Paragraf 3Pembebasan Bea Masuk dan/atau Fasilitas PDRI atas ImporBarang untuk Pembangunan dan Pengembangan Industri diIbu Kota Nusantara dan Daerah Mitra Pasal 63
(1) |
Atas impor barang modal untuk industri yang menghasilkan barang dan/atau industri yang menghasilkan jasa yang dimasukkan ke Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra untuk pembangunan dan pengembangan di Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) huruf b diberikan pembebasan bea masuk dan Fasilitas PDRI. |
(2) |
Atas impor barang dan bahan untuk industri yang menghasilkan barang yang dimasukkan ke wilayah Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra untuk pembangunan dan pengembangan di Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) huruf c diberikan pembebasan bea masuk. |
(3) |
Barang modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi mesin, permesinan, alat perlengkapan instalasi pabrik, peralatan, atau perkakas yang digunakan untuk pembangunan dan pengembangan sektor industri termasuk industri yang menghasilkan jasa. |
(4) |
Barang dan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi semua barang atau bahan, tidak melihat jenis dan komposisinya, yang digunakan sebagai bahan atau komponen untuk menghasilkan barang jadi. |
(5) |
Pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI diberikan sepanjang barang modal serta barang dan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2):
- belum diproduksi di dalam negeri;
- sudah diproduksi di dalam negeri namun belum memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan; atau
- sudah diproduksi di dalam negeri namun jumlahnya belum mencukupi kebutuhan industri,
berdasarkan daftar barang yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian.
|
(6) |
Dalam hal atas impor barang dan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan fasilitas perpajakan, fasilitas perpajakan diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(1) |
Pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) dan Pasal 63 ayat (1) dan ayat (2) dapat diberikan terhadap barang modal serta barang dan bahan yang berasal dari Kawasan Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Bebas, Kawasan Ekonomi Khusus, dan/atau Tempat Penimbunan Berikat. |
(2) |
Fasilitas PDRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) dan Pasal 63 ayat (1) dapat diberikan terhadap impor barang dari Pusat Logistik Berikat. |
(1) |
Pembebasan bea masuk dan Fasilitas PDRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) dapat diberikan untuk jangka waktu pengimporan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal berlakunya keputusan pembebasan bea masuk dan Fasilitas PDRI. |
(2) |
Jangka waktu pengimporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang sesuai dengan jangka waktu penyelesaian pembangunan dan pengembangan. |
(3) |
Perusahaan yang telah menyelesaikan pembangunan industri serta siap berproduksi, diberikan pembebasan bea masuk atas impor barang dan bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) dengan jangka waktu pengimporan paling lama 4 (empat) tahun, sesuai kapasitas terpasang, terhitung sejak tanggal berlakunya keputusan pembebasan bea masuk. |
(4) |
Perusahaan yang telah menyelesaikan pengembangan sektor usaha sepanjang menambah kapasitas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari kapasitas terpasang, dapat diberikan pembebasan bea masuk atas impor barang dan bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) paling lama 4 (empat) tahun, sesuai kapasitas terpasang, terhitung sejak tanggal berlakunya keputusan pembebasan bea masuk. |
(5) |
Jangka waktu pengimporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dapat diperpanjang selama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal berakhirnya fasilitas pembebasan bea masuk. |
(6) |
Perusahaan yang telah menyelesaikan pembangunan dan/atau pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), sepanjang menggunakan mesin produksi dalam negeri paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari total nilai mesin, dapat diberikan pembebasan bea masuk atas impor barang dan bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) selama 6 (enam) tahun sesuai dengan kapasitas terpasang terhitung sejak tanggal berlakunya keputusan pembebasan bea masuk. |
(7) |
Bagi industri yang menghasilkan jasa dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (6). |
(8) |
Perusahaan yang memenuhi persyaratan menggunakan mesin produksi dalam negeri paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari total nilai mesin sebagaimana dimaksud pada ayat (6), ditetapkan berdasarkan rekomendasi dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian. |
(9) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis industri yang menghasilkan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. |
(1) |
Untuk mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) atau pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2), Wajib Pajak mengajukan permohonan melalui Sistem OSS. |
(2) |
Pemberian persetujuan/penolakan fasilitas pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilimpahkan kewenangannya dalam bentuk mandat oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal. |
(3) |
Dalam hal permohonan disetujui, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal menerbitkan keputusan pembebasan bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI. |
(4) |
Dalam, hal permohonan ditolak, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal membuat surat penolakan permohonan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(5) |
Ketentuan mengenai pelaksanaan dan tata cara pemberian fasilitas bea masuk dan/atau Fasilitas PDRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. |
Bagian KelimaFasilitas Penanaman ModalKewenangan Otorita Ibu Kota NusantaraParagraf 1Fasilitas Pajak Khusus dan Penerimaan KhususIbu Kota Nusantara Pasal 67
(1) |
Fasilitas Pajak Khusus dan penerimaan khusus Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf b angka 1 terdiri atas:
- insentif berbentuk pengurangan, keringanan, atau pembebasan pajak khusus Ibu Kota Nusantara; dan
- insentif berbentuk pengurangan, keringanan, atau pembebasan penerimaan khusus Ibu Kota Nusantara.
|
(2) |
Insentif berbentuk pengurangan, keringanan, atau pembebasan pajak khusus Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan sebagaimana tercantum dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (3). |
(3) |
Insentif berbentuk pengurangan, keringanan, atau pembebasan penerimaan khusus Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan sebagaimana tercantum dalam Pasal 11 ayat (3). |
(4) |
Pemberian Fasilitas Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan prioritas yang ditetapkan oleh Kepala Otorita. |
Paragraf 2Fasilitasi, Penyediaan Lahan, dan Sarana Prasarana bagiPelaksanaan Kegiatan Penanaman Modal di Ibu Kota Nusantara Pasal 68
(1) |
Fasilitasi, penyediaan lahan, sarana prasarana bagi pelaksanaan kegiatan Penanaman Modal di Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf b angka 2 terdiri atas:
- penyediaan lahan atau lokasi bagi Pelaku Usaha;
- penyediaan sarana dan prasarana/infrastruktur;
- pemberian kenyamanan dan keamanan berinvestasi; dan/atau
- kemudahan akses tenaga kerja siap pakai dan terampil.
|
(2) |
Fasilitasi, penyediaan lahan, sarana prasarana bagi pelaksanaan kegiatan Penanaman Modal di Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara sesuai kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5). |
(3) |
Pemberian fasilitas, penyediaan lahan, sarana prasarana bagi pelaksanaan kegiatan Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan prioritas yang ditetapkan oleh Kepala Otorita. |
Otorita Ibu Kota Nusantara melakukan pengawasan terhadap:
- kesesuaian pelaksanaan kegiatan usaha dengan Perizinan Berusaha dan laporan kegiatan usaha;
- kesesuaian tata ruang dan standar bangunan gedung;
- pemenuhan standar kesehatan, keselamatan, dan/atau lingkungan hidup.
(1) |
Dalam hal hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 menunjukkan adanya ketidaksesuaian/ketidakpatuhan Pelaku Usaha atas ketentuan peraturan perundang-undangan, Kepala Otorita memberikan pembinaan kepada Pelaku Usaha. |
(2) |
Dalam hal setelah dilakukan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pelaku Usaha tetap tidak menunjukkan kesesuaian/kepatuhan, Kepala Otorita mengenakan sanksi administratif kepada Pelaku Usaha. |
(3) |
Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
- teguran tertulis;
- denda administratif;
- pembekuan Perizinan Berusaha;
- pencabutan Perizinan Berusaha; dan/atau
- pengembalian fasilitas.
|
(4) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Kepala Otorita. |
(1) |
Pelaksanaan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dievaluasi secara berkala setiap 5 (lima) tahun atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. |
(2) |
Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. |
(3) |
Dalam melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Otorita Ibu Kota Nusantara berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait. |
BAB VIIKETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 72
(1) |
Sepanjang tidak diatur secara khusus dalam Peraturan Pemerintah ini, semua fasilitas perpajakan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan berlaku secara mutatis mutandis di Ibu Kota Nusantara. |
(2) |
Dalam hal terdapat pengaturan fasilitas perpajakan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini yang mempunyai lingkup pemberian fasilitas yang sama yang berlaku di luar Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra namun memiliki kemanfaatan yang berbeda, berlaku ketentuan fasilitas perpajakan yang lebih menguntungkan. |
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 6 Maret 2023
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 6 Maret 2023
MENTERI SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
PRATIKNO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 37
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 2023
TENTANG
PEMBERIAN PERIZINAN BERUSAHA, KEMUDAHAN BERUSAHA, DAN
FASILITAS PENANAMAN MODAL BAGI PELAKU USAHA
DI IBU KOTA NUSANTARA
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara telah dibentuk Ibu Kota Nusantara sebagai kota berkelanjutan di dunia, penggerak ekonomi Indonesia di masa depan, dan sebagai simbol identitas nasional. Guna percepatan pembangunan dan pengembangan Ibu Kota Nusantara yang merupakan skala prioritas tinggi serta memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional tersebut, perlu adanya kebijakan khusus yang dapat mendorong Pelaku Usaha dalam persiapan, pembangunan, pemindahan, serta pengembangan Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra.
Pelibatan Pelaku Usaha dimaksud diharapkan menjadikan Ibu Kota Nusantara di samping sebagai pusat pemerintahan juga sebagai pusat kegiatan ekonomi yang Indonesia-sentris khususnya dalam penyediaan infrastruktur dan kegiatan yang menimbulkan bangkitan ekonomi yang bertujuan menjadikan Ibu Kota Nusantara sebagai pusat dan lokomotif pertumbuhan perekonomian di masa depan. Untuk memberikan kepastian, kesempatan, dan partisipasi yang lebih besar kepada Pelaku Usaha dalam rangka percepatan pembangunan di Ibu Kota Nusantara tersebut, pemerintah perlu membuat pengaturan mengenai pemberian Perizinan Berusaha, kemudahan berusaha dan fasilitas Penanaman Modal di Ibu Kota Nusantara.
Pemberian perizinan berusaha, kemudahan berusaha dan fasilitas Penanaman Modal di Ibu Kota Nusantara dalam Peraturan Pemerintah ini ditujukan untuk mendorong percepatan pembangunan Ibu Kota Nusantara sebagai superhub ekonomi dengan kegiatan investasi yang berasal dari swasta baik dari dalam maupun luar negeri.
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Kewenangan Otorita Ibu Kota Nusantara merupakan kewenangan khusus Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Ibu Kota Negara.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Pelaksanaan Perizinan Berusaha untuk sektor keagamaan berkaitan dengan kegiatan Pelaku Usaha yang menyelenggarakan haji khusus dan umroh serta Perizinan Berusaha untuk menunjang kegiatan usaha di antaranya sertifikasi jaminan produk halal.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Cukup jelas.
Huruf r
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Contoh 1: Jasa Perdagangan.
PT ABC merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri yang memiliki kegiatan usaha perdagangan suku cadang otomotif. PT ABC didirikan dan bertempat kedudukan di Jakarta sejak tahun 2015. Melalui tempat kegiatan usaha di Jakarta, PT ABC melayani konsumen di seluruh wilayah Indonesia. Pada tahun 2023, PT ABC melakukan penanaman modal baru sebesar Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah) dengan mendirikan cabang baru di wilayah Ibu Kota Nusantara dalam bentuk gudang dan toko suku cadang. Melalui gudang dan toko yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara tersebut, PT ABC melayani konsumen di wilayah Ibu Kota Nusantara.
Atas penanaman modal di wilayah Ibu Kota Nusantara tersebut, PT ABC berhak memperoleh fasilitas berupa pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Namun demikian, fasilitas tersebut hanya diberikan untuk penghasilan yang berasal dari penjualan suku cadang yang:
- bersumber dari gudang di wilayah Ibu Kota Nusantara;
- dilakukan melalui toko di wilayah Ibu Kota Nusantara; dan/atau
- dijual kepada konsumen yang bertempat tinggal di wilayah Ibu Kota Nusantara.
Sedangkan atas penjualan yang dilakukan melalui tempat kegiatan usaha di Jakarta tidak mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Contoh 2: Jasa Konstruksi berupa pekerjaan konstruksi.
PT XYZ merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri yang melakukan kegiatan usaha konstruksi. PT XYZ bertempat kedudukan di Jakarta. Selama tahun 2023, PT XYZ menjalankan proyek konstruksi pembangunan gedung di Jakarta, Surabaya, dan Samarinda. Pada tahun 2023 tersebut, PT XYZ juga melakukan penanaman modal baru sebesar Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) dengan membuka kantor di wilayah Ibu Kota Nusantara dalam rangka mengerjakan proyek pembangunan perumahan di wilayah Ibu Kota Nusantara. Selain membuka kantor di wilayah Ibu Kota Nusantara, PT XYZ juga melakukan penanaman modal baru dengan membeli peralatan konstruksi berteknologi tinggi sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) yang dapat meningkatkan efisiensi waktu penyelesaian proyek.
Atas penanaman modal di wilayah Ibu Kota Nusantara tersebut, PT XYZ berhak memperoleh fasilitas berupa pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Namun demikian, fasilitas tersebut hanya diberikan untuk proyek konstruksi yang dikerjakan oleh PT XYZ untuk membangun perumahan di wilayah Ibu Kota Nusantara, sedangkan atas proyek konstruksi pembangunan gedung di Jakarta, Surabaya, dan Samarinda yang dilakukan PT XYZ tidak mendapat fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Contoh 3: Jasa Konstruksi berupa konsultansi konstruksi.
PT DEF merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri yang melakukan kegiatan usaha konsultansi konstruksi. PT DEF bertempat kedudukan di Surabaya. Selama tahun 2023, PT DEF memberikan jasa konsultansi konstruksi pembangunan gedung yang berada di Bandung dan Yogyakarta. Pada tahun 2023 tersebut, PT DEF juga melakukan penanaman modal baru sebesar Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) dengan membuka kantor di wilayah Ibu Kota Nusantara dalam rangka memberikan jasa konsultansi konstruksi atas proyek pembangunan perumahan di wilayah tersebut.
Atas penanaman modal di wilayah Ibu Kota Nusantara tersebut, PT DEF berhak memperoleh fasilitas berupa pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Namun demikian, fasilitas tersebut hanya diberikan untuk pemberian jasa konsultansi konstruksi yang:
- dilaksanakan melalui kantor yang berada di wilayah Ibu Kata Nusantara; dan
- atas proyek konstruksi yang dilaksanakan di wilayah Ibu Kata Nusantara.
Sedangkan atas jasa konsultansi konstruksi pembangunan gedung yang berada di Bandung dan Yogyakarta tidak mendapat fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Contoh 4: Jasa Perantara Real Estat.
PT PQR merupakan Wajib Pajak badan dalam negeri yang melakukan kegiatan usaha jasa perantara real estat. PT PQR didirikan dan bertempat kedudukan di Jakarta sejak tahun 2017. Melalui kantornya di Jakarta, PT PQR menghubungkan antara penyedia real estat/pengembang properti dan calon konsumen di seluruh Indonesia.
Pada tahun 2023, PT PQR melakukan penanaman modal baru sebesar Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) dengan mendirikan kantor cabang di wilayah Ibu Kata Nusantara. Melalui kantor cabang tersebut, PT PQR juga menghubungkan pengembang properti di wilayah Ibu Kata Nusantara dan calon konsumen di seluruh Indonesia.
Atas penanaman modal di wilayah Ibu Kata Nusantara tersebut, PT PQR berhak memperoleh fasilitas berupa pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Namun demikian, fasilitas tersebut hanya diberikan untuk penghasilan yang berasal dari jasa perantara real estat atas:
- properti atau real estat yang dialihkan berada di wilayah Ibu Kata Nusantara; dan
- pembeli bertempat tinggal di wilayah Ibu Kata Nusantara atau bermaksud untuk bertempat tinggal di wilayah Ibu Kata Nusantara berdasarkan fakta dan kondisi yang sesungguhnya.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "keuangan syariah" adalah seluruh kegiatan keuangan penghimpun dana yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah yang meliputi perbankan dan perasuransian.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Yang dimaksud dengan "bullion" adalah kegiatan usaha yang berkaitan dengan emas dalam bentuk simpanan, pembiayaan, perdagangan, penitipan emas, dan/atau kegiatan lain yang dilakukan oleh lembaga jasa keuangan yang berkaitan dengan emas.
Huruf l
Yang dimaksud dengan "pengelola dana perwalian (trust)" adalah penitipan dan pengelolaan atas harta milik penitip harta trust berdasarkan perjanjian tertulis.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Yang dimaksud dengan "perusahaan induk konglomerasi keuangan (financial holding company)" adalah badan hukum yang dimiliki oleh pemegang saham pengendali atau pemegang saham pengendali terakhir untuk mengendalikan, mengonsolidasikan, dan bertanggung jawab terhadap seluruh aktivitas konglomerasi keuangan.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Cukup jelas.
Huruf r
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan "peraturan otoritas di sektor keuangan" adalah peraturan yang mengatur sektor keuangan dengan materi muatan antara lain model bisnis, skema, perizinan berusaha, kemudahan berusaha, dan pengawasan termasuk pengenaan sanksi.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 33
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "subjek pajak luar negeri" adalah subjek pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia dan merupakan pihak yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan (beneficial owner).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "otoritas di sektor keuangan" antara lain Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia sesuai dengan kewenangannya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "keuangan digital" adalah transaksi yang dilakukan secara digital yang tercatat dan diperdagangkan secara global dengan tingkat keamanan tinggi.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 35
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "mendirikan dan/atau memindahkan kantor pusat dan/atau kantor regionalnya ke Ibu Kota Nusantara" adalah pendirian kantor pusat dan/atau kantor regional yang bersifat baru, sementara kegiatan anak perusahaan atau afiliasi yang berlokasi di luar Ibu Kota Nusantara tetap membayar kewajiban Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "memiliki substansi ekonomi" adalah:
- kegiatan usaha Wajib Pajak dikelola oleh manajemen sendiri dan manajemen tersebut mempunyai kewenangan yang cukup untuk menjalankan kegiatan usahanya;
- Wajib Pajak memiliki aset tetap dan/atau aset tidak tetap yang cukup dan memadai untuk melaksanakan kegiatan usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara;
- Wajib Pajak memiliki pegawai dalam jumlah yang cukup dan memadai dengan keahlian dan keterampilan tertentu yang sesuai dengan bidang usaha yang dijalankan;
- Wajib Pajak memiliki kegiatan usaha aktif selain hanya menerima penghasilan berupa dividen, bunga, royalti dan/atau keuntungan atas pengalihan harta; dan
- Wajib Pajak menjalankan aktivitas strategis bagi perusahaan dan/atau grup usaha, seperti melaksanakan keputusan strategis perusahaan, mengkonsolidasikan pelaksanaan investasi baru, perluasan, merger, akuisisi, pembubaran afiliasi, konsolidasi manajemen keuangan dan/atau sumber daya manusia.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "mendirikan kantor pusat dan/atau kantor regionalnya ke Ibu Kota Nusantara" adalah pendirian kantor pusat dan/atau kantor regional yang bersifat baru, sementara kegiatan anak perusahaan atau afiliasi yang berlokasi di luar Ibu Kota Nusantara tetap membayar kewajiban Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Ayat (5)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "memiliki substansi ekonomi" adalah:
- kegiatan usaha Wajib Pajak dikelola oleh manajemen sendiri dan manajemen tersebut mempunyai kewenangan yang cukup untuk menjalankan kegiatan usahanya;
- Wajib Pajak memiliki aset tetap dan/atau aset tidak tetap yang cukup dan memadai untuk melaksanakan kegiatan usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara;
- Wajib Pajak memiliki pegawai dalam jumlah yang cukup dan memadai dengan keahlian dan keterampilan tertentu yang sesuai dengan bidang usaha yang dijalankan;
- Wajib Pajak memiliki kegiatan usaha aktif selain hanya menerima penghasilan berupa dividen, bunga, royalti dan/atau keuntungan atas pengalihan harta; dan
- Wajib Pajak menjalankan aktivitas strategis bagi perusahaan dan/atau grup usaha, seperti melaksanakan keputusan strategis perusahaan, mengkonsolidasikan pelaksanaan investasi baru, perluasan, merger, akuisisi, pembubaran afiliasi, konsolidasi manajemen keuangan dan/atau sumber daya manusia.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Ayat (1)
Contoh 1:
Penelitian dan Pengembangan Melalui Kantor Pusat yang Memperoleh Fasilitas.
PT ABC merupakan perusahaan manufaktur di bidang perangkat keras komputer yang bertempat kedudukan di Ibu Kota Nusantara. Pada tahun 2023 PT ABC melaksanakan kegiatan penelitian dan pengembangan di Ibu Kota Nusantara. Atas pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh PT ABC di wilayah Ibu Kota Nusantara tersebut, PT ABC berhak memanfaatkan fasilitas pengurangan penghasilan bruto atas kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Contoh 2:
Penelitian dan Pengembangan Melalui Kantor Cabang yang Memperoleh Fasilitas.
PT XYZ merupakan perusahaan manufaktur di bidang farmasi yang bertempat kedudukan di Jakarta. Pada tahun 2023, PT XYZ membuka kantor cabang di wilayah Ibu Kota Nusantara dan melaksanakan kegiatan penelitian dan pengembangan bagi perusahaan. Atas pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh kantor cabang di wilayah Ibu Kota Nusantara tersebut, PT XYZ berhak memanfaatkan fasilitas pengurangan penghasilan bruto atas kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Contoh 3:
Penelitian dan Pengembangan Melalui Kantor Cabang yang Tidak Memperoleh Fasilitas.
PT PQR merupakan perusahaan manufaktur di bidang farmasi yang bertempat kedudukan di Ibu Kota Nusantara. Pada tahun 2024 PT PQR membuka kantor cabang di Jakarta dalam rangka melaksanakan kegiatan penelitian dan pengembangan bagi perusahaan. Atas pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh kantor cabang di Jakarta tersebut, PT PQR tidak berhak memanfaatkan fasilitas pengurangan penghasilan bruto atas kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu berdasarkan Peraturan Pemerintah ini karena kegiatan penelitian dan pengembangan tidak dilakukan di wilayah Ibu Kota Nusantara.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal45
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "fasilitas lainnya yang bersifat nirlaba" antara lain fasilitas untuk kelestarian lingkungan dan menjaga ekosistem.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "bertempat tinggal di wilayah Ibu Kota Nusantara" adalah memiliki tempat yang ditentukan menurut keadaan yang sebenarnya, meliputi:
- tempat tinggal tetap orang pribadi beserta keluarganya;
- tempat pusat kepentingan pribadi dan ekonomi dilakukan, dalam hal orang pribadi tersebut:
1) |
mempunyai tempat tinggal tetap sebagaimana dimaksud pada huruf a di 2 (dua) tempat atau lebih; atau |
2) |
tidak mempunyai tempat tinggal tetap sebagaimana dimaksud pada huruf a; atau |
- tempat orang pribadi lebih lama tinggal dalam kurun waktu 1 (satu) tahun kalender terakhir, dalam hal tempat pusat kepentingan pribadi dan ekonomi dilakukan sebagaimana dimaksud pada huruf b tidak dapat ditentukan.
Contoh:
Wildan mempunyai tempat tinggal sekaligus tempat melakukan kegiatan usaha perdagangan di Ibu Kota Nusantara. Selain itu, Wildan juga memiliki tempat tinggal di Jakarta. Dengan demikian, Wildan dianggap bertempat tinggal di Ibu Kota Nusantara karena memiliki tempat pusat kepentingan pribadi dan ekonomi yang berada di Ibu Kota Nusantara.
Yang dimaksud dengan "bertempat kedudukan di wilayah Ibu Kota Nusantara" adalah memiliki tempat yang ditentukan menurut keadaan yang sebenarnya, meliputi:
- tempat kantor pimpinan serta pusat administrasi dan keuangan berada sebagaimana tercantum dalam:
1) |
akta atau dokumen pendirian dan perubahannya; |
2) |
surat keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi bentuk usaha tetap; |
3) |
dokumen izin usaha dan/atau kegiatan; |
4) |
surat keterangan tempat kegiatan usaha; atau |
5) |
perjanjian kerja sama bagi bentuk kerja sama operasi (joint operation); |
- tempat kantor pimpinan serta pusat administrasi dan keuangan berada menurut keadaan yang sebenarnya, dalam hal tempat kantor pimpinan serta pusat administrasi dan keuangan berbeda dengan yang tercantum dalam:
1) |
akta atau dokumen pendirian dan perubahannya; |
2) |
surat keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi bentuk usaha tetap; |
3) |
dokumen izin usaha dan/atau kegiatan; |
4) |
surat keterangan tempat kegiatan usaha; atau |
5) |
perjanjian kerja sama bagi bentuk kerja sama operasi (joint operation); |
- tempat kantor pimpinan berada, dalam hal tempat kantor pimpinan terpisah dari tempat pusat administrasi dan keuangan serta tempat menjalankan kegiatan usaha; atau
- tempat menjalankan kegiatan usaha, bagi Wajib Pajak badan yang bergerak di sektor usaha tertentu yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Contoh:
PT A didirikan di Ibu Kota Nusantara dan alamat tersebut telah ditetapkan di akta atau dokumen pendirian, serta alamat tersebut merupakan tempat kedudukan pimpinan dan pusat administrasi dan keuangan. Dengan demikian, PT A bertempat kedudukan di Ibu Kota Nusantara.
Yang dimaksud dengan "bertempat kegiatan usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara" adalah memiliki tempat yang digunakan untuk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, atau manajemen yang dapat berupa lokasi usaha, kantor cabang perusahaan, kantor perwakilan, gudang, unit pemasaran, atau tempat kegiatan usaha sejenis.
;
Contoh:
PT Y bertempat kedudukan di Bandung dan memiliki unit usaha distribusi di Ibu Kota Nusantara. Dengan demikian, PT Y dianggap mempunyai tempat kegiatan usaha di Ibu Kota Nusantara.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "Nomor Pokok Wajib Pajak" adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya, dapat berupa Nomor Pokok Wajib Pajak Pusat atau Nomor Pokok Wajib Pajak Cabang.
Yang dimaksud dengan "identitas perpajakan di tempat kegiatan usaha" adalah nomor identitas yang diberikan untuk tempat kegiatan usaha Wajib Pajak yang terpisah dari tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak, dapat berupa Nomor Pokok Wajib Pajak Cabang atau Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang menjadi objek Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif 0% (nol persen) dalam jangka waktu tertentu adalah penghasilan dari bagian peredaran bruto usaha sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak yang diterima atau diperoleh pada lokasi usaha yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara.
Contoh:
PT A mendirikan usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara yang sudah memenuhi persyaratan untuk mendapat fasilitas Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif 0% (nol persen) sejak tahun pajak 2024 dan pada tahun pajak 2025 PT A memiliki peredaran bruto dari usaha yang diterima atau diperoleh pada lokasi usaha yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara sebesar Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah). Atas penghasilan dari usaha dimaksud dikenai Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif 0% (nol persen).
Yang dimaksud dengan "penghasilan dari peredaran bruto usaha sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak yang diterima atau diperoleh pada lokasi usaha yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara" yaitu penghasilan dari kegiatan industri dan/atau penyerahan barang dan/atau jasa yang dilakukan di wilayah Ibu Kota Nusantara.
Huruf a
Yang dimaksud dengan "jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas" adalah:
- tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri atas pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, pejabat pembuat akta tanah, penilai, dan aktuaris;
- pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari;
- olahragawan;
- penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
- pengarang, peneliti, dan penerjemah;
- agen iklan;
- pengawas atau pengelola proyek;
- perantara;
- petugas penjaja barang dagangan;
- agen asuransi; dan
- distributor perusahaan pemasaran berjenjang atau penjualan langsung dan kegiatan sejenis lainnya.
Huruf b
Contoh:
Tuan A seorang konsultan pajak dan bersama Tuan B sesama konsultan pajak membentuk Firma AB dan Rekan. Firma tersebut menjalankan usaha memberikan jasa konsultan pajak. Mengingat jasa yang diberikan oleh firma tersebut sama dengan jasa yang diberikan Tuan A dan Tuan B sehubungan dengan pekerjaan bebas berupa jasa konsultan pajak, maka penghasilan dari firma tersebut tidak termasuk penghasilan yang dapat dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif 0% (nol persen).
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Penghasilan Wajib Pajak yang telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri tidak dapat dikenai Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif 0% (nol persen) berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, Wajib Pajak usaha mikro, kecil, dan menengah yang memenuhi kriteria dan memiliki peredaran bruto tertentu dikenai Pajak Penghasilan bersifat final.
Untuk memberikan kemudahan dan fasilitas bagi Wajib Pajak usaha mikro, kecil, dan menengah dimaksud yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara, dapat memanfaatkan fasilitas Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif 0% (nol persen) berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Contoh:
PT AB mendirikan usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara pada tahun 2025 yang kemudian pada tahun pajak 2025 PT AB memiliki peredaran bruto dari usaha sebagai berikut:
- dari usaha sewa tanah dan/atau bangunan sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); dan
- dari usaha penjualan bahan bangunan sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Atas penghasilan dimaksud, pengenaan Pajak Penghasilannya sebagai berikut:
- atas penghasilan dari usaha persewaan tanah dan/atau bangunan sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dikenai Pajak Penghasilan bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan, sehingga tidak dapat dikenai Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif 0% (nol persen) berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
- walaupun Wajib Pajak memenuhi kriteria untuk dikenai Pajak Penghasilan final sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, atas penghasilan dari usaha penjualan bahan bangunan sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), dapat dikenai Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif 0% (nol persen) berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (3)
Contoh:
PT B bergerak di bidang industri, mendirikan usahanya dan bertempat kedudukan serta menjalankan usahanya di wilayah Ibu Kata Nusantara. PT B mendaftarkan usahanya dengan penanaman modal sebesar Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah) pada tanggal 1 Juli 2025. PT B telah terdaftar sebagai Wajib Pajak pada kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi wilayah Ibu Kata Nusantara.
PT B mengajukan permohonan untuk mendapatkan fasilitas pengenaan Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif 0% (nol persen) pada tanggal 1 Agustus 2025 dan mendapatkan persetujuan pemberian fasilitas pada tanggal 5 Agustus 2025.
Karena PT B telah memenuhi kriteria penanaman modal kurang dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan persyaratan tertentu, maka PT B berhak untuk mendapat fasilitas pengenaan Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif 0% (nol persen) atas penghasilan dari peredaran bruto dari usaha sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak yang diterima atau diperoleh pada lokasi usaha yang berada di wilayah Ibu Kata Nusantara sampai dengan jangka waktu tertentu.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Sesuai contoh sebagaimana dimaksud pada ayat (3), PT B berhak untuk mendapat fasilitas pengenaan Pajak Penghasilan bersifat final dengan tarif 0% (nol persen) terhitung sejak tanggal persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan bersifat final sampai dengan akhir tahun 2035.
Ayat (6)
Contoh:
Sesuai contoh sebagaimana dimaksud pada ayat (3), PT B pada tahun 2027 membuka cabang usaha di luar wilayah Ibu Kata Nusantara. Peredaran bruto dari usaha PT B pada Tahun Pajak 2027 sebagai berikut:
- pada lokasi usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara sebesar Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan
- pada lokasi usaha di luar wilayah Ibu Kota Nusantara Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Penghasilan PT B yang berasal dari peredaran bruto usaha sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) pada lokasi usaha di wilayah Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif 0% (nol persen).
Untuk penghasilan yang berasal dari peredaran bruto usaha pada lokasi usaha selain yang berada di wilayah Ibu Kota Nusantara sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Biaya bersama yaitu pengeluaran atau biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara suatu penghasilan dan sekaligus berhubungan langsung dengan kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan lainnya.
Biaya-biaya bersama yang menjadi dasar alokasi pembebanan dalam rangka menghitung besarnya penghasilan kena pajak yaitu biaya bersama setelah dilakukan penyesuaian/koreksi fiskal sesuai dengan Undang-Undang yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Ayat (1)
Yang dimaksud "hunian mewah" antara lain rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "pihak lain" adalah yang melakukan importasi antara lain atas penerimaan hibah kepada pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang tidak melalui pencatatan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 63
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "peralatan atau perkakas yang digunakan untuk industri yang menghasilkan jasa" adalah komponen peralatan atau perkakas yang digunakan untuk mendukung berjalannya kegiatan industri jasa seperti komponen radiologi pada layanan kesehatan, komponen yang diperlukan untuk keperluan riset dan inovasi.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "evaluasi sewaktu-waktu apabila diperlukan" antara lain karena adanya:
- arahan dari Presiden;
- perkembangan dan peningkatan ekosistem investasi; atau
- kegiatan berusaha dalam rangka percepatan pembangunan di Ibu Kota Nusantara.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6854