Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 18/PMK.03/2013
Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 18/PMK.03/2013
TENTANG
TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN
TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
- bahwa ketentuan mengenai tata cara pemeriksaan Bukti Permulaan tindak pidana di bidang perpajakan telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 202/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan;
- bahwa ketentuan mengenai tata cara penyegelan dalam rangka pemeriksaan pajak telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan;
- bahwa dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, perlu dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai tata cara pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan tata cara penyegelan sebagaimana dimaksud pada huruf b;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan dan huruf c, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 43A ayat (4) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 serta Pasal 7 ayat (5) dan Pasal 60 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan;
Mengingat :
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
- Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
- Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
- Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
- Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
- Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan Bukti Permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
- Penyegelan adalah tindakan menempatkan tanda segel pada tempat atau ruangan tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang digunakan atau patut diduga digunakan sebagai tempat atau alat untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik dan benda-benda lain.
- Bahan Bukti adalah benda berupa buku, catatan, dokumen, keterangan dan/atau benda lainnya, termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line, yang menjadi dasar, sarana, dan/atau hasil pembukuan, pencatatan, atau pembuatan dokumen termasuk dokumen perpajakan yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan usaha atau pekerjaan Wajib Pajak atau orang lain yang diduga melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
- Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah laporan yang disusun oleh pemeriksa Bukti Permulaan yang berisi pengungkapan ada atau tidaknya Bukti Permulaan tindak pidana di bidang perpajakan dan merupakan bukti bahwa Wajib Pajak telah dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
- Kertas Kerja Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah media yang digunakan pemeriksa Bukti Permulaan untuk mendokumentasikan seluruh Bahan Bukti yang dikumpulkan dan simpulan yang dibuat oleh pemeriksa Bukti Permulaan.
- Laporan Kejadian adalah laporan yang memuat informasi mengenai terjadinya tindak pidana di bidang perpajakan.
BAB II
RUANG LINGKUP DAN JENIS PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN
Pasal 2
(1) | Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebelum dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan hasil pengembangan dan analisis informasi, data, laporan, dan pengaduan. |
(2) | Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah keterangan baik yang disampaikan secara lisan maupun tertulis yang dapat dikembangkan dan dianalisis untuk mengetahui ada tidaknya Bukti Permulaan tindak pidana di bidang perpajakan. |
(3) | Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kumpulan angka, huruf, kata, atau citra yang bentuknya dapat berupa surat, dokumen, buku atau catatan, baik dalam bentuk elektronik maupun bukan elektronik, yang dapat dikembangkan dan dianalisis untuk mengetahui ada tidaknya Bukti Permulaan tindak pidana di bidang perpajakan, yang menjadi dasar pelaporan yang belum dianalisis. |
(4) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh orang atau institusi karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya tindak pidana di bidang perpajakan. |
(5) | Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pemberitahuan mengenai dugaan tindak pidana di bidang perpajakan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang. |
(6) | Pengembangan dan analisis informasi, data, laporan, dan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui kegiatan intelijen atau pengamatan. |
(7) | Dalam hal pengembangan dan analisis informasi, data, laporan, dan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terkait dengan Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang telah diterbitkan surat ketetapan pajak, hasil pengembangan dan analisis tersebut ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan atau Pemeriksaan ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Undang-Undang KUP. |
(1) | Ruang lingkup Pemeriksaan Bukti Permulaan ditentukan berdasarkan hasil pengembangan dan analisis informasi, data, laporan, dan pengaduan. |
(2) | Ruang lingkup Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(3) | Dalam hal pada saat dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan ditemukan data lain di luar hasil pengembangan dan analisis informasi, data, laporan, dan pengaduan, ruang lingkup Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperluas. |
(4) | Perluasan ruang lingkup Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan:
|
(1) | Pemeriksaan Bukti Permulaan dapat dilakukan:
|
(2) | Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan pemberitahuan secara tertulis kepada Wajib Pajak. |
(3) | Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan tanpa pemberitahuan kepada Wajib Pajak. |
(4) | Pemeriksaan Bukti Permulaan harus dilakukan secara terbuka dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan tersebut terkait dengan:
|
BAB III
STANDAR PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN
Pasal 5
(1) | Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus dilaksanakan sesuai dengan standar Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(2) | Standar Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan ukuran mutu Pemeriksaan Bukti Permulaan yang diatur oleh Direktur Jenderal Pajak yang merupakan capaian minimum yang harus dicapai pemeriksa Bukti Permulaan dalam melaksanakan Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(3) | Standar Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(1) | Standar umum Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf a merupakan standar yang bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan pemeriksa Bukti Permulaan. |
(2) | Pemeriksaan Bukti Permulaan dilaksanakan oleh pemeriksa Bukti Permulaan yang memenuhi syarat sebagai berikut:
|
(1) | Standar pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b meliputi:
|
(2) | Kertas Kerja Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f berfungsi sebagai:
|
(3) | Kertas Kerja Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f harus memberikan gambaran mengenai:
|
(1) | Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan harus disusun sesuai dengan standar pelaporan Pemeriksaan Bukti Permulaan, yaitu:
|
(2) | Dalam hal pada saat Pemeriksaan Bukti Permulaan ditemukan informasi lain yang terkait, Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga harus memuat pengungkapan informasi lain tersebut. |
(3) | Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut:
|
BAB IV
PERSIAPAN PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN
Pasal 9
(1) | Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilaksanakan oleh tim pemeriksa Bukti Permulaan pada unit pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan berdasarkan surat perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(2) | Susunan keanggotaan tim pemeriksa Bukti Permulaan dalam surat perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
|
(3) | Tim pemeriksa Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibantu oleh:
|
(1) | Surat perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) diterbitkan terhadap satu Wajib Pajak untuk:
|
(2) | Dalam hal susunan keanggotaan tim pemeriksa Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) diubah, kepala unit pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan harus menerbitkan surat yang berisi perubahan tim pemeriksa Bukti Permulaan, sepanjang pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan masih dilanjutkan oleh unit pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan yang sama. |
(3) | Dalam hal unit pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan berganti, unit pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan yang lama membuat Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan yang berisi perkembangan Pemeriksaan Bukti Permulaan dalam rangka pengalihan Pemeriksaan Bukti Permulaan ke unit pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan yang baru. |
(4) | Unit pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan yang baru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menerbitkan surat perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(5) | Dalam Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka, surat yang berisi perubahan tim pemeriksa Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau surat perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus diperlihatkan kepada Wajib Pajak. |
BAB V
PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN SECARA TERBUKA
Bagian Kesatu
Pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan Secara Terbuka
Pasal 11
(1) | Dalam Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan ayat (2), kepala unit pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan menerbitkan surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan. | ||||||||||
(2) | Surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara langsung kepada Wajib Pajak, melalui faksimili, pos dengan bukti pengiriman surat, atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat. | ||||||||||
(3) | Dalam hal surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan disampaikan secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan Wajib Pajak tidak berada di tempat, surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan tersebut dapat disampaikan kepada:
|
||||||||||
(4) | Dalam hal wakil atau kuasa dari Wajib Pajak atau pihak yang dapat mewakili Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat ditemui, surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan disampaikan melalui pos dengan bukti pengiriman surat atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat, dan surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan dianggap telah disampaikan dan Pemeriksaan Bukti Permulaan telah dimulai. |
(1) | Dalam hal Wajib Pajak, wakil atau kuasa Wajib Pajak menolak untuk dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, pemeriksa Bukti Permulaan wajib membuat berita acara penolakan Pemeriksaan Bukti Permulaan yang ditandatangani oleh pemeriksa Bukti Permulaan dan Wajib Pajak, dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa selain anggota tim pemeriksa Bukti Permulaan. |
(2) | Dalam hal Wajib Pajak, wakil atau kuasa Wajib Pajak menolak untuk dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemeriksa Bukti Permulaan dapat membuat usul penyidikan kepada kepala unit pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(3) | Dalam hal Wajib Pajak, wakil atau kuasa Wajib Pajak menolak untuk menandatangani berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemeriksa Bukti Permulaan membuat berita acara penolakan penandatanganan, dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa selain anggota tim pemeriksa Bukti Permulaan. |
Bagian Kedua
Jangka Waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan Secara Terbuka
Pasal 13
(1) | Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal penyampaian surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) sampai dengan tanggal Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(2) | Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang oleh pemeriksa Bukti Permulaan dengan menyampaikan permohonan perpanjangan kepada kepala unit pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum jangka waktu 6 (enam) bulan tersebut berakhir. |
(3) | Setiap permohonan perpanjangan jangka waktu penyelesaian Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan laporan perkembangan Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(4) | Berdasarkan permohonan perpanjangan jangka waktu penyelesaian Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala unit pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan menetapkan perpanjangan jangka waktu penyelesaian Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
Bagian Ketiga
Kewajiban dan Kewenangan Pemeriksa Bukti Permulaan
dalam Pemeriksaan Bukti Permulaan Secara Terbuka
Pasal 14
(1) | Dalam melaksanakan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka, pemeriksa Bukti Permulaan berkewajiban:
|
(2) | Dalam melaksanakan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka, pemeriksa Bukti Permulaan berwenang:
|
Bagian Keempat
Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
Dalam Pemeriksaan Bukti Permulaan Secara Terbuka
Pasal 15
(1) | Dalam pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka, Wajib Pajak berhak:
|
||||||||||||||||
(2) | Dalam pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka, Wajib Pajak berkewajiban:
|
Bagian Kelima
Peminjaman Dokumen dan Permintaan Keterangan
Pasal 16
(1) | Buku, catatan, dokumen, dan/atau benda lain termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diperlukan dan diperoleh/ditemukan pada saat pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan, dipinjam pada saat itu juga dan pemeriksa Bukti Permulaan membuat bukti peminjaman. |
(2) | Dalam hal buku, catatan, dokumen, dan/atau benda lain termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diperlukan belum diperoleh/ditemukan pada saat pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemeriksa Bukti Permulaan membuat surat permintaan peminjaman. |
(3) | Buku, catatan, dokumen, dan/atau benda lain termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang dipinjam dengan surat permintaan peminjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib diserahkan kepada pemeriksa Bukti Permulaan paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal dikirim surat permintaan peminjaman kepada Wajib Pajak. |
(4) | Setiap penyerahan buku, catatan, dokumen, dan/atau benda lain termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain dari Wajib Pajak yang berkaitan dengan pemenuhan surat permintaan peminjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemeriksa Bukti Permulaan harus membuat bukti peminjaman. |
(5) | Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen yang dipinjam berupa fotokopi dan/atau berupa data yang dikelola secara elektronik, Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan harus membuat surat pernyataan bahwa fotokopi dan/atau data yang dikelola secara elektronik yang dipinjamkan kepada pemeriksa Bukti Permulaan adalah sesuai dengan aslinya. |
(6) | Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diminta oleh pemeriksa Bukti Permulaan tidak dimiliki atau tidak dikuasai oleh Wajib Pajak, Wajib Pajak harus membuat surat pernyataan yang menyatakan bahwa buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diminta oleh pemeriksa Bukti Permulaan tidak dimiliki atau tidak dikuasai oleh Wajib Pajak. |
(1) | Apabila Wajib Pajak tidak atau tidak sepenuhnya meminjamkan buku, catatan, dan dokumen dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3), pemeriksa Bukti Permulaan harus mengirim surat peringatan pertama. |
(2) | Apabila Wajib Pajak tidak atau tidak sepenuhnya meminjamkan buku, catatan, dan dokumen dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal dikirimkan surat peringatan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemeriksa Bukti Permulaan harus mengirim surat peringatan kedua. |
(3) | Setiap surat peringatan yang disampaikan kepada Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus dilampiri dengan daftar buku, catatan, dan dokumen yang belum dipinjamkan dalam rangka Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(4) | Dalam hal Wajib Pajak menyatakan bahwa seluruh buku, catatan, dan/atau dokumen sudah diserahkan, pemeriksa Bukti Permulaan harus membuat berita acara pemenuhan seluruh peminjaman buku, catatan dan dokumen. |
(1) | Pemeriksa Bukti Permulaan dapat meminta keterangan kepada pihak lain yang berkaitan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) dan keterangan tersebut dituangkan dalam berita acara permintaan keterangan. |
(2) | Permintaan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan memanggil Wajib Pajak dengan mengirimkan surat panggilan pertama. |
(3) | Dalam hal pihak lain yang dipanggil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak hadir, pemeriksa Bukti Permulaan mengirimkan surat panggilan kedua. |
(4) | Dalam hal pihak lain yang dipanggil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) tidak hadir memenuhi panggilan tetapi dapat memberikan alasan yang patut dan wajar mengenai ketidakhadirannya, pemeriksa Bukti Permulaan dapat meminta keterangan di tempat pihak lain tersebut berada. |
(5) | Dalam hal keterangan dari pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperoleh, pemeriksa Bukti Permulaan membuat berita acara tidak terpenuhinya permintaan keterangan. |
Pemeriksa Bukti Permulaan melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan, dapat meminta keterangan dan/atau bukti kepada pihak ketiga secara tertulis sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Bagian Keenam
Penyegelan dalam Pemeriksaan Bukti Permulaan Secara Terbuka
Pasal 20
(1) | Pemeriksa Bukti Permulaan berwenang melakukan Penyegelan untuk memperoleh atau mengamankan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik, dan benda-benda lain yang dapat memberi petunjuk tentang adanya dugaan tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak agar tidak dipindahkan, dihilangkan, dimusnahkan, diubah, dirusak, ditukar, atau dipalsukan. |
(2) | Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila pada saat pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka:
|
(1) | Penyegelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dilakukan dengan menggunakan tanda segel. |
(2) | Penyegelan dilakukan oleh pemeriksa Bukti Permulaan dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa selain anggota tim pemeriksa Bukti Permulaan. |
(3) | Dalam melakukan Penyegelan, pemeriksa Bukti Permulaan wajib membuat berita acara Penyegelan. |
(4) | Berita acara Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat dan ditandatangani oleh pemeriksa Bukti Permulaan dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa selain anggota tim pemeriksa Bukti Permulaan. |
(5) | Berita acara Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat 2 (dua) rangkap dan rangkap kedua diserahkan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang diperiksa. |
(6) | Dalam hal saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menolak menandatangani berita acara Penyegelan, pemeriksa Bukti Permulaan membuat catatan tentang penolakan tersebut dalam berita acara Penyegelan. |
(7) | Dalam melakukan Penyegelan, pemeriksa Bukti Permulaan dapat meminta bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau pemerintah daerah setempat. |
(1) | Pembukaan segel dilakukan apabila:
|
(2) | Pembukaan segel harus dilakukan oleh pemeriksa Bukti Permulaan dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang yang telah dewasa selain anggota tim pemeriksa Bukti Permulaan. |
(3) | Dalam keadaan tertentu, pembukaan segel dapat dibantu oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau pemerintah daerah setempat. |
(4) | Dalam hal tanda segel yang digunakan untuk melakukan Penyegelan rusak atau hilang, pemeriksa Bukti Permulaan harus membuat berita acara mengenai kerusakan atau kehilangan tersebut dan melaporkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia. |
(5) | Dalam melakukan pembukaan segel, pemeriksa Bukti Permulaan membuat berita acara pembukaan segel yang ditandatangani oleh pemeriksa Bukti Permulaan dan saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(6) | Dalam hal saksi menolak menandatangani berita acara pembukaan segel, pemeriksa Bukti Permulaan membuat catatan tentang penolakan tersebut dalam berita acara pembukaan segel. |
(7) | Berita acara pembukaan segel dibuat 2 (dua) rangkap dan rangkap kedua diserahkan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak. |
(1) | Apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Penyegelan atau jangka waktu lain dengan mempertimbangkan tujuan Penyegelan, Wajib Pajak, wakil, atau kuasanya tetap tidak memberi izin kepada pemeriksa Bukti Permulaan untuk memasuki tempat atau ruangan dan/atau memberikan bantuan guna kelancaran Pemeriksaan Bukti Permulaan, Wajib Pajak dianggap menolak dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(2) | Dalam hal Wajib Pajak dianggap menolak dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak, wakil, atau kuasanya harus menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan Bukti Permulaan dan pemeriksa Bukti Permulaan dapat mengusulkan penyidikan kepada kepala unit pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(3) | Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasanya menolak menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemeriksa Bukti Permulaan membuat dan menandatangani berita acara mengenai penolakan tersebut. |
Bagian Ketujuh
Pengungkapan Ketidakbenaran Perbuatan oleh Wajib Pajak
Pasal 24
Wajib Pajak yang sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dengan kemauan sendiri dapat mengungkapkan dengan pernyataan tertulis mengenai ketidakbenaran perbuatannya, yaitu:
- tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
- menyampaikan Surat Pemberitahuan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar,
(1) | Pernyataan tertulis mengenai ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud Pasal 24 harus ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dilampiri dengan:
|
(2) | Pernyataan tertulis mengenai ketidakbenaran perbuatan beserta lampirannya sebagaimana dimaksud ayat (1) disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. |
(3) | Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan penelitian terhadap pemenuhan kelengkapan lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(4) | Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pengungkapan ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak tidak memenuhi kelengkapan lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak dianggap belum melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan. |
(5) | Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pengungkapan ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak memenuhi kelengkapan lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar memberikan bukti penerimaan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan. |
(1) | Terhadap Wajib Pajak yang melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Pemeriksaan Bukti Permulaan tetap dilanjutkan sesuai dengan standar pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan sampai dengan penyusunan konsep Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(2) | Konsep Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditelaah oleh tim penelaah Pemeriksaan Bukti Permulaan untuk meyakini bahwa pengungkapan ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak telah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. |
(3) | Yang dimaksud sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan menurut pengungkapan ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak jumlahnya sama atau lebih besar daripada temuan Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(4) | Dalam hal pengungkapan ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak telah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, Pemeriksaan Bukti Permulaan ditindaklanjuti dengan penyusunan Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan tanpa usul penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dan kepada Wajib Pajak disampaikan pemberitahuan secara tertulis. |
(5) | Dalam hal pengungkapan ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, Pemeriksaan Bukti Permulaan diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
BAB VI
PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN SECARA TERTUTUP
Bagian Kesatu
Jangka Waktu Pemeriksaan Bukti Permulaan Secara Tertutup
Pasal 27
(1) | Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan diterima oleh pemeriksa Bukti Permulaan. |
(2) | Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang oleh pemeriksa Bukti Permulaan dengan menyampaikan permohonan perpanjangan kepada kepala unit pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum jangka waktu 6 (enam) bulan tersebut berakhir. |
(3) | Setiap permohonan perpanjangan jangka waktu penyelesaian Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan laporan perkembangan Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(4) | Berdasarkan permohonan perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala unit pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan menetapkan perpanjangan jangka waktu penyelesaian Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
Bagian Kedua
Kewajiban dan Kewenangan Pemeriksa Bukti Permulaan
dalam Pemeriksaan Bukti Permulaan Secara Tertutup
Pasal 28
(1) | Dalam melaksanakan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup, pemeriksa Bukti Permulaan berkewajiban:
|
(2) | Dalam melaksanakan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup, pemeriksa Bukti Permulaan berwenang:
|
(1) | Pemeriksa Bukti Permulaan yang melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup berwenang meminta keterangan kepada pihak lain yang terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) huruf b dan keterangan tersebut dituangkan dalam berita acara permintaan keterangan. |
(2) | Permintaan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan mengundang pihak lain dengan mengirimkan undangan. |
(3) | Dalam hal pihak lain yang diundang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak hadir, pemeriksa Bukti Permulaan mengirimkan undangan kedua. |
(4) | Dalam hal pihak lain yang diundang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak hadir memenuhi undangan tetapi dapat memberikan alasan yang patut dan wajar mengenai ketidakhadirannya, pemeriksa Bukti Permulaan dapat meminta keterangan di tempat pihak lain tersebut berada. |
Pemeriksa Bukti Permulaan melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan, dapat meminta keterangan dan/atau bukti kepada pihak ketiga secara tertulis sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(1) | Dalam hal Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup juga dilakukan Pemeriksaan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||
(2) | Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilanjutkan kembali apabila:
|
||||||||
(3) | Dalam hal Pemeriksaan dilanjutkan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyidik menyerahkan buku atau catatan, data, informasi dan/atau dokumen yang terkait dengan penyidikan kepada Pemeriksa Pajak dengan membuat berita acara. | ||||||||
(4) | Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihentikan apabila penyidikan dihentikan sesuai dengan ketentuan Pasal 44B Undang-Undang KUP. | ||||||||
(5) | Dalam hal Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup juga dilakukan verifikasi dalam rangka menerbitkan surat ketetapan pajak, berlaku ketentuan:
|
Bagian Ketiga
Pembetulan Surat Pemberitahuan oleh Wajib Pajak
Pasal 32
(1) | Dalam hal Wajib Pajak dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup, Wajib Pajak tetap berhak untuk melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), ayat (1a), dan ayat (6) Undang-Undang KUP serta Pasal 5 dan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan. |
(2) | Dalam hal Wajib Pajak melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup dilanjutkan dengan mempertimbangkan pembetulan Surat Pemberitahuan tersebut dan diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
BAB VII
LAPORAN DAN TINDAK LANJUT
PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN
Pasal 33
(1) | Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan harus dituangkan dalam Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(2) | Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan Kertas Kerja Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7. |
(1) | Pemeriksaan Bukti Permulaan ditindaklanjuti dengan:
|
(2) | Terhadap Pemeriksaan Bukti Permulaan yang ditindaklanjuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, serta Pemeriksaan Bukti Permulaan tersebut merupakan tindak lanjut Pemeriksaan, pemeriksa Bukti Permulaan mengirimkan data dan/atau Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan ke unit pelaksana Pemeriksaan yang mengusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(3) | Terhadap Pemeriksaan Bukti Permulaan yang ditindaklanjuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf d, dan huruf e, serta Pemeriksaan Bukti Permulaan tersebut bukan merupakan tindak lanjut Pemeriksaan, pemeriksa Bukti Permulaan mengirimkan data dan/atau Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. |
(4) | Data dan/atau Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. |
(5) | Terhadap Pemeriksaan Bukti Permulaan yang ditindaklanjuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan ditemukan data lain yang mengindikasikan perbuatan tindak pidana di bidang perpajakan, terhadap Wajib Pajak tetap dapat dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan kembali atas Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak serta jenis pajak yang sama, sepanjang belum diterbitkan surat ketetapan pajak dan Pemeriksaan Bukti Permulaan tersebut bukan merupakan Pemeriksaan Bukti Pemeriksaan ulang. |
(1) | Apabila pada saat melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, pemeriksa Bukti Permulaan menemukan indikasi pegawai Direktorat Jenderal Pajak tersangkut dalam tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak, pemeriksa Bukti Permulaan melaporkan kepada kepala unit pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan untuk dilakukan penelaahan. |
(2) | Dalam hal berdasarkan hasil penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdapat cukup bukti adanya indikasi pegawai Direktorat Jenderal Pajak tersangkut dalam tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak, kepala unit pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan melaporkan kepada Direktur Jenderal Pajak. |
(3) | Direktur Jenderal Pajak menilai laporan kepala unit pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan apabila terdapat cukup bukti adanya indikasi pegawai Direktorat Jenderal Pajak tersangkut dalam tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak melaporkan kepada Menteri Keuangan. |
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Pemeriksaan Bukti Permulaan terhadap pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang terindikasi tersangkut tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak, diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak atau Peraturan Bersama Direktur Jenderal Pajak dan Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan.
(1) | Dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka ditindaklanjuti dengan tindakan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf a, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | Dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka tidak ditindaklanjuti dengan tindakan penyidikan, pemeriksa Bukti Permulaan segera mengembalikan buku atau catatan, data, informasi dan/atau dokumen, termasuk media penyimpanan elektronik milik Wajib Pajak dengan menggunakan Bukti Pengembalian, kecuali Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka merupakan tindak lanjut dari Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, buku atau catatan, data, informasi dan/atau dokumen diserahkan kepada Pemeriksa Pajak dengan membuat berita acara. |
(1) | Dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan ditemukan adanya indikasi tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak lain, pemeriksa Bukti Permulaan membuat laporan perkembangan. |
(2) | Laporan perkembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada kepala unit pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan yang membawahi Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak lain tersebut terdaftar. |
(3) | Laporan perkembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk dalam pengertian laporan yang dapat digunakan sebagai dasar pengembangan dan analisis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. |
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
- petunjuk pelaksanaan pengembangan dan analisis informasi, data, laporan, dan pengaduan; dan
- petunjuk pelaksanaan kegiatan intelijen atau pengamatan dalam rangka pengembangan dan analisis informasi, data, laporan, dan pengaduan,
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 40
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini:
- terhadap surat perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan Pemeriksaan Bukti Permulaan belum selesai, proses penyelesaian selanjutnya dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini;
- terhadap Pemeriksaan yang ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan dan telah dibuat Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir, dapat dilakukan Pemeriksaan dalam rangka penerbitan surat ketetapan pajak sepanjang hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan tidak terdapat indikasi tindak pidana di bidang perpajakan.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 41
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 202/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2013.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 Januari 2013 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. AGUS D.W. MARTOWARDOJO |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 7 Januari 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 48
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.