Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 213/PMK.03/2016
Jenis Dokumen Dan/Atau Informasi Tambahan Yang Wajib Disimpan Oleh Wajib Pajak Yang Melakukan Transaksi Dengan Para Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa, Dan Tata Cara Pengelolaannya
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 213/PMK.03/2016
TENTANG
JENIS DOKUMEN DAN/ATAU INFORMASI TAMBAHAN
YANG WAJIB DISIMPAN OLEH WAJIB PAJAK YANG MELAKUKAN TRANSAKSI
DENGAN PARA PIHAK YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA,
DAN TATA CARA PENGELOLAANNYA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
- bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (6) dan Pasal 28 ayat (11) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang, Wajib Pajak harus melampirkan dokumen berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dalam Surat Pemberitahuannya, dan wajib menyimpan buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia;
- bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan diatur bahwa dalam hal Wajib Pajak melakukan transaksi dengan para pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak, kewajiban menyimpan dokumen lain meliputi dokumen dan/atau informasi tambahan untuk mendukung bahwa transaksi yang dilakukan dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa telah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Jenis Dokumen dan/atau Informasi Tambahan yang Wajib Disimpan oleh Wajib Pajak yang Melakukan Transaksi dengan Para Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa, dan Tata Cara Pengelolaannya;
Mengingat :
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
- Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG JENIS DOKUMEN DAN/ATAU INFORMASI TAMBAHAN YANG WAJIB DISIMPAN OLEH WAJIB PAJAK YANG MELAKUKAN TRANSAKSI DENGAN PARA PIHAK YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA, DAN TATA CARA PENGELOLAANNYA.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
- Hubungan Istimewa adalah hubungan istimewa sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan atau Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
- Pihak Afiliasi adalah pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan Wajib Pajak.
- Transaksi Afiliasi adalah transaksi yang dilakukan Wajib Pajak dengan Pihak Afiliasi.
- Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha yang Tidak Dipengaruhi oleh Hubungan Istimewa yang selanjutnya disebut Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha adalah prinsip yang mengatur bahwa dalam hal kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara para pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa sama atau sebanding dengan kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara para pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang dijadikan sebagai pembanding, harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara para pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dimaksud harus sama dengan atau berada dalam rentang harga atau rentang laba dalam transaksi yang dilakukan antara para pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang dijadikan sebagai pembanding.
- Penentuan Harga Transfer atau Transfer Pricing yang selanjutnya disebut Penentuan Harga Transfer adalah penentuan harga dalam Transaksi Afiliasi.
- Dokumen Penentuan Harga Transfer adalah dokumen yang diselenggarakan oleh Wajib Pajak sebagai dasar penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Penentuan Harga Transfer yang dilakukan oleh Wajib Pajak.
- Grup Usaha adalah sekumpulan subjek pajak yang menjalankan kegiatan usaha yang terdiri dari pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.
- Entitas Induk adalah salah satu anggota dari Grup Usaha yang memenuhi kriteria:
- menguasai secara langsung atau tidak langsung satu atau lebih anggota lain dalam Grup Usaha; dan
- mempunyai kewajiban untuk menyelenggarakan laporan keuangan konsolidasi berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia dan/atau berdasarkan ketentuan yang mengikat emiten bursa efek di Indonesia.
(1) | Dokumen Penentuan Harga Transfer terdiri atas:
|
||||||||||||
(2) | Wajib Pajak yang melakukan Transaksi Afiliasi dengan:
|
||||||||||||
(3) | Wajib Pajak yang merupakan Entitas Induk dari suatu Grup Usaha yang memiliki peredaran bruto konsolidasi pada Tahun Pajak bersangkutan paling sedikit Rp 11.000.000.000.000,00 (sebelas triliun rupiah), wajib menyelenggarakan dan menyimpan Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c sebagai bagian dari kewajiban menyimpan dokumen lain sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. | ||||||||||||
(4) | Dalam hal Wajib Pajak dalam negeri berkedudukan sebagai anggota Grup Usaha dan entitas induk dari Grup Usaha merupakan subjek pajak luar negeri, Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan laporan per negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c sepanjang negara atau yurisdiksi tempat Entitas Induk berdomisili:
|
||||||||||||
(5) | Batasan nilai peredaran bruto dan nilai Transaksi Afiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung dengan cara disetahunkan dalam hal Tahun Pajak diperolehnya peredaran bruto dan/ atau dilakukannya Transaksi Afiliasi meliputi jangka waktu kurang dari 12 (dua belas) bulan. | ||||||||||||
(6) | Dalam hal Wajib Pajak memiliki Transaksi Afiliasi namun tidak diwajibkan untuk menyelenggarakan dan menyimpan Dokumen Penentuan Harga Transfer berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), atau ayat (4), Wajib Pajak tetap diwajibkan untuk menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi Afiliasi tersebut sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. | ||||||||||||
(7) | Dalam hal Wajib Pajak telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain rupiah, batasan nilai uang dalam mata uang rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) setara dengan nilai mata uang selain rupiah berdasarkan nilai kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk penghitungan pajak pada akhir Tahun Pajak. | ||||||||||||
(8) | Peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (5) merupakan jumlah bruto dari penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan pekerjaan, usaha atau kegiatan utama Wajib Pajak sebelum dikurangi diskon, rabat, dan pengurang lainnya. | ||||||||||||
(9) | Penentuan Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan dan menyimpan Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (5) adalah sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan huruf b, wajib diselenggarakan berdasarkan data dan informasi yang tersedia pada saat dilakukan Transaksi Afiliasi. |
(2) | Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c, wajib diselenggarakan berdasarkan data dan informasi yang tersedia sampai dengan akhir Tahun Pajak. |
(3) | Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2), Wajib Pajak dianggap tidak menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha. |
(1) | Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan huruf b, harus tersedia paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak. |
(2) | Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c, harus tersedia paling lama 12 (dua belas) bulan setelah akhir Tahun Pajak. |
(3) | Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan surat pernyataan mengenai saat tersedianya Dokumen Penentuan Harga Transfer tersebut yang ditandatangani oleh pihak yang menyediakan Dokumen Penentuan Harga Transfer. |
(1) | Dalam hal diperlukan untuk pengawasan kepatuhan Wajib Pajak, pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, atau penyidikan, Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan permintaan Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan huruf b. |
(2) | Wajib Pajak wajib menyampaikan Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(3) | Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan Dokumen Penentuan Harga Transfer melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Dokumen Penentuan Harga Transfer yang disampaikan tidak dipertimbangkan sebagai Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan huruf b. |
(4) | Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib Pajak dianggap tidak memenuhi kewajiban menyelenggarakan dan menyimpan Dokumen Penentuan Harga Transfer. |
(1) | Dalam rangka melaksanakan proses penelitian keberatan, pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar, pengurangan atau pembatalan surat tagihan pajak yang tidak benar, atau pembetulan, Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk melakukan permintaan Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan huruf b. |
(2) | Wajib Pajak harus menyampaikan Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(1) | Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan huruf b wajib dibuat ikhtisar. |
(2) | Ikhtisar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan sebagai lampiran Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak yang bersangkutan. |
(3) | Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c untuk Tahun Pajak 2016 dan seterusnya wajib disampaikan sebagai lampiran Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak berikutnya. |
(4) | Ikhtisar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Dokumen induk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a harus memuat informasi mengenai Grup Usaha paling sedikit sebagai berikut:
|
||||||||||
(2) | Rincian dan/atau penjelasan dari informasi dalam dokumen induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat informasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Dokumen lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b harus memuat informasi mengenai Wajib Pajak paling sedikit sebagai berikut:
|
||||||||||
(2) | Rincian dan/atau penjelasan dari informasi dalam dokumen lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat informasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||||||||||
(3) | Dalam hal Wajib Pajak mempunyai lebih dari satu kegiatan usaha dengan karakterisasi usaha yang berbeda, dokumen lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disajikan secara tersegmentasi sesuai dengan karakterisasi usaha yang dimiliki. |
(1) | Laporan per negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c harus memuat informasi sebagai berikut:
|
||||
(2) | Penyusunan laporan per negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pembentukan kertas kerja laporan per negara dan dilampirkan pada laporan per negara. | ||||
(3) | Kertas kerja laporan per negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||||
(4) | Laporan per negara yang memuat informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||||
(5) | Laporan per negara yang memuat informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||||
(6) | Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan hanya dalam rangka penilaian risiko penghindaran pajak. |
(1) | Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) harus dibuat oleh Wajib Pajak dalam bahasa Indonesia. |
(2) | Dalam hal Wajib Pajak telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa asing dan mata uang selain rupiah, Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuat sesuai dengan bahasa asing yang tercantum dalam izin penyelenggaraan pembukuan dimaksud dan disertai dengan terjemahannya dalam bahasa Indonesia. |
(1) | Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c yang diterima oleh Direktur Jenderal Pajak dikelola secara khusus oleh Direktur Jenderal Pajak. |
(2) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengelolaan Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. |
Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 5, atau Pasal 7, dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 2016 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 2016
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 2120
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.