Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 72 Tahun 2023

Kategori : Lainnya

Penyusutan Harta Berwujud Dan/Atau Amortisasi Harta Tak Berwujud


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 72 TAHUN 2023

TENTANG

PENYUSUTAN HARTA BERWUJUD DAN/ATAU
AMORTISASI HARTA TAK BERWUJUD

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

  1. bahwa untuk lebih memberikan kepastian hukum, keadilan, dan kemudahan penghitungan penyusutan harta berwujud dan/atau amortisasi harta tak berwujud untuk keperluan perpajakan serta selaras dengan program simplifikasi regulasi, perlu diatur ketentuan mengenai penyusutan harta berwujud dan/atau amortisasi harta tak berwujud;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (10) dan Pasal 22 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penyusutan Harta Berwujud dan/atau Amortisasi Harta Tak Berwujud;

Mengingat :  

  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
  3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 231, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6836);
  5. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.01/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 954);

MEMUTUSKAN:


Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENYUSUTAN HARTA BERWUJUD DAN/ATAU AMORTISASI HARTA TAK BERWUJUD.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
  1. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
  2. Pajak Penghasilan adalah Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.
  3. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  4. Wajib Pajak Berstatus Pusat adalah Wajib Pajak yang dalam administrasi perpajakan memiliki kewajiban menyampaikan surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan.
  5. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
  6. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  7. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak.
  8. Perangkat Lunak adalah satu atau sekumpulan program komputer, prosedur, dan/atau dokumentasi yang terkait dalam pengoperasian sistem elektronik.
  9. Program Aplikasi Umum adalah program yang dapat dipergunakan oleh pengguna umum untuk memproses berbagai pekerjaan dengan komputer.
  10. Program Aplikasi Khusus adalah program yang dirancang khusus untuk keperluan otomatisasi sistem administrasi, pekerjaan atau kegiatan usaha tertentu yang bukan merupakan bagian integral dari perangkat kerasnya.
  11. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.


BAB II
PENYUSUTAN HARTA BERWUJUD

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 2


(1) Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut.
(2) Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain bangunan, dapat juga dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat asas.
(3) Untuk menghitung penyusutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud ditetapkan sebagai berikut:
Kelompok Harta Berwujud   Masa
Manfaat 
Tarif Penyusutan sebagaimana dimaksud pada
Ayat (1) Ayat (2)
I. Bukan Bangunan       
  Kelompok 1 4 tahun 25% 50%
  Kelompok 2  8 tahun 12,5% 25%
  Kelompok 3 16 tahun 6,25%  12,5%
  Kelompok 4  20 tahun 5%  10%
II. Bangunan      
  Permanen 20 tahun 5%   
  Tidak Permanen 10 tahun 10%   


Bagian Kedua
Jenis Harta yang Termasuk dalam
Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan
untuk Keperluan Penyusutan

Pasal 3


(1) Untuk keperluan penyusutan, masa manfaat harta berwujud bukan bangunan dikelompokkan menjadi kelompok 1 (satu), kelompok 2 (dua), kelompok 3 (tiga), dan kelompok 4 (empat).
(2) Jenis harta berwujud bukan bangunan pada kelompok 1 (satu), kelompok 2 (dua), kelompok 3 (tiga), dan kelompok 4 (empat) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 

Pasal 4


(1) Jenis harta berwujud bukan bangunan yang tidak tercantum dalam Lampiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), untuk keperluan penyusutan Wajib Pajak menggunakan masa manfaat dalam kelompok 3 (tiga) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3).
(2) Dalam hal Wajib Pajak tidak menggunakan masa manfaat dalam kelompok 3 (tiga) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Wajib Pajak harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk memperoleh penetapan masa manfaat dalam kelompok 1 (satu), kelompok 2 (dua), atau kelompok 4 (empat).
(3) Direktur Jenderal Pajak menetapkan masa manfaat yang diajukan oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan mempertimbangkan kelompok masa manfaat yang terdekat dari masa manfaat yang sebenarnya atas harta berwujud bukan bangunan.


Bagian Ketiga
Saat Mulainya Penyusutan untuk Harta Berwujud

Pasal 5


(1) Penyusutan atas harta berwujud dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud tersebut, kecuali:
  1. untuk harta berwujud yang masih dalam proses pengerjaan, dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta;
  2. untuk harta berwujud yang belum pernah digunakan atau belum menghasilkan, dimulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan, dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak; atau
  3. untuk harta berwujud yang dimiliki dan digunakan dalam bidang usaha tertentu.
(2) Saat mulainya penyusutan harta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) Saat mulai menghasilkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan saat mulai berproduksi tanpa mempertimbangkan saat diterima atau diperolehnya penghasilan.
(4) Dalam hal Wajib Pajak melakukan penyusutan yang dimulai pada bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Wajib Pajak harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk memperoleh penetapan saat mulainya penyusutan.
(5) Direktur Jenderal Pajak menetapkan saat mulainya penyusutan yang diajukan oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan mempertimbangkan bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan.


Bagian Keempat
Penyusutan Harta Berwujud Berupa Bangunan

Pasal 6


(1) Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud berupa bangunan permanen dan bangunan tidak permanen, yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3).
(2) Apabila bangunan permanen mempunyai masa manfaat melebihi 20 (dua puluh) tahun, penyusutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bagian yang sama besar dengan masa manfaat:
a. 20 (dua puluh) tahun; atau
b. sesuai dengan masa manfaat yang sebenarnya berdasarkan pembukuan Wajib Pajak,
dengan syarat dilakukan secara taat asas.
(3) Wajib Pajak yang telah melakukan penyusutan atas bangunan permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
a. yang dimiliki dan digunakan sebelum Tahun Pajak 2022; dan
b. disusutkan sesuai masa manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a,
dapat memilih melakukan penyusutan sesuai masa manfaat yang sebenarnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dengan menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat akhir Tahun Pajak 2022.
(4) Dalam hal Wajib Pajak memilih untuk melakukan penyusutan dengan masa manfaat yang sebenarnya berdasarkan pembukuan Wajib Pajak dan belum menyampaikan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Wajib Pajak dapat menyampaikan pemberitahuan paling lambat 30 April 2024.
(5) Bagi Wajib Pajak yang telah menyampaikan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), penghitungan penyusutan bangunan permanen mulai Tahun Pajak 2022 dilakukan dalam bagian yang sama besar selama sisa masa manfaat yang sebenarnya berdasarkan pembukuan Wajib Pajak berdasarkan nilai sisa buku fiskal pada akhir Tahun Pajak 2021.
(6) Penghitungan penyusutan atas bangunan permanen sesuai masa manfaat sebenarnya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan sesuai dengan contoh penghitungan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Bagian Kelima
Penyusutan atas Biaya Perbaikan Harta Berwujud

Pasal 7


(1) Biaya perbaikan atas harta berwujud yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dibebankan melalui penyusutan.
(2) Biaya perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambahkan pada nilai sisa buku fiskal harta berwujud tersebut.
(3) Dalam hal perbaikan tidak menambah masa manfaat harta berwujud, penghitungan penyusutan atas hasil penjumlahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai sisa masa manfaat fiskal harta berwujud tersebut.
(4) Dalam hal perbaikan menambah masa manfaat harta berwujud, penghitungan penyusutan atas hasil penjumlahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan:
  1. sesuai sisa masa manfaat fiskal harta berwujud tersebut ditambah dengan tambahan masa manfaat akibat perbaikan; dan
  2. paling lama sesuai masa manfaat kelompok harta berwujud tersebut, kecuali untuk bangunan permanen bagi Wajib Pajak yang melakukan penyusutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b dan/atau Pasal 6 ayat (5) dapat sesuai masa manfaat yang sebenarnya.
(5) Penyusutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran untuk perbaikan harta berwujud tersebut, kecuali untuk harta berwujud yang masih dalam proses pengerjaan perbaikan, penyusutan dimulai pada bulan selesainya pengerjaan perbaikan harta berwujud tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a.
(6) Penghitungan penyusutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan sesuai dengan contoh penghitungan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Bagian Keenam
Penggantian Asuransi

Pasal 8


(1) Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta yang mendapatkan penggantian asuransi berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. jumlah nilai sisa buku fiskal harta yang dialihkan atau ditarik dibebankan sebagai kerugian; dan
b. jumlah harga jual dan/atau penggantian asuransi yang diterima atau diperoleh, dibukukan atau diakui sebagai penghasilan,
pada tahun terjadinya penarikan harta tersebut.
(2) Nilai sisa buku fiskal harta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan nilai sisa buku harta berwujud pada akhir bulan terjadinya peristiwa yang mendasari penggantian asuransi.
(3) Apabila hasil penggantian asuransi yang akan diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b jumlahnya baru dapat diketahui dengan pasti di masa kemudian, jumlah nilai sisa buku fiskal harta yang dibebankan sebagai kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibukukan sebagai beban pada Tahun Pajak diterimanya hasil penggantian asuransi dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak.
(4) Untuk memperoleh persetujuan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Wajib Pajak harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak.
(5) Direktur Jenderal Pajak memberikan persetujuan atas permohonan yang diajukan oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan mempertimbangkan Tahun Pajak diterimanya penggantian asuransi.
(6) Dalam hal atas harta yang dimintakan penggantian asuransi telah dijual atau dialihkan sebelum diterimanya penggantian asuransi, jumlah nilai sisa buku fiskal harta yang dibebankan sebagai kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau ayat (3) diperhitungkan terlebih dahulu dengan harga jual atas pengalihan harta tersebut.
(7) Penghitungan pembebanan kerugian dan pengakuan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilakukan sesuai dengan contoh penghitungan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


BAB III
AMORTISASI HARTA TAK BERWUJUD

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 9


(1) Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan muhibah yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar atau dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas pengeluaran tersebut atau atas nilai sisa buku dan pada akhir masa manfaat diamortisasi sekaligus dengan syarat dilakukan secara taat asas.
(2) Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk bidang usaha tertentu.
(3) Untuk menghitung amortisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masa manfaat dan tarif amortisasi harta tak berwujud ditetapkan sebagai berikut:
Kelompok Harta Tak Berwujud Masa
Manfaat 
Tarif Amortisasi berdasarkan metode
Garis Lurus Saldo
Menurun
Kelompok 1 4 tahun 25% 50%
Kelompok 2  8 tahun 12,5% 25%
Kelompok 3 16 tahun 6,25%  12,5%
Kelompok 4  20 tahun 5%  10%
(4) Apabila harta tak berwujud mempunyai masa manfaat melebihi 20 (dua puluh) tahun, amortisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan masa manfaat:
a. harta tak berwujud kelompok 4 (empat) sebagaimana dimaksud pada ayat (3); atau
b. sesuai dengan masa manfaat yang sebenarnya berdasarkan pembukuan Wajib Pajak,
dengan syarat dilakukan secara taat asas.
(5) Wajib Pajak yang telah melakukan amortisasi harta tak berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (4):
a. yang dimiliki dan digunakan sebelum Tahun Pajak 2022; dan
b. diamortisasi sesuai masa manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a,
dapat memilih melakukan amortisasi sesuai masa manfaat yang sebenarnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dengan menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat akhir Tahun Pajak 2022.
(6) Dalam hal Wajib Pajak memilih untuk melakukan amortisasi dengan masa manfaat yang sebenarnya berdasarkan pembukuan Wajib Pajak dan belum menyampaikan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Wajib Pajak dapat menyampaikan pemberitahuan paling lambat 30 April 2024.
(7) Bagi Wajib Pajak yang telah menyampaikan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6), penghitungan amortisasi harta tak berwujud mulai Tahun Pajak 2022 dilakukan menggunakan metode garis lurus atau metode saldo menurun selama sisa masa manfaat yang sebenarnya berdasarkan pembukuan Wajib Pajak berdasarkan nilai sisa buku fiskal pada akhir Tahun Pajak 2021.
(8) Penghitungan amortisasi sesuai masa manfaat yang sebenarnya sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan sesuai dengan contoh penghitungan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Bagian Kedua
Pengeluaran Untuk Memperoleh Perangkat Lunak

Pasal 10


(1) Pembebanan pengeluaran untuk memperoleh Perangkat Lunak berupa Program Aplikasi Khusus yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dilakukan melalui amortisasi harta tak berwujud dalam kelompok 1 (satu) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3).
(2) Program Aplikasi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa program aplikasi di bidang perbankan, pasar modal, perhotelan, rumah sakit, atau penerbangan.
(3) Dalam hal dilakukan peningkatan kapasitas sumber daya terhadap Program Aplikasi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. pengeluaran untuk meningkatkan kapasitas Program Aplikasi Khusus tersebut ditambahkan pada nilai sisa buku fiskal Program Aplikasi Khusus tersebut; dan
  2. hasil penjumlahan sebagaimana dimaksud dalam huruf a diamortisasi dalam kelompok 1 (satu) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) mulai bulan dilakukan peningkatan kapasitas Program Aplikasi Khusus tersebut.


Pasal 11


(1) Pengeluaran untuk memperoleh dan meningkatkan kapasitas sumber daya Perangkat Lunak berupa Program Aplikasi Umum yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, diakui sebagai pengeluaran atau biaya operasional rutin yang dibebankan sekaligus pada tahun bersangkutan.
(2) Dalam hal Program Aplikasi Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk dalam harga pembelian perangkat keras, pembebanan pengeluaran untuk memperoleh Program Aplikasi Umum dimaksud diperhitungkan dalam penyusutan perangkat keras tersebut.


BAB IV
PENYUSUTAN HARTA BERWUJUD DAN/ATAU AMORTISASI
HARTA TAK BERWUJUD YANG DIMILIKI DAN DIGUNAKAN
DALAM BIDANG USAHA TERTENTU

Bagian Kesatu
Bidang Usaha Tertentu 

Pasal 12


Bidang usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c dan Pasal 9 ayat (2) terdiri atas:
  1. bidang usaha kehutanan, yaitu bidang usaha hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang tanamannya dapat berproduksi berkali-kali dan baru menghasilkan setelah ditanam lebih dari 1 (satu) tahun;
  2. bidang usaha perkebunan tanaman keras, yaitu bidang usaha perkebunan yang tanamannya dapat berproduksi berkali-kali dan baru menghasilkan setelah ditanam lebih dari 1 (satu) tahun;
  3. bidang usaha peternakan, yaitu bidang usaha peternakan yang meliputi:
    1. bidang usaha peternakan yang ternaknya dapat berproduksi berkali-kali dan baru menghasilkan setelah dipelihara lebih dari 1 (satu) tahun; atau
    2. bidang usaha peternakan yang ternaknya dapat berproduksi berkali-kali dan sudah menghasilkan setelah dipelihara kurang dari atau sampai dengan 1 (satu) tahun.

Bagian Kedua
Penyusutan Harta Berwujud yang Dimiliki dan Digunakan
dalam Bidang Usaha Tertentu yang Baru Menghasilkan
Setelah Ditanam atau Dipelihara Lebih dari 1 (Satu) Tahun

Pasal 13


(1) Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a, huruf b, dan huruf c angka 1 melakukan penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat harta tersebut.
(2) Harta berwujud yang dimiliki dan digunakan serta merupakan komoditas pokok dalam bidang usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu:
  1. tanaman kehutanan untuk bidang usaha kehutanan;
  2. tanaman keras untuk bidang usaha perkebunan tanaman keras, termasuk tanaman rempah dan penyegar; atau
  3. ternak untuk bidang usaha peternakan, termasuk ternak pejantan.
(3) Penyusutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai pada bulan produksi komersial atas harta berwujud.
(4) Bulan produksi komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan bulan mulai dilakukan penjualan.


Pasal 14


(1) Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) termasuk biaya pembelian bibit serta biaya untuk membesarkan dan memelihara bibit.
(2) Tidak termasuk sebagai pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan biaya yang berhubungan dengan tenaga kerja.


Pasal 15


(1) Harta berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) untuk:
a. bidang usaha kehutanan, dikelompokkan dalam kelompok 4 (empat);
b. bidang usaha perkebunan tanaman keras, dikelompokkan dalam kelompok 4 (empat); dan
c. bidang usaha peternakan, dikelompokkan dalam kelompok 2 (dua),
sesuai dengan masa manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3).
(2) Wajib Pajak dapat menggunakan kelompok masa manfaat selain kelompok masa manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan mempertimbangkan masa manfaat yang sebenarnya atas harta berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1).
(3) Dalam hal Wajib Pajak tidak menggunakan masa manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Wajib Pajak harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk memperoleh penetapan kelompok masa manfaat selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Direktur Jenderal Pajak menetapkan masa manfaat yang diajukan oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan mempertimbangkan kelompok masa manfaat yang terdekat dari masa manfaat yang sebenarnya atas harta berwujud tersebut.


Bagian Ketiga
Penyusutan Harta Berwujud yang Dimiliki dan Digunakan
dalam Bidang Usaha Tertentu yang Sudah Menghasilkan
Setelah Dipelihara Kurang Dari atau Sampai Dengan 1 (Satu)
Tahun

Pasal 16


(1) Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c angka 2 melakukan:
  1. pembebanan sekaligus atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang memiliki masa manfaat kurang dari atau sampai dengan 1 (satu) tahun;
  2. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sampai dengan 4 (empat) tahun dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat harta tersebut.
(2) Harta berwujud yang dimiliki dan digunakan serta merupakan komoditas pokok dalam bidang usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu ternak yang dapat berproduksi berkali-kali dan sudah menghasilkan setelah dipelihara kurang dari atau sampai dengan 1 (satu) tahun, dapat berupa ayam petelur dan bebek petelur.
(3) Penyusutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dimulai pada tahun dilakukannya pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud tersebut.
(4) Penghitungan penyusutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan sesuai dengan contoh penghitungan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 17


(1) Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) termasuk biaya pembelian bibit serta biaya untuk membesarkan dan memelihara bibit.
(2) Tidak termasuk sebagai pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan biaya yang berhubungan dengan tenaga kerja.

  

Bagian Keempat
Saat Mulainya Amortisasi Harta Tak Berwujud
yang Dimiliki dan Digunakan dalam Bidang Usaha Tertentu

Pasal 18


(1) Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya untuk bidang usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud tersebut atau pada bulan produksi komersial.
(2) Bulan produksi komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bulan mulai dilakukan penjualan.


BAB V

TATA CARA PERMOHONAN PERSETUJUAN DAN/ATAU
PEMBERITAHUAN KEPADA DIREKTUR JENDERAL PAJAK

Bagian Kesatu
Tata Cara Permohonan Persetujuan

Pasal 19


(1) Wajib Pajak Berstatus Pusat mengajukan permohonan:
a. kelompok masa manfaat penyusutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2);
b. saat mulainya penyusutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4);
c. persetujuan penundaan pembebanan kerugian atas pengalihan atau penarikan harta yang mendapatkan penggantian asuransi untuk dibukukan sebagai beban masa kemudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4); atau
d. kelompok masa manfaat penyusutan untuk bidang Usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3),
secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak Berstatus Pusat terdaftar.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan:
a. secara langsung;
b. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat; atau
c. secara elektronik.
(3) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan dalam hal sistem sudah tersedia.
(4) Tata cara pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c sesuai dengan Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan serta penerbitan, penandatanganan, dan pengiriman keputusan atau ketetapan pajak secara elektronik.


Pasal 20


(1) Wajib Pajak yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf d harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
  1. telah menyampaikan:
    1. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk 2 (dua) Tahun Pajak terakhir; dan
    2. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai untuk 3 (tiga) Masa Pajak terakhir,
    yang telah menjadi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
  2. tidak mempunyai utang pajak atau mempunyai utang pajak namun atas keseluruhan utang pajak tersebut telah mendapatkan izin untuk menunda atau mengangsur pembayaran pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan
  3. tidak sedang dalam proses penanganan tindak pidana di bidang perpajakan dan/atau tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya tindak pidana di bidang perpajakan yaitu pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka, penyidikan, atau penuntutan.
(2) Wajib Pajak yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf c harus memenuhi ketentuan telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk 2 (dua) Tahun Pajak terakhir yang telah menjadi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.


Bagian Kedua
Isi, Batas Waktu, dan Bentuk Permohonan

Pasal 21


(1) Permohonan kelompok masa manfaat penyusutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) paling sedikit memuat:
  1. identitas Wajib Pajak;
  2. nama harta berwujud;
  3. tanggal perolehan;
  4. nilai perolehan;
  5. masa manfaat menurut Wajib Pajak; dan
  6. kelompok penyusutan menurut Wajib Pajak;
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
  1. penjelasan terperinci Wajib Pajak mengenai harta berwujud yang paling sedikit memuat:
    1. nama harta berwujud;
    2. asal perolehan harta berwujud;
    3. jumlah harta berwujud;
    4. nilai perolehan harta berwujud;
    5. alasan/dasar pertimbangan perkiraan masa manfaat; dan
    6. kelompok penyusutan menurut Wajib Pajak;
  2. spesifikasi harta berwujud dari produsen;
  3. dokumen perkiraan umur harta berwujud/masa manfaat ekonomis dari penilai publik sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penilai publik; dan
  4. keputusan penetapan kelompok harta berwujud bukan bangunan untuk keperluan penyusutan, dalam hal pernah memperoleh penetapan untuk harta lainnya.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diajukan paling lama 1 (satu) bulan setelah akhir Tahun Pajak diperolehnya harta berwujud.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh bentuk permohonan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 22


(1) Permohonan saat mulainya penyusutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) paling sedikit memuat:
  1. identitas Wajib Pajak;
  2. nama harta berwujud;
  3. jumlah unit;
  4. harga perolehan;
  5. tanggal perolehan;
  6. bulan saat mulai digunakan;
  7. bulan saat mulai menghasilkan; dan
  8. bulan saat mulainya penyusutan menurut Wajib Pajak.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
  1. penjelasan terperinci Wajib Pajak mengenai harta berwujud yang paling sedikit memuat:
    1. nama harta berwujud;
    2. asal perolehan harta berwujud;
    3. jumlah harta berwujud;
    4. nilai perolehan harta berwujud; dan
    5.  rencana saat mulainya penggunaan harta berwujud;
  2. bukti pendukung atas saat pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan/atau saat selesainya pengerjaan harta berwujud; dan
  3. penjelasan mengenai saat harta berwujud mulai digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau saat mulai menghasilkan.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diajukan paling lama 1 (satu) bulan setelah akhir Tahun Pajak diperolehnya harta berwujud.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh bentuk permohonan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 23


(1) Permohonan persetujuan penundaan pembebanan kerugian atas pengalihan atau penarikan harta yang mendapatkan penggantian asuransi untuk dibukukan sebagai beban masa kemudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) paling sedikit memuat:
  1. identitas Wajib Pajak;
  2. nama harta berwujud;
  3. nilai sisa buku harta;
  4. nilai penggantian asuransi;
  5. tanggal terjadinya kerugian; dan
  6. tanggal diterimanya penggantian asuransi.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri paling sedikit:
  1. polis asuransi;
  2. berita acara peristiwa yang mendasari klaim asuransi; dan
  3. surat keterangan penggantian asuransi atau bukti pembayaran dari perusahaan asuransi;
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diajukan paling lama 1 (satu) bulan setelah akhir Tahun Pajak diterimanya penggantian asuransi.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh bentuk permohonan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 24


(1) Permohonan kelompok masa manfaat penyusutan untuk bidang usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) paling sedikit memuat:
  1. identitas Wajib Pajak;
  2. nama harta berwujud;
  3. tanggal perolehan;
  4. nilai perolehan;
  5. bulan produksi komersial;
  6. masa manfaat menurut Wajib Pajak; dan
  7. kelompok penyusutan menurut Wajib Pajak.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
  1. penjelasan terperinci Wajib Pajak mengenai harta berwujud yang paling sedikit memuat:
    1. nama harta berwujud;
    2. asal perolehan harta berwujud;
    3. jumlah harta berwujud;
    4. nilai perolehan harta berwujud;
    5. alasan/dasar pertimbangan perkiraan masa manfaat; dan
    6. kelompok penyusutan menurut Wajib Pajak;
  2. kajian mengenai perkiraan umur harta berwujud/masa manfaat ekonomis; dan
  3. keputusan penetapan kelompok masa manfaat yang sebenarnya, dalam hal pernah diperoleh penetapan untuk harta lainnya.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diajukan paling lama 1 (satu) bulan setelah akhir Tahun Pajak dilakukan produksi komersial atas harta berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dan ayat (4).
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh bentuk permohonan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Bagian Ketiga
Tindak Lanjut atas Permohonan

Pasal 25


(1) Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian dan penetapan.
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
  1. penelitian kelengkapan dokumen; dan
  2. penelitian substansi.
(3) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas penetapan:
  1. kelompok masa manfaat penyusutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3);
  2. saat mulainya penyusutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5);
  3. persetujuan penundaan pembebanan kerugian atas pengalihan atau penarikan harta yang mendapatkan penggantian asuransi untuk dibukukan sebagai beban masa kemudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5); dan
  4. kelompok masa manfaat penyusutan untuk bidang usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4).
(4) Kewenangan melakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan penetapan kelompok masa manfaat penyusutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan kelompok masa manfaat penyusutan untuk bidang usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d, didelegasikan oleh Direktur Jenderal Pajak kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
(5) Kewenangan melakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan penetapan saat mulainya penyusutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan persetujuan penundaan pembebanan kerugian atas pengalihan atau penarikan harta yang mendapatkan penggantian asuransi untuk dibukukan sebagai beban masa kemudian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, didelegasikan oleh Direktur Jenderal Pajak kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.


Bagian Keempat
Penelitian Kelengkapan Dokumen

Pasal 26


(1) Atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, atau Pasal 24, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak melakukan penelitian kelengkapan dokumen.
(2) Atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 atau Pasal 24 yang diajukan melalui Kepala Kantor Pelayanan Pajak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak meneruskan permohonan dimaksud kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
(3) Berdasarkan penelitian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam:
a. Pasal 21 tidak dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2);
b. Pasal 22 tidak dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2);
c. Pasal 23 tidak dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2); atau
d. Pasal 24 tidak dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2),
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyampaikan surat permintaan kelengkapan kepada Wajib Pajak sesuai dengan contoh bentuk surat sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya permohonan.
(4) Permintaan kelengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dipenuhi oleh Wajib Pajak paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak dikirimnya surat permintaan kelengkapan.
(5) Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi permintaan kelengkapan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyampaikan surat pemberitahuan permohonan tidak dipertimbangkan kepada Wajib Pajak dengan menggunakan contoh bentuk surat sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini dan dokumen permohonan Wajib Pajak dimaksud dikembalikan.
(6) Wajib Pajak yang permohonannya tidak dipertimbangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dapat mengajukan permohonan kembali secara lengkap dengan memperhatikan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3), Pasal 22 ayat (3), Pasal 23 ayat (3) atau Pasal 24 ayat (3).


Bagian Kelima
Penelitian Substansi

Pasal 27


(1) Atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, atau Pasal 24 yang telah dilakukan penelitian kelengkapan dokumen dan diterima secara lengkap, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak melakukan penelitian substansi.
(2) Penelitian substansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penelitian kesesuaian atas isi dokumen yang dilampirkan dengan permohonan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
(3) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus memberikan:
a. keputusan persetujuan;
b. keputusan persetujuan sebagian; atau
c. keputusan penolakan,
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dengan menggunakan contoh bentuk keputusan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(4) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak belum menerbitkan keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap disetujui.
(5) Terhadap permohonan yang dianggap disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menerbitkan keputusan persetujuan paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terlampaui.


Pasal 28


(1) Dalam hal sistem informasi secara otomatis telah tersedia, untuk persetujuan penundaan pembebanan kerugian atas pengalihan atau penarikan harta yang mendapatkan penggantian asuransi untuk dibukukan sebagai beban masa kemudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4), penelitian dilakukan secara otomatis melalui sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak.
(2) Berdasarkan hasil penelitian secara otomatis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak:
a. menerbitkan keputusan persetujuan dalam hal permohonan Wajib Pajak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23; atau
b. memberikan notifikasi tidak dapat diproses dalam hal permohonan Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23,
melalui laman yang disediakan Direktorat Jenderal Pajak.


Pasal 29


(1) Dalam hal di kemudian hari terdapat data dan/atau informasi yang berbeda dengan kenyataan di lapangan terhadap keputusan persetujuan atas:
a. saat mulainya penyusutan; atau
b. persetujuan penundaan pembebanan kerugian atas pengalihan atau penarikan harta yang mendapatkan penggantian asuransi untuk dibukukan sebagai beban masa kemudian,
Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan keputusan yang membetulkan keputusan sebelumnya.
(2) Dalam hal di kemudian hari terdapat data dan/atau informasi yang berbeda dengan kenyataan di lapangan terhadap keputusan persetujuan atas:
a. kelompok masa manfaat penyusutan; atau
b. kelompok masa manfaat penyusutan untuk bidang usaha tertentu,
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan keputusan yang membetulkan keputusan sebelumnya.
(3) Atas selisih biaya penyusutan akibat penerbitan keputusan yang membetulkan keputusan persetujuan sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), diakui:
a. sebagai beban, dalam hal saat mulai penyusutan menjadi lebih awal atau masa manfaat menjadi lebih pendek, dan biaya penyusutan tahun-tahun sebelumnya lebih kecil dibebankan; atau
b. sebagai penghasilan, dalam hal saat mulai penyusutan menjadi lebih lama atau masa manfaat menjadi lebih panjang, dan biaya penyusutan tahun-tahun sebelumnya lebih besar dibebankan,
pada Tahun Pajak dilakukannya penerbitan keputusan penetapan yang membetulkan keputusan persetujuan penetapan sebelumnya tersebut.


Bagian Keenam

Tata Cara Pemberitahuan

Pasal 30


(1) Wajib Pajak Berstatus Pusat yang memilih melakukan penyusutan atau amortisasi sesuai masa manfaat yang sebenarnya menyampaikan:
a. pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) atau ayat (4); atau
b. pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5) atau ayat (6),
secara elektronik dan disampaikan melalui aplikasi atau sistem yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
(2) Dalam hal aplikasi atau sistem sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diakses, pemberitahuan dapat disampaikan secara tertulis melalui Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak Berstatus Pusat terdaftar.
(3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan:
a. secara langsung; atau
b. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
(4) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit memuat:
a. identitas Wajib Pajak;
b. nama harta berwujud;
c. tanggal perolehan atau selesainya pengerjaan;
d. nilai perolehan;
e. masa manfaat menurut Wajib Pajak; dan
f. lokasi bangunan.
(5) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit memuat:
a. identitas Wajib Pajak;
b. nama harta tak berwujud;
c. tanggal perolehan atau selesainya pengerjaan;
d. nilai perolehan;
e. masa manfaat menurut Wajib Pajak; dan
f. asal perolehan harta.
(6) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh bentuk pemberitahuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 31


Terhadap permohonan:
a. penetapan masa manfaat atas harta berwujud bukan bangunan yang sebenarnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2);
b. penetapan saat mulainya penyusutan harta berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4); dan/atau
c. penetapan masa manfaat harta berwujud bidang usaha tertentu yang sebenarnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3),
yang telah diajukan sampai dengan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan telah diterima secara lengkap, diproses lebih lanjut sesuai ketentuan yang berlaku pada saat permohonan diajukan secara lengkap.


Pasal 32


Terhadap permohonan:
a. penetapan masa manfaat atas harta berwujud bukan bangunan yang sebenarnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2);
b. penetapan saat mulainya penyusutan harta berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4); dan/atau
c. penetapan masa manfaat harta berwujud bidang usaha tertentu yang sebenarnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3),
yang telah diajukan sampai dengan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan belum diterima secara lengkap, diproses lebih lanjut dengan menggunakan Peraturan Menteri ini.


Pasal 33


Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, untuk keperluan perhitungan penyusutan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. terhadap pengeluaran harta berwujud bukan bangunan yang telah disusutkan sesuai masa manfaat kelompok 1 (satu), kelompok 2 (dua), kelompok 3 (tiga), dan/atau kelompok 4 (empat) berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009 tentang Jenis-Jenis Harta yang Termasuk dalam Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan untuk Keperluan Penyusutan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 105), masa manfaat penyusutannya tetap berlaku sampai habis masa manfaatnya.
  2. dikecualikan dari ketentuan pada angka 1, terhadap jenis harta berwujud bukan bangunan yang diperoleh sebelum Tahun Pajak berlakunya Peraturan Menteri ini dan tidak tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009 tentang Jenis-Jenis Harta yang Termasuk dalam Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan untuk Keperluan Penyusutan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 105) serta tidak diterbitkan surat keputusan penetapan masa manfaat tetapi tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini:
    1. dalam hal disusutkan belum melebihi masa manfaat kelompok 2 (dua) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini, sisa masa manfaat fiskal pada akhir Tahun Pajak 2022 disesuaikan dengan masa manfaat kelompok sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri ini dan nilai sisa buku fiskal pada akhir Tahun Pajak 2022 disusutkan sesuai sisa masa manfaat yang telah disesuaikan tersebut; atau
    2. dalam hal telah disusutkan melebihi masa manfaat kelompok 2 (dua) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini, nilai sisa buku fiskal pada akhir Tahun Pajak 2022 disusutkan sekaligus di Tahun Pajak 2023.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 34


Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 248/PMK.03/2008 tentang Amortisasi atas Pengeluaran untuk Memperoleh Harta Tak Berwujud dan Pengeluaran Lainnya untuk Bidang Usaha Tertentu;
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249/PMK.03/2008 tentang Penyusutan atas Pengeluaran untuk Memperoleh Harta Berwujud yang Dimiliki dan Digunakan dalam Bidang Usaha Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 126/PMK.011/2012 tentang Perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249/PMK.03/2008 tentang Penyusutan atas Pengeluaran untuk Memperoleh Harta Berwujud yang Dimiliki dan Digunakan dalam Bidang Usaha Tertentu (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 782); dan
c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009 tentang Jenis-jenis Harta yang Termasuk dalam Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan untuk Keperluan Penyusutan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 105),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 35


Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 Juli 2023
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI



Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 17 Juli 2023
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

ASEP N. MULYANA



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 546