Undang-Undang Nomor : 7 Tahun 1994

Kategori : Lainnya

Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia)


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 1994
 
TENTANG
 
PENGESAHAN AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE
ORGANIZATION (PERSETUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI
PERDAGANGAN DUNIA)
 
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang :


  1. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiel dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1994 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib, dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, adil, bersahabat, tertib dan damai;
  2. bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional, khususnya di bidang ekonomi, diperlukan upaya-upaya untuk antara lain terus meningkatkan, memperluas, memantapkan dan mengamankan pasar bagi segala produk baik barang maupun jasa, termasuk aspek investasi dan hak atas kekayaan intelektual yang berkaitan dengan perdagangan, serta meningkatkan kemampuan daya saing terutama dalam perdagangan internasional;
  3. bahwa seiring dengan cita-cita sebagaimana disebutkan huruf a dan b di atas, Indonesia selalu berusaha menegakkan prinsip-prinsip pokok yang dikandung dalam General Agreement on Tariff and Trade/GATT 1947 (Persetujuan Umum mengenai Tarif dan Perdagangan Tahun 1947), berikut persetujuan susulan yang telah dihasilkan sebelum perundingan Putaran Uruguay;
  4. bahwa dari rangkaian perundingan Putaran Uruguay yang dimulai sejak Tahun 1986, telah dihasilkan Agreement Establishing The World Trade organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang selanjutnya akan mengadministrasikan, mengawasi dan memberikan kepastian bagi pelaksanaan seluruh persetujuan General Agreement on Tariff and Trade/GATT serta hasil perundingan Putaran Uruguay;
  5. bahwa dalam Pertemuan Tingkat Menteri peserta Putaran Uruguay pada tanggal 15 April 1994 di Marrakesh, Maroko, Pemerintah Indonesia telah ikut serta menandatangani Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) beserta seluruh persetujuan yang dijadikan Lampiran 1, 2 dan 3 sebagai bagian Persetujuan tersebut;
  6. bahwa sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan di atas, dipandang perlu mengesahkan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) dengan Undang-Undang;

Mengingat :

Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;



Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA


 

MEMUTUSKAN:


Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PERSETUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA).
   

 

Pasal 1


Mengesahkan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) beserta Lampiran 1, 2 dan 3 Persetujuan tersebut, yang salinan naskah aslinya dalam bahasa Inggris serta terjemahannya dalam bahasa Indonesia dilampirkan, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
  

 

Pasal 2


Undang-Undang ini mulai berlaku pada saat berlakunya secara efektif Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.




Disahkan di Jakarta
pada tanggal 2 Nopember 1994
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd

SOEHARTO

 

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 Nopember 1994
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

ttd

MOERDIONO
 


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1994 NOMOR 57





 

PENJELASAN

ATAS
 
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 1994
 
TENTANG
 
PENGESAHAN AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD
TRADE ORGANIZATION
(PERSETUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA)
 

UMUM
 
I. LATAR BELAKANG

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1993 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara antara lain menegaskan prinsip politik luar negeri yang bebas aktif yang makin mampu menunjang kepentingan nasional dan diarahkan untuk turut mewujudkan tatanan dunia baru berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, serta ditujukan untuk lebih meningkatkan kerja sama internasional, dengan lebih memantapkan dan meningkatkan peranan Gerakan Non-Blok. Garis-Garis Besar Haluan Negara juga menggariskan bahwa perkembangan dunia yang mengandung peluang yang menunjang dan mempercepat pelaksanaan pembangunan nasional perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya dengan mendorong ekspor, khususnya komoditi non-migas, peningkatan daya saing dan penerobosan serta perluasan pasar luar negeri.
 
Bertolak dari prinsip-prinsip tersebut, adalah semestinya apabila segala perkembangan, perubahan dan kecenderungan global lainnya yang diperkirakan akan dapat mempengaruhi stabilitas nasional serta pencapaian tujuan nasional, perlu diikuti dengan seksama sehingga secara dini dapat diambil langkah-langkah yang tepat dan cepat dalam mengatasinya.
 
Dengan sikap seperti itu, kebijakan pembangunan nasional yang bertumpu pada pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional, dapat tetap dipelihara. Dalam rangka menghadapi perkembangan dan perubahan, serta memanfaatkan peluang yang ada tersebut, Indonesia terus berusaha ikut serta dalam upaya meningkatkan kerja sama antar negara, terutama untuk mempercepat terwujudnya sistem perdagangan internasional yang terbuka, adil, dan tertib serta bebas dari hambatan serta pembatasan yang selama ini dinilai tidak menguntungkan perkembangan perdagangan internasional tersebut.
 
Dalam skala nasional, masalah yang timbul di bidang ekonomi tidak sederhana. Perubahan orientasi perekonomian nasional ke arah pasar ekspor, membawa berbagai konsekuensi termasuk di dalamnya kebutuhan peningkatan kegiatan perdagangan luar negeri, khususnya di bidang produk non-migas. Tidak kalah pentingnya adalah kebutuhan untuk makin memantapkan berbagai sarana dan prasarana penunjang ekspor, serta keterkaitan yang saling menguntungkan antara produsen dan konsumen. Sementara itu, kebijaksanaan peningkatan ekspor non-migas yang diarahkan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional pada dasarnya juga menghadapi berbagai hambatan dan tantangan yang memerlukan perhatian secara menyeluruh. Hambatan dan tantangan tersebut dapat berupa ketidakpastian pasar maupun persaingan antar negara yang semakin meningkat tajam. Secara umum, ketidakpastian perkembangan ekonomi dunia juga dilatarbelakangi oleh perubahan-perubahan yang terus terjadi secara cepat, baik dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, maupun pertahanan keamanan.
 
Dalam kerangka hubungan ekonomi dan perdagangan internasional, keberhasilan Indonesia meningkatkan ekspor dan pembangunan nasional juga akan tergantung pada perkembangan tatanan ekonomi dunia serta kemantapan sistem perdagangan internasional di samping kemampuan penyesuaian ekonomi nasional terhadap perkembangan yang ada. Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi perekonomian dunia, adalah tatanan atau sistem yang merupakan dasar dalam hubungan perdagangan antar negara. Tatanan dimaksud adalah General Agreement on Tariffs and Trade/GATT (Persetujuan Umum mengenai Tarif dan Perdagangan). Persetujuan tersebut terwujud dalam tahun 1947, dan Indonesia telah ikut serta dalam persetujuan tersebut sejak tanggal 24 Pebruari 1950.
 
Manfaat dari keikutsertaan Indonesia dalam persetujuan tersebut pada dasarnya bukan saja memungkinkan terbukanya peluang pasar internasional yang lebih luas, tetapi juga menyediakan kerangka perlindungan multilateral yang lebih baik bagi kepentingan nasional dalam perdagangan internasional, khususnya dalam menghadapi mitra dagang. Untuk itu konsekuensi yang antara lain perlu ditindak lanjuti adalah kebutuhan untuk menyempurnakan atau mempersiapkan peraturan perundangan yang diperlukan. Tidak kurang pentingnya adalah penyiapan, penumbuhan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia, khususnya pemahaman di kalangan pelaku ekonomi dan aparatur penyelenggara, terhadap keseluruhan persetujuan serta berbagai hambatan dan tantangan yang melingkupinya.
   
II. PERSETUJUAN UMUM MENGENAI TARIF DAN PERDAGANGAN

General Agreement on Tariffs and Trade/GATT (Persetujuan Umum mengenai Tarif dan Perdagangan) merupakan perjanjian perdagangan multilateral dengan tujuan menciptakan perdagangan bebas, adil, dan membantu menciptakan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan guna mewujudkan kesejahteraan umat manusia.
 
Hingga saat ini Persetujuan tersebut telah diikuti oleh lebih dari 125 negara.
 
Dari segi tujuan, GATT dimaksudkan sebagai upaya untuk memperjuangkan terciptanya perdagangan bebas, adil dan menstabilkan sistem perdagangan internasional, dan memperjuangkan penurunan tarif bea masuk serta meniadakan hambatan-hambatan perdagangan lainnya.
 
Sebagai tatanan multilateral yang memuat prinsip-prinsip perdagangan internasional, GATT menetapkan kaidah bahwa hubungan perdagangan antar negara dilakukan tanpa diskriminasi (non discrimination). Hal ini berarti, suatu negara yang tergabung dalam GATT tidak diperkenankan untuk memberikan perlakuan khusus bagi negara tertentu. Setiap negara harus memberikan perlakuan yang sama dan timbal balik dalam hubungan perdagangan internasional. GATT berfungsi sebagai forum konsultasi negara-negara anggota dalam membahas dan menyelesaikan masalah-masalah yang timbul di bidang perdagangan internasional, GATT juga berfungsi sebagai forum penyelesaian sengketa di bidang perdagangan antara negara-negara peserta.
 
GATT juga merupakan forum untuk mengajukan keberatan dari suatu negara yang merasa dirugikan atau mendapat perlakuan yang tidak adil dari negara peserta yang lain di bidang perdagangan. Prinsipnya, masalah-masalah yang timbul diselesaikan secara bilateral antara negara-negara yang terlibat dalam persengketaan dagang melalui konsultasi dan konsiliasi, serta hasilnya dibertahukan kepada GATT.
 
Untuk mewujudkan jaminan agar perdagangan antar negara dapat berjalan baik, GATT mengatur ketentuan mengenai pengikatan tarif bea masuk (tariff binding) yang diberlakukan negara-negara peserta. Di samping itu, GATT juga menetapkan ketentuan-ketentuan untuk mendorong kegiatan perdagangan berdasarkan prinsip persaingan yang jujur, dan menolak beberapa praktek seperti dumping dan pemberian subsidi terhadap produk ekspor.
 
Prinsip-prinsip yang tertuang dalam GATT tidak melarang tindakan proteksi terhadap industri domestik, tetapi proteksi demikian hanya boleh dilakukan melalui proteksi tarif dan bukan melalui tindakan seperti larangan impor atau kuota impor.
 
GATT melarang pembatasan perdagangan yang bersifat kuantitatif, seperti misalnya penerapan kuota impor maupun ekspor.
 
Meskipun demikian, pengecualian atas larangan tersebut dimungkinkan sepanjang pembatasan tersebut merupakan tindakan pengamanan guna mengatasi antara lain kesulitan neraca pembayaran. Dalam pelaksanaannya, pembatasan tersebut hanya dapat berlangsung dalam waktu yang terbatas, dan secara progresif harus dikurangi atau dihapuskan setelah teratasinya kesulitan dalam neraca pembayaran.
 
GATT memungkinkan negara-negara peserta untuk memperoleh pengecualian dari suatu kewajiban tertentu apabila negara yang bersangkutan mengalami permasalahan dalam bidang ekonomi dan perdagangan. Untuk melindungi industri yang masih dalam tahap pertumbuhan, GATT mengijinkan suatu negara untuk melarang impor atau tidak memberlakukan konsesi tarif yang diberikannya dalam kerangka GATT untuk selama jangka waktu tertentu. Tindakan tersebut dapat dilakukan apabila negara yang bersangkutan tidak mempunyai pilihan lain dalam menghadapi lonjakan produk impor sehingga mengakibatkan kesulitan terhadap industri dalam negeri.
 
Pengelompokan sejumlah negara dalam kerja sama regional guna menghapuskan hambatan perdagangan di antara mereka juga diperbolehkan, sepanjang masih sesuai dengan ketentuan GATT. Ketentuan GATT menyebutkan bahwa keberadaan kelompok regional diperbolehkan untuk meningkatkan perdagangan di antara negara-negara dalam kelompok tersebut, sejauh hal itu tidak menimbulkan hambatan perdagangan bagi negara-negara di luar kelompok regional tersebut.
 
Dengan menyadari adanya perbedaan tingkat sosial ekonomi negara-negara peserta GATT yang tidak memungkinkan terlaksananya berbagai ketentuan dan disiplin yang telah diatur, GATT mengakui perlunya perlakuan khusus dan berbeda bagi negara-negara berkembang. Ketentuan GATT yang mengatur perlakuan khusus ini mengakui adanya negara berkembang yang memperoleh kondisi lebih menguntungkan dalam upaya mereka memasuki pasar dunia bagi produk-produknya. Negara-negara maju tidak boleh menerapkan hambatan terhadap ekspor komoditi primer dan produk lain yang merupakan kepentingan khusus negara-negara berkembang, dan khususnya negara-negara yang paling terbelakang. Negara-negara maju juga tidak boleh mengharapkan tindakan timbal balik dari negara-negara berkembang untuk mengurangi atau menghapuskan hambatan yang berupa tarif atau non-tarif.
 
Selain itu ditegaskan pula prinsip mengenai perlakuan yang berbeda dan lebih menguntungkan, timbal balik serta keikutsertaan penuh negara berkembang, yang selanjutnya menjadi dasar bagi pemberian perlakuan khusus melalui Sistem Preferensi Umum (Generalized System of Preferences/GSP) oleh negara maju kepada negara berkembang, serta diperbolehkannya perlakuan perdagangan yang khusus bagi negara-negara berkembang yang paling terkebelakang.
   
III. PUTARAN PERUNDINGAN PERDAGANGAN MULTILATERAL

Dalam kerangka GATT, perundingan-perundingan multilateral di bidang perdagangan dilakukan melalui putaran-putaran perundingan (round).
 
Setelah tujuh tahun perundingan, pada tanggal 15 Desember 1993 GATT berhasil menyelesaikan putaran perundingan perdagangan multilateral Putaran Uruguay. Dalam sejarah GATT putaran perundingan tersebut merupakan yang kedelapan.
 
Putaran-putaran perundingan multilateral yang berlangsung sebelum Putaran Uruguay berturut-turut adalah, Geneva Round (1947), Annecy Round (1949), Torguay Round (1950-1951), Geneva Round (1956), Dillon Round (1960-1961), Kennedy Round (1964-1967), dan Tokyo Round (1973-1979).
 
Masalah yang dirundingkan sejak Geneva Round hingga Dillon Round pada dasarnya hanya menekankan pada upaya penurunan atau penghapusan hambatan tarif perdagangan. Pada Kennedy Round, cakupan pembahasan tidak hanya menyangkut upaya penurunan atau penghapusan tarif, tetapi juga penyusunan peraturan mengenai anti dumping.
 
Selanjutnya pada perundingan Tokyo Round, selain dirundingkan masalah pengurangan atau pembebasan hambatan tarif dan non-tarif yang meliputi Subsidi dan Tindakan Pengimbang, Hambatan Teknis Perdagangan, Tata Cara Perijinan Impor, Pengadaan Barang dan Jasa oleh Pemerintah, dan Penilaian Pabean, juga dibahas dan disepakati sejumlah kerangka persetujuan di bidang pertanian yang meliputi Pengaturan mengenai Daging Sapi dan Kerbau dan Pengaturan Internasional mengenai Produk-produk Susu serta Perdagangan Pesawat Terbang Sipil.
 
Dibandingkan dengan putaran-putaran perundingan sebelumnya yang hanya membahas masalah hambatan perdagangan yang berupa tarif dan non-tarif, Putaran Uruguay membahas permasalahan dengan jangkauan yang lebih luas dan kompleks. Selain mencakup perdagangan barang, Persetujuan Putaran Uruguay juga mencakup perdagangan jasa, aspek-aspek dagang dari Hak Atas Kekayaan Intelektual, dan kebijakan investasi yang berkaitan dengan perdagangan.
   
IV. PERUNDINGAN PUTARAN URUGUAY

A. DEKLARASI PUNTA DEL ESTE

Pada tahun 1986, timbul pemikiran untuk meluncurkan putaran perundingan baru mengingat komitmen yang telah disepakati dalam putaran-putaran sebelumnya tidak sepenuhnya dilaksanakan. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh keadaan perekonomian dunia yang sangat buruk pada waktu itu, sehingga tidak memungkinkan pelaksanaan komitmen tersebut secara konsisten. Dengan latar belakang tersebut, pada tanggal 20 September 1986, diadakan Pertemuan Tingkat Menteri di Punta del Este, Uruguay, yang menghasilkan Deklarasi untuk meluncurkan putaran perundingan perdagangan multilateral yang selanjutnya dinamakan Putaran Uruguay.
   
B. TUJUAN PUTARAN URUGUAY
 
Secara umum, tujuan Putaran Uruguay adalah untuk menciptakan sistem perdagangan internasional yang lebih bebas dan adil dengan tetap memperhatikan kepentingan negara-negara berkembang pada khususnya.
 
Tujuan tersebut di atas dijabarkan lebih lanjut sebagai berikut:
  1. Akses pasar (access to market) bagi produk-produk ekspor melalui upaya penurunan dan penghapusan tarif bea masuk, pembatasan kuantitatif maupun hambatan-hambatan perdagangan non-tarif lainnya;
  2. memperluas cakupan produk perdagangan internasional, termasuk perdagangan di bidang jasa, pengaturan mengenai aspek-aspek dagang dari Hak Atas Kekayaan Intelektual, dan kebijakan investasi yang berkaitan dengan perdagangan;
  3. peningkatan peranan GATT dalam mengawasi pelaksanaan komitmen yang telah dicapai, dan memperbaiki sistem perdagangan multilateral berdasarkan prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam GATT;
  4. peningkatan sistem GATT supaya lebih tanggap terhadap perkembangan situasi perekonomian, serta mempererat hubungan GATT dengan organisasi-organisasi internasional yang terkait khususnya dengan prospek perdagangan produk-produk berteknologi tinggi;
  5. pengembangan bentuk kerja sama pada tingkat nasional maupun internasional dalam rangka memadukan kebijakan perdagangan dan kebijakan ekonomi lain yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan perekonomian, melalui usaha memperbaiki sistem moneter internasional.
   
C. HAL-HAL YANG DIRUNDINGKAN

Selama Putaran Uruguay berlangsung, terdapat 15 hal yang menjadi topik dalam agenda perundingan, yaitu:

1. Tariffs (Tarif)

Perundingan di bidang ini bertujuan untuk menghapuskan atau menurunkan tingkat tarif termasuk pengurangan tarif tinggi dan tarif eskalasi, dengan penekanan pada perluasan cakupan konsesi tarif di antara negara peserta perundingan;
   
2. Non-Tariff Measures (Tindakan Non-Tarif)

Perundingan di bidang ini bertujuan untuk mengurangi atau menghapus berbagai hambatan perdagangan yang bersifat non-tarif, dengan tetap memperhatikan komitmen untuk mengurangi sebanyak mungkin hambatan perdagangan sejenis (Standstill and Rollback Principles);
   
3. Tropical Products (Produk-produk Tropis)

Perundingan di bidang ini bertujuan untuk menciptakan pasar bebas secara menyeluruh bagi perdagangan produk-produk tropis, termasuk dalam bentuk yang telah diproses atau setengah diproses. Khusus mengenai perundingan bidang produk-produk tropis, negara-negara anggota GATT mengakui pentingnya perdagangan produk-produk tropis bagi negara-negara berkembang dan sepakat untuk memberikan perhatian khusus;
   
4. Natural Resource-Based Products (Produk-produk yang berasal dari sumber daya alam)

Perundingan di bidang ini bertujuan untuk mengurangi atau menghapuskan hambatan perdagangan berupa tarif atau non-tarif bagi perdagangan produk-produk yang berasal dari sumber daya alam, termasuk dalam bentuk yang telah diproses atau setengah diproses;
   
5. Textiles and Clothing (Tekstil dan Pakaian Jadi)

Perundingan di bidang ini bertujuan untuk merumuskan bagaimana caranya melakukan pengintegrasian sektor tekstil dan pakaian jadi kembali ke dalam kerangka GATT, berdasarkan ketentuan dan disiplin yang telah diperketat;
   
6. Agriculture (Pertanian)

Perundingan di bidang ini bertujuan untuk memperbaiki akses pasar melalui pengurangan hambatan impor, memperbaiki iklim persaingan melalui peningkatan disiplin dalam penggunaan subsidi pertanian yang bersifat langsung atau tidak langsung, dan mengurangi dampak negatif dari ketentuan mengenai Perlindungan Kesehatan Manusia, Hewan dan Tanaman (Sanitary and Phytosanitary);
   
7. GATT Articles (Pasal-pasal GATT)

Perundingan di bidang ini bertujuan untuk meninjau aturan dan disiplin GATT, sesuai permintaan negara anggota;
   
8. Multilateral Trade Negotiation Agreement/Arrangements (Persetujuan/pengaturan Hasil-hasil Perundingan Perdagangan Multilateral)

Perundingan di bidang ini bertujuan untuk memperjelas, menyempurnakan serta memperluas berbagai pengaturan dan persetujuan hasil perundingan Putaran Tokyo;
   
9. Subsidies and Countervailing Measures (Subsidi dan Tindakan Pengimbang)

Perundingan di bidang ini bertujuan untuk menyempurnakan aturan dan disiplin GATT yang berkaitan dengan semua bentuk Subsidi dan Tindakan Pengimbang sebagaimana tertuang dalam Aturan tentang Subsidi dan Pungutan Tambahan sebagai Tindakan Pengimbang;
   
10. Dispute Settlements (Penyelesaian sengketa)

Perundingan di bidang ini bertujuan untuk menyempurnakan serta memperketat ketentuan dan prosedur penyelesaian sengketa perdagangan di antara negara anggota;
   
11. Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights including Trade in Counterfeit Goods/TRIPs (Aspek-aspek dagang yang terkait dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual, termasuk perdagangan barang palsu)

Perundingan di bidang ini bertujuan untuk:
  1. meningkatkan perlindungan terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual dari produk-produk yang diperdagangkan;
  2. menjamin prosedur pelaksanaan Hak Atas Kekayaan Intelektual yang tidak menghambat kegiatan perdagangan;
  3. merumuskan aturan serta disiplin mengenai pelaksanaan perlindungan terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual;
  4. mengembangkan prinsip, aturan dan mekanisme kerja sama internasional untuk menangani perdagangan barang-barang hasil pemalsuan atau pembajakan atas Hak Atas Kekayaan Intelektual.
    1. Kesemuanya tetap memperhatikan berbagai upaya yang telah dilakukan oleh World Intellectual Property Organization (WIPO);
   
12. Trade Related Investment Measures/TRIMs (Ketentuan Investasi yang berkaitan dengan Perdagangan)

Perundingan di bidang ini bertujuan untuk mengurangi atau menghapus segala kebijakan di bidang investasi yang dapat menghambat kegiatan perdagangan;
   
13. Functioning of the GATT System/FOGS (Fungsionalisasi Sistem GATT)

Perundingan di bidang ini bertujuan untuk meningkatkan sistem GATT dalam mengawasi pelaksanaan persetujuan yang dicapai termasuk praktek-praktek perdagangan yang berpengaruh terhadap berfungsinya sistem perdagangan internasional, menyempurnakan peranan GATT sebagai pengambil keputusan, dan meningkatkan kontribusi GATT dengan mempererat hubungannya dengan organisasi-organisasi internasional di bidang moneter dan keuangan;
   
14. Safeguards (Tindakan Pengamanan)

Perundingan di bidang ini bertujuan untuk menyempurnakan aturan GATT mengenai disiplin dan kriteria dalam mengambil tindakan pengamanan, termasuk meningkatkan perundingan-perundingan perdagangan multilateral;
   
15.  Services (Jasa)

Perundingan di bidang ini bertujuan untuk menetapkan kerangka prinsip dan aturan bagi perdagangan jasa.
   
D. PROSES PERUNDINGAN

Perundingan Putaran Uruguay berlangsung sangat ketat, sehingga masa perundingan yang semula direncanakan berlangsung selama 4 tahun sejak peluncuran Putaran Uruguay, tidak dapat tercapai.
 
Proses perundingan itu sendiri berlangsung dalam tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Tahap Perundingan Awal (1986-1988)    

Tahap ini berlangsung segera setelah selesainya Pertemuan Tingkat Menteri di Punta del Este, Uruguay, pada tahun 1986. Pada tahap ini perundingan menghasilkan beberapa naskah awal di berbagai bidang, yang kemudian dijadikan dasar bagi perundingan berikutnya;  
   
2. Tahap Tinjauan Paruh Masa (1988)    

Pada tahap perundingan Paruh Masa di Montreal, Kanada tahun 1988, proses perundingan berlangsung agak terhambat karena sama sekali belum tercapai kesepakatan di bidang pertanian, tekstil dan pakaian jadi, tindakan pengamanan, dan aspek-aspek dagang dari Hak Atas Kekayaan Intelektual;  
   
3. Tahap Pertemuan Brussel (1990)    

Tahapan ini semula dimaksudkan untuk mengakhiri Perundingan Putaran Uruguay, tetapi karena belum tercapai kesepakatan di bidang pertanian terutama antara Amerika Serikat dan Masyarakat Eropa, maka masa perundingan Putaran Uruguay diperpanjang sampai dengan tahun 1991;  
   
4. Tahap Naskah Ketua Komite Perundingan Perdagangan (1991)    

Perundingan lanjutan yang berlangsung dalam tahun 1991 di Jenewa tidak dapat menghasilkan persetujuan yang menyeluruh, sehingga untuk mempercepat penyelesaian proses perundingan, Direktur Jenderal GATT selaku Ketua Komite Perundingan Perdagangan mengajukan naskah rancangan persetujuan akhir yang disusunnya dengan inisiatif sendiri untuk diterima atau ditolak oleh negara peserta perundingan;  
   
5. Tahap Pertemuan Jenewa (1993)    

Perundingan tahap akhir Putaran Uruguay secara praktis berlangsung sejak awal tahun 1992 sampai dengan akhir tahun 1993, dan berhasil menyepakati Paket Persetujuan Putaran Uruguay yang didasarkan pada Naskah Rancangan Persetujuan Akhir yang disusun dengan inisiatif Ketua Komite Perundingan Perdagangan.  
   
E. PERSETUJUAN PUTARAN URUGUAY 

1. Pokok-pokok Persetujuan

Secara umum, Paket Persetujuan Putaran Uruguay mencakup tiga hal utama sebagai berikut:
  1. Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia sebagai pengganti Sekretariat GATT yang selanjutnya akan mengadministrasikan dan mengawasi pelaksanaan persetujuan perdagangan serta menyelesaikan sengketa dagang di antara negara anggota;
  2. Penurunan tarif impor berbagai komoditi perdagangan secara menyeluruh, dan akses pasar domestik dengan mengurangi berbagai hambatan/proteksi perdagangan yang ada;
  3. Pengaturan baru di bidang aspek-aspek dagang yang terkait dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual, ketentuan investasi yang berkaitan dengan perdagangan, dan perdagangan Jasa.
   
2. Naskah Persetujuan

Naskah Paket Persetujuan Putaran Uruguay terdiri dari 3 bagian, yaitu:
  1. Final Act Embodying the Results of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations (Persetujuan Akhir yang Memuat Hasil-hasil Perundingan Perdagangan Multilateral Putaran Uruguay), yang merupakan rangkuman ringkas mengenai hasil-hasil yang dicapai dalam perundingan Putaran Uruguay;
  2. Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), yang merupakan persetujuan pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia berikut beberapa naskah persetujuan yang dijadikan lampiran pada Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia tadi;
  3. Ministerial Decisions and Declarations (Keputusan dan Deklarasi Menteri), yang memuat berbagai Deklarasi atau Keputusan Tingkat Menteri mengenai pelaksanaan persetujuan yang berhasil dicapai.
   
V. PERSETUJUAN PEMBENTUKAN ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA

Agreement Establishing World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) mengatur mengenai fungsi, struktur keorganisasian serta mekanisme pengambilan keputusan dari organisasi tersebut, sebagai berikut:

1. Fungsi:

  1. mendukung pelaksanaan, administrasi, dan penyelenggaraan persetujuan yang telah dicapai untuk mewujudkan sasaran persetujuan-persetujuan tersebut;
  2. merupakan forum perundingan bagi negara anggota mengenai persetujuan-persetujuan yang telah dicapai, termasuk keputusan-keputusan yang ditentukan kemudian dalam Pertemuan Tingkat Menteri;
  3. mengadministrasikan pelaksanaan ketentuan mengenai Penyelesaian Sengketa Perdagangan;
  4. mengadministrasikan Mekanisme Tinjauan Kebijakan di bidang Perdagangan;
  5. menciptakan kerangka kerja sama internasional dengan Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia, serta badan-badan lain yang terafiliasi.
   
2. Struktur Organisasi:

  1. Ministerial Conference (Konferensi Tingkat Menteri), yang merupakan forum pengambilan keputusan tertinggi dan secara teratur mengadakan pertemuan setiap dua tahun;
  2. General Council (Dewan Umum), yang bertugas sebagai pelaksana harian, terdiri dari para wakil negara anggota, dan mengadakan pertemuan sesuai kebutuhan;
  3. Council for Trade in Goods (Dewan Perdagangan Barang), yang bertugas memantau pelaksanaan persetujuan yang dicapai di bidang perdagangan barang;
  4. Council for Trade in Services (Dewan Perdagangan Jasa), yang bertugas memantau pelaksanaan persetujuan yang dicapai di bidang perdagangan jasa;
  5. Council for Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (Dewan untuk Aspek-aspek Dagang yang Terkait dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual), yang bertugas memantau pelaksanaan persetujuan di bidang aspek perdagangan dari Hak Atas Kekayaan Intelektual;
  6. Dispute Settlement Body (Badan Penyelesaian Sengketa), yang menyelenggarakan forum penyelesaian sengketa perdagangan yang timbul di antara negara anggota;
  7. Trade Policy Review Body (Badan Peninjau Kebijakan Perdagangan), yang bertugas menyelenggarakan mekanisme pemantauan kebijakan di bidang perdagangan.
   
3. Pengambilan Keputusan

  1. Pengambilan keputusan dalam Konferensi Tingkat Menteri (Ministerial Conference) dan Dewan Umum (General Council) dilakukan secara konsensus, dan apabila tidak tercapai konsensus, pengambilan keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak;
  2. Dalam hal pengambilan keputusan dengan suara terbanyak, maka setiap negara anggota memiliki satu suara.
  Persetujuan-persetujuan yang berada di bawah pengelolaan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization) dan merupakan Lampiran dari Persetujuan Pembentukannya, adalah sebagai berikut:

Lampiran 1 A:

Agreements on Trade in Goods (Persetujuan dalam Perdagangan Barang), yang terdiri atas:
1) General Agreement on Tariffs and Trade 1994 (Persetujuan mengenai Tarif dan Perdagangan), yang memuat berbagai pengertian mengenai penafsiran beberapa ketentuan GATT yang berlaku selama ini;
2) Marrakesh Protocol GATT 1994 (Protokol Marrakesh tentang GATT 1994);
3) Agreement on Agriculture (Persetujuan tentang Produk Pertanian);
4) Agreement on Sanitary and Phytosanitary Measures (Persetujuan tentang Perlindungan Kesehatan Manusia, Hewan dan Tanaman);
5) Agreement on Textiles and Clothing (Persetujuan mengenai Tekstil dan Pakaian Jadi);
6) Agreement on Technical Barriers to Trade (Persetujuan tentang Hambatan Teknis di bidang Perdagangan);
7) Agreement on Trade-Related Investment Measures (Persetujuan tentang Kebijakan Investasi yang berkaitan dengan Perdagangan);
8) Agreement on Implementation of Article VI (Persetujuan tentang Pelaksanaan Pasal VI);

Lampiran 3:
Trade Policy Review Mechanism (Mekanisme Tinjauan Kebijakan Perdagangan);
 
Lampiran 4:
Plurilateral Trade Agreements (Persetujuan Perdagangan Plurilateral), yang terdiri atas:
 
Lampiran 4 (a):
Agreement on Trade in Civil Aircraft (Persetujuan mengenai Perdagangan Pesawat Terbang Sipil);
 
Lampiran 4 (b):
Agreement on Government Procurement (Persetujuan mengenai Pengadaan Barang dan Jasa oleh Pemerintah);
 
Lampiran 4 (c):
International Dairy Arrangement (Pengaturan Internasional mengenai Produk-produk Susu);
 
Lampiran 4 (d):
Arrangement Regarding Bovine Meat (Pengaturan mengenai Daging Sapi dan Kerbau).
 
Namun demikian, dalam penandatanganan naskah akhir Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), Indonesia belum ikut serta dalam Persetujuan Dagang Plurilateral yang menjadi Lampiran 4 Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia tersebut.
   
VI. BERLAKUNYA PERSETUJUAN
 
Dengan penandatanganan persetujuan akhir yang memuat hasil-hasil Perundingan Perdagangan Multilateral Putaran Uruguay (Final Act Embodying The Results of The Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations) pada tanggal 15 April 1994 di Marrakesh, Maroko, negara peserta perundingan menyepakati bahwa Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Establishing The World Trade Organization) beserta seluruh Lampirannya diharapkan akan dapat mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 1995. Namun demikian, kepastian mengenai tanggal mulai berlaku efektifnya Persetujuan tersebut, akan ditetapkan lebih lanjut oleh sidang tingkat Menteri yang bertanggung jawab di bidang Perdagangan dari negara-negara penandatangan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia yang akan diadakan selambat-lambatnya sebelum akhir tahun 1994.
      
                         
PASAL DEMI PASAL                    

Pasal 1

Persetujuan yang disahkan dengan Undang-Undang ini adalah Persetujuan yang naskahnya ditandatangani Menteri Perdagangan atas nama Pemerintah Indonesia dalam sidang di Marrakesh, Moroko, tanggal 15 April 1994.
 
Apabila terjadi perbedaan penafsiran antara naskah terjemahan persetujuan dalam bahasa Indonesia dengan salinan naskah asli dalam bahasa Inggris, maka yang berlaku adalah salinan naskah aslinya dalam bahasa Inggris.


Pasal 2

Karena kepastian mengenai tanggal mulai berlakunya Persetujuan tersebut baru akan ditetapkan pada sidang tingkat Menteri yang bertanggung jawab di bidang Perdagangan yang masih akan berlangsung selambat-lambatnya sebelum akhir tahun 1994, maka pernyataan mulai berlakunya Undang-Undang ini juga disesuaikan dengan tanggal mulai berlaku efektifnya Persetujuan yang akan ditetapkan.




TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3564