Peraturan Dirjen Bea dan Cukai Nomor : PER - 16/BC/2021

Kategori : Lainnya

Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR PER-16/BC/2021

TENTANG

TATA CARA PENETAPAN TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU

 

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

 

Menimbang :

 

  1. bahwa ketentuan mengenai tata cara penetapan tarif cukai hasil tembakau telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-16/BC/2020 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau;
  2. bahwa untuk lebih memberikan kepastian hukum, meningkatkan pelayanan, dan tertib administrasi, perlu melakukan penyempurnaan terhadap ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan tarif cukai hasil tembakau;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.010/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun atau Klobot, dan Tembakau Iris dan Pasal 10 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.010/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Rokok Elektrik dan Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau;

 

Mengingat :

 

  1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);  
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.010/2021 Tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun atau Klobot, dan Tembakau Iris (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1384);
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.010/2021 Tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Rokok Elektrik dan Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1385);



MEMUTUSKAN :

 

Menetapkan :

 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG TATA CARA PENETAPAN TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU.



BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:

  1. Orang adalah orang pribadi atau badan hukum.
  2. Pabrik adalah tempat tertentu termasuk bangunan, halaman, dan lapangan yang merupakan bagian daripadanya, yang dipergunakan untuk menghasilkan barang kena cukai dan/atau untuk mengemas barang kena cukai dalam kemasan untuk penjualan eceran.
  3. Pengusaha Pabrik adalah Orang yang mengusahakan Pabrik.
  4. Sigaret adalah hasil tembakau yang dibuat dari tembakau rajangan yang dibalut dengan kertas dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
  5. Sigaret Kretek Mesin yang selanjutnya disingkat SKM adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih, atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya yang dalam pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, seluruhnya, atau sebagian menggunakan mesin.
  6. Sigaret Putih Mesin yang selanjutnya disingkat SPM adalah sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan yang dalam pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, seluruhnya, atau sebagian menggunakan mesin.
  7. Sigaret Kretek Tangan yang selanjutnya disingkat SKT adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih, atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin.
  8. Sigaret Kretek Tangan Filter yang selanjutnya disingkat SKTF adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih, atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya yang dalam proses pembuatannya mulai dari dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin.
  9. Sigaret Putih Tangan yang selanjutnya disingkat SPT adalah sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin.
  10. Sigaret Putih Tangan Filter yang selanjutnya disingkat SPTF adalah sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin.
  11. Sigaret Kelembak Kemenyan yang selanjutnya disebut KLM adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan kelembak dan/atau kemenyan asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya.
  12. Cerutu yang selanjutnya disebut CRT adalah hasil tembakau yang dibuat dari lembaran-lembaran daun tembakau diiris atau tidak, dengan cara digulung demikian rupa dengan daun tembakau, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
  13. Rokok Daun atau Klobot yang selanjutnya disebut KLB adalah hasil tembakau yang dibuat dengan daun nipah, daun jagung (klobot), atau sejenisnya, dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
  14. Tembakau iris yang selanjutnya disebut TIS adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau yang dirajang, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya,
  15. Rokok Elektrik adalah hasil tembakau berbentuk cair, padat, atau bentuk lainnya, yang berasal dari pengolahan daun tembakau yang dibuat dengan cara ekstraksi atau cara lain sesuai dengan perkembangan teknologi dan selera konsumen, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya, yang disediakan untuk konsumen akhir dalam kemasan penjualan eceran, yang dikonsumsi dengan cara dipanaskan menggunakan alat pemanas elektrik kemudian dihisap.
  16. Rokok Elektrik Padat adalah rokok elektrik berbentuk padatan yang berasal dari pengolahan daun tembakau yang dibuat dengan cara ekstraksi atau cara lain sesuai dengan perkembangan teknologi dan selera konsumen tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya, yang disediakan untuk konsumen akhir dalam kemasan penjualan eceran, yang dikonsumsi dengan cara dipanaskan menggunakan alat pemanas elektrik kemudian dihisap.
  17. Rokok Elektrik Cair Sistem Terbuka adalah rokok elektrik berbentuk cairan yang berasal dari pengolahan daun tembakau yang dibuat dengan cara ekstraksi atau cara lain sesuai dengan perkembangan teknologi dan selera konsumen tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya, yang disediakan untuk konsumen akhir dalam kemasan penjualan eceran, yang dikonsumsi dengan cara dipanaskan menggunakan alat pemanas elektrik kemudian dihisap,
  18. Rokok Elektrik Cair Sistem Tertutup adalah rokok elektrik berbentuk cairan yang berasal dari pengolahan daun tembakau yang dibuat dengan cara ekstraksi atau cara lain sesuai dengan perkembangan teknologi dan selera konsumen tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya, yang terdapat di dalam suatu alat atau tempat penampungan dalam satu kesatuan yang tidak dapat diisi ulang, yang disediakan untuk konsumen akhir dalam kemasan penjualan eceran, yang hanya bisa dikonsumsi dengan cara dipanaskan menggunakan alat pemanas elektrik khusus kemudian dihisap.
  19. Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya yang selanjutnya disingkat HPTL adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau selain Sigaret, Cerutu, Rokok Daun atau Klobot, dan Tembakau Iris, dan Rokok Elektrik yang dibuat secara lain sesuai dengan perkembangan teknologi dan selera konsumen, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
  20. Tembakau Molasses adalah HPTL yang berasal dari pengolahan daun tembakau yang dibuat dan dibentuk sedemikian rupa sesuai dengan perkembangan teknologi dan selera konsumen tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya, yang dipanaskan menggunakan shisha/ hookah (pipa panjang yang diberi air untuk menghisap tembakau) atau alat yang sejenisnya, yang dikonsumsi dengan cara dihisap.
  21. Tembakau Hirup (Snuff Tobacco) adalah HPTL yang berasal dari pengolahan daun tembakau yang dibuat dan dibentuk sedemikian rupa sesuai dengan perkembangan teknologi dan selera konsumen tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya, yang dikonsumsi dengan cara dihirup.
  22. Tembakau Kunyah (Chewing Tobacco) adalah HPTL yang berasal dari pengolahan daun tembakau yang dibuat dan dibentuk sedemikian rupa sesuai dengan perkembangan teknologi dan selera konsumen tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya, yang dikonsumsi dengan cara dikunyah.
  23. Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut Kantor adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  24. Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Khusus.
  25. Importir Barang Kena Cukai berupa hasil tembakau yang selanjutnya disebut Importir adalah orang yang memasukkan barang kena cukai berupa hasil tembakau ke dalam daerah pabean.
  26. Desain Kemasan Hasil Tembakau yang selanjutnya disebut Desain Kemasan adalah rancangan atau kerangka kemasan yang padanya tertera merek hasil tembakau, logo, jenis/ukuran huruf, angka, warna dominan, tata letak dan/atau kombinasinya, dalam rangka penetapan tarif cukai.
  27. Merek Hasil Tembakau yang selanjutnya disebut Merek adalah huruf, angka, atau gabungan keduanya dengan cara penulisan dan pelafalan tertentu pada kemasan hasil tembakau yang diberitahukan sebagai identitas hasil tembakau oleh Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau importir dalam rangka penetapan tarif cukai.
  28. Harga Jual Eceran adalah harga yang ditetapkan sebagai dasar penghitungan besarnya cukai.
  29. Batasan Harga Jual Eceran per Batang atau Gram adalah rentang Harga Jual Eceran per batang atau gram atas masing-masing jenis hasil tembakau berupa Sigaret, CRT, KLB, dan TIS produksi golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir yang ditetapkan Menteri.
  30. Harga Transaksi Pasar adalah besaran harga transaksi penjualan yang terjadi pada tingkat konsumen akhir.
  31. Batasan Jumlah Produksi adalah batas jumlah produksi yang ditetapkan oleh Menteri yang dihitung berdasarkan dokumen pemesanan pita cukai, dalam satu tahun takwim sebelum tahun anggaran berjalan.
  32. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusana pemerintahan di bidang keuangan.
  33. Direktur adalah direktur yang melaksanakan tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis, dan evaluasi pelaksanaan di bidang cukai pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  34. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.



BAB II
PENGGOLONGAN PENGUSAHA PABRIK
HASIL TEMBAKAU BERUPA SIGARET, CRT, KLB, DAN TIS

Pasal 2

(1) Pengusaha Pabrik hasil tembakau dikelompokkan dalam golongan pengusaha berdasarkan masing-masing jenis dan jumlah produksi hasil tembakau, sesuai dengan Batasan Jumlah Produksi Pabrik sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tarif cukai hasil tembakau berupa Sigaret, CRT, KLB, dan TIS.
(2) Penggolongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dihitung berdasarkan jumlah produksi hasil tembakau untuk setiap jenis hasil tembakau sesuai dokumen pemesanan pita cukai baik dalam 1 (satu) lokasi pengawasan Kantor atau beberapa lokasi pengawasan Kantor.
(3) Dalam hal Pabrik hasil tembakau yang baru memiliki Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC), penggolongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau dimulai dari golongan yang paling bawah atau berdasarkan permohonan Pengusaha Pabrik hasil tembakau.
   

 

Pasal 3

(1) Penyesuaian kenaikan golongan Pengusaha Pabrik dilakukan dalam hal jumlah produksi hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dalam 1 (satu) tahun takwim yang sedang berjalan atau 1 (satu) tahun takwim sebelumnya melebihi Batasan Jumlah Produksi Pabrik yang berlaku bagi golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau yang bersangkutan.
(2) Pengusaha Pabrik hasil tembakau dapat mengajukan permohonan penyesuaian kenaikan golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam tahun takwim yang sedang berjalan sebelum melampaui Batasan Jumlah Produksi Pabrik yang berlaku bagi golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau yang bersangkutan.
(3) Atas permohonan penyesuaian kenaikan golongan Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor menerbitkan keputusan penyesuaian golongan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap.
(4) Dalam hal jumlah produksi hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dalam 1 (satu) tahun takwim yang sedang berjalan atau 1 (satu) tahun takwim sebelumnya melebihi Batasan Jumlah Produksi Pabrik yang berlaku bagi golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau yang bersangkutan, Kepala Kantor dapat melakukan penyesuaian kenaikan golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau dengan menerbitkan keputusan penyesuaian golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau.

 

 

Pasal 4

(1) Penyesuaian penurunan golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau dilakukan dalam hal jumlah produksi hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dalam 1 (satu) tahun takwim kurang dari Batasan Jumlah Produksi Pabrik yang berlaku bagi golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau.
(2) Pengusaha Pabrik hasil tembakau dapat mengajukan permohonan penyesuaian penurunan golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada bulan Januari tahun takwim berikutnya paling lambat sebelum dokumen pemesanan pita cukai pertama kali diajukan.
(3) Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Kepala Kantor memberikan keputusan menerima atau menolak permohonan penyesuaian penurunan golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap.
(4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, Kepala Kantor menerbitkan keputusan penyesuaian golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau.
(5) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditolak, Kepala Kantor memberikan surat penolakan dengan disertai alasan penolakan.
(6) Penurunan golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau hanya diberikan untuk 1 (satu) tingkat lebih rendah dari golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau sebelumnya.

 


Pasal 5

(1) Permohonan untuk penyesuaian golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 ayat (2), dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(2) Keputusan penyesuaian golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan Pasal 4 ayat (4), dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(3) Salinan keputusan penyesuaian golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditujukan kepada:
  1. Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir;
  2. Direktur; dan    .
  3. Kepala Kantor Wilayah yang membawahi Kantor yang menerbitkan keputusan penetapan tarif cukai hasil tembakau.

 


BAB III
TARIF CUKAI DAN HARGA JUAL ECERAN

Pasal 6

(1) Tarif cukai hasil tembakau ditetapkan dengan menggunakan jumlah dalam rupiah, untuk setiap:
  1. satuan batang atas hasil tembakau berupa Sigaret, C RT, dan KLB;
  2. satuan gram atas hasil tembakau berupa TIS dan HPTL;
  3. satuan gram atas padatan tembakau yang terdapat di dalam batang atau kapsul atas hasil tembakau berupa Rokok Elektrik Padat;
  4. satuan mililiter atas hasil tembakau berupa Rokok Elektrik Cair Sistem Terbuka; dan
  5. satuan mililiter atas cairan yang terdapat di dalam cartridge atas hasil tembakau berupa Rokok Elektrik Cair Sistem Tertutup.
(2) Satuan gram atas padatan tembakau yang terdapat di dalam batang atau kapsul atas hasil tembakau berupa Rokok Elektrik Padat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan satuan mililiter atas hasil tembakau berupa Rokok Elektrik Cair Sistem Tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dibulatkan ke atas dalam satuan sepersepuluh.
(3) Besaran tarif cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas hasil tembakau berupa Sigaret, CRT, KLB, dan TIS didasarkan pada:
  1. jenis hasil tembakau;
  2. golongan pengusaha hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1); dan
  3. Batasan Harga Jual Eceran per Batang atau Gram yang ditetapkan oleh Menteri,
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tarif cukai hasil tembakau berupa Sigaret, CRT, KLB, dan TIS.
(4) Besaran tarif cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas hasil tembakau berupa Rokok Elektrik dan HPTL didasarkan pada rincian jenis Rokok Elektrik dan HPTL sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tarif cukai hasil tembakau berupa Rokok Elektrik dan HPTL.

 

 

Pasal 7

(1) Batasan Harga Jual Eceran per Batang atau Gram dan tarif cukai per batang atau gram, untuk setiap jenis hasil tembakau berupa Sigaret, CRT, KLB, dan TIS dari masing-masing golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau berupa Sigaret, CRT, KLB, dan TIS, ditetapkan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tarif cukai hasil tembakau berupa Sigaret, CRT, KLB, dan TIS.
(2) Pengklasifikasian tarif cukai per batang atau gram sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditentukan berdasarkan jenis, jumlah produksi, dan:
a. Harga Jual Eceran yang tercantum dalam penetapan tarif cukai yang masih berlaku;
b. Harga Jual Eceran yang diberitahukan oleh Pengusaha Pabrik hasil tembakau untuk hasil tembakau Merek baru; atau
c. Harga Jual Eceran yang mengalami kenaikan berdasarkan:
  1. pemberitahuan dari Pengusaha Pabrik hasil tembakau; atau
  2. hasil penelitian atas pemantauan Harga Transaksi Pasar.
(3) Tarif cukai hasil tembakau dan batasan Harga Jual Eceran minimum per satuan hasil tembakau untuk setiap jenis hasil tembakau berupa Rokok Elektrik dan HPTL, ditetapkan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tarif cukai hasil tembakau berupa Rokok Elektrik dan HPTL.

 

 

Pasal 8

(1) Tarif cukai dan batasan Harga Jual Eceran terendah per batang atau gram untuk setiap jenis hasil tembakau berupa Sigaret, CRT, KLB, dan TIS yang diimpor sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur, dalam Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tarif cukai hasil tembakau berupa Sigaret, CRT, KLB, dan TIS.
(2) Tarif cukai dan batasan Harga Jual Eceran terendah per satuan hasil tembakau untuk setiap jenis hasil tembakau berupa Rokok Elektrik dan HPTL yang diimpor sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tarif cukai hasil tembakau berupa Rokok Elektrik dan HPTL.
     

 

Pasal 9

 

Harga Jual Eceran per batang, gram, mililiter, atau cartridge untuk setiap jenis hasil tembakau untuk tujuan ekspor ditetapkan sama dengan Harga Jual Eceran per batang, gram, mililiter, atau cartridge untuk setiap jenis hasil tembakau dari jenis dan Merek yang sama yang ditujukan untuk pemasaran di dalam negeri.



Pasal 10

Harga Jual Eceran per kemasan penjualan eceran harus dibulatkan ke atas dalam kelipatan Rp. 25,00 (dua puluh lima rupiah).



BAB IV
PENETAPAN TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU

Pasal 11

(1) Kepala Kantor menerbitkan keputusan penetapan tarif cukai hasil tembakau atas suatu Merek dalam rangka menjalankan:
  1. Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tarif cukai hasil tembakau berupa Sigaret, CRT, KLB, dan TIS; dan
  2. Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tarif cukai hasil tembakau berupa Rokok Elektrik dan HPTL,
yang sifatnya administratif fiskal dan bukan merupakan perlindungan kepemilikan atas suatu Merek.
(2) Penetapan tarif cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
  1. penetapan tarif cukai hasil tembakau untuk Merek baru, dalam hal Pengusaha Pabrik hasil tembakau akan memproduksi atau Importir akan mengimpor hasil tembakau;
  2. penetapan penyesuaian tarif cukai hasil tembakau dalam rangka terdapat penyesuaian golongan, tarif cukai hasil tembakau, atau Harga Jual Eceran; atau
  3. penetapan kembali tarif cukai hasil tembakau dalam rangka perubahan kebijakan tentang tarif cukai hasil tembakau.

 

 

Pasal 12

(1) Sebelum memproduksi atau mengimpor hasil tembakau dengan Merek baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a atau mengubah Desain Kemasan penjualan eceran atas Merek yang sudah ada penetapan tarif cukainya, Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir terlebih dahulu harus mendapatkan penetapan tarif cukai hasil tembakau untuk Merek baru dari Kepala Kantor.
(2) Penetapan tarif cukai hasil tembakau untuk Merek baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan juga terhadap hasil tembakau:
  1. yang digunakan untuk pemeriksaan laboratorium; atau
  2. yang digunakan untuk tujuan ekspor.
(3) Penetapan tarif cukai hasil tembakau untuk Merek baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilakukan berdasarkan permohonan dari Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dibuat dalam rangkap 3 (tiga) yang dilampiri dengan:
a. contoh etiket atau kemasan penjualan eceran hasil tembakau;
b. daftar Merek yang dimiliki dan masih berlaku sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini;
c. surat pernyataan di atas materai yang cukup dengan menyatakan:
  1. Merek yang dimohonkan penetapan tarif cukainya tidak memiliki kesamaan dengan Merek hasil tembakau lainnya yang telah terlebih dahulu dimiliki oleh Pengusaha Pabrik atau Importir lainnya dan tercatat pada administrasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  2. Desain Kemasan yang dimohonkan penetapan tarif cukainya tidak menyerupai Desain Kemasan yang telah dimiliki atau dipergunakan oleh Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir lainnya; dan
  3. telah memenuhi syarat sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan termasuk di dalamnya pencantuman peringatan kesehatan dan informasi kesehatan,
sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; dan
d. surat lisensi dari pemilik Merek atau surat perjanjian persetujuan penggunaan Merek atau Desain Kemasan atau surat penunjukan keagenan, distributor, atau Importir dari pemegang Merek yang akan diimpor yang telah ditandasahkan oleh notaris, untuk Merek jenis Rokok Elektrik dan HPTL asal impor.
(5) Terhadap permohonan penetapan tarif cukai hasil tembakau berupa Rokok Elektrik dan HPTL untuk Merek baru sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir harus melampirkan surat pernyataan di atas materai yang cukup, dengan menyatakan produk Rokok Elektrik atau HPTL yang diproduksi atau diimpor tidak mengandung zat narkotika dan psikotropika, dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(6) Terhadap permohonan penetapan tarif cukai untuk Merek baru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atas hasil tembakau berupa Rokok Elektrik Padat dan Rokok Elektrik Cair Sistem Tertutup, Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir harus melampirkan hasil pengujian mengenai berat atau volume yang terkandung di dalam Rokok Elektrik dari laboratorium Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau instansi/lembaga lain yang telah mendapatkan akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN).
(7) Perubahan peringatan kesehatan dan informasi kesehatan karena ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak termasuk dalam perubahan Desain Kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(8) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), terhadap permohonan penetapan tarif cukai hasil tembakau untuk pemeriksaan laboratorium.
(9) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c angka 1 dan angka 2 untuk Importir hasil tembakau berupa Rokok Elektrik dan HPTL yang telah memiliki surat lisensi dari pemilik Merek atau surat perjanjian persetujuan penggunaan Merek atau Desain Kemasan atau surat penunjukan keagenan, distributor, atau Importir dari pemegang Merek yang akan diimpor yang telah ditandasahkan oleh notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d.
(10) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c angka 3 untuk Pengusaha Pabrik dan/atau Importir hasil tembakau berupa Rokok Elektrik dan HPTL.

 

 

Pasal 13

Permohonan penetapan tarif cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) harus memenuhi ketentuan:

  1. Harga Jual Eceran per batang atau gram yang diajukan dalam permohonan tersebut tidak boleh lebih rendah dari Harga Jual Eceran yang masih berlaku atas Merek hasil tembakau untuk jenis hasil tembakau yang sama yang dimiliki oleh Pabrik/Importir yang sama, baik yang berada dalam 1 (satu) lokasi pengawasan Kantor atau beberapa lokasi pengawasan Kantor.
  2. Merek yang diajukan tidak terkait dengan tindak pidana di bidang cukai, dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap; dan
  3. Desain Kemasan atas Merek yang diajukan penetapan tarif cukainya harus memenuhi persyaratan kemasan barang kena cukai sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri yang mengatur mengenai perdagangan barang kena cukai.
  4. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a untuk permohonan penetapan tarif cukai hasil tembakau berupa Rokok Elektrik dan HPTL.



Pasal 14

(1) Penetapan tarif cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dinyatakan tidak berlaku, apabila selama lebih dari 6 (enam) bulan berturut-turut Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir yang bersangkutan tidak pernah merealisasikan:
  1. pemesanan pita cukainya dengan menggunakan dokumen pemesanan pita cukai; atau
  2. ekspor hasil tembakaunya dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pengeluaran barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya dari Pabrik hasil tembakau untuk tujuan ekspor.
(2) Terhadap penetapan tarif cukai hasil tembakau untuk Merek atau Desain Kemasan yang dinyatakan tidak berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat digunakan kembali dengan mengajukan permohonan mengenai penetapan tarif cukai hasil tembakau untuk Merek baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 oleh Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir yang bersangkutan atau Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir lainnya.
(3) Pengajuan permohonan penetapan tarif cukai hasil tembakau untuk Merek baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan dengan ketentuan:
a. tarif cukai hasil tembakau atas Merek baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tersebut tidak boleh lebih rendah dari tarif cukai hasil tembakau atas Merek yang pernah berlaku;
b. Harga Jual Eceran yang diberitahukan sekurang-kurangnya sama dengan Harga Jual Eceran yang pernah berlaku, dan tidak boleh lebih rendah dari Harga Jual Eceran minimum yang dimiliki dan masih berlaku untuk jenis hasil tembakau yang sama dalam satuan batang atau gram sebagaimana yang tercatat pada administrasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; dan
c. hanya dapat diajukan setelah 6 (enam) bulan berturut-turut sejak dokumen:
  1. pemesanan pita cukai terakhir; atau
  2. pemberitahuan pengeluaran barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya dari Pabrik hasil tembakau untuk tujuan ekspor terakhir.
(4) Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir yang akan mempergunakan kembali Merek atau Desain Kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selain mengajukan permohonan penetapan tarif cukai hasil tembakau untuk Merek baru juga harus melampirkan bukti berupa:
  1. fotokopi dokumen pemesanan pita cukai terakhir atau dokumen pemberitahuan pengeluaran barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya dari Pabrik hasil tembakau untuk tujuan ekspor terakhir;
  2. fotokopi surat keputusan penetapan tarif cukai hasil tembakau yang terakhir; atau
  3. fotokopi surat lisensi dari pemilik Merek atau surat perjanjian persetujuan penggunaan Merek atau Desain Kemasan yang telah ditandasahkan oleh notaris atau fotokopi surat penunjukan keagenan, distributor, atau Importir tunggal dari pemegang Merek yang akan diimpor, yang ditandasahkan oleh Pengusaha Pabrik hasil tembakau, dalam hal Merek yang akan digunakan kembali sebelumnya merupakan Merek milik Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau importir lainnya.
(5) Dikecualikan dari dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b untuk hasil tembakau berupa Rokok Elektrik dan HPTL.

 

 

Pasal 15

(1) Sebelum menyesuaikan tarif cukai hasil tembakau atas Merek yang sudah ada penetapan tarif cukainya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2} huruf b, tanpa melakukan perubahan Desain Kemasan penjualan eceran atas Merek yang bersangkutan, Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir harus mendapatkan penetapan penyesuaian tarif cukai hasil tembakau dari Kepala Kantor.
(2) Penetapan penyesuaian tarif cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan berdasarkan:
  1. permohonan penyesuaian tarif cukai hasil tembakau dari Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir; atau
  2. hasil penelitian atas pemantauan Harga Transaksi Pasar.
(3) Permohonan penyesuaian tarif cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dibuat dalam rangkap 3 (tiga) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(4) Terhadap masing-masing permohonan penyesuaian tarif cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilampiri dengan daftar Merek yang dimohonkan penyesuaian tarif cukainya sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

 


Pasal 16

(1) Dalam rangka, perubahan kebijakan tarif cukai hasil tembakau yang ditetapkan oleh Menteri, Kepala Kantor menetapkan kembali tarif cukai hasil tembakau.
(2) Penetapan kembali tarif cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Kepala Kantor tanpa permohonan dari Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir.

 

 

BAB V
KEPUTUSAN PENETAPAN TARIF
CUKAI HASIL TEMBAKAU

Pasal 17

(1) Kepala Kantor melakukan penelitian terhadap permohonan:
  1. penetapan tarif cukai hasil tembakau untuk Merek baru atau mengubah Desain Kemasan penjualan eceran atas Merek yang sudah ada penetapan tarif cukainya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3); atau
  2. penetapan penyesuaian tarif cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a.
(2) Berdasarkan hasil penelitian oleh Kepala Kantor terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal permohonan:
  1. disetujui, Kepala Kantor menerbitkan keputusan penetapan tarif cukai hasil tembakau; atau
  2. ditolak, Kepala Kantor menerbitkan surat penolakan dengan disertai alasan penolakan.
(3) Kepala Kantor harus menerbitkan keputusan menyetujui atau menolak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan secara lengkap.

 

 

Pasal 18

Kepala Kantor menerbitkan keputusan penetapan tarif cukai hasil tembakau terhadap:

  1. penetapan tarif cukai hasil tembakau untuk Merek baru atau mengubah Desain Kemasan penjualan eceran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a;
  2. penetapan penyesuaian tarif cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b; dan/atau
  3. penetapan kembali tarif cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf c, 

untuk masing-masing Merek hasil tembakau.

 

 

 

Pasal 19

(1) Keputusan penetapan tarif cukai hasil tembakau untuk Merek baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(2) Keputusan penetapan penyesuaian tarif cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(3) Keputusan penetapan kembali tarif cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf c dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(4) Salinan keputusan penetapan tarif cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), ditujukan kepada:
  1. Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir;
  2. Direktur; dan
  3. Kepala Kantor Wilayah yang membawahi Kantor yang menerbitkan keputusan penetapan tarif cukai hasil tembakau.
(5) Dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal penetapan, Kepala Kantor mengirimkan salinan keputusan penetapan tarif cukai hasil tembakau kepada Direktur dan Kepala Kantor Wilayah.

 

 

Pasal 20

 

(1) Kepala Kantor menolak permohonan penetapan tarif cukai hasil tembakau atas suatu Merek, dalam hal:
  1. ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri yang mengatur tentang tarif cukai hasil tembakau tidak dipenuhi;
  2. persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14, Peraturan Direktur Jenderal ini tidak dipenuhi;
  3. Merek yang diajukan memiliki tulisan atau pelafalan yang sama dengan Merek yang dimiliki Pengusaha Pabrik atau Importir lain yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  4. Desain Kemasan yang diajukan menyerupai dengan Desain Kemasan yang dimiliki Pengusaha Pabrik atau importir lain yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; atau
  5. Desain Kemasan atas Merek yang diajukan penetapan tarif cukainya tidak memenuhi persyaratan kemasan barang kena cukai sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri yang mengatur mengenai perdagangan barang kena cukai.
(2) Desain Kemasan yang dianggap menyerupai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d apabila memiliki kesamaan atas:
  1. tata letak, jenis, dan/atau ukuran huruf; dan
  2. minimal 2 (dua) unsur lain dalam Desain Kemasan.
(3) Dikecualikan dari ketentuan pada ayat (1) huruf c dan huruf d untuk pengajuan penetapan tarif cukai jenis Rokok Elektrik dan HPTL asal impor yang memiliki surat lisensi dari pemilik Merek atau surat perjanjian persetujuan penggunaan Merek atau Desain Kemasan atau surat penunjukan keagenan, distributor, atau Importir dari pemegang Merek yang akan diimpor yang telah ditandasahkan oleh notaris.

 

 

Pasal 21

(1) Keputusan penetapan tarif yang telah diberikan oleh Kepala Kantor dapat dicabut dalam hal:
a. Pengusaha Pabrik atau importir mengajukan permohonan pencabutan keputusan penetapan tarif;
b. telah mendapatkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap; atau
c. hasil penelitian lebih lanjut oleh Kepala Kantor, dalam hal:
  1. Desain Kemasan menyerupai Desain Kemasan milik Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir lainnya yang telah terlebih dahulu dimiliki oleh Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir lainnya dan tercatat pada administrasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  2. Merek memiliki tulisan atau pelafalan yang sama dengan Merek yang telah terlebih dahulu dimiliki oleh Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir lainnya dan tercatat pada administrasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; atau
  3. hasil pengawasan di lapangan ditemukan kemasan hasil tembakau tidak sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri yang mengatur mengenai perdagangan barang kena cukai.
(2) Berdasarkan ketentuan sebagaimana, dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor menerbitkan keputusan pencabutan penetapan tarif cukai hasil tembakau sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

 

 

Pasal 22

(1) Merek yang telah dicabut dapat digunakan kembali oleh Pengusaha Pabrik atau Importir, dengan ketentuan:
  1. hanya dapat diajukan setelah 6 (enam) bulan berturut-turut sejak pemesanan pita cukai terakhir;
  2. tarif cukai hasil tembakau atas Merek tersebut tidak boleh lebih rendah dari tarif cukai hasil tembakau yang pernah berlaku untuk jenis hasil tembakau yang sama; dan
  3. Harga Jual Eceran yang diberitahukan sekurang- kurangnya sama dengan Harga Jual Eceran yang pernah berlaku, dan tidak boleh lebih rendah dari Harga Jual Eceran minimum yang dimiliki dan masih berlaku untuk jenis hasil tembakau yang sama.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terhadap pencabutan penetapan tarif cukai hasil tembakau karena adanya hubungan keterkaitan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai hubungan keterkaitan.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c untuk hasil tembakau berupa Rokok Elektrik dan HPTL.

 

 

BAB V
PEMANTAUAN HARGA TRANSAKSI PASAR
HASIL TEMBAKAU

Pasal 23

(1) Pejabat Bea dan Cukai melakukan pemantauan Harga Transaksi Pasar:
  1. untuk hasil tembakau berupa Sigaret, CRT, KLB, dan TIS setiap bulan Maret dan September; dan
  2. untuk hasil tembakau berupa Rokok Elektrik dan HPTL setiap bulan Juni,
di wilayah kerja Kantor seluruh Indonesia.
(2) Pemantauan Harga Transaksi Pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan membandingkan Harga Transaksi Pasar dengan Harga Jual Eceran yang tercantum dalam pita cukai hasil tembakau.
(3) Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Direktur.
(4) Direktur melakukan penelitian atas hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (3} dengan metodologi penelitian hasil pemantauan Harga Transaksi Pasar.
(5) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan setelah dihitung per batang atau gram untuk suatu Merek ditemukan:
  1. Harga Transaksi Pasar telah melampaui Batasan Harga Jual Eceran per Batang atau Gram di atasnya; atau
  2. Harga Transaksi Pasar kurang dari 85% (delapan puluh lima persen) dari Harga Jual Eceran yang tercantum dalam pita cukai hasil tembakau,
Direktur memberitahukan hasil penelitian tersebut kepada Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir melalui Kepala Kantor yang menerbitkan keputusan penetapan tarif atas Merek yang bersangkutan.
(6) Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau importir dapat mengajukan sanggahan atas hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penerimaan surat pemberitahuan dari Kepala Kantor.
(7) Dalam hal atas hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak memberikan sanggahan atau tidak mengajukan permohonan penyesuaian tarif cukai hasil tembakau, Kepala Kantor melakukan penetapan penyesuaian tarif cukai hasil tembakau.
(8) Dalam hal pada periode pemantauan selanjutnya setelah disampaikan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) masih ditemukan Harga Transaksi Pasar kurang dari 85% (delapan puluh lima persen) dari Harga Jual Eceran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, Kepala Kantor yang menerbitkan keputusan penetapan tarif atas Merek yang melanggar, melakukan penyesuaian profil Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir.
(9) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ayat (6), ayat (7), dan ayat (8) untuk hasil tembakau berupa Rokok Elektrik dan HPTL.

 

 

BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 24

(1) Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku:
a. Kepala Kantor menetapkan kembali tarif cukai, dengan ketentuan:
1. untuk hasil tembakau berupa Sigaret, CRT, KLB, dan TIS:
a) penetapan kembali dilakukan dengan memperhatikan tarif cukai yang masih berlaku untuk jenis hasil tembakau, golongan pengusaha pabrik hasil tembakau, dan batasan Harga Jual Eceran minimum, yang telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.010/2020 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau;
b) tarif cukai yang ditetapkan kembali sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tarif cukai hasil tembakau berupa Sigaret, CRT, KLB, dan TIS; dan
c) Harga Jual Eceran yang ditetapkan kembali tidak boleh lebih rendah dari Batasan Harga Jual Eceran per Batang atau Gram yang masih berlaku dan tidak boleh lebih rendah dari Batasan Harga Jual Eceran minimum sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tarif cukai hasil tembakau berupa Sigaret, CRT, KLB, dan TIS, atau
2. untuk hasil tembakau berupa HPTL:
a) Kepala Kantor menetapkan kembali tarif cukai atas Merek HPTL berupa Tembakau Molasses, Tembakau Hirup (Snuff Tobacco), dan Tembakau Kunyah (Chewing Tobacco) sebagaimana diatur Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.010/2020 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau;
b) penetapan kembali tarif cukai dilakukan dengan memperhatikan rincian jenis HPTL sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tarif cukai hasil tembakau berupa Rokok Elektrik dan HPTL;
c) tarif cukai yang ditetapkan kembali sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tarif cukai hasil tembakau berupa Rokok Elektrik dan HPTL; dan
d)  Harga Jual Eceran yang ditetapkan kembali tidak boleh lebih rendah dari batasan Harga Jual Eceran minimum sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tarif cukai hasil tembakau berupa Rokok Elektrik dan HPTL.
b. Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau atau Importir HPTL berupa ekstrak dan esens tembakau sebagaimana diatur Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.010/2020 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau, mengajukan permohonan penetapan tarif cukai untuk Merek baru, dengan ketentuan:
  1. permohonan penetapan tarif cukai untuk Merek baru diajukan dengan memperhatikan rincian jenis Rokok Elektrik sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tarif cukai hasil tembakau berupa Rokok Elektrik dan HPTL;
  2. tarif cukai yang diajukan dalam permohonan sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tarif cukai hasil tembakau berupa Rokok Elektrik dan HPTL; dan
  3. Harga Jual Eceran yang diajukan dalam permohonan tidak boleh lebih rendah dari batasan Harga Jual Eceran minimum sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tarif cukai hasil tembakau berupa Rokok Elektrik dan HPTL.
(2) Penetapan kembali tarif cukai dan penetapan tarif cukai untuk Merek baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2022.

 

 

BAB VIII
PENUTUP

Pasal 25

Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini berlaku, Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-16/BC/2020 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.



Pasal 26

Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal, 20 Desember 2021
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

ttd

ASKOLANI