Peraturan Pemerintah Nomor : 49 TAHUN 2022
Pajak Pertambahan Nilai Dibebaskan Dan Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Tidak Dipungut Atas Impor Dan/Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Dan/Atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu Dan/Atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Tertentu Dari Luar Daerah Pabean
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 49 TAHUN 2022
TENTANG
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DIBEBASKAN DAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG
MEWAH TIDAK DIPUNGUT ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG
KENA PAJAK TERTENTU DAN/ATAU PENYERAHAN JASA KENA PAJAK
TERTENTU DAN/ATAU PEMANFAATAN JASA KENA PAJAK TERTENTU DARI
LUAR DAERAH PABEAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
- bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, terdapat beberapa perubahan terkait pengaturan objek pajak dan nonobjek pajak serta pemberian kemudahan di bidang perpajakan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, sehingga perlu dilakukan penyesuaian pengaturan dalam pemberian kemudahan di bidang pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah;
- bahwa pengaturan pemberian kemudahan di bidang pajak pertambahan nilai sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2015 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2015 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2015 tentang Penyerahan Air Bersih yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2015 tentang Penyerahan Air Bersih yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, dan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2019 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu serta Penyerahan dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai belum menyesuaikan pengaturan dalam pemberian kemudahan di bidang pajak pertambahan nilai dan penyederhanaan regulasi sehingga perlu diganti;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16B ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pajak Pertambahan Nilai Dibebaskan dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Tidak Dipungut atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Tertentu dari luar Daerah Pabean;
Mengingat :
- Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DIBEBASKAN DAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH TIDAK DIPUNGUT ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU DAN/ATAU PENYERAHAN JASA KENA PAJAK TERTENTU DAN/ATAU PEMANFAATAN JASA KENA PAJAK TERTENTU DARI LUAR DAERAH PABEAN.
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
- Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
- Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak pertambahan nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
- Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pajak penjualan atas barang mewah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
- Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang yang mengatur mengenai kepabeanan.
- Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
- Penyerahan Barang Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak.
- Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
- Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak.
- Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
- Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean.
- Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
- Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau Impor Barang Kena Pajak.
- Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang-Undang yang mengatur mengenai kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.
- Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Lingkup pengaturan dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi:
- Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
- Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
- Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis di dalam Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
- Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis, Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis, dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai; dan
- Impor Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk yang tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
BAB II
IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU
DAN/ATAU PENYERAHAN JASA KENA PAJAK TERTENTU YANG DIBEBASKAN
DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
Pasal 3
(1) | Barang Kena Pajak tertentu yang atas Impor dan/atau penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai meliputi:
|
(2) | Buku pelajaran umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
|
(3) | Ketentuan mengenai kriteria dan/atau batasan buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku pelajaran agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diatur dengan Peraturan Menteri. |
Jasa Kena Pajak tertentu yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai meliputi:
- jasa konstruksi yang diserahkan oleh kontraktor untuk pemborongan pembangunan tempat yang hanya untuk keperluan ibadah;
- jasa konstruksi yang diserahkan oleh kontraktor untuk pembangunan bangunan yang diperuntukkan bagi korban bencana alam atau nonalam yang ditetapkan sebagai bencana nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penanggulangan bencana dan biayanya berasal dari:
- anggaran pendapatan dan belanja negara;
- anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan/atau
- sumbangan; dan
- Jasa Kena Pajak selain jasa konstruksi yang diterima oleh kementerian, badan, atau lembaga yang menangani bencana pada pemerintah pusat atau pemerintah daerah dalam penanganan bencana alam atau nonalam yang ditetapkan sebagai bencana nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penanggulangan bencana.
Pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 tidak menggunakan surat keterangan bebas Pajak Pertambahan Nilai.
BAB III
IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG
BERSIFAT STRATEGIS YANG DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI
Pasal 6
(1) | Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang atas impornya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai meliputi:
|
(2) | Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai meliputi:
|
(3) | Ketentuan mengenai kriteria Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a diatur dengan Peraturan Menteri. |
(1) | Barang tertentu dalam kelompok barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf p dan ayat (2) huruf q merupakan barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak dengan skala pemenuhan kebutuhan yang tinggi serta menjadi faktor pendukung kesejahteraan masyarakat. |
(2) | Jenis barang tertentu dalam kelompok barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(3) | Kriteria dan/atau perincian jenis barang tertentu dalam kelompok barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. |
(1) | Air bersih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf m terdiri atas:
|
||||
(2) | Biaya sambung atau biaya pasang air bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan biaya penyambungan atau biaya pemasangan yang ditagihkan pengusaha kepada pelanggan atas kegiatan penyambungan instalasi air bersih milik pengusaha kepada instalasi air bersih milik pelanggan. | ||||
(3) | Biaya beban tetap air bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan biaya yang ditagihkan pengusaha kepada pelanggan yang besarnya tidak dipengaruhi oleh volume pemakaian air bersih. | ||||
(4) | Air bersih yang sudah siap untuk diminum (air minum) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak termasuk air yang telah diolah dengan perlakuan khusus dan dikemas dalam botol atau kemasan lain serta memenuhi persyaratan air minum (air minum isi ulang). |
(1) | Pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a, huruf j, huruf k, dan huruf m serta ayat (2) huruf a, huruf n, huruf o, dan huruf p menggunakan surat keterangan bebas Pajak Pertambahan Nilai. |
(2) | Pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf i, huruf 1, dan huruf n sampai dengan huruf v serta ayat (2) huruf b sampai dengan huruf m dan huruf q sampai dengan huruf t tidak menggunakan surat keterangan bebas Pajak Pertambahan Nilai. |
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dengan menggunakan surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. |
BAB IV
PENYERAHAN JASA KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS DI
DALAM DAERAH PABEAN DAN/ATAU PEMANFAATAN JASA KENA PAJAK
TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS DARI LUAR DAERAH PABEAN DI
DALAM DAERAH PABEAN YANG DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI
Pasal 10
Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang atas penyerahannya di dalam Daerah Pabean atau pemanfaatannya dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai meliputi:
- jasa pelayanan kesehatan medis;
- jasa pelayanan sosial;
- jasa pengiriman surat dengan prangko;
- jasa keuangan;
- jasa asuransi;
- jasa pendidikan;
- jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;
- jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari jasa angkutan luar negeri;
- jasa tenaga kerja;
- jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;
- jasa pengiriman uang dengan wesel pos;
- jasa persewaan rumah susun umum dan rumah umum; dan
- jasa yang diterima oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau Tentara Nasional Indonesia yang dimanfaatkan dalam rangka penyediaan data batas, peta hasil topografi, peta hasil hidrografi, dan foto udara wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk mendukung pertahanan nasional.
(1) | Jasa pelayanan kesehatan medis yang atas penyerahannya di dalam Daerah Pabean atau pemanfaatannya dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a meliputi jasa:
|
||||||||||
(2) | Jasa pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi jasa:
|
||||||||||
(3) | Jasa pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi jasa:
|
||||||||||
(4) | Jasa fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjut, laboratorium kesehatan, dan sanatorium sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan. | ||||||||||
(5) | Jasa pelayanan yang diberikan oleh selain tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi jasa:
|
||||||||||
(6) | Jasa pelayanan kesehatan hewan/veteriner sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa jasa dokter hewan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang veteriner. |
(1) | Jasa pelayanan sosial yang atas penyerahannya di dalam Daerah Pabean atau pemanfaatannya dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b merupakan jenis pelayanan sosial tertentu yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, atau organisasi nirlaba. |
(2) | Jenis pelayanan sosial tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi jasa:
|
Jasa pengiriman surat dengan prangko yang atas penyerahannya di dalam Daerah Pabean atau pemanfaatannya dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c merupakan jasa pengiriman surat dengan menggunakan prangko tempel atau menggunakan cara lain pengganti prangko tempel.
Jasa keuangan yang atas penyerahannya di dalam Daerah Pabean atau pemanfaatannya dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf d meliputi jasa:
- menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu;
- menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana kepada pihak lain dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya;
- pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, berupa:
- sewa guna usaha dengan hak opsi;
- anjak piutang;
- usaha kartu kredit; dan/atau
- pembiayaan konsumen;
- penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah dan fidusia; dan
- penjaminan.
(1) | Jasa asuransi yang atas penyerahannya di dalam Daerah Pabean atau pemanfaatannya dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf e meliputi jasa:
|
(2) | Jasa asuransi yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk jasa penunjang asuransi. |
(3) | Jasa penunjang asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa jasa:
|
(1) | Jasa pendidikan yang atas penyerahannya di dalam Daerah Pabean atau pemanfaatannya dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf f meliputi jasa penyelenggaraan:
|
||||||||||||||||
(2) | Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa jasa penyelenggaraan pendidikan pada jalur formal sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang sistem pendidikan nasional. | ||||||||||||||||
(3) | Jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa jasa penyelenggaraan pendidikan pada jalur nonformal sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang sistem pendidikan nasional. | ||||||||||||||||
(4) | Jasa penyelenggaraan pendidikan pada jalur formal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi jasa penyelenggaraan:
|
||||||||||||||||
(5) | Jasa penyelenggaraan pendidikan pada jalur nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi jasa penyelenggaraan:
|
||||||||||||||||
(6) | Jasa pendidikan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk jasa pendidikan yang menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan penyerahan barang dan/atau jasa lainnya. |
(1) | Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan yang atas penyerahannya di dalam Daerah Pabean atau pemanfaatannya dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf g merupakan kegiatan penayangan pesan layanan masyarakat atau rangkaian pesan layanan masyarakat dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran dan diserahkan oleh lembaga penyiaran kepada pemasang pesan atau kepada pemasang pesan melalui perusahaan periklanan, production house, atau pihak lainnya. | ||||
(2) | Lembaga penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penyelenggara penyiaran, baik lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas maupun lembaga penyiaran berlangganan yang dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penyiaran. | ||||
(3) | Pemasang pesan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
|
||||
(4) | Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan unit tertentu dari badan pemerintah yang bukan merupakan subjek pajak dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak penghasilan. |
Jasa angkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf h meliputi jasa:
a. | angkutan umum di darat; |
b. | angkutan umum di air; dan |
c. | angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari jasa angkutan luar negeri, |
(1) | Jasa angkutan umum di darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a meliputi jasa:
|
||||||||||||||||||
(2) | Jasa angkutan umum di jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kegiatan pemindahan orang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan angkutan umum di ruang lalu lintas jalan, dengan dipungut bayaran. | ||||||||||||||||||
(3) | Jasa angkutan umum di jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
|
||||||||||||||||||
(4) | Jasa angkutan umum kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kegiatan pemindahan orang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kereta api, dengan dipungut bayaran. | ||||||||||||||||||
(5) | Jasa angkutan umum kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak termasuk jasa angkutan menggunakan kereta api yang disewa atau yang dicarter. |
(1) | Jasa angkutan umum di air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b meliputi jasa:
|
(2) | Jasa angkutan umum di laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kegiatan pemindahan orang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kapal dalam 1 (satu) perjalanan atau lebih dari 1 (satu) perjalanan, dari suatu pelabuhan ke pelabuhan lain, dengan dipungut bayaran. |
(3) | Jasa angkutan umum di sungai dan danau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kegiatan pemindahan orang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kapal yang dilakukan di sungai, danau, waduk, rawa, banjir kanal, atau terusan, dengan dipungut bayaran. |
(4) | Jasa angkutan umum penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan kegiatan pemindahan orang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kapal yang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang dipisahkan oleh perairan, dengan dipungut bayaran. |
(5) | Jasa angkutan umum di air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk jasa angkutan yang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
(6) | Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a tidak termasuk tiket, bill of lading, konosemen, dokumen pengangkutan di air, karcis, atau bukti pembayaran jasa angkutan penumpang kapal. |
(1) | Jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari jasa angkutan luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf c merupakan:
|
(2) | Kegiatan jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari kegiatan jasa angkutan luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b jika seluruh penerbangan tersebut terangkum dalam 1 (satu) tiket. |
(1) | Jasa tenaga kerja yang atas penyerahannya di dalam Daerah Pabean atau pemanfaatannya dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf i meliputi jasa:
|
(2) | Jasa tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan jasa yang diserahkan oleh tenaga kerja, pekerja/buruh, atau pegawai yang memperoleh penghasilan yang terikat dengan suatu hubungan kerja, tidak termasuk jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas. |
(3) | Jasa penyediaan tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan jasa untuk menyediakan tenaga kerja oleh pengusaha penyedia tenaga kerja kepada pengguna jasa tenaga kerja. |
(4) | Jasa penyediaan tenaga kerja oleh pengusaha penyedia tenaga kerja kepada pengguna jasa tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berupa kegiatan perekrutan, penempatan, dan/atau penyaluran tenaga kerja, yang kegiatannya dilakukan dalam satu kesatuan dengan penyerahan jasa penempatan dan penyaluran tenaga kerja. |
(5) | Jasa penyediaan tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
|
(6) | Jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan jasa pelatihan tenaga kerja yang diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kerja yang telah memperoleh izin dari atau terdaftar di pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang berwenang di bidang ketenagakerjaan. |
(7) | Jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat berupa kegiatan pemagangan yang dilakukan dalam satu kesatuan dengan penyerahan jasa pelatihan bagi tenaga kerja. |
Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam yang atas penyerahannya di dalam Daerah Pabean atau pemanfaatannya dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf j merupakan jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam atau koin yang diselenggarakan oleh pemerintah atau swasta.
(1) | Pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis di dalam Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a sampai dengan huruf l tidak menggunakan surat keterangan bebas Pajak Pertambahan Nilai. |
(2) | Pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis di dalam Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf m menggunakan surat keterangan bebas Pajak Pertambahan Nilai. |
BAB V
IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG
BERSIFAT STRATEGIS, PENYERAHAN JASA KENA PAJAK TERTENTU YANG
BERSIFAT STRATEGIS, DAN/ATAU PEMANFAATAN JASA KENA PAJAK
TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS DARI LUAR DAERAH PABEAN DI
DALAM DAERAH PABEAN YANG TIDAK DIPUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN
NILAI
Pasal 25
(1) | Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang atas impornya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai meliputi:
|
||||||||||||||||||||||||
(2) | Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang atas penyerahannya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai meliputi:
|
(1) | Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis dari luar Daerah Pabean yang atas pemanfaatannya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai meliputi jasa persewaan pesawat udara yang dimanfaatkan oleh badan usaha angkutan udara niaga nasional. |
(2) | Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang atas penyerahannya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai meliputi:
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis Barang Kena Pajak tertentu, persyaratan, dan tata cara tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis, serta Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf g dan ayat (2) huruf a sampai dengan huruf f dan Pasal 26 diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB VI
IMPOR BARANG KENA PAJAK YANG DIBEBASKAN DARI PUNGUTAN BEA
MASUK YANG TIDAK DIPUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK
PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
Pasal 28
(1) | Barang Kena Pajak yang atas impornya dibebaskan dari pungutan Bea Masuk tetap dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(2) | Barang Kena Pajak yang atas impornya dibebaskan dari pungutan Bea Masuk merupakan Barang Kena Pajak yang atas impornya dibebaskan dari pungutan Bea Masuk berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(3) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Impor beberapa Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang meliputi Impor:
|
(4) | Impor Barang Kena Pajak yang tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan tanpa menggunakan surat keterangan tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai. |
(5) | Jenis kontrak kerja sama, kriteria barang, dan tata cara untuk tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf h dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pembebasan Bea Masuk dalam peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
BAB VII
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN
Pasal 29
(1) | Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, Impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang berkenaan dengan:
|
||||||||
(2) | Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, Impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang berkenaan dengan Penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) dan Pasal 26 ayat (2) dapat dikreditkan jika memenuhi ketentuan pengkreditan Pajak Masukan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(1) | Pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini bersifat sementara waktu atau selamanya. |
(2) | Pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dievaluasi dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian dan dampaknya terhadap penerimaan negara. |
(3) | Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Menteri. |
(4) | Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak atau Penyerahan Jasa Kena Pajak dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dapat dikenai Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 31
(1) | Atas:
|
||||||||||||||||||||||||||
(2) | Pihak terpungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(1) | Wajib Pajak wajib membayar Pajak Pertambahan Nilai terutang yang telah dibebaskan atas Impor dan/atau perolehan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dan huruf k serta ayat (2) huruf a, huruf i, huruf j, dan huruf o atau Pajak Pertambahan Nilai terutang yang tidak dipungut atas Impor dan/atau perolehan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf c sampai dengan huruf g dan ayat (2) huruf b sampai dengan huruf f, apabila dalam jangka waktu 4 (empat) tahun terhitung sejak saat Impor dan/atau perolehannya, Barang Kena Pajak tersebut:
|
(2) | Dikecualikan dari kewajiban membayar kembali Pajak Pertambahan Nilai atas Impor dan/atau perolehan Barang Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal Barang Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut dipindahtangankan:
|
(3) | Holdingisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c merupakan pembentukan perusahaan induk badan usaha milik negara melalui upaya restrukturisasi perusahaan dengan pengalihan saham dari 1 (satu) badan usaha milik negara ke badan usaha milik negara lain dan membentuk satu grup badan usaha milik negara dengan menginduk pada salah satu badan usaha milik negara setelah mendapat persetujuan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara. |
(4) | Orang pribadi atau badan yang melakukan importasi Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) huruf b, huruf g, huruf h, huruf k, huruf 1, dan huruf m wajib membayar Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah tidak dipungut, apabila dalam jangka waktu 4 (empat) tahun terhitung sejak saat Impor, Barang Kena Pajak tersebut:
|
(5) | Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) wajib dilakukan oleh Wajib Pajak, orang pribadi, atau badan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak Barang Kena Pajak tersebut digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain, baik sebagian maupun seluruhnya. |
(6) | Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar atas kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) tidak dapat dikreditkan. |
(7) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran kembali Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibebaskan atau tidak dipungut atas Impor dan/atau perolehan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang semula tidak dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri. |
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 33
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, ketentuan yang mengatur mengenai Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut yang diberikan atas Barang Kena Pajak yang mendapatkan pembebasan Bea Masuk sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembebasan Bea Masuk mengikuti ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, atas:
a. | Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4; |
b. | Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2); |
c. | Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis di dalam Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10; |
d. | Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis serta penyerahan dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26; dan |
e. | Impor Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3), |
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, atas:
a. | Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3; |
b. | Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4; |
c. | Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 25; |
d. | pemanfaatan dan Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 26; dan |
e. | Impor Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3), |
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 36
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari:
a. | Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 262, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4064) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4302); |
b. | Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2015 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 247, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5750) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2015 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 196, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6549); dan |
c. | Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2019 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu serta Penyerahan dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6366), |
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
a. | Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 262, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4064) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4302); |
b. | Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2015 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 247, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5750) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2015 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 196, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6549); |
c. | Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2015 tentang Penyerahan Air Bersih yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 145, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5707) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2015 tentang Penyerahan Air Bersih yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6677); dan |
d. | Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2019 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu serta Penyerahan dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6366), |
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 12 Desember 2022 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. JOKO WIDODO |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 12 Desember 2022
MENTERI SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
PRATIKNO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR 225
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 49 TAHUN 2022
TENTANG
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DIBEBASKAN DAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG
MEWAH TIDAK DIPUNGUT ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG
KENA PAJAK TERTENTU DAN/ATAU PENYERAHAN JASA KENA PAJAK
TERTENTU DAN/ATAU PEMANFAATAN JASA KENA PAJAK TERTENTU DARI
LUAR DAERAH PABEAN
I. | UMUM Berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan telah memberikan dampak perubahan signifikan terhadap pokok pengaturan mendasar mengenai subjek, objek, dan tarif, serta pokok pengaturan lain terkait pelaksanaan administrasi perpajakan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku di Indonesia. Materi muatan yang berkaitan dengan pengaturan objek pajak dan nonobjek pajak, serta pemberian kemudahan di bidang perpajakan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai menjadi bagian dari fokus penyesuaian kebijakan yang bersifat mendasar tersebut. Penyesuaian materi muatan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai turut dilakukan guna menyelaraskan arah kebijakan fiskal dengan rencana strategis pemerintah untuk optimalisasi penerimaan negara melalui upaya perluasan basis pajak secara berkeadilan dan berkepastian hukum. Ketentuan mengenai pemberian kemudahan di bidang perpajakan terhadap Barang Kena Pajak tertentu dan Jasa Kena Pajak tertentu merupakan salah satu materi muatan dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Pajak Pertambahan Nilai yang terdampak langsung. Ketentuan tersebut sangat diperlukan terutama untuk berhasilnya sektor kegiatan ekonomi yang berprioritas tinggi dalam skala nasional, mendorong ekspor yang merupakan prioritas nasional di kawasan tertentu atau tempat tertentu, mendorong perkembangan dunia usaha dan meningkatkan daya saing, membantu dalam penanganan bencana alam nasional dan bencana nonalam nasional, serta memperlancar pembangunan nasional sebagaimana diatur dalam Pasal 16B Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai beserta peraturan pelaksanaannya. Berdasarkan ketentuan Pasal 16B Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai terdapat pengaturan kembali objek barang dan jasa yang diberikan kemudahan di bidang perpajakan antara lain melalui penambahan barang dan jasa yang semula merupakan barang dan jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai menjadi Barang Kena Pajak tertentu dan Jasa Kena Pajak tertentu yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai. Adapun kemudahan di bidang perpajakan diberikan dengan sangat selektif dan terbatas, serta mempertimbangkan dampaknya terhadap penerimaan negara. Dalam menjaga iklim berusaha dan perekonomian nasional yang kondusif serta melaksanakan ketentuan Pasal 16B ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, pemerintah pusat perlu mengatur kembali ketentuan mengenai pemberian kemudahan di bidang perpajakan berupa pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam beberapa Peraturan Pemerintah menjadi satu dalam Peraturan Pemerintah ini. Pemberian kemudahan di bidang perpajakan ini bersifat sementara atau selamanya. Pemerintah dapat mempertimbangkan untuk tidak lagi memberikan kemudahan di bidang perpajakan dimaksud berdasarkan pertimbangan kondisi perekonomian dan dampaknya terhadap penerimaan negara. Selanjutnya, agar dalam penerapannya tidak terjadi penyimpangan, pemerintah perlu melakukan pengawasan. Pengawasan tersebut dilakukan dalam hal kemudahan di bidang perpajakan yang diberikan tidak digunakan sesuai dengan maksud dan tujuan diberikannya kemudahan. Wajib Pajak yang memanfaatkan kemudahan di bidang perpajakan tetapi tidak sesuai dengan maksud dan tujuan diberikannya kemudahan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
II. | PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas.
Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan "jangat dan kulit mentah" adalah jangat dan kulit mentah yang berasal dari hewan. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Yang dimaksud dengan "hewan kesayangan" adalah hewan yang dipelihara khusus sebagai hewan olahraga, kesenangan, dan keindahan. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Yang dimaksud dengan "bahan pakan untuk pembuatan pakan ternak" adalah bahan pakan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang peternakan dan kesehatan hewan. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Yang dimaksud dengan "kementerian atau lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau keamanan negara" antara lain Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan Keamanan Laut, dan Badan Intelijen Negara. Yang dimaksud dengan "kendaraan darat khusus" merupakan kendaraan darat untuk kepentingan:
tidak termasuk yang digunakan oleh masyarakat umum dan yang penggunaannya melekat pada jabatan tertentu. Yang dimaksud "pihak lain yang ditunjuk" merupakan badan hukum Indonesia yang memenuhi syarat secara legal maupun formal untuk melakukan pengadaan senjata, amunisi, helm antipeluru dan jaket atau rompi antipeluru, kendaraan darat khusus, radar, dan suku cadangnya untuk keperluan kementerian atau lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan atau keamanan negara atau lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui koordinasi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan mempunyai tugas dan fungsi di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol. Huruf k Yang dimaksud dengan "kementerian atau lembaga pemerintah" antara lain Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan Keamanan Laut, dan Badan Intelijen Negara. Yang dimaksud dengan "kendaraan darat khusus" merupakan kendaraan darat untuk kepentingan:
tidak termasuk yang digunakan oleh masyarakat umum dan yang penggunaannya melekat pada jabatan tertentu. Huruf l Cukup jelas. Huruf m Cukup jelas. Huruf n Cukup jelas. Huruf o Cukup jelas. Huruf p Cukup jelas. Huruf q Cukup jelas. Huruf r Cukup jelas Huruf s Cukup jelas. Huruf t Yang dimaksud dengan "Impor barang oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum" merupakan:
yang dapat dinikmati atau dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat umum atau orang banyak dan tidak mensyaratkan beban tertentu untuk memperoleh manfaatnya, misalnya proyek lampu penerangan jalan atau pembuatan jembatan yang untuk melewatinya masyarakat tidak perlu membayar. Huruf u Cukup jelas. Huruf v Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Lihat penjelasan ayat (1) huruf c. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Lihat penjelasan ayat (1) huruf f. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Lihat penjelasan ayat (1) huruf h. Huruf i Yang dimaksud dengan "rumah susun umum" adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Huruf j Yang dimaksud dengan "rumah umum" adalah rumah yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai perumahan dan kawasan permukiman. Huruf k Cukup jelas. Huruf l Cukup jelas. Huruf m Cukup jelas. Huruf n Lihat penjelasan ayat (1) huruf j. Huruf o Lihat penjelasan ayat (1) huruf k. Huruf p Cukup jelas. Huruf q Cukup jelas. Huruf r Cukup jelas Huruf s Cukup jelas. Huruf t Cukup jelas.
Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Yang dimaksud dengan "jasa angkutan umum di air" merupakan jasa angkutan di perairan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai pelayaran. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Huruf l Cukup jelas. Huruf m Cukup jelas. Pasal 11 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "ahli kesehatan" antara lain ahli gizi, ahli fisioterapi, dan ahli akupunktur sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang tenaga kesehatan. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Yang dimaksud dengan "psikiater" adalah dokter spesialis ilmu kedokteran jiwa sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang tenaga kesehatan. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 12 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "organisasi nirlaba" merupakan organisasi berbentuk yayasan atau bentuk lainnya yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
sesuai dengan pernyataan standar akuntansi keuangan tentang pelaporan keuangan organisasi nirlaba. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo" merupakan jasa pelayanan panti sosial yang diselenggarakan oleh unit pelaksana teknis milik pemerintah pusat dan pemerintah daerah atau organisasi nirlaba untuk melaksanakan rehabilitasi sosial bagi 1 (satu) jenis sasaran untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kesejahteraan sosial. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan "jasa lembaga rehabilitasi" merupakan kegiatan pelayanan oleh lembaga/unit pelayanan untuk rehabilitasi sosial bagi lebih dari 1 (satu) jenis sasaran untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kesejahteraan sosial. Penyandang disfungsi sosial antara lain penyandang disabilitas fisik, penyandang disabilitas intelektual, penyandang disabilitas mental, penyandang disabilitas sensorik, tunasusila, gelandangan, pengemis, eks penderita penyakit kronis, eks narapidana, eks pecandu narkotika, pengguna psikotropika sindroma ketergantungan, orang dengan HIV/AIDS (ODHA), korban tindak kekerasan, korban bencana, korban perdagangan orang, anak telantar, dan anak dengan kebutuhan khusus. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Yang dimaksud dengan "jasa pelayanan sosial di bidang olahraga" merupakan kegiatan yang diselenggarakan untuk mengembangkan kemampuan penyandang disabilitas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Huruf a Cukup jelas.
Cukup jelas.
Angka 1 Yang dimaksud dengan "sewa guna usaha dengan hak opsi" merupakan sewa pembiayaan (finance lease) dalam bentuk pembiayaan untuk penyediaan barang untuk digunakan debitur yang mengalihkan secara substansial manfaat dan risiko atas barang yang dibiayai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembiayaan.
Angka 2 Yang dimaksud dengan "anjak piutang" adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembiayaan.
Angka 3 Yang dimaksud dengan "usaha kartu kredit" adalah kegiatan pembiayaan oleh penerbit kartu atas pembelian dengan pembayaran secara angsuran yang dilakukan oleh debitur dengan menggunakan kartu kredit. Angka 4 Yang dimaksud dengan "pembiayaan konsumen" adalah pembiayaan untuk pengadaan barang dan/atau jasa yang diperlukan oleh debitur untuk pemakaian/konsumsi dan bukan untuk keperluan usaha (aktivitas produktif) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembiayaan.
Cukup jelas.
Cukup jelas. Pasal 15 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan "asuransi kerugian" adalah asuransi umum dan asuransi umum syariah sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian. Huruf b Yang dimaksud dengan "asuransi jiwa" adalah asuransi jiwa dan asuransi jiwa syariah sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian. Huruf c Yang dimaksud dengan "reasuransi" adalah reasuransi dan reasuransi syariah sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian.
Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas.
Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Yang dimaksud dengan "distribusi produk asuransi" antara lain kegiatan layanan oleh perusahaan pembiayaan atau bank kepada perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi syariah untuk memasarkan produk asuransi dalam rangka kerja sama kontrak asuransi atas objek pembiayaan. Huruf g Cukup jelas. Pasal 16 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas.
Cukup jelas.
Huruf a Yang dimaksud dengan "pendidikan anak usia dini" antara lain taman kanak-kanak, raudatul athfal, atau bentuk lain yang sederajat. Huruf b Yang dimaksud dengan "pendidikan dasar" antara lain sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama dan madrasah tsanawiyah atau bentuk lain yang sederajat. Huruf c Yang dimaksud dengan "pendidikan menengah" antara lain sekolah menengah atas, madrasah aliyah, sekolah menengah kejuruan, dan madrasah aliyah kejuruan atau bentuk lain yang sederajat. Huruf d Yang dimaksud dengan "pendidikan tinggi" antara lain akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas.
Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "pendidikan anak usia dini" antara lain kelompok bermain, taman penitipan anak, atau bentuk lain yang sederajat. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas.
Pasal 17 Ayat (1) Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan dikenal dengan istilah siaran iklan layanan masyarakat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang penyiaran. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Yang dimaksud dengan "angkutan karyawan" adalah kegiatan pelayanan angkutan karyawan/pekerja dari dan ke lokasi kerja yang disediakan oleh pemberi kerja kepada karyawan/pekerja. Huruf f Yang dimaksud dengan "angkutan sekolah" adalah kegiatan pelayanan angkutan siswa dari dan ke lokasi sekolah kepada siswa oleh sekolah dan pemerintah. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Yang dimaksud dengan "angkutan barang umum" adalah kegiatan pemindahan barang yang memenuhi ketentuan angkutan barang umum sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang angkutan barang di jalan. Huruf i Yang dimaksud dengan "angkutan barang khusus" adalah kegiatan pemindahan barang yang memenuhi ketentuan angkutan barang khusus sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang angkutan barang di jalan. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Contoh kegiatan jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan jasa angkutan luar negeri:.
Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Ayat (1) Huruf a Alat angkutan di air termasuk kapal tempur/patroli dan kapal tempur/patroli tanpa awak, beserta alat persenjataannya yang melekat pada kapal. Alat angkutan di udara termasuk pesawat tempur dan pesawat terbang tanpa awak, beserta persenjataannya yang melekat pada pesawat. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan "kegiatan usahanya" adalah kegiatan usaha utama pengusaha di bidang pelayaran niaga, penangkapan ikan, penyelenggara jasa kepelabuhanan atau penyelenggara jasa angkutan sungai, danau, dan penyeberangan. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan "emas batangan" adalah emas yang berbentuk batangan dengan kadar emas paling rendah sebesar 99,99% (sembilan puluh sembilan koma sembilan persen) yang dibuktikan dengan sertifikat, termasuk emas batangan yang catatan kepemilikan emasnya dilakukan secara digital (elektronis). Ayat (2) Huruf a Lihat penjelasan ayat (1) huruf a. Huruf b Lihat penjelasan ayat (1) huruf c. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas.
Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Lihat penjelasan ayat (1) huruf h. Pasal 26 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "perusahaan penangkapan ikan nasional" adalah perusahaan perikanan nasional yang melakukan kegiatan penangkapan ikan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang perikanan. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. |
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6833
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.