Peraturan Lainnya Nomor : 3 TAHUN 2021
Sistem Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Terintegrasi Secara Elektronik
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PERATURAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 2021
TENTANG
SISTEM PERIZINAN BERUSAHA BERBASIS RISIKO TERINTEGRASI
SECARA ELEKTRONIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa untuk memberikan kepastian hukum dalam proses penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 2 huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, perlu menetapkan Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal tentang Sistem Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Terintegrasi secara Elektronik;
Mengingat :
- Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);
- Undang-Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
- Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6617);
- Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2007 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2007 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 35);
- Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 4 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Koordinasi Penanaman Modal (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1172);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL TENTANG SISTEM PERIZINAN BERUSAHA BERBASIS RISIKO TERINTEGRASI SECARA ELEKTRONIK.
Dalam Peraturan Badan ini yang dimaksud dengan:
- Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.
- Perizinan Berusaha Berbasis Risiko adalah Perizinan Berusaha berdasarkan tingkat risiko kegiatan usaha.
- Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk menunjang kegiatan usaha.
- Kementerian/Lembaga Terkait adalah kementerian/lembaga yang terkait dengan penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko melalui Sistem OSS.
- Pelaku Usaha adalah orang perseorangan, badan usaha, kantor perwakilan, dan badan usaha luar negeri yang melakukan kegiatan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu.
- Badan Usaha adalah badan usaha berbentuk badan hukum atau tidak berbentuk badan hukum yang didirikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu.
- Nomor Induk Berusaha yang selanjutnya disingkat NIB adalah bukti registrasi/pendaftaran Pelaku Usaha untuk melakukan kegiatan usaha dan sebagai identitas bagi Pelaku Usaha dalam pelaksanaan kegiatan usahanya.
- Sertifikat Standar adalah pernyataan dan/atau bukti pemenuhan standar pelaksanaan kegiatan usaha.
- Izin adalah persetujuan pemerintah pusat atau pemerintah daerah untuk pelaksanaan kegiatan usaha yang wajib dipenuhi oleh Pelaku Usaha sebelum melaksanakan kegiatan usahanya.
- Pengawasan adalah upaya untuk memastikan pelaksanaan kegiatan usaha sesuai dengan standar pelaksanaan kegiatan usaha yang dilakukan melalui pendekatan berbasis risiko dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh Pelaku Usaha.
- Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia yang selanjutnya disingkat KBLI adalah kode klasifikasi yang diatur oleh lembaga pemerintah non kementerian yang membidangi urusan pemerintahan di bidang statistik.
- Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Online Single Submission) yang selanjutnya disebut Sistem OSS adalah sistem elektronik terintegrasi yang dikelola dan diselenggarakan oleh Lembaga OSS untuk penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
- Lembaga Pengelola dan Penyelenggara OSS yang selanjutnya disebut Lembaga OSS adalah lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasi penanaman modal.
- Badan Koordinasi Penanaman Modal yang selanjutnya disebut BKPM adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
- Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing, untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.
- Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang selanjutnya disingkat DPMPTSP adalah organisasi perangkat daerah pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah di bidang Penanaman Modal.
- Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
- Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disingkat KPBPB adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, dan cukai.
- Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri.
- Laporan Kegiatan Penanaman Modal yang selanjutnya disingkat LKPM adalah laporan mengenai perkembangan realisasi Penanaman Modal dan permasalahan yang dihadapi Pelaku Usaha yang wajib dibuat dan disampaikan secara berkala.
- Jejak Audit adalah rekam jejak seluruh tahap proses yang dilakukan baik dalam satu instansi atau lembaga maupun antarlembaga, untuk menjaga keabsahan hasil proses secara hukum, serta melengkapi semua jejak kejadian dan pertanggungjawaban atas setiap penyimpangan yang harus dipertanggungjawabkan oleh pemberi layanan perizinan.
- Hak Akses adalah hak yang diberikan Pemerintah Republik Indonesia melalui Lembaga OSS dalam bentuk kode akses.
- Dokumen Elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
- Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
- Hari adalah hari kerja sesuai dengan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Peraturan Badan ini dimaksudkan untuk mengatur pemanfaatan teknologi informasi dalam rangka penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko terintegrasi secara elektronik melalui Sistem OSS.
Peraturan Badan ini bertujuan untuk mewujudkan penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko yang mudah, cepat, tepat, transparan, dan akuntabel melalui:
- penggunaan teknologi informasi dalam pelayanan informasi Perizinan Berusaha Berbasis Risiko secara elektronik;
- penggunaan teknologi informasi dalam penyelenggaraan pelayanan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko;
- penggunaan teknologi informasi dalam penyelenggaraan Pengawasan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko;
- interkoneksi data penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko; dan
- penggunaan teknologi informasi dalam koordinasi pelayanan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Pengawasan antar sektor dan pusat dengan daerah.
Ruang lingkup Peraturan Badan ini meliputi:
- Sistem OSS;
- Hak Akses;
- subsistem pelayanan informasi;
- subsistem Perizinan Berusaha;
- subsistem Pengawasan;
- pengaduan;
- interkoneksi sistem;
- Jejak Audit;
- penanggung jawab Sistem OSS;
- pengembangan Sistem OSS;
- pembiayaan Sistem OSS; dan
- keadaan kahar.
(1) | Sistem OSS dibangun dan dikelola oleh BKPM sebagai Lembaga OSS. |
(2) | Sistem OSS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib digunakan oleh:
|
(3) | Sistem OSS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
|
(1) | Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha dilakukan dengan menggunakan perangkat Sistem OSS. |
(2) | Perangkat Sistem OSS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(3) | Perangkat Sistem OSS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) beroperasi secara penuh selama 24 (dua puluh empat) jam. |
(4) | Perangkat Sistem OSS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memiliki cadangan perangkat yang beroperasi secara berkesinambungan untuk menjaga kelangsungan operasional Sistem OSS. |
(5) | Perangkat keras sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan peralatan yang berfungsi sebagai alat untuk pemrosesan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. |
(6) | Perangkat lunak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan bahasa program komputer yang digunakan untuk penyelenggaraan Sistem OSS. |
(7) | Jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c merupakan alat yang memungkinkan antarperangkat komputer untuk saling berkomunikasi dengan pertukaran data. |
(8) | Perangkat pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d merupakan peralatan penunjang bagi terselenggaranya komunikasi dan pertukaran data pada Sistem OSS. |
(1) | Kementerian/Lembaga Terkait, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, administrator KEK, dan badan pengusahaan KPBPB menyiapkan perangkat Sistem OSS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a, huruf c, dan huruf d. |
(2) | Lembaga OSS dapat menyediakan perangkat Sistem OSS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a dan huruf c untuk diberikan kepada pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, administrator KEK, dan badan pengusahaan KPBPB. |
(3) | Lembaga OSS menyediakan perangkat lunak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b untuk dipergunakan oleh Kementerian/Lembaga Terkait, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, administrator KEK, dan badan pengusahaan KPBPB. |
(1) | Sistem OSS dibangun dalam bentuk:
|
(2) | Persyaratan kelayakan transaksi elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:
|
(1) | Server Sistem OSS ditempatkan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai standar manajemen mutu dan keamanan informasi. |
(2) | Sistem OSS dapat diakses melalui alamat situs www.oss.go.id. |
(3) | Sistem OSS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa piranti lunak berbasis web yang merupakan gerbang informasi dan penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. |
Kementerian/Lembaga Terkait, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, administrator KEK, dan badan pengusahaan KPBPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e dalam menggunakan Sistem OSS wajib:
- menggunakan PIA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b; dan
- menjaga kerahasiaan data dan informasi Pelaku Usaha dalam Sistem OSS.
(1) | Hak Akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b diberikan dalam bentuk kode kombinasi angka dan huruf untuk mengakses subsistem Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b dan subsistem Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf c dalam Sistem OSS. |
(2) | Lembaga OSS memberikan Hak Akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada:
|
(3) | Hak Akses kepada Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diberikan kepada:
|
(4) | Penerima Hak Akses sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f disebut sebagai pengelola Hak Akses. |
(5) | Lembaga OSS mengirimkan surat permintaan penunjukan pengelola Hak Akses kepada menteri/kepala lembaga, kepala DPMPTSP provinsi, kepala DPMPTSP kabupaten/kota, administrator KEK, atau kepala badan pengusahaan KPBPB. |
(6) | Berdasarkan surat permintaan penunjukan pengelola Hak Akses sebagaimana dimaksud pada ayat (5), menteri/kepala lembaga, kepala DPMPTSP provinsi, kepala DPMPTSP kabupaten/kota, administrator KEK, atau kepala badan pengusahaan KPBPB menetapkan pengelola Hak Akses dan menyampaikan kepada Lembaga OSS. |
(1) | Penggunaan Hak Akses kepada Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a diberikan paling sedikit untuk:
|
(2) | Penggunaan Hak Akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(3) | Dalam hal Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perusahaan Kawasan Industri, Hak Akses juga diberikan untuk menyampaikan persetujuan pernyataan rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup (RKL-RPL) rinci. |
(4) | Perusahaan Kawasan Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memiliki Perizinan Berusaha Berbasis Risiko di bidang usaha kawasan industri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(5) | Untuk mendapatkan Hak Akses Sistem OSS, Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) mengajukan permohonan ke Lembaga OSS secara dalam jaringan (daring) melalui Sistem OSS. |
(6) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diajukan dengan mengisi data permohonan Hak Akses penggunaan Sistem OSS dengan mengisi paling sedikit:
|
(7) | Data dasar hukum pembentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b angka 3 meliputi:
|
(8) | Lembaga OSS menerbitkan Hak Akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) serta menyampaikan kepada Pelaku Usaha selaku pemilik Hak Akses melalui surat elektronik paling lambat 1 (satu) Hari setelah permohonan Hak Akses sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dinyatakan lengkap dan benar. |
(9) | Penggunaan Hak Akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d dapat digunakan oleh Pelaku Usaha apabila telah memperoleh Perizinan Berusaha Berbasis Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. |
(10) | Dalam hal pemilik Hak Akses sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak melanjutkan pengajuan Perizinan Berusaha bagi kegiatan usaha pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) Hari sejak menerima Hak Akses, Sistem OSS secara otomatis membatalkan Hak Akses dan tidak dapat digunakan lagi. |
(11) | Pelaku Usaha yang telah dibatalkan Hak Akses sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dapat mengajukan kembali permohonan Hak Akses dalam rangka permohonan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. |
(12) | Dalam hal Pelaku Usaha dilikuidasi atau dinyatakan pailit, likuidator atau kurator menggunakan Hak Akses Pelaku Usaha untuk mengajukan permohonan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b. |
(1) | Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a dapat melakukan perubahan data Hak Akses secara mandiri dalam Sistem OSS. |
(2) | Perubahan data Hak Akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terkait data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (6) dan perubahan kode akses pada menu profil Pelaku Usaha dalam Sistem OSS. |
(3) | Atas perubahan data Hak Akses sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Sistem OSS memberikan notifikasi kepada Pelaku Usaha melalui surat elektronik atau nomor telepon yang didaftarkan. |
(1) | Hak Akses kepada pengelola Hak Akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) diberikan untuk:
|
(2) | Pengelola Hak Akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengajukan Hak Akses melalui Sistem OSS dengan mengisi data paling sedikit memuat:
|
(3) | Lembaga OSS menyampaikan Hak Akses kepada pengelola Hak Akses melalui surat elektronik paling lambat 1 (satu) Hari setelah permohonan Hak Akses diterima. |
(1) | Pengelola Hak Akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dapat membuat Hak Akses turunan melalui fitur pengelola Hak Akses yang disediakan dalam Sistem OSS. |
(2) | Pengelola Hak Akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memberikan Hak Akses turunan dengan ketentuan:
|
(3) | Hak Akses turunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat dengan mendaftarkan data penerima Hak Akses turunan yang terdiri atas:
|
(4) | Pengelola Hak Akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat membatalkan Hak Akses turunan apabila penerima Hak Akses tersebut sudah tidak berwenang. |
(5) | Pembatalan Hak Akses turunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan melalui fitur pengelola Hak Akses yang disediakan di dalam Sistem OSS. |
(6) | Pengelola Hak Akses bertanggung jawab terhadap data dan penggunaan Hak Akses oleh penerima Hak Akses turunan. |
(7) | Hak Akses kepada penerima Hak Akses turunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk:
|
(1) | Lembaga OSS dapat memberikan Hak Akses terbatas untuk informasi tertentu kepada perbankan, asuransi, lembaga pembiayaan dan lembaga lainnya yang akan ditetapkan oleh Lembaga OSS sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(2) | Pemberian Hak Akses terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan kesepakatan kerja sama antara Lembaga OSS dengan lembaga perbankan, asuransi, lembaga pembiayaan, dan lembaga lainnya. |
(3) | Berdasarkan kesepakatan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2), lembaga perbankan, asuransi, lembaga pembiayaan, dan lembaga lainnya mengajukan permohonan untuk mendapatkan Hak Akses terbatas kepada Lembaga OSS melalui Sistem OSS. |
(4) | Informasi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu:
|
(5) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan dengan mengisi data permohonan Hak Akses terbatas paling sedikit:
|
(1) | Dalam menggunakan Hak Akses, Pengelola Hak Akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4), pemilik Hak Akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (8), penerima Hak Akses turunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3), dan penerima Hak Akses terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) wajib:
|
(2) | Lembaga OSS dapat melakukan evaluasi terhadap penggunaan Hak Akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) | Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam hal pengelola Hak Akses:
|
(4) | Dalam hal evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf c ditemukan pelanggaran, Lembaga OSS membatalkan Hak Akses. |
(5) | Dalam hal evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b Lembaga OSS memberikan teguran apabila penanggung jawab Hak Akses yang baru tidak melakukan perubahan data Hak Akses pada Sistem OSS dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) Hari sejak penggantian penanggung jawab Hak Akses. |
(6) | Lembaga OSS memasukan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) ke dalam proses penilaian kinerja Kementerian/Lembaga Terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(7) | Lembaga OSS dapat membatalkan Hak Akses pemilik Hak Akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila selama 6 (enam) bulan sejak menerima Hak Akses tidak melanjutkan Perizinan Berusaha. |
(8) | Lembaga OSS memberikan notifikasi kepada Pemilik Hak Akses dan pengelola Hak Akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sebelum dilakukan pembatalan Hak Akses sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (7). |
(9) | Lembaga OSS menugaskan pengelola Hak Akses untuk melakukan evaluasi terhadap penggunaan Hak Akses turunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b. |
(10) | Pengelola Hak Akses, pemilik Hak Akses, penerima Hak Akses turunan, dan penerima Hak Akses terbatas yang melakukan pelanggaran atas kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(1) | Lembaga OSS dapat membatalkan Hak Akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a dalam hal:
|
(2) | Sistem OSS melakukan pembatalan Hak Akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a secara otomatis dalam hal Pelaku Usaha tidak melakukan permohonan Perizinan Berusaha yang baru dalam kurun waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal pencabutan NIB. |
(3) | Sistem OSS melakukan pembatalan Hak Akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b secara otomatis dalam hal Pelaku Usaha tidak mengajukan permohonan kembali Perizinan Berusaha setelah melewati tenggang waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal pencabutan NIB. |
(4) | Lembaga OSS memberikan notifikasi dalam jangka waktu 10 (sepuluh) Hari sebelum dilakukan pembatalan Hak Akses sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3). |
BAB V
SUBSISTEM PELAYANAN INFORMASI
Pasal 19
(1) | Informasi yang tersedia pada subsistem pelayanan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf a dapat diakses masyarakat di laman muka Sistem OSS tanpa Hak Akses. |
(2) | Informasi tanpa Hak Akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
|
(3) | Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berdasarkan peraturan pemerintah mengenai penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. |
(4) | Rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b melalui integrasi dengan sistem yang dikelola oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang tata ruang. |
(5) | Ketentuan persyaratan penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(6) | Kewajiban dan/atau persyaratan Perizinan Berusaha, durasi pemenuhan kewajiban dan/atau persyaratan Perizinan Berusaha, standar pelaksanaan kegiatan usaha dan penunjang kegiatan usaha, dan ketentuan lain di dalam NSPK seluruh sektor bidang usaha, pedoman dan tata cara pengajuan NIB, Sertifikat Standar, dan Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d berdasarkan NSPK kementerian/lembaga dan proses Perizinan Berusaha berbasis risiko yang terdapat dalam subsistem Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. |
(7) | Pedoman dan tata cara pengajuan NIB, Sertifikat Standar, dan Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e diatur dalam peraturan badan mengenai pedoman dan tata cara mengenai pedoman dan tata cara pelayanan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan fasilitas penanaman modal. |
(8) | Ketentuan persyaratan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f berdasarkan NSPK kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penataan ruang, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat, dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup dan kehutanan. |
(9) | Ketentuan fasilitas penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g berdasarkan NSPK kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan dan lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasi penanaman modal. |
(10) | Pengawasan Perizinan Berusaha dan kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf h berdasarkan NSPK lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasi penanaman modal. |
(11) | Simulasi pelayanan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf i berdasarkan proses Perizinan Berusaha Berbasis Risiko yang tersedia dalam subsistem Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. |
(12) | Panduan pengguna OSS, kamus OSS dan hal-hal yang sering ditanya (frequently asked questions/FAQ) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf i disusun oleh lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasi penanaman modal. |
(13) | Kamus OSS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf i memuat informasi mengenai penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. |
(14) | Pelayanan pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf j terkait penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. |
BAB VI
SUBSISTEM PELAYANAN PERIZINAN BERUSAHA
Pasal 20
(1) | Subsistem Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b dapat diakses di laman muka Sistem OSS dengan menggunakan Hak Akses dan Hak Akses turunan. | ||||||||||||||||||||
(2) | Subsistem Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat:
|
||||||||||||||||||||
(3) | Subsistem Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menerbitkan:
|
||||||||||||||||||||
(4) | Sistem OSS mencantumkan jumlah angka dalam NIB, nomor Sertifkat Standar, nomor Izin, dan nomor Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebanyak:
|
(1) | Pelaku Usaha menggunakan Hak Akses untuk mendapatkan pelayanan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf a dan melakukan penelusuran proses penerbitan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf c. |
(2) | Pelaku Usaha dapat memperoleh fasilitas penanaman modal melalui pelayanan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) | Fasilitas penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperoleh berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(1) | Lembaga OSS, Kementerian/Lembaga Terkait, DPMPTSP provinsi, DPMPTSP kabupaten/kota, administrator KEK, dan badan pengusahaan KPBPB menerima permohonan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko melalui Sistem OSS sesuai dengan kewenangan. |
(2) | Lembaga OSS, Kementerian/Lembaga Terkait, organisasi perangkat daerah teknis, administrator KEK, dan badan pengusahaan KPBPB melakukan verifikasi atas permohonan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) | Hasil verifikasi Kementerian/Lembaga Terkait, administrator KEK, dan badan pengusahaan KPBPB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinotifikasi ke Sistem OSS. |
(4) | Hasil verifikasi yang dilakukan oleh organisasi perangkat daerah teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diteruskan ke DPMPTSP Provinsi atau DPMPTSP kabupaten/kota untuk dinotifikasi oleh DPMPTSP Provinsi atau DPMPTSP kabupaten/kota ke Sistem OSS. |
(5) | Sistem OSS dapat meminta kelengkapan persyaratan, menerbitkan, atau menolak permohonan Perizinan Berusaha berdasarkan notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4). |
(6) | Dalam hal notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) tidak disampaikan sesuai dengan NSPK Kementerian/Lembaga Terkait, Sistem OSS menerbitkan Perizinan Berusaha. |
(7) | Sistem OSS akan menyampaikan pemberitahuan Perizinan Berusaha yang telah disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) secara elektronik ke alamat surat elektronik atau melalui pesan singkat ke nomor telepon seluler:
|
(8) | Permohonan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko diatur dalam peraturan badan mengenai pedoman dan tata cara pelayanan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan fasilitas penanaman modal. |
(9) | Sistem penelusuran daring sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a merupakan layanan yang dapat digunakan oleh Pelaku Usaha, Kementerian/Lembaga Terkait, DPMPTSP provinsi, DPMPTSP kabupaten/kota, administrator KEK, dan badan pengusahaan KPBPB untuk memantau proses Perizinan Berusaha mulai dari tahap permohonan sampai dengan penerbitan Perizinan Berusaha di Sistem OSS. |
BAB VII
SUBSISTEM PENGAWASAN
Pasal 23
(1) | Subsistem Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf c dapat diakses di laman muka Sistem OSS dengan menggunakan Hak Akses dan Hak Akses turunan. |
(2) | Subsistem Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan dalam hal Pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan berusaha. |
(3) | Subsistem Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh Lembaga OSS, Kementerian/Lembaga Terkait, DPMPTSP provinsi, DPMPTSP kabupaten/kota, organisasi perangkat daerah teknis, administrator KEK, badan pengusahaan KPBPB, dan Pelaku Usaha. |
(4) | Subsistem Pengawasan merupakan sistem elektronik yang paling sedikit memuat:
|
(1) | Pelaku Usaha menyampaikan:
|
(2) | Pelaku Usaha dapat mencetak tanda terima penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di alamat surat elektronik Pelaku Usaha. |
(1) | Pelayanan pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (14) terdiri atas:
|
(2) | Pelayanan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dievaluasi oleh unit kerja pengawasan internal BKPM. |
(3) | Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, diatur lebih lanjut dalam peraturan badan mengenai pedoman dan tata cara Pengawasan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. |
(4) | Atas hasil evaluasi pelayanan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditindaklanjuti:
|
(5) | Dalam hal pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal memberikan tanggapan berupa notifikasi melalui Sistem OSS. |
(6) | Tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling lama diberikan 2 (dua) Hari sejak pengaduan diterima. |
BAB IX
INTERKONEKSI SISTEM
Pasal 26
(1) | Sistem OSS melakukan validasi secara otomatis berdasarkan persyaratan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha, serta melakukan pengiriman dan penerimaan data dengan cara interkoneksi sistem Kementerian/Lembaga Terkait dalam rangka pemrosesan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(2) | Validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(3) | Pengiriman dan penerimaan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam rangka pemrosesan persyaratan dasar meliputi:
|
(4) | Pengiriman dan penerimaan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam rangka pemrosesan fasilitas pembebasan bea masuk atas impor mesin/barang modal serta barang dan bahan meliputi:
|
(5) | Dalam hal Pelaku Usaha belum memiliki NPWP, Sistem OSS memfasilitasi pembuatan NPWP dengan mengirimkan data Pelaku Usaha kepada sistem yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak. |
(6) | Dalam hal pelaksanaan interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Lembaga OSS menyusun PIA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b sebagai panduan bagi Kementerian/Lembaga Terkait dan mensosialisasikan kepada Kementerian/Lembaga Terkait. |
(7) | PIA sebagaimana dimaksud pada ayat (6) mencakup paling sedikit:
|
(8) | Dalam hal terjadi perubahan atau penyesuaian terhadap kebijakan dan/atau peraturan yang berdampak pada dokumen PIA sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Lembaga OSS akan melakukan pemutakhiran PIA dan mensosialisasikan kepada Kementerian/Lembaga Terkait. |
(9) | Pelaksanaan interkoneksi sistem dengan sistem Kementerian/Lembaga Terkait juga dapat dilakukan dalam rangka pelaksanaan kesepakatan kerja sama dengan Kementerian/Lembaga Terkait dan pemerintah daerah. |
(10) | Pelaksanaan interkoneksi sistem sebagaimana dimaksud pada ayat (9) harus mengacu pada PIA sebagaimana dimaksud pada ayat (6). |
(11) | Dalam hal pelaksanaan interkoneksi sistem sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak mengacu sebagian atau keseluruhan kepada PIA sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Lembaga OSS dapat membatalkan interkoneksi. |
(12) | Dalam hal dilakukan interkoneksi Sistem OSS selain dengan sistem Kementerian/Lembaga Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pertukaran data dilakukan dengan mengikuti dokumen PIA sebagaimana dimaksud pada ayat (6). |
(1) | Dalam melakukan interkoneksi sistem sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan ayat (12), Lembaga OSS dapat bekerja sama dengan pihak lain yang berkomitmen dalam rangka implementasi interkoneksi sistem dan menjaga kerahasiaan data serta dituangkan dalam suatu kesepakatan kerja sama. |
(2) | Lembaga OSS berhak membatalkan kerja sama dengan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal terjadi pelanggaran atas kesepatan kerja sama. |
(1) | Sistem OSS menyediakan jejak audit atas seluruh kegiatan dalam penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. |
(2) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(3) | Jejak audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk:
|
(4) | Dalam hal terjadi perbedaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan huruf c, data dan informasi yang tersimpan dalam Sistem OSS merupakan data dan informasi yang dianggap benar. |
BAB XI
PENANGGUNG JAWAB SISTEM OSS
Pasal 29
(1) | Dalam penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko melalui Sistem OSS, Kepala BKPM dibantu oleh:
|
(2) | Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a bertanggung jawab atas:
|
(3) | Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b bertanggung jawab terhadap subsistem Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf c. |
(4) | Sekretaris Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c bertanggung jawab terhadap perangkat keras, jaringan, dan perangkat pendukung Sistem OSS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a, huruf c, dan huruf d. |
Tanggung jawab Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal atas subsistem pelayanan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf a terdiri atas:
- pemutakhiran data dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2);
- menyelenggarakan konsultasi pelayanan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko melalui call center, surat elektronik, dan tatap muka secara luar jaringan maupun daring; dan
- aplikasi layanan berbantuan dalam Sistem OSS.
Tanggung jawab Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal atas subsistem Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf b terdiri atas:
- pengelolaan proses bisnis Perizinan Berusaha Berbasis Risiko melalui Sistem OSS;
- pengelolaan proses pemberian/penerbitan fasilitas penanaman modal;
- pengelolaan data masukan Perizinan Berusaha dari Pelaku Usaha;
- pengelolaan data masukan hasil verifikasi Perizinan Berusaha dari Kementerian/Lembaga Terkait, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, administrator KEK, badan pengusahaan KPBPB, dan pengelola Kawasan Industri; dan
- evaluasi penggunaan Hak Akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2).
Tanggung jawab Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal atas perangkat lunak Sistem OSS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf c terdiri dari:
- menjamin keamanan lalu-lintas interkoneksi data dalam Sistem OSS;
- pengelolaan dan pemutakhiran Sistem OSS;
- pemetaan proses bisnis Sistem OSS secara keseluruhan; dan
- interkoneksi Sistem OSS dengan sistem Kementerian/Lembaga Terkait.
Tanggung jawab Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) terdiri dari:
- koordinasi Pengawasan Perizinan Berusaha dengan Kementerian/Lembaga Terkait, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, administrator KEK, dan badan pengusahaan KPBPB;
- pengelolaan profil Pelaku Usaha;
- proses bisnis Pengawasan berbasis risiko melalui Sistem OSS;
- pengelolaan data masukan laporan Pelaku Usaha;
- pengelolaan tindakan administratif dan sanksi atas pelaksanaan Perizinan Berusaha; dan
- pengaduan Pelaku Usaha dan pelaksanaan Pengawasan serta tindak lanjutnya.
Tanggung jawab Sekretaris Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (4) terdiri dari:
- pengelolaan perangkat jaringan, server, storage, dan memory;
- pengelolaan keamanan Sistem OSS;
- pengelolaan pusat data (data center);
- Penyediaan perangkat Sistem OSS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); dan
- pengaduan terhadap Pelaku Usaha, Lembaga OSS, Kementerian/Lembaga Terkait, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, KEK, dan/atau KPBPB dalam pelaksanaan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
(1) | Sekretaris Utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (4) menyediakan mekanisme pembuatan salinan data dari database (backup data) dan Sistem OSS berupa Disaster Recovery Center (DRC). |
(2) | DRC sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan suatu fasilitas yang digunakan untuk memulihkan kembali data atau informasi serta fungsi penting sistem elektronik yang terganggu atau rusak akibat terjadinya bencana yang disebabkan oleh alam atau manusia. |
BAB XII
PENGEMBANGAN SISTEM OSS
Pasal 36
(1) | Pengembangan Sistem OSS dapat dilakukan dalam hal terjadi:
|
(2) | Dalam melakukan pengembangan Sistem OSS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Lembaga OSS dapat:
|
BAB XIII
PEMBIAYAAN SISTEM OSS
Pasal 37
(1) | Pembiayaan Sistem OSS dan sistem pendukung yang digunakan oleh Lembaga OSS dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara BKPM. |
(2) | Pembiayaan Sistem OSS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pembangunan, pengembangan, dan pengelolaan Sistem OSS yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, jaringan, dan perangkat pendukung. |
(3) | Lembaga OSS menyediakan anggaran diseminasi informasi Perizinan Berusaha Berbasis Risiko secara elektronik. |
(1) | Dalam hal Sistem OSS tidak dapat berfungsi karena keadaan kahar (force majeure), penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dilaksanakan secara manual. |
(2) | Keadaan kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh:
|
(3) | Penetapan keadaan kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c dilaporkan kepada Kepala BKPM. |
(4) | Keadaan kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam hal Sistem OSS tidak dapat digunakan disebabkan oleh, antara lain:
|
(5) | Dalam hal keadaan kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko yang diterbitkan secara manual memiliki kekuatan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(6) | Dalam hal keadaan kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c, verifikasi atas pemenuhan persyaratan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko yang dilakukan secara manual oleh pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, administrator KEK, badan pengusahaan KPBPB, dan pengelola Kawasan Industri memiliki kekuatan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(7) | Atas verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Sistem OSS menerbitkan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. |
(8) | Dalam hal keadaan kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (2), verifikasi atas pelaksanaan Pengawasan Berbasis Risiko yang dilakukan secara manual oleh Kementerian/Lembaga Terkait, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, administrator KEK, dan badan pengusahaan KPBPB memiliki kekuatan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(9) | Setelah berakhirnya keadaan kahar, atas data dan informasi penanaman modal yang diproses secara manual sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ayat (6), dan ayat (8), Lembaga OSS, DPMPTSP provinsi, DPMPTSP kabupaten/kota, administrator KEK, badan pengusahaan KPBPB, atau pengelola Kawasan Industri bertanggung jawab memasukkan ke dalam Sistem OSS sesuai kewenangan. |
(10) | Pengaturan dalam hal Sistem OSS tidak dapat diakses untuk daerah tertinggal, terdepan, dan terluar dan/atau wilayah yang belum memiliki aksesibilitas yang memadai diatur dalam peraturan badan mengenai pedoman dan tata cara pelayanan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan fasilitas penanaman modal dan peraturan badan mengenai pedoman dan tata cara Pengawasan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. |
BAB XV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 39
Pemanfaatan data dan informasi pada Sistem OSS oleh pemangku kepentingan (stakeholder) dan publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-perundangan terkait informasi publik, meliputi:
- informasi yang tercantum dalam subsistem pelayanan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2); dan
- data realisasi penanaman modal yang telah diumumkan ke publik.
BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 40
(1) | Pelaku Usaha yang telah memperoleh Hak Akses sebelum berlakunya Peraturan Badan ini harus melakukan penggantian Hak Akses pada Sistem OSS pada saat:
|
(2) | Pada saat Peraturan Badan ini mulai berlaku dan Sistem OSS Perizinan Berusaha Berbasis Risiko belum tersedia, Sistem OSS sebelum berlakunya Peraturan Badan ini tetap digunakan. |
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 41
Sistem OSS Perizinan Berusaha Berbasis Risiko sudah harus digunakan tanggal 2 Juni 2021.
Pada saat Peraturan Badan ini mulai berlaku, Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 4 Tahun 2014 tentang Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi secara Elektronik dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Peraturan Badan ini mulai berlaku pada tanggal 2 Juni 2021.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Badan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 Maret 2021 KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA, ttd. BAHLIL LAHADALIA |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 April 2021
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJHAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 271
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.