Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 205/PMK.04/2015

Kategori : Lainnya

Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk Dalam Rangka Perjanjian Atau Kesepakatan Internasional


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 205/PMK.04/2015
 
TENTANG
 
TATA CARA PENGENAAN TARIF BEA MASUK
DALAM RANGKA PERJANJIAN ATAU KESEPAKATAN INTERNASIONAL
 
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

               
Menimbang :

  1. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 13 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, terhadap barang impor dapat dikenakan bea masuk sesuai tarif bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional;
  2. bahwa berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, telah diberlakukan tarif bea masuk dalam rangka ASEAN Trade In Goods Agreement (ATIGA), ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA), ASEAN-Korea Free Trade Area (AKFTA), Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA), ASEAN-India Free Trade Area (AIFTA), ASEAN-Australia New Zealand Free Trade Area (AANZFTA), dan Indonesia-Pakistan Preferential Trade Agreement (IPPTA);
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk Berdasarkan Perjanjian Atau Kesepakatan Internasional;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564);
  2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
               

MEMUTUSKAN:


Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGENAAN TARIF BEA MASUK DALAM RANGKA PERJANJIAN ATAU KESEPAKATAN INTERNASIONAL.


BAB I
KETENTUAN UMUM
 
Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
  1. Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.
  2. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan.
  3. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
  4. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan.
  5. Tarif Preferensi adalah tarif bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional yang besarnya sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka perjanjian atau kesepakatan internasional.
  6. Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin) adalah ketentuan khusus yang ditetapkan berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional yang diterapkan oleh suatu negara untuk menentukan negara asal barang.
  7. Negara Anggota adalah negara yang menandatangani perjanjian atau kesepakatan internasional dalam rangka perdagangan barang.
  8. Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin) yang selanjutnya disingkat SKA adalah dokumen yang diterbitkan oleh instansi penerbit SKA di Negara Anggota pengekspor yang menyatakan bahwa barang ekspor yang akan memasuki daerah pabean Indonesia telah memenuhi Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin).
  9. Instansi Penerbit SKA adalah instansi pemerintah atau institusi yang ditunjuk pemerintah, yang diberi kewenangan untuk menerbitkan SKA atas barang yang akan diekspor.
  10. Penerbitan Invoice Dari Negara/Pihak Ketiga (Third Country Invoicing/Third Party Invoicing) yang selanjutnya disebut Third Country Invoicing/Third Party Invoicing adalah penerbitan invoice oleh perusahaan lain yang berlokasi di negara ketiga (baik Negara Anggota atau bukan Negara Anggota) atau yang berlokasi di negara yang sama dengan negara tempat diterbitkannya SKA.
  11. Back-To-Back Certificate of Origin atau Movement Certificate adalah SKA yang diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor kedua berdasarkan SKA yang diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor pertama.
  12. Tanggal Eksportasi atau Tanggal Pengapalan adalah tanggal Bill of Lading untuk moda pengangkutan laut, tanggal Air Way Bill untuk moda pengangkutan udara, atau tanggal dokumen pengangkutan darat untuk moda pengangkutan darat.
  13. Retroactive Check adalah penelitian mengenai keabsahan dan kebenaran isi dari SKA yang dilakukan oleh Instansi Penerbit SKA.
  14. Verification Visit adalah kegiatan verifikasi yang dilakukan oleh instansi penerima SKA (Receiving Authority), di negara penerbit SKA untuk memastikan keabsahan dan kebenaran isi dari SKA dalam hal hasil Retroactive Check diragukan.
  15. Harmonized Commodity Description and Coding System yang selanjutnya disebut Harmonized System (HS) adalah standar internasional atas sistem penamaan dan penomoran yang digunakan untuk pengklasifikasian produk perdagangan dan turunannya yang dikelola oleh World Customs Organization (WCO).
     

Pasal 2


(1) Atas barang impor dapat dikenakan Tarif Preferensi yang besarnya dapat berbeda dari tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favored Nation/MFN).
(2) Pengenaan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Tarif Preferensi berlaku terhadap impor untuk dipakai yang menggunakan pemberitahuan pabean impor berupa Pemberitahuan Impor Barang; atau
  2. Tarif Preferensi dapat berlaku terhadap impor untuk dipakai yang menggunakan pemberitahuan pabean impor berupa Pemberitahuan Impor Barang dari Tempat Penimbunan Berikat yang menerapkan Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer (IT Inventory) sesuai peraturan perundang-undangan mengenai Tempat Penimbunan Berikat.
(3) Pengenaan Tarif Preferensi untuk importasi barang yang berasal dari kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas.


BAB II
KETENTUAN ASAL BARANG (RULES OF ORIGIN)
 
Pasal 3


(1) Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, barang yang diimpor harus memenuhi Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin).
(2) Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. kriteria asal barang;
  2. kriteria pengiriman langsung; dan
  3. ketentuan prosedural.
(3) Dalam hal barang impor tidak memenuhi Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin) sebagaimana dimaksud pada ayat (2), atas barang impor dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favored Nation/MFN).
(4) Penjelasan lebih lanjut mengenai Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dalam rangka:
  1. ATIGA adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I;
  2. ACFTA adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II;
  3. AKFTA adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran III;
  4. IJEPA adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV;
  5. AIFTA adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran V;
  6. AANZFTA adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI;
  7. IPPTA adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII,
    1. yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Bagian Pertama
Kriteria Asal Barang
 
Pasal 4


(1) Kriteria asal barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a meliputi:
  1. barang yang seluruhnya diperoleh atau diproduksi di satu Negara Anggota (Wholly Obtained atau Wholly Produced);
  2. barang yang diproduksi di Negara Anggota dengan hanya menggunakan bahan originating dari satu atau lebih Negara Anggota;
  3. barang yang proses produksinya menggunakan Bahan non originating dengan hasil akhir memiliki:
    1. kandungan regional atau bilateral yang mencapai sejumlah nilai tertentu yang dinyatakan dalam persentase; atau
    2. kandungan Bahan non originating yang tidak melebihi nilai tertentu yang dinyatakan dalam persentase;
  4. barang yang proses produksinya menggunakan bahan non originating dan seluruh bahan non originating tersebut harus mengalami perubahan klasifikasi (Change in Tariff Classification/CTC) yang meliputi:
    1. Change in Chapter (CC), yaitu perubahan pada bab (2 (dua) digit pertama pada HS);
    2. Change in Tariff Heading (CTH), yaitu perubahan pada pos (4 (empat) digit pertama pada HS); atau
    3. Change in Tariff Sub Heading (CTSH), yaitu perubahan pada subpos (6 (enam) digit pertama pada HS); dan/atau
  5. barang yang proses produksinya menggunakan bahan non originating dan bahan non originating tersebut mengalami perubahan melalui proses tertentu (specific process) sesuai masing-masing perjanjian atau kesepakatan internasional.
(2) Bahan atau barang originating merupakan bahan atau barang yang memenuhi Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin) sesuai masing-masing perjanjian atau kesepakatan internasional yang disepakati.
(3) Bahan atau barang non originating merupakan bahan atau barang yang tidak memenuhi Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin) sesuai masing-masing perjanjian atau kesepakatan internasional yang disepakati.


Bagian Kedua
Kriteria Pengiriman Langsung
 
Pasal 5


Kriteria pengiriman langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b meliputi:
  1. barang impor dikirim langsung dari Negara Anggota yang menerbitkan SKA ke dalam daerah pabean; atau
  2. barang impor dikirim dari Negara Anggota yang menerbitkan SKA melalui negara lain (transit atau transhipment) dengan ketentuan:
    1. barang impor tersebut tidak terjadi proses pengolahan di negara transit selama melakukan transit/transhipment, kecuali proses bongkar muat, penyimpanan, atau proses lain yang ditujukan untuk menjaga kualitas dan/atau keamanan barang;
    2. barang impor tersebut tidak ada proses jual beli atau kegiatan komersial di negara transit; dan
    3. transit/transhipment dilakukan semata-mata karena pertimbangan geografis, ekonomis, dan keperluan logistik.
          

Bagian Ketiga
Ketentuan Prosedural
 
Pasal 6


(1) Ketentuan prosedural sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf c yang berkaitan dengan penerbitan SKA, harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
  1. diterbitkan dalam Bahasa Inggris dengan bentuk, jumlah lembar dan format tertentu termasuk halaman depan dan halaman sebalik SKA (overleaf notes);
  2. memuat nomor referensi, tanda tangan pejabat yang berwenang, dan stempel resmi dari Instansi Penerbit SKA negara pengekspor;
  3. ditandatangani oleh eksportir;
  4. diterbitkan dengan batasan waktu tertentu;
  5. dicantumkan kriteria asal barang untuk tiap-tiap jenis barang dalam hal SKA mencantumkan lebih dari 1 (satu) jenis barang;
  6. kolom-kolom pada SKA diisi sesuai ketentuan pengisian pada halaman sebaliknya SKA (overleaf notes);
  7. SKA yang tidak diterbitkan pada saat atau segera setelah Tanggal Eksportasi atau Tanggal Pengapalan dicantumkan tanda/tulisan/cap "ISSUED RETROACTIVELY" atau "ISSUED RETROSPECTIVELY"; dan
  8. SKA berlaku selama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal penerbitan.
(2) Dalam hal SKA yang diterbitkan hilang atau rusak sebelum diserahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai untuk penyelesaian impor, Instansi Penerbit SKA dapat menerbitkan SKA pengganti dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
  2. diberi tanda/tulisan/cap "CERTIFIED TRUE COPY" dalam kotak yang telah disediakan pada lembar SKA;
  3. tanggal penerbitan SKA pengganti harus sesuai dengan tanggal penerbitan SKA yang hilang atau rusak; dan
  4. diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal penerbitan SKA yang hilang atau rusak.
(3) Dalam hal terdapat kesalahan pengisian SKA, koreksi atas pengisian dilakukan sebelum pengajuan pemberitahuan pabean impor, dengan cara:
  1. menerbitkan SKA baru; atau
  2. melakukan perbaikan, dengan ketentuan sebagai berikut:
    1. mencoret (striking out) data yang salah;
    2. menambahkan data yang benar; dan
    3. memberikan tanda/stempel koreksi dan menandasahkan dengan membubuhkan tanda tangan/paraf pejabat.


Pasal 7


Instansi Penerbit SKA di negara transit yang merupakan Negara Anggota dapat menerbitkan SKA Back-To-Back atau Movement Certificate dengan ketentuan:
  1. SKA Back-To-back atau Movement Certificate dibuat berdasarkan SKA yang diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor pertama;
  2. masa berakhir SKA Back To Back atau Movement Certificate sebagaimana dimaksud pada huruf a sama dengan masa berakhir SKA yang diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor pertama;
  3. barang yang akan diekspor dengan menggunakan SKA Back To Back atau Movement Certificate, tidak melewati proses pengolahan lebih lanjut di negara pengekspor kedua, kecuali:
    1. untuk pengemasan kembali atau kegiatan-kegiatan logistik seperti pembongkaran, pemuatan kembali, penyimpanan; dan/atau
    2. kegiatan operasional lainnya yang diperlukan untuk menjaga kualitas produk ataupun untuk keperluan pengangkutan ke negara pengimpor;
  4. total jumlah barang yang tercantum pada SKA Back-to-Back atau Movement Certificate tidak boleh melebihi jumlah barang yang tercantum pada SKA pertama; dan
  5. nama eksportir yang tercantum pada SKA Back-to-Back atau Movement Certificate harus sama dengan nama importir yang tercantum pada SKA pertama.
 

Pasal 8


(1) Terhadap SKA yang diterbitkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 menggunakan Third Party Invoice/Third Country Invoice, dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. penggunaan Third Party Invoice/Third Country Invoice harus dicantumkan dalam SKA;
  2. nama perusahaan dan negara pihak ketiga harus dicantumkan dalam SKA; dan
  3. nomor invoice pihak ketiga dicantumkan dalam SKA.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak berlaku dalam hal perjanjian atau kesepakatan internasional tidak mewajibkan pencantuman nomor invoice pihak ketiga dalam SKA.
(3) Dalam hal invoice dari pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c belum diterbitkan, pada SKA dapat dicantumkan nomor invoice negara asal barang


Pasal 9


(1) Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), pada saat penyerahan Pemberitahuan Impor Barang atau Pemberitahuan Impor Barang untuk Ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat, importir harus melampirkan:
  1. lembar asli dari SKA atas barang yang diimpornya;
  2. lembar asli SKA Back to back atau Movement Certificate;
  3. lembar asli Issued Retroactively atau Issued Retrospectively SKA, dalam hal SKA diterbitkan lebih dari jangka waktu tertentu setelah Tanggal Eksportasi atau Tanggal Pengapalan;
  4. lembar asli Certified True Copy SKA, dalam hal SKA asli rusak atau hilang; atau
  5. lembar asli SKA sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, atau huruf d yang telah dikoreksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (3).
(2) SKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus masih berlaku pada saat Pemberitahuan Impor Barang atau Pemberitahuan Impor Barang dari Tempat Penimbunan Berikat mendapat nomor pendaftaran di Kantor Pabean.
(3) Importir harus mencantumkan nomor referensi dan tanggal SKA, serta kode Tarif Preferensi pada Pemberitahuan Impor Barang, atau Pemberitahuan Impor Barang untuk Ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat dan Pemberitahuan Impor Barang dari Tempat Penimbunan Berikat.
(4) Importir yang pada saat penyerahan Pemberitahuan Impor Barang atau Pemberitahuan Impor Barang untuk Ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat:
  1. tidak memiliki SKA; atau
  2. memiliki SKA namun tidak menyampaikannya,
    1. dianggap tidak menggunakan Tarif Preferensi dalam importasinya.
(5) Dalam hal informasi pada SKA Back to back atau Movement Certificate diragukan atau tidak lengkap, untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi, Importir wajib menyerahkan lembar copy SKA dari negara pengekspor pertama jika Pejabat Bea dan Cukai memintanya.


Pasal 10


(1) Untuk memenuhi ketentuan mengenai kriteria pengiriman langsung melalui negara lain (transit atau transhipment) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b, importir harus menyerahkan dokumen-dokumen yang membuktikan bahwa barang yang diimpor telah memenuhi kriteria pengiriman langsung kepada Pejabat Bea dan Cukai.
(2) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilengkapi dengan dokumen dari instansi kepabeanan negara transit yang menyatakan bahwa barang tersebut tidak mengalami proses apapun kecuali proses bongkar dan muat, penyimpanan, atau proses lainnya yang ditujukan untuk menjaga kualitas dan/atau keamanan barang.

    

Bagian Keempat
Penelitian oleh Pejabat Bea dan Cukai
 
Pasal 11


(1) Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk melakukan penelitian terhadap Surat Keterangan Asal untuk memperoleh Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 atas barang yang diimpor.
(2) Dalam rangka pengenaan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian SKA dan Pemberitahuan Pabean Impor meliputi Pemberitahuan Impor Barang atau Pemberitahuan Impor Barang untuk Ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat dan Pemberitahuan Impor Barang dari Tempat Penimbunan Berikat.
(3) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
  1. pemenuhan kriteria asal barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4;
  2. pemenuhan kriteria pengiriman langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 10;
  3. pemenuhan ketentuan prosedural sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9;
  4. pencantuman kode Tarif Preferensi, nomor referensi dan tanggal SKA pada pemberitahuan pabean impor sebagaimana dimaksud ayat (2);
  5. jenis dan jumlah barang yang mendapatkan Tarif Preferensi;
  6. besaran tarif bea masuk yang diberitahukan berdasarkan Tarif Preferensi; dan
  7. kesesuaian antara data pada pemberitahuan pabean impor dan dokumen pelengkap pabean lainnya dengan data pada SKA.
(4) Dalam hal hasil penelitian menunjukkan:
  1. jumlah barang yang tercantum dalam pemberitahuan pabean impor lebih besar dari jumlah barang yang tercantum dalam SKA, atas kelebihan tersebut dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favored Nation/MFN);
  2. jenis barang yang tercantum dalam pemberitahuan pabean impor berbeda dengan jenis barang yang tercantum dalam SKA, atas jenis barang yang berbeda tersebut dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favored Nation/MFN); atau
  3. klasifikasi barang yang tercantum dalam SKA berbeda dengan penetapan klasifikasi oleh Pejabat Bea dan Cukai, berlaku ketentuan sebagai berikut:
    1. dasar pengenaan tarif preferensi dan penelitian kriteria asal barang adalah penetapan Pejabat Bea dan Cukai tersebut; dan
    2. Tarif Preferensi tetap dapat di berikan sepanjang klasifikasi barang yang ditetapkan oleh Pejabat Bea dan Cukai terdapat pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka perjanjian atau kesepakatan internasional.
(5) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan berdasarkan usulan atau informasi dari institusi pembina sektor terkait.


Pasal 12

 
SKA diragukan keabsahan dan kebenaran isinya dalam hal:
  1. tanda tangan pejabat yang berwenang menandatangani SKA dan/atau stempel tidak sama atau tidak tercantum dalam contoh spesimen tanda tangan dan/atau stempel;
  2. format, bentuk, dan pengisian SKA tidak sesuai dengan ketentuan penerbitan SKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6; dan/atau
    1. pemenuhan Ketentuan Asal Barang lainnya diragukan.


Pasal 13


Dalam hal hasil penelitian SKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 diragukan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. Kepala Kantor Pabean meminta Retroactive Check kepada Instansi Penerbit SKA; dan
  2. Pejabat Bea dan Cukai mengenakan tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favored Nation/MFN).
 

Pasal 14


(1) Permintaan Retroactive Check sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dilampiri dengan copy SKA yang akan dimintakan Retroactive Check dengan menyebutkan alasan permintaan Retroactive Check, disertai dengan permintaan penjelasan keabsahan dan kebenaran isi SKA, dan/atau permintaan bukti-bukti terkait.
(2) Kepala Kantor Pabean dapat meminta Retroactive Check secara acak (random), sesuai masing-masing perjanjian atau kesepakatan internasional yang disepakati.
   

Pasal 15


(1) Dalam hal dilakukan penelitian ulang atau audit kepabeanan, Kepala Kantor Wilayah atau unit di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melakukan penelitian ulang atau audit kepabeanan, dapat mengajukan permintaan Retroactive Check kepada Instansi Penerbit SKA apabila terdapat keraguan tentang keabsahan dan kebenaran isi SKA.
(2) Pengenaan Tarif Preferensi atau tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favored Nation/MFN) ditetapkan setelah diterimanya jawaban atas permintaan Retroactive Check sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal jawaban atas permintaan Retroactive Check sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. tidak diterima sampai dengan batas waktu yang telah ditetapkan sesuai masing-masing perjanjian atau kesepakatan internasional yang disepakati; atau
b. tidak mencukupi untuk membuktikan pemenuhan Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin),
dilakukan penagihan atas selisih kekurangan pembayaran bea masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) berdasarkan tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favored Nation/MFN).

    

Pasal 16


(1) Dalam hal jawaban atas permintaan Retroactive Check diragukan kebenarannya atau tidak mencukupi untuk membuktikan pemenuhan Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin), Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk dapat melakukan Verification Visit sesuai masing-masing perjanjian atau kesepakatan internasional yang disepakati.
(2) Dalam hal diperlukan Verification Visit, Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk menyampaikan permintaan secara tertulis kepada Instansi Penerbit SKA, atau badan yang berwenang, dan pihak lain yang terkait dengan mencantumkan informasi yang dimintakan.
(3) Dalam hal hasil Verification Visit menunjukkan bahwa barang yang diimpor tidak memenuhi Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin) atau tidak mencukupi untuk membuktikan pemenuhan Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin), Pejabat Bea dan Cukai melakukan tindak lanjut sesuai peraturan perundang-undangan.
(4) Pelaksanaan Verification Visit dapat melibatkan institusi terkait.
(5) Pihak yang terlibat dalam Verification Visit harus menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dalam proses verifikasi.

     

Pasal 17


Dalam hal SKA terdiri dari beberapa jenis barang, penolakan terhadap salah satu jenis barang tidak membatalkan pengenaan Tarif Preferensi atas jenis barang lain yang memenuhi Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin).
 

Pasal 18


(1) SKA tetap dianggap sah dalam hal terdapat perbedaan yang bersifat minor (minor discrepancies).
(2) Perbedaan yang bersifat minor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut dapat meliputi:
  1. kesalahan pengetikan atau ejaan pada SKA sepanjang dapat diketahui kebenarannya melalui dokumen pelengkap pabean (invoice, BL/AWB, Packing List dan dokumen pelengkap pabean lainnya);
  2. perbedaan ukuran dan tipe huruf pada SKA;
  3. perbedaan penggunaan centang atau silang pada kotak dalam SKA, serta perbedaan ukuran centang atau silang tersebut;
  4. perbedaan kecil antara tanda tangan pada SKA dengan spesimen;
  5. perbedaan kecil pada ukuran kertas yang digunakan;
  6. perbedaan kecil pada warna tinta yang digunakan dalam pengisian SKA; dan/atau
  7. perbedaan kecil uraian barang antara SKA dengan dokumen pelengkap pabean lainnya sepanjang barangnya adalah sama.


Pasal 19


(1) Barang impor yang berasal dari Negara Anggota dengan nilai Free on Board (FOB) tidak melebihi US$200.00 (dua ratus dolar Amerika) dapat dikenakan Tarif Preferensi tanpa harus melampirkan SKA.
(2) Pengenaan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan sepanjang importasi tersebut bukan merupakan bagian dari satu atau lebih importasi lainnya yang bertujuan untuk menghindari kewajiban penyerahan SKA.
(3) Pengenaan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan terhadap barang impor yang menggunakan dokumen Pemberitahuan Impor Barang.


BAB III
KETENTUAN PENUTUP
 
Pasal 20


Ketentuan lebih lanjut mengenai:
(1) tata laksana penelitian untuk pengenaan Tarif Preferensi atas impor barang untuk dipakai yang menggunakan pemberitahuan pabean impor berupa Pemberitahuan Impor barang dari Tempat Penimbunan Berikat; dan
(2) tata laksana Verification Visit Dalam Rangka Perjanjian Atau Kesepakatan Internasional,
diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.
    
 

Pasal 21


Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
          
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
 



Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 16 November 2015
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BAMBANG P. S. BRODJONEGORO

 

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 17 November 2015
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA
 


BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 1729