Peraturan Dirjen Bea dan Cukai Nomor : PER - 27/BC/2023

Kategori : Lainnya

Petunjuk Teknis Penyelesaian Barang Asal Impor Yang Mendapat Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Dengan Cara Selain Diekspor


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR PER - 27/BC/2023

TENTANG

PETUNJUK TEKNIS PENYELESAIAN BARANG ASAL IMPOR YANG MENDAPAT KEMUDAHAN IMPOR TUJUAN EKSPOR DENGAN CARA SELAIN DIEKSPOR

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

Menimbang :
  1. bahwa ketentuan mengenai petunjuk teknis penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor dengan cara selain diekspor telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-11/BC/2019 tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Industri Kecil dan Menengah dan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-8/BC/2022 tentang Petunjuk Teknis Pemberian Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor;
  2. bahwa ketentuan mengenai pemberitahuan pabean penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-22/BC/2009 tentang Pemberitahuan Pabean Impor sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-23/BC/2022 tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-22/BC/2009 tentang Pemberitahuan Pabean Impor;
  3. bahwa untuk lebih meningkatkan pelayanan dan pengawasan atas penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor selain dengan cara diekspor sebagaimana dimaksud dalam huruf a, serta penyempurnaan dokumen pemberitahuan pabean penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor sebagaimana dimaksud dalam huruf b, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai petunjuk teknis penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor dengan cara selain diekspor;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 155/PMK.04/2008 tentang Pemberitahuan Pabean sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.04/2019 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 155/PMK.04/2008 tentang Pemberitahuan Pabean, ketentuan Pasal 43 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.04/2016 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang dan/atau Bahan, dan/atau Mesin yang Dilakukan oleh Industri Kecil dan Menengah dengan Tujuan Ekspor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.04/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.04/2016 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang dan/atau Bahan, dan/atau Mesin yang Dilakukan oleh Industri Kecil dan Menengah dengan Tujuan Ekspor, dan ketentuan Pasal 52 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.04/2022 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Petunjuk Teknis Penyelesaian Barang Asal Impor yang Mendapat Kemudahan Impor Tujuan Ekspor dengan Cara Selain Diekspor;
Mengingat :
  1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 155/PMK.04/2008 tentang Pemberitahuan Pabean sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.04/2019 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 155/PMK.04/2008 tentang Pemberitahuan Pabean (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1671);
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.04/2016 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang dan/atau Bahan, dan/atau Mesin yang Dilakukan oleh Industri Kecil dan Menengah dengan Tujuan Ekspor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1769) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.04/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.04/2016 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang dan/atau Bahan, dan/atau Mesin yang Dilakukan oleh Industri Kecil dan Menengah dengan Tujuan Ekspor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 848);
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.04/2022 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 1089);

MEMUTUSKAN:


Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYELESAIAN BARANG ASAL IMPOR YANG MENDAPAT KEMUDAHAN IMPOR TUJUAN EKSPOR DENGAN CARA SELAIN DIEKSPOR.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Bea Masuk adalah pungutan Negara berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.
2. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disebut PPN atau PPN dan PPnBM adalah pajak yang dikenakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
3. Kemudahan Impor Tujuan Ekspor yang selanjutnya disingkat KITE adalah Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pembebasan dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor untuk Industri Kecil Menengah.
4. Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pembebasan yang selanjutnya disebut KITE Pembebasan adalah pembebasan Bea Masuk serta PPN atau PPN dan PPnBM terutang tidak dipungut atas impor atau pemasukan Barang dan Bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor.
5. Kemudahan Impor Tujuan Ekspor untuk Industri Kecil Menengah yang selanjutnya disebut KITE IKM adalah kemudahan berupa pembebasan Bea Masuk serta PPN atau PPN dan PPnBM terutang tidak dipungut atas impor dan/atau pemasukan barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan ekspor dan/atau penyerahan produksi IKM.
6. Perusahaan KITE adalah Perusahaan KITE Pembebasan dan Perusahaan KITE IKM.
7. Perusahaan KITE Pembebasan adalah badan usaha yang ditetapkan sebagai penerima fasilitas KITE Pembebasan.
8. Perusahaan KITE IKM adalah badan usaha yang memenuhi kriteria industri kecil atau industri menengah dan telah ditetapkan sebagai penerima fasilitas KITE IKM.
9. Barang dan Bahan adalah barang dan bahan baku, termasuk bahan penolong dan bahan pengemas yang:
a. diimpor;
b. dimasukkan dari Tempat Penimbunan Berikat, kawasan bebas dan/atau kawasan ekonomi khusus yang berasal dari luar daerah pabean; atau
c. dimasukkan dari Perusahaan KITE Pembebasan lainnya atau Perusahaan KITE IKM,
untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain untuk menjadi Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah.
10. Hasil Produksi adalah hasil pengolahan, perakitan, atau pemasangan Barang dan Bahan.
11. Barang dan Bahan Rusak adalah Barang dan Bahan yang mengalami kerusakan dan/atau penurunan mutu dan tidak dapat diproses atau apabila diproses akan menghasilkan Hasil Produksi yang tidak memenuhi kualitas dan/atau standar mutu.
12. Hasil Produksi Rusak adalah Hasil Produksi yang mengalami kerusakan dan/atau penurunan kualitas dan/atau standar mutu.
13. Mesin adalah setiap mesin, permesinan, termasuk peralatan, atau perkakas, yang digunakan untuk proses produksi.
14. Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk.
15. Kawasan Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai.
16. Toko Bebas Bea adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang asal impor dan/atau barang asal Daerah Pabean untuk dijual kepada orang tertentu.
17. Kewajiban Pabean adalah semua kegiatan di bidang kepabeanan yang wajib dilakukan untuk memenuhi ketentuan dalam ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
18. Pemberitahuan Penyelesaian Barang Asal Impor yang Mendapat KITE yang selanjutnya disebut Dokumen BC 2.4 adalah pernyataan yang dibuat oleh Perusahaan KITE dalam rangka penyelesaian barang asal impor yang mendapat KITE dengan cara selain diekspor dengan kode BC 2.4.
19. Nota Pemberitahuan Penolakan KITE yang selanjutnya disingkat NPP KITE adalah pemberitahuan penolakan (reject) atas pengajuan Dokumen BC 2.4.
20. Surat Perintah Pemeriksaan Fisik KITE yang selanjutnya disingkat SPPF KITE adalah perintah kepada Pejabat Bea dan Cukai yang menangani pemeriksaan fisik barang untuk melaksanakan pemeriksaan fisik atas barang asal impor yang mendapat KITE yang akan diselesaikan dengan cara selain diekspor.
21. Laporan Hasil Pemeriksaan Fisik Barang yang selanjutnya disebut LHP adalah laporan yang dibuat Pejabat Bea dan Cukai yang menangani pemeriksaan fisik barang mengenai hasil pemeriksaan atas barang guna memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai pemberitahuan atau dokumen yang diajukan.
22. Laporan Realisasi Penyelesaian Berkala adalah laporan yang dibuat oleh Perusahaan KITE mengenai hasil pelaksanaan atas penyelesaian berkala terhadap sisa proses produksi (scrap/waste) dengan cara dimusnahkan yang berisi daftar barang yang dimusnahkan dan dokumentasi pemusnahan.
23. Berita Acara Pemeriksaan Fisik Barang yang selanjutnya disebut BAPF adalah berita acara mengenai proses pemeriksaan atas barang dan hal-hal lain terkait berlangsungnya pemeriksaan tersebut.
24. Berita Acara Pemusnahan atau Perusakan yang selanjutnya disingkat BAPP adalah berita acara mengenai proses pemusnahan atau perusakan barang asal impor yang mendapat KITE yang diselesaikan dengan cara dimusnahkan atau dirusak dan hal-hal lain terkait berlangsungnya pemusnahan atau perusakan tersebut.
25. Surat Persetujuan Penyelesaian Barang KITE yang selanjutnya disingkat SPPB KITE adalah persetujuan Kepala Kantor Pabean atas penyelesaian barang asal impor yang mendapat KITE dengan cara selain diekspor.
26. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
27. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
28. Kantor Wilayah adalah kantor wilayah di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
29. Kantor Pelayanan Utama yang selanjutnya disingkat KPU adalah Kantor Pelayanan Utama di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
30. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
31. Sistem Komputer Pelayanan adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Wilayah, KPU, dan Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.


BAB II
PENYELESAIAN BARANG ASAL IMPOR YANG MENDAPAT KITE

Pasal 2


(1) Barang asal impor yang mendapat KITE dapat dilakukan penyelesaian dengan cara selain diekspor berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:
a. dimusnahkan;
b. dirusak;
c. diserahkan;
d. dijual;
e. dipindahtangankan; dan/atau
f. dikembalikan (retur).
(3) Penyelesaian dengan cara dimusnahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan oleh:
a. Perusahaan KITE Pembebasan atas:
1. Barang dan Bahan Rusak, yang tidak dapat diolah, dirakit, dan/atau dipasang;
2. Barang dan Bahan sisa, tidak sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan, atau tidak lagi digunakan untuk produksi;
3. Barang dan Bahan tidak sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan;
4. barang dalam proses (work in process) rusak sehingga tidak dapat diolah, dirakit, dan/atau dipasang;
5. Hasil Produksi Rusak; dan/atau
6. sisa proses produksi (scrap/waste); atau
b. Perusahaan KITE IKM atas:
1. Barang dan Bahan Rusak, yang tidak dapat diolah, dirakit, dan/atau dipasang;
2. Barang dan Bahan tidak sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan;
3. barang dalam proses (work in process) rusak sehingga tidak dapat diolah, dirakit, dan/atau dipasang;
4. Hasil Produksi Rusak; dan/atau
5. sisa proses produksi (scrap/waste).
(4) Penyelesaian dengan cara dirusak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan oleh Perusahaan KITE atas:
a. Barang dan Bahan Rusak;
b. barang dalam proses (work in process) rusak; dan/atau
c. Hasil Produksi Rusak,
yang karena sifat barang tersebut tidak dapat dimusnahkan, dan/atau tidak dapat diekspor kembali atau dikembalikan (retur).
(5) Penyelesaian dengan cara diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan oleh:
a. Perusahaan KITE Pembebasan atas Hasil Produksi ke:
1. Perusahaan KITE Pembebasan lainnya atau Perusahaan KITE IKM sebagai bahan untuk digabung, diolah, dirakit, atau dipasang lebih lanjut untuk kemudian diekspor; dan/atau
2. Kawasan Berikat untuk digabung atau diolah lebih lanjut; atau
b. Perusahaan KITE IKM atas Hasil Produksi ke:
1. Toko Bebas Bea; dan/atau
2. Kawasan Berikat untuk diolah lebih lanjut atau digabungkan.
(6) Penyelesaian dengan cara dijual sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dilakukan oleh:
a. Perusahaan KITE Pembebasan atas sisa proses produksi (scrap/waste) ke pihak lain di tempat lain dalam daerah pabean; atau
b. Perusahaan KITE IKM atas:
1. Hasil Produksi;
2. Barang dan Bahan Rusak;
3. barang dalam proses (work in process) rusak;
4. Hasil Produksi Rusak; dan/atau
5. sisa proses produksi (scrap/waste),
ke pihak lain di tempat lain dalam daerah pabean.
(7) Penyelesaian dengan cara dipindahtangankan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dilakukan oleh Perusahaan KITE IKM atas Mesin yang mendapat fasilitas pembebasan kepada:
a. pihak lain di tempat lain dalam daerah pabean;
b. Perusahaan KITE IKM lainnya; atau
c. pihak yang mendapat fasilitas kepabeanan dan/atau perpajakan sesuai ketentuan perundang-undangan.
(8) Penyelesaian dengan cara dikembalikan (retur) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f dilakukan oleh:
a. Perusahaan KITE Pembebasan atas:
1. Barang dan Bahan Rusak; dan/atau
2. Barang dan Bahan yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan; atau
b. Perusahaan KITE IKM atas:
1. Barang dan Bahan Rusak; dan/atau
2. Mesin.


BAB III
PEMBERITAHUAN PABEAN

Bagian Kesatu
Dokumen BC 2.4

Pasal 3


(1) Penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dilakukan dengan menggunakan Dokumen BC 2.4.
(2) Dokumen BC 2.4 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat oleh Perusahaan KITE untuk setiap penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) atas 1 (satu) jenis barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) sampai dengan ayat (8).
(3) Dokumen BC 2.4 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Kedua
Penyampaian Dokumen BC 2.4

Pasal 4


(1) Dokumen BC 2.4 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) disampaikan oleh:
a. Perusahaan KITE Pembebasan kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha; atau
b. Perusahaan KITE IKM kepada Kepala Kantor Pabean yang menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE IKM.
(2) Penyampaian Dokumen BC 2.4 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:
a. secara elektronik melalui SKP; atau
b. secara tertulis dalam hal:
1. SKP belum tersedia; atau
2. SKP mengalami gangguan operasional atau tidak berfungsi berdasarkan penetapan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(3) Dalam hal penyelesaian dilakukan dengan cara diserahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 2 huruf c, penyampaian Dokumen BC 2.4 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
a. pemberitahuan pabean impor dan/atau pemasukan;
b. invoice atas penyerahan; dan/atau
c. dokumen pendukung transaksi lainnya.
(4) Dalam hal penyelesaian dilakukan dengan cara dijual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 2 huruf d, penyampaian Dokumen BC 2.4 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
a. pemberitahuan pabean impor dan/atau pemasukan;
b. invoice atas penjualan; dan/atau
c. dokumen pendukung transaksi lainnya.
(5) Dalam hal penyelesaian dilakukan dengan cara dipindahtangankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 2 huruf e, penyampaian Dokumen BC 2.4 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
a. pemberitahuan pabean impor;
b. invoice atas pemindahtanganan;
c. surat persetujuan mengenai pemindahtanganan Mesin;
d. surat keputusan mengenai pembebasan Bea Masuk dan PPN atau PPN dan PPnBM atas pemindahtanganan Mesin; dan/atau
e. dokumen pendukung transaksi lainnya.


BAB IV
PENYELESAIAN PENDAHULUAN DAN BERKALA

Bagian Kesatu
Penyelesaian Pendahuluan

Pasal 5


(1) Atas Barang dan Bahan Rusak, barang dalam proses (work in process) rusak, dan Hasil Produksi Rusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), yang sifatnya lekas busuk dan/atau membahayakan kesehatan, dapat dimusnahkan terlebih dahulu sebelum penyampaian Dokumen BC 2.4 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).
(2) Dalam hal berdasarkan karakteristiknya barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan penyelesaian dengan cara dimusnahkan, penyelesaian dilakukan dengan cara dirusak.
(3) Dalam hal dilakukan penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), Perusahaan KITE Pembebasan menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha.
(4) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus disampaikan paling lama pada saat dilakukan penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2).
(5) Atas penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), Perusahaan KITE Pembebasan menyampaikan Dokumen BC 2.4 sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).


Bagian Kedua
Penyelesaian Berkala

Pasal 6


(1) Terhadap sisa proses produksi (scrap/waste) yang:
a. berdasarkan sifatnya lekas busuk dan/atau membahayakan kesehatan; dan
b. akan dilakukan penyelesaian secara rutin,
dapat dilakukan penyelesaian dengan cara dimusnahkan secara berkala sebelum penyampaian Dokumen BC 2.4 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).
(2) Untuk dapat melakukan penyelesaian secara berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan KITE mengajukan permohonan kepada:
a. Kepala Kantor Pabean yang mengawasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha dalam hal diajukan oleh Perusahaan KITE Pembebasan; atau
b. Kepala Kantor Pabean yang menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE IKM, dalam hal diajukan oleh Perusahaan KITE IKM.
(3) Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang meliputi:
a. kesesuaian jenis sisa proses produksi (scrap/waste);
b. kesesuaian alasan penyelesaian berkala;
c. rencana frekuensi penyelesaian;
d. rencana jumlah sisa proses produksi (scrap/waste) yang akan diselesaikan pada setiap pelaksanaan penyelesaian; dan
e. kesesuaian jenis penyelesaian.
(4) Dalam hal diperlukan, Kepala Kantor Pabean dapat melakukan peninjauan lapangan.
(5) Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan atau penolakan berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan/atau hasil peninjauan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama:
a. 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap; atau
b. 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal pelaksanaan peninjauan lapangan.
(6) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui, Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat persetujuan penyelesaian berkala.
(7) Persetujuan penyelesaian berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diberikan untuk setiap periode waktu tertentu berdasarkan pertimbangan Kepala Kantor Pabean.
(8) Terhadap persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6):
a. Pejabat Bea dan Cukai melakukan perekaman surat persetujuan ke dalam SKP; dan
b. Perusahaan KITE melakukan penyelesaian atas sisa proses produksi (scrap/waste) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam periode yang tercantum dalam surat persetujuan.
(9) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditolak, Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat penolakan penyelesaian berkala disertai alasan penolakan.

   

Pasal 7


(1) Perusahaan KITE menyampaikan Laporan Realisasi Penyelesaian Berkala untuk setiap pelaksanaan penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (8) huruf b.
(2) Laporan Realisasi Penyelesaian Berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan kepada Kepala Kantor Pabean paling lama pada saat dilakukan penyelesaian.
(3) Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai melakukan verifikasi atas Laporan Realisasi Penyelesaian Berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja yang terhitung sejak tanggal Laporan Realisasi Penyelesaian Berkala diterima.
(4) Dalam hal Laporan Realisasi Penyelesaian Berkala disetujui, atas setiap penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (8) huruf b diperhitungkan sebagai akumulasi realisasi penyelesaian berkala dalam Dokumen BC 2.4.
(5) Dalam hal Laporan Realisasi Penyelesaian Berkala ditolak, atas setiap penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (8) huruf b tidak diperhitungkan sebagai akumulasi realisasi penyelesaian berkala dalam Dokumen BC 2.4 dan diperlakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 8


(1) Perusahaan KITE menyampaikan Dokumen BC 2.4 berdasarkan 1 (satu) atau lebih Laporan Realisasi Penyelesaian Berkala yang telah disetujui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4).
(2) Dokumen BC 2.4 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan paling lama pada akhir periode yang tercantum dalam surat persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6).


BAB V
PELAYANAN DOKUMEN BC 2.4 MELALUI SKP

Bagian Kesatu
Verifikasi Data

Pasal 9


(1) SKP menerima Dokumen BC 2.4 yang disampaikan oleh Perusahaan KITE secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dan melakukan penelitian.
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. dalam hal penyelesaian dengan cara dimusnahkan, SKP melakukan penelitian:
1. kelengkapan dan kesesuaian pengisian jenis Dokumen BC 2.4, jenis barang, kondisi, dan tujuan penyelesaian; dan
2. kesesuaian pengisian dokumen asal impor atau pemasukan Barang dan Bahan.
b. dalam hal penyelesaian dengan cara dirusak, SKP melakukan penelitian:
1. kelengkapan dan kesesuaian pengisian jenis Dokumen BC 2.4, jenis barang, kondisi, dan tujuan penyelesaian;
2. kesesuaian pengisian dokumen asal impor atau pemasukan Barang dan Bahan; dan
3. kesesuaian pengisian Bea Masuk dan PPN atau PPN dan PPnBM.
c. dalam hal penyelesaian dengan cara diserahkan, SKP melakukan penelitian:
1. status pembekuan atau pencabutan Keputusan Menteri Keuangan mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE dalam hal penyerahan Hasil Produksi ke Perusahaan KITE lainnya; atau
2. status pembekuan atau pencabutan izin Kawasan Berikat penerima Hasil Produksi.
d. dalam hal penyelesaian dengan cara dijual, SKP melakukan penelitian:
1. kelengkapan dan kesesuaian pengisian jenis Dokumen BC 2.4, jenis barang, kondisi, dan tujuan penyelesaian;
2. kesesuaian pengisian dokumen asal impor atau pemasukan Barang dan Bahan;
3. kesesuaian pengisian nilai penjualan pada kolom harga penyerahan;
4. kesesuaian pengisian Bea Masuk dan PPN atau PPN dan PPnBM; dan
5. ketersediaan kuota penjualan ke pihak lain di tempat lain dalam daerah pabean dalam hal penjualan Hasil Produksi oleh Perusahaan KITE IKM.
e. dalam hal penyelesaian dengan cara dipindahtangankan, SKP melakukan penelitian:
1. kelengkapan dan kesesuaian pengisian jenis Dokumen BC 2.4, jenis barang, kondisi, dan tujuan penyelesaian;
2. kesesuaian pengisian dokumen asal impor atau pemasukan Mesin oleh Perusahaan KITE IKM;
3. surat persetujuan mengenai pemindahtanganan Mesin;
4. surat keputusan mengenai pembebasan Bea Masuk dan PPN atau PPN dan PPnBM atas pemindahtanganan Mesin;
5. jangka waktu penggunaan Mesin oleh Perusahaan KITE IKM sejak diimpor dan/atau dimasukkan;
6. kesesuaian pengisian nilai pemindahtanganan pada kolom harga penyerahan; dan
7. kesesuaian pengisian Bea Masuk dan PPN atau PPN dan PPnBM;
f. dalam hal penyelesaian dengan cara dikembalikan (retur), SKP melakukan penelitian:
1. kelengkapan dan kesesuaian pengisian jenis Dokumen BC 2.4, jenis barang, kondisi, dan tujuan penyelesaian; dan
2. kesesuaian pengisian dokumen pemasukan Barang dan Bahan.
(3) Dalam hal penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c menunjukkan:
a. Perusahaan KITE atau Kawasan Berikat tidak dibekukan dan tidak dicabut, SKP melakukan penelitian lanjutan terhadap:
1.  kelengkapan dan kesesuaian pengisian jenis Dokumen BC 2.4, jenis barang, kondisi, dan tujuan penyelesaian;
2. kesesuaian pengisian dokumen asal impor atau pemasukan Barang dan Bahan;
3.  kesesuaian pengisian nilai penyerahan pada kolom harga penyerahan;
4. kesesuaian pengisian Bea Masuk dan PPN atau PPN dan PPnBM;
5. kesesuaian jaminan dalam hal penyelesaian dengan cara diserahkan ke Perusahaan KITE; dan
6. kesesuaian kode Harmonized System (HS) Hasil Produksi dengan kode HS yang tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE penerima Hasil Produksi dalam hal penyelesaian dengan cara diserahkan ke Perusahaan KITE; atau
b. Perusahaan KITE atau Kawasan Berikat dibekukan atau dicabut, SKP menerbitkan NPP KITE.
(4) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, huruf d, huruf e, huruf f, atau ayat (3) huruf a lengkap dan sesuai, SKP:
a. menerbitkan tanggal pengajuan Dokumen BC 2.4; dan
b. memproses Dokumen BC 2.4 lebih lanjut.
(5) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, huruf d, huruf e, huruf f, atau ayat (3) huruf a tidak sesuai, SKP menerbitkan NPP KITE.
(6) Terhadap Dokumen BC 2.4 yang mendapat respons NPP KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Perusahaan KITE dapat melakukan perbaikan Dokumen BC 2.4 dan menyampaikan kembali Dokumen BC 2.4 yang telah diperbaiki kepada Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).

   

Bagian Kedua
Pembayaran dan Penyerahan Jaminan atas Bea Masuk dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM

Pasal 10


(1) Terhadap Dokumen BC 2.4 yang diproses lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) yang penyelesaiannya dengan cara dirusak, diserahkan, dijual, dan dipindahtangankan, Perusahaan KITE wajib melakukan pemenuhan Kewajiban Pabean terhadap Bea Masuk dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM.
(2) Pemenuhan Kewajiban Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
a. pembayaran Bea Masuk dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM;
b. penyerahan jaminan; dan/atau
c. penyesuaian kuota jaminan,
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal pemenuhan Kewajiban Pabean dilakukan dengan pembayaran Bea Masuk dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, SKP menerbitkan kode billing.
(4) Dalam hal pemenuhan Kewajiban Pabean dilakukan dengan penyerahan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, SKP menerbitkan nota permintaan jaminan (NPJ).
(5) Dalam hal pemenuhan Kewajiban Pabean dilakukan dengan penyesuaian kuota jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, SKP melakukan penyesuaian kuota jaminan Perusahaan KITE IKM.
(6) Dalam hal Kewajiban Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melebihi saldo kuota jaminan setelah dilakukan penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (5), SKP menerbitkan nota permintaan jaminan (NPJ) sebesar Kewajiban Pabean yang masih harus dipenuhi.
(7) Pemenuhan Kewajiban Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu:
a. 5 (lima) hari sejak tanggal penerbitan kode billing; atau
b. 14 (empat belas) hari sejak tanggal penerbitan nota permintaan jaminan (NPJ).
(8) Dalam hal pemenuhan Kewajiban Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (7), SKP menerbitkan NPP KITE.
(9) Terhadap Dokumen BC 2.4 yang mendapat respons NPP KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak dapat diperbaiki, Perusahaan KITE menyampaikan Dokumen BC
2.4  baru kepada Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) melalui SKP.
(10) Dokumen BC 2.4 yang telah dilakukan pemenuhan Kewajiban Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (7), SKP menerbitkan nomor dan tanggal pendaftaran.
 

Bagian Ketiga
Pemeriksaan Pabean

Paragraf Kesatu
Ruang Lingkup

Pasal 11


(1) Terhadap barang yang diberitahukan dalam Dokumen BC 2.4  yang telah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat(10) dilakukan pemeriksaan pabean.
(2) Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen.


Paragraf Kedua
Pemeriksaan Fisik

Pasal 12


(1) Pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi pemeriksaan atas jumlah dan jenis barang.
(2) Tingkat pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. tingkat pemeriksaan dalam persentase tertentu berdasarkan manajemen risiko, dalam hal barang yang diberitahukan berupa sisa proses produksi (scrap/waste); atau
b. tingkat pemeriksaan sebesar 100% (seratus persen), dalam hal barang yang diberitahukan berupa selain sisa proses produksi (scrap/waste).
(3) Pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan terhadap:
a. penyelesaian pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1); atau
b. penyelesaian berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1).
(4) Dalam hal tidak dilakukan pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Dokumen BC 2.4 dilakukan penelitian dokumen.


Pasal 13


(1) Pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dilakukan setelah Perusahaan KITE menyampaikan pemberitahuan kesiapan barang.
(2) Dalam hal Perusahaan KITE telah menyampaikan pemberitahuan kesiapan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai yang menangani pelayanan kepabeanan:
a. menunjuk Pejabat Bea dan Cukai yang menangani pemeriksaan fisik barang dengan menerbitkan SPPF KITE; dan
b. menyampaikan Dokumen BC 2.4 dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), ayat (4), atau ayat (5) kepada Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada huruf a.
(3) Pejabat Bea dan Cukai yang menangani pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a melakukan pemeriksaan fisik barang:
a. berdasarkan Dokumen BC 2.4, dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), ayat (4), atau ayat (5), dan/atau petunjuk ukuran lainnya;
b. dengan cara mencocokkan jumlah dan jenis barang dengan yang tercantum dalam dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan
c. sesuai tingkat pemeriksaan fisik yang tercantum dalam SPPF KITE.


Pasal 14


(1) Pejabat Bea dan Cukai yang menangani pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a menuangkan hasil pemeriksaan fisik ke dalam LHP.
(2) LHP harus memberikan informasi mengenai uraian jumlah dan jenis barang secara lengkap dan jelas meliputi:
a. jumlah barang dalam satuan yang umum digunakan untuk barang bersangkutan;
b. uraian barang sesuai penyebutan umum barang bersangkutan;
c. merek dan tipe barang dalam hal barang memiliki merek dan tipe;
d. spesifikasi teknis, dalam hal barang memiliki spesifikasi teknis;
e. kondisi barang;
f. keterangan lain yang dapat memperjelas pengenalan barang dalam rangka pemenuhan Kewajiban Pabean; dan
g. kesimpulan mengenai pemeriksaan fisik barang.
(3) Pejabat Bea dan Cukai yang menangani pemeriksaan fisik barang membuat LHP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk elektronik pada SKP atau tertulis.
(4) Dalam hal LHP dibuat dalam bentuk tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pejabat Bea dan Cukai yang menangani pemeriksaan fisik barang mengunggah LHP ke dalam SKP.


Pasal 15


(1) Pejabat Bea dan Cukai yang menangani pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a menuangkan uraian proses pemeriksaan fisik ke dalam BAPF.
(2) BAPF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat informasi yang jelas mengenai:
a. lokasi pemeriksaan;
b. waktu pemeriksaan;
c. pengambilan foto barang;
d. hasil pemeriksaan dan catatan pemeriksaan; dan
e. pihak yang terlibat dalam pemeriksaan.
(3) BAPF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Pejabat Bea dan Cukai yang menangani pemeriksaan fisik dan perwakilan Perusahaan KITE.
(4) Pejabat Bea dan Cukai yang menangani pemeriksaan fisik barang membuat BAPF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk elektronik pada SKP.
(5) Dalam hal pembuatan BAPF tidak dapat dilakukan dalam bentuk elektronik, Pejabat Bea dan Cukai yang menangani pemeriksaan fisik barang membuat BAPF dalam bentuk tertulis.
(6) Dalam hal BAPF dibuat dalam bentuk tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Pejabat Bea dan Cukai yang menangani pemeriksaan fisik barang mengunggah BAPF ke dalam SKP.


Paragraf Ketiga
Penelitian Dokumen

Pasal 16


(1) Pejabat Bea dan Cukai yang menangani pelayanan kepabeanan melakukan penelitian dokumen terhadap Dokumen BC 2.4:
a. yang barangnya tidak dilakukan pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3); dan
b. yang barangnya telah dilakukan pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.
(2) Penelitian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. dalam hal tidak dilakukan pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3), Pejabat Bea dan Cukai yang menangani pelayanan kepabeanan melakukan penelitian:
1. kesesuaian jumlah dan jenis barang yang diberitahukan pada Dokumen BC 2.4 dengan pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dalam hal dilakukan penyelesaian pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1); atau
2. kesesuaian jumlah dan jenis barang yang diberitahukan pada Dokumen BC 2.4 sebagai akumulasi realisasi penyelesaian berkala dengan Laporan Realisasi Penyelesaian Berkala dalam hal dilakukan penyelesaian berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1); atau
b. dalam hal dilakukan pemeriksaan fisik, Pejabat Bea dan Cukai yang menangani pelayanan kepabeanan melakukan penelitian kesesuaian jumlah dan jenis barang yang diberitahukan pada Dokumen BC 2.4 dengan LHP.
(3) Untuk kepentingan identifikasi barang, Pejabat Bea dan Cukai yang menangani pelayanan kepabeanan dapat mengajukan permohonan pengujian laboratoris terhadap contoh barang kepada laboratorium Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai petunjuk teknis pengambilan contoh barang dan pelaksanaan pengujian laboratoris serta identifikasi barang.
(4) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menunjukkan ketidaksesuaian, Pejabat Bea dan Cukai yang menangani pelayanan kepabeanan menerbitkan nota pembatalan Dokumen BC 2.4.
(5) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b menunjukkan ketidaksesuaian, Pejabat Bea dan Cukai yang menangani pelayanan kepabeanan meneruskan Dokumen BC 2.4, LHP, dan BAPF kepada unit pengawasan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.
(6) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menunjukkan kesesuaian, Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang menangani pelayanan kepabeanan atas nama Kepala Kantor Pabean menerbitkan SPPB KITE.
   

Bagian Keempat
Penyelesaian

Paragraf Kesatu
Pemusnahan dan Perusakan

Pasal 17


(1) Pejabat Bea dan Cukai melakukan pengawasan terhadap penyelesaian barang asal impor yang mendapat KITE dengan cara dimusnahkan atau dirusak, dalam hal:
a. tidak dilakukan penyelesaian pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1);
b. tidak dilakukan penyelesaian berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1); dan
c. Dokumen BC 2.4 telah diterbitkan SPPB KITE.
(2) Penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan di dalam:
a. lokasi yang tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE; atau
b. lokasi yang tidak tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE.
(3) Penyelesaian di lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat dilakukan di dalam:
a. lokasi yang masih berada di wilayah kerja Kantor Pabean tempat disampaikannya Dokumen BC 2.4; atau
b. lokasi yang berada di luar wilayah kerja Kantor Pabean tempat disampaikannya Dokumen BC 2.4.


Pasal 18


(1) Dalam hal penyelesaian dilakukan di dalam lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a, Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang menangani pelayanan kepabeanan menunjuk Pejabat Bea dan Cukai yang menangani pemeriksaan fisik barang untuk mengawasi proses pemusnahan atau perusakan.
(2) Pejabat Bea dan Cukai yang menangani pemeriksaan fisik barang menuangkan uraian proses pemusnahan atau perusakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke dalam BAPP.
(3) BAPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memuat informasi yang jelas mengenai:
a. waktu pemusnahan atau perusakan;
b. lokasi pemusnahan atau perusakan;
c. hasil pemeriksaan dan catatan pemusnahan atau perusakan; dan
d. pihak yang terlibat dalam pemusnahan atau perusakan.
(4) BAPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus:
a. dilampiri dengan dokumentasi pemusnahan atau perusakan; dan
b. ditandatangani oleh Pejabat Bea dan Cukai yang menangani pemeriksaan fisik dan perwakilan Perusahaan KITE.
(5) Pejabat Bea dan Cukai yang menangani pemeriksaan fisik barang membuat BAPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk elektronik pada SKP atau tertulis.
(6) Dalam hal BAPP dibuat dalam bentuk tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Pejabat Bea dan Cukai yang menangani pemeriksaan fisik barang mengunggah BAPP ke dalam SKP.


Pasal 19


(1) Dalam hal penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) akan dilakukan di lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b, Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang menangani pelayanan kepabeanan menunjuk Pejabat Bea dan Cukai yang menangani pemeriksaan fisik barang untuk:
a. melakukan pengawasan pemuatan (stuffing) atas barang yang akan dimusnahkan atau dirusak ke dalam sarana pengangkut;
b. memasang tanda pengaman pada sarana pengangkut sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan
c. mencatat nomor kendaraan sarana pengangkut sebagaimana dimaksud pada huruf a.
(2) Dalam hal barang yang akan diselesaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah tiba di lokasi pemusnahan atau perusakan, Pejabat Bea dan Cukai yang menangani pemeriksaan fisik barang melakukan penelitian:
a. kesesuaian nomor kendaraan sarana pengangkut; dan
b. kondisi tanda pengaman.
(3) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menunjukkan nomor kendaraan sesuai dan tanda pengaman dalam kondisi baik, Pejabat Bea dan Cukai yang menangani pemeriksaan fisik barang melakukan:
a. pelepasan tanda pengaman;
b. pengawasan pembongkaran atas barang yang akan dimusnahkan atau dirusak;
c. pengawasan proses pemusnahan atau perusakan yang dilakukan oleh Perusahaan KITE; dan
d. pembuatan BAPP sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18.
(4) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menunjukkan:
a. nomor kendaraan tidak sesuai; atau
b. tanda pengaman dalam kondisi tidak baik atau terdapat upaya dibuka,
Pejabat Bea dan Cukai yang menangani pemeriksaan fisik barang menyampaikan kepada unit pengawasan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.


Pasal 20


(1) Dalam hal penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) akan dilakukan di lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) huruf b, Kepala Kantor Pabean tempat disampaikannya Dokumen BC 2.4 dapat meminta bantuan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi pemusnahan atau perusakan untuk mengawasi pemusnahan atau perusakan.
(2) Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan Dokumen BC 2.4 dan SPPB KITE dan minimal memuat informasi:
a. nomor kendaraan sarana pengangkut;
b. tanggal rencana pemusnahan atau perusakan; dan
c. lokasi pemusnahan atau perusakan;
(3) Terhadap permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi pemusnahan atau perusakan menunjuk Pejabat Bea dan Cukai yang menangani pemeriksaan fisik barang untuk mengawasi pemusnahan atau perusakan.
(4) Dalam hal barang telah tiba di lokasi pemusnahan atau perusakan, Pejabat Bea dan Cukai yang menangani pemeriksaan fisik barang melakukan:
a. penelitian sesuai ketentuan dalam Pasal 19 ayat (2).
b. pelepasan tanda pengaman;
c. pengawasan pembongkaran atas barang yang akan dimusnahkan atau dirusak;
d. pengawasan proses pemusnahan atau perusakan yang dilakukan oleh Perusahaan KITE; dan
e. pembuatan BAPP sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18.
(7) Dalam hal BAPP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf e dibuat dalam bentuk tertulis, Kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi pemusnahan atau perusakan menyampaikan BAPP kepada Kepala Kantor Pabean tempat disampaikannya Dokumen BC 2.4 untuk diunggah ke dalam SKP.
 

Paragraf Kedua
Penyerahan

Pasal 21


(1) Dokumen BC 2.4 atas penyelesaian dengan cara diserahkan ke Perusahaan KITE yang telah mendapat SPPB KITE digunakan sebagai:
a. pemberitahuan pabean pengeluaran Hasil Produksi dari Perusahaan KITE Pembebasan ke Perusahaan KITE lainnya;
b. pemberitahuan pabean pemasukan oleh Perusahaan KITE Pembebasan lainnya; dan
c. dokumen pengangkutan Hasil Produksi dari Perusahaan KITE ke Perusahaan KITE lainnya.
(2) Dalam hal penyelesaian dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Perusahaan KITE penerima barang melakukan perekaman penerimaan barang pada SKP.
(3) Dalam hal penerimaan barang telah direkam sebagaimana dimaksud pada ayat (3), SKP menerbitkan nota penerimaan barang.
(4) Dalam hal penerimaan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat direkam pada SKP, Perusahaan KITE membuat nota penerimaan barang dalam bentuk tertulis dan disampaikan kepada:
a. Perusahaan KITE yang menyerahkan barang;
b. Kepala Kantor Pabean tempat disampaikannya Dokumen BC 2.4; dan
c. Kepala Kantor Pabean yang menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE.


Pasal 22


Dokumen BC 2.4 atas penyelesaian dengan cara diserahkan ke Kawasan Berikat yang telah mendapat SPPB KITE digunakan sebagai:
a. pemberitahuan pabean pengeluaran Hasil Produksi dari Perusahaan KITE ke Kawasan Berikat;
b. pemberitahuan pabean pemasukan oleh Kawasan Berikat; dan
c. dokumen pengangkutan Hasil Produksi dari Perusahaan KITE ke Kawasan Berikat.


Pasal 23


Dokumen BC 2.4 atas penyelesaian dengan cara diserahkan ke Toko Bebas Bea yang telah mendapat SPPB KITE digunakan sebagai:
a. pemberitahuan pabean pengeluaran Hasil Produksi dari Perusahaan KITE ke Toko Bebas Bea;
b. pemberitahuan pabean pemasukan oleh Toko Bebas Bea; dan
c. dokumen pengangkutan Hasil Produksi dari Perusahaan KITE ke Toko Bebas Bea.


Paragraf Ketiga
Penjualan

Pasal 24


Dokumen BC 2.4 atas penyelesaian dengan cara dijual yang telah mendapat SPPB KITE digunakan sebagai dokumen pengangkutan penjualan dari Perusahaan KITE.


Paragraf Keempat
Pemindahtanganan

Pasal 25


Dokumen BC 2.4 atas penyelesaian dengan cara dipindahtangankan yang telah mendapat SPPB KITE digunakan sebagai dokumen pengangkutan pemindahtanganan dari Perusahaan KITE IKM.


Paragraf Kelima
Pengembalian

Pasal 26


Dokumen BC 2.4 atas penyelesaian dengan cara dikembalikan (retur) yang telah mendapat SPPB KITE digunakan sebagai dokumen pengangkutan pengembalian (retur) dari Perusahaan KITE.


BAB VI
PELAYANAN DOKUMEN BC 2.4 SECARA TERTULIS

Bagian Kesatu
Verifikasi Data

Pasal 27


(1) Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian atas Dokumen BC 2.4 yang disampaikan oleh Perusahaan KITE secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan terhadap:
a. status pembekuan atau pencabutan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE dalam hal penyerahan Hasil Produksi ke Perusahaan KITE lainnya; atau
b. status pembekuan atau pencabutan izin Kawasan Berikat penerima Hasil Produksi,
menggunakan data yang disediakan secara nasional atau lainnya, dalam hal tidak tersedia data secara nasional.
(3) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lengkap dan sesuai, Pejabat Bea dan Cukai:
a. menerbitkan tanggal pengajuan Dokumen BC 2.4; dan
b. memproses Dokumen BC 2.4 lebih lanjut.
(4) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak sesuai, Pejabat Bea dan Cukai menerbitkan NPP KITE.


Bagian Kedua
Pembayaran dan Penyerahan Jaminan atas Bea Masuk dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM

Pasal 28


(1) Pemenuhan Kewajiban Pabean terhadap Bea Masuk dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM dilakukan dengan:
a. pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a, pembayarannya dilakukan sesuai ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pembayaran dan penyetoran penerimaan negara dalam rangka kepabeanan dan cukai secara elektronik;
b. penyerahan jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b, Pejabat Bea dan Cukai menerbitkan nota permintaan jaminan (NPJ); dan/atau
c. penyesuaian kuota jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf c, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penyesuaian kuota jaminan Perusahaan KITE IKM.
(2) Penyesuaian kuota jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c menggunakan data yang disediakan secara nasional atau lainnya, dalam hal tidak tersedia data secara nasional.
(3) Dalam hal Kewajiban Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melebihi saldo kuota jaminan setelah dilakukan penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, Pejabat Bea dan Cukai menerbitkan nota permintaan jaminan (NPJ) sebesar Kewajiban Pabean yang masih harus dipenuhi.
(4) Dalam hal diterbitkan nota permintaan jaminan (NPJ) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b atau ayat (3), Pejabat Bea dan Cukai yang menangani jaminan:
a. memproses Dokumen BC 2.4 lebih lanjut dalam hal Perusahaan KITE telah menyerahkan jaminan; atau
b. menerbitkan NPP KITE dalam hal Perusahaan KITE tidak menyerahkan jaminan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (7) huruf
(5) Terhadap Dokumen BC 2.4 yang telah dilakukan pemenuhan Kewajiban Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai menerbitkan nomor dan tanggal pendaftaran.


Bagian Ketiga
Pemeriksaan Pabean

Pasal 29


(1) Pemeriksaan pabean atas barang yang diberitahukan dalam Dokumen BC 2.4 dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 16.
(2) Dalam hal Pejabat Bea dan Cukai yang menangani pelayanan kepabeanan telah menerbitkan SPPB KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (6), Pejabat Bea dan Cukai pada Kantor Pabean tempat disampaikannya Dokumen BC 2.4:
a. melakukan perekaman nomor pendaftaran, tanggal pendaftaran, dan data yang tercantum pada Dokumen BC 2.4 ke dalam SKP; dan
b. menyampaikan salinan Dokumen BC 2.4 kepada Perusahaan KITE dan Kepala Kantor Wilayah, KPU, atau Kantor Pabean yang menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE.


Bagian Keempat
Penyelesaian

Pasal 30


Penyelesaian dengan cara dimusnahkan, dirusak, diserahkan, dijual, dipindahtangankan, dan/atau dikembalikan (retur) dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 26.


BAB VII
PEMBETULAN DAN PEMBATALAN DOKUMEN BC 2.4

Bagian Kesatu
Pembetulan Dokumen BC 2.4

Pasal 31


(1) Perusahaan KITE dapat melakukan pembetulan atas kesalahan data pada Dokumen BC 2.4 yang telah mendapat nomor dan tanggal pendaftaran sepanjang kesalahan yang terjadi karena kekhilafan yang nyata.
(2) Kekhilafan yang nyata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kesalahan atau kekeliruan yang bersifat manusiawi dalam bentuk kesalahan tulis, kesalahan hitung dan/atau kesalahan penerapan peraturan yang seharusnya tidak perlu terjadi, dan tidak mengandung persengketaan antara Pejabat Bea dan Cukai dengan Perusahaan KITE, meliputi:
a. kesalahan penulisan tarif dan/atau perhitungan Bea Masuk, PPN, atau PPnBM;
b. kesalahan penulisan nilai penyerahan; dan/atau
c. kesalahan penerapan aturan.
(3) Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal kesalahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakan temuan Pejabat Bea dan Cukai dan:
a. belum diterbitkan SPPF KITE dalam hal dilakukan pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1); atau
b. belum dilakukan penelitian dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dalam hal tidak dilakukan pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3).


Pasal 32


(1) Untuk dapat melakukan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1), Perusahaan KITE mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean tempat disampaikannya Dokumen BC 2.4 yang dilampiri bukti pendukung.
(2) Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.
(3) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menunjukkan ketidaksesuaian, Kepala Kantor Pabean melakukan penolakan dengan menerbitkan surat penolakan pembetulan Dokumen BC 2.4 yang disampaikan kepada Perusahaan KITE dan menetapkan pelayanan dilanjutkan dengan data Dokumen BC 2.4 sebelum diajukan permohonan.
(4) Dalam hal penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menunjukkan kesesuaian Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan dengan menerbitkan surat persetujuan pembetulan Dokumen BC 2.4 yang disampaikan kepada Perusahaan KITE.
(5) Berdasarkan surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pejabat Bea dan Cukai yang melayani kepabeanan melakukan perekaman pembetulan data Dokumen BC 2.4 pada SKP.
(6) Dalam hal SKP belum tersedia atau mengalami gangguan operasional atau tidak berfungsi berdasarkan penetapan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, berdasarkan surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan ketentuan sebagai berikut:
a. Perusahaan KITE menyampaikan Dokumen BC 2.4 dalam bentuk tertulis yang telah dilakukan pembetulan;
b. Pejabat Bea dan Cukai memberikan pengesahan pada Dokumen BC 2.4 yang telah dilakukan pembetulan sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan
c. Kepala Kantor Pabean tempat disampaikannya Dokumen BC 2.4 menyampaikan salinan Dokumen BC 2.4 yang telah diberikan pengesahan sebagaimana dimaksud pada huruf b kepada Perusahaan KITE dengan tembusan Kepala Kantor Wilayah, KPU, atau Kantor Pabean yang menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE.


Bagian Kedua
Pembatalan Dokumen BC 2.4

Pasal 33


(1) Dokumen BC 2.4 yang telah mendapat nomor dan tanggal pendaftaran dapat dilakukan pembatalan.
(2) Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam hal:
a. terdapat kesalahan karena kekhilafan yang nyata selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf c;
b. terjadi kesalahan pengiriman data Dokumen BC 2.4 kepada Kepala Kantor Pabean selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1);
c. penyampaian data Dokumen BC 2.4 dari penyelesaian barang yang sama dilakukan lebih dari 1 (satu) kali;
d. terdapat kondisi kahar (force majeure) yang menyebabkan barang yang akan dilakukan penyelesaian:
1) musnah;
2) hilang; atau
3) berubah bentuk sehingga tidak sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan; dan/atau
e. kondisi lain yang mengakibatkan diperlukannya pembatalan Dokumen BC 2.4 berdasarkan manajemen risiko dan pertimbangan Kepala Kantor Pabean.
(3) Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal belum diterbitkan SPPB KITE.


Pasal 34


(1) Untuk dapat melakukan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1), Perusahaan KITE mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean tempat disampaikannya Dokumen BC 2.4 yang dilampiri bukti pendukung.
(2) Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.
(3) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menunjukkan ketidaksesuaian, Kepala Kantor Pabean melakukan penolakan dengan menerbitkan surat penolakan pembatalan Dokumen BC 2.4 yang disampaikan kepada Perusahaan KITE.
(4) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menunjukkan kesesuaian Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan dengan menerbitkan surat persetujuan pembatalan Dokumen BC 2.4 yang disampaikan kepada Perusahaan KITE.
(5) Berdasarkan surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pejabat Bea dan Cukai yang melayani  kepabeanan melakukan perekaman pembatalan Dokumen BC 2.4 pada SKP.
(6) Dalam hal SKP belum tersedia atau mengalami gangguan operasional atau tidak berfungsi berdasarkan penetapan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, berdasarkan surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan ketentuan sebagai berikut:
a. Pejabat Bea dan Cukai memberikan pengesahan pembatalan pada Dokumen BC 2.4 yang dibatalkan;
b. menghentikan proses pelayanan kepabeanan atas Dokumen BC 2.4 sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan
c. Kepala Kantor Pabean tempat disampaikannya Dokumen BC 2.4 menyampaikan salinan surat persetujuan pembatalan Dokumen BC 2.4 kepada Perusahaan KITE dengan tembusan Kepala Kantor Wilayah, KPU, atau Kantor Pabean yang menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE.


BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Bagian Kesatu
Perlakuan Tertentu terhadap Sisa Proses Produksi (Scrap/Waste)

Pasal 35


(1) Sisa proses produksi (scrap/waste) dikecualikan dari penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) atau ayat (6) apabila sisa proses produksi (scrap/waste) hilang dalam proses produksi berdasarkan karakteristiknya seperti menguap, menyublim, menyusut, dan/atau sejenisnya.
(2) Sisa proses produksi (scrap/waste) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi namun tidak terbatas pada:
a. serbuk/material yang tertiup atau terbang;
b. cairan yang berasal dari hasil pemerasan kain basah;
c. cairan yang berasal dari proses pencairan ikan beku; dan/atau
d. cairan yang mengalir ke saluran pembuangan yang memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 36


Terhadap pengemas, alat bantu pengemas Barang dan Bahan, dan Hasil Produksi yang tidak lolos uji mutu akhir (quality control) yang terjadi karena risiko produksi yang normal digolongkan ke dalam sisa proses produksi (scrap/waste).
 

Bagian Kedua
SKP Berfungsi Kembali

Pasal 37


Dalam hal SKP telah berfungsi normal kembali dari gangguan operasional atau tidak berfungsinya SKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b angka 2, Direktur Jenderal atau Kepala Kantor Wilayah, Kepala KPU, dan/atau Kepala Kantor Pabean melakukan prosedur pasca gangguan operasional atau tidak berfungsinya SKP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai rencana kelangsungan layanan teknologi informasi dan komunikasi di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.


Bagian Ketiga
Format Formulir

Pasal 38


Format mengenai:
a. NPP KITE;
b. nota permintaan jaminan (NPJ);
c. surat permohonan penyelesaian berkala;
d. surat persetujuan penyelesaian berkala;
e. surat penolakan penyelesaian berkala;
f. Laporan Realisasi Penyelesaian Berkala;
g. pemberitahuan kesiapan barang;
h. SPPF KITE;
i. LHP;
j. BAPF;
k. nota pembatalan Dokumen BC 2.4;
l. SPPB KITE;
m. BAPP;
n. surat persetujuan pembetulan Dokumen BC 2.4;
o. surat penolakan pembetulan Dokumen BC 2.4;
p. surat persetujuan pembatalan Dokumen BC 2.4;
q. surat penolakan pembatalan Dokumen BC 2.4; dan
r. nota penerimaan barang,
dalam Peraturan Direktur Jenderal ini menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 39


Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini berlaku:
a. terhadap penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) sampai dengan ayat (8) yang masih dalam proses penyelesaian, berlaku ketentuan sebagai berikut:
1. pengajuan dan/atau pemrosesan Dokumen BC 2.4 dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor P-22/BC/2009 tentang Pemberitahuan Pabean Impor sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor PER-23/BC/2022 tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-22/BC/2009 tentang Pemberitahuan Pabean Impor, dalam hal belum diajukan Dokumen BC 2.4; dan
2. pelaksanaan penyelesaiannya dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-11/BC/2019 tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Industri Kecil dan Menengah atau Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor PER-8/BC/2022 tentang Petunjuk Teknis Pemberian Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor; dan/atau
b. dalam hal penyelesaiannya dilakukan dengan cara diserahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) huruf a angka 1, terhadap pemasukan Barang dan Bahan oleh Perusahaan KITE lainnya yang sedang dalam proses dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-11/BC/2019 tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Industri Kecil dan Menengah atau Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor PER-8/BC/2022 tentang Petunjuk Teknis Pemberian Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor.


BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 40


Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini berlaku:
1. Pasal 13, Pasal 14, Lampiran V, dan Lampiran XIV Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor P-22/BC/2009 tentang Pemberitahuan Pabean Impor sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor PER-23/BC/2022 tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-22/BC/2009 tentang Pemberitahuan Pabean Impor;
2. Pasal 47 Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-11/BC/2019 tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Industri Kecil dan Menengah; dan
3. Pasal 12 ayat (5), Pasal 21 ayat (2), dan Pasal 22 ayat (3) Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor PER-8/BC/2022 tentang Petunjuk Teknis Pemberian Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.



Pasal 41


Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2024.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Desember 2023
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
 
Ditandatangani secara elektronik

ASKOLANI