Peraturan Dirjen Bea dan Cukai Nomor : PER - 15/BC/2017

Kategori : Lainnya

Tata Cara Pengajuan Dan Penyelesaian Keberatan Di Bidang Kepabeanan Dan Cukai


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR: PER - 15/BC/2017

TENTANG

TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN
DI BIDANG KEPABEANAN DAN CUKAI

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

 

Menimbang :

bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 27 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 51/PMK.04/2017 tentang Keberatan Di Bidang Kepabeanan dan Cukai perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Di Bidang Kepabeanan dan Cukai

Mengingat :

1. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 214/PMK 04/2008 tentang Pemungutan Bea Keluar sebagaimana telah diubah dengan:
a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.01/2014 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 966); dan
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.04/2016 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 790);
2. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 182/PMK.04/2016 tentang Ketentuan Impor Barang Kiriman (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1819);
3. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor dan Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 570);


MEMUTUSKAN:


Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN DI BIDANG KEPABEANAN DAN CUKAI.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
1. Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
2. Undang-Undang Cukai adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.
3. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
4. Direktur adalah Direktur yang membidangi keberatan pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 
5. Kantor Pusat adalah kantor pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
6. Kantor Wilayah adalah kantor wilayah pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
7. Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai yang selanjutnya disingkat dengan KPUBC adalah kantor pelayanan utama pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
8. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai yang selanjutnya disingkat dengan KPPBC adalah kantor pengawasan dan pelayanan pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
9. Kantor Bea dan Cukai adalah KPUBC atau KPPBC di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban berdasarkan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan dan/atau Undang-Undang Cukai.
10. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
11. Orang adalah orang pribadi atau badan hukum.
12. Pemohon adalah Orang yang mengajukan permohonan keberatan di bidang kepabeanan dan/atau cukai.
13. Penyelenggara Pos adalah badan usaha yang menyelenggarakan pos.
14. Barang Kiriman adalah barang yang dikirim melalui Penyelenggara Pos sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pos.


Pasal 2


(1) Orang dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktur Jenderal atas penetapan yang diterbitkan oleh Pejabat Bea dan Cukai mengenal:
a. tarif dan/atau nilai pabean untuk penghitungan bea masuk yang mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk, cukai dan/atau pajak dalam rangka impor;
b. selain tarif dan/atau nilai pabean untuk penghitungan bea masuk; 
c. pengenaan sanksi administrasi berupa denda; atau
d. pengenaan bea keluar.
(2) Penetapan yang dapat diajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, merupakan penetapan di bidang kepabeanan antara lain berupa:
a. Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai) Pabean (SPTNP);
b. Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak (SPPBMCP) atas impor Barang Kiriman; atau
c. Surat Penetapan Pabean (SPP).
(3) Penetapan yang dapat diajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, merupakan penetapan di bidang kepabeanan antara lain berupa:
a. Surat Penetapan Pabean (SPP); atau
b. Surat Penetapan Barang Larangan dan Pembatasan (SPBL).
(4) Penetapan yang dapat diajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, berupa Surat Penetapan Sanksi Administrasi (SPSA).
(5) Penetapan yang dapat diajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, berupa Surat Penetapan Perhitungan Bea Keluar (SPPBK).


Pasal 3


(1) Orang dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktur Jenderal atas penetapan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang mengakibatkan: 
a. kekurangan cukai; dan/atau
b. pengenaan sanksi administrasi berupa denda.
(2) Penetapan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang mengakibatkan kekurangan cukai dan/atau pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa surat tagihan di bidang cukai (STCK-1).


BAB II
PENGAJUAN KEBERATAN

Bagian Kesatu
Persyaratan Pengajuan Keberatan

Pasal 4


(1) Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 ayat (1) harus diajukan kepada Direktur Jenderal secara tertulis dengan surat keberatan.
(2) Surat keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai keberatan di bidang kepabeanan dan cukai;
b. diajukan dengan menyebutkan alasan keberatan:
c. ditandatangani oleh Orang yang berhak yaitu:
1. orang pribadi; atau
2. pengurus yang namanya tercantum dalam akta perusahaan, dalam hal diajukan oleh badan hukum;
d. dilampiri Bukti Penerimaan Jaminan (BPJ). Bukti Penerimaan Negara (BPN) sebesar tagihan yang harus dibayar atau surat pernyataan bahwa barang impor masih berada di kawasan pabean yang telah divalidasi oleh Pejabat Bea dan Cukai;
e. dilampiri fotokopi penetapan Pejabat Bea dan Cukai yang diajukan keberatan; dan
f. dilampiri surat kuasa khusus, dalam hal ditandatangani oleh bukan Orang yang berhak sebagaimana dimaksud pada huruf c.
(3) Orang yang berhak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dibuktikan dengan:
a. fotokopi buku identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk atau Paspor, dalam hal keberatan diajukan oleh orang pribadi; atau
b. fotokopi akta perusahaan dan perubahannya, dalam hal keberatan diajukan oleh badan hukum.
(4) Berkas permohonan keberatan dinyatakan lengkap apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3).


Pasal 5


(1) Berkas permohonan keberatan disampaikan secara langsung oleh Orang atau kuasanya melalui Kantor Bea dan Cukai yang menerbitkan penetapan.
(2) Dalam hal penetapan Pejabat Bea dan Cukad diterbitkan olch nelain Kantor Bea dan Cukal, berkan permohonan keberatan disampaikan secara langsung melalul Kantor Bea dan kepabeanan. Cukai tempat dipenuhinya kewajiban
(3) Dalam hal penetapan Pejabat Bea dan Cukal diterbitkan oleh aclain Kantor Bea dan Cukal dan tidak mengakibatkan tagihan bea masuk, bea keluar, dukai. pajak dalam rangka impor. dan/atau sanksi administrasi berupa denda, berkas permohonan keberatan diajukan secara langsung melalui Pejabat Bea dan Cukal yang menerbitkan penetapan
(4) Terhadap berkas permohonan keberatan yang diajukan, Pejabat Bea dan Cukai yang memeriksa kelengkapan berkas:
a. menerima dan memberikan tanda terima berkas permohonan keberatan; atau
b. mengembalikan kepada Orang atau kuasanya.


Pasal 6


Surat keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dapat dilampiri dengan data dan/atau bukti yang mendukung alasan permohonan keberatan.


Pasal 7


(1) Orang dapat melakukan perbaikan atas surat keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan/atau huruf e setelah dilakukan pemeriksaan kelengkapan persyaratan pengajuim keberatan oleh Pejabat Bea dan Cukai.
(2) Surat keberatan yang diperbaiki harus disampaikan kembali sebelum jangka waktu pengajuan permohonan keberatan terlampaui.
(3) Dalam hal Orang melakukan perbaikan surat keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tanggal pengajuan permohonan keberatan yaitu pada saat dilakukan penyampaian kembali sesuat tanggal tanda terima berkas permohonan keberatan.


Bagian Kedua
Jaminan Atas Keberatan di Bidang Kepabeanan

Pasal 8


(1) Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) wajib menyerahkan jaminan sebesar tagihan yang harus dibayar.
(2) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak wajib diserahkan dan Bukti Penerimaan Jaminan (BPJ) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d tidak wajib dilampirkan dalam hal:
a. barang impor belum dikeluarkan dari kawasan pabean;
b. tagihan telah dilunasi; atau
c. penetapan Pejabat Bea dan Cukai tidak menimbulkan kekurangan pembayaran.


Pasal 9


(1) Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dapat menggunakan jaminan berupa:
a. Jaminan tunai;
b. Jaminan bank (bank garansi);
c. Jaminan dari perusahaan asuransi berupa Customs Bond;
d. Jaminan Indonesia Exim Bank (Jaminan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia):
e. Jaminan Perusahaan Penjaminan;
f. Jaminan Perusahaan (Corporate Guarantee); atau
g. Jaminan tertulis.
(2) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki masa penjaminan selama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal tanda terima berkas permohonan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (7) dan memiliki masa pengajuan klaim jaminan selama 30 (tiga puluh) hari.
(3) Dalam hal Orang mengajukan keberatan terhadap penetapan Pejabat Bea dan Cukai berupa Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cuka,  dan/atau Pajak (SPPBMCP) atas Impor Barang Kiriman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b, jaminan dalam rangka keberatan dapat menggunakan jaminan yang diserahkan oleh Penyelenggara Pos.
(4) Dalam hal Orang bermaksud untuk mengajukan keberatan dengan menggunakan jaminan yang diserahkan oleh Penyelenggara Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pengajuan permohonan keberatan dilakukan oleh Penyelenggara Pos atas nama Orang berdasarkan surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf f.


Pasal 10


(1) Orang menyerahkan jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Bea dan Cukai yang mengadministrasikan dan memproses penyelesaian jaminan sebelum surat keberatan disampaikan.
(2) Pejabat Bea dan Cukai yang mengadministrasikan dan memproses penyelesaian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan Bukti Penerimaan Jaminan (BPJ) kepada Orang atas jaminan yang diserahkan.
(3) Bukti Penerimaan Jaminan (BPJ) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai dengan format yang ditetapkan dalam ketentuan mengenai jaminan di bidang kepabeanan.
(4) Terhadap jaminan yang diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap:
a. bentuk jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);
b. kesesuaian masa penjaminan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2);
c. kesesuaian masa pengajuan klaim jaminan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3);
d. kesesuaian terjamin dengan Orang;
e. kesesuaian nilai jaminan dengan nilai tagihan yang belum dibayar dan diajukan keberatan; dan
f. kesesuaian data lainnya dari jaminan yang diserahkan dengan surat penetapan yang diajukan keberatan.
(5) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikecualikan terhadap Jaminan Perusahaan (Corporate Guaranteed).
(6) Dalam rangka penelitian terhadap Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pejabat Bea dan Cukai yang mengadministrasikan dan memproses penyelesaian  Jaminan melakukan konfirmasi kepada penjamin.
(7) Hasil konfirmasi kepada penjamin sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan kepada Pejabat Bea dan Cukai yang menangani keberatan.
(8) Dalam hal hasil penelitian terhadap Jaminan menunjukkan bahwa jaminan tidak memenuhi ketentuan masa penjaminan dan masa pengajuan klaim sebagaimana dimaksud dalam Panal 9 ayat (2) dan Pasal 9 ayat (3), Pejabat Bea dan Cukai meminta Orang untuk memperbaiki janinan.
(9) Hal-hal terkait jaminan atas keberatan di bidang kepabeanan yang tidak diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal ini mestikut ketentuan mengenal jaminan di bidang kepabean.


Pasal 11


(1) Dalam hal tagihan telah dilunast sebagaimana dimaksud dalam Panal 8 ayat (2) huruf b, Orang melampirkan Bukti Penerimaan Negara (BPN) dalam surat keberatannya.
(2) Pejabat Bea dan Cukai meneliti kesesuaian Buku Penerimaan Negara (BPN) yang dilampirkan dengan data penerimaan negara.


Pasal 12


(1) Barang Impor yang belum dikeluarkan dari kawasan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a, harus memenuhi ketentuan:
a. masih berada di kawasan pabean;
b. belum diterbitkan persetujuan pengeluaran barang oleh Pejabat Bea dan Cukai;
c. hanya digunakan untuk pengajuan keberatan atas penetapan Pejabat Bea dan Cukai terhadap importasi barang tersebut; dan/|":{P|
d. bukan merupakan barang yang bersifat peka waktu, tidak tahan lama, merusak, dan/atau berbahaya.
(2) Dalam hal pengajuan keberatan dengan tidak disertai kewajiban untuk menyerahkan jaminan karena barang Impor belum dikeluarkan dari kawasan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a, Orang harus membuat surat pernyataan yang berisi:
a. barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dikeluarkan dari kawasan pabean;
b. barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkaitan dengan keberatan yang diajukan; dan
c. Orang menanggung seluruh risiko dan biaya yang timbul selama masa penimbunan.
(3) Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai keberatan di bidang kepabeanan dan cukai.
(4) Orang menyerahkan surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Bea dan Cukai tempat diselesaikannya kewajiban kepabeanan sebelum surat keberatan disampaikan.


Pasal 13


(1) Terhadap barang impor yang belum dikeluarkan dari kawasan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), Pejabat Bea dan Cukai:
a. melakukan pemeriksaan fisik untuk memastikan pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1);
b. menuangkan hasil pemeriksaan pada Lembar Validasi Kantor Bea dan Cukai yang tertera pada halaman kedua surat pernyataan;
c. menyerahkan surat pernyataan yang telah diperiksa dan ditandatangani kepada Orang; dan
d. melakukan penyegelan terhadap barang impor tersebut.
(2) Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan tidak berdasarkan surat perintah.
(3) Pejabat Bea dan Cukai membubuhkan tanda tangan pada setiap pelekatan atau pemasangan segel.
(4) Segel pada barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilepas dalam hal:
a. tagihan telah dilunasi; atau
b. keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan mengakibatkan hapusnya tagihan yang diajukan keberatan.
(5) Pejabat Bea dan Cukai melakukan pencatatan terhadap penyegelan dan pembukaan segel dalam catatan penyegelan barang impor.
(6) Hal-hal terkait segel dan penyegelan yang tidak diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal ini mengikuti ketentuan mengenal bentuk, warna, ukuran segel dan tanda pengaman bea dan cukai dan tata cara penyegelan.


Bagian Ketiga
Jaminan Atas Keberatan di Bidang Cukai

Pasal 14


Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) wajib menyerahkan Jaminan sebesar kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang ditetapkan.


Pasal 15


(1) Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dapat menggunakan jaminan berupa:
a. Jaminan tunai;
b. Jaminan bank; atau
c. Jaminan dari perusahaan asuransi berupa Excise Bond.
(2) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki masa penjaminan selama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal tanda terima berkas permohonan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (7) dan memiliki masa pengajuan klaim jaminan selama 30 (tiga puluh) hari.
(3) Jangka waktu jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan jangka waktu klaim sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan penggunaan jaminan berdasarkan:
a. permintaan Pejabat Bea dan Cukai kepada Orang atau penerbit jaminan; atau
b. persetujuan Pejabat Bea dan Cukai atas permohonan Orang atau penerbit jaminan.
(4) Jaminan bank dan Excise Bond sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk satu pengajuan keberatan dan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 16


(1) Jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) diserahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Bea dan Cukai yang mengadministrasikan dan memproses penyelesaian Jaminan sebelum surat keberatan disampaikan.
(2) Pejabat Bea dan Cukai yang mengadministrasikan dan memproses penyelesaian Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan Bukti Penerimaan Jaminan (BPJ) kepada Orang atas jaminan yang diserahkan.
(3) Bukti Penerimaan Jaminan (BPJ) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai dengan bentuk dan format yang ditetapkan dalam Lampiran 1 huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(4) Terhadap jaminan yang diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap:
a. bentuk jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1);
b. kesesuaian masa penjaminan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2);
c. kesesuaian masa pengajuan klaim Jaminan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3);
d. kesesuaian format jaminan;
e. kesesuaian terjamin dengan Orang;
f. kesesuaian nilai jaminan dengan nilai tagihan yang belum dibayar dan diajukan keberatan; dan
g. kesesuaian objek jaminan dengan surat tagihan di bidang cukai (STCK-1) yang diajukan keberatan.
(5) Dalam rangka penelitian terhadap jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Pejabat Bea dan Cukai yang mengadministrasikan dan memproses penyelesaian Jaminan melakukan konfirmasi kepada penjamin atau surety.
(6) Hasil konfirmasi kepada penjamin atau surety sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan kepada Pejabat Bea dan Cukai yang menangani keberatan.
(7) Dalam hal hasil penelitian terhadap jaminan menunjukkan bahwa jaminan tidak memenuhi ketentuan masa penjaminan dan masa pengajuan klaim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) dan Pasal 15 ayat (3), Pejabat Bea dan Cukai meminta Orang untuk memperbaiki jaminan.


Bagian Keempat
Jangka Waktu Pengajuan Permohonan Keberatan

Pasal 17


(1) Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), diajukan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal penetapan.
(2) Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), diajukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya surat tagihan di bidang cukai (STCK-1).
(3) Apabila keberatan tidak diajukan sampai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) hak Orang untuk mengajukan keberatan menjadi gugur dan penetapan Pejabat Bea dan Cukai dianggap diterima.
(4) Dalam hal Jatuh tempo pengajuan permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bertepatan dengan hari libur, pengajuan permohonan keberatan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
(5) Tanggal diterimanya surat tagihan di bidang cukai (STCK-1) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu:
a. tanggal stempel pos pengiriman, faksimile, atau media antar lainnya; atau
b. dalam hal dikirimkan secara langsung, tanggal pada saat surat tagihan diterima secara langsung.
(6) Dalam hal surat tagihan yang sama dikirimkan lebih dari 1 (satu) kali, tanggal diterimanya surat tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu tanggal yang terjadi lebih dahulu antara:
a. tanggal stempel pos pengiriman, fasimile, atau media antar lainnya; atau
b. tanggal pada saat surat tagihan diterima secara langsung, dalam hal dikirimkan secara langsung.


Bagian Kelima
Permintaan Penjelasan Dasar Penetapan
 
Pasal 18


(1) Sebelum mengajukan keberatan, Orang yang dikenakan penetapan Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta penjelasan secara tertulis mengenai hal yang menjadi dasar penetapan Pejabat Bea dan Cukai kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai yang menerbitkan penetapan.
(2) Permintaan penjelasan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan dalam jangka waktu:
a. paling lambat 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal surat penetapan, untuk maksud pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1);
b. paling lambat 10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya surat tagihan, untuk maksud pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
(3) Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk memberikan penjelasan secara tertulis mengenai dasar penetapan dalam jangka waktu:
a. paling lambat 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya surat permintaan penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a; atau
b. paling lambat 10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya surat permintaan penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b.
(4) Dalam hal permintaan penjelasan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk tidak memberikan penjelasan secara tertulis.
(5) Permintaan penjelasan oleh Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pemberian penjelasan oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak mempengaruhi jangka waktu pengajuan permohonan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17.


Bagian Keenam
Penelitian dan Penerusan Berkas Permohonan Keberatan
 
Pasal 19


(1) Atas pengajuan keberatan, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap:
a. pemenuhan kelengkapan persyaratan pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4; dan
b. pemenuhan ketentuan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17.
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengisi Form Penelitian Kelengkapan Berkas Permohonan Keberatan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(3) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai:
a. mengembalikan berkas keberatan kepada Orang atau kuasanya; atau
b. menerima berkas keberatan.
(4) Berkas permohonan keberatan dikembalikan kepada Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a paling lambat pada hari kerja berikutnya apabila tidak memenuhi kelengkapan persyaratan pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan jangka waktu pengajuan permohonan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 belum terlampaui.
(5) Dalam hal berkas permohonan keberatan dikembalikan kepada Orang atau kuasanya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, keberatan dianggap belum pernah diajukan.
(6) Berkas permohonan keberatan diterima:
a. dalam hal telah memenuhi kelengkapan persyaratan pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4; atau
b. atas permintaan Orang atau kuasanya dalam hal berkas permohonan keberatan diajukan tidak secara lengkap namun hari kerja berikutnya melampaui jangka waktu pengajuan permohonan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17.
(7) Dalam hal berkas permohonan keberatan diterima, Form Penelitian Kelengkapan Berkas Permohonan Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah ditandatangani oleh Pejabat Bea dan Cukai dan Orang atau kuasanya, berlaku sebagai tanda terima berkas permohonan keberatan.
(8) Pejabat Bea dan Cukai memberikan penjelasan kepada Orang atau kuasanya mengenai kesimpulan dan tindak lanjut penelitian kelengkapan persyaratan pengajuan keberatan.


Pasal 20


(1) Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai yang menerbitkan penetapan meneruskan berkas permohonan keberatan yang diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (6) kepada:
a. Direktur Jenderal u.p Direktur, dalam hal permohonan keberatan diselesaikan di Kantor Pusat; atau
b. Direktur Jenderal u.p Kepala Kantor Wilayah, dalam hal permohonan keberatan diselesaikan di Kantor Wilayah.
(2) Atas pengajuan keberatan berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Kepala Kantor Bea dan Cukai meneruskan berkas permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
a. fotokopi berkas pemberitahuan pabean dan dokumen terkait;
b. risalah penetapan Pejabat Bea dan Cukai, Lembar Penelitian dan Penetapan Nilai Pabean (LPPNP), dan/atau Lembar Penelitian dan Penetapan Tarif (LPPT);
c. Bukti Penerimaan Jaminan (BPJ), Fotokopi Bukti Penerimaan Negara (BPN), atau surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12; dan
d. data pendukung lain yang menjadi dasar pertimbangan penetapan.
(3) Atas pengajuan keberatan berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Pejabat Bea dan Cukai yang menerbitkan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) meneruskan berkas permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
a. risalah penetapan Pejabat Bea dan Cukai; dan
b. data pendukung lain yang menjadi dasar pertimbangan penetapan.
(4) Atas pengajuan keberatan berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Kepala Kantor Bea dan Cukai meneruskan berkas permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
a. fotokopi dokumen cukai terkait yang berasal dari dokumen resmi Kantor Bea dan Cukai yang bersangkutan;
b. risalah penetapan Pejabat Bea dan Cukai;
c. Bukti Penerimaan Jaminan; dan
d. data pendukung lain yang menjadi dasar pertimbangan penetapan.
(5) Penerusan berkas permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal tanda terima berkas permohonan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (7).
(6) Penerusan berkas permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan surat sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


BAB III
PENCABUTAN PENGAJUAN KEBERATAN

Pasal 21


(1) Pemohon dapat mengajukan permohonan pencabutan pengajuan keberatan yang telah disampaikan kepada Direktur Jenderal sepanjang Direktur Jenderal belum memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan pencabutan.
(2) Permohonan pencabutan pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menyampaikan surat permohonan pencabutan pengajuan keberatan dan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia menggunakan contoh format yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai keberatan di bidang kepabeanan dan cukai;
b. ditandatangani oleh Orang yang berhak yaitu:
1. orang pribadi; atau
2. pengurus yang namanya tercantum dalam akta perusahaan, dalam hal diajukan oleh badan hukum;
c. dilampiri dengan dokumen berupa:
1. fotokopi surat keberatan;
2. fotokopi tanda terima berkas permohonan keberatan;
d. dalam hal ditandatangani oleh bukan Orang yang berhak sebagaimana dimaksud pada huruf b, dilampiri dengan surat kuasa khusus.


Pasal 22


Surat permohonan pencabutan pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) disampaikan secara langsung melalui:
a. Kantor Bea dan Cukai tempat keberatan diajukan dan disampaikan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah yang merupakan atasan Kepala Kantor Bea dan Cukai; atau
b. Pejabat Bea dan Cukai yang menerbitkan penetapan dalam hal permohonan keberatan diajukan terhadap penetapan Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3).


Pasal 23


Kepala Kantor Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a atau Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf b meneruskan permohonan pencabutan pengajuan keberatan kepada:
a. Direktur Jenderal u.p Direktur, dalam hal permohonan keberatan diselesaikan di Kantor Pusat; atau
b. Direktur Jenderal u.p Kepala Kantor Wilayah, dalam hal permohonan keberatan diselesaikan di Kantor Wilayah.


Pasal 24


(1) Terhadap permohonan pencabutan pengajuan keberatan, Direktur, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal:
a. menyetujui dengan menerbitkan surat persetujuan; atau
b. menolak dengan menerbitkan surat penolakan.
(2) Surat persetujuan atau surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(3) Dalam hal Direktur, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal tidak menerbitkan surat persetujuan atau surat penolakan sampai dengan diterbitkannya Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan yang dimohonkan untuk dicabut, Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan tersebut dianggap sebagai penolakan permohonan pencabutan pengajuan keberatan.


Pasal 25


(1) Dalam hal permohonan pencabutan pengajuan keberatan disetujui sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (1) huruf a, Pemohon:
a. tidak dapat mengajukan kembali keberatan terhadap penetapan Pejabat Bea dan Cukai yang telah dicabut; dan
b. melunasi kekurangan pembayaran sebagaimana dinyatakan dalam penetapan Pejabat Bea dan Cukai yang pengajuan keberatannya dicabut.
(2) Dalam hal permohonan pencabutan pengajuan keberatan ditolak sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (1) huruf b, Direktur, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal tetap melanjutkan penyelesaian keberatan dengan menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal.
(3) Dalam hal Direktur, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal menerbitkan surat persetujuan pencabutan pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, terhadap:
a. permohonan pencabutan pengajuan keberatan yang diajukan lebih dari 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal penetapan Pejabat Bea dan Cukai yang diajukan keberatan untuk maksud pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1); atau
b. permohonan pencabutan pengajuan keberatan yang diajukan lebih dari 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya surat tagihan di bidang cukai (STCK-1) untuk maksud pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1),
berlaku ketentuan pengenaan bunga berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan, cukai dan perpajakan.
(4) Terhadap surat persetujuan pencabutan pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf a, Kepala Kantor Bea dan Cukai menindaklanjuti dengan:
a. mencairkan jaminan yang diserahkan, dalam hal pada saat pengajuan keberatan Pemohon menyerahkan jaminan;
b. mendefinitifkan pelunasan menjadi penerimaan negara, dalam hal pada saat pengajuan keberatan Pemohon menyerahkan bukti pelunasan;
c. mengeluarkan barang impor dari kawasan pabean setelah Pemohon memenuhi ketentuan larangan atau pembatasan dan/atau melunasi kekurangan pembayaran sebagaimana dinyatakan dalam penetapan Pejabat Bea dan Cukai yang diajukan keberatan ditambah bunga sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan, cukai, dan perpajakan; dan/atau
d. meminta Pemohon untuk melunasi tagihan bunga dalam hal surat persetujuan pencabutan pengajuan keberatan mengakibatkan pengenaan bunga.


BAB IV
PENYELESAIAN KEBERATAN
 
Pasal 26


Direktur Jenderal memberi wewenang kepada:
a. Direktur untuk dan atas nama Direktur Jenderal membuat dan menandatangani Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan dan/atau surat persetujuan atau penolakan pencabutan pengajuan keberatan, dalam hal keberatan diajukan terhadap:
1. penetapan Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pusat;
2. penetapan Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Wilayah; atau
3. penetapan Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Bea dan Cukai sebagai tindak lanjut laporan hasil audit di bidang cukai;
b. Kepala Kantor Wilayah untuk dan atas nama Direktur Jenderal membuat dan menandatangani Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan dan/atau surat persetujuan atau penolakan pencabutan pengajuan keberatan, dalam hal keberatan diajukan terhadap penetapan Pejabat Bea dan Cukai di KPPBC selain tindak lanjut laporan hasil audit di bidang cukai;
c. Kepala KPUBC untuk dan atas nama Direktur Jenderal membuat dan menandatangani Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan dan/atau surat persetujuan atau penolakan pencabutan pengajuan keberatan, dalam hal keberatan diajukan terhadap penetapan Pejabat Bea dan Cukai di KPUBC selain tindak lanjut laporan hasil audit di bidang cukai;
d. Kepala KPPBC untuk dan atas nama Direktur Jenderal membuat dan menandatangani Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan atau surat persetujuan atau penolakan pencabutan pengajuan keberatan, dalam hal keberatan diajukan terhadap Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak (SPPBMCP) atas impor Barang Kiriman.


Pasal 27


Direktur, Kepala Kantor Wilayah, Kepala KPUBC, atau Kepala KPPBC melakukan penelitian terhadap formal pengajuan keberatan yang meliputi:
a. jangka waktu pengajuan permohonan keberatan;
b. orang yang berhak menandatangani surat keberatan;
c. kesesuaian dan kebenaran surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, jaminan, atau bukti penerimaan negara;
d. kesesuaian penetapan yang dilampirkan dengan yang diajukan keberatan; dan
e. kesesuaian kriteria kelengkapan persyaratan pengajuan keberatan.


Pasal 28


Direktur, Kepala Kantor Wilayah, Kepala KPUBC, atau Kepala KPPBC melakukan penelitian terhadap material pengajuan keberatan meliputi:
a. kesesuaian alasan keberatan dengan materi penetapan;
b. kronologi penetapan;
c. alasan penetapan;
d. metode dan prosedur penetapan Pejabat Bea dan Cukai;
e. dasar penetapan;
f. perhitungan jumlah tagihan;
g. penjelasan, bukti, dan/atau data pendukung; dan/atau
h. ketentuan hukum yang terkait dengan penetapan atau materi keberatan.


Pasal 29


(1) Dalam proses penyelesaian keberatan, Direktur, Kepala Kantor Wilayah, Kepala KPUBC, atau Kepala KPPBC atas nama Direktur Jenderal dapat:
a. meminjam buku, catatan, data, dan/atau informasi dalam bentuk salinan cetak dan/atau salinan elektronik kepada Pemohon terkait dengan materi yang disengketakan dengan menyampaikan surat permintaan peminjaman buku, catatan, data, dan/atau informasi yang dibuat sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini;
b. meminta Pemohon untuk memberikan bukti dan keterangan terkait dengan materi yang disengketakan dengan menyampaikan surat permintaan bukti dan keterangan yang dibuat sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini;
c. meminta keterangan atau bukti terkait dengan materi yang disengketakan kepada pihak ketiga yang mempunyai hubungan hukum dengan Pemohon dengan menyampaikan surat permintaan data dan keterangan kepada pihak ketiga yang dibuat sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini;
d. meninjau tempat Pemohon, termasuk tempat lain yang diperlukan; dan/atau
e. melakukan pembahasan atas hal-hal yang diperlukan dengan memanggil Pemohon dengan menyampaikan surat panggilan yang dibuat sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(2) Orang hams memenuhi peminjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dan/atau permintaan keterangan atau bukti terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c.
(3) Dalam hal Pemohon tidak memenuhi sebagian atau seluruhnya permintaan peminjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan/atau permintaan bukti dan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Pemohon menandatangani Berita Acara Penolakan yang dibuat sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(4) Peninjauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dituangkan dalam Berita Acara Peninjauan yang dibuat sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(5) Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dituangkan dalam Risalah Pembahasan yang dibuat sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I huruf L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(6) Permintaan dan penerimaan penjelasan, data dan/atau bukti tambahan kepada pihak lain yang terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhitungkan kecukupan waktu untuk memutuskan keberatan.


Pasal 30


(1) Pemohon dapat menyampaikan tambahan alasan, penjelasan atau bukti, dan/atau data pendukung secara tertulis kepada Direktur Jenderal melalui Pejabat Bea dan Cukai yang diberi wewenang untuk membuat dan menandatangani Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 atas kehendak sendiri dengan ketentuan:
a. diajukan dalam jangka waktu paling lama 40 (empat puluh) hari terhitung sejak tanggal tanda terima berkas permohonan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (7); dan
b. belum diterbitkan Keputusan Direktur Jenderal atas keberatan dimaksud.
(2) Tambahan alasan, penjelasan atau bukti, dan/atau data pendukung dapat disampaikan secara langsung atau melalui media pengiriman.


Pasal 31



(1) Terhadap hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 28, Pejabat Bea dan Cukai menuangkan hasil penelitian ke dalam Nota Penelitian dan Pendapat.
(2) Nota Penelitian dan Pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I huruf M yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


BAB V
KEPUTUSAN KEBERATAN
 
Pasal 32


Direktur, Kepala Kantor Wilayah, Kepala KPUBC, atau Kepala KPPBC atas nama Direktur Jenderal menerbitkan keputusan atas keberatan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak berkas permohonan keberatan diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (6).


Pasal 33


(1) Keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat berupa:
a. mengabulkan seluruhnya;
b. menolak seluruhnya atau sebagian; atau
c. menetapkan lain.
(2) Keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dapat berupa:
a. mengabulkan seluruhnya atau sebagian;
b. menolak; atau
c. menetapkan lain.
(3) Keputusan berupa menetapkan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan ayat (2) huruf c dapat lebih tinggi atau lebih rendah daripada penetapan Pejabat Bea dan Cukai.
(4) Keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dituangkan dalam bentuk Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan yang dibuat sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I huruf N yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(5) Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berfungsi sebagai:
a. penetapan Direktur Jenderal;
b. pemberitahuan; dan/atau
c. penagihan kepada Pemohon dalam hal mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk, bea keluar, cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau pajak dalam rangka impor.
(6) Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditujukan kepada Pemohon dengan tembusan kepada:
a. Pejabat Bea dan Cukai yang menerbitkan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), Kepala Kantor Wilayah, Kepala KPUBC dan/atau Kepala KPPBC bersangkutan, dalam hal keberatan diputuskan oleh Direktur atas nama Direktur Jenderal;
b. Direktur dan Kepala KPPBC bersangkutan dalam hal keberatan diputuskan oleh Kepala Kantor Wilayah atas nama Direktur Jenderal;
c. Direktur dalam hal keberatan diputuskan oleh Kepala KPUBC atas nama Direktur Jenderal; atau
d. Direktur dan Kepala Kantor Wilayah bersangkutan dalam hal keberatan diputuskan oleh Kepala KPPBC atas nama Direktur Jenderal.
(7) Tujuan tembusan Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), ditambahkan kepada direktur yang membidangi perumusan kebijakan di bidang cukai dalam hal diterbitkan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).


Pasal 34


(1) Apabila Direktur, Kepala Kantor Wilayah, Kepala KPUBC, atau Kepala KPPBC atas nama Direktur Jenderal tidak memutuskan keberatan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sebagaimana dimaksµd dalam Pasal 32, permohonan keberatan dianggap dikabulkan seluruhnya.
(2) Dalam hal permohonan keberatan dianggap dikabulkan seluruhnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur, Kepala Kantor Wilayah, Kepala KPUBC, atau Kepala KPPBC atas nama Direktur Jenderal menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (4).


Pasal 35


(1) Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (4) dikirimkan kepada Pemohon paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung setelah tanggal ditetapkan.
(2) Pengiriman Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dengan:
a. tanda terima surat, dalam hal disampaikan secara langsung;
b. bukti pengiriman surat, dalam hal dikirim melalui pos, ekspedisi, atau kurir; atau
c. bukti pengiriman lainnya.
(3) Bukti pengiriman Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diadministrasikan dan disimpan bersama berkas Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan guna keperluan pembuktian apabila Pemohon mengajukan banding.


BAB VI
AKIBAT DAN UPAYA ATAS KEPUTUSAN KEBERATAN
 
Bagian Pertama
Akibat Hukum Keputusan Keberatan Di Bidang Kepabeanan
 
Pasal 36


(1) Terhadap keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf a dan Pasal 34 ayat (1), yang menetapkan jumlah bea masuk, bea keluar, pajak dalam rangka impor, dan/atau denda sama dengan yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean, Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan digunakan sebagai dasar untuk:
a. pengembalian atas kelebihan pembayaran;
b. pengembalian jaminan; dan/atau
c. proses pengeluaran barang dari kawasan pabean.
(2) Terhadap keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf b atau huruf c, yang menetapkan jumlah bea masuk, bea keluar, pajak dalam rangka impor, dan/atau denda lebih rendah dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean, Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan digunakan sebagai dasar untuk:
a. pengembalian atas kelebihan pembayaran;
b. pengembalian jaminan; dan/atau
c. proses pengeluaran barang dari kawasan pabean.
(3) Terhadap keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf b atau huruf c, yang menetapkan jumlah bea masuk, dan/atau pajak dalam rangka impor lebih tinggi dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean, Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan digunakan sebagai dasar untuk:
a. pencairan jaminan; dan/atau
b. pelunasan yang dilakukan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal ditetapkannya Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan.
(4) Terhadap keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) terkait penetapan selain tarif dan/atau nilai pabean untuk penghitungan bea masuk, Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan digunakan sebagai dasar untuk:
a. pengembalian atas kelebihan pembayaran;
b. pencairan jaminan;
c. pengembalian jaminan;
d. pelunasan yang dilakukan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal ditetapkannya Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan; dan/atau
e. pelaksanaan atau pembatalan atas penetapan Pejabat Bea dan Cukai.
(5) Terhadap keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) terkait penetapan sanksi administrasi berupa denda, Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan digunakan sebagai dasar untuk:
a. pengembalian atas kelebihan pembayaran;
b. pencairan jaminan;
c. pengembalian jaminan; dan/atau
d. pelunasan yang dilakukan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal ditetapkannya Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan.
(6) Terhadap keputusan atas keberatan terhadap Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak (SPPBMCP) atas Barang Kiriman, Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan digunakan sebagai dasar untuk:
a. pengembalian atas kelebihan pembayaran;
b. pencairan jaminan;
c. pengembalian jaminan;
d. pelunasan yang dilakukan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal ditetapkannya Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan; dan/atau
e. penyampaian barang impor dalam keadaan baik kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai tempat penyelesaian kewajiban pabean oleh Penyelenggaran Pas Yang Ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal ditetapkannya Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan.
(7) Pengembalian atas kelebihan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ayat (2) huruf a, ayat (4) huruf a, ayat (5) huruf a, dan ayat (6) huruf a, dapat berupa:
a. bea masuk, bea keluar, dan/atau sanksi administrasi berupa denda; dan/atau
b. pajak dalam rangka impor sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.


Pasal 37


(1) Dalam hal keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) menjadi dasar pengembalian jaminan, Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk mengembalikan jaminan kepada Pemohon dan memberikan tanda terima pengembalian jaminan.
(2) Dalam hal keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) menjadi dasar pencairan jaminan, Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk mencairkan jaminan tunai atau mengajukan klaim jaminan paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal jatuh tempo jaminan.
(3) Tata cara pengembalian, pencairan, dan klaim jaminan keberatan kepabeanan mengikuti ketentuan mengenai jaminan di bidang kepabeanan.


Bagian Kedua
Akibat Hukum Keputusan Keberatan Di Bidang Cukai
 
Pasal 38


(1) Dalam hal keberatan dikabulkan seluruhnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf a atau dianggap dikabulkan seluruhnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1). Kepala Kantor Bea dan Cukai memberitahukan kepada Pemohon bahwa penetapan dibatalkan dan yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan pengembalian jaminan.
(2) Dalam hal keberatan dikabulkan sebagian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf a, Kepala Kantor Bea dan Cukai memberitahukan kepada Pemohon bahwa penetapan dibatalkan dan yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan pengembalian jaminan setelah melunasi tagihan kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang keberatannya ditolak.
(3) Dalam hal keberatan ditolak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf b, Kepala Kantor Bea dan Cukai memberikan penegasan kepada Pemohon mengenai penolakan tersebut serta mencairkan dan/atau mendefinitifkan jaminan menjadi penerimaan negara.
(4) Dalam hal keberatan ditetapkan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf c dan tagihan kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda lebih tinggi daripada jumlah tagihan yang diajukan keberatan, Kepala Kantor Bea dan Cukai memberikan penegasan kepada Pemohon mengenai penetapan lain tersebut, mencairkan dan/atau mendefinitifkan jaminan menjadi penerimaan negara, dan Pemohon wajib melunasi kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang tidak dijamin.
(5) Dalam hal keberatan ditetapkan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf c dan tagihan kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda lebih rendah daripada jumlah tagihan yang diajukan keberatan, Kepala Kantor Bea dan Cukai memberitahukan kepada Pemohon bahwa penetapan dibatalkan dan yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan pengembalian jaininan setelah melunasi selisih kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda antara penetapan Pejabat Bea dan Cukai dengan Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan.
(6) Pejabat Bea dan Cukai yang mengadministrasikan dan memproses penyelesaian jaminan pada Kantor Bea dan Cukai menyimpan dan mengadministrasikan bukti pencairan dan/atau pendefinitifan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4).


Pasal 39


(1) Dalam rangka pengembalian jaminan, Pemohon mengajukan surat permohonan pengembalian jaminan dengan disertai Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan yang menjadi dasar pengembalian jaminan.
(2) Dalam hal jaminan yang diserahkan berupa jaminan tunai, Pemohon harus mengajukan permohonan pengembalian jaminan dalam jangka waktu kurang dari 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak keberatan dikabulkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf a atau dianggap dikabulkan seluruhnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1).
(3) Dalam hal permohonan pengembalian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan lebih dari 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak keberatan dikabulkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf a atau dianggap dikabulkan seluruhnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1), Pemerintah tidak memberikan bunga 2% (dua persen) perbulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
(4) Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai yang mengadministrasikan dan memproses penyelesaian jaminan memberikan Tanda Terima Pengembalian Jaminan atas jaminan yang telah dikembalikan kepada Pemohon.
(5) Tanda Terima Pengembalian Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuat sesuai dengan format dan petunjuk pengisian sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I huruf O yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 40


(1) Dalam hal keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) menjadi dasar pencairan atau klaim jaminan, Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk mencairkan jaminan atau mengajukan klaim Jaminan paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan.
(2) Dalam hal Pemohon menggunakan jaminan tunai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf a, Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk memberikan bukti pelunasan kepada Pemohon atas pencairan jaminan tunai.
(3) Dalam hal Pemohon menggunakan jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b atau huruf c, Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk mengajukan klaim jaminan kepada penerbit jaminan dengan tembusan kepada Pemohon menggunakan Surat Pencairan Jaminan (SPJ).
(4) Dalam hal penerbit jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak memenuhi kewajibannya untuk melunasi tagihan kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda sebagaimana tertuang dalam Surat Pencarian Jaminan (SPJ), Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk menerbitkan surat teguran atau surat peringatan kepada penerbit jaminan dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja terhitung sejak tanggal pengiriman Surat Pencarian Jaminan (SPJ).
(5) Atas kewajiban pelunasan tagihan kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda, apabila setelah lewat waktu 21 (dua puluh satu) hari terhitung sejak tanggal diterbitkannya surat teguran atau surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penerbit jaminan belum memenuhi kewajibannya, Pejabat Bea dan Cukai harus menerbitkan surat paksa kepada penerbit jaminan untuk penagihan piutang cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda.
(6) Surat Pencairan Jaminan (SPJ) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuat sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I huruf P yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerbitan dan pelaksanaan surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan surat paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) mengikuti ketentuan mengenai tata cara penagihan bea masuk dan/atau cukai.


Bagian Ketiga
Konfirmasi Penyelesaian Keberatan
 
Pasal 41


(1) Pemohon dapat mengajukan pertanyaan secara tertulis terkait status penyelesaian keberatan kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor Bea dan Cukai, apabila Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (4) belum diterima dalam jangka waktu 70 (tujuh puluh) hari terhitung sejak tanggal tanda terima berkas permohonan keberatan.
(2) Kepala Kantor Bea dan Cukai meneruskan pertanyaan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur atau Kepala Kantor Wilayah, dalam hal berkas permohonan keberatan diteruskan berdasarkan Pasal 20.
(3) Terhadap pertanyaan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPPBC, Kepala KPUBC, Direktur, atau Kepala Kantor Wilayah atas nama Direktur Jenderal menyampaikan jawaban secara tertulis mengenai status penyelesaian keberatan yang bersangkutan dilengkapi dengan fotokopi Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (4).
(4) Jawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dibuat oleh Direktur atau Kepala Kantor Wilayah, ditembuskan kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai tempat diajukannya keberatan atau Pejabat Bea dan Cukai yang menerbitkan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.


BAB VII
LAIN-LAIN
 
Pasal 42


Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 diadministrasikan dan digunakan sebagai bahan evaluasi oleh unit yang menangani keberatan dan/atau banding.
 

Pasal 43


Hal-hal terkait dengan prosedur:
a. penerimaan permintaan penjelasan dasar penetapan;
b. penerimaan berkas permohonan keberatan, surat pencabutan keberatan, dan surat konfirmasi keputusan keberatan; dan
c. penyelesaian keberatan, pencabutan keberatan, dan konfirmasi keputusan keberatan,
ditetapkan dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
 
Pasal 44


Dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini, terhadap permohonan keberatan yang diajukan sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini, proses penyelesaian terhadap:
1. keberatan di bidang kepabeanan dilakukan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor Per-1/BC/2011 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan di Bidang Kepabeanan;
2. keberatan di bidang cukai dilakukan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-28/BC/2009 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan di Bidang Cukai sebagaimana diubah dengan P-36/BC/2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-28/BC/2009 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan di Bidang Cukai.


BAB IX
PENUTUP
 
Pasal 45


Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku:
1. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor Per-1/BC/2011 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan di Bidang Kepabeanan;
2. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-28/BC/2009 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan di Bidang Cukai;
3. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-36/BC/2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-28/BC/2009 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan di Bidang Cukai; dan
4. Pasal 4 dan Lampiran V Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor 25/BC/2009 tentang Bentuk dan Isi Surat Penetapan, Surat Keputusan, Surat Teguran, dan Surat Paksa,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 46


Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Juni 2017
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

-ttd-

HERU PAMBUDI