Peraturan Pemerintah Nomor : 15 TAHUN 2022

Kategori : Lainnya

Perlakuan Perpajakan Dan/Atau Penerimaan Negara Bukan Pajak Di Bidang Usaha Pertambangan Batubara


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 2022

TENTANG

PERLAKUAN PERPAJAKAN DAN/ATAU PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

DI BIDANG USAHA PERTAMBANGAN BATUBARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

  1. bahwa untuk memberikan kepastian hukum dan kepastian berusaha bagi pemegang izin usaha pertambangan, pemegang izin usaha pertambangan khusus, pemegang izin usaha pertambangan khusus sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian, dan pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara dalam melaksanakan kewajiban perpajakan dan/atau penerimaan negara bukan pajak dengan tetap mempertimbangkan peningkatan penerimaan negara, perlu mengatur perlakuan perpajakan dan/atau penerimaan negara bukan pajak di bidang usaha pertambangan batubara;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 31D Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, serta Pasal 4 ayat (3), Pasal 7 ayat (3), dan Pasal 10 ayat (2) Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perlakuan Perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Batubara;

Mengingat :

  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
  3. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6245);
  4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6525);


MEMUTUSKAN:


Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN DAN/ATAU PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DI BIDANG USAHA PERTAMBANGAN BATUBARA.


BAB I
KETENTUAN UMUM


Pasal 1


Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yangterbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan.
2. Pertambangan Batubara adalah Pertambangan endapan karbon yang terdapat di dalam bumi, termasuk bitumen padat, gambut, dan batuan aspal.
3. Usaha Pertambangan Batubara, yang selanjutnya disebut Usaha Pertambangan, adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan Batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengembangan dan/atau pemanfaatan, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang.
4. Operasi Produksi adalah tahapan kegiatan Usaha Pertambangan yang meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan dan/atau pemurnian atau pengembangan dan/atau pemanfaatan, termasuk pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan.
5. Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut IUP, adalah izin untuk melaksanakan Usaha Pertambangan.
6. Izin Usaha Pertambangan Khusus, yang selanjutnya disebut dengan IUPK, adalah izin untuk melaksanakan Usaha Pertambangan di wilayah izin usaha pertambangan khusus.
7. IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian adalah izin usaha yang diberikan sebagai perpanjangan setelah selesainya pelaksanaan Kontrak Karya atau Perjanjian Kaiya Pengusahaan Pertambangan Batubara.
8. Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara, yang selanjutnya disebut PKP2B, adalah perjanjian antara pemerintah dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia untuk melakukan kegiatan Usaha Pertambangan.
9. Pajak Penghasilan Badan adalah pajak penghasilan yang dibayarkan oleh wajib pajak badan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.
10. Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara.
11. Harga Batubara Acuan, yang selanjutnya disingkat HBA, adalah harga yang diperoleh dari rata-rata indeks harga Batubara pada bulan sebelumnya.


Pasal 2


Pengaturan dalam Peraturan Pemerintah ini berlaku untuk:
a. pemegang IUP;
b. pemegang IUPK;
c. pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian;
d. pemegang PKP2B yang dalam kontraknya diatur ketentuan kewajiban Pajak Penghasilan berdasarkan PKP2B dimaksud; dan
e. pemegang PKP2B yang dalam kontraknya diatur ketentuan kewajiban Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan, 
di bidang Usaha Pertambangan.

 

 

BAB II
PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN

 

Bagian Kesatu

Subjek Pajak Penghasilan

 

Pasal 3

 

Ketentuan Pajak Penghasilan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini berlaku bagi wajib pajak pemegang IUP, IUPK, IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, atau PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf e.

 

 

Bagian Kedua

Objek Pajak dan Penghitungan Penghasilan

 

Pasal 4


(1) Yang menjadi objek pajak di bidang Usaha Pertambangan merupakan penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak di bidang Usaha Pertambangan sehubungan dengan:
a. penghasilan dari usaha; dan
b. penghasilan dari luar usaha,

dengan nama dan dalam bentuk apapun.

(2) Penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari penjualan /pengalihan hasil produksinya.
(3) Penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) penghitungannya harus menggunakan harga yang lebih tinggi antara:
a. harga yang lebih rendah antara harga patokan Batubara atau indeks harga Batubara pada saat transaksi; dan
b. harga sesungguhnya atau seharusnya yang diterima atau diperoleh penjual.
(4) Dalam hal tertentu, penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penghitungan penghasilannya harus menggunakan harga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Mineral dan Batubara.
(5) Harga patokan Batubara pada saat transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan harga patokan Batubara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang Mineral dan Batubara.
(6) Dalam hal Batubara tidak mempunyai harga patokan Batubara atau indeks harga Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dihitung menggunakan harga sesungguhnya atau seharusnya yang diterima atau diperoleh penjual sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b.
(7) Perlakuan penghasilan dari luar usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.

 

 

Bagian Ketiga

Penghitungan Penghasilan Kena Pajak

 

Pasal 5


(1) Besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ditentukan berdasarkan penghasilan bruto yang menjadi objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.
(2) Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk:
a. biaya kegiatan penyelidikan umum;
b. biaya kegiatan eksplorasi;
c. biaya kegiatan studi kelayakan;
d. biaya kegiatan operasi produksi;
e. biaya kegiatan pascatambang;
f. penyusutan dan/atau amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan/atau harta tidak berwujud yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan;
g. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan;  
h. biaya yang dikeluarkan dalam rangka kewajiban Penerimaan Negara Bukan Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak;
i. cadangan biaya reklamasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan;
j. bunga;
k. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional;
l. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan;
m. sumbangan fasilitas pendidikan;
m. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga; dan
o. biaya pembangunan infrastruktur sosial.
(3) Penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) penghitungannya harus menggunakan harga yang lebih tinggi antara:
a. harga yang lebih rendah antara harga patokan Batubara atau indeks harga Batubara pada saat transaksi; dan
b. harga sesungguhnya atau seharusnya yang diterima atau diperoleh penjual.
(4) Dalam hal tertentu, penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penghitungan penghasilannya harus menggunakan harga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Mineral dan Batubara.
(5) Harga patokan Batubara pada saat transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan harga patokan Batubara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang Mineral dan Batubara.
(6) Dalam hal Batubara tidak mempunyai harga patokan Batubara atau indeks harga Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dihitung menggunakan harga sesungguhnya atau seharusnya yang diterima atau diperoleh penjual sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b.
(7) Perlakuan penghasilan dari luar usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.

 

 

Pasal 6

 

Pengeluaran dan/atau biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.

 

 

Pasal 7

 

Ketentuan mengenai tata cara penghitungan penghasilan neto, kompensasi kerugian, penghasilan kena pajak, dan tarif bagi wajib pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang Pajak Penghasilan.

 

 

Bagian Keempat

Penghitungan Penyusutan dan Amortisasi serta

Pengakuan Nilai Sisa Buku Harta Berwujud dan Tidak Berwujud

 

Pasal 8


(1) Dalam hal wajib pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 melakukan tahap kegiatan eksplorasi, pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dikapitalisasi dan kemudian diamortisasi.
(2) Amortisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sejak bulan tahap kegiatan Operasi Produksi disetujui oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral atau gubernur sesuai dengan kewenangannya yang penghitungannya dilakukan selama jangka waktu izin atau kontrak dan dihitung secara pro-rata atau dengan menggunakan metode satuan produksi.
(3) Dalam hal wajib pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 melakukan kegiatan eksplorasi lanjutan pada tahap kegiatan Operasi Produksi, pengeluaran untuk kegiatan tersebut dibebankan sebagai biaya dengan ketentuan:
a. memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi; atau
b. memiliki masa manfaat kurang dari 1 (satu) tahun dibebankan pada saat terjadinya pengeluaran dimaksud.
(4) Dalam hal wajib pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3:
a. memiliki lebih dari satu izin atas Usaha Pertambangan; dan
b. melaksanakan tahapan kegiatan sebelum Operasi Produksi dan tahapan kegiatan Operasi Produksi,

pengeluaran untuk tahapan kegiatan sebelum Operasi Produksi dikapitalisasi dan diamortisasi sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pengeluaran untuk tahapan kegiatan Operasi Produksi dibebankan sebagai biaya dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

 

 

Pasal 9


(1) Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud:
a. yang masih dimiliki; atau
b. yang telah menjadi barang milik negara sesuai dengan PKP2B,
oleh pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebelum diterbitkannya IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dan telah disusutkan sesuai ketentuan dalam PKP2B, disusutkan sekaligus pada tahun pajak diterbitkannya IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.
(2) Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud oleh pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun setelah diterbitkannya IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, disusutkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.
(3) Pengeluaran untuk memperoleh harta tidak berwujud yang masih dimiliki pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c, dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebelum diterbitkannya IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dan telah diamortisasi sesuai ketentuan dalam PKP2B, tetap diamortisasi sesuai ketentuan dalam PKP2B pada tahun pajak diterbitkannya IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian
(4) Apabila pengeluaran untuk memperoleh harta tidak berwujud, yang dimiliki pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c, dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan sebelum diterbitkannya IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian masih mempunyai sisa masa manfaat harta pada tahun berikutnya setelah diterbitkannya IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, maka nilai sisa manfaat harta tersebut diamortisasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan dengan memperhatikan sisa masa manfaatnya.
(5) Amortisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan berdasarkan nilai sisa buku harta tidak berwujud yang bersangkutan pada awal tahun pajak setelah diterbitkannya IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/ Perjanjian.
(6) Apabila sisa masa manfaat harta tidak berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berakhir pada tahun berikutnya setelah diterbitkannya IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, nilai sisa buku harta tidak berwujud tersebut diamortisasi seluruhnya dalam tahun pajak berikutnya setelah diterbitkannya IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.
(7) Pengeluaran untuk memperoleh harta tidak berwujud oleh pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c, dan digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun setelah diterbitkannya IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, diamortisasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.

 

 

Bagian Kelima

Sumbangan dan/atau Biaya di Bidang Usaha Pertambangan

 

Pasal 10


(1) Sumbangan dan/atau biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf k, huruf 1, huruf m, huruf n, dan huruf o, yang dikeluarkan wajib pajak di bidang Usaha Pertambangan berupa:
a. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional, yang merupakan sumbangan untuk korban bencana nasional yang disampaikan melalui badan penanggulangan bencana atau lembaga/pihak yang telah mendapat izin dari instansi/lembaga yang berwenang;
b. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan, yang merupakan sumbangan untuk penelitian dan pengembangan yang dilakukan di wilayah Republik Indonesia yang disampaikan melalui lembaga penelitian dan pengembangan;
c. sumbangan fasilitas pendidikan, yang merupakan sumbangan berupa fasilitas pendidikan yang disampaikan melalui lembaga pendidikan;
d. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga, yang merupakan sumbangan untuk membina, mengembangkan, dan mengoordinasikan suatu atau gabungan organisasi cabang/jenis olahraga prestasi yang disampaikan melalui lembaga pembinaan olahraga; dan
e. biaya pembangunan infrastruktur sosial merupakan biaya yang dikeluarkan untuk keperluan penyediaan sarana dan prasarana untuk kepentingan umum termasuk di bidang kesehatan dan bersifat nirlaba melalui lembaga yang bergerak di bidang pembinaan dan pengembangan masyarakat.
(2) Lembaga yang menerima penyampaian sumbangan dan/atau biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan/atau huruf e harus melibatkan Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pelibatan Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

 

 

Pasal 11

 

Ketentuan mengenai persyaratan besarnya nilai sumbangan dan/atau biaya yang dapat dikurangkan, pencatatan dan pelaporan sumbangan dan / atau biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai sumbangan penanggulangan bencana nasional, sumbangan penelitian dan pengembangan, sumbangan fasilitas pendidikan, sumbangan pembinaan olahraga, dan biaya pembangunan infrastruktur sosial yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

 

 

Bagian Keenam

Besarnya Perbandingan antara Utang dan Modal Perusahaan

untuk Keperluan Penghitungan Pajak Penghasilan

 

Pasal 12

 

Untuk keperluan penghitungan Pajak Penghasilan, penentuanbesarnya perbandingan antara utang dan modal serta biayapinjaman yang dapat diperhitungkan dalam menghitungpenghasilan kena pajak bagi wajib pajak di bidang Usaha Pertambangan dilaksanakan sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.

 

 

BAB III

KEWAJIBAN PEMOTONGAN DAN/ATAU

PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN

 

Pasal 13

 

Wajib pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 wajibmelaksanakan pemenuhan kewajiban pemotongan dan/ataupemungutan Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.

 

 

BAB IV

PERLAKUAN PERPAJAKAN DAN/ATAU PENERIMAAN NEGARA

BUKAN PAJAK BAGI PEMEGANG IUP, IUPK, DAN PKP2B

 

Pasal 14

 

(1) Bagi pemegang IUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dan IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b berlaku:
a.  ketentuan perpajakan, tidak termasuk Pajak Penghasilan; dan
b. Penerimaan Negara Bukan Pajak,

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

(2) Bagi pemegang PKP2B berlaku ketentuan perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak sesuai dengan ketentuan PKP2B sampai dengan berakhirnya jangka waktu PKP2B.

 

 

BAB V

PERLAKUAN PERPAJAKAN DAN/ATAU
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK BAGI PEMEGANG
IUPK SEBAGAI KELANJUTAN OPERASI KONTRAK/PERJANJIAN

 

Pasal 15

Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian yang berakhir kontraknya paling lama tahun 2025 terdiri atas:

(1) pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian yang berasal dari pemegang PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d;
(2) pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perj anj ian yang berasal dari pemegang PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf e.

 

 

Pasal 16

 

(1) Bagi pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi * Kontrak/Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a berlaku ketentuan perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan pendapatan daerah sebagai berikut:
a. tarif iuran tetap sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang berlaku pada saat IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian diterbitkan;
b. tarif iuran produksi atau royalti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
c. tarif pemanfaatan barang milik negara eks PKP2B dari hasil produksi per ton dihitung berdasarkan formula 0,21% dikalikan harga jual;
d. tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak berupa penjualan hasil tambang per ton dihitung berdasarkan ketentuan/formula:
1. untuk penjualan Batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3):
a) HBA < USD 70 (tujuh puluh) per ton, (tarif 14% (empat belas persen) dikalikan harga jual) dikurangi tarif iuran produksi atau royalti dikurangi tarif pemanfaatan barang milik negara eks PKP2B dari hasil produksi per ton;
b) HBA ≥ USD 70 (tujuh puluh) per ton sampai dengan < USD 80 (delapan puluh) per ton, (tarif 17% (tujuh belas persen) dikalikan harga jual) dikurangi tarif iuran produksi atau royalti dikurangi tarif pemanfaatan barang milik negara eks PKP2B dari hasil produksi per ton;
c) HBA ≥ USD 80 (delapan puluh) per ton sampai dengan < USD 90 (sembilan puluh) per ton, (tarif 23% (dua puluh tiga persen) dikalikan harga jual) dikurangi tarif iuran produksi atau royalti dikurangi tarif pemanfaatan barang milik negara eks PKP2B dari hasil produksi per ton;
d) HBA ≥ USD 90 (sembilan puluh) per ton sampai dengan < USD 100 (seratus) per ton, (tarif 25% (dua puluh lima persen) dikalikan harga jual) dikurangi tarif iuran produksi atau royalti dikurangi tarif pemanfaatan barang milik negara eks PKP2B dari hasil produksi per ton;
e) HBA ≥ USD 100 (seratus) per ton, (tarif 28% (dua puluh delapan persen) dikalikan harga jual) dikurangi tarif iuran produksi atau royalti dikurangi tarif pemanfaatan barang milik negara eks PKP2B dari hasil produksi per ton;
2. untuk penjualan Batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4):
(14% (empat belas persen) dikalikan harga jual) dikurangi tarif iuran produksi atau royalti dikurangi tarif pemanfaatan barang milik negara eks PKP2B dari hasil produksi per ton.
e. Penerimaan Negara Bukan Pajak berupa bagian pemerintah pusat sebesar 4% (empat persen) dari keuntungan bersih pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pertambangan Mineral dan Batubara pada saat IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian diterbitkan;
f. Penerimaan Negara Bukan Pajak di bidang lingkungan hidup dan kehutanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada saat IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian diterbitkan;
g. tarif Pajak Penghasilan Badan sebesar 22% (dua puluh dua persen);
h. pajak bumi dan bangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Bumi dan Bangunan yang berlaku pada saat IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian diterbitkan; dan
i. bagian pemerintah daerah sebesar 6% (enam persen) dari keuntungan bersih pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pertambangan Mineral dan Batubara pada saat IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian diterbitkan,

hingga masa IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian berakhir.

(2) Bagi pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b berlaku ketentuan perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan pendapatan daerah sebagai berikut:
a. tarif iuran tetap sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang berlaku pada saat IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian diterbitkan;
b. tarif iuran produksi atau royalti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
c. tarif pemanfaatan barang milik negara eks PKP2B dari hasil produksi per ton dihitung berdasarkan formula 0,21% dikalikan harga jual;
d. tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak berupa penjualan hasil tambang per ton dihitung berdasarkan ketentuan/formula:
1. untuk penjualan Batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3):
a) HBA < USD 70 (tujuh puluh) per ton, (tarif 20% (dua puluh persen) dikalikan harga jual) dikurangi tarif iuran produksi atau royaltidikurangi tarif pemanfaatan barang miliknegara eks PKP2B dari hasil produksi per ton;
b) HBA ≥ USD 70 (tujuh puluh) per ton sampaidengan < USD 80 (delapan puluh) per ton, (tarif 21% (dua puluh satu persen) dikalikan harga jual) dikurangi tarif iuran produksi atau royaltidikurangi tarif pemanfaatan barang miliknegara eks PKP2B dari hasil produksi per ton;
c) HBA ≥ USD 80 (delapan puluh) per ton sampai dengan < USD 90 (sembilan puluh) per ton, (tarif 22% (dua puluh dua persen) dikalikan harga jual) dikurangi tarif iuran produksi atau royaiti dikurangi tarif pemanfaatan barang milik negara eks PKP2B dari hasil produksi perton;
d) HBA ≥ USD 90 (sembilan puluh) per ton sampaidengan < USD 100 (seratus) per ton, (tarif 24% (dua puluh empat persen) dikalikan harga jual) dikurangi tarif iuran produksi atau royalti dikurangi tarif pemanfaatan barang milik negara eks PKP2B dari hasil produksi per ton;
e) HBA ≥ USD 100 (seratus) per ton, (tarif 27% (dua puluh tujuh persen) dikalikan harga jual) dikurangi tarif iuran produksi atau royalti dikurangi tarif pemanfaatan barang milik negara eks PKP2B dari hasil produksi per ton;
2. untuk penjualan Batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4):
(14% (empat belas persen) dikalikan harga jual) dikurangi tarif iuran produksi atau royalti dikurangi tarif pemanfaatan barang milik negara eks PKP2B dari hasil produksi per ton.
e. Penerimaan Negara Bukan Pajak berupa bagian pemerintah pusat sebesar 4% (empat persen) dari keuntungan bersih pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pertambangan Mineral dan Batubara pada saat IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian diterbitkan;
f. Penerimaan Negara Bukan Pajak di bidang lingkungan hidup dan kehutanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada saat IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian diterbitkan;
g. tarif Pajak Penghasilan Badan sebesar 22% (dua puluh dua persen);
h. pajak bumi dan bangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Bumi dan Bangunan yang berlaku pada saat IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian diterbitkan; dan
i. bagian pemerintah daerah sebesar 6% (enam persen) dari keuntungan bersih pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pertambangan Mineral dan Batubara pada saat IUPK sebagai Kelanjutan Operasi    Kontrak/Perjanjian
diterbitkan,

hingga masa IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian berakhir.

(3) Harga jual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d dan ayat (2) huruf c dan huruf d sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
(4) Bagian pemerintah daerah sebesar 6% (enam persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i dan ayat (2) huruf i diatur dengan rincian sebagai berikut:
a. pemerintah provinsi mendapat bagian sebesar 1,5% (satu koma lima persen);
b. pemerintah kabupaten/kota penghasil mendapat bagian sebesar 2,5% (dua koma lima persen); dan
c. pemerindah kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang sama mendapat bagian sebesar 2% (dua persen).
(5) Keuntungan bersih pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan huruf i dan ayat (2) huruf e dan huruf i, merupakan keuntungan bersih setelah dikurangi Pajak Penghasilan Badan bagi pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian setiap tahun sejak berproduksi berdasarkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor independen atau kantor akuntan publik yang terdaftar.
(6) Saat berlakunya ketentuan perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan pendapatan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sebagai berikut:
a. ketentuan tarif iuran tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a mulai awal tahun kalender berikutnya setelah tahun diterbitkannya IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian;
b. ketentuan tarif pemanfaatan barang milik negara eks PKP2B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan ayat (2) huruf c mulai awal tahun kalender berikutnya setelah tahun diterbitkannya IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian;
c. ketentuan tarif penjualan hasil tambang per ton sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan ayat huruf d mulai awal tahun kalender berikutnya setelah tahun diterbitkannya IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian;
d. ketentuan Penerimaan Negara Bukan Pajak berupa bagian pemerintah pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan ayat (2) huruf e mulai awal tahun kalender berikutnya setelah tahun diterbitkannya IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian;
e. ketentuan tarif Pajak Penghasilan Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g dan ayat (2) huruf g mulai berlaku sejak awal tahun pajak berikutnya setelah tahun diterbitkannya IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian;
f. ketentuan pajak bumi dan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h dan ayat (2) huruf h mulai berlaku sejak tahun pajak berikutnya setelah tahun diterbitkannya IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian; dan
g. ketentuan bagian pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i dan ayat (2) huruf i mulai awal tahun kalender berikutnya setelah tahun diterbitkannya IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.
(7) Selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ketentuan perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan pendapatan daerah bagi pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, berlaku sebagai berikut:
a. Penerimaan Negara Bukan Pajak lainnya di luar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f dan ayat (2) huruf a, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak;
b. pajak penghasilan pemotongan dan pemungutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang Pajak Penghasilan;
c. pajak pertambahan nilai dan/atau pajak penjualan atas barang mewah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
d. pajak karbon sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Karbon;
e. bea meterai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Bea Meterai;
f. bea masuk dan bea keluar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Kepabeanan;
g. cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang Cukai; dan
h. pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
hingga masa IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian berakhir.
(8) Saat berlakunya ketentuan perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan pendapatan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (7) sebagai berikut:
a. ketentuan pajak pertambahan nilai dan/atau pajak penjualan atas barang mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf c mulai berlaku sejak awal tahun pajak berikutnya setelah tahun diterbitkannya IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian;
b. ketentuan pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf h mulai berlaku sejak tahun kalender berikutnya setelah tahun diterbitkannya IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.

 

 

Pasal 17

 

(1) Bagi pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dapat menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa dan mata uang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam PKP2B sampai dengan berakhirnya tahun pajak berikutnya setelah tahun pajak diterbitkannya IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.
(2) Bagi pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 wajib menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan Bahasa Indonesia dan mata uang Rupiah mulai tahun pajak berikutnya setelah tahun pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali telah menyampaikan pemberitahuan tertulis untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain rupiah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) Wajib pajak wajib menyimpan buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi online sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Dalam hal wajib pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 melakukan kegiatan eksplorasi melebihi jangka waktu penyimpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), seluruh buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi online selama tahapan kegiatan eksplorasi, wajib disimpan sampai dengan bulan tahap kegiatan Operasi Produksi disetujui oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral atau gubernur sesuai dengan kewenangannya atau izin usaha pertambangan dikembalikan kepada Pemerintah.

 

 

BAB VI

HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN DAN/ATAU
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK BAGI PEMEGANG
IUP, IUPK, IUPK SEBAGAI KELANJUTAN
OPERASI KONTRAK/PERJANJIAN, ATAU PKP2B

 

Pasal 18

 

(1) Dalam rangka kegiatan Usaha Pertambangan, pemegang IUP, IUPK, IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak /Perj anj ian, atau PKP2B dapat melakukan kerja sama dengan:

a. pemegang IUP, IUPK, IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, dan/atau PKP2B lainnya; dan/atau
b. pihak selain pemegang IUP, IUPK, IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perj anj ian, dan/atau PKP2B.
(2) Hak dan kewajiban perpajakan bagi pemegang IUP, IUPK, IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, atau PKP2B yang melakukan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melekat pada*pemegang IUP, IUPK, IUPK    sebagai Kelanjutan    Operasi
Kontrak/Perj anj ian, atau PKP2B dimaksud.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan, pemungutan, dan pembayaran /penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak bagi pemegang IUP, IUPK, IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, atau PKP2B atas hak dan kewajiban Penerimaan Negara Bukan Pajak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dan kewajiban perpajakan bagi pemegang IUP, IUPK, IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, atau PKP2B dalam rangka kerja sama di bidang Usaha Pertambangan, diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

 

 

BAB VII

KETENTUAN PERALIHAN

 

Pasal 19

 

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, ketentuan Pajak Penghasilan bagi pemegang PKP2B yang dalam kontraknya diatur ketentuan kewajiban Pajak Penghasilan berdasarkan PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d dilaksanakan berdasarkan ketentuan dalam PKP2B tersebut sampai dengan berakhirnya kontrak dimaksud.

 

 

Pasal 20

 

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:

a. bagi pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, yang izinnya diterbitkan:
1. sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini namun penerbitan izinnya masih pada tahun yang sama dengan tahun berlakunya Peraturan Pemerintah ini; atau
2. setelah berlakunya Peraturan Pemerintah ini, 

terhadap kewajiban perpajakan, kewajiban Penerimaan Negara Bukan Pajak, fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan pajak pertambahan nilai, dan perlakuan barang milik negara dan barang yang dibeli, pada tahun saat diterbitkannya IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sampai dengan akhir tahun pajak atau tahun kalender.

b. pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/ Perjanjian sebagaimana dimaksud pada huruf a yang belum menyelesaikan hak dan kewajiban perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak sebelum IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian diterbitkan, wajib menyelesaikan hak dan kewajiban perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam PKP2B.

 

 

Pasal 21

 

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:

a. bagi pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian yang izinnya telah diterbitkan sebelum tahun berlakunya Peraturan Pemerintah ini, terhadap:
1. kewajiban perpajakan, tidak termasuk pajak penjualan atas perolehan jasa;
2. kewajiban Penerimaan Negara Bukan Pajak;
3. fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan pajak pertambahan nilai; dan
4. perlakuan barang milik negara dan barang yang dibeli, 

terhitung sejak izinnya diterbitkan sampai dengan akhir tahun pajak atau akhir tahun kalender sebelum tahun berlakunya Peraturan Pemerintah ini, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.

b. kewajiban pajak penjualan atas perolehan jasa sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1 bagi pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian yang izinnya telah diterbitkan sebelum tahun berlakunya Peraturan Pemerintah ini, berlaku ketentuan:
1. terhitung sejak izinnya diterbitkan sampai dengan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian; dan
2. terhitung sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini, dikenai pajak pertambahan nilai sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (7) huruf c.
c. bagi pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian yang izinnya telah diterbitkan sebelum tahun berlakunya Peraturan Pemerintah ini, perlakuan kewajiban:
1. iuran tetap berlaku sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a;
2. iuran produksi atau royalti berlaku sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b;
3. pemanfaatan barang milik negara eks PKP2B berlaku sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c;
4. Penerimaan Negara Bukan Pajak berupa penjualan hasil tambang berlaku sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf d;
5. Penerimaan Negara Bukan Pajak berupa bagian pemerintah pusat sebesar 4% (empat persen) dari keuntungan bersih berlaku sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf e;
6. Penerimaan Negara Bukan Pajak di bidang lingkungan hidup dan kehutanan berlaku sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf f;
7. Pajak Penghasilan Badan berlaku sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf g;
8. pajak bumi dan bangunan berlaku sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf h;
9. bagian pemerintah daerah sebesar 6% (enam persen) dari keuntungan bersih berlaku sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf i;
10 Penerimaan Negara Bukan Pajak lainnya di luar sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 6 berlaku sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (7) huruf a;
11. pajak penghasilan pemotongan dan pemungutan berlaku sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (7) huruf b;
12. pajak karbon berlaku sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (7) huruf d;
13. bea meterai berlaku sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (7) huruf e;
14. bea masuk dan bea keluar berlaku sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (7) huruf f;
15. cukai berlaku sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (7) huruf g;
16. pajak daerah dan retribusi daerah berlaku sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (7) huruf h,

terhitung sejak awal tahun pajak atau awal tahun kalender diterbitkannya Peraturan Pemerintah ini sampai dengan berakhirnya masa IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.

d. atas kurang bayar Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagai pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf c angka 2 sampai dengan angka 4, pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian yang izinnya telah diterbitkan sebelum tahun berlakunya Peraturan Pemerintah ini wajib menyetorkan seluruh kewajiban Penerimaan Negara Bukan Pajak ke Kas Negara paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal terbit surat ketetapan Penerimaan Negara Bukan Pajak kurang bayar.
e. dalam hal pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/ Perjanjian yang izinnya telah diterbitkan sebelum tahun berlakunya Peraturan Pemerintah ini tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf d, dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
f. dalam hal pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian yang izinnya telah diterbitkan sebelum tahun berlakunya Peraturan Pemerintah ini tidak memenuhi ketentuan kewajiban pajak bumi dan bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf c angka 8, diterbitkan surat ketetapan pajak bumi dan bangunan sebesar pokok pajak tidak termasuk denda administrasi kecuali denda administrasi dalam surat tagihan pajak yang dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Bumi dan Bangunan.
g. pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian yang izinnya telah diterbitkan sebelum tahun berlakunya Peraturan Pemerintah ini, yang belum menyelesaikan hak dan kewajiban perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak, wajib menyelesaikan hak dan kewajiban perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak sampai dengan tahun sebelum tahun berlakunya Peraturan Pemerintah ini sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam PKP2B dan/atau IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.

 

 

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP

 

Pasal 22

 

Ketentuan perlakuan Pajak Penghasilan bagi wajib pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, huruf b, dan huruf e mulai berlaku sejak awal tahun pajak berikutnya setelah tahun berlakunya Peraturan Pemerintah ini.

 

 

Pasal 23

 

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku setelah 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.


 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 April 2022
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

JOKO WIDODO

 
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 11 April 2022
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

YASONNA H. LAOLY



LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR 90






PENJELASAN

ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 2022

TENTANG

PERLAKUAN PERPAJAKAN DAN/ATAU PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

DI BIDANG USAHA PERTAMBANGAN BATUBARA


I. UMUM
 

Sesuai dengan ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Mengingat Batubara sebagai kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi merupakan sumber daya alam yang tak terbarukan, pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, serta berkeadilan agar memperoleh manfaat sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan.

Rezim fiskal penerimaan negara bagi pemegang IUP dan IUPK di bidang Usaha Pertambangan Batubara diatur dalam Pasal 128 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, bahwa kewajiban pendapatan negara dan pendapatan daerah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun, terkait dengan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sebagai perpanjangan PKP2B, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 169A Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, pemberian izinnya diberikan dengan mempertimbangkan upaya peningkatan penerimaan negara. Berdasarkan hal tersebut di atas, Peraturan Pemerintah ini dimaksudkan untuk melakukan pengaturan kembali pengenaan penerimaan pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak dalam rangka upaya peningkatan penerimaan negara.

Pokok-pokok pengaturan dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi ketentuan umum; perlakuan Pajak Penghasilan, kewajiban pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan; perlakuan perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak bagi pemegang IUP, IUPK, dan PKP2B; perlakuan perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak bagi Pemegang IUPK Sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian; hak dan kewajiban perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak bagi pemegang IUP, IUPK, IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, atau PKP2B; ketentuan peralihan; dan ketentuan penutup.

 

II. PASAL DEMI PASAL

 

Pasal 1

Cukup jelas.

 

Pasal 2

Cukup jelas.

 

Pasal 3

Cukup jelas.

 

Pasal 4

 

Ayat (1)

Penghasilan yang merupakan objek pajak bagi Usaha Pertambangan, meliputi penghasilan dari usaha pokoknya dan semua penghasilan dari luar usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak, sepanjang tidak dikecualikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan. Penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak di bidang Usaha Pertambangan dapat berupa penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final dan tidak final sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.

Penghasilan dari luar usaha antara lain berupa penghasilan yang diterima atau diperoleh dari jasa kepelabuhanan.

 

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Indeks harga Batubara mengacu pada:

  1. Indonesian Coal Index/Argus Coalindo;    
  2. New Castle Export Index,    
  3. Globalcoal New Castle Index;    
  4. Platts Index;    
  5. Energy Publishing Coking Coal Index,    
  6. IHS Markit Index; dan/atau Indeks harga lain yang digunakan oleh kementerian yang membidangi urusan energi dan sumber daya mineral dalam penetapan HBA.

Contoh:

Berdasarkan surat perjanjian jual-beli Batubara di titik jual vessel yang disepakati antara pihak penjual dan pembeli di dalam negeri, PT A akan menjual Batubara dengan kriteria nilai kalori 4800 kcal/kg GAR dengan harga sebagai berikut:

  1. kepada PT B senilai US$60/ton; dan    
  2. kepada PT C senilai US$42,3/ton.

Apabila pada bulan penjualan tersebut, Batubara dengan kondisi dan kriteria tersebut:

  1. harga patokan Batubara sebesar US$48,78/ton; dan
  2. harga Indonesian Coal Index (ICI):
    • ICI 1 6500 GAR) sebesar US$104,26/ton.
    • ICI 2 5800 GAR) sebesar US$76,65/ton.
    • ICI 3 5000 GAR) sebesar US$61,02/ton.
    • ICI 4 4200 GAR) sebesar US$42,00/ton.
    • ICI 5 3400 GAR) sebesar US$26,72/ton.

Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan melakukan penyesuaian spesifikasi jenis Batubara mulai dari kalori, total sulfur, abu dan total moisture dibandingkan dengan standar spesifikasi ICI.

Penyesuaian nilai kalori 4800 kcal/kg GAR: (4800/5000)x61,02. harga Indonesian Coal Index (ICI) kalori 4800 kcal/kg GAR: sebesar US$58,58/ton. maka:

  1. Harga yang digunakan untuk menghitung penghasilan wajib pajak IUP PT A atas penjualan kepada PT B adalah US$60/ton dengan rincian perhitungan sebagai berikut:
    Harga terendah antara harga patokan Batubara dan harga Indonesian Coal Index (kalori 4800 kcal/kg GAR) adalah harga patokan Batubara sebesar US$48,78/ton. Penghitungan penghasilan wajib pajak IUP PT A atas penjualan kepada PT B wajib menggunakan harga tertinggi yaitu harga penjualan sesungguhnya sebesar US$60/ton dibandingkan dengan harga patokan Batubara sebesar US$48,78/ton.
  2. Harga yang digunakan untuk menghitung penghasilan wajib pajak IUP PT A atas penjualan kepada PT C adalah US$48,78/ton dengan rincian perhitungan sebagai berikut:
    Harga terendah antara harga patokan Batubara dan harga Indonesian Coal Index (kalori 4800 kcal/kg GAR) adalah harga patokan Batubara sebesar US$48,78/ton. Penghitungan penghasilan wajib pajak IUP PT A atas penjualan kepada PT C wajib menggunakan harga tertinggi yaitu harga patokan Batubara sebesar US$48,78/ton dibandingkan dengan harga penjualan kepada PT C sebesar US$42,3/ton.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “dalam hal tertentu” antara lain penjualan Batubara:

  1. dalam 1 (satu) pulau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Mineral dan Batubara;
  2. jenis tertentu dan keperluan tertentu sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Mineral dan Batubara;
  3. untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri yang harga Batubara atau formulanya ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertambangan mineral dan batubara; atau
  4. untuk transaksi tertentu lainnya yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Mineral dan Batubara.

 

Batubara “jenis tertentu” sebagaimana dimaksud dalam huruf b dapat berupa:

  1. fine coal;
  2. reject coal;
  3. Batubara dengan impurities tertentu.


Batubara untuk “keperluan tertentu” sebagaimana dimaksud dalam huruf b dapat berupa:

  1. Batubara yang dimanfaatkan oleh perusahaan untuk keperluan sendiri dalam proses penambangan Batubara;
  2. Batubara yang dimanfaatkan oleh perusahaan dalam rangka peningkatan nilai tambah Batubara yang dilakukan di mulut tambang; dan
  3. Batubara untuk pengembangan daerah tertinggal di sekitar tambang.

 

Ayat (5)

Cukup jelas.

 

Ayat (6)

Cukup jelas.

 

Ayat (7)

Cukup jelas.

 

Pasal 5

Ayat (1)

Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan disebut biaya sehari-hari yang boleh dibebankan pada tahun pengeluaran. Untuk dapat dibebankan sebagai biaya, pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan baik langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan terkait bidang Usaha Pertambangan.

Dengan demikian, pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan objek pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan, dan/atau untuk penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan, yang bersifat final, tidak boleh dibebankan sebagai biaya.

 

Ayat (2)

Huruf a

Penyelidikan umum merupakan tahapan kegiatan pertambangan untuk mengetahui kondisi geologi regional dan indikasi adanya mineralisasi.

 

Huruf b

Eksplorasi merupakan tahapan kegiatan Usaha Pertambangan untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas dan sumber daya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup.

 

Huruf c

Studi kelayakan merupakan tahapan kegiatan Usaha Pertambangan untuk memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk menentukan kelayakan ekonomis dan teknis Usaha Pertambangan, termasuk analisis mengenai dampak lingkungan serta perencanaan pascatambang.

 

Huruf d

Biaya kegiatan operasi produksi antara lain berupa biaya perbaikan dan pemeliharaan, pembayaran sewa, biaya pengangkutan dan pengapalan, iuran produksi (royalti), Penerimaan Negara Bukan Pajak pemanfaatan barang milik negara eks PKP2B, Penerimaan Negara Bukan Pajak berupa penjualan hasil tambang, biaya pengolahan, dan biaya pengembangan dan/atau pemanfaatan Batubara.

 

Huruf e

Kegiatan pascatambang merupakan kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan Usaha Pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah penambangan.
Adapun biaya kegiatan pascatambang antara lain biaya kegiatan reklamasi.

 

Huruf f

Cakupan jenis-jenis harta berwujud yang dapat disusutkan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia sepanjang tidak diatur khusus dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.

 

Huruf g

Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan pada dasarnya bukan merupakan objek pajak dan atas penggantian atau imbalan dimaksud dianggap bukan merupakan pengeluaran yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto bagi pemberi kerja. Namun demikian, dengan pertimbangan terdapat lokasi tambang wajib pajak yang terletak di daerah yang keadaan sarana dan prasarananya secara ekonomi kurang memadai dan sulit dijangkau oleh transportasi umum, baik melalui darat, laut, maupun udara, sehingga penanam modal menanggung risiko yang cukup tinggi dan masa pengembalian yang relatif panjang, maka atas penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan merupakan pengeluaran yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto bagi pemberi kerja dan bukan merupakan penghasilan bagi penerimanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.

 

Huruf h

Yang dimaksud dengan “kewajiban Penerimaan Negara Bukan Pajak” antara lain:

  1. iuran tetap;
  2. provisi sumber daya hutan dan dana reboisasi; dan/atau
  3. penggunaan kawasan hutan.

 

Huruf i

Reklamasi merupakan kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan Usaha Pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya.

Cadangan biaya reklamasi dalam ketentuan ini termasuk cadangan penutupan tambang yang disimpan dalam rekening bank umum Pemerintah Indonesia yang berada di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

 

Huruf j

Cukup jelas.

 

Huruf k

Cukup jelas.

 

Huruf l

Cukup jelas.

Huruf m

Cukup jelas.

 

Huruf n

Cukup jelas.

 

Huruf o

Cukup jelas.

 

Pasal 6

Yang dimaksud dengan “pengeluaran dan/atau biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak” termasuk pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti piden.

Untuk wajib pajak IUPK dan wajib pajak IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk pembayaran kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah dari keuntungan bersih sejak berproduksi oleh IUPK dan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Mineral dan Batubara tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. 

 

Pasal 7

Cukup jelas.

 

Pasal 8

Ayat (1)

Cukup jelas.

 

Ayat (2)

Cukup jelas.

 

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “eksplorasi lanjutan” adalah kegiatan untuk meningkatkan status keyakinan data dan informasi geologi berupa sumber daya dan/atau cadangan pada tahap operasi produksi.

 

Ayat (4)

Cukup jelas.

 

Pasal 9

Cukup jelas.

 

Pasal 10

Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “bencana nasional” adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis, yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

Yang dimaksud dengan “badan penanggulangan bencana” adalah badan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk menampung, menyalurkan dan/atau mengelola sumbangan yang berkaitan dengan bencana nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanggulangan bencana.

 

Huruf b

Yang dimaksud dengan “penelitian” adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah secara sistematis untuk memperoleh informasi, data dan keterangan yang berkaitan dengan pemahaman dan pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta menarik kesimpulan ilmiah bagi keperluan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk penelitian di bidang seni dan budaya.

Yang dimaksud dengan “pengembangan” adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada, atau menghasilkan teknologi.

Yang dimaksud dengan “lembaga penelitian dan pengembangan” adalah lembaga yang didirikan dengan tujuan melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan di Indonesia termasuk perguruan tinggi terakreditasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Huruf c

Yang dimaksud dengan “fasilitas pendidikan” adalah sarana dan prasarana yang dipergunakan untuk kegiatan pendidikan termasuk pendidikan kepramukaan, olahraga, dan program pendidikan di bidang seni dan budaya nasional.

Yang dimaksud dengan “lembaga pendidikan” adalah lembaga yang bergerak di bidang pendidikan, termasuk pendidikan olahraga, seni, dan/atau budaya, baik pendidikan dasar dan menengah yang terdaftar pada dinas pendidikan maupun perguruan tinggi terakreditasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Huruf d

Yang dimaksud dengan “lembaga pembinaan olahraga” adalah organisasi olahraga yang membina, mengembangkan, dan mengoordinasikan suatu atau gabungan organisasi cabang/jenis olahraga prestasi.
Yang dimaksud dengan “olahraga prestasi” adalah olahraga yang membina dan mengembangkan atlit secara terencana, berjenjang, dan berkelanjutan melalui kompetisi untuk mencapai prestasi dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan.

 

Huruf e

Cukup jelas.

 

Ayat (2)

Cukup jelas.

 

Ayat (3)

Cukup jelas.

 

Pasal 11

Cukup jelas.

 

Pasal 12

Cukup jelas.

 

Pasal 13

Cukup jelas.

 

Pasal 14

Cukup jelas.

 

Pasal 15

Cukup jelas.

 

Pasal 16

Ayat (1)

Berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang Pertambangan Mineral dan Batubara, ketentuan mengenai penerimaan negara terkait pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian bagi PKP2B yang berakhir paling lama tahun 2025 dilakukan dalam rangka upaya peningkatan penerimaan negara.

Contoh: kewajiban perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada saat IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian diterbitkan:

PT A menandatangani PKP2B yang dalam kontraknya diatur ketentuan kewajiban Pajak Penghasilan berdasarkan PKP2B dimaksud pada tanggal 30 Desember 1983, melakukan kegiatan Operasi Produksi tanggal 2 Maret 1993 dan jangka waktu periode PKP2B berakhir pada tanggal 1 Maret 2023. Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Mineral dan Batubara, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral memberikan persetujuan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dimana izin Operasi Produksi PT A ditetapkan pada tanggal 2 Maret 2023 dan diberikan perpanjangan dengan jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sampai dengan tanggal 1 Maret 2033 dan dapat diperpanjang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Ketentuan perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan pendapatan daerah dalam Peraturan Pemerintah ini yang tercantum dalam IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian PT A.

 

Ayat (2)

Cukup jelas.

 

Ayat (3)

Cukup jelas.

 

Ayat (4)

Cukup jelas.

 

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan “auditor independen atau kantor akuntan publik yang terdaftar” adalah auditor independen atau kantor akuntan publik yang terdaftar di kantor Badan Pemeriksa Keuangan atau Otoritas Jasa Keuangan.

 

Ayat (6)

Cukup jelas.

 

Ayat (7)

Cukup jelas.

 

Ayat (8)

Cukup jelas.

 

Pasal 17

Ayat (1)

Contoh:
PT A menandatangani PKP2B yang dalam kontraknya diatur ketentuan kewajiban Pajak Penghasilan berdasarkan PKP2B dimaksud pada tanggal 30 Desember 1983, melakukan kegiatan Operasi Produksi tanggal 2 Maret 1993 dan jangka waktu periode PKP2B berakhir pada tanggal 1 Maret 2023. Sesuai PKP2B, PT A menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan Bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat. Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Mineral dan Batubara, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral memberikan persetujuan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dimana izin Operasi Produksi PT A ditetapkan pada tanggal 2 Maret 2023 dan diberikan perpanjangan dengan jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sampai dengan tanggal 1 Maret 2033 dan dapat diperpanjang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pada tahun pajak 2023 dan tahun pajak 2024, PT A dapat menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan Bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam PKP2B.

Ayat (2)

Contoh:
PT A menandatangani PKP2B yang dalam kontraknya diatur ketentuan kewajiban Pajak Penghasilan berdasarkan PKP2B dimaksud pada tanggal 30 Desember 1983, melakukan kegiatan Operasi Produksi tanggal 2 Maret 1993 dan jangka waktu periode PKP2B berakhir pada tanggal 1 Maret 2023. Sesuai PKP2B, PT A menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan Bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat. Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Mineral dan Batubara, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral memberikan persetujuan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dimana izin Operasi Produksi PT A ditetapkan pada tanggal 2 Maret 2023 dan diberikan perpanjangan dengan jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sampai dengan tanggal 1 Maret 2033 dan dapat diperpanjang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Pada tahun pajak 2022 dan tahun pajak 2023, PT A dapat menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan Bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam PKP2B. Sejak tahun pajak 2024, PT A wajib menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan Bahasa Indonesia dan mata uang Rupiah kecuali PT A telah menyampaikan pemberitahuan tertulis untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan Bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Contoh:
PT B melakukan tahap eksplorasi dari tahun 2023 dan mendapatkan persetujuan untuk melakukan kegiatan Operasi Produksi pada tahun 2032. Berdasarkan ketentuan penyimpanan dokumen, buku, catatan, dan dokumen termasuk yang diselenggarakan secara program aplikasi online dan hasil pengolahan data elektronik yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan harus disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia oleh PT B. Namun demikian, karena PT B melakukan kegiatan eksplorasi melebihi jangka waktu kewajiban penyimpanan dokumen dimaksud, maka kewajiban penyimpanan dokumen bagi PT B adalah sebagai berikut:

  1. pembukuan untuk tahun 2023, 2024 dan 2025 wajib disimpan sampai dengan tahun 2035.
  2. pembukuan untuk tahun 2026, wajib disimpan sampai dengan tahun 2036;
  3. pembukuan untuk tahun 2035, wajib disimpan sampai dengan tahun 2045; dst

 

Pasal 18

Cukup jelas.

 

Pasal 19

Cukup jelas.

 

Pasal 20

Huruf a

Barang yang dibeli oleh pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian untuk tahun saat diterbitkannya IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, menjadi barang milik negara dan dikenakan tarif pemanfaatan barang milik negara eks PKP2B sesuai dengan ketentuan Pasal 16.
Yang dimaksud dengan “dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/ Perjanjian” adalah pendapatan negara dan pendapatan daerah pada masa berlakunya PKP2B serta kewajiban membayar 4% (empat persen) kepada pemerintah pusat dan 6% (enam persen) kepada pemerintah daerah dari keuntungan bersih sebagaimana dimaksud dalam IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak / Perjanjian.

Huruf b

Cukup jelas.

 

Pasal 21

Huruf a

Yang dimaksud dengan “dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perj anj ian” adalah pendapatan negara dan pendapatan daerah pada masa berlakunya PKP2B serta kewajiban membayar 4% (empat persen) kepada pemerintah pusat dan 6% (enam persen) kepada pemerintah daerah dari keuntungan bersih sebagaimana dimaksud dalam IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak / Perjanjian.


Huruf b

Cukup jelas.


Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

 

Huruf e

Cukup jelas.

 

Huruf f

Yang dimaksud dengan “denda administrasi dalam surat ketetapan pajak bumi dan bangunan” adalah denda administrasi sebesar 25% (dua puluh lima persen).

Yang dimaksud dengan “denda administrasi dalam surat tagihan pajak bumi dan bangunan” adalah denda administrasi sebesar 2% (dua persen) perbulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

 

Huruf g

Cukup jelas.

 

 

Pasal 22

Cukup jelas.

 

Pasal 23

Cukup jelas.

 

 

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6786