Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 50 TAHUN 2022

Kategori : Lainnya

Ketentuan Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached, And Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached, And Deodorized Palm Olein, Dan Used Cooking Oil


PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 50 TAHUN 2022

TENTANG

KETENTUAN EKSPOR CRUDE PALM OIL, REFINED, BLEACHED, AND
DEODORIZED PALM OIL, REFINED, BLEACHED, AND DEODORIZED PALM
OLEIN, DAN USED COOKING OIL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

  1. bahwa guna optimalisasi ketersediaan minyak goreng sebagai salah satu barang kebutuhan pokok untuk seluruh masyarakat Indonesia, dan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional khususnya sektor perkebunan dan industri, Pemerintah perlu mengatur kembali ekspor crude palm oil, refined, bleached, and deodorized palm oil, refined, bleached, and deodorized palm olein, dan used cooking oil;
  2. bahwa Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 30 Tahun 2022 tentang Ketentuan Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein, dan Used Cooking Oil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 39 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 30 Tahun 2022 tentang Ketentuan Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein, dan Used Cooking Oil dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 38 Tahun 2022 tentang Program Percepatan Penyaluran Crude Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached And Deodorized Palm Olein, dan Used Cooking Oil melalui Ekspor sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebijakan dan kebutuhan hukum, sehingga perlu diganti;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Ketentuan Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein, dan Used Cooking Oil;

Mengingat :

  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564);
  3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5512);
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2010 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemerintah kepada Dewan Kawasan Sabang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5175);
  7. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6653);
  8. Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2022 tentang Kementerian Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 19);
  9. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 29 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 492);

MEMUTUSKAN:


Menetapkan :

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG KETENTUAN EKSPOR CRUDE PALM OIL, REFINED, BLEACHED AND DEODORIZED PALM OIL, REFINED, BLEACHED AND DEODORIZED PALM OLEIN, DAN USED COOKING OIL.


Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Barang adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, dan dapat diperdagangkan, dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha. 
2. Crude Palm Oil yang selanjutnya disingkat CPO adalah minyak kelapa sawit mentah yang diperoleh dari hasil ekstraksi daging buah kelapa sawit yang belum mengalami pemurnian.
3. Refined, Bleached, and Deodorized Palm Oil yang selanjutnya disingkat RBDPO adalah produk hasil CPO yang telah melalui proses pemurnian untuk menghilangkan asam lemak dan bau yang tidak perlu serta dapat difraksinasi menjadi produk lainnya.
4. Refined, Bleached, and Deodorized Palm Olein yang selanjutnya disingkat RBDPL adalah produk hasil fraksinasi RBDPO yang digunakan sebagai minyak goreng.
5. Used Cooking Oil yang selanjutnya disingkat UCO adalah minyak limbah hasil dari penggunaan minyak goreng baik penggunaan rumah tangga maupun industri.
6. Nomor Induk Berusaha yang selanjutnya disingkat NIB adalah bukti registrasi/pendaftaran Pelaku Usaha untuk melakukan kegiatan usaha dan sebagai identitas bagi Pelaku Usaha dalam pelaksanaan kegiatan usahanya.
7. Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.
8. Program Minyak Goreng Rakyat yang selanjutnya disebut Program MGR adalah program pemerintah dalam rangka penyediaan minyak goreng kepada masyarakat dengan harga di bawah atau sama dengan harga eceran tertinggi yang telah ditetapkan, yang diperoleh dari program domestic market obligation CPO dan/atau Minyak Goreng.
9. Minyak Goreng Rakyat yang selanjutnya disingkat MGR adalah minyak goreng yang digunakan dalam Program MGR.
10. Produsen CPO adalah perusahaan industri yang memproduksi Crude Palm Oil CPO dan/atau turunannya yang diperlukan sebagai bahan baku produksi Minyak Goreng.
11. Produsen Minyak Goreng adalah perusahaan industri yang memproduksi minyak goreng, dengan proses fraksinasi, dengan atau tanpa pencampuran vitamin A dan/atau provitamin A.
12. Sistem Informasi Minyak Goreng Curah yang selanjutnya disebut SIMIRAH adalah tatanan prosedur dan mekanisme kerja yang terintegrasi dengan Sistem Informasi Industri Nasional yang digunakan untuk penyampaian dan penyajian data dan/atau informasi minyak goreng curah.
13. Hak Ekspor adalah hak yang dimiliki pelaku usaha yang menjadi dasar permohonan persetujuan Ekspor.
14. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan Barang dari daerah pabean.
15. Eksportir adalah orang perseorangan, lembaga atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum, yang melakukan Ekspor.
16. Program Percepatan Penyaluran CPO, RBDPO, RBDPL, dan UCO Melalui Ekspor yang selanjutnya disebut Program Percepatan adalah program yang diselenggarakan oleh Pemerintah dalam rangka menjaga stabilisasi produksi dan harga tandan buah segar kelapa sawit tingkat pekebun dan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional khususnya sektor perkebunan dan industri.
17. Sistem Indonesia National Single Window yang selanjutnya disingkat SINSW adalah sistem elektronik yang mengintegrasikan sistem dan/atau informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen perizinan, dokumen kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain, yang terkait dengan Ekspor dan/atau impor, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis.
18. Sistem INATRADE adalah sistem pelayanan terpadu perdagangan pada Kementerian Perdagangan yang dilakukan secara daring melalui portal http://inatrade.kemendag.go.id.
19. Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Online Single Submission) yang selanjutnya disebut Sistem OSS adalah sistem elektronik terintegrasi yang dikelola dan diselenggarakan oleh Lembaga OSS untuk penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko.
20. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
21. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disingkat KPBPB adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, dan cukai, yang terdiri dari Batam, Bintan, Karimun, dan Sabang.
22. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan.
23. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan.


Pasal 2


(1) Ketentuan Ekspor CPO, RBDPO, RBDPL, dan UCO diberlakukan terhadap:
a. pengeluaran Barang dari dalam Daerah Pabean keluar Daerah Pabean; dan
b. pengeluaran Barang dari KPBPB untuk tujuan keluar Daerah Pabean.
(2) Daftar CPO, RBDPO, RBDPL, dan UCO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 3


(1) Ekspor CPO, RBDPO, RBDPL, dan UCO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan oleh Eksportir yang telah mendapatkan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor berupa persetujuan Ekspor.
(2) Penerbitan persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
(3) Persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. persetujuan Ekspor CPO, RBDPO, RBDPL, dan UCO untuk masa transisi;
b. persetujuan Ekspor CPO untuk Program MGR;
c. persetujuan Ekspor RBDPO untuk Program MGR;
d. persetujuan Ekspor RBDPL untuk Program MGR;
e. persetujuan Ekspor UCO untuk Program MGR; dan
f. persetujuan Ekspor CPO, RBDPO, RBDPL, dan UCO untuk Program Percepatan.
(4) Persetujuan Ekspor yang telah diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dokumen pelengkap pabean yang diwajibkan dalam penyampaian pemberitahuan pabean Ekspor Barang kepada kantor pabean.
(5) Eksportir dapat memiliki 1 (satu) atau lebih persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(6) Persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku untuk 1 (satu) kali penyampaian pemberitahuan pabean Ekspor Barang.


Pasal 4


(1) Penerbitan persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 didasarkan pada Hak Ekspor.
(2) Hak Ekspor yang digunakan sebagai dasar penerbitan:
a. persetujuan Ekspor CPO, RBDPO, RBDPL, dan UCO untuk masa transisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a berasal dari Hak Ekspor CPO, RBDPO, RBDPL, dan UCO untuk masa transisi;
b. persetujuan Ekspor CPO untuk Program MGR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b berasal dari Hak Ekspor CPO untuk Program MGR;
c. persetujuan Ekspor RBDPL untuk Program MGR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf d berasal dari Hak Ekspor RBDPL untuk Program MGR; dan
d. persetujuan Ekspor CPO, RBDPO, RBDPL, dan UCO untuk Program Percepatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf f berasal dari Hak Ekspor CPO, RBDPO, RBDPL, dan UCO untuk Program Percepatan.
(3) Hak Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat dimiliki oleh Eksportir berdasarkan:
a. bukti pelaksanaan distribusi kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation) minyak goreng ke distributor berdasarkan program sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyediaan minyak goreng curah untuk kebutuhan masyarakat, usaha mikro, dan usaha kecil dalam kerangka pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang tercatat dalam aplikasi SIMIRAH sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; dan
b. belum dibayarkan subsidinya oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Hak Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat dimiliki oleh Eksportir berdasarkan:
a. Hasil validasi terhadap pelaksanaan pemenuhan kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation) CPO yang dilaporkan melalui SIMIRAH sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
b. Hasil validasi terhadap pelaksanaan pemenuhan kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation) CPO yang dilaporkan melalui SIMIRAH sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang didahului dengan kerja sama Produsen CPO dan Eksportir.
(5) Hak Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dapat dimiliki oleh Eksportir berdasarkan:
a. Hasil validasi terhadap pelaksanaan pemenuhan kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation) minyak goreng yang dilaporkan melalui SIMIRAH sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
b. Hasil validasi terhadap pelaksanaan pemenuhan kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation) minyak goreng yang dilaporkan melalui SIMIRAH sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang didahului dengan kerja sama Produsen Minyak Goreng dan Eksportir.
(6) Hak Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dapat dimiliki oleh Eksportir berdasarkan partisipasi dalam rangka Program Percepatan.
(7) Ketentuan dan penetapan Hak Ekspor Program Percepatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d ditetapkan oleh Menteri.


Pasal 5


(1) Hak Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c dapat dialihkan kepada pihak lain.
(2) Pemilik Hak Ekspor dapat mengajukan permohonan pengalihan Hak Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara elektronik kepada Direktur Jenderal melalui SINSW, dengan mengisi data secara elektronik dan mengunggah persyaratan berupa hasil pindai dokumen asli kontrak kerja sama.
(3) Pemilik Hak Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab atas kebenaran dan kesesuaian:
a. dokumen persyaratan dalam pengajuan permohonan pengalihan;
b. data dan/atau informasi yang diisi oleh pemilik Hak Ekspor dalam pengajuan permohonan pengalihan Hak Ekspor; dan
c. data dan/atau informasi yang tersedia secara elektronik dalam pengajuan permohonan pengalihan,
dengan memberikan persetujuan dalam bentuk pernyataan tanggung jawab atas kebenaran dokumen persyaratan, data, dan/atau informasi, secara elektronik melalui SINSW pada saat melakukan pengajuan permohonan pengalihan Hak Ekspor.
(4) Apabila dokumen persyaratan, data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terbukti tidak benar, Eksportir dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kementerian Perdagangan dapat menyelenggarakan rapat koordinasi tim antarkementerian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata kelola program minyak goreng rakyat untuk memutuskan pengalihan Hak Ekspor.
(6) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal menyampaikan hasil keputusan pengalihan Hak Ekspor secara tertulis melalui media elektronik kepada Lembaga National Single Window untuk menjadi referensi pada SINSW dalam validasi pengajuan persetujuan Ekspor dengan tembusan kepada:
a. pemohon pengalihan Hak Ekspor; dan
b. penerima pengalihan Hak Ekspor.
(7) Hak Ekspor yang telah dialihkan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak dapat dipindahtangankan.
(8) Hak Ekspor yang telah dialihkan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat dijadikan sebagai dasar penerbitan persetujuan Ekspor.


Pasal 6


(1) Pemilik Hak Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b dan/atau huruf c dapat melakukan konversi Hak Ekspor dengan ketentuan:
a. Hak Ekspor CPO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b dapat dikonversi menjadi Hak Ekspor RBDPO, Hak Ekspor RBDPL, dan/atau Hak Ekspor UCO; atau
b. Hak Ekspor RBDPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c dapat dikonversi menjadi Hak Ekspor CPO, Hak Ekspor RBDPO, dan/atau Hak Ekspor UCO.
(2) Hak Ekspor CPO, Hak Ekspor RBDPO, Hak Ekspor RBDPL, dan/atau Hak Ekspor UCO hasil konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar penerbitan:
a. persetujuan Ekspor CPO untuk Program MGR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b;
b. persetujuan Ekspor RBDPO untuk Program MGR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf c;
c. persetujuan Ekspor RBDPL untuk Program MGR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf d; dan/atau
d. persetujuan Ekspor UCO untuk Program MGR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf e.
(3) Pemilik Hak Ekspor dapat mengajukan permohonan konversi Hak Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara elektronik kepada Direktur Jenderal melalui SINSW, dengan mengisi data secara elektronik.
(4) Pemilik Hak Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab atas kebenaran:
a. data dan/atau informasi yang diisi oleh pemilik Hak Ekspor dalam pengajuan permohonan konversi Hak Ekspor; dan
b. data dan/atau informasi yang tersedia secara elektronik dalam pengajuan konversi Hak Ekspor,
dengan memberikan persetujuan dalam bentuk pernyataan tanggung jawab atas kebenaran data dan/atau informasi secara elektronik melalui SINSW pada saat melakukan pengajuan permohonan konversi Hak Ekspor.
(5) Apabila data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terbukti tidak benar, Eksportir dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(6) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kementerian Perdagangan dapat menyelenggarakan rapat koordinasi tim antarkementerian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata kelola program minyak goreng rakyat untuk memutuskan konversi Hak Ekspor.
(7) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal menyampaikan hasil keputusan konversi Hak Ekspor secara tertulis melalui media elektronik kepada Lembaga National Single Window untuk menjadi referensi pada SINSW dalam validasi pengajuan persetujuan Ekspor dengan tembusan kepada pemilik Hak Ekspor.
(8) Hak Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dikonversikan 1 (satu) kali.


Pasal 7


(1) Pemilik sisa jumlah Barang dalam persetujuan Ekspor CPO, RBDPO, RBDPL, dan UCO yang telah diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 30 Tahun 2022 tentang Ketentuan Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein, dan Used Cooking Oil (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 505) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 39 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 30 Tahun 2022 tentang Ketentuan Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein, dan Used Cooking Oil (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 557) yang tidak terealisasikan untuk proses pabean dapat melakukan klaim kembali guna menjadi Hak Ekspor yang dapat digunakan untuk penerbitan:
a. persetujuan Ekspor CPO, RBDPO, RBDPL, dan UCO untuk masa transisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a;
b. persetujuan Ekspor CPO untuk Program MGR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b; dan/atau
c. persetujuan Ekspor RBDPL untuk Program MGR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf d.
(2) Pemilik sisa jumlah Barang dalam persetujuan Ekspor dapat mengajukan permohonan klaim kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara elektronik kepada Direktur Jenderal melalui SINSW, dengan mengisi data secara elektronik dan mengunggah persyaratan berupa:
a. persetujuan Ekspor CPO, RBDPO, RBDPL, dan UCO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan telah direalisasikan ekspornya sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini;
b. pemberitahuan Ekspor Barang atas persetujuan Ekspor CPO, RBDPO, RBDPL, dan UCO sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan
c. surat pernyataan mandiri bermeterai terkait sisa jumlah Barang dalam persetujuan Ekspor yang diajukan permohonan klaim kembali.
(3) Pemilik sisa jumlah Barang dalam persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab atas kebenaran:
a. data dan/atau informasi yang diisi oleh pemilik sisa jumlah Barang dalam persetujuan Ekspor dalam pengajuan permohonan klaim kembali;
b. dokumen persyaratan dalam pengajuan permohonan klaim kembali; dan
c. data dan/atau informasi yang tersedia secara elektronik dalam pengajuan permohonan klaim kembali.
dengan memberikan persetujuan dalam bentuk pernyataan tanggung jawab atas kebenaran data dan/atau informasi secara elektronik melalui SINSW pada saat melakukan pengajuan permohonan klaim kembali.
(4) Apabila data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terbukti tidak benar, Eksportir dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kementerian Perdagangan dapat menyelenggarakan rapat koordinasi tim antarkementerian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata kelola program minyak goreng rakyat untuk memutuskan klaim kembali.
(6) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal menyampaikan hasil keputusan klaim kembali secara tertulis melalui media elektronik kepada Lembaga National Single Window untuk menjadi referensi pada SINSW dalam validasi pengajuan persetujuan Ekspor dengan tembusan kepada pemilik sisa jumlah Barang dalam persetujuan Ekspor.


Pasal 8


(1) Atas pelaksanaan Ekspor yang dilakukan oleh Eksportir yang telah mendapatkan persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e dikenakan:
a. bea keluar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penetapan Barang Ekspor yang dikenakan bea keluar; dan
b. tarif layanan badan layanan umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penetapan Barang yang dikenakan tarif layanan badan layanan umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
(2) Atas pelaksanaan Ekspor yang dilakukan oleh Eksportir yang telah mendapatkan persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf f dikenakan:
a. bea keluar dalam rangka Program Percepatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penetapan Barang Ekspor yang dikenakan bea keluar; dan
b. tarif layanan badan layanan umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penetapan Barang yang dikenakan tarif layanan badan layanan umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.


Pasal 9


(1) Setiap penerbitan persetujuan Ekspor harus dilakukan konfirmasi status wajib pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2) Konfirmasi status wajib pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memperoleh keterangan status wajib pajak.
(3) Konfirmasi status wajib pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebelum persetujuan Ekspor diberikan kepada pelaku usaha.
(4) .Keterangan status wajib pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memuat status valid digunakan sebagai salah satu persyaratan pemberian persetujuan Ekspor.


Pasal 10

(1) Untuk memperoleh persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), Eksportir harus mengajukan permohonan secara elektronik kepada Menteri melalui SINSW.
(2) Untuk dapat mengajukan permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Eksportir harus memiliki hak akses.
(3) Hak akses sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperoleh dengan melakukan registrasi melalui SINSW dan mengunggah hasil pindai dokumen asli:
a. untuk Eksportir yang merupakan orang perseorangan, paling sedikit berupa nomor pokok wajib pajak atau nomor induk kependudukan;
b. untuk Eksportir yang merupakan badan usaha milik negara dan yayasan, paling sedikit berupa nomor pokok wajib pajak; atau
c. untuk Eksportir yang merupakan koperasi dan badan usaha, paling sedikit berupa NIB dan nomor pokok wajib pajak.
(4) Dalam hal dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah tersedia secara elektronik pada kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian yang telah terintegrasi dengan SINSW, Eksportir tidak perlu mengunggah dokumen persyaratan ke SINSW.



Pasal 11


(1) Eksportir mengajukan permohonan persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) melalui SINSW dengan mengisi elemen data secara elektronik.
(2) Eksportir bertanggung jawab atas kebenaran:
a. elemen data yang diisi oleh pemilik Hak Ekspor dalam pengajuan permohonan persetujuan Ekspor; dan
b. data dan/atau informasi yang tersedia secara elektronik dalam pengajuan permohonan persetujuan Ekspor,
dengan memberikan persetujuan dalam bentuk pernyataan tanggung jawab atas kebenaran dokumen data dan/atau informasi secara elektronik melalui SINSW pada saat melakukan pengajuan permohonan persetujuan Ekspor.
(3) Apabila data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terbukti tidak benar, Eksportir dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 12

(1) Persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e diterbitkan secara otomatis melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW dengan mencantumkan kode quick response (QR), berdasarkan hasil validasi pelaksanaan pemenuhan kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation) CPO dan/atau pelaksanaan pemenuhan kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation) MGR, yang dilakukan oleh tim antarkementerian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata kelola minyak goreng rakyat.
(2) Persetujuan Ekspor memuat elemen data dan/atau keterangan paling sedikit meliputi:
a. NIB dan identitas Eksportir;
b. pos tarif/harmonized system;
c. jenis/uraian Barang;
d. jumlah Barang dan satuan Barang;
e. pelabuhan muat Ekspor;
f. negara tujuan;
g. tanggal berlaku; dan
h. tanggal berakhir.
(3) Identitas Eksportir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat elemen data dan/atau keterangan paling sedikit meliputi:
a. nama perusahaan; dan
b. alamat perusahaan.
(4) Persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal diterbitkan.
(5) Dalam hal persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terealisasi seluruh ekspornya, jumlah Barang yang belum terealisasi ekspornya tidak dapat dikembalikan menjadi Hak Ekspor.
(6) Terhadap elemen data dan/ atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan penelitian elemen data dan/atau keterangan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, antara persetujuan Ekspor dengan dokumen pemberitahuan pabean Ekspor paling sedikit meliputi:
a. pos tarif/harmonized system;
b. jumlah Barang dan satuan Barang;
c. pelabuhan muat Ekspor;
d. negara tujuan;
e. tanggal berlaku; dan
f. tanggal berakhir.
(7) Selain elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dilakukan penelitian atas nomor pokok wajib pajak Eksportir berdasarkan data dan/atau keterangan yang telah tersedia secara elektronik di SINSW yang berasal dari Sistem OSS.


 

Pasal 13

(1) Persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf f diterbitkan secara otomatis melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW dengan mencantumkan kode quick response (QR) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Persetujuan Ekspor memuat elemen data dan/atau keterangan paling sedikit meliputi:
a. NIB dan identitas Eksportir;
b. pos tarif/harmonized system;
c. jenis/uraian Barang;
d. jumlah Barang dan satuan Barang;
e. pelabuhan muat Ekspor;
f. negara tujuan;
g. tanggal berlaku; dan
h. tanggal berakhir.
(3) Identitas Eksportir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat elemen data dan/atau keterangan paling sedikit meliputi:
a. nama perusahaan; dan
b. alamat perusahaan.
(4) Terhadap elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan penelitian elemen data dan/atau keterangan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, antara persetujuan Ekspor dengan dokumen pemberitahuan pabean Ekspor paling sedikit meliputi:
a. pos tarif/harmonized system;
b. jumlah Barang dan satuan Barang;
c. pelabuhan muat Ekspor;
d. negara tujuan;
e. tanggal berlaku; dan
f. tanggal berakhir.
(5) Selain elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilakukan penelitian atas nomor pokok wajib pajak Eksportir berdasarkan data dan/atau keterangan yang telah tersedia secara elektronik di SINSW yang berasal dari Sistem OSS.
(6) Masa berlaku persetujuan Ekspor Program Percepatan ditetapkan oleh Menteri.


 

Pasal 14

(1) Penerbitan persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dilakukan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri berdasarkan neraca komoditas.
(2) Neraca komoditas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai neraca komoditas.


 

Pasal 15

(1) Apabila terdapat perubahan data pada persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) atau Pasal 13 ayat (1), Eksportir wajib mengajukan permohonan perubahan persetujuan Ekspor paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal perubahan data.
(2) Data pada persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. identitas Eksportir;
b. pos tarif/harmonized system;
c. jenis/uraian Barang;
d. jumlah Barang;
e. pelabuhan muat Ekspor; dan/atau
f. negara tujuan.
(3) Identitas Eksportir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a memuat elemen data dan/atau keterangan mengenai:
a. nama perusahaan; dan
b. alamat perusahaan.
(4) Permohonan perubahan persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik kepada Menteri melalui SINSW dengan mengisi data secara elektronik dan mengunggah persyaratan berupa hasil pindai dokumen asli:
a. persetujuan Ekspor; dan
b. surat pernyataan mandiri bermeterai terkait elemen data yang mengalami perubahan.
(5) Dalam hal dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) telah tersedia secara elektronik pada kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian yang telah terintegrasi dengan SINSW, Eksportir tidak perlu mengunggah dokumen persyaratan ke SINSW.
(6) Eksportir bertanggung jawab atas kebenaran dan kesesuaian:
a. dokumen persyaratan dalam pengajuan permohonan perubahan persetujuan Ekspor; dan
b. data dan/atau informasi yang tersedia secara elektronik dalam pengajuan permohonan perubahan,
dengan memberikan persetujuan dalam bentuk pernyataan tanggung jawab atas kebenaran dokumen persyaratan, data, dan/atau informasi, secara elektronik melalui SINSW pada saat melakukan pengajuan permohonan perubahan persetujuan Ekspor.
(7) Apabila dokumen persyaratan, data dan/atau informasi, sebagaimana dimaksud pada ayat (6) terbukti tidak benar, Eksportir dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


 

Pasal 16

(1) Apabila permohonan perubahan persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan perubahan persetujuan Ekspor melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW dengan mencantumkan kode quick response (QR), yang tidak memerlukan cap dan tanda tangan basah dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap sesuai dengan persyaratan.
(2) Apabila permohonan perubahan persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, namun perubahan persetujuan Ekspor belum diterbitkan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan penerbitan persetujuan Ekspor secara otomatis melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW.
(3) Apabila permohonan perubahan persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dinyatakan tidak lengkap sesuai dengan persyaratan, dilakukan penolakan secara elektronik melalui SINSW paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima.
(4) Masa berlaku perubahan persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan sisa masa berlaku persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (4) atau Pasal 13 ayat (6).


 

Pasal 17

(1) Dalam hal perlu dilakukan verifikasi, proses perubahan persetujuan Ekspor dihentikan sementara.
(2) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam hal:
a. terdapat usulan atau rekomendasi pemeriksaan lebih lanjut dari kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait; dan/atau
b. terdapat kondisi khusus lainnya yang diperlukan dalam rangka penanganan pemenuhan atau pengendalian kebutuhan dan pasokan di dalam negeri.


 

Pasal 18

(1) Dalam hal Ekspor CPO, RBDPO, RBDPL, dan UCO tidak dilakukan untuk kegiatan usaha, Eksportir dikecualikan dari pemenuhan NIB dan/atau persetujuan Ekspor.
(2) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas Ekspor CPO, RBDPO, RBDPL, dan/atau UCO yang merupakan:
a. barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, atau pelintas batas;
b. barang pameran;
c. barang contoh yang tidak untuk diperdagangkan;
d. barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; dan/atau
e. barang sebagai hibah, hadiah atau pemberian untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan bencana alam.
(3) Terhadap pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan surat keterangan.


 

Pasal 19

(1) Untuk memperoleh surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) atas Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf b, Eksportir harus mengajukan permohonan secara elektronik kepada Menteri melalui SINSW, dengan mengunggah persyaratan berupa hasil pindai dokumen asli:
a. undangan pameran; dan
b. surat pernyataan mandiri bermeterai yang menyatakan bahwa barang sebagaimana dimaksud pada Pasal 18 ayat (2) huruf b tidak untuk diperdagangkan, paling sedikit memuat:
1. identitas Eksportir;
2. pos tarif/harmonized system;
3. jenis/uraian Barang;
4. jumlah dan satuan Barang; dan
5. tempat dan waktu pameran.
(2) Untuk memperoleh surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) atas Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf c, huruf d, dan huruf e, Eksportir harus mengajukan permohonan secara elektronik kepada Menteri melalui SINSW, dengan mengisi data secara elektronik dan mengunggah persyaratan berupa hasil pindai dokumen asli:
a. pertimbangan teknis dari kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian dan/atau dokumen pendukung lainnya, paling sedikit memuat:
1. identitas Eksportir;
2. pos tarif/harmonized system;
3. jenis/uraian Barang;
4. jumlah dan satuan Barang; dan
5. negara tujuan; dan
b. surat pernyataan mandiri bermeterai yang menyatakan bahwa Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf c, huruf d, dan huruf e tidak untuk diperdagangkan, paling sedikit memuat:
1. identitas Eksportir;
2. pos tarif/harmonized system;
3. jenis/uraian Barang;
4. jumlah dan satuan Barang; dan
5. negara tujuan.
(3) Untuk dapat mengajukan permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Eksportir harus memiliki hak akses.
(4) Hak akses sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diperoleh dengan melakukan registrasi melalui SINSW dan mengunggah hasil pindai dokumen asli:
a. untuk Eksportir yang merupakan orang perseorangan, paling sedikit berupa nomor pokok wajib pajak atau nomor induk kependudukan;
b. untuk Eksportir yang merupakan badan usaha milik negara dan yayasan, paling sedikit berupa nomor pokok wajib pajak;
c. untuk Eksportir yang merupakan koperasi dan badan usaha, paling sedikit berupa NIB dan nomor pokok wajib pajak;
d. untuk Eksportir yang merupakan warga negara asing yang merupakan pejabat pada badan internasional yang bertugas di Indonesia dan/atau pejabat pada kantor perwakilan negara asing di Indonesia untuk keperluan diplomatik atau hibah, paling sedikit berupa paspor diplomatik; atau
e. untuk Eksportir yang merupakan Pemerintah untuk keperluan pemerintah sendiri atau hibah, paling sedikit berupa nomor pokok wajib pajak bendahara satuan kerja.
(5) Dalam hal pertimbangan teknis dari kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait dan/atau dokumen pendukung lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a telah tersedia secara elektronik pada kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian yang telah terintegrasi dengan SINSW, Eksportir tidak perlu mengunggah pertimbangan teknis dari kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait dan/atau dokumen pendukung lainnya ke SINSW.
(6) Eksportir bertanggung jawab atas kebenaran dan kesesuaian:
a. dokumen persyaratan dalam pengajuan permohonan surat keterangan;
b. data dan/atau informasi yang diisi oleh Eksportir dalam pengajuan permohonan surat keterangan; dan
c. data dan/atau informasi yang terkait pertimbangan teknis dan/atau dokumen pendukung lainnya yang tersedia secara elektronik dalam pengajuan permohonan surat keterangan,
dengan memberikan persetujuan dalam bentuk pernyataan tanggung jawab atas kebenaran dokumen persyaratan, data, dan/atau informasi secara elektronik melalui SINSW pada saat melakukan pengajuan permohonan untuk mendapatkan surat keterangan.


 

Pasal 20

(1) Dalam hal permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) atau ayat (2) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan surat keterangan melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik, dan mencantumkan kode quick response (QR), yang tidak memerlukan cap dan tanda tangan basah.
(2) Dalam hal permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) atau ayat (2) dinyatakan tidak lengkap terkait dengan kesesuaian persyaratan, dilakukan penolakan secara elektronik.
(3) Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat elemen data atau keterangan paling sedikit meliputi:
a. identitas Eksportir;
b. pos tarif/harmonized system;
c. jenis/uraian Barang;
d. jumlah Barang dan satuan Barang; dan
e. negara tujuan.
(4) Identitas Eksportir sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat elemen data atau keterangan paling sedikit meliputi:
a. nama perusahaan; dan
b. alamat perusahaan.
(5) Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dokumen pelengkap pabean yang diwajibkan dalam penyampaian Pemberitahuan Pabean Ekspor Barang.
(6) Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal diterbitkan.
(7) Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk satu kali penyampaian pemberitahuan pabean Ekspor Barang.
(8) Terhadap elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan penelitian elemen data dan/atau keterangan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, antara surat keterangan dengan dokumen pemberitahuan pabean Ekspor paling sedikit meliputi:
a. pos tarif/harmonized system;
b. jumlah Barang dan satuan Barang; dan
c. negara tujuan.
(9) Selain elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), dilakukan penelitian atas nomor pokok wajib pajak Eksportir berdasarkan data dan/atau keterangan yang telah tersedia secara elektronik di SINSW yang berasal dari Sistem OSS.
(10) Atas pelaksanaan Ekspor yang dilakukan oleh Eksportir yang telah mendapatkan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan:
a. bea keluar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penetapan Barang Ekspor yang dikenakan bea keluar; dan
b. tarif layanan badan layanan umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penetapan Barang yang dikenakan tarif layanan badan layanan umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.


 

Pasal 21

(1) Eksportir yang telah memiliki persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan/atau Pasal 13 ayat (1) wajib menyampaikan laporan realisasi Ekspor CPO, RBDPO, RBDPL, dan UCO baik yang terealisasi maupun tidak terealisasi secara elektronik kepada Menteri.
(2) Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan setiap bulan paling lambat tanggal 15 (lima belas) pada bulan berikutnya melalui SINSW yang diteruskan ke Sistem INATRADE.
(3) Dalam hal Eksportir telah melakukan Ekspor dan telah menyampaikan laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Eksportir tidak perlu menyampaikan laporan realisasi pada bulan berikutnya.
(4) Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat elemen data dan/atau keterangan paling sedikit meliputi:
a. jenis/uraian Barang;
b. pos tarif/harmonized system;
c. jumlah Barang dan satuan Barang;
d. nilai Barang;
e. pelabuhan muat Ekspor;
f. negara tujuan; dan
g. nomor dan tanggal pemberitahuan pabean Ekspor Barang.


 

Pasal 22

(1) Eksportir yang telah memiliki surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) wajib menyampaikan laporan realisasi Ekspor CPO, RBDPO, RBDPL, dan UCO baik yang terealisasi maupun tidak terealisasi secara elektronik kepada Menteri.
(2) Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan setiap bulan paling lambat tanggal 15 (lima belas) pada bulan berikutnya melalui SINSW yang diteruskan ke Sistem INATRADE.
(3) Dalam hal Eksportir telah melakukan Ekspor dan telah menyampaikan laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Eksportir tidak perlu menyampaikan laporan realisasi pada bulan berikutnya.
(4) Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat elemen data dan/ atau keterangan paling sedikit meliputi:
a. jenis/uraian Barang;
b. pos tarif/harmonized system;
c. jumlah Barang dan satuan Barang;
d. nilai Barang;
e. pelabuhan muat Ekspor;
f. negara tujuan; dan
g. nomor dan tanggal pemberitahuan pabean Ekspor Barang.


Pasal 23

(1) Eksportir yang tidak melaksanakan kewajiban laporan realisasi Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa peringatan secara elektronik melalui SINSW.
(2) Apabila Eksportir yang telah dikenai sanksi administratif berupa peringatan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap tidak menyampaikan laporan realisasi Ekspor yang tidak terealisasi ekspornya dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal peringatan secara elektronik dikenakan, Eksportir dikenai sanksi administratif berupa pembekuan persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan/atau Pasal 13 ayat (1).
(3) Apabila Eksportir yang telah dikenai sanksi administratif berupa peringatan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap tidak menyampaikan laporan realisasi Ekspor yang telah terealisasi ekspornya dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal peringatan secara elektronik dikenakan, Eksportir dikenai sanksi administratif berupa penangguhan permohonan persetujuan Ekspor berikutnya selama Eksportir belum melaksanakan kewajiban laporan realisasi Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1).
(4) Eksportir yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan persetujuan Ekspor.
(5) Sanksi administratif berupa pembekuan persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diaktifkan kembali dalam hal Eksportir telah melaksanakan kewajiban laporan realisasi Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) sepanjang persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan/atau Pasal 13 ayat (1) masih berlaku.
(6) Sanksi administratif berupa penangguhan permohonan persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dicabut dalam hal Eksportir telah melaksanakan kewajiban laporan realisasi Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1).
(7) Sanksi administratif berupa pembekuan persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diaktifkan kembali dalam hal Eksportir telah melaksanakan kewajiban pengajuan permohonan perubahan PE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) sepanjang persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan/atau Pasal 13 ayat (1) masih berlaku.
(8) Eksportir yang belum melaksanakan kewajiban laporan realiasasi Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) tidak dapat mengajukan kembali permohonan persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) sebelum melaksanakan kewajiban laporan realiasasi Ekspor.
(9) Eksportir dikenai sanksi administratif berupa pembekuan persetujuan Ekspor dalam hal terdapat rekomendasi dari kementerian/lembaga pemerintah non kementerian.
(10) Eksportir dikenai sanksi administratif berupa pencabutan persetujuan Ekspor dalam hal:
a. terbukti mengubah informasi yang tercantum dalam dokumen persetujuan Ekspor;
b. ditemukan ketidaksesuaian dokumen persyaratan dan data atau informasi permohonan persetujuan Ekspor atau perubahan persetujuan Ekspor; dan/atau
c. melakukan pelanggaran di bidang kepabeanan berdasarkan informasi dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.


 

Pasal 24

(1) Eksportir yang tidak melaksanakan kewajiban laporan realisasi Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1), dikenai sanksi administratif berupa peringatan secara elektronik melalui SINSW.
(2) Apabila Eksportir yang telah dikenai sanksi administratif berupa peringatan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap tidak menyampaikan laporan realisasi Ekspor yang tidak terealisasi ekspornya dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal peringatan secara elektronik dikenakan, Eksportir dikenai sanksi administratif berupa pembekuan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1).
(3) Apabila Eksportir yang telah dikenai sanksi administratif berupa peringatan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap tidak menyampaikan laporan realisasi Ekspor yang telah terealisasi ekspornya dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal peringatan secara elektronik dikenakan, Eksportir dikenai sanksi administratif berupa penangguhan permohonan surat keterangan berikutnya selama Eksportir belum melaksanakan kewajiban laporan realisasi Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1).
(4) Sanksi administratif berupa pembekuan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diaktifkan kembali dalam hal Eksportir telah melaksanakan kewajiban laporan realisasi Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) sepanjang surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) masih berlaku.
(5) penangguhan permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dicabut dalam hal Eksportir telah melaksanakan kewajiban laporan realisasi Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1).
(6) Eksportir yang belum melaksanakan kewajiban laporan realisasi Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) tidak dapat mengajukan kembali permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) sebelum melaksanakan kewajiban laporan realiasasi Ekspor.
(7) Eksportir dikenai sanksi administratif berupa pembekuan surat keterangan dalam hal terdapat rekomendasi dari kementerian/lembaga pemerintah non kementerian.
(8) Eksportir dikenai sanksi administratif berupa pencabutan surat keterangan dalam hal:
a. terbukti mengubah informasi yang tercantum dalam dokumen surat keterangan;
b. ditemukan ketidaksesuaian dokumen persyaratan dan data atau informasi permohonan surat keterangan; dan/atau
c. melakukan pelanggaran di bidang kepabeanan berdasarkan informasi dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.


 

Pasal 25

Peringatan, pembekuan, penangguhan, pengaktifan kembali, pencabutan penangguhan, dan pencabutan persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, dan peringatan, pembekuan, penangguhan, pengaktifan kembali, pencabutan penangguhan, dan pencabutan surat keterangan untuk pengecualian Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dilakukan secara elektronik oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW.


Pasal 26

(1) Dalam hal terjadi gangguan yang mengakibatkan Sistem INATRADE dan/atau SINSW tidak berfungsi:
a. pengajuan permohonan untuk mendapatkan:
1. persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1);
2. perubahan persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1); dan
3. surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1); atau
b. penyampaian laporan realisasi Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan Pasal 22 ayat (1),
disampaikan kepada Menteri secara manual melalui Unit Pelayanan Terpadu Perdagangan I.
(2) Apabila permohonan penerbitan persetujuan Ekspor, perubahan persetujuan Ekspor, dan/atau permohonan penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan:
a. persetujuan Ekspor;
b. perubahan persetujuan Ekspor; dan
c. surat keterangan,
paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima.
(3) Penerbitan persetujuan Ekspor, perubahan persetujuan Ekspor, dan/atau permohonan penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Eksportir dengan tembusan kepada Kepala Lembaga National Single Window.


 

Pasal 27

(1) Dalam hal terjadi gangguan yang mengakibatkan Sistem INATRADE dan/atau SINSW tidak berfungsi, pengenaan sanksi administratif berupa peringatan, pembekuan, penangguhan, pengaktifan kembali, pencabutan penangguhan, dan pencabutan persetujuan Ekspor atau surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dan Pasal 24 dilakukan secara manual oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
(2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Eksportir dengan tembusan kepada Kepala Lembaga National Single Window.


 

Pasal 28

(1) Pengawasan terhadap ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelaksanaan pengawasan kegiatan perdagangan.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara bersama-sama dengan pejabat atau pegawai pada kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau dinas terkait di tingkat provinsi dan/atau kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.
(3) Dalam hal diperlukan, Menteri dapat membentuk tim terpadu pengawasan Ekspor CPO, RBDPO, RBDPL, dan UCO sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan anggota terdiri atas:
a. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi;
b. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian;
c. Kementerian Perdagangan;
d. Kementerian Perindustrian;
e. Kementerian Pertanian;
f. Kejaksaan Agung;
g. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan;
h. Satuan Tugas Pangan Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan
i. kementerian/lembaga terkait lainnya.
(4) Pelaksanaan tugas tim terpadu pengawasan Ekspor CPO, RBDPO, RBDPL, dan UCO sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikoordinasikan oleh direktur jenderal yang membidangi perlindungan konsumen dan tertib niaga Kementerian Perdagangan.


 

Pasal 29

(1) Perizinan Berusaha di bidang Ekspor berupa persetujuan Ekspor CPO, RBDPO, RBDPL, dan UCO yang telah diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 30 Tahun 2022 tentang Ketentuan Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein, dan Used Cooking Oil (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 505) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 39 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 30 Tahun 2022 tentang Ketentuan Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein, dan Used Cooking Oil (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 557), dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya berakhir dan dapat dilakukan perubahan.
(2) Ketentuan mengenai perubahan Perizinan Berusaha di bidang Ekspor berupa persetujuan Ekspor CPO, RBDPO, RBDPL, dan UCO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku secara mutatis mutandis terhadap ketentuan perubahan persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal 16.
(3) Dalam hal perubahan Perizinan berusaha di bidang Ekspor berupa persetujuan Ekspor CPO, RBDPO, RBDPL, dan UCO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) khusus untuk komoditas RBDPO program minyak goreng curah rakyat atau UCO program minyak goreng curah rakyat, perubahan dilakukan dengan:
a. pembatalan persetujuan Ekspor CPO, RBDPO, RBDPL, dan UCO yang telah diterbitkan; dan
b. penerbitan persetujuan Ekspor RBDPO untuk Program MGR yang baru atau persetujuan Ekspor UCO untuk Program MGR yang baru.
(4) Untuk dapat melakukan pembatalan persetujuan Ekspor CPO, RBDPO, RBDPL, dan UCO sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, Eksportir harus mengajukan permohonan pembatalan secara manual kepada Menteri melalui Direktur Jenderal.
(5) Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan secara elektronik oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW.
(6) Setelah dilakukan pembatalan persetujuan Ekspor CPO, RBDPO, RBDPL, dan UCO sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Eksportir harus mengajukan permohonan penerbitan persetujuan Ekspor RBDPO untuk Program MGR atau persetujuan Ekspor UCO untuk Program MGR secara elektronik kepada Menteri melalui SINSW.
(7) Ketentuan mengenai pengajuan permohonan penerbitan persetujuan Ekspor RBDPO untuk Program MGR dan persetujuan Ekspor UCO untuk Program MGR sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berlaku secara mutatis mutandis terhadap ketentuan pengajuan permohonan penerbitan persetujuan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11.


 

Pasal 30

Sisa jumlah Barang yang tidak terealisasikan ekspornya dalam persetujuan Ekspor yang terbit berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 30 Tahun 2022 tentang Ketentuan Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein, dan Used Cooking Oil (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 505) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 39 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 30 Tahun 2022 tentang Ketentuan Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein, dan Used Cooking Oil (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 557) yang persetujuan ekspornya telah direalisasikan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dapat dilakukan klaim kembali paling lama 60 (enam puluh) hari kalender terhitung sejak Peraturan Menteri ini mulai berlaku, guna menjadi Hak Ekspor yang dapat digunakan untuk penerbitan persetujuan Ekspor berikutnya.


Pasal 31

Bukti pelaksanaan distribusi kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation) CPO dengan harga penjualan di dalam negeri (domestic price obligation) kepada produsen minyak goreng curah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 30 Tahun 2022 tentang Ketentuan Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein, dan Used Cooking Oil (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 505) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 39 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 30 Tahun 2022 tentang Ketentuan Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein, dan Used Cooking Oil (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 557), dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan digunakan sebagai dasar penerbitan persetujuan Ekspor CPO untuk Program MGR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b.


Pasal 32

Bukti pelaksanaan distribusi kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation) minyak goreng curah dengan harga penjualan di dalam negeri (domestic price obligation) kepada pelaku usaha jasa logistik eceran dan membeli CPO dengan tidak menggunakan harga penjualan di dalam negeri (domestic price obligation) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 30 Tahun 2022 tentang Ketentuan Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein, dan Used Cooking Oil (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 505) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 39 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 30 Tahun 2022 tentang Ketentuan Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein, dan Used Cooking Oil (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 557) dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan digunakan sebagai dasar penerbitan persetujuan Ekspor RBDPL untuk Program MGR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf d.


Pasal 33

Bukti pelaksanaan distribusi kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation) produsen lain yang didahului dengan kerja sama antara Eksportir dan produsen pelaksana distribusi kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation) yang disampaikan melalui SINSW berupa elemen data elektronik nomor induk berusaha dan nama perusahaan berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 30 Tahun 2022 tentang Ketentuan Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein, dan Used Cooking Oil (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 505) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 39 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 30 Tahun 2022 tentang Ketentuan Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein, dan Used Cooking Oil (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 557), dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan digunakan sebagai dasar penerbitan persetujuan Ekspor CPO untuk Program MGR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b dan/atau persetujuan Ekspor RBDPL untuk Program MGR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf d.


Pasal 34


Bukti pelaksanaan distribusi kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation) minyak goreng ke distributor berdasarkan program sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyediaan minyak goreng curah untuk kebutuhan masyarakat, usaha mikro, dan usaha kecil dalam kerangka pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang tercatat dalam aplikasi SIMIRAH sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan belum dibayarkan subsidinya oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2022, untuk digunakan sebagai dasar penerbitan persetujuan Ekspor CPO, RBDPO, RBDPL, dan UCO untuk masa transisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a.


Pasal 35


Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 30 Tahun 2022 tentang Ketentuan Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein, dan Used Cooking Oil (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 505) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 39 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 30 Tahun 2022 tentang Ketentuan Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein, dan Used Cooking Oil (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 557); dan
b. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 38 Tahun 2022 tentang Program Percepatan Penyaluran Crude Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached And Deodorized Palm Olein, dan Used Cooking Oil melalui Ekspor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 556),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 36

Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 September 2022
MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

ZULKIFLI HASAN

 

 

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 3 Oktober 2022
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

 

ttd.

 

YASONNA H. LAOLY

 

 


BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR 1009