Peraturan Pemerintah Nomor : 46 Tahun 2023

Kategori : Lainnya

Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 46 TAHUN 2023

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2021
TENTANG PENYELENGGARAAN BIDANG PERINDUSTRIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

  1. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 44 dan Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian;
  2. bahwa dengan telah disahkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang sebagai pengganti atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja serta untuk menjamin ketersediaan dan memberikan kemudahan untuk memperoleh bahan baku dan/atau bahan penolong bagi industri dalam negeri dan untuk kelancaran penyelenggaraan bidang perindustrian, perlu melakukan penyesuaian terhadap beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian;

Mengingat :

  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6640);

MEMUTUSKAN:


Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2021 TENTANG PENYELENGGARAAN BIDANG PERINDUSTRIAN.


Pasal I


Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6640) diubah sebagai berikut:

1. Ketentuan ayat (5) Pasal 11 diubah sehingga Pasal 11 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 11

 

(1) Dalam rangka menjamin ketersediaan Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pemerintah Pusat menetapkan neraca komoditas.
(2) Neraca komoditas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
  1. data yang lengkap, detail, dan akurat mengenai kebutuhan Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong untuk Industri dalam negeri; dan
  2. data yang lengkap, detail, dan akurat mengenai pasokan Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong untuk Industri dalam negeri.
(3) Data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a paling sedikit meliputi data mengenai:
  1. jenis Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong yang dibutuhkan berdasarkan pos tarif;
  2. jumlah/volume Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong yang dibutuhkan;
  3. waktu pemanfaatan Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong yang dibutuhkan; dan
  4. standar mutu Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong yang dibutuhkan.
(4) Data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b paling sedikit meliputi data mengenai:
  1. jenis Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong yang tersedia di dalam negeri berdasarkan pos tarif;
  2. jumlah/volume Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong yang tersedia di dalam negeri;
  3. waktu ketersediaan Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong di dalam negeri; dan
  4. standar mutu Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong yang tersedia di dalam negeri.
(5) Neraca komoditas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun takwim.
   
2. Ketentuan ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Pasal 12 diubah sehingga Pasal 12 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 12

 

(1) Penetapan neraca komoditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) dilakukan:
a. dalam rapat koordinasi yang diselenggarakan oleh kementerian yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian; atau
b. tanpa melalui rapat koordinasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
paling lambat bulan Desember tahun sebelumnya.
(2) Penetapan neraca komoditas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan rencana kebutuhan Industri dan rencana pasokan Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong.
(3) Neraca komoditas yang telah ditetapkan dapat dievaluasi secara berkala dan/atau sewaktu-waktu jika diperlukan.
(4) Neraca komoditas dapat diakses melalui sistem informasi terintegrasi.
   
3. Pasal 13 dihapus.
   
4.  Ketentuan ayat (1) dan ayat (3) Pasal 14 diubah sehingga Pasal 14 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 14

 

(1) Rencana kebutuhan Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) merupakan rencana kebutuhan Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong untuk jangka waktu 1 (satu) tahun takwim.
(2) Rencana kebutuhan Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan usulan kebutuhan Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong setiap Perusahaan Industri.
(3) Rencana kebutuhan Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
   
5. Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 15

 

(1) Usulan kebutuhan Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong disampaikan kepada Menteri oleh Pelaku Usaha.
(2) Usulan kebutuhan Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan verifikasi oleh Menteri.
(3) Dalam melaksanakan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri dapat menunjuk lembaga pelaksana verifikasi independen.
(4) Usulan kebutuhan Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui sistem informasi terintegrasi.
   
6. Ketentuan Pasal 16 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 16

 

(1) Rencana pasokan Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) disampaikan oleh Menteri dan/atau menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait sesuai kewenangannya melalui sistem informasi terintegrasi untuk jangka waktu 1 (satu) tahun takwim.
(2) Rencana pasokan Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong yang disampaikan oleh Menteri dan/atau menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
  1. hasil sumber daya alam; dan/atau
  2. hasil produksi Industri dalam negeri.
   
7. Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 17


Rencana kebutuhan Industri yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan rencana pasokan Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 disampaikan secara elektronik kepada menteri yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian melalui sistem informasi terintegrasi.
   
8. Ketentuan Pasal 18 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 18


Dalam hal neraca komoditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) belum ditetapkan, jaminan ketersediaan Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan data yang tersedia.
   
9. Di antara Pasal 18 dan Pasal 19 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 18A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 18A


Ketentuan lebih lanjut mengenai neraca komoditas diatur dengan Peraturan Presiden.
   
10. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 19 diubah, di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (la) dan ayat (lb), serta ayat (3) dihapus, sehingga Pasal 19 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 19

 

(1) Impor Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong dilakukan oleh Perusahaan Industri yang memiliki nomor induk berusaha yang berlaku sebagai angka pengenal importir produsen.
(1a) Impor Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Pelaku Usaha yang memiliki nomor induk berusaha yang berlaku sebagai angka pengenal importir umum.
(1b) Pelaku Usaha yang memiliki nomor induk berusaha sebagai angka pengenal importir umum tidak dapat mengimpor Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal impor Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong diperuntukan bagi Industri kecil dan Industri menengah yang tidak dapat melaksanakan importasi sendiri, dapat dilakukan oleh pusat penyedia Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong yang memiliki nomor induk berusaha yang berlaku sebagai angka pengenal importir umum.
(3) Dihapus.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pusat penyedia Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.
   
11. Di antara Pasal 19 dan Pasal 20 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 19A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 19A

 

(1) Untuk mendorong investasi, selain dapat mengimpor Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), Perusahaan Industri dapat mengimpor barang jadi untuk keperluan komplementer, tes pasar, atau pelayanan purna jual.
(2) Pelaksanaan impor barang jadi untuk keperluan komplementer, tes pasar, atau pelayanan purna jual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
   
12. Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 20

 

(1) Perusahaan Industri dilarang menjual atau memindah tangankan Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong yang berasal dari impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19.
(2) Dalam hal tertentu, ketentuan mengenai larangan penjualan atau pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan terhadap penjualan atau pemindahtanganan atas Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong sisa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penjualan atau pemindahtanganan Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong sisa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.
   
13. Ketentuan ayat (1) Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 35

 

(1) Barang dan/atau jasa Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2017 tentang Pembangunan Sarana dan Prasarana Industri merupakan hasil produksi dari Perusahaan Industri atau produsen di luar negeri.
(2) Perusahaan Industri atau produsen di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memproduksi barang dan/atau jasa Industri dengan menggunakan merek milik sendiri.
(3) Produsen di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memiliki perwakilan resmi dan/atau pemegang lisensi di wilayah negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Dalam hal terdapat kerja sama merek dan/atau maklun, merek yang digunakan oleh Perusahaan Industri atau produsen di luar negeri harus merek milik pemberi kerja sama atau pemberi maklun.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerja sama merek dan/atau maklun sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Menteri.
   
14. Ketentuan ayat (1) Pasal 36 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 36

(1) Pemerintah Pusat dapat menetapkan pengecualian atas SNI, Spesifikasi Teknis, dan/atau Pedoman Tata Cara yang diberlakukan secara wajib.
(2) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap barang Industri berdasarkan:
  1. sifat teknisnya merupakan produk sejenis yang memiliki standar tersendiri dengan ruang lingkup, klasifikasi, dan/atau syarat mutu yang berbeda dengan standar yang diwajibkan;
  2. keperluannya merupakan produk contoh untuk keperluan riset dan pengembangan produk;
  3. keperluannya merupakan barang contoh dalam rangka pengujian untuk memperoleh sertifikat kesesuaian; dan/atau
  4. keperluannya merupakan barang pribadi penumpang.
(3) Penetapan terhadap pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri mengenai pemberlakuan SNI, Spesifikasi Teknis, dan/atau Pedoman Tata Cara secara wajib dari masing-masing barang Industri.

   
15. Ketentuan huruf a ayat (4), huruf a ayat (5), dan huruf a ayat (6) Pasal 38 diubah, sehingga Pasal 38 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 38

 

(1) Penilaian kesesuaian terhadap SNI, Spesifikasi Teknis, dan/atau Pedoman Tata Cara yang diberlakukan secara wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2017 tentang Pembangunan Sarana dan Prasarana Industri dilakukan oleh lembaga penilaian kesesuaian yang telah terakreditasi sesuai dengan ruang lingkupnya dan ditunjuk oleh Menteri.
(2) Dalam melakukan penunjukan lembaga penilaian kesesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri mempertimbangkan kebutuhan Industri dan jumlah persebaran Industri dalam negeri.
(3) Lembaga penilaian kesesuaian yang telah ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
  1. lembaga sertifikasi produk;
  2. laboratorium uji; dan
  3. lembaga inspeksi.
(4) Lembaga sertifikasi produk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
  1. memiliki Perizinan Berusaha di bidang Industri jasa sertifikasi atau penetapan tugas dan fungsi kelembagaan bagi lembaga sertifikasi produk yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. memiliki laboratorium uji yang terakreditasi berdasarkan SNI ISO/IEC 17025 atau lembaga inspeksi yang terakreditasi berdasarkan SNI ISO/IEC 17020;
  3. telah terakreditasi oleh KAN untuk lingkup yang sesuai; dan
  4. berdomisili atau berkedudukan di wilayah hukum negara Republik Indonesia.
(5) Laboratorium uji sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
  1. memiliki Perizinan Berusaha di bidang Industri jasa pengujian laboratorium atau penetapan tugas dan fungsi kelembagaan bagi laboratorium uji yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. telah terakreditasi berdasarkan SNI ISO/IEC 17025;
  3. telah terakreditasi oleh KAN untuk lingkup yang sesuai; dan
  4. berdomisili atau berkedudukan di wilayah hukum negara Republik Indonesia.
(6) Lembaga inspeksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
  1. memiliki Perizinan Berusaha di bidang Industri jasa inspeksi periodik atau penetapan tugas dan fungsi kelembagaan bagi lembaga inspeksi yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. telah terakreditasi berdasarkan SNI ISO/IEC 17020;
  3. telah terakreditasi oleh KAN untuk lingkup yang sesuai; dan
  4. berdomisili atau berkedudukan di wilayah hukum negara Republik Indonesia.
(7) Menteri dapat menunjuk:
  1. lembaga sertifikasi produk yang belum memenuhi kriteria terakreditasi oleh KAN untuk lingkup yang sesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c;
  2. laboratorium uji yang belum memenuhi kriteria terakreditasi oleh KAN untuk lingkup yang sesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c; dan/atau
  3. lembaga inspeksi yang belum memenuhi kriteria terakreditasi oleh KAN untuk lingkup yang sesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c.
(8) Penunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan dengan ketentuan:
  1. belum tersedia lembaga sertifikasi produk, laboratorium uji, dan/atau lembaga inspeksi yang telah terakreditasi oleh KAN untuk lingkup yang sesuai tetapi sudah terakreditasi dengan ruang lingkup yang sejenis; atau
  2. telah tersedia lembaga sertifikasi produk, laboratorium uji, dan/atau lembaga inspeksi yang telah terakreditasi oleh KAN untuk lingkup yang sesuai tetapi jumlahnya belum memadai.
(9) Penunjukan lembaga penilaian kesesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (7) dilakukan berdasarkan hasil evaluasi administratif dan evaluasi kompetensi.
(10) Penunjukan lembaga penilaian kesesuaian yang belum memenuhi kriteria terakreditasi oleh KAN sebagaimana dimaksud pada ayat (7) berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun.
(11) Dalam hal lembaga sertifikasi produk, laboratorium uji, dan/atau lembaga inspeksi belum terakreditasi oleh KAN untuk ruang lingkup yang sesuai dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (10), Menteri dapat mencabut penunjukannya sebagai lembaga penilaian kesesuaian untuk ruang lingkup dimaksud.
(12) Dalam hal lembaga sertifikasi produk, laboratorium uji, dan/atau lembaga inspeksi berdomisili atau berkedudukan di luar wilayah hukum negara Republik Indonesia, hasil sertifikasi produk, hasil pengujian, dan/atau hasil inspeksinya dapat diakui sepanjang terdapat perjanjian saling pengakuan antarnegara di bidang regulasi teknis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(13) Ketentuan lebih lanjut mengenai:
a. tata cara penunjukan lembaga penilaian kesesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau pada ayat (7); dan
b. evaluasi administratif dan evaluasi kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (9),
diatur dalam Peraturan Menteri.
   
16. Ketentuan Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian diubah, sehingga berbunyi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.


Pasal II


Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 September 2023
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.

JOKO WIDODO



Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 25 September 2023
MENTERI SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

PRATIKNO



LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 119






PENJELASAN

ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 46 TAHUN 2023

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2021
TENTANG PENYELENGGARAAN BIDANG PERINDUSTRIAN

I. UMUM

Jaminan ketersediaan Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong bagi Industri dalam negeri yang antara lain dilakukan dengan pelarangan atau pembatasan ekspor Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong, kemudahan impor Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong bagi Industri, serta jaminan penyaluran Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong di dalam wilayah negara Republik Indonesia telah berjalan melalui pelaksanaan neraca komoditas. Namun demikian, pelaksanaan neraca komoditas dirasa perlu untuk dilakukan perbaikan dan penyempurnaan, khususnya dalam proses penetapan neraca komoditas untuk komoditas selain barang kebutuhan pokok guna memastikan pelayanan publik yang diberikan lebih memudahkan bagi Pelaku Usaha dengan mengedepankan prinsip good govemance.


Kemudahan impor Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong bagi Industri diberikan kepada Pelaku Usaha yang memiliki nomor induk berusaha yang berlaku sebagai angka pengenal importir produsen untuk memastikan bahwa Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong yang diimpor digunakan oleh Pelaku Usaha dalam kegiatan produksi dan tidak diperjualbelikan atau dipindahtangankan kepada pihak lain agar tidak mengganggu perekonomian nasional. Dalam perkembangannya, impor Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong tidak selalu dilakukan oleh Pelaku Usaha pemilik nomor induk berusaha yang berlaku sebagai angka pengenal importir produsen mengingat terdapat beberapa model bisnis yang pelaksanaan impor Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong dilakukan oleh Pelaku Usaha pemilik nomor induk berusaha yang berlaku sebagai angka pengenal importir umum. Berkaitan dengan hal tersebut, perlu diberikan keleluasaan impor Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong bagi Pelaku Usaha pemilik nomor induk berusaha yang berlaku sebagai angka pengenal importir umum tersebut dengan tetap menjamin bahwa ketersediaan Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong bagi Industri dalam negeri tidak akan mengganggu perekonomian nasional.


Selain itu, untuk mendorong investasi kepada Perusahaan Industri pemilik nomor induk berusaha yang berlaku sebagai angka pengenal importir produsen diberikan kemudahan dalam melakukan impor barang jadi untuk keperluan komplementer, tes pasar, dan pelayanan purna jual. Kemudahan impor barang jadi untuk keperluan komplementer diperlukan guna melengkapi lini produksi yang berasal dari dan dihasilkan oleh Perusahaan Industri di luar negeri yang memiliki hubungan istimewa dengan Perusahaan Industri pemilik nomor induk berusaha yang berlaku sebagai angka pengenal importir produsen. Sedangkan kemudahan impor barang jadi untuk keperluan tes pasar diperlukan guna mengetahui reaksi pasar dan digunakan dalam rangka pengembangan usaha Perusahaan Industri pemilik nomor induk berusaha yang berlaku sebagai angka pengenal importir produsen. Adapun kemudahan impor barang jadi untuk keperluan pelayanan purna jual diperlukan guna menjamin ketersediaan suku cadang, produk pengganti, dan penggantian produk yang terkait dengan produk utama yang diproduksi oleh Perusahaan Industri pemilik nomor induk berusaha yang berlaku sebagai angka pengenal importir produsen.


Berdasarkan hal tersebut di atas, perlu dilakukan perubahan terhadap beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian antara lain ketentuan terkait neraca komoditas, importasi Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong bagi Industri, dan standardisasi Industri, sehingga dapat semakin meningkatkan pembangunan Industri nasional yang mengantarkan kepada terciptanya struktur ekonomi yang mandiri, sehat, dan kukuh guna mewujudkan kedaulatan, kemandirian, dan ketahanan bangsa.

   
II. PASAL DEMI PASAL

Pasal I

Angka 1

Pasal 11

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “neraca komoditas” adalah data dan informasi yang memuat antara lain situasi konsumsi dan produksi komoditas tertentu untuk kebutuhan penduduk dan keperluan industri dalam kurun waktu tertentu yang ditetapkan dan berlaku secara nasional.


Ayat (2)

Cukup jelas.


Ayat (3)

Huruf a

Cukup jelas.


Huruf b

Jumlah/volume Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong yang dibutuhkan mencakup alokasi pemanfaatan dan tempat pemasukan Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong yang dibutuhkan.


Huruf c

Cukup jelas.


Huruf d

Cukup jelas.


Ayat (4)

Huruf a

Cukup jelas.


Huruf b

Jumlah/volume Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong yang tersedia di dalam negeri mencakup lokasi Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong yang tersedia di dalam negeri.


Huruf c

Cukup jelas.


Huruf d

Cukup jelas.


Ayat (5)

Cukup jelas.


Angka 2

Pasal 12

Ayat (1)

Cukup jelas.


Ayat (2)

Cukup jelas.

 

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “sewaktu-waktu jika diperlukan” adalah kondisi kekurangan Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong yang diakibatkan antara lain oleh bencana alam, bencana nonalam, kebutuhan Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong atas investasi baru, dan/atau program prioritas Pemerintah.


Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “sistem informasi terintegrasi” adalah sistem Indonesia National Single Window yang terintegrasi dengan SIINas, INATRADE, dan sistem informasi dari kementerian/lembaga terkait.


Angka 3

Pasal 13

Dihapus.


Angka 4

Pasal 14

Ayat (1)

Cukup jelas.


Ayat (2)

Cukup jelas.


Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “pejabat yang ditunjuk” adalah pejabat pimpinan tinggi madya yang ditunjuk oleh Menteri.


Angka 5

Pasal 15

Cukup jelas.


Angka 6

Pasal 16

Ayat (1)

Cukup jelas.


Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.


Huruf b

Yang dimaksud dengan “hasil produksi Industri dalam negeri” termasuk hasil produk samping dan hasil daur ulang.


Angka 7

Pasal 17

Cukup jelas.


Angka 8

Pasal 18

Yang dimaksud dengan “data yang tersedia” adalah data dan informasi yang telah terverifikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, baik yang berasal dari kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian, Pelaku Usaha, asosiasi, dan/atau data lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan.


Angka 9

Pasal 18A

Cukup jelas.


Angka 10

Pasal 19

Ayat (1)

Cukup jelas.


Ayat (1a)

Cukup jelas.


Ayat (1b)

Yang dimaksud dengan “Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong tertentu” adalah Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong yang diatur dan ditetapkan peredaran dan pengawasannya secara khusus atau diatur importasinya, seperti gula kristal mentah (raw sugar), semen clinker, dan/atau limbah non B3 sebagai Bahan Baku Industri (sisa dan skrap).


Ayat (2)

Cukup jelas.


Ayat (3)

Cukup jelas.


Ayat (4)

Cukup jelas.


Angka 11

Pasal 19A

Cukup jelas.


Angka 12

Pasal 20

Ayat (1)

Cukup jelas.


Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “dalam hal tertentu” antara lain kondisi Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong cacat/reject, keadaan kahar, dan kondisi lainnya.


Ayat (3)

Cukup jelas.


Angka 13

Pasal 35

Cukup jelas.


Angka 14

Pasal 36

Cukup jelas.


Angka 15

Pasal 38

Ayat (1)

Cukup jelas.


Ayat (2)

Cukup jelas.


Ayat (3)

Cukup jelas.


Ayat (4)

Cukup jelas.

 

Ayat (5)

Cukup jelas.


Ayat (6)

Cukup jelas.


Ayat (7)

Cukup jelas.


Ayat (8)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “ruang lingkup yang sejenis” antara lain sejenis dalam hal Bahan Baku/material dan metode pengujian.


Huruf b

Cukup jelas.


Ayat (9)

Cukup jelas.


Ayat (10)

Cukup jelas.


Ayat (11)

Cukup jelas.


Ayat (12)

Cukup jelas.


Ayat (13)

Cukup jelas.


Angka 16

Cukup jelas.


Pasal II

Cukup jelas.

 



TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6891