Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER - 10/PJ/2017
Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 10/PJ/2017
TENTANG
TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
- bahwa ketentuan mengenai tata cara penerapan persetujuan penghindaran pajak berganda sebelumnya diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2009 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2010;
- bahwa ketentuan mengenai pencegahan penyalahgunaan persetujuan penghindaran pajak berganda sebelumnya diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-62/PJ/2009 tentang Pencegahan Penyalahgunaan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-25/PJ/2010;
- bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 32A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 diatur bahwa Pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan Pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak;
- bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan perlu mengatur kembali ketentuan mengenai tata cara penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda;
- bahwa dalam rangka memberikan kepastian hukum dan untuk mencegah penyalahgunaan persetujuan penghindaran pajak berganda, perlu mengganti Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2009 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2010 dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-62/PJ/2009 tentang Pencegahan Penyalahgunaan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-25/PJ/2010;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda;
Mengingat :
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
- Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5183);
- Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 12/PMK.03/2017 tentang Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 248);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA.
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:
- Undang-Undang Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPh adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
- Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang selanjutnya disebut P3B adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak.
- Manfaat P3B adalah fasilitas dalam P3B yang dapat berupa tarif pajak yang lebih rendah dari tarif pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang PPh atau pengecualian dari pengenaan pajak di negara sumber.
- Wajib Pajak Luar Negeri yang selanjutnya disingkat WPLN adalah subjek pajak luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPh yang menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap atau tanpa melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
- Pemotong dan/atau Pemungut Pajak adalah badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya yang diwajibkan untuk melakukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WPLN.
- Surat Keterangan Domisili WPLN yang selanjutnya disingkat SKD WPLN adalah surat keterangan berupa formulir yang terdiri dari Form DGT-1 atau Form DGT-2 yang diisi oleh WPLN dan disahkan oleh Pejabat yang Berwenang dari negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B dalam rangka penerapan P3B.
- Certificate of Residence adalah surat keterangan dengan nama apapun yang menjelaskan status penduduk (resident) untuk kepentingan perpajakan bagi WPLN yang diterbitkan dan disahkan oleh Pejabat yang Berwenang dari negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B dalam rangka penerapan P3B.
- Pejabat yang Berwenang Mengesahkan SKD WPLN atau Competent Authority yang selanjutnya disebut Pejabat yang Berwenang adalah pejabat yang memiliki kewenangan untuk mengesahkan SKD WPLN dan/atau Certificate of Residence berdasarkan peraturan domestik di negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B.
- Kustodian adalah lembaga yang telah mendapatkan persetujuan dari otoritas yang berwenang di Indonesia untuk memberikan jasa penitipan efek dan harta lain yang berkaitan dengan efek serta jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga, dan hak-hak lain, menyelesaikan transaksi efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya.
- Agen adalah orang pribadi atau badan yang bertindak sebagai perantara dan melakukan tindakan untuk dan/atau atas nama pihak lain.
- Nominee adalah orang pribadi atau badan yang secara hukum memiliki suatu harta dan/atau penghasilan (legal owner) untuk kepentingan atau berdasarkan amanat pihak yang sebenarnya menjadi pemilik harta dan/atau pihak yang sebenarnya menikmati manfaat atas penghasilan.
- Conduit adalah suatu perusahaan yang memperoleh Manfaat P3B sehubungan dengan penghasilan yang timbul di Indonesia, sementara manfaat ekonomi dari penghasilan tersebut dimiliki oleh orang pribadi atau badan di negara lain yang tidak akan dapat memperoleh hak pemanfaatan P3B jika penghasilan tersebut diterima langsung.
BAB II
KEWAJIBAN PEMOTONGAN ATAU PEMUNGUTAN PAJAK
Pasal 2
(1) | Pemotong dan/atau Pemungut Pajak wajib melakukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang PPh atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WPLN, |
(2) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemotong dan/atau Pemungut Pajak melakukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B dalam hal:
|
BAB III
TATA CARA PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN DAN
PELAPORAN PAJAK
Pasal 3
(1) | Pemotong dan/atau Pemungut Pajak harus membuat bukti, pemotongan dan/atau pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan yang mengatur tentang bukti pemotongan dan/atau pemungutan pajak penghasilan. |
(2) | Dalam hal terdapat penghasilan yang diterima atau diperoleh WPLN tetapi tidak terdapat pajak yang dipotong dan/atau dipungut di Indonesia berdasarkan ketentuan yang diatur dalam P3B, Pemotong dan/atau Pemungut Pajak tetap harus membuat bukti pemotongan dan/atau pemungutan pajak. |
(1) | Pemotong dan/atau Pemungut Pajak harus menyampaikan SKD WPLN yang telah memenuhi persyaratan administratif dan tertentu lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d sebagai lampiran dalam SPT Masa untuk masa terutangnya pajak penghasilan. |
(2) | Dalam hal Pemotong dan/atau Pemungut Pajak tidak menyampaikan SKD WPLN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(3) | Penyampaian SKD WPLN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara elektronik sesuai ketentuan yang berlaku. |
BAB IV
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMOTONGAN DAN/ATAU
PEMUNGUTAN PAJAK
Pasal 5
(1) | Dalam hal terjadi:
|
(2) | Manfaat P3B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan dalam hal terjadi penyalahgunaan P3B. |
(3) | SKD WPLN yang disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus memenuhi persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e serta persyaratan tertentu lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8. |
(4) | Dalam hal WPLN yang menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia:
|
BAB V
SKD WPLN YANG MEMENUHI PERSYARATAN ADMINISTRATIF
Pasal 6
(1) | SKD WPLN memenuhi persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d dalam hal:
|
(2) | Penandasahan oleh Pejabat yang Berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dituangkan dalam Part III Form DGT-1 atau Part III Form DGT-2. |
(3) | Penandasahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat digantikan dengan Certificate of Residence yang harus memenuhi ketentuan:
|
(4) | Dalam hal WPLN menggunakan Certificate of Residence sebagaimana dimaksud pada ayat (3), WPLN tetap wajib mengisi Form DGT-1 selain Part III atau Form DGT-2 selain Part III. |
(5) | Periode yang tercantum pada SKD WPLN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e yaitu paling lama 12 (dua belas) bulan. |
(6) | Form DGT-1 atau Form DGT-2 menggunakan formulir dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Form DGT-1 digunakan oleh WPLN selain WPLN yang menggunakan Form DGT-2. |
(2) | Form DGT-2 digunakan oleh:
|
BAB VI
SKD WPLN YANG MEMENUHI PERSYARATAN TERTENTU
LAINNYA
Pasal 8
SKD WPLN memenuhi persyaratan tertentu lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d dalam hal:
a. | bagi WPLN yang menggunakan Form DGT-1, WPLN harus menyatakan dalam lembar ke-2 formulir tersebut bahwa WPLN mempunyai:
|
||||||||||||
b. | bagi WPLN yang menggunakan Form DGT-1 dan WPLN dipersyaratkan sebagai beneficial owner berdasarkan P3B, selain harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, WPLN harus menyatakan dalam lembar ke-3 formulir tersebut bahwa:
|
||||||||||||
c. | bagi WPLN yang menggunakan Form DGT-2, WPLN harus menyatakan dalam Part II formulir tersebut bahwa WPLN:
|
BAB VII
PENYALAHGUNAAN P3B
Pasal 9
(1) | Penyalahgunaan P3B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf e terjadi dalam hal tujuan utama atau salah satu tujuan utama pengaturan transaksi adalah untuk mendapatkan Manfaat P3B serta bertentangan dengan maksud dan tujuan dibentuknya P3B. |
(2) | Penyalahgunaan P3B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terjadi dalam hal WPLN memiliki:
|
(3) | Kegiatan atau usaha aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan secara aktif oleh WPLN sesuai keadaan yang sebenarnya yang ditunjukkan dengan adanya biaya yang dikeluarkan, upaya yang dilakukan, atau pengorbanan yang terjadi, yang berkaitan secara langsung dengan usaha atau kegiatan dalam rangka mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk kegiatan signifikan yang dilakukan WPLN untuk mempertahankan kelangsungan entitas. |
(4) | Dalam hal terdapat perbedaan antara bentuk hukum (legal form) suatu struktur/skema transaksi dengan substansi ekonomisnya (economic substance), perlakuan perpajakan diterapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku berdasarkan substansi ekonomisnya (substance over form) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf a. |
BAB VIII
BENEFICIAL OWNER
Pasal 10
(1) | WPLN memenuhi ketentuan sebagai Beneficial Owner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf f dalam hal:
|
(2) | Yang dimaksud dengan penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (I) huruf b angka 2 yaitu seluruh penghasilan WPLN dengan nama dan dalam bentuk apapun serta dari sumber manapun, sesuai dengan laporan keuangan nonkonsolidasi WPLN. |
(3) | Untuk menentukan nilai 50% penghasilan yang digunakan memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 2 tidak termasuk:
|
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 11
(1) | Dalam hal penerima penghasilan merupakan Pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B, Bank Sentral atau lembaga-lembaga tertentu yang namanya disebutkan secara tegas dalam P3B atau yang telah disepakati oleh otoritas perpajakan di Indonesia dan otoritas perpajakan di negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B, penerapan P3B dapat dilakukan dengan tidak menggunakan Form DGT-1 atau Fonn DGT-2. |
(2) | Penerima penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan Certificate of Residence yang memenuhi persyaratan sesuai dengan pasal 6 ayat (3) atau surat keterangan dari otoritas perpajakan di negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B yang menyatakan bahwa penerima penghasilan tersebut merupakan pihak yang dapat dikecualikan dari pengenaan pajak di negara sumber atas penghasilan tertentu berdasarkan P3B, |
(3) | Certificate of Residence atau surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat digunakan untuk tahun pajak yang tercantum pada Certificate of Residence tersebut. |
Untuk dapat menerapkan ketentuan yang diatur dalam P3B selain ketentuan pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan, WPLN harus menyerahkan Certificate of Residence yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) kepada Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal, tempat kegiatan usaha atau tempat kedudukan WPLN di Indonesia.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 13
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini berlaku:
- SKD yang telah disahkan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2009 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2010 dan masa berlakunya belum terlewati, tetap dapat dipergunakan sampai dengan berakhirnya masa berlaku tersebut;
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2009 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2010, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; dan
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-62/PJ/2009 tentang Pencegahan Penyalahgunaan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-25/PJ/2010, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus 2017.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 Juni 2017
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd.
KEN DWIJUGIASTEADI
NIP 195711081984081001
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.