Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER - 62/PJ./2009
Pencegahan Penyalahgunaan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 62/PJ./2009
TENTANG
PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN
PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
- bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 32A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 diatur bahwa pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak;
- bahwa berdasarkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah Indonesia dengan negara lain telah diatur mengenai ruang lingkup dan pihak yang berhak memperoleh manfaat perjanjian;
- bahwa diperlukan adanya pedoman untuk memberi kepastian hukum dalam penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda dalam rangka pencegahan penyalahgunaan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda;
Mengingat :
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan:
(1) | Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang selanjutnya disebut P3B adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak. |
(2) | Subjek Pajak dalam negeri selanjutnya disebut SPDN adalah subjek pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. |
(3) | Wajib Pajak luar negeri selanjutnya disebut WPLN adalah Subjek Pajak luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, baik orang pribadi maupun badan, yang menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia atau menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. |
(4) | Pemotong/Pemungut Pajak adalah badan pemerintah, SPDN, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya yang diwajibkan untuk melakukan pemotongan atau pemungutan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WPLN sesuai ketentuan yang berlaku. |
(5) | Agen (agent) adalah orang atau badan yang bertindak sebagai perantara dan melakukan tindakan untuk dan/atau atas nama pihak lain. |
(6) | Nominee adalah orang atau badan yang secara hukum memiliki (legal owner) suatu harta dan/atau penghasilan untuk kepentingan atau berdasarkan amanat pihak yang sebenarnya menjadi pemilik harta dan/atau pihak yang sebenarnya menikmati manfaat atas penghasilan. |
(1) | Orang pribadi atau badan yang dicakup dalam P3B adalah orang pribadi atau badan yang merupakan SPDN dan/atau subjek pajak dalam negeri dari negara mitra P3B. |
(2) | P3B tidak diterapkan dalam hal terjadi penyalahgunaan P3B, meskipun penerima penghasilan telah sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
Penyalahgunaan P3B sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (2) dapat terjadi dalam hal :
- transaksi yang tidak mempunyai substansi ekonomi dilakukan dengan menggunakan struktur/skema sedemikian rupa dengan maksud semata-mata untuk memperoleh manfaat P3B;
- transaksi dengan struktur/skema yang format hukumnya (legal form) berbeda dengan substansi ekonomisnya (economic substance) sedemikian rupa dengan maksud semata-mata untuk memperoleh manfaat P3B; atau
- penerima penghasilan bukan merupakan pemilik yang sebenarnya atas manfaat ekonomis dari penghasilan (beneficial owner).
(1) | Yang dimaksud dengan pemilik yang sebenarnya atas manfaat ekonomis dari penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c adalah penerima penghasilan yang:
|
||||||||||||
(2) | Orang pribadi atau badan yang dicakup dalam P3B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang tidak dianggap melakukan penyalahgunaan P3B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3:
|
||||||||||||
(3) | Perusahaan conduit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah suatu perusahaan yang memperoleh manfaat dari suatu P3B sehubungan dengan penghasilan yang timbul di negara lain, sementara manfaat ekonomis dari penghasilan tersebut dimiliki oleh orang-orang di negara lain yang tidak akan dapat memperoleh hak pemanfaatan P3B apabila penghasilan tersebut diterima langsung. | ||||||||||||
(4) | Kustodian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c adalah pihak yang memberikan jasa penitipan efek dan harta lain yang berkaitan dengan efek serta jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga, dan hak-hak lain, menyelesaikan transaksi efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya. | ||||||||||||
(5) | Pasar modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c adalah pasar modal yang pendiriannya berdasarkan ketentuan yang berlaku di negara tempat pasar modal berada. |
(1) | Dalam hal terjadi penyalahgunaan P3B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3:
|
(2) | Dalam hal terdapat perbedaan antara format hukum (legal form) suatu struktur/skema dengan substansi ekonomisnya (economic substance), maka perlakuan perpajakan diterapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku berdasarkan substansi ekonomisnya (substance over form). |
Dalam hal WPLN dikenakan pajak tidak berdasarkan ketentuan yang diatur dalam P3B, WPLN dapat meminta pejabat yang berwenang di negaranya untuk melakukan penyelesaian melalui prosedur persetujuan bersama (mutual agreement procedure) sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B.
Pada saat berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, maka :
- Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-17/PJ./2005 tanggal 1 Juni 2005 tentang Petunjuk Perlakuan Pajak Penghasilan Terhadap Pasal 11 Tentang Bunga Pada Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Antara Indonesia Dengan Belanda;
- Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ.03/2008 tanggal 22 Agustus 2008 tentang Penentuan Status Beneficial Owner Sebagaimana Dimaksud Dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Antara Indonesia Dengan Negara Mitra;
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2010.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 5 November 2009
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd.
MOCHAMAD TJIPTARDJO
NIP 060044911
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.