Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER - 23/PJ/2020
Bentuk Dan Tata Cara Pembuatan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Serta Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian, Dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 23/PJ/2020
TENTANG
BENTUK DAN TATA CARA PEMBUATAN BUKTI
PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN UNIFIKASI SERTA BENTUK, ISI, TATA
CARA PENGISIAN, DAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA
PAJAK PENGHASILAN UNIFIKASI
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
- bahwa ketentuan mengenai bentuk, isi, tata cara pengisian, dan penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi serta bentuk Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan Unifikasi telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2019 tentang Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi serta Format Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi;
- bahwa untuk lebih memberikan kemudahan, kepastian hukum, dan meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak dalam pembuatan bukti pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan serta penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi, perlu dilakukan penggantian atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2019 tentang Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi serta Format Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2018 dan ketentuan Pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12/PMK.03/2017 tentang Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi serta Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian, dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi;
Mengingat :
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
- Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1974);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 174) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2018 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 180);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12/PMK.03/2017 tentang Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 248);
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-02/PJ/2019 tentang Tata Cara Penyampaian, Penerimaan, dan Pengolahan Surat Pemberitahuan;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PEMBUATAN BUKTI PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN UNIFIKASI SERTA BENTUK, ISI, TATA CARA PENGISIAN, DAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN UNIFIKASI.
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:
- Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang selanjutnya disebut dengan Undang-Undang KUP, adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020.
- Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPh, adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020.
- Pajak Penghasilan, yang selanjutnya disingkat PPh, adalah Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPh.
- Pemotong dan/atau Pemungut PPh yang diwajibkan membuat Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dan Surat Pemberitahuan Masa PPh Unifikasi, yang selanjutnya disebut Pemotong/Pemungut PPh, adalah Wajib Pajak, selain instansi pemerintah, yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diwajibkan untuk melakukan pemotongan dan/atau pemungutan PPh serta telah ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
- Nomor Pokok Wajib Pajak, yang selanjutnya disingkat NPWP, adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
- Kantor Pelayanan Pajak, yang selanjutnya disingkat KPP, adalah Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemotong/Pemungut PPh terdaftar.
- Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi, yang selanjutnya disebut SPT Masa PPh Unifikasi, adalah Surat Pemberitahuan Masa yang digunakan oleh Pemotong/Pemungut PPh untuk melaporkan kewajiban pemotongan dan/atau pemungutan PPh, penyetoran atas pemotongan dan/atau pemungutan PPh, dan/atau penyetoran sendiri atas beberapa jenis PPh dalam 1 (satu) Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
- Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi adalah dokumen dalam format standar atau dokumen lain yang dipersamakan, yang dibuat oleh Pemotong/Pemungut PPh sebagai bukti atas pemotongan/pemungutan PPh dan menunjukkan besarnya PPh yang telah dipotong/dipungut.
- Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Berformat Standar adalah Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi berbentuk formulir kertas atau Dokumen Elektronik dalam format standar sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
- Dokumen yang Dipersamakan dengan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi adalah dokumen berupa formulir kertas atau Dokumen Elektronik yang memuat data atau informasi pemotongan atau pemungutan PPh tertentu. dan kedudukannya dipersamakan dengan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Berformat Standar.
- Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Pembetulan adalah Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi yang dibuat untuk membetulkan kekeliruan pengisian Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi yang telah dibuat sebelumnya dan telah dilaporkan di SPT Masa PPh Unifikasi.
- Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Pembatalan adalah Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi yang dibuat untuk membatalkan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi yang telah dibuat sebelumnya dan telah dilaporkan di SPT Masa PPh Unifikasi.
- Dokumen Elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
- Aplikasi Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh Unifikasi Elektronik, yang selanjutnya disebut Aplikasi e-Bupot Unifikasi, adalah perangkat lunak yang disediakan di laman milik Direktorat Jenderal Pajak atau saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak yang dapat digunakan untuk membuat Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi, serta mengisi, dan menyampaikan SPT Masa PPh Unifikasi.
- Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi, atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
- Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukan status subjek hukum para pihak dalam transaksi elektronik yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak atau penyelenggara sertifikasi elektronik.
- Surat Setoran Pajak, yang selanjutnya disingkat SSP, adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
- Bukti Penerimaan Negara, yang selanjutnya disingkat BPN, adalah dokumen yang diterbitkan oleh Bank Persepsi/Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi atas transaksi penerimaan negara yang mencantumkan NTPN dan NTB/NTP serta elemen lainnya yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan atau dokumen yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) atas transaksi penerimaan negara yang berasal dari potongan SPM yang mencantumkan NTPN dan NPP.
- Pemindahbukuan adalah suatu proses memindahbukukan penerimaan pajak untuk dibukukan pada penerimaan pajak yang sesuai.
- Bukti Pemindahbukuan, yang selanjutnya disebut Bukti Pbk, adalah bukti yang menunjukkan bahwa telah dilakukan Pemindahbukuan.
- Surat Keterangan Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018, yang selanjutnya disebut Surat Keterangan PP No. 23 Tahun 2018, adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak yang menerangkan bahwa Wajib Pajak dikenai PPh berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
BAB II
KEWAJIBAN PEMOTONG/PEMUNGUT PPh
Pasal 2
(1) | Pemotong/Pemungut PPh yang melakukan pemotongan dan/atau pemungutan PPh wajib membuat Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi, menyerahkannya kepada pihak yang dipotong dan/atau dipungut, dan melaporkannya kepada Direktorat Jenderal Pajak menggunakan SPT Masa PPh Unifikasi. |
(2) | SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi beberapa jenis PPh, yaitu:
|
(3) | Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dan SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk:
|
(4) | Pemotong/Pemungut PPh menyampaikan SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beserta lampirannya sesuai dengan ketentuan mengenai tata cara penyampaian, penerimaan, dan pengolahan Surat Pemberitahuan. |
(5) | Pemotong/Pemungut PPh tidak wajib menyampaikan SPT Masa PPh Unifikasi dalam hal pada suatu Masa Pajak:
|
(1) | Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dan SPT Masa PPh Unifikasi berbentuk formulir kertas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a digunakan oleh Pemotong/Pemungut PPh yang memenuhi kriteria:
|
(2) | Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dan SPT Masa PPh Unifikasi berbentuk Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b digunakan oleh Pemotong/Pemungut PPh yang memenuhi kriteria:
|
(3) | Pemotong/Pemungut PPh yang diwajibkan membuat Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dan SPT Masa PPh Unifikasi yaitu Pemotong/Pemungut PPh yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dan telah ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. |
(4) | Dalam hal Pemotong/Pemungut PPh yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) menyampaikan SPT Masa PPh:
|
BAB III
BUKTI PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN UNIFIKASI
Pasal 4
(1) | Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) terdiri dari:
|
(2) | Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi tidak perlu dibuat dalam hal jumlah PPh yang dipotong/dipungut pada Masa Pajak yang bersangkutan nihil. |
(3) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap dibuat dalam hal:
|
(4) | SSP tetap dibuat dalam hal terjadi transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. |
(1) | Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Berformat Standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a terdiri dari:
|
(2) | Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Berformat Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
|
(3) | Satu Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Berformat Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan untuk:
|
(4) | Dalam hal pada suatu Masa Pajak terdapat 2 (dua) atau lebih transaksi pemotongan/pemungutan PPh atas pihak yang sama dan dengan kode objek pajak yang sama, Pemotong/Pemungut PPh dapat membuat 1 (satu) Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Berformat Standar atas transaksi dimaksud. |
(5) | Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Berformat Standar yang diterbitkan melalui Aplikasi e-Bupot Unifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b ditandatangani dengan Tanda Tangan Elektronik. |
(6) | Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Berformat Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai:
|
(1) | Dokumen yang Dipersamakan dengan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b merupakan dokumen yang digunakan oleh Pemotong/Pemungut PPh untuk melakukan pemotongan PPh atas:
|
(2) | Dokumen yang Dipersamakan dengan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat oleh Pemotong/Pemungut PPh menggunakan sarana yang dimiliki oleh Pemotong/Pemungut PPh. |
(3) | Dokumen yang Dipersamakan dengan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa dokumen buku tabungan, rekening koran, rekening kustodian, rekening efek, dan dokumen lain yang setara, baik berbentuk formulir kertas maupun Dokumen Elektronik. |
(4) | Dokumen yang Dipersamakan dengan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
|
(1) | Dalam pembuatan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi, pihak yang dipotong dan/atau dipungut berkewajiban memberikan informasi identitas berupa:
|
||||
(2) | Dalam hal Wajib Pajak luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ingin menerapkan ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, Wajib Pajak luar negeri dimaksud harus memberikan tanda terima Surat Keterangan Domisili Wajib Pajak luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
BAB IV
SPT MASA PPh UNIFIKASI
Pasal 8
(1) | SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri dari formulir:
|
(2) | SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
|
(3) | SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
(1) | Pemotong/Pemungut PPh wajib melakukan:
|
(2) | Dalam hal SPT Masa PPh Unifikasi tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, Pemotong/Pemungut PPh dikenai sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 7 Undang-Undang KUP, berupa denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah), yang dikenakan sebagai satu kesatuan dan tidak dihitung bagi tiap-tiap jenis PPh. |
(3) | Jumlah pajak yang disetorkan setelah tanggal jatuh tempo penyetoran dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2a) Undang-Undang KUP. |
(1) | Untuk dapat menyampaikan SPT Masa PPh Unifikasi dengan menggunakan Aplikasi e-Bupot Unifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b, Pemotong/Pemungut PPh harus memiliki Sertifikat Elektronik. |
(2) | Pemotong/Pemungut PPh yang:
|
BAB V
PEMBETULAN, PEMBATALAN, DAN/ATAU PENAMBAHAN
BUKTI PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN UNIFIKASI,
SERTA PEMBETULAN SPT MASA PPh UNIFIKASI
Pasal 11
(1) | Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi yang telah dilaporkan dalam SPT Masa PPh Unifikasi dapat dilakukan:
|
(2) | Pemotong/Pemungut PPh dapat membuat Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi tambahan atas objek pajak yang belum dilaporkan dalam SPT Masa PPh Unifikasi. |
(3) | Pembetulan atau pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta pembuatan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan pemeriksaan atau pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka terhadap jenis pajak dan Masa Pajak yang bersangkutan. |
(4) | Pembetulan atau pembatalan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan serta penambahan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaporkan dalam pembetulan SPT Masa PPh Unifikasi. |
(5) | Pembuatan, pembetulan, dan pembatalan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dilakukan sesuai dengan tata cara sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Pemotong/Pemungut PPh dengan kemauan sendiri dapat membetulkan SPT Masa PPh Unifikasi yang telah disampaikan, untuk 1 (satu) atau beberapa jenis PPh di dalamnya. |
(2) | Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memberi tanda pada tempat yang disediakan dalam SPT Masa PPh Unifikasi. |
(3) | Pembetulan SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan pemeriksaan atau pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka terhadap jenis pajak dan Masa Pajak yang bersangkutan. |
(4) | Dalam hal SPT Masa PPh Unifikasi yang dibetulkan berbentuk formulir kertas, pembetulan SPT Masa PPh Unifikasi harus disampaikan berbentuk formulir kertas. |
(5) | Dalam hal SPT Masa PPh Unifikasi yang dibetulkan berbentuk Dokumen Elektronik, pembetulan SPT Masa PPh Unifikasi harus disampaikan dalam berbentuk Dokumen Elektronik melalui Aplikasi e-Bupot Unifikasi. |
(6) | Dalam hal Pemotong/Pemungut PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) melakukan pembetulan dan/atau penambahan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 yang menyebabkan Pemotong/Pemungut PPh memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), Pemotong/Pemungut PPh wajib menyampaikan SPT Masa PPh Unifikasi berbentuk Dokumen Elektronik sejak Masa Pajak berikutnya setelah Masa Pajak disampaikannya pembetulan dan/atau penambahan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dimaksud. |
(7) | Pembetulan SPT Masa PPh Unifikasi dilakukan sesuai tata cara sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Dalam hal pembetulan SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 mengakibatkan adanya pajak yang kurang dibayar, Pemotong/Pemungut PPh terlebih dahulu melunasi jumlah pajak yang kurang dibayar tersebut sebelum menyampaikan pembetulan dimaksud. |
(2) | Jumlah pajak yang kurang disetor akibat pembetulan SPT Masa PPh Unifikasi yang disetorkan setelah tanggal jatuh tempo penyetoran dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2a) Undang-Undang KUP. |
(3) | Dalam hal terjadi kesalahan pemotongan/pemungutan PPh yang mengakibatkan jumlah PPh yang dipotong atau dipungut lebih besar daripada PPh yang seharusnya dipotong atau dipungut, serta Pemotong/Pemungut PPh:
|
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 14
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku:
- pembetulan SPT Masa PPh untuk Masa Pajak sebelum Pemotong/Pemungut PPh ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), dilakukan berdasarkan dengan:
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-53/PJ/2009 tentang Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Final Pasal 4 Ayat (2), Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23 dan/atau Pasal 26 serta Bukti Pemotongan/Pemungutannya; dan
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2017 tentang Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 23 dan/atau Pasal 26 Serta Bentuk Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 dan/atau Pasal 26;
- Penetapan pemotong dan/atau pemungut PPh berdasarkan PER-20/PJ/2019 tentang Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi serta Format Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi tetap berlaku dan pelaksanaan selanjutnya dilakukan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal ini.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2019 tentang Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi serta Format Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 Desember 2020
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd.
SURYO UTOMO
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.