Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
1. | Frasa Bagian Pertama Pengertian pada BAB I KETENTUAN UMUM dihapus. | ||||||||||||||
2. | Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
|
||||||||||||||
3. | Frasa Bagian Kedua Kedudukan pada BAB I KETENTUAN UMUM dihapus. | ||||||||||||||
4. | Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 2
|
||||||||||||||
5. | Ketentuan Pasal 3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 3 |
||||||||||||||
6. | Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 4
|
||||||||||||||
7. | Bagian Pertama pada BAB II SUSUNAN KEJAKSAAN diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: BAB II
SUSUNAN KEJAKSAAN Bagian Kesatu Umum |
||||||||||||||
8. | Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 6
Susunan organisasi dan tata kerja Kejaksaan diatur dengan Peraturan Presiden. |
||||||||||||||
9. | Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 7
|
||||||||||||||
10. | Di antara Pasal 7 dan Pasal 8 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 7A sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 7A
|
||||||||||||||
11. | Ketentuan ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) Pasal 8 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 8
|
||||||||||||||
12. | Di antara Pasal 8 dan Pasal 9 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 8A dan Pasal 8B sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 8A
Pasal 8B
Dalam melaksanakan tugas dan wewenang, Jaksa dapat dilengkapi dengan senjata api serta sarana dan prasarana lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
||||||||||||||
13. | Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 9
|
||||||||||||||
14. | Di antara Pasal 9 dan Pasal 10 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 9A dan Pasal 9B sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 9A
Pasal 9B
|
||||||||||||||
15. | Ketentuan ayat (1) Pasal 10 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 10
|
||||||||||||||
16. | Di antara Pasal 11 dan Pasal 12 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 1 IA sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 11A
|
||||||||||||||
17. | Ketentuan Pasal 12 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 12
Jaksa diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena:
|
||||||||||||||
18. | Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 13
|
||||||||||||||
19. | Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 17
Setiap Jaksa memperoleh gaji, tunjangan, dan hak lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
||||||||||||||
20. | Ketentuan Pasal 18 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 18
|
||||||||||||||
21. | Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 20
Untuk dapat diangkat menjadi Jaksa Agung harus memenuhi syarat sebagai berikut:
|
||||||||||||||
22. | Ketentuan ayat (1) Pasal 22 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 22
|
||||||||||||||
23. | Ketentuan ayat (3) Pasal 23 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 23
|
||||||||||||||
24. | Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 24
|
||||||||||||||
25. | Judul Bagian Kelima Jabatan Fungsional dan Tenaga Ahli pada BAB II SUSUNAN KEJAKSAAN diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Bagian Kelima
Penugasan dari Luar Kejaksaan |
||||||||||||||
26. | Ketentuan Pasal 29 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 29
Pada Kejaksaan dapat ditugaskan aparatur sipil negara, prajurit Tentara Nasional Indonesia, atau pejabat lain yang tidak menduduki jabatan Jaksa, serta yang diangkat dan diberhentikan oleh Jaksa Agung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
||||||||||||||
27. | Bagian Pertama pada BAB III TUGAS DAN WEWENANG diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: BAB III
TUGAS DAN WEWENANG Bagian Kesatu Umum |
||||||||||||||
28. | Di antara Pasal 30 dan Pasal 31 disisipkan 3 (tiga) pasal, yakni Pasal 30A, Pasal 30B, dan Pasal 30C sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 30A
Dalam pemulihan aset, Kejaksaan berwenang melakukan kegiatan penelusuran, perampasan, dan pengembalian aset perolehan tindak pidana dan aset lainnya kepada negara, korban, atau yang berhak. Pasal 30B
Dalam bidang intelijen penegakan hukum, Kejaksaan berwenang:
Pasal 30C
Selain melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 30A, dan Pasal 30B Kejaksaan:
|
||||||||||||||
29. | Ketentuan Pasal 31 tetap, penjelasan Pasal 31 diubah sebagaimana tercantum dalam penjelasan pasal demi pasal. | ||||||||||||||
30. | Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 33
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Kejaksaan membina hubungan kerja sama dan komunikasi dengan:
|
||||||||||||||
31. | Ketentuan Pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 34
Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada Presiden dan instansi pemerintah lainnya. |
||||||||||||||
32. | Di antara Pasal 34 dan Pasal 35 disisipkan 3 (tiga) pasal, yakni Pasal 34A, Pasal 34B, dan Pasal 34C sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 34A
Untuk kepentingan penegakan hukum, Jaksa dan/atau Penuntut Umum dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kode etik. Pasal 34B
Untuk kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenang, Jaksa dapat menggunakan tanda nomor kendaraan bermotor khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 34C
|
||||||||||||||
33. | Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 35
|
||||||||||||||
34. | Di antara Pasal 35 dan Pasal 36, disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 35A dan Pasal 35B sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 35A
Pasal 35B
|
||||||||||||||
35. | Ketentuan Pasal 36 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 36
|
||||||||||||||
36. | Ketentuan Pasal 37 tetap, penjelasan ayat (1) Pasal 37 diubah sebagaimana tercantum dalam penjelasan pasal demi pasal. | ||||||||||||||
37. | Ketentuan Pasal 39 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 39
Kejaksaan berwenang menangani perkara pidana yang diatur dalam:
|
||||||||||||||
38. | Di antara Pasal 39 dan Pasal 40 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 39A sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 39A
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. |
||||||||||||||
39. | Di antara Pasal 40 dan Pasal 41 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 40A sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 40A
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, pemberhentian Jaksa yang berusia 60 (enam puluh) tahun atau lebih tetap mengikuti ketentuan batas usia pensiun sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401). |
I. | UMUM Demi mewujudkan negara hukum sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dibutuhkan adanya kekuasaan kehakiman yang merdeka dalam menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang merdeka tidak dapat dipisahkan dari kemandirian kekuasaan Penuntutan dalam rangka menjamin terpenuhinya hak-hak warga negara atas pengakuan, pelindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum dalam proses peradilan pidana.
Kejaksaan merupakan lembaga pemerintahan yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang Penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan Undang-Undang. Kejaksaan dalam menjalankan fungsinya yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman dilaksanakan secara merdeka. Pengaturan fungsi Kejaksaan yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman perlu dikuatkan sebagai landasan kedudukan kelembagaan dan penguatan tugas dan fungsi Kejaksaan.
Dalam melaksanakan kekuasaan negara di bidang Penuntutan, kewenangan Kejaksaan untuk dapat menentukan apakah suatu perkara dapat atau tidak dilimpahkan ke pengadilan memiliki arti penting dalam menyeimbangkan antara aturan yang berlaku (rechtmatigheid) dan interpretasi yang bertumpu pada tujuan atau asas kemanfaatan (doelmatigheid) dalam proses peradilan pidana.
Adanya perkembangan kebutuhan hukum yang melatarbelakangi perubahan Undang-Undang tentang Kejaksaan Republik Indonesia, termasuk beberapa putusan Mahkamah Konstitusi yang mempengaruhi pelaksanaan tugas dan fungsi Kejaksaan, seperti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6-13-20/PUU/VIII/2010 tanggal 13 Oktober 2010 yang membuat kewenangan Jaksa untuk menarik barang cetakan dalam rangka pengawasan harus dilakukan melalui pengujian di sidang pengadilan.
Kewenangan Jaksa dalam melaksanakan diskresi Penuntutan (prosecutorial discretionary atau opportuniteit beginselen) yang dilakukan dengan mempertimbangkan kearifan lokal dan nilai-nilai keadilan yang hidup di masyarakat memiliki arti penting dalam rangka mengakomodasi perkembangan kebutuhan hukum dan rasa keadilan di masyarakat yang menuntut adanya perubahan paradigma penegakan hukum dari semata-mata mewujudkan keadilan retributif (pembalasan) menjadi keadilan restoratif. Untuk itu, keberhasilan tugas Kejaksaan dalam melaksanakan Penuntutan tidak hanya diukur dari banyaknya perkara yang dilimpahkan ke pengadilan, termasuk juga penyelesaian perkara di luar pengadilan melalui mediasi penal sebagai implementasi dari keadilan restoratif yang menyeimbangkan antara kepastian hukum yang adil dan kemanfaatan.
Selaras dengan komitmen Indonesia dalam memajukan kerja sama internasional di bidang penegakan hukum melalui ratifikasi United Nations Against Transnational Organized Crime (UNTOC) dan United Nations Conventions Against Corruption (UNCAC), terdapat beberapa ketentuan dalam konvensi tersebut yang mempengaruhi kewenangan, tugas, dan fungsi Kejaksaan. Pada tahun 2014 United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) dan International Association of Prosecutors (IAP) juga telah menerbitkan pedoman tentang status dan peran Penuntut Umum (The Status and Role of Prosecutors) sebagai implementasi dari United Nations Guidelines on The Role of Prosecutors tahun 1990 yang mendorong penguatan kelembagaan Kejaksaan, khususnya terkait independensi dalam Penuntutan, akuntabilitas penanganan perkara, standar profesionalitas, dan pelindungan bagi para Jaksa.
Hal lain yang menjadi penting dalam menguatkan kedudukan Jaksa sebagai pegawai negeri sipil dengan jabatan fungsional memiliki kekhususan yang mengakomodasi karakteristik Jaksa untuk optimalisasi pelaksanaan tugas dan fungsinya dan penguatan organisasi, termasuk pengaturan rangkap jabatan penugasan Jaksa di luar instansi Kejaksaan sesuai dengan kompetensi dan kewenangan Jaksa.
Perubahan dalam Undang-Undang ini juga mengonsolidasikan beberapa kewenangan Jaksa Agung, Kejaksaan, dan Jaksa yang diatur dalam berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan sehingga lebih komprehensif dan dapat dilaksanakan secara lebih optimal, seperti kewenangan menggunakan denda damai, melakukan intelijen penegakan hukum, dan pemulihan aset. Untuk mengoptimalkan penegakan hukum, pelaksanaan wewenang dilakukan secara koordinatif dan terpadu dengan instansi dan/atau lembaga lain sesuai dengan kewenangannya sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perubahan pengaturan yang diakomodasi dalam Undang-Undang ini juga dilakukan untuk menindaklanjuti kekhususan dari suatu wilayah di Indonesia sebagaimana ketentuan dalam Qanun di Aceh dan penyelesaian perkara secara adat di Papua.
Untuk terciptanya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, hukum di Indonesia harus dapat menjamin bahwa pembangunan dan seluruh aspeknya didukung oleh suatu kepastian hukum yang berkeadilan. Untuk itu, Kejaksaan harus mampu terlibat sepenuhnya dalam pembangunan di segala aspek serta wajib untuk turut menjaga keutuhan serta kedaulatan bangsa dan negara, menjaga dan menegakkan kewibawaan Pemerintah dan negara, melindungi kepentingan masyarakat, serta berpartisipasi aktif dalam perkembangan hukum antarnegara dan internasional.
Dengan demikian, perubahan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia adalah menjadi suatu keniscayaan untuk dapat berjalan secara sempurna dan optimal.
Dalam Undang-Undang ini, beberapa hal yang disempurnakan antara lain:
|
II. | PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Pasal 1
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “satu dan tidak terpisahkan” adalah satu landasan dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Kejaksaan yang bertujuan memelihara kesatuan kebijakan Kejaksaan sehingga dapat menampilkan ciri khas yang menyatu dalam tata pikir, tata laku, dan tata kerja Kejaksaan (een en ondeelbarheids).
Angka 5
Pasal 3
Cukup jelas.
Angka 6
Pasal 4
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas
Angka 8
Pasal 6
Cukup jelas.
Angka 9
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “dalam hal tertentu” adalah keadaan yang harus dipertimbangkan perlunya percepatan layanan hukum kepada masyarakat dalam pembentukan Cabang Kejaksaan Negeri, antara lain:
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 10
Pasal 7A
Cukup jelas.
Angka 11
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Ketentuan dalam ayat ini bertujuan untuk memberikan pelindungan kepada Jaksa yang telah diatur dalam Guidelines on the Role of Prosecutors dan International Association of Prosecutors, yaitu negara akan menjamin bahwa Jaksa sanggup untuk menjalankan profesi mereka tanpa intimidasi, gangguan, godaan, campur tangan yang tidak tepat, atau pembeberan yang belum diuji kebenarannya, baik terhadap pertanggungjawaban perdata, pidana, maupun pertanggungjawaban lainnya.
Angka 12
Pasal 8A
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “keluarga” meliputi orang yang mempunyai hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah dan garis menyamping sampai derajat ketiga, orang yang mempunyai hubungan perkawinan, atau orang yang menjadi tanggungan dari Jaksa.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 8B
Cukup jelas.
Angka 13
Pasal 9
Cukup jelas.
Angka 14
Pasal 9A
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “lembaga pendidikan khusus Jaksa” adalah unit organisasi di lingkungan Kejaksaan yang melaksanakan fungsi pendidikan dan pelatihan, yang memiliki kewenangan yang tidak hanya menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan pembentukan Jaksa, tetapi juga menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan profesi dan fungsional keahlian, serta yang mendukung tugas dan fungsi Kejaksaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 9B
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “adil” adalah pelaksanaan terhadap penyusunan, penetapan kebutuhan, dan pengadaan calon Jaksa; pangkat dan jabatan, pengembangan karier, pola karier, promosi, mutasi, penilaian kinerja, dan kedisiplinan; dan pengawasan untuk Jaksa harus mencerminkan keadilan secara proporsional serta tidak ada diskriminasi dalam pelaksanaannya.
Yang dimaksud dengan “wajar” adalah pelaksanaan terhadap penyusunan, penetapan kebutuhan, dan pengadaan calon Jaksa; pangkat dan jabatan, pengembangan karier, pola karier, promosi, mutasi, penilaian kinerja, kedisiplinan; dan pengawasan untuk Jaksa dilakukan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya tanpa memberikan persyaratan tambahan, bebas dari keraguan, dan ketidakjujuran serta lengkap informasinya. Ayat (2)
Cukup jelas.
Angka 5
Pasal 10
Cukup jelas.
Angka 16
Pasal 11A
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Penugasan Jaksa pada perwakilan Republik Indonesia dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang hubungan luar negeri.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “rangkap jabatan” adalah jabatan fungsional dan jabatan pimpinan tinggi, jabatan fungsional dan jabatan administrator, serta jabatan fungsional dan jabatan pengawas yang memiliki keterkaitan kompetensi dan kewenangan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 17
Pasal 12
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus” adalah sakit yang menyebabkan penderita tidak mampu melakukan tugas dan kewajibannya dengan baik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Angka 18
Pasal 13
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas atau pekerjaan” adalah apabila dalam jangka waktu paling lama 46 (empat puluh enam) hari kerja secara berturut-turut, yang bersangkutan tidak menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya tanpa suatu alasan yang sah.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 19
Pasal 17
Cukup jelas.
Angka 20
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Karena Jaksa Agung adalah pimpinan dan penanggung jawab tertinggi yang mengendalikan pelaksanaan tugas dan wewenang Kejaksaan, Jaksa Agung juga merupakan pimpinan dan penanggung jawab tertinggi dalam bidang Penuntutan.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan “kesatuan unsur pimpinan” adalah wujud keterpaduan dan kebersamaan antara Jaksa Agung dan Wakil Jaksa Agung dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Angka 21
Pasal 20
Cukup jelas.
Angka 22
Pasal 22
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus” adalah sakit yang menyebabkan penderita tidak mampu melakukan tugas dan kewajibannya dengan baik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Presiden dapat sewaktu-waktu memberhentikan Jaksa Agung sesuai dengan hak prerogatif Presiden.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Angka 23
Pasal 23
Ayat (1)
Jabatan Wakil Jaksa Agung akan sangat membantu Jaksa Agung, khususnya dalam pembinaan administrasi sehari-hari dan segi-segi teknis operasional lainnya. Karena sifat tugasnya tersebut, jabatan Wakil Jaksa Agung merupakan Jaksa karier dalam lingkungan Kejaksaan.
Pengusulan pencalonan oleh Jaksa Agung harus memperhatikan pembinaan karier di lingkungan Kejaksaan. Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “yang dipersamakan” adalah jabatan yang setara dengan Eselon I di lingkungan Kejaksaan.
Angka 24
Pasal 24
Cukup jelas.
Angka 25
Cukup jelas.
Angka 26
Pasal 29
Cukup jelas.
Angka 27
Cukup jelas.
Angka 28
Pasal 30A
Yang dimaksud dengan “aset perolehan tindak pidana” adalah aset yang diperoleh dari tindak pidana atau diduga berasal dari tindak pidana, aset yang digunakan untuk melakukan tindak pidana, dan aset yang terkait dengan tindak pidana.
Pasal 30B
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “pencegahan korupsi, kolusi, dan nepotisme” adalah upaya di bidang intelijen penegakan hukum untuk melakukan pendeteksian dan peringatan dini terhadap korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Huruf e
Cukup jelas.
Pasal 30C
Huruf a
Salah satu kontribusi penyelenggaraan kesehatan yustisial Kejaksaan adalah membangun rumah sakit, sarana dan prasarana, serta fasilitas dan kelengkapan pendukung kesehatan lainnya.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Peninjauan kembali oleh Kejaksaan merupakan bentuk tugas dan tanggung jawab Kejaksaan mewakili negara dalam melindungi kepentingan keadilan bagi korban, termasuk bagi negara, dengan menempatkan kewenangan Jaksa secara proporsional pada kedudukan yang sama dan seimbang (equality of arms principle) dengan hak terpidana atau ahli warisnya untuk mengajukan peninjauan kembali. Peninjauan kembali yang diajukan oleh oditurat dikoordinasikan dengan Kejaksaan.
Jaksa dapat melakukan Peninjauan kembali apabila dalam putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan telah terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan. Huruf i
Yang dimaksud dengan "penyadapan” adalah kegiatan mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetik atau radio frekuensi, termasuk memeriksa paket, pos, surat-menyurat, dan dokumen lain.
Angka 29
Pasal 31
Penempatan terdakwa di rumah sakit, tempat perawatan jiwa, atau tempat lain dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan pengobatan yang sesuai dengan hak asasi manusia, ketertiban, dan keamanan umum.
Angka 30
Pasal 33
Kerja sama yang dilakukan oleh Kejaksaan dilandasi semangat keterbukaan dan kebersamaan untuk mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu.
Hubungan kerja sama dan komunikasi Kejaksaan dengan lembaga penegak hukum negara lainnya dan lembaga atau organisasi internasional dilakukan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang mengatur mengenai hubungan luar negeri dan ketentuan Undang-Undang yang mengatur mengenai perjanjian internasional serta peraturan perundang-undangan lainnya. Angka 31
Pasal 34
Cukup jelas.
Angka 32
Pasal 34A
Prinsip diskresi yang diatur dalam Pasal 139 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ialah “Setelah penuntut umum menerima kembali hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik, ia segera menentukan apakah berkas perkara itu sudah memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak dilimpahkan ke pengadilan.” Pengaturan kewenangan ini dilakukan tanpa mengabaikan prinsip tujuan penegakan hukum yang meliputi tercapainya kepastian hukum, rasa keadilan, dan manfaatnya sesuai dengan prinsip restorative justice dan diversi yang menyemangati perkembangan hukum pidana di Indonesia.
Untuk mengakomodasi perkembangan di masyarakat yang menginginkan tindak pidana ringan atau tindak pidana yang bernilai kerugian ekonomis rendah tidak dilanjutkan proses pidananya dalam prinsip upaya penegakan hukum yang mengutamakan keadilan. Hal itu sejalan dengan doktrin diskresi Penuntutan (prosecutorial discrationary) serta kebijakan leniensi (leniency policy). Pasal 34B
Cukup jelas.
Pasal 34C
Cukup jelas.
Angka 33
Pasal 35
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “mengefektifkan penegakan hukum” adalah kewenangan Jaksa Agung dalam menetapkan dan mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan keadilan guna terwujudnya sistem peradilan terpadu.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “kepentingan umum” adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas.
Jaksa Agung memperhatikan saran dan pendapat dari badan-badan kekuasaan negara yang mempunyai hubungan dengan masalah tersebut. Huruf d
Pengajuan kasasi demi kepentingan hukum ini dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf e
Kewenangan ini dalam rangka Jaksa Agung sebagai advocaat generaal yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang Penuntutan.
Huruf f
Pelaksanaan tindakan pencegahan dan penangkalan ini melibatkan instansi yang menyelenggarakan urusan di bidang keimigrasian.
Huruf g
Pelaksanaan ketentuan ini dilakukan dalam rangka penanganan perkara koneksitas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Pendelegasian sebagian kewenangan Penuntutan kepada Oditur Jenderal merupakan konsekuensi jabatan Jaksa Agung selaku Penuntut Umum tertinggi di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Huruf j
Tugas dan wewenang Kejaksaan di bidang pidana ditentukan dengan memperhatikan asas single prosecution system, asas een en ondelbaar, dan asas oportunitas.
Pendelegasian kewenangan Penuntutan dari Jaksa Agung kepada Penuntut Umum harus sejalan dengan kebijakan penegakan hukum yang telah ditetapkan oleh Jaksa Agung selaku pemilik tunggal kewenangan Penuntutan. Yang dimaksud dengan “melakukan Penuntutan” dalam ketentuan ini, termasuk koordinasi teknis Penuntutan seluruh perkara tindak pidana yang dipertanggungjawabkan pada Jaksa Agung selaku Penuntut Umum tertinggi di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Huruf k
Perekonomian Negara adalah kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada kebijakan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan rakyat.
Yang dimaksud dengan “denda damai” adalah penghentian perkara di luar pengadilan dengan membayar denda yang disetujui oleh Jaksa Agung. Penggunaan denda damai dalam hal tindak pidana ekonomi merupakan salah satu bentuk penerapan asas oportunitas yang dimiliki oleh Jaksa Agung dalam tindak pidana perpajakan, tindak pidana kepabeanan, atau tindak pidana ekonomi lainnya berdasarkan Undang-Undang. Ayat (2)
Cukup jelas.
Angka 34
Pasal 35A
Cukup jelas.
Pasal 35B
Cukup jelas.
Angka 35
Pasal 36
Ayat (1)
Untuk memperoleh izin berobat atau menjalani perawatan di dalam negeri, tersangka atau terdakwa atau keluarganya mengajukan permohonan secara tertulis kepada Jaksa Agung atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan Keputusan Jaksa Agung. Diperlukannya izin dalam ketentuan ini disebabkan status tersangka atau terdakwa sedang dikenai tindakan hukum, misalnya berupa penahanan, kewajiban lapor, dan/atau pencegahan dan penangkalan.
Yang dimaksud dengan “tersangka atau terdakwa” adalah tersangka atau terdakwa yang berada dalam tanggung jawab Kejaksaan untuk penyidikan dan Penuntutan serta untuk kepentingan persidangan. Yang dimaksud dengan “dalam keadaan tertentu” adalah fasilitas pengobatan atau perawatan di dalam negeri tidak ada. Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Angka 36
Pasal 37
Ayat (1)
Sebagai perwujudan dari keadilan restoratif, Penuntutan dilakukan dengan menimbang antara kepastian hukum (rechtmatigheids) dan kemanfaatannya (doelmatigheids).
Ayat (2)
Laporan pertanggungjawaban yang disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan melalui rapat kerja.
Angka 37
Pasal 39
Yang dimaksud dengan “menangani perkara pidana” adalah seluruh proses yang menjadi kewenangan Kejaksaan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai hukum acara pidana.
Angka 38
Pasal 39A
Cukup jelas.
Angka 39
Pasal 40A
Cukup jelas.
Pasal II Cukup jelas.
|
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.