Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 49/PMK.03/2019
Tata Cara Pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 49/PMK.03/2019
TENTANG
TATA CARA PELAKSANAAN PROSEDUR PERSETUJUAN BERSAMA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
- bahwa Indonesia sebagai negara anggota G20 perlu menyesuaikan diri dengan perkembangan internasional di bidang perpajakan terkait penerapan standar minimum dalam rencana aksi Nomor 14 proyek OECD/G20 Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) mengenai pencegahan dan penyelesaian sengketa perpajakan internasional yang lebih efektif;
- bahwa untuk pencegahan dan penanganan sengketa perpajakan internasional yang lebih efektif, perlu dibentuk suatu peraturan yang lebih memberikan kepastian hukum terutama terkait prosedur, jangka waktu, dan tindak lanjut permintaan pelaksanaan prosedur persetujuan bersama;
- bahwa ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan prosedur persetujuan bersama telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 240/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure), tetapi belum sepenuhnya sesuai dengan standar minimum dalam rencana aksi Nomor 14 proyek OECD/G20 BEPS dan belum dapat memberikan kepastian hukum terutama terkait prosedur, jangka waktu, dan tindak lanjut permintaan pelaksanaan prosedur persetujuan bersama;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama;
Mengingat :
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
- Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PROSEDUR PERSETUJUAN BERSAMA.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
- Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang.
- Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang selanjutnya disingkat P3B adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra untuk mencegah terjadinya pengenaan pajak berganda dan pengelakan pajak.
- Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra yang selanjutnya disebut Mitra P3B adalah negara atau yurisdiksi yang terikat dengan Pemerintah Indonesia dalam P3B.
- Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra P3B yang selanjutnya disebut Otoritas Pajak Mitra P3B adalah otoritas perpajakan pada negara mitra atau otoritas perpajakan pada yurisdiksi mitra yang berwenang melaksanaan ketentuan dalam P3B.
- Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure) yang selanjutnya disingkat MAP adalah prosedur administratif yang diatur dalam P3B untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam penerapan P3B.
- Pejabat Berwenang terkait pelaksanaan MAP yang selanjutnya disebut Pejabat Berwenang adalah pejabat di Indonesia atau pejabat di Mitra P3B yang berwenang untuk melaksanakan MAP sebagaimana diatur dalam P3B.
- Persetujuan Bersama adalah hasil yang telah disepakati dalam penerapan P3B oleh Pejabat Berwenang dari Pemerintah Indonesia dan Pejabat Berwenang dari pemerintah Mitra P3B sehubungan dengan MAP yang telah dilaksanakan.
- Penentuan Harga Transfer adalah penentuan harga dalam transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
- Warga Negara Indonesia yang mengajukan permintaan pelaksanaan MAP yang selanjutnya disingkat WNI adalah Warga Negara Indonesia berdasarkan ketentuan perundang-undangan di bidang kewarganegaraan yang menjadi wajib pajak dalam negeri Mitra P3B.
- Pemohon adalah Wajib Pajak dalam negeri dan WNI.
BAB II
PENGAJUAN PERMINTAAN PELAKSANAAN MAP
Pasal 2
(1) | Wajib Pajak dalam negeri dapat mengajukan permintaan pelaksanaan MAP kepada Direktur Jenderal Pajak sebagai Pejabat Berwenang Indonesia dalam hal terjadi perlakuan perpajakan oleh Otoritas Pajak Mitra P3B yang tidak sesuai dengan ketentuan P3B. | ||||||||||||||||
(2) | Perlakuan perpajakan oleh Otoritas Pajak Mitra P3B yang tidak sesuai dengan ketentuan P3B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
|
||||||||||||||||
(3) | Selain permintaan pelaksanaan MAP oleh Wajib Pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permintaan pelaksanaan MAP dapat juga diajukan oleh:
|
||||||||||||||||
(4) | Permintaan pelaksanaan MAP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a diajukan atas segala bentuk perlakuan diskriminatif di Mitra P3B yang bertentangan dengan ketentuan mengenai nondiskriminasi sebagaimana diatur dalam P3B. | ||||||||||||||||
(5) | Permintaan pelaksanaan MAP oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dapat diajukan dalam rangka:
|
||||||||||||||||
(6) | Permintaan pelaksanaan MAP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan huruf c dapat diajukan bersamaan dengan permohonan Wajib Pajak dalam negeri untuk mengajukan:
|
||||||||||||||||
(7) | Dalam hal permintaan pelaksanaan MAP diajukan bersamaan dengan pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), materi yang diajukan permintaan pelaksanaan MAP harus tercakup dalam materi sengketa yang diajukan permohonan dimaksud. | ||||||||||||||||
(8) | Permintaan pelaksanaan MAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) tidak menunda:
|
(1) | Permintaan pelaksanaan MAP yang diajukan oleh Pemohon, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||||||
(2) | Permintaan pelaksanaan MAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b dan huruf c diajukan dalam batas waktu sebagaimana diatur dalam P3B. | ||||||||||||||||||||||
(3) | Permintaan pelaksanaan MAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Pasal 2 ayat (3) huruf c disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui:
|
||||||||||||||||||||||
(4) | Permintaan pelaksanaan MAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan:
|
||||||||||||||||||||||
(5) | Permintaan pelaksanaan MAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan menggunakan format sesuai dengan contoh tercantum dalam:
|
||||||||||||||||||||||
(6) | Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e angka 3) dibuat dengan menggunakan format sesuai dengan contoh tercantum dalam Lampiran huruf A.3. yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
BAB III
PENANGANAN PERMINTAAN PELAKSANAAN MAP
Pasal 4
(1) | Atas permintaan pelaksanaan MAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), dilakukan penelitian terhadap:
|
||||
(2) | Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terkait permintaan pelaksanaan MAP yang diajukan oleh Pemohon dengan menerbitkan:
|
||||
(3) | Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terkait permintaan pelaksanaan MAP yang diajukan oleh Pejabat Berwenang Mitra P3B dengan menerbitkan:
|
||||
(4) | Dalam hal batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan pemberitahuan tertulis, permintaan pelaksanaan MAP dianggap dapat ditindaklanjuti. | ||||
(5) | Atas permintaan pelaksanaan MAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan:
|
||||
(6) | Dalam hal permintaan pelaksanaan MAP kepada Pejabat Berwenang Mitra P3B sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan ayat (5) huruf a tidak mendapatkan jawaban tertulis dari Pejabat Berwenang Mitra P3B dalam batas waktu paling lama 8 (delapan) bulan sejak disampaikan permintaan pelaksanaan MAP, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan pemberitahuan tertulis kepada:
|
||||
(7) | Atas permintaan pelaksanaan MAP yang ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan permintaan pelaksanaan MAP yang tidak dapat ditindaklanjuti sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a, Pemohon dapat mengajukan kembali permintaan pelaksanaan MAP sepanjang batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c belum terlampaui. |
(1) | Direktur Jenderal Pajak melaksanakan perundingan dengan Pejabat Berwenang Mitra P3B dalam batas waktu selama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak:
|
||||||||||
(2) | Perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
|
||||||||||
(3) | Direktur Jenderal Pajak membentuk delegasi perunding dalam rangka perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | ||||||||||
(4) | Hasil perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Persetujuan Bersama yang dapat berisi kesepakatan atau ketidaksepakatan atas materi yang diajukan permintaan pelaksanaan MAP. | ||||||||||
(5) | Persetujuan Bersama yang berisi ketidaksepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat terjadi dalam kondisi sebagai berikut:
|
||||||||||
(6) | Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti hasil perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan menerbitkan surat keputusan dalam batas waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak:
|
||||||||||
(7) | Surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dibuat dengan menggunakan format sesuai dengan contoh tercantum dalam:
|
||||||||||
(8) | Surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan kepada:
|
(1) | Dalam rangka perundingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1):
|
||||||||||||||||||||||||
(2) | Untuk keperluan perundingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), Pejabat Berwenang Mitra P3B dapat meminta informasi dan/atau bukti atau keterangan kepada pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 1). | ||||||||||||||||||||||||
(3) | Permintaan informasi dan/atau bukti atau keterangan oleh Pejabat Berwenang Mitra P3B sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan melalui:
|
||||||||||||||||||||||||
(4) | Direktur Jenderal Pajak dapat menghentikan perundingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dalam hal:
|
||||||||||||||||||||||||
(5) | Direktur Jenderal Pajak menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai penghentian perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada:
|
||||||||||||||||||||||||
(6) | Pemberitahuan tertulis mengenai penghentian perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dan huruf b dibuat dengan menggunakan format sesuai dengan contoh tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan permintaan pelaksanaan MAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
BAB IV
PENCABUTAN PERMINTAAN PELAKSANAAN MAP
Pasal 8
(1) | Atas permintaan pelaksanaan MAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (3) dapat diajukan permohonan pencabutan oleh:
|
||||||
(2) | Permohonan pencabutan oleh Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan Pejabat Berwenang Mitra P3B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Direktur Perpajakan Internasional. | ||||||
(3) | Permohonan pencabutan yang diajukan oleh Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
|
||||||
(4) | Permohonan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat dengan menggunakan format sesuai dengan contoh tercantum dalam:
|
||||||
(5) | Atas permohonan pencabutan yang diajukan oleh Pemohon, Direktur Jenderal Pajak meneliti pemenuhan persyaratan pencabutan permintaan pelaksanaan MAP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan menerbitkan pemberitahuan tertulis kepada:
|
||||||
(6) | Pengajuan permohonan pencabutan permintaan pelaksanaan MAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dapat dilaksanakan sepanjang permohonan diajukan sebelum diperoleh Persetujuan Bersama. | ||||||
(7) | Atas permohonan pencabutan permintaan pelaksanaan MAP yang diajukan oleh Pejabat Berwenang Mitra P3B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, Direktur Jenderal Pajak meneliti pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan menerbitkan pemberitahuan tertulis kepada:
|
||||||
(8) | Dalam hal Direktur Jenderal Pajak mencabut permintaan pelaksanaan MAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan pemberitahuan tertulis bahwa perundingan dihentikan kepada:
|
||||||
(9) | Pemberitahuan tertulis mengenai penghentian perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b dan ayat (8) huruf b dibuat dengan menggunakan format sesuai dengan contoh tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||||||
(10) | Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan pencabutan permintaan pelaksanaan MAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (9) diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak. |
BAB V
TINDAK LANJUT PERSETUJUAN BERSAMA
Pasal 9
(1) | Dalam hal pelaksanaan MAP menghasilkan Persetujuan Bersama sebelum surat ketetapan pajak diterbitkan, Wajib Pajak dalam negeri yang terkait dengan pelaksanaan MAP melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan atau pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan dengan memperhatikan hasil kesepakatan dalam Persetujuan Bersama dalam batas waktu sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(2) | Dalam hal Wajib Pajak dalam negeri yang terkait dengan pelaksanaan MAP tidak melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan atau pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan dalam batas waktu 3 (tiga) bulan sejak diterbitkannya surat keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6) atau dengan memperhatikan daluwarsa penetapan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang KUP, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak dengan memperhatikan hasil kesepakatan dalam Persetujuan Bersama. |
(3) | Dalam hal pelaksanaan MAP menghasilkan Persetujuan Bersama setelah surat ketetapan pajak diterbitkan tetapi tidak diajukan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6) huruf a atau tidak diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6) huruf c, Direktur Jenderal Pajak secara jabatan melakukan pembetulan surat ketetapan pajak sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-Undang KUP dengan memperhatikan hasil kesepakatan dalam Persetujuan Bersama. |
(4) | Dalam hal pelaksanaan MAP yang dilakukan bersamaan dengan pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6) huruf a atau pengajuan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6) huruf c menghasilkan Persetujuan Bersama sebelum surat keputusan atas keberatan atau pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar tersebut diterbitkan, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keputusan tersebut dengan memperhatikan hasil kesepakatan dalam Persetujuan Bersama. |
(5) | Dalam hal pelaksanaan MAP menghasilkan Persetujuan Bersama setelah Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keputusan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6) huruf c, Direktur Jenderal Pajak secara jabatan melakukan pembetulan surat keputusan tersebut sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-Undang KUP dengan memperhatikan hasil kesepakatan dalam Persetujuan Bersama. |
(6) | Dalam hal pelaksanaan MAP menghasilkan Persetujuan Bersama setelah Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keputusan keberatan tetapi tidak diajukan banding atau Wajib Pajak dalam negeri yang terkait dengan pelaksanaan MAP mengajukan banding tetapi dicabut dan pengadilan pajak telah memberikan persetujuan tertulis atas pencabutan banding tersebut, Direktur Jenderal Pajak secara jabatan melakukan pembetulan atas surat keputusan keberatan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-Undang KUP dengan memperhatikan hasil kesepakatan dalam Persetujuan Bersama. |
(7) | Dalam hal pelaksanaan MAP menghasilkan Persetujuan Bersama yang mengakibatkan terjadinya kelebihan atas pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan yang terutang, wajib pajak dalam negeri Mitra P3B mengajukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(8) | Tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (5), dan ayat (6) juga dapat dilaksanakan berdasarkan permohonan Wajib Pajak dalam negeri yang terkait dengan pelaksanaan MAP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(9) | Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian tindak lanjut Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (8) diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak. |
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 10
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, pelaksanaan MAP yang dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 240/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure) dan belum diterbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak yang berisi mengenai Persetujuan Bersama, ditindaklanjuti berdasarkan Peraturan Menteri ini.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 11
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 240/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1952), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 26 April 2019 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 26 April 2019
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2019 NOMOR 468
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.