Peraturan Dirjen Bea dan Cukai Nomor : PER - 14/BC/2019

Kategori : Lainnya

Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor PER-01/BC/2016 Tentang Tata Laksana Pusat Logistik Berikat


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR PER - 14/BC/2019

TENTANG

PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN
CUKAI NOMOR PER-01/BC/2016 TENTANG TATA LAKSANA
PUSAT LOGISTIK BERIKAT

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,


Menimbang :

  1. bahwa ketentuan mengenai tata laksana Pusat Logistik Berikat telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-01/BC/2016 tentang Tata Laksana Pusat Logistik Berikat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-11/BC/2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-01/BC/2016 tentang Tata Laksana Pusat Logistik Berikat;
  2. bahwa untuk lebih meningkatkan pengawasan dan pelayanan serta memberikan kepastian hukum di Pusat Logistik Berikat, perlu melakukan penyempurnaan ketentuan mengenai tata laksana Pusat Logistik Berikat;
  3. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 45 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 272/PMK.04/2015 tentang Pusat Logistik Berikat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.04/2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 272/PMK.04/2015 tentang Pusat Logistik Berikat, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor PER-01/BC/2016 tentang Tata Laksana Pusat Logistik Berikat;
 
Mengingat :

  1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 272/PMK.04/2015 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2070) tentang Pusat Logistik Berikat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.04/2018 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 414);
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.04/2010 tentang Nilai Pabean untuk Penghitungan Bea Masuk sebagaimana telah diubah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1819);
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.04/2018 tentang Percepatan Perizinan Kepabeanan Dan Cukai Dalam Rangka Kemudahan Berusaha (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 415);
  4. Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor PER-01/BC/2016 tentang Tata Laksana Pusat Logistik Berikat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor PER-11/BC/2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-01/BC/2016 tentang Tata Laksana Pusat Logistik Berikat;


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-01/BC/2016 TENTANG TATA LAKSANA PUSAT LOGISTIK BERIKAT.


Pasal I


Beberapa ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-01/BC/2016 tentang Tata Laksana Pusat Logistik Berikat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-11/BC/2018 tentang Perubahan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-01/BC/2016 tentang Tata Laksana Pusat Logistik Berikat, diubah sebagai berikut:
 
1. Ketentuan ayat (2) Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 6


(1) Pengusahaan PLB dapat berbentuk:
  1. PLB pendukung kegiatan industri besar (PLB Industri Besar);
  2. PLB pendukung kegiatan industri kecil dan menengah (PLB IKM);
  3. PLB pendukung kegiatan hub cargo udara (PLB Hub Cargo Udara);
  4. PLB pendukung kegiatan E-Commerce (PLB E-Commerce);
  5. PLB Barang Jadi;
  6. PLB Bahan Pokok;
  7. PLB Floating Storage; atau
  8. PLB Ekspor Barang Komoditas
(2) PLB Industri Besar sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu) huruf a dan PLB IKM sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu) huruf b, hanya dapat menimbun barang-barang terutama yang dikeluarkan untuk kepentingan industri.
(3) PLB Hub Cargo Udara sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu) huruf c, berlokasi di area bandar udara internasional atau area pendukung bandar udara internasional dan hanya dapat menimbun barang terutama untuk kegiatan transhipment melalui kargo sarana pengangkut udara.
(4) PLB Floating Storage sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu) huruf g, berlokasi di area perairan sungai maupun laut dan hanya dapat menimbun barang-barang cair dan/atau gas terutama untuk kegiatan transhipment.
   
2. Di antara ayat (2) dan ayat (3) Pasal 10 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (2a) sehingga Pasal 10 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 10


(1) Untuk mendapatkan penetapan tempat sebagai PLB dan izin Penyelenggara PLB, pihak yang akan menjadi Penyelenggara PLB mengajukan permohonan kepada:
  1. Menteri c.q. Kepala Kantor Wilayah; atau
  2. Menteri c.q. Kepala KPU
(2) Pihak yang akan menjadi Penyelenggara PLB harus:
a. sudah memiliki Akses Kepabeanan atau sudah melakukan registrasi Kepabeanan;
b. memiliki surat izin usaha seperti izin usaha transportasi, izin usaha pergudangan, atau izin usaha forwarding dari instansi teknis terkait;
c. memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan suatu tempat, bangunan, atau kawasan yang mempunyai batas dan luas yang jelas, berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata letak/denah yang akan dijadikan PLB; dan
d. memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) memiliki SPI yang baik;
2) telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan bukti telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan, serta telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan;
3) tidak memiliki tunggakan Pajak, Bea Masuk, Bea Keluar, dan Cukai;
4) memiliki proses bisnis yang jelas yang dibuktikan dengan profil perusahaan yang memuat informasi paling sedikit mengenai perkiraan investasi dan jumlah tenaga kerja;
5) memiliki sertifikat Authorized Economic Operator (AEO) dan/atau sertifikasi lain yang menunjukkan kinerja dan/atau manajemen perusahaan yang baik yang diterbitkan oleh badan atau lembaga yang berwenang; dan
6) memiliki pengalaman manajemen logistik dan/atau memiliki sumber daya manusia lulusan manajemen logistik dan rantai pasok.
(2a) Bukti kepemilikan atau penguasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berupa Sertifikat Hak Milik atas nama PLB, Sertifikat Hak Guna atas nama PLB, atau kontrak sewa menyewa atas lahan dan/atau bangunan yang ditandasahkan oleh pejabat yang berwenang.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan:
  1. setelah atau sebelum pemenuhan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d; dan
  2. setelah atau sebelum fisik bangunan berdiri termasuk ruangan dan sarana kerja bagi Petugas Bea dan Cukai
(4) Dalam hal kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b belum dipenuhi, izin Penyelenggara PLB dapat diberikan dengan ketentuan wajib dipenuhi dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh Kepala KantorWilayah atau Kepala KPU.
   
3. Di antara ayat (2) dan ayat (3) Pasal 11 disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (2a) dan ayat (2b), sehingga Pasal 11 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 11


(1) Untuk mendapatkan penetapan tempat sebagai PLB dan izin Pengusaha PLB, pihak yang akan menjadi Pengusaha PLB mengajukan permohonan kepada:
  1. Menteri c.q. Kepala Kantor Wilayah; atau
  2. Menteri c.q. Kepala KPU.
(2) Pihak yang akan menjadi Pengusaha PLB harus:
a. sudah memiliki Akses Kepabeanan atau sudah melakukan registrasi Kepabeanan;
b. memiliki surat izin usaha seperti izin usaha transportasi, izin usaha perdagangan, izin usaha pergudangan, atau izin usaha forwarding dari instansi teknis terkait;
c. memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan suatu tempat, bangunan, atau kawasan yang mempunyai batas dan luas yang jelas, berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata letak/denah yang akan dijadikan PLB; dan
d. memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) memiliki SPI yang baik dan mendayagunakan Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer (IT Inventory) dan memiliki sistem penelusuran barang (traceability) dalam pengelolaan barang pada PLB;
2) telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan bukti telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan, serta telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan;
3) tidak memiliki tunggakan Pajak, Bea Masuk, Bea Keluar, dan Cukai;
4) memiliki proses bisnis yang jelas yang dibuktikan dengan profil perusahaan yang memuat informasi paling sedikit mengenai perkiraan investasi, daftar jenis barang yang ditimbun, perkiraan volume penimbunan per tahun, daftar calon pemasok (supplier), daftar calon pembeli (buyer), disertai status perusahaan industri atau sejenisnya, dan jumlah tenaga kerja;
5) memiliki sertifikat Authorized Economic Operator (AEO) dan/atau sertifikasi lain yang menunjukkan kinerja dan/atau manajemen perusahaan yang baik yang diterbitkan oleh badan atau lembaga yang berwenang; dan
6) memiliki pengalaman manajemen logistik dan/atau memiliki sumber daya manusia lulusan manajemen logistik dan rantai pasok atau dalam hal tidak memiliki dapat bekerjasama dengan pihak lain yang ditegaskan dengan nota kesepahaman.
(2a) Bukti kepemilikan atau penguasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berupa Sertifikat Hak Milik atas nama PLB, Sertifikat Hak Guna atas nama PLB, atau kontrak sewa menyewa atas lahan dan/atau bangunan yang ditandasahkan oleh pejabat yang berwenang.
(2b) Pihak yang akan menjadi Pengusaha PLB harus melampirkan:
  1. perjanjian kerja sama (memorandum of understanding); dan
  2. izin usaha perusahaan,
dari calon pembeli (buyer).
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan:
  1. setelah atau sebelum pemenuhan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d; dan
  2. setelah atau sebelum fisik bangunan berdiri termasuk ruangan dan sarana kerja bagi Petugas Bea dan Cukai.
(4) Dalam hal kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b belum dipenuhi, izin Pengusaha PLB dapat diberikan dengan ketentuan wajib dipenuhi dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU.
   
4. Di antara ayat (2) dan ayat (3) Pasal 12 disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (2a) dan ayat (2b), sehingga Pasal 12 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 12


(1) Untuk mendapatkan izin PDPLB, pihak yang akan menjadi PDPLB mengajukan permohonan kepada:
  1. Menteri c.q. Kepala Kantor Wilayah; atau
  2. Menteri c.q. Kepala KPU.
(2) Pihak yang akan menjadi PDPLB harus:
a. sudah memiliki Akses Kepabeanan atau sudah melakukan registrasi Kepabeanan;
b. memiliki surat izin usaha seperti izin usaha transportasi, izin usaha pergudangan, atau izin usaha forwarding dari instansi teknis terkait;
c. memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan suatu tempat, bangunan, atau kawasan yang mempunyai batas dan luas yang jelas, berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata letak/denah yang akan dijadikan PLB; dan
d. memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) memiliki SPI yang baik dan mendayagunakan Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer (IT Inventory) dan memiliki sistem penelusuran barang (traceability) dalam pengelolaan barang pada PLB;
2) telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan bukti telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan, serta telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan;
3) tidak memiliki tunggakan Pajak, Bea Masuk, Bea Keluar, dan Cukai;
4) memiliki proses bisnis yang jelas yang dibuktikan dengan profil perusahaan yang memuat informasi paling sedikit mengenai perkiraan investasi, daftar jenis barang yang ditimbun, perkiraan volume penimbunan per tahun, daftar calon pemasok (supplier), daftar calon pembeli (buyer), disertai status perusahaan industri atau sejenisnya, dan jumlah tenaga kerja;
5) memiliki pengalaman manajemen logistik dan/atau memiliki sumber daya manusia lulusan manajemen logistik dan rantai pasok atau dalam hal tidak memiliki dapat bekerjasama dengan pihak lain yang ditegaskan dengan nota kesepahaman; dan
6) mendapatkan rekomendasi dari Penyelenggara PLB.
(2a) Bukti kepemilikan atau penguasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berupa Sertifikat Hak Milik atas nama PLB, Sertifikat Hak Guna atas nama PLB, atau kontrak sewa menyewa atas lahan dan/atau bangunan yang ditandasahkan oleh pejabat yang berwenang.
(2b) Pihak yang akan menjadi PDPLB harus melampirkan:
  1. perjanjian kerja sama (memorandum of understanding); dan
  2. izin usaha perusahaan,
dari calon pembeli (buyer).
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan:
  1. setelah atau sebelum pemenuhan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d; dan
  2. setelah atau sebelum fisik bangunan berdiri termasuk ruangan dan sarana kerja bagi Petugas Bea dan Cukai.
(4) Dalam hal kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b belum dipenuhi, izin PDPLB dapat diberikan dengan ketentuan wajib dipenuhi dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU
   
5. Ketentuan ayat (2) Pasal 16 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 16


(1) Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB dapat mengajukan permohonan perubahan data izin Penyelenggara PLB, izin Pengusaha PLB, atau izin PDPLB, berupa:
  1. perubahan alamat perusahaan, dan/atau Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusahaan;
  2. perubahan nama dan/atau alamat pemilik/penanggung jawab;
  3. perubahan bentuk pengusahaan PLB;
  4. perubahan luas lokasi;
  5. penambahan dan/atau pengurangan daftar perusahaan tujuan pengeluaran atau daftar perusahaan penimbun barang ekspor;
  6. perubahan jenis barang yang ditimbun;
  7. perubahan kegiatan sederhana; dan/atau
  8. perubahan Key Performance Indicators (KPI).
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan dokumen pendukung sebagai berikut:
a. atas permohonan perubahan alamat perusahaan dan/atau Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusahaan dilampiri:
1) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang baru, Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang baru; dan          
2) surat izin tempat usaha atau izin lokasi, surat izin usaha perdagangan atau dokumen sejenis yang dipersamakan dengan alamat perusahaan yang baru.
b. atas permohonan perubahan nama dan/atau alamat pemilik/penanggung jawab dilampiri:
1) perubahan akta pendirian perusahaan yang telah mencantumkan nama penanggung jawab yang baru dan pengesahannya; dan
2) identitas penanggung jawab yang baru.
c. atas permohonan perubahan bentuk pengusahaan PLB dilampiri;
1) Surat rekomendasi dari Kantor Pabean; dan
2) Surat Pernyataan yang menyatakan kesiapan lokasi PLB telah memenuhi kriteria dan persyaratan bentuk pengusahaan PLB yang baru.
d. atas permohonan perubahan luas lokasi dilampiri:
1) Berita Acara Pemeriksaan Lokasi dari Kantor Pabean yang mengawasi PLB; dan
2) bukti penguasaan lokasi berupa Sertifikat Hak Milik atas nama PLB, Sertifikat Hak Guna atas nama PLB, atau kontrak sewa menyewa atas lahan dan/atau bangunan yang ditandasahkan oleh pejabat yang berwenang.
e. atas permohonan penambahan dan/atau pengurangan daftar perusahaan tujuan pengeluaran atau daftar perusahaan penimbun barang ekspor dilampiri:
1) Perjanjian kerja sama (Memorandum of Understanding) antara pengusaha PLB dengan perusahaan tujuan pengeluaran yang ditambahkan; dan
2) izin usaha perusahaan tujuan pengeluaran yang ditambahkan;
f. atas permohonan perubahan jenis barang yang ditimbun dilampiri:
1) izin usaha perusahaan tujuan pengeluaran jenis barang yang ditimbun di tempat lain dalam daerah pabean; dan/atau
2) izin usaha perusahaan yang melakukan penimbunan barang untuk tujuan ekspor.
g. atas permohonan perubahan kegiatan sederhana dilampiri dengan Surat Pernyataan yang menyebutkan alasan perubahan.
h. atas permohonan Perubahan KPI dilampiri dengan Surat Pernyataan yang menyebutkan alasan perubahan.
   
6. Di antara Pasal 24 dan Pasal 25 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 24A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 24A


Tanda pengaman elektronik (e-seal) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 24, harus terhubung dengan Sistem Komputer Pelayanan.
   
7. Ketentuan ayat (1) Pasal 29A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 29A


(1) Pengeluaran barang asal luar daerah pabean dengan tujuan mendukung kegiatan Industri Kecil Menengah (IKM) di tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf h dapat dilakukan melalui perusahaan pemilik Angka Pengenal Importir Umum (API-U) yang memiliki kontrak kerjasama dengan perusahaan industri kecil dan menengah yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
(2) Perusahaan pemilik Angka Pengenal Importir Umum (API-U) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga harus bertindak sebagai Pengusaha PLB atau PDPLB.
(3) Perusahaan industri kecil dan menengah sebagaimana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus terdaftar pada lampiran Surat Keputusan Izin Pengusaha PLB atau PDPLB.
(4) Pengusaha PLB atau PDPLB memastikan bahwa pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada perusahaan industri kecil dan menengah.
   
8. Ketentuan Pasal 48 ditambahkan 1 (satu) ayat yakni ayat (7), sehingga Pasal 48 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 48


(1) Pemberitahuan Pabean dan/atau pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 diajukan untuk setiap transaksi pemasukan atau pengeluaran barang.
(2) Pemberitahuan Pabean dan/atau pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dapat disampaikan secara berkala atau periodik untuk:
  1. barang yang dimasukkan atau dikeluarkan menggunakan saluran pipa, jaringan transmisi, ban berjalan (conveyor belt), dan sejenisnya;
  2. pemasukan dan pengeluaran barang dengan volume yang tinggi dan memerlukan kecepatan pelayanan; dan/atau
  3. pengeluaran barang dari PLB E-Commerce.
(3) Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menggunakan dokumen pelengkap pabean.
(4) Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b juga dilakukan dengan mempertaruhkan jaminan.
(5) Untuk dapat menyampaikan pemberitahuan pabean dan/atau pemberitahuan secara berkala atau periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB harus mengajukan permohonan kepada Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean.
(6) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan.
(7) Atas penyampaian pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dilakukan konfirmasi status wajib pajak.
   
9. Ketentuan Pasal 56 ditambahkan 1 (satu) ayat yakni Ayat (3) dan ketentuan Ayat (2) diubah, sehingga Pasal 56 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 56


(1) Direktur Jenderal, Kepala Kantor Wilayah, Kepala KPU, Kepala Kantor Pabean, atau Pejabat yang ditunjuk melakukan kegiatan monitoring terhadap Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB, eksportir yang melakukan ekspor dari atau melalui PLB, importir yang melakukan impor melalui PLB, Penyedia Platform E-Commerce, bursa berjangka, dan/atau pasar lelang komoditas secara periodik berdasarkan manajemen risiko.
(1a) Kegiatan monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain berupa:
  1. Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53;
  2. Pemeriksaan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54;
  3. Pemeriksaan sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54A; dan/atau
  4. pengawasan lainnya oleh unit pengawasan antara lain berupa pengawasan atas ketentuan e-seal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4).
(2) Pelaksanaan monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk mengetahui:
  1. kepatuhan terhadap pemenuhan persyaratan dan kegiatan operasional PLB; dan
  2. perkembangan bisnis atau profil perusahaan tahun terakhir, yang memuat paling kurang:
    1. jumlah nilai investasi dibandingkan dengan perkiraan investasi awal atau investasi tahun sebelumnya;
    2. jumlah tenaga kerja dibandingkan dengan perkiraan tenaga kerja awal atau tenaga kerja tahun sebelumnya;
    3. nilai dan volume impor dibandingkan dengan perkiraan awal atau tahun sebelumnya;
    4. nilai dan volume ekspor dibandingkan dengan perkiraan awal atau tahun sebelumnya;
    5. data perpajakan dibandingkan dengan tahun sebelumnya;
    6. daftar jenis barang yang ditimbun dan volume penimbunan dibandingkan dengan perkiraan awal atau tahun sebelumnya; dan
    7. daftar pemasok (supplier) dan pembeli (buyer) dibandingkan dengan perkiraan awal atau tahun sebelumnya.
  3. Existence, Responsibility, Nature of Business, dan Auditability (ERNA).
(3) Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean melakukan kegiatan monitoring yang bertujuan mengetahui Existence, Responsibility, Nature of Business, dan Auditability (ERNA) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c sekurang-kurangnya 1 (satu) kali setiap 6 (enam) bulan.
   
10. Ketentuan Pasal 57 ditambahkan 3 (tiga) ayat yakni ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) sehingga Pasal 57 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 57


(1) Dalam hal atas pelaksanaan:
  1. pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53;
  2. pemeriksaan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54;
  3. pemeriksaan sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54A; dan/atau
  4. hasil audit kepabeanan dan/atau cukai,
ditemukan pelanggaran terhadap ketentuan kepabeanan dan/atau cukai, atas pelanggaran dimaksud dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terkait dengan tugas pokok dan fungsi kementerian atau lembaga lain, Direktur Jenderal, Kepala Kantor Wilayah, Kepala KPU, Kepala Kantor Pengawas, dan/atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan rekomendasi kepada instansi teknis terkait untuk ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal Orang yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perusahaan tujuan pengeluaran PLB, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menghapus perusahaan tujuan pengeluaran PLB tersebut dari surat keputusan izin pengusaha PLB dan/atau izin PDPLB.
(4) Dalam hal ditemukan pelanggaran atas ketentuan perundang-undangan selain ketentuan kepabeanan dan/atau cukai, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU dapat menghapus perusahaan tujuan pengeluaran PLB dari surat keputusan izin pengusaha PLB dan/atau izin PDPLB.
   
11. Ketentuan Pasal 70 diubah sehingga Pasal 70 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 70


(1) Dalam rangka pengawasan terhadap Pengusaha PLB, PDPLB, importir, eksportir, penyedia platform e-commerce, bursa berjangka, pasar lelang komoditas, dan/atau IKM, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyampaikan dokumen kepabeanan terkait pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari PLB melalui mekanisme pertukaran data kepada Direktorat Jenderal Pajak dan atas data-data tersebut selanjutnya dilakukan pengawasan bersama.
(2) Pengawasan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui sistem otomasi terintegrasi antara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Direktorat Jenderal Pajak.
(3) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui Kepala Kantor Pengawas meminta respons atas hasil pengawasan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui Kantor Pelayanan Pajak yang melayani PLB secara periodik setiap 3 (tiga) bulan.
(4) Dalam hal Direktorat Jenderal Pajak tidak memberikan respons atas hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), berlaku ketentuan:
  1. Kepala Kantor Pengawas menerbitkan surat rekomendasi kepada Kepala Kantor Wilayah untuk menghapus perusahaan tujuan pengeluaran atau daftar perusahaan penimbun barang ekspor PLB dari surat keputusan izin pengusaha PLB dan/atau izin PDPLB; atau
  2. Kepala KPU menghapus perusahaan tujuan pengeluaran atau daftar perusahaan penimbun barang ekspor PLB dari surat keputusan izin pengusaha PLB dan/atau izin PDPLB.


Pasal II


1. Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB yang belum memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2a), Pasal 11 ayat (2a) dan Pasal 12 ayat (2a), harus memenuhi ketentuan bukti kepemilikan atau penguasaan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak Peraturan Direktur Jenderal ini ditetapkan.
2. Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal 18 November 2019.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 08 November 2019
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

-ttd-

HERU PAMBUDI