Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 238/PMK.04/2009
Tata Cara Penghentian, Pemeriksaan, Penegahan, Penyegelan, Tindakan Berupa Tidak Melayani Pemesanan Pita Cukai Atau Tanda Pelunasan Cukai Lainnya, Dan Bentuk Surat Perintah Penindakan
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 238/PMK.04/2009
TENTANG
TATA CARA PENGHENTIAN, PEMERIKSAAN, PENEGAHAN, PENYEGELAN,
TINDAKAN BERUPA TIDAK MELAYANI PEMESANAN PITA CUKAI
ATAU TANDA PELUNASAN CUKAI LAINNYA, DAN
BENTUK SURAT PERINTAH PENINDAKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penindakan di Bidang Cukai, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penghentian, Pemeriksaan, Penegahan, Penyegelan, Tindakan Berupa Tidak Melayani Pemesanan Pita Cukai atau Tanda Pelunasan Cukai Lainnya, dan Bentuk Surat Perintah Penindakan;
Mengingat :
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
- Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penindakan di Bidang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5040);
- Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009;
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGHENTIAN, PEMERIKSAAN, PENEGAHAN, PENYEGELAN, TINDAKAN BERUPA TIDAK MELAYANI PEMESANAN PITA CUKAI ATAU TANDA PELUNASAN CUKAI LAINNYA, DAN BENTUK SURAT PERINTAH PENINDAKAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM DAN RUANG LINGKUP PENINDAKAN
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
- Undang-Undang Cukai adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007.
- Penegahan adalah tindakan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai untuk :
- menunda pengeluaran, pemuatan, atau pengangkutan terhadap barang kena cukai dan/atau barang lainnya yang terkait dengan barang kena cukai; dan/atau
- mencegah keberangkatan sarana pengangkut.
- Penyegelan adalah tindakan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai untuk mengunci, menyegel, dan/atau melekatkan tanda pengaman.
- Pengangkut adalah orang, kuasanya, atau yang bertanggung jawab atas pengoperasian sarana pengangkut yang mengangkut barang dan/atau orang.
- Audit Cukai adalah serangkaian kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan perundang-undangan di bidang cukai.
- Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
- Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Cukai.
- Kantor adalah Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
- Kepala Kantor adalah Kepala Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(1) | Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan penindakan di bidang cukai yang meliputi tindakan berupa:
|
(2) | Penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam lingkup kewenangan administratif. |
BAB II
SURAT PERINTAH PENINDAKAN
(1) | Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan penindakan di bidang cukai harus berdasarkan surat perintah penindakan dari Direktur Jenderal, Kepala Kantor atau pejabat yang menangani pengawasan. |
(2) | Bentuk surat perintah penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan ini. |
Surat perintah penindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 tidak diperlukan dalam hal Pejabat Bea dan Cukai:
- melakukan pengejaran terus menerus atas orang atau Pengangkut, dan/atau sarana pengangkut yang patut diduga melanggar peraturan perundang-undangan di bidang cukai;
- melakukan pengawasan secara tetap atau berkala, terhadap pabrik, tempat penyimpanan, dan/atau tempat lain, yang di dalamnya terdapat barang kena cukai;
- melakukan Audit Cukai kecuali Audit Cukai yang dilakukan untuk menyelidiki dugaan tindak pidana cukai; atau
- terdapat kekhawatiran pelaku pelanggaran akan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti, dalam melakukan penindakan terhadap:
- orang atau Pengangkut, dan/atau sarana pengangkut termasuk barang kena cukai yang dibawanya; atau
- pabrik, tempat penyimpanan, dan/atau tempat lain yang di dalamnya terdapat barang kena cukai;
(1) | Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk menghentikan sarana pengangkut serta barang kena cukai dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai yang berada di sarana pengangkut. |
(2) | Penghentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara selektif berdasarkan informasi adanya dugaan pelanggaran peraturan perundangan-undangan di bidang cukai. |
(3) | Sarana pengangkut sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi:
|
(4) | Penghentian terhadap sarana pengangkut oleh Pejabat Bea dan Cukai dilakukan dengan cara memberikan isyarat kepada Pengangkut. |
(5) | Isyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa isyarat tangan, isyarat bunyi, isyarat lampu, radio dan sebagainya yang lazim digunakan sebagai isyarat untuk menghentikan sarana pengangkut. |
(6) | Dalam melakukan penghentian, Pejabat Bea dan Cukai harus menunjukkan surat perintah penindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, kepada Pengangkut atau orang pribadi yang dihentikan. |
(7) | Atas perintah atau permintaan dari Pejabat Bea dan Cukai sesuai kewenangannya sebagaimana dimaksud pasa ayat (1), Pengangkut wajib :
|
Penghentian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 segera dilanjutkan dengan pemeriksaan oleh Pejabat Bea dan Cukai.
BAB IV
PEMERIKSAAN
Bagian Pertama
Pemeriksaan terhadap Pabrik, Tempat Penyimpanan, atau Tempat
Lain dan Bangunan
(1) | Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan terhadap :
|
(2) | Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan informasi adanya dugaan pelanggaran di bidang cukai atau dalam rangka pelaksanaan tugas rutin berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang cukai. |
(3) | Dalam melakukan pemeriksaan, Pejabat Bea dan Cukai harus menunjukkan surat perintah penindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, kepada pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan atau orang yang menguasai tempat lain yang digunakan untuk menyimpan barang kena cukai dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai yang terhadapnya dilakukan pemeriksaan |
(4) | Pejabat Bea dan Cukai dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
|
(5) | Pengusaha atau orang yang menguasai tempat-tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menunjukkan:
|
(6) | Atas setiap pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada pengusaha atau orang yang menguasai pabrik, tempat penyimpanan, bangunan atau tempat lain, dan barang kena cukai, dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai yang diperiksa, diberikan berita acara pemeriksaan. |
(7) | Pengusaha atau orang yang menguasai pabrik, tempat penyimpanan, bangunan atau tempat lain, dan barang kena cukai, dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai yang diperiksa, harus membubuhkan nama dan tanda tangannya sebagai bukti penerimaan berita acara pemeriksaan. |
(8) | Dalam hal pengusaha atau orang yang menguasai pabrik, tempat penyimpanan, bangunan atau tempat lain tidak bersedia atau menghalangi dilaksanakannya pemeriksaan atas suatu bangunan atau tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai berwenang membuka dan melakukan pemeriksaan sendiri atas pabrik, tempat penyimpanan, bangunan atau tempat lain dimaksud. |
(9) | Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) disaksikan oleh pengusaha atau orang yang menguasai, atau ketua Rukun Tetangga/Rukun Warga, atau aparatur di lingkungan sekitar pabrik, tempat penyimpanan, bangunan atau tempat lain yang dilakukan pemeriksaan. |
Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 terdapat pelanggaran di bidang cukai atau tidak dimungkinkan untuk dilakukan pengawasan secara terus menerus, Pejabat Bea dan Cukai dapat melakukan Penyegelan terhadap barang kena cukai dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai, bangunan, atau bagian-bagian yang diperiksa.
Bagian Kedua
Pemeriksaan Sarana Pengangkut, Barang Kena Cukai, dan/atau
Barang Lain yang Terkait dengan Barang Kena Cukai yang berada
di Sarana Pengangkut
(1) | Pejabat Bea dan Cukai berwenang memeriksa:
|
(2) | Sarana pengangkut sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi:
|
(3) | Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai harus menunjukkan surat perintah penindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, kepada pihak yang dilakukan pemeriksaan. |
(4) | Dalam melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai berwenang:
|
(5) | Dalam hal Pejabat Bea dan Cukai melakukan perintah kepada Pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan perintah tersebut tidak dipenuhi, Pejabat Bea dan Cukai dapat membuka sendiri:
|
(6) | Atas pemeriksaan yang dilakukan, Pejabat Bea dan Cukai membuat berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pejabat Bea dan Cukai dan Pengangkut yang kepadanya dilakukan pemeriksaan. |
(1) | Dalam hal hasil pemeriksaan tidak menunjukkan adanya pelanggaran, terhadap:
|
(2) | Dalam hal hasil pemeriksaan menunjukkan adanya pelanggaran di bidang cukai, Pejabat Bea dan Cukai berwenangmenegah sarana pengangkut, barang kena cukai dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai yang berada di sarana pengangkut. |
(3) | Dalam hal hasil pemeriksaan terhadap sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf b menunjukkan adanya dugaan pelanggaran tindak pidana di bidang cukai, sarana pengangkut berikut barang kena cukai dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai yang dibawa, diserahkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(4) | Atas hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada Pengangkut tersebut diberikan berita acara pemeriksaan. |
(1) | Dalam hal tidak mungkin dilakukan pemeriksaan di lokasi penghentian, Pejabat Bea dan Cukai dapat memerintahkan Pengangkut yang membawa:
|
(2) | Dalam hal sarana pengangkut, barang kena cukai, dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai tidak dapat dibawa ke kantor, dapat dibawa ke tempat lain yang dianggap layak untuk dilakukan pemeriksaan. |
Dalam hal diperlukan pemeriksaan, sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf a yang telah disegel dinas pos atau penegak hukum lainnya dapat diperiksa oleh Pejabat Bea dan Cukai secara bersama-sama dengan dinas pos atau penegak hukum lainnya, dengan terlebih dahulu sarana pengangkut yang telah disegel tersebut dilakukan pembukaan Penyegelan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Bagian Ketiga
Pemeriksaan Tempat Usaha Penyalur, Tempat Penjualan Eceran,
atau Tempat Lain yang Bukan Rumah Tinggal
(1) | Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan terhadap:
|
(2) | Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan informasi adanya dugaan pelanggaran di bidang cukai atau dalam rangka pelaksanaan tugas rutin berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang cukai. |
(3) | Dalam melakukan pemeriksaan, Pejabat Bea dan Cukai harus menunjukkan surat perintah penindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 kepada penyalur, pengusaha tempat penjualan eceran, atau orang yang menguasai tempat lain yang digunakan untuk menyimpan barang kena cukai dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai yang terhadapnya dilakukan pemeriksaan. |
(4) | Pejabat Bea dan Cukai dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
|
(5) | Pengusaha atau orang yang menguasai tempat-tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menunjukkan:
|
(6) | Atas setiap pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), kepada pengusaha atau orang yang menguasai tempat usaha penyalur, tempat penjualan eceran, atau tempat lain yang bukan rumah tinggal, barang kena cukai, dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai yang diperiksa, diberikan berita acara pemeriksaan. |
(7) | Pengusaha atau orang yang menguasai tempat usaha penyalur, tempat penjualan eceran atau tempat lain yang bukan rumah tinggal, barang kena cukai, dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai yang diperiksa, harus membubuhkan nama dan tanda tangan sebagai bukti penerimaan berita acara pemeriksaan. |
(8) | Dalam hal pengusaha atau orang yang menguasai tempat usaha penyalur, tempat penjualan eceran atau tempat lain yang bukan rumah tinggal, tidak bersedia atau menghalangi dilaksanakannya pemeriksaan atas suatu bangunan atau tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai berwenang membuka dan melakukan pemeriksaan sendiri atas tempat usaha penyalur, tempat penjualan eceran, atau tempat-tempat dimaksud. |
(9) | Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) disaksikan oleh pengusaha atau orang yang menguasai, atau ketua Rukun Tetangga/Rukun Warga, atau aparatur di lingkungan sekitar pabrik, bangunan, atau tempat yang dilakukan pemeriksaan. |
Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 terdapat pelanggaran di bidang cukai atau tidak dimungkinkan untuk dilakukan pengawasan secara terus menerus, Pejabat Bea dan Cukai dapat melakukan Penyegelan terhadap barang kena cukai dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai, bangunan, atau bagian-bagian yang diperiksa.
Bagian Keempat
(1) | Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan Audit Cukai terhadap pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, dan pengguna Barang Kena cukai yang mendapat fasilitas pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Undang-Undang Cukai. |
(2) | Audit Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang cukai yang mengatur mengenai audit cukai. |
BAB V
PENEGAHAN
(1) | Pejabat Bea dan Cukai berwenang menegah:
|
(2) | Sarana pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(3) | Dalam melakukan Penegahan, Pejabat Bea dan Cukai harus menunjukkan surat perintah penindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, kepada pihak yang terhadapnya dilakukan Penegahan. |
(4) | Penegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) segera diikuti:
|
(1) | Penyelesaian Penegahan dilakukan dengan:
|
(2) | Dalam hal pelanggaran yang terjadi diduga merupakan tindak pidana selain tindak pidana di bidang cukai, penyelesaian Penegahan dilakukan dengan menyerahkan hasil pemeriksaan kepada penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan. |
(1) | Penegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 berakhir dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari:
|
(2) | Dalam hal diperlukan untuk kepentingan pemeriksaan, Penegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari dan dapat diperpanjang kembali untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari. |
(3) | Perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diberitahukan secara tertulis dari pejabat yang mengeluarkan surat perintah penindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 kepada pihak yang dilakukan penindakan. |
(4) | Apabila sejak diterbitkan surat tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yang bersangkutan tidak membayar kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda, terhadap:
|
BAB VI
PENYEGELAN
(1) | Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan Penyegelan pada:
|
(2) | Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila:
|
(3) | Dalam melakukan Penyegelan, Pejabat Bea dan Cukai harus menunjukkan surat perintah penindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, kepada pihak yang terhadapnya dilakukan Penyegelan. |
(4) | Atas Penyegelan yang dilakukan Pejabat Bea dan Cukai sesuai kewenangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai membuat berita acara penyegelan yang ditandatangani oleh Pejabat Bea dan Cukai dan pengusaha, Pengangkut, atau pihak yang menguasai bangunan, sarana pengangkut, barang kena cukai atau barang lainnya yang terkait dengan barang kena cukai, pada saat dilakukan Penyegelan. |
(5) | Berita acara penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling sedikit memuat:
|
(1) | Kunci, segel, atau tanda pengaman yang telah dipasang tidak boleh dibuka, dilepas, dirusak, atau dilakukan perbuatan sedemikian rupa sehingga kunci, segel, atau tanda pengaman tidak berfungsi sebagaimana mestinya, tanpa izin Pejabat Bea dan Cukai. |
(2) | Atas bangunan, bagian dari bangunan, atau tempat lain yang disegel, tidak boleh dimasuki, melakukan kegiatan di dalamnya, atau memindahkan barang-barang yang ada di dalamnya. |
(3) | Setiap tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dinyatakan sebagai tindakan perusakan segel. |
(4) | Pengusaha, Pengangkut, atau pihak yang menguasai bangunan, sarana pengangkut, barang kena cukai atau barang lainnya yang terkait dengan barang kena cukai yang disegel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) bertanggung jawab atas keutuhan kunci, segel, atau tanda pengaman sampai dengan berakhirnya Penyegelan. |
(1) | Penyegelan berakhir apabila kunci, segel, atau tanda pengaman yang telah dipasang dibuka atau dilepas oleh Pejabat Bea dan Cukai, dalam hal:
|
(2) | Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan pembukaan kunci, segel, atau tanda pengaman yang telah dipasang harus membuat berita acara pembukaan segel. |
(3) | Berita acara pembukaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh Pejabat Bea dan Cukai dan pihak yang menguasai. |
BAB VII
TINDAKAN BERUPA TIDAK MELAYANI PEMESANAN PITA
CUKAI ATAU TANDA PELUNASAN CUKAI LAINNYA
Pasal 22
(1) | Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan tindakan untuk tidak melayani pemesanan pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya dalam hal:
|
(2) | Bukti awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat berupa:
|
(3) | Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan tindakan untuk tidak melayani pemesanan pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berdasarkan surat perintah penindakan dari Kepala Kantor. |
Tindakan untuk tidak melayani pemesanan pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya berakhir dan pemesanan pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya dilayani kembali oleh Pejabat Bea dan Cukai, apabila:
- pengusaha pabrik atau importir barang kena cukai tidak terbukti melakukan pelanggaran pidana di bidang cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a;
- pengusaha pabrik yang mendapat penundaan pembayaran cukai dengan menyerahkan jaminan perusahaan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf b, telah membayar utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya dan sanksi administrasi berupa denda atau telah mendapat persetujuan pengangsuran;
- pengusaha pabrik atau importir barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf c, telah menyelesaikan utang cukai, kekurangan cukai, sanksi administrasi berupa denda sampai dengan jatuh tempo pembayaran serta kewajiban bunga yang timbul; atau
- pengusaha pabrik atau importir barang kena cukai Pasal 22 ayat (1) huruf d telah membayar biaya pengganti pencetakan pita cukai.
BAB VIII
SURAT BUKTI PENINDAKAN
(1) | Atas penindakan di bidang cukai yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai dibuatkan surat bukti penindakan. |
(2) | Dikecualikan dari ketentuan pembuatan surat bukti penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penindakan yang dilakukan dalam rangka Audit Cukai. |
(3) | Pengusaha, Pengangkut, atau orang yang menguasai bangunan, sarana pengangkut, barang kena cukai, dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai, yang dikenakan penindakan harus membubuhkan nama dan tan tangannya sebagai bukti penerimaan dari surat bukti penindakan. |
(4) | Surat bukti penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada pihak yang dilakukan penindakan. |
(5) | Bentuk surat bukti penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan ini. |
(1) | Dalam hal pengusaha, Pengangkut, penyalur, atau orang yang menguasai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6), Pasal 9 ayat (6), Pasal 13 ayat (7), dan Pasal 19 ayat (4), tidak bersedia menandatangani surat bukti penindakan atau berita acara penindakan, yang bersangkutan menandatangani berita acara penolakan tanda tangan surat bukti penindakan/berita acara penindakan. |
(2) | Bentuk berita acara penolakan tanda tangan surat bukti penindakan/berita acara penindakan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dibuat sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Menteri Keuangan ini. |
(3) | Dalam hal pengusaha, Pengangkut, penyalur, atau orang yang menguasai tidak bersedia menandatangani berita acara penolakan tanda tangan surat bukti penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3), Pejabat Bea dan Cukai membuat berita acara penolakan tanda tangan mengenai berita acara penolakan surat bukti penindakan dengan menyebutkan alasan. |
(4) | Bentuk berita acara penolakan tanda tangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Peraturan Menteri Keuangan ini. |
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Terhadap penindakan atas dugaan pelanggaran di bidang cukai yang ditemukan oleh penegak hukum lain dapat diserahkan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dengan ketentuan sebagai berikut:
- penindakan tersebut adalah karena tertangkap tangan oleh penegak hukum lainnya;
- telah dilakukan penelitian/penyelidikan awal oleh penegak hukum tersebut mengenai kesalahan, bukti permulaan yang cukup, dan orang yang bertanggungjawab atas pelanggaran tersebut; dan
- paling sedikit dilengkapi dengan laporan kejadian/laporan polisi, pemeriksaan dan/atau permintaan keterangan awal yang dituangkan dalam berita acara, dan kesimpulan dari pemeriksaan.
(1) | Pejabat Bea dan Cukai yang menerima berkas penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 melakukan penelitian awal dengan berdasarkan pada surat penyerahan hasil penindakan dari penegak hukum lain. |
(2) | Dalam hal hasil penelitian awal ditemukan adanya dugaan pelanggaran di bidang cukai, Pejabat Bea dan Cukai menindaklanjuti dengan menerima penyerahan penindakan atas dugaan pelanggaran di bidang cukai yang ditemukan oleh penegak hukum lain dengan disertai barang hasil penindakan, alat bukti terkait, dan orang yang bertanggungjawab atas pelanggaran tersebut. |
(3) | Atas penerimaan penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuatkan berita acara serah terima. |
(4) | Dalam hal hasil penelitian awal tidak ditemukan adanya dugaan pelanggaran di bidang cukai, Pejabat Bea dan Cukai menyampaikan surat pemberitahuan mengenai penolakan kepada penegak hukum lain yang melakukan penindakan di bidang cukai disertai alasan penolakan dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai. |
(1) | Dalam hal Pejabat Bea dan Cukai menerima penyerahan hasil penindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), Pejabat Bea dan Cukai melakukan Penegahan. |
(2) | Atas Penegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pejabat Bea dan Cukai:
|
(3) | Dalam hal pengusaha, Pengangkut, atau orang yang menguasai bangunan tidak bersedia menandatangani tanda bukti penerimaan dari surat bukti penindakan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) Pejabat Bea dan Cukai membuat berita acara penolakan tanda tangan atas tanda bukti penerimaan dari surat bukti penindakan dengan menyebutkan alasan. |
Lampiran I sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (2), Lampiran II sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (4), Lampiran III sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (2), dan Lampiran IV sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (4), merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
BAB XI
PENUTUP
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 2009
MENTERI KEUANGAN,
ttd
SRI MULYANI INDRAWATI
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.