajak dalam negeri perseorangan, tidak tergantung berapa lembar
obligasi/sekuritas yang dimiliki oleh penerima hasil.
Apabila bunga dan dividen yang
dibayarkan tersebut meliputi jangka kurang dari setahun, maka batas jumlah
tersebut disesuaikan dengan jangka waktu bunga dan dividen yang bersangkutan.
Ayat (3) dan Ayat (4)
Ayat ini menegaskan maksud
pengecualian dari pemotongan PPh Pasal 23 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dan ayat (2), yaitu bahwa pengecualian ini bukan pengecualian sebagai obyek
pajak akan tetapi hanya pengecualian dari pemotongan PPh Pasal 23.
Oleh karena itu dalam ayat (3)
diatur bahwa apabila jumlah yang dibayarkan melebihi batas jumlah yang diatur
pada ayat (2), maka pemberi hasil wajib memotong PPh Pasal 23 sebesar 15% dari
jumlah bruto tanpa dikurangi terlebih dahulu dengan batas jumlah dimaksud.
Dalam ayat (4) lebih
ditegaskan lagi, bahwa walaupun atas penghasilan berupa bunga, dividen dan
obligasi/sekuritas yang diperdagangkan di Pasar Modal yang
diterima/diperolehnya tidak dipotong PPh Pasal 23, tetapi apabila penerima
hasil adalah Wajib Pajak perseorangan yang wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh
maka penghasilan-penghasilan tersebut tetap harus dilaporkan dalam SPT Tahunan
PPh digabungkan dengan penghasilan lainnya.
Pasal II
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR
3525