Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER - 10/PJ/2018
Tempat Pendaftaran Wajib Pajak Dan/Atau Tempat Pelaporan Usaha Pengusaha Kena Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak Di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus Dan Kantor Pelayanan Pajak Madya
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 10/PJ/2018
TENTANG
TEMPAT PENDAFTARAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU TEMPAT PELAPORAN USAHA PENGUSAHA
KENA PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK DI LINGKUNGAN KANTOR WILAYAH
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK WAJIB PAJAK BESAR, KANTOR PELAYANAN PAJAK DI
LINGKUNGAN KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK JAKARTA KHUSUS DAN
KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
- bahwa dalam rangka memberikan kepastian hukum, meningkatkan pelayanan, tertib administrasi dan pengawasan dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak tertentu, perlu mengatur tempat pendaftaran Wajib Pajak dan/atau pelaporan usaha Pengusaha Kena Pajak tertentu tersebut;
- bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dan Pasal 2 ayat (2) huruf b Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha selain pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tempat Pendaftaran dan/atau Tempat Pelaporan Usaha bagi Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus dan Kantor Pelayanan Pajak Madya;
Mengingat :
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4999);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
- Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-233/PJ/2012 tentang Klasifikasi Lapangan Usaha Wajib Pajak beserta perubahannya;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TEMPAT PENDAFTARAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU TEMPAT PELAPORAN USAHA PENGUSAHA KENA PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK DI LINGKUNGAN KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK WAJIB PAJAK BESAR, KANTOR PELAYANAN PAJAK DI LINGKUNGAN KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK JAKARTA KHUSUS DAN KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA.
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:
- Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang.
- Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
- Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada dan bertanggung jawab langsung kepada kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
- Wajib Pajak Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disebut Wajib Pajak BUMN adalah Wajib Pajak yang meliputi perusahaan negara, badan usaha milik negara, dan anak perusahaan dari perusahaan negara atau badan usaha milik negara dengan penyertaan modal baik langsung maupun tidak langsung lebih dari 50% (lima puluh persen), termasuk bank sentral dan otoritas pengawas pasar modal dan jasa keuangan.
- Wajib Pajak Minyak dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut Wajib Pajak Migas adalah badan tertentu yang melakukan kegiatan usaha di sektor hulu minyak dan gas bumi dan panas bumi serta jasa pendukungnya, termasuk perusahaan holding yang mengendalikan secara langsung maupun tidak langsung badan tertentu dimaksud.
- Wajib Pajak Berstatus Pusat adalah Wajib Pajak yang terdaftar di KPP dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dengan kode 3 (tiga) digit terakhirnya adalah 000.
- Wajib Pajak Berstatus Cabang adalah Wajib Pajak yang terdaftar di KPP dan memiliki NPWP dengan kode 3 (tiga) digit terakhirnya selain 000.
- Kantor Pelayanan Pajak Lama yang selanjutnya disebut KPP Lama adalah KPP tempat Wajib Pajak terdaftar sebelum Wajib Pajak terdaftar di KPP Baru.
- Kantor Pelayanan Pajak Baru yang selanjutnya disebut KPP Baru adalah KPP yang menerima perpindahan Wajib Pajak dari KPP lama.
- Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Lama yang selanjutnya disebut Kanwil Lama adalah Kantor Wilayah di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang membawahi KPP Lama.
- Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Baru yang selanjutnya disebut Kanwil Baru adalah Kantor Wilayah di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang membawahi KPP Baru.
- Saat Mulai Terdaftar yang selanjutnya disebut SMT adalah tanggal saat Wajib Pajak terdaftar dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di KPP yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
BAB II
TEMPAT WAJIB PAJAK TERDAFTAR, PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN
KEWAJIBAN PERPAJAKAN
Pasal 2
(1) | Tempat pendaftaran Wajib Pajak dan/atau tempat pelaporan usaha Pengusaha Kena Pajak pada KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan KPP Madya berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | Wajib Pajak Penanaman Modal Asing tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 2 sampai dengan angka 7 ditentukan berdasarkan klasifikasi lapangan usaha Wajib Pajak sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf A yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. |
(2) | Wajib Pajak yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk seluruh cabang Wajib Pajak yang berdomisili di wilayah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I huruf B yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(3) | Wajib Pajak yang memenuhi kriteria untuk terdaftar pada KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), yang mendaftarkan diri setelah penerbitan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdaftar pada KPP Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan atau tempat tinggal Wajib Pajak. |
(4) | Dalam hal berdasarkan hasil evaluasi, Wajib Pajak tidak lagi memenuhi kriteria untuk terdaftar pada KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak melakukan pemindahan tempat terdaftar dan/atau tempat pelaporan usaha Wajib Pajak secara jabatan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. |
(5) | Dalam hal Wajib Pajak dipindahkan ke KPP Pratama berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4), namun tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak tidak sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak dimaksud, maka:
|
(6) | Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan contoh format sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I huruf C dan ayat (4) menggunakan contoh format sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I huruf D yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) meliputi:
|
||||||||||||
(2) | Pemenuhan kewajiban PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||||||
(3) | Pemenuhan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimulai sejak berlakunya Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (4), tanpa perlu penerbitan surat keputusan mengenai pemusatan tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang. | ||||||||||||
(4) | Dalam hal Wajib Pajak Berstatus Pusat dipindah ke KPP Pratama berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||||||
(5) | Dalam hal Wajib Pajak menghendaki untuk mencabut pemusatan tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b berakhir, Wajib Pajak harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi KPP Pratama tempat Wajib Pajak terdaftar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan. | ||||||||||||
(6) | Kewajiban pemotongan dan pemungutan PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
|
Pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang dipindahkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) untuk masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak sebelum tanggal berlakunya Keputusan Direktur Jenderal Pajak tersebut, dilakukan di:
- KPP Baru, meliputi jenis pajak:
- PPh bagi Wajib Pajak badan atau orang pribadi, PPN atau PPN dan PPnBM, dan Pemotongan dan Pemungutan PPh, dalam hal Wajib Pajak yang dipindahkan adalah Wajib Pajak Berstatus Pusat dan berdomisili di wilayah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I huruf B yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini;
- PPh bagi Wajib Pajak badan atau orang pribadi, serta PPN atau PPN dan PPnBM, dalam hal Wajib Pajak yang dipindahkan adalah Wajib Pajak Berstatus Pusat yang berdomisili di luar wilayah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I huruf B yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; dan
- PPN dan Pemotongan dan Pemungutan PPh, dalam hal Wajib Pajak yang dipindahkan adalah Wajib Pajak Berstatus Cabang yang berdomisili di wilayah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I huruf B yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; dan
- KPP Lama, untuk jenis pajak Pemotongan dan Pemungutan PPh, dalam hal Wajib Pajak yang dipindahkan merupakan Wajib Pajak Berstatus Pusat yang berdomisili di luar wilayah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I huruf B yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini, dengan penerbitan NPWP cabang untuk Wajib Pajak dimaksud.
(1) | Berdasarkan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (4), Kepala KPP Lama menyampaikan surat pemberitahuan mengenai penetapan dan pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar paling lambat 1 (satu) bulan sebelum tanggal SMT. |
(2) | Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf E yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(3) | Kepala KPP Baru menyampaikan surat pemberitahuan tempat terdaftar paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak tanggal SMT. |
(4) | Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf F yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
BAB III
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 7
Pada saat berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini:
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/PJ/2012 tentang Tempat Pendaftaran dan/atau Tempat Pelaporan Usaha bagi Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan Kantor Pelayanan Pajak Madya sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-15/PJ/2016;
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2013 tentang Tata Cara Penatausahaan, Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Sehubungan dengan Pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak dari dan/atau ke Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan Kantor Pelayanan Pajak Madya,
BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 8
(1) | Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak yang ditetapkan atau dipindahkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (4) sudah mulai dilakukan pemeriksaan, maka pemeriksaan dimaksud diselesaikan oleh KPP Lama sampai dengan penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan Nota Penghitungan. |
(2) | Yang dimaksud dengan mulai dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan atau Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor telah disampaikan kepada Wajib Pajak. |
(3) | Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan Nota Penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPP Baru menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak. |
(1) | Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak yang ditetapkan atau dipindahkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (4) sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, maka pemeriksaan bukti permulaan dimaksud diselesaikan oleh Kanwil Lama atau Direktorat Penegakan Hukum. |
(2) | Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak yang ditetapkan atau dipindahkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (4) sedang dilakukan penyidikan, maka penyidikan dimaksud diselesaikan oleh Kanwil Lama atau Direktorat Penegakan Hukum. |
(3) | Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak yang ditetapkan atau dipindahkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (4) sedang proses penghentian penyidikan sesuai ketentuan Pasal 44A atau Pasal 44B UU KUP, maka penghentian penyidikan dimaksud diselesaikan oleh Kanwil Lama atau Direktorat Penegakan Hukum. |
Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak yang ditetapkan atau dipindahkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (4) memiliki utang pajak pada KPP Lama, tindakan penagihan pajak dilakukan atau dilanjutkan oleh KPP Baru.
(1) | Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak yang ditetapkan atau dipindahkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (4) sedang mengajukan permohonan pembetulan sesuai dengan Pasal 16 Undang-Undang KUP dan belum diterbitkan keputusan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak yang ditetapkan atau dipindahkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (4) sedang mengajukan permohonan keberatan sesuai dengan Pasal 25 Undang-Undang KUP dan/atau permohonan nonkeberatan sesuai dengan Pasal 36 Undang-Undang KUP dan belum diterbitkan keputusan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(1) | Dalam hal pada saat SMT terdapat surat keputusan yang diterbitkan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 16, Pasal 26, dan/atau Pasal 36 Undang-Undang KUP dan belum ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku oleh KPP Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | Dalam hal pada saat SMT terdapat Putusan Pengadilan Pajak atas Banding atau Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung terkait Putusan Pengadilan Pajak atas Banding yang diterima oleh KPP Lama dan belum ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(3) | Dalam hal pada saat SMT terdapat Putusan Pengadilan Pajak atas Gugatan dan Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung terkait Putusan Pengadilan Pajak atas Gugatan yang diterima oleh KPP Lama dan belum ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Termasuk dalam pelaksanaan putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) adalah penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP) dan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP) dalam hal tindak lanjut pelaksanaan Putusan Pengadilan Pajak dan Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung mengakibatkan kelebihan pembayaran pajak. |
(1) | Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 17C atau Pasal 17D Undang-Undang KUP, serta Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN yang belum diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) oleh KPP Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang berdasarkan Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang KUP dan belum diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) oleh KPP Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(3) | Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 17B Undang-Undang KUP yang belum diterbitkan surat ketetapan pajak oleh KPP Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Dalam hal pada saat SMT terdapat SKPPKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) yang menyatakan lebih bayar namun belum diterbitkan SKPKPP dan SPMKP oleh KPP Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(5) | Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan pemberian imbalan bunga dengan mencantumkan nomor rekening dalam negeri Wajib Pajak yang belum diterbitkan Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga (SKPIB), Surat Keputusan Perhitungan Pemberian Imbalan Bunga (SKPPIB) dan/atau Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga (SPMIB) oleh KPP Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan Wajib Pajak selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 13 yang belum diterbitkan surat keputusan atau surat persetujuan/penolakan oleh KPP Lama atau Kanwil Lama karena belum jatuh tempo, berlaku ketentuan sebagai berikut:
- permohonan yang diterima oleh KPP Lama lebih dari 7 (tujuh) hari sebelum tanggal SMT, KPP Lama menyelesaikan permohonan dimaksud sampai dengan penerbitan surat keputusan atau surat persetujuan/penolakan paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal SMT; atau
- permohonan yang diterima oleh KPP Lama paling lama 7 (tujuh) hari sebelum tanggal SMT, maka KPP Baru menyelesaikan permohonan dimaksud sampai dengan penerbitan surat keputusan atau surat persetujuan/penolakan.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 6 April 2018
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd.
ROBERT PAKPAHAN
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.