Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
(1) | Importir wajib memiliki NIB yang berlaku sebagai API. | ||||||||||||
(2) | NIB yang berlaku sebagai API sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
|
||||||||||||
(3) | Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat memilih NIB yang berlaku sebagai API-U atau NIB yang berlaku sebagai API-P. | ||||||||||||
(4) | NIB yang berlaku sebagai API sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dimiliki oleh kantor pusat badan usaha. | ||||||||||||
(5) | NIB yang berlaku sebagai API sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dimiliki oleh kantor pusat badan usaha dapat digunakan oleh seluruh kantor cabang pemilik API apabila memiliki kegiatan usaha sejenis. | ||||||||||||
(6) | NIB yang berlaku sebagai API sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan perubahan terhadap NIB yang berlaku sebagai API-U menjadi NIB yang berlaku sebagai API-P. | ||||||||||||
(7) | Perubahan terhadap NIB yang berlaku sebagai API sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat dilakukan dalam hal:
|
||||||||||||
(8) | Terhadap perubahan NIB yang berlaku sebagai API-U menjadi NIB yang berlaku sebagai API-P sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Importir pemilik NIB yang berlaku sebagai API-U harus menyampaikan pernyataan secara elektronik melalui Sistem OSS yang berisi paling sedikit alasan perubahan NIB yang berlaku sebagai API. | ||||||||||||
(9) | Terhadap perubahan NIB yang berlaku sebagai API-U menjadi NIB yang berlaku sebagai API-P sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus dilakukan verifikasi oleh lembaga pemerintah yang bertugas melaksanakan koordinasi kebijakan dan pelayanan di bidang penanaman modal. | ||||||||||||
(10) | Barang yang telah diimpor oleh Importir pemilik NIB yang berlaku sebagai API-U sebelum melakukan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat diperdagangkan atau dipindahtangankan. | ||||||||||||
(11) | Dalam hal terjadi perubahan jenis NIB yang berlaku sebagai API sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Perizinan Berusaha di bidang Impor yang telah diterbitkan dilakukan pencabutan dan dinyatakan tidak berlaku secara elektronik dan otomatis melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW berdasarkan notifikasi perubahan NIB yang berlaku sebagai API secara elektronik dari Sistem OSS. | ||||||||||||
(12) | Ketentuan perubahan NIB yang berlaku sebagai API sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a dikecualikan terhadap Importir yang tidak memiliki Perizinan Berusaha di bidang Impor dan/atau Laporan Surveyor. | ||||||||||||
(13) | NIB yang berlaku sebagai API-U sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a hanya diberikan kepada badan usaha yang melakukan Impor Barang untuk tujuan diperdagangkan atau dipindahtangankan. | ||||||||||||
(14) | NIB yang berlaku sebagai API-P sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b hanya diberikan kepada badan usaha yang melakukan Impor Barang untuk dipergunakan sendiri sebagai Barang modal, Bahan Baku, Bahan Penolong, dan/atau bahan untuk mendukung proses produksi. | ||||||||||||
(15) | Barang yang diimpor sebagaimana dimaksud pada ayat (14) dilarang untuk diperdagangkan atau dipindahtangankan kepada pihak lain. | ||||||||||||
(16) | Ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (15) dikecualikan terhadap:
|
(1) | Terhadap kegiatan Impor atas Barang tertentu, Importir wajib memiliki Perizinan Berusaha di bidang Impor Barang tertentu dari Menteri sebelum Barang masuk ke dalam Daerah Pabean. | ||||||
(2) | Ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1) dikecualikan terhadap Impor Barang tertentu yang tujuannya diangkut terus atau diangkut lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan yang seluruh barangnya untuk tujuan ekspor. | ||||||
(3) | Penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri. | ||||||
(4) | Menteri memberikan mandat penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Direktur Jenderal. | ||||||
(5) | Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
|
||||||
(6) | Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha sektor Perdagangan Luar Negeri. | ||||||
(7) | Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang telah diterbitkan digunakan sebagai:
|
||||||
(8) | Importir dapat memiliki 1 (satu) atau lebih Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (5) terhadap Barang tertentu. | ||||||
(9) | Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Importir Terdaftar dan Importir Produsen sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dan huruf b berlaku untuk lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor. | ||||||
(10) | Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c terhadap Barang tertentu berlaku untuk 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor atau lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor. | ||||||
(11) | Barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Importir Terdaftar dan Importir Produsen sebagaimana dimaksud pada ayat (9), dan Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (10) tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Setiap penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor harus dilakukan konfirmasi status wajib pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(2) | Konfirmasi status wajib pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memperoleh keterangan status wajib pajak. |
(3) | Keterangan status wajib pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat status valid digunakan sebagai salah satu persyaratan pemberian Perizinan Berusaha di bidang Impor. |
(1) | Untuk memperoleh Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5), Importir harus mengajukan permohonan lengkap secara elektronik kepada Menteri melalui SINSW yang diteruskan ke Sistem INATRADE. | ||||||||
(2) | Dalam hal permohonan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lengkap, permohonan tidak diteruskan ke Sistem INATRADE. | ||||||||
(3) | Untuk mengajukan permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Importir harus memiliki hak akses. | ||||||||
(4) | Hak akses sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diperoleh dengan melakukan registrasi melalui SINSW dan mengunggah hasil pindai dokumen asli:
|
||||||||
(5) | Dalam hal dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah tersedia secara elektronik pada kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang telah terintegrasi dengan SINSW, Importir tidak mengunggah dokumen persyaratan ke SINSW. |
(1) | Pengajuan permohonan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dilakukan dengan mengunggah hasil pindai dokumen asli persyaratan Perizinan Berusaha di bidang Impor. | ||||||
(2) | Dalam hal dokumen persyaratan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah tersedia secara elektronik pada kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang telah terintegrasi dengan SINSW, Importir tidak mengunggah dokumen persyaratan ke SINSW. | ||||||
(3) | Dokumen persyaratan Perizinan Berusaha di bidang Impor secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
|
||||||
(4) | Importir bertanggung jawab terhadap kebenaran dan kesesuaian:
|
||||||
(5) | Apabila dokumen persyaratan, data, dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terbukti tidak benar, Importir dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||||
(6) | Persyaratan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Apabila permohonan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan Perizinan Berusaha di bidang Impor secara elektronik melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW dengan mencantumkan kode quick response (QR), yang tidak memerlukan cap dan tanda tangan basah dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap sesuai dengan persyaratan oleh anggota tim sebagai pejabat fungsional yang memiliki hak akses untuk memulai pemrosesan Perizinan Berusaha di bidang Impor. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Apabila permohonan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, namun Perizinan Berusaha di bidang Impor belum diterbitkan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor secara elektronik dan otomatis melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) | Apabila permohonan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dinyatakan tidak sesuai dengan persyaratan, dilakukan penolakan secara elektronik melalui SINSW paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima oleh anggota tim sebagai pejabat fungsional yang memiliki hak akses untuk memulai pemrosesan Perizinan Berusaha di bidang Impor. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(4) | Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berupa Importir Terdaftar atau Importir Produsen memuat elemen data dan/atau keterangan paling sedikit mengenai:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(5) | Masa berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c terdiri dari:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(6) | Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berupa Persetujuan Impor memuat elemen data dan/atau keterangan mengenai:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(7) | Selain elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a, terhadap pengeluaran Barang dari KPBPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean pada Persetujuan Impor harus mencantumkan pelabuhan muat di KPBPB. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(8) | Elemen data dan/atau keterangan berupa pelabuhan tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a angka 8 dikecualikan terhadap pengeluaran Barang dari KPBPB, KEK, atau TPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(9) | Identitas Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, serta ayat (6) huruf a angka 2 dan huruf b angka 2 memuat elemen data dan/atau keterangan mengenai:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(10) | Masa berlaku Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) huruf c untuk Barang tertentu yang telah ditetapkan Neraca Komoditas dilakukan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri berdasarkan Neraca Komoditas. |
(2) | Pemanfaatan Neraca Komoditas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Neraca Komoditas. |
(3) | Dalam hal Neraca Komoditas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum ditetapkan, penerbitan Persetujuan Impor oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri ini. |
(1) | Impor Barang tertentu untuk ketersediaan pasokan dan stabilisasi harga dilaksanakan oleh:
|
||||
(2) | Barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Dalam hal perlu dilakukan pengendalian Impor, Menteri dapat meminta Direktur Jenderal melaporkan terlebih dahulu proses penerbitan permohonan Persetujuan Impor sebelum diproses dan/atau diterbitkan. |
(2) | Pelaksanaan Service Level Agreement (SLA) penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) huruf c memperhatikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memperhatikan kepentingan nasional. |
(1) | Terhadap elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) dilakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, antara dokumen Importir Terdaftar atau Importir Produsen dan dokumen:
|
||||||||||||||||||||||||
(2) | Terhadap elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6) dilakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, antara dokumen Persetujuan Impor dan dokumen pemberitahuan Impor Barang paling sedikit mengenai:
|
||||||||||||||||||||||||
(3) | Terhadap pemasukan Barang dari luar Daerah Pabean ke KPBPB dan pengeluaran Barang dari KPBPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean, penelitian atas elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6) dilakukan:
|
||||||||||||||||||||||||
(4) | Terhadap pemasukan Barang dari luar Daerah Pabean ke KEK atau pengeluaran Barang dari KEK ke tempat lain dalam Daerah Pabean, penelitian atas elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6) dilakukan:
|
||||||||||||||||||||||||
(5) | Terhadap pemasukan Barang dari luar Daerah Pabean ke TPB atau pengeluaran Barang dari TPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean, penelitian atas elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6) dilakukan:
|
||||||||||||||||||||||||
(6) | Terhadap elemen data dan/atau keterangan masa berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf c dilakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk memastikan pada saat pengajuan Pemberitahuan Impor Barang, Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan/atau ayat (2) berupa dokumen Importir Terdaftar atau Importir Produsen masih berlaku. | ||||||||||||||||||||||||
(7) | Terhadap elemen data dan/atau keterangan masa berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6) huruf a angka 9 dan huruf b angka 7 dilakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk memastikan pada saat pengajuan:
|
||||||||||||||||||||||||
(8) | Selain penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (7), terhadap elemen data dan/atau keterangan berupa nomor seri Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6) huruf a angka 4 dan huruf b angka 4 dan jenis/uraian Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6) huruf a angka 5 dilakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||||||||||||||||||||||
(9) | Terhadap elemen data dan/atau keterangan jumlah Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6) huruf a angka 6 dan huruf b angka 5 dilakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk memastikan pada saat pengajuan pemberitahuan Impor Barang alokasi jumlah Barang masih memenuhi. | ||||||||||||||||||||||||
(10) | Sisa alokasi jumlah Barang yang diizinkan tercantum dalam SINSW. | ||||||||||||||||||||||||
(11) | Selain elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (9) dilakukan penelitian atas nomor pokok wajib pajak Importir berdasarkan data dan/atau keterangan yang telah tersedia secara elektronik di SINSW yang berasal dari Sistem OSS. | ||||||||||||||||||||||||
(12) | Satuan Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6) huruf a angka 6 dan huruf b angka 5 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. | ||||||||||||||||||||||||
(13) | Dalam hal satuan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (12) belum ditetapkan, satuan Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6) huruf a angka 6 dan huruf b angka 5 sesuai dengan ketentuan internasional. |
(1) | Apabila terdapat perubahan data pada Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5), Importir harus mengajukan permohonan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor lengkap sesuai dengan persyaratan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor. | ||||||||||||
(2) | Data pada Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
||||||||||||
(3) | Identitas Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a memuat elemen data dan/atau keterangan mengenai:
|
||||||||||||
(4) | Perubahan pos tarif/harmonized system dan/atau satuan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf d terhadap suatu nomor seri Barang dalam Persetujuan Impor hanya dapat dilakukan selama:
|
||||||||||||
(5) | Permohonan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik kepada Menteri melalui SINSW yang diteruskan ke Sistem INATRADE dengan mengunggah hasil pindai dokumen asli persyaratan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor. | ||||||||||||
(6) | Dalam hal permohonan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak lengkap, permohonan tidak diteruskan ke Sistem INATRADE. | ||||||||||||
(7) | Dalam hal dokumen persyaratan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah tersedia secara elektronik pada kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang telah terintegrasi dengan SINSW, Importir tidak mengunggah dokumen persyaratan ke SINSW. | ||||||||||||
(8) | Dokumen persyaratan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (7) berupa:
|
||||||||||||
(9) | Importir bertanggung jawab terhadap kebenaran dan kesesuaian:
|
||||||||||||
(10) | Apabila dokumen persyaratan, data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9) terbukti tidak benar, Importir dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||||||||||
(11) | Persyaratan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (5) tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Apabila permohonan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor secara elektronik melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik, dan mencantumkan kode quick response (QR), yang tidak memerlukan cap dan tanda tangan basah dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap sesuai dengan persyaratan oleh anggota tim sebagai pejabat fungsional yang memiliki hak akses untuk memulai pemrosesan Perizinan Berusaha di bidang Impor. | ||||
(2) | Apabila permohonan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, namun perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor belum diterbitkan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor secara elektronik dan otomatis melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW. | ||||
(3) | Apabila permohonan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dinyatakan tidak sesuai dengan persyaratan, dilakukan penolakan secara elektronik melalui SINSW paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima oleh anggota tim sebagai pejabat fungsional yang memiliki hak akses untuk memulai pemrosesan Perizinan Berusaha di bidang Impor. | ||||
(4) | Masa berlaku perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan sisa masa berlaku Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (10). | ||||
(5) | Masa berlaku perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa:
|
||||
(6) | Masa berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya berlaku terhadap pos tarif/harmonized system, jenis/uraian Barang, jumlah Barang dan satuan Barang, yang merupakan hasil perubahan. | ||||
(7) | Tanggal awal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a harus:
|
||||
(8) | Selain pos tarif/harmonized system, jenis/uraian Barang, jumlah Barang dan satuan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (6), masa berlaku perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa tanggal awal dan tanggal akhir, sesuai dengan masa berlaku Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) yang telah diterbitkan. |
(1) | Dalam hal perlu dilakukan pengendalian Impor, Menteri dapat meminta Direktur Jenderal melaporkan terlebih dahulu proses penerbitan permohonan perubahan Persetujuan Impor sebelum diproses dan/atau diterbitkan. |
(2) | Pelaksanaan Service Level Agreement (SLA) penerbitan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) huruf c memperhatikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memperhatikan kepentingan nasional. |
(1) | Apabila Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Persetujuan Impor masa berlakunya akan berakhir, Importir dapat mengajukan permohonan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Persetujuan Impor lengkap. | ||||||
(2) | Pengajuan permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan paling cepat 30 (tiga puluh) hari dan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum masa berlaku Persetujuan Impor berakhir sesuai dengan ketentuan dan persyaratan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Persetujuan Impor. | ||||||
(3) | Permohonan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan secara elektronik kepada Menteri melalui SINSW yang diteruskan ke Sistem INATRADE dengan mengunggah hasil pindai dokumen asli persyaratan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor. | ||||||
(4) | Dalam hal permohonan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak lengkap, permohonan tidak diteruskan ke Sistem INATRADE. | ||||||
(5) | Dalam hal dokumen persyaratan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah tersedia secara elektronik pada kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang telah terintegrasi dengan SINSW, Importir tidak mengunggah dokumen persyaratan ke SINSW. | ||||||
(6) | Dokumen persyaratan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berupa:
|
||||||
(7) | Importir bertanggung jawab terhadap kebenaran dan kesesuaian:
|
||||||
(8) | Apabila dokumen persyaratan serta data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) terbukti tidak benar, Importir dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||||
(9) | Persyaratan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Apabila permohonan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (3) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor secara elektronik melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik, dan mencantumkan kode quick response (QR), yang tidak memerlukan cap dan tanda tangan basah paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap sesuai dengan persyaratan oleh anggota tim sebagai pejabat fungsional yang memiliki hak akses untuk memulai pemrosesan Perizinan Berusaha di bidang Impor. |
(2) | Apabila permohonan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (3) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, namun perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor belum diterbitkan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan penerbitan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor secara elektronik dan otomatis melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW. |
(3) | Apabila permohonan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (3) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, namun sampai dengan masa berlaku Perizinan Berusaha di bidang Impor berakhir dan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor belum diterbitkan, dilakukan penerbitan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor secara elektronik dan otomatis melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW. |
(4) | Apabila permohonan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (3) dinyatakan tidak sesuai dengan persyaratan, dilakukan penolakan secara elektronik melalui SINSW paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima oleh anggota tim sebagai pejabat fungsional yang memiliki hak akses untuk memulai pemrosesan Perizinan Berusaha di bidang Impor. |
(5) | Masa berlaku perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan masa berlaku perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor. |
(6) | Masa berlaku perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berupa tanggal awal terhitung setelah berakhirnya masa berlaku Perizinan Berusaha di bidang Impor. |
(7) | Masa berlaku perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Dalam hal:
|
||||||
(2) | Penghitungan teknis dan/atau verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh tim teknis Perdagangan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri. | ||||||
(3) | Penghitungan teknis dan/atau verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam hal:
|
||||||
(4) | Petunjuk teknis mengenai mekanisme penghentian sementara dan mekanisme penghitungan teknis dan/atau verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal. |
(1) | Importir dapat melakukan pembatalan yang disertai dengan alasan pembatalan terhadap proses:
|
||||||
(2) | Importir bertanggung jawab terhadap pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memberikan persetujuan dalam bentuk pernyataan tanggung jawab atas permohonan pembatalan secara elektronik melalui SINSW pada saat melakukan pembatalan. | ||||||
(3) | Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan sebelum permohonan:
|
(1) | Pembatalan dapat dilakukan terhadap:
|
||||||
(2) | Pencabutan dapat dilakukan terhadap:
|
||||||
(3) | Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan apabila terdapat kesalahan:
|
||||||
(4) | Terhadap pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan pemberitahuan kepada Importir pemilik Barang. | ||||||
(5) | Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara elektronik melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW. | ||||||
(6) | Dalam hal terdapat Barang yang masih dalam proses pengapalan atau pengangkutan, pencabutan Perizinan Berusaha di bidang Impor dilakukan setelah Barang tersebut diselesaikan proses kepabeanannya. | ||||||
(7) | Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menyampaikan surat pernyataan tidak akan melakukan proses pengapalan selain Barang yang telah dikapalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (6). | ||||||
(8) | Pembatalan Perizinan Berusaha di bidang Impor yang telah diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan terhadap Barang Impor yang belum dikapalkan. |
(1) | Importir wajib mengimpor Barang dalam keadaan baru. | ||||||||
(2) | Dalam hal tertentu, Menteri dapat menetapkan Barang yang diimpor dalam keadaan tidak baru berdasarkan:
|
||||||||
(3) | Barang yang dapat diimpor dalam keadaan tidak baru dalam hal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu:
|
||||||||
(4) | Dalam hal Impor Barang modal dalam keadaan tidak baru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk tujuan relokasi industri, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Persetujuan Impor relokasi industri. | ||||||||
(5) | Dalam hal Impor modal dalam keadaan tidak baru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk tujuan dispensasi, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Persetujuan Impor. | ||||||||
(6) | Barang dalam keadaan tidak baru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan uraian Barang dan/atau pos tarif/harmonized system tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||||||||
(7) | Barang modal dalam keadaan tidak baru untuk tujuan relokasi industri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa Barang modal dalam keadaan tidak baru dengan uraian Barang, pos tarif/harmonized system, dan/atau usia yang tercantum atau tidak tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||||||||
(8) | Barang modal dalam keadaan tidak baru untuk tujuan dispensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berupa Barang modal dalam keadaan tidak baru:
|
(1) | Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4) dan ayat (5) dapat dilakukan perubahan atau perpanjangan. |
(2) | Ketentuan mengenai penerbitan, perubahan, atau perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 16 berlaku secara mutatis mutandis terhadap penerbitan, perubahan, atau perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Persetujuan Impor Barang modal dalam keadaan tidak baru untuk tujuan relokasi industri atau dispensasi. |
(3) | Impor Barang dalam keadaan tidak baru berupa Barang modal untuk tujuan relokasi industri atau dispensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4) dan ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri ini. |
(4) | Barang yang diimpor dalam keadaan tidak baru berupa Barang modal yang diimpor oleh perusahaan pemakai langsung dengan pos tarif/harmonized system 8901 (delapan sembilan nol satu), 8903 (delapan sembilan nol tiga), 8904 (delapan sembilan nol empat), dan 8905 (delapan sembilan nol lima), dapat diperdagangkan dan/atau dipindahtangankan kepada pihak lain apabila telah dipergunakan paling singkat 4 (empat) tahun. |
(5) | Barang yang diimpor dalam keadaan tidak baru berupa Barang modal yang diimpor oleh perusahaan pemakai langsung selain pos tarif/harmonized system sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diperdagangkan dan/atau dipindahtangankan kepada pihak lain apabila telah dipergunakan paling singkat 5 (lima) tahun. |
(1) | Dalam hal terjadi kondisi kahar (act of god) atau keadaan memaksa (force majeure), atau keadaan lain yang mengakibatkan ketentuan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) dan ayat (5) tidak dapat dipenuhi, Barang modal yang diimpor dalam keadaan tidak baru dapat diperdagangkan dan/atau dipindahtangankan kepada pihak lain sebelum batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) dan ayat (5). |
(2) | Keadaan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku bagi perusahaan yang dinyatakan pailit melalui putusan pengadilan niaga yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. |
(1) | Terhadap Impor untuk Barang tertentu dikenai kewajiban Verifikasi atau Penelusuran Teknis. | ||||||||||||
(2) | Kriteria Barang tertentu yang dikenai kewajiban Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
||||||||||||
(3) | Barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diubah berdasarkan keputusan rapat koordinasi yang dipimpin oleh menteri yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian, yang dihadiri Menteri, menteri atau kepala lembaga pemerintah nonkementerian, atau pejabat yang ditunjuk untuk mewakili yang diberikan kewenangan untuk dan atas nama Menteri, menteri atau kepala lembaga pemerintah nonkementerian. | ||||||||||||
(4) | Barang tertentu yang dikenai kewajiban Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dilakukan oleh Surveyor yang telah ditetapkan oleh Menteri. | ||||||||
(2) | Pengajuan permohonan Verifikasi atau Penelusuran Teknis terhadap Barang tertentu dilakukan secara elektronik oleh Importir kepada Surveyor melalui sistem yang dimiliki Surveyor. | ||||||||
(3) | Verifikasi atau Penelusuran Teknis terhadap Impor untuk Barang tertentu dilakukan di:
|
||||||||
(4) | Pelaksanaan Verifikasi atau Penelusuran Teknis terhadap Impor untuk Barang tertentu selain dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat dilakukan di TPB, KPBPB, atau KEK dalam hal Barang tertentu diberlakukan ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor pada saat pengeluaran Barang asal luar Daerah Pabean dari TPB, KPBPB, atau KEK ke tempat lain dalam Daerah Pabean. | ||||||||
(5) | Pelaksanaan Verifikasi atau Penelusuran Teknis dapat dilakukan di TPB, KPBPB, atau KEK terhadap Impor Barang modal dalam keadaan tidak baru yang diberlakukan kebijakan dan pengaturan Impor pada saat pemasukan Barang asal luar Daerah Pabean ke TPB, KPBPB, atau KEK. | ||||||||
(6) | Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||||||
(7) | Hasil Verifikasi atau Penelusuran Teknis oleh Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk Laporan Surveyor yang digunakan sebagai:
|
||||||||
(8) | Laporan Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) hanya dapat dipergunakan untuk 1 (satu) kali pengapalan. | ||||||||
(9) | Dalam hal Laporan Surveyor belum digunakan sebagai dokumen pelengkap pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a, Surveyor dapat melakukan perubahan atas Laporan Surveyor. | ||||||||
(10) | Dalam hal Laporan Surveyor digunakan sebagai dokumen pelengkap pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a dan berdasarkan hasil pemeriksaaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan harus dilakukan perubahan, perubahan Laporan Surveyor dapat dilakukan apabila Barang masih berada di Kawasan Pabean. | ||||||||
(11) | Dalam hal Impor atas Barang tertentu wajib memiliki Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5), perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dan ayat (10) hanya dapat dilakukan apabila perubahan Laporan Surveyor memenuhi ketentuan Perizinan Berusaha di bidang Impor yang telah diterbitkan. | ||||||||
(12) | Dalam hal Laporan Surveyor belum digunakan sebagai dokumen pelengkap pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a, Surveyor dapat melakukan pembatalan atas Laporan Surveyor. | ||||||||
(13) | Perubahan Laporan Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (9), ayat (10), dan ayat (11) atau pembatalan Laporan Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (12) dilakukan berdasarkan permohonan Importir melalui sistem yang dimiliki oleh Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (2). | ||||||||
(14) | Laporan Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) disampaikan oleh Surveyor secara elektronik melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW. | ||||||||
(15) | Laporan Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (7), memuat elemen data dan/atau keterangan paling sedikit berupa:
|
||||||||
(16) | Perubahan Laporan Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (10) atau ayat (11) memuat elemen data dan/atau keterangan yang mengalami perubahan. | ||||||||
(17) | Terhadap elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (15), dilakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan antara Laporan Surveyor dan dokumen Pemberitahuan Pabean Impor paling sedikit mengenai:
|
||||||||
(18) | Barang modal dalam keadaan tidak baru sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Terhadap Impor atas Barang tertentu, Menteri dapat menentukan tempat pemasukan Barang Impor. |
(2) | Tempat pemasukan Barang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pelabuhan tujuan. |
(3) | Tempat pemasukan Barang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Pemasukan Barang ke KPBPB dari luar Daerah Pabean belum diberlakukan kebijakan dan pengaturan Impor, kecuali atas pemasukan Barang untuk kepentingan perlindungan konsumen atas Barang yang diedarkan di KPBPB dan Barang terkait dengan keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan hidup. | ||||||||
(2) | Ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor diberlakukan atas pengeluaran Barang asal luar Daerah Pabean dari KPBPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean. | ||||||||
(3) | Ketentuan pemberlakuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk pelabuhan tujuan. | ||||||||
(4) | Ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan penetapan Dewan Kawasan. | ||||||||
(5) | Ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan terhadap:
|
||||||||
(6) | Barang hasil produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||||||
(7) | Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) terhadap Barang untuk kepentingan perlindungan konsumen atas Barang yang diedarkan di KPBPB dan Barang terkait dengan keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan hidup untuk kegiatan usaha yang dilakukan di wilayah KPBPB diterbitkan oleh Kepala Badan Pengusahaan KPBPB sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai penyelenggaraan KPBPB dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor dalam Peraturan Menteri ini. | ||||||||
(8) | Perizinan Berusaha di bidang Impor Barang dalam keadaan tidak baru berupa Barang modal untuk tujuan relokasi industri atau dispensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4) dan ayat (5) untuk kegiatan usaha yang dilakukan di wilayah KPBPB diterbitkan oleh Kepala Badan Pengusahaan KPBPB sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai penyelenggaraan KPBPB dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor dalam Peraturan Menteri ini. | ||||||||
(9) | Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) untuk pengeluaran Barang asal luar Daerah Pabean dari KPBPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri. | ||||||||
(10) | Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dapat diajukan oleh:
|
||||||||
(11) | Penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan melalui sistem pelayanan berbasis elektronik yang disediakan oleh Badan Pengusahaan KPBPB yang terintegrasi dengan SINSW untuk diteruskan ke Sistem INATRADE. | ||||||||
(12) | Dalam hal Badan Pengusahaan KPBPB belum memiliki sistem pelayanan berbasis elektronik yang terintegrasi dengan SINSW, penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) difasilitasi melalui SINSW. | ||||||||
(13) | Terhadap pengeluaran Barang modal dalam keadaan tidak baru dari KPBPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean yang pada saat pemasukan ke KPBPB dalam keadaan baru, diberlakukan kebijakan dan pengaturan Impor sesuai dengan Peraturan Menteri ini. | ||||||||
(14) | Ketentuan mengenai larangan diberlakukan terhadap pemasukan Barang dari luar Daerah Pabean ke KPBPB. | ||||||||
(15) | Barang untuk kepentingan perlindungan konsumen atas Barang yang diedarkan di KPBPB dan Barang terkait dengan keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Ketentuan mengenai larangan diberlakukan terhadap pemasukan Barang dari luar Daerah Pabean ke KPBPB Sabang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Barang dilarang Impor. |
(2) | Pemasukan Barang ke KPBPB Sabang dari luar Daerah Pabean tidak diberlakukan kebijakan dan pengaturan Impor. |
(3) | Pemasukan Barang ke KPBPB Sabang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh Pelaku Usaha yang telah mendapat Perizinan Berusaha dari Badan Pengusahaan Kawasan Sabang. |
(4) | Ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor diberlakukan atas pengeluaran Barang dari KPBPB Sabang ke tempat lain dalam Daerah Pabean. |
(1) | Impor Barang ke KEK belum diberlakukan kebijakan dan pengaturan Impor. | ||||||||||||
(2) | Untuk kepentingan nasional yang mencakup keamanan, keselamatan, kesehatan, dan/atau lingkungan hidup di KEK, Menteri dapat menetapkan berlakunya kebijakan dan pengaturan Impor Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara selektif setelah berkoordinasi dengan Dewan Nasional. | ||||||||||||
(3) | Ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikecualikan berdasarkan penetapan Dewan Nasional. | ||||||||||||
(4) | Ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor diberlakukan atas pengeluaran Barang Impor untuk dipakai dari KEK ke tempat lain dalam Daerah Pabean. | ||||||||||||
(5) | Ketentuan pemberlakuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak termasuk pelabuhan tujuan. | ||||||||||||
(6) | Ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikecualikan terhadap:
|
||||||||||||
(7) | Barang hasil produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||||||||||
(8) | Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) untuk:
|
||||||||||||
(9) | Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) untuk pengeluaran Barang asal luar Daerah Pabean dari KEK ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri. | ||||||||||||
(10) | Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dapat diajukan oleh:
|
||||||||||||
(11) | Sekretariat Jenderal Dewan Nasional KEK menyampaikan laporan kepada Direktur Jenderal atas Barang yang diberikan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (8) melalui SINSW yang terintegrasi dengan Sistem INATRADE. | ||||||||||||
(12) | Sekretariat Jenderal Dewan Nasional KEK menyampaikan notifikasi atau pemberitahuan terhadap Barang yang dikenakan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (8) yang perlu dinotifikasikan atau diberitahukan sesuai kesepakatan internasional atau ketentuan peraturan perundang-undangan kepada kementerian atau lembaga terkait dan menembuskan notifikasi atau pemberitahuan tersebut kepada Direktur Jenderal. | ||||||||||||
(13) | Dalam hal Administrator KEK belum memenuhi kesiapan dalam penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor Barang ke KEK, penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilaksanakan oleh Sekretaris Jenderal Dewan Nasional KEK. | ||||||||||||
(14) | Kesiapan Administrator KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (13) ditetapkan oleh Dewan Nasional KEK. | ||||||||||||
(15) | Ketentuan mengenai larangan diberlakukan terhadap Impor Barang dari luar Daerah Pabean ke KEK. | ||||||||||||
(16) | Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Ketentuan pemberlakuan kebijakan dan pengaturan Impor dikecualikan terhadap pemasukan Barang Impor ke TPB. | ||||||||||||||||||
(2) | TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk:
|
||||||||||||||||||
(3) | Ketentuan pemberlakuan kebijakan dan pengaturan Impor tetap berlaku atas pengeluaran Barang Impor dari TPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean tujuan diimpor untuk dipakai. | ||||||||||||||||||
(4) | Ketentuan pemberlakuan kebijakan dan pengaturan Impor atas pengeluaran Barang dari TPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean tujuan diimpor untuk dipakai dikecualikan terhadap:
|
||||||||||||||||||
(5) | Ketentuan pemberlakuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak termasuk pelabuhan tujuan. | ||||||||||||||||||
(6) | Untuk kepentingan perekonomian nasional, Menteri dapat menetapkan secara selektif berlakunya ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor atas pemasukan Barang Impor ke TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | ||||||||||||||||||
(7) | Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) untuk:
|
||||||||||||||||||
(8) | Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a diajukan oleh:
|
||||||||||||||||||
(9) | Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b diajukan oleh:
|
||||||||||||||||||
(10) | Ketentuan mengenai larangan diberlakukan terhadap pemasukan Barang Impor ke TPB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Barang dilarang Impor. | ||||||||||||||||||
(11) | Barang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Ketentuan pemberlakuan kebijakan dan pengaturan Impor dikecualikan terhadap Impor Barang dan/atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang dengan tujuan ekspor dalam skema pembebasan pada kemudahan Impor tujuan ekspor. |
(2) | Untuk kepentingan perekonomian nasional, Menteri dapat menetapkan secara selektif berlakunya ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor atas Impor Barang dan/atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang dengan tujuan ekspor dalam skema pembebasan pada kemudahan Impor tujuan ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) | Ketentuan mengenai larangan diberlakukan terhadap Impor Barang dan/atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang dengan tujuan ekspor dalam rangka kemudahan Impor tujuan ekspor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Barang dilarang Impor. |
(4) | Barang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Importir yang tidak dapat memiliki NIB yang berlaku sebagai API dapat melakukan Impor atas Barang bebas Impor tidak dilakukan untuk kegiatan usaha. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Impor atas Barang bebas Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) | Impor atas Barang bebas Impor berupa:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(4) | Impor atas Barang bebas Impor dengan tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan tanpa surat keterangan Direktur Jenderal atas nama Menteri. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(5) | Barang bebas Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Dalam hal Impor atas Barang yang dibatasi Impor tidak dilakukan untuk kegiatan usaha, Importir yang tidak dapat memiliki NIB yang berlaku sebagai API dikecualikan dari pemenuhan NIB dan/atau Perizinan Berusaha di bidang Impor. |
(2) | Selain dikecualikan dari pemenuhan NIB dan/atau Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Impor atas Barang yang dibatasi Impor tidak dilakukan untuk kegiatan usaha dapat dikecualikan dari Verifikasi atau Penelusuran Teknis, dan/atau ketentuan pembatasan pelabuhan tujuan. |
(3) | Importir yang tidak dapat memiliki NIB yang berlaku sebagai API dapat melakukan Impor atas Barang yang dibatasi Impor. |
(4) | Terhadap pengecualian Impor atas Barang yang dibatasi Impor tidak dilakukan untuk kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Direktur Jenderal atas nama Menteri dapat menerbitkan surat keterangan. |
(5) | Pengecualian terhadap Impor yang tidak dilakukan untuk kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) untuk Barang pindahan dapat diberikan terhadap Barang dalam keadaan tidak baru. |
(6) | Pengecualian terhadap Impor atas Barang yang dibatasi Impor yang tidak dilakukan untuk kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Dalam hal Impor atas Barang yang dibatasi Impor tidak dilakukan untuk kegiatan usaha, Importir yang dapat memiliki NIB yang berlaku sebagai API dikecualikan dari pemenuhan Perizinan Berusaha di bidang Impor. |
(2) | Selain dikecualikan dari pemenuhan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Impor atas Barang yang dibatasi Impor tidak dilakukan untuk kegiatan usaha dapat dikecualikan dari Verifikasi atau Penelusuran Teknis, dan/atau ketentuan pembatasan pelabuhan tujuan. |
(3) | Terhadap pengecualian Impor atas Barang yang dibatasi Impor tidak dilakukan untuk kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Direktur Jenderal atas nama Menteri dapat menerbitkan surat keterangan. |
(4) | Pengecualian terhadap Impor atas Barang yang dibatasi Impor yang tidak dilakukan untuk kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Dalam hal Impor atas Barang yang dibatasi Impor berupa Barang kiriman pekerja migran Indonesia, Importir yang tidak dapat memiliki NIB yang berlaku sebagai API dikecualikan dari pemenuhan NIB dan/atau Perizinan Berusaha di bidang Impor. |
(2) | Selain dikecualikan dari pemenuhan NIB dan/atau Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Impor atas Barang yang dibatasi Impor berupa Barang kiriman pekerja migran Indonesia dapat dikecualikan dari Verifikasi atau Penelusuran Teknis, dan/atau ketentuan pembatasan pelabuhan tujuan. |
(3) | Impor atas Barang yang dibatasi Impor berupa Barang kiriman pekerja migran indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan terhadap Barang dalam keadaan tidak baru. |
(4) | Barang yang dibatasi Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Dalam hal Impor atas Barang yang dibatasi Impor dilakukan untuk kegiatan usaha, Importir yang dapat memiliki NIB yang berlaku sebagai API dikecualikan dari pemenuhan Perizinan Berusaha di bidang Impor. |
(2) | Selain dikecualikan dari pemenuhan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Impor atas Barang yang dibatasi Impor dilakukan untuk kegiatan usaha dapat dikecualikan dari Verifikasi atau Penelusuran Teknis, dan/atau ketentuan pembatasan pelabuhan tujuan. |
(3) | Terhadap pengecualian Impor atas Barang yang dibatasi Impor dilakukan untuk kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Direktur Jenderal atas nama Menteri dapat menerbitkan surat keterangan. |
(4) | Pengecualian terhadap Impor atas Barang yang dibatasi Impor dilakukan untuk kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Untuk memperoleh surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (4), Pasal 33 ayat (3), dan Pasal 35 ayat (3), Importir harus mengajukan permohonan lengkap secara elektronik kepada Menteri melalui SINSW yang diteruskan ke Sistem INATRADE. |
(2) | Penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri. |
(3) | Menteri memberikan mandat penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Direktur Jenderal. |
(4) | Dalam hal permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lengkap, permohonan tidak diteruskan ke Sistem INATRADE. |
(5) | Untuk mengajukan permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Importir harus memiliki hak akses. |
(6) | Hak akses sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diperoleh dengan melakukan registrasi melalui SINSW dan mengunggah persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4). |
(1) | Dalam hal permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) diajukan oleh warga negara asing yang merupakan pejabat pada badan internasional yang bertugas di Indonesia dan/atau pejabat pada kantor perwakilan negara asing di Indonesia, hak akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (5) diperoleh dengan melakukan registrasi melalui SINSW dan mengunggah hasil pindai dokumen asli paspor. | ||||||
(2) | Dalam hal permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam 37 ayat (1) diajukan oleh pemerintah untuk keperluan pemerintah sendiri atau hibah, hak akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (5) diperoleh dengan melakukan registrasi melalui SINSW dan mengunggah hasil pindai dokumen asli nomor pokok wajib pajak bendahara satuan kerja. | ||||||
(3) | Pengajuan permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dilakukan dengan mengunggah hasil pindai dokumen asli persyaratan berupa pertimbangan teknis dari kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian terkait dan/atau dokumen legalitas pendukung lainnya. | ||||||
(4) | Dalam hal pertimbangan teknis dari kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian terkait dan/atau dokumen legalitas pendukung lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah tersedia secara elektronik pada kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang telah terintegrasi dengan SINSW, Importir tidak mengunggah pertimbangan teknis dari kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian terkait dan/atau dokumen legalitas pendukung lainnya ke SINSW. | ||||||
(5) | Importir bertanggung jawab terhadap kebenaran dan kesesuaian:
|
(1) | Dalam hal permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan surat keterangan secara elektronik melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik dan mencantumkan kode quick response (QR), yang tidak memerlukan cap dan tanda tangan basah terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap sesuai dengan persyaratan oleh anggota tim sebagai pejabat fungsional yang memiliki hak akses untuk memulai pemrosesan surat keterangan. | ||||||||||||
(2) | Dalam hal permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) dinyatakan tidak sesuai dengan persyaratan, dilakukan penolakan secara elektronik melalui SINSW terhitung sejak permohonan diterima oleh anggota tim sebagai pejabat fungsional yang memiliki hak akses untuk memulai pemrosesan surat keterangan. | ||||||||||||
(3) | Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterbitkan 1 (satu) atau lebih dari 1 (satu) surat keterangan dalam satu waktu. | ||||||||||||
(4) | Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat elemen data dan/atau keterangan paling sedikit berupa:
|
||||||||||||
(5) | Identitas Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b memuat elemen data atau keterangan paling sedikit berupa:
|
||||||||||||
(6) | Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor atau lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor. | ||||||||||||
(7) | Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai:
|
||||||||||||
(8) | Terhadap elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf e, dilakukan penelitian antara surat keterangan dan dokumen Pemberitahuan Pabean Impor paling sedikit mengenai:
|
||||||||||||
(9) | Terhadap elemen data dan/atau keterangan berupa jenis/uraian Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d dilakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||||||||||
(10) | Terhadap elemen data dan/atau keterangan berupa masa berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf f dilakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk memastikan pada saat pengajuan Pemberitahuan Pabean Impor, surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih berlaku. | ||||||||||||
(11) | Selain elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||||||||||
(12) | Selain elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), ayat (9), dan ayat (10), dilakukan penelitian atas nomor pokok wajib pajak Importir berdasarkan data dan/atau keterangan yang telah tersedia secara elektronik di SINSW yang berasal dari Sistem OSS. | ||||||||||||
(13) | Satuan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf e dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. | ||||||||||||
(14) | Dalam hal satuan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (13) belum ditetapkan, satuan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf e sesuai dengan ketentuan internasional. | ||||||||||||
(15) | Masa berlaku surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran IV, Lampiran V, dan Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Importir dapat melakukan pembatalan yang disertai dengan alasan pembatalan terhadap proses penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) secara elektronik kepada Menteri melalui SINSW yang diteruskan ke sistem INATRADE. |
(2) | Importir bertanggung jawab terhadap pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memberikan persetujuan dalam bentuk pernyataan tanggung jawab atas permohonan pembatalan secara elektronik melalui SINSW pada saat melakukan pembatalan. |
(3) | Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan sebelum permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) diterbitkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri. |
(1) | Pembatalan dapat dilakukan terhadap:
|
||||||
(2) | Pencabutan dapat dilakukan terhadap:
|
||||||
(3) | Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan apabila terdapat kesalahan:
|
||||||
(4) | Terhadap pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan pemberitahuan kepada Importir pemilik Barang. | ||||||
(5) | Dalam hal terdapat Barang yang masih dalam proses pengapalan atau pengangkutan, pencabutan surat keterangan dilakukan setelah Barang tersebut diselesaikan proses kepabeanannya. | ||||||
(6) | Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menyampaikan surat pernyataan tidak akan melakukan proses pengapalan selain Barang yang telah dikapalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (5). | ||||||
(7) | Pembatalan surat keterangan yang telah diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan terhadap Barang Impor yang belum dikapalkan. |
(1) | Terhadap Barang yang diatur impornya dalam rangka Impor sementara tidak diberlakukan ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor. | ||||
(2) | Barang yang diimpor dalam rangka Impor sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. | ||||
(3) | Pemenuhan ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini dalam rangka penyelesaian Impor sementara dengan tidak diekspor kembali, hanya untuk pertimbangan:
|
||||
(4) | Impor sementara terhadap Barang dalam keadaan baru yang termasuk kategori Barang dibatasi Impor dalam rangka penyelesaian dengan tidak diekspor kembali berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wajib memenuhi ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini. | ||||
(5) | Impor sementara terhadap Barang dalam keadaan baru yang termasuk kategori Barang bebas Impor dalam rangka penyelesaian dengan tidak diekspor kembali berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak berlaku ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor berupa kewajiban Perizinan Berusaha di bidang Impor dan/atau Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini. | ||||
(6) | Impor sementara terhadap Barang modal dalam keadaan tidak baru yang termasuk kelompok pos tarif/harmonized system 84 (delapan empat), 85 (delapan lima), 87 (delapan tujuh), 89 (delapan sembilan), dan 90 (sembilan puluh) yang diselesaikan dengan tidak diekspor kembali berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wajib memenuhi ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor terhadap Barang modal dalam keadaan tidak baru sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini. | ||||
(7) | Impor sementara yang termasuk Barang dalam keadaan tidak baru diluar kategori Barang modal dalam keadaan tidak baru sebagaimana dimaksud pada ayat (6), tidak dapat diterbitkan Perizinan Berusaha di bidang Impor dan/atau Laporan Surveyor dalam rangka penyelesaian Impor sementara dengan tidak diekspor kembali berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). | ||||
(8) | Penyelesaian Impor sementara dengan tidak diekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai dengan ayat (7) dilaksanakan berdasarkan jenis dan kondisi Barang pada saat Barang dilakukan Impor sementara sesuai dengan keputusan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan mengenai izin Impor sementara. | ||||
(9) | Pemenuhan ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor berupa kewajiban Verifikasi atau Penelusuran Teknis Barang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 terhadap penyelesaian Barang Impor sementara dengan tidak diekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (6) dilakukan di dalam negeri. | ||||
(10) | Barang Impor sementara yang akan dilakukan penyelesaian dengan tidak diekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai dengan ayat (7), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(1) | Terhadap Barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali, tidak diberlakukan kebijakan dan pengaturan Impor. |
(2) | Ketentuan Impor kembali atas Barang yang telah diekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(1) | Impor Barang manufaktur sebagai Barang komplementer, Barang manufaktur untuk keperluan tes pasar, dan/atau Barang manufaktur untuk pelayanan purna jual yang merupakan Barang bebas Impor hanya dapat dilakukan oleh perusahaan pemilik NIB yang berlaku sebagai API-P setelah mendapat surat keterangan dari Direktur Jenderal atas nama Menteri. |
(2) | Ketentuan mengenai penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 sampai dengan Pasal 39 berlaku secara mutatis mutandis terhadap penerbitan surat keterangan untuk Impor Barang manufaktur sebagai Barang komplementer, Barang manufaktur untuk keperluan tes pasar, dan/atau Barang manufaktur untuk pelayanan purna jual yang merupakan Barang bebas Impor. |
(3) | Impor Barang manufaktur sebagai Barang komplementer, Barang manufaktur untuk keperluan tes pasar, dan/atau Barang manufaktur untuk pelayanan purna jual yang merupakan Barang bebas Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini, kecuali ketentuan Pasal 2 ayat (14) dan ayat (15). |
(4) | Barang manufaktur sebagai Barang komplementer, Barang manufaktur untuk keperluan tes pasar, dan/atau Barang manufaktur untuk pelayanan purna jual yang merupakan Barang bebas Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperdagangkan dan/atau dipindahtangankan kepada pihak lain. |
(5) | Impor Barang manufaktur sebagai Barang komplementer dilakukan oleh Importir pemilik NIB yang berlaku sebagai API-P yang memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan di luar negeri. |
(6) | Daftar sektor, sub sektor, atau Barang manufaktur terhadap Impor Barang komplementer, Barang manufaktur untuk keperluan tes pasar, dan/atau Barang manufaktur untuk pelayanan purna jual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(7) | Persyaratan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(8) | Masa berlaku atas surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(9) | Bentuk hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Apabila terdapat perubahan data pada surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1), Importir harus mengajukan permohonan perubahan surat keterangan lengkap sesuai dengan persyaratan perubahan surat keterangan. | ||||||||
(2) | Data pada surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:
|
||||||||
(3) | Identitas Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a memuat elemen data atau keterangan paling sedikit berupa:
|
||||||||
(4) | Perubahan pos tarif/harmonized system, dan/atau satuan Barang dalam surat keterangan hanya dapat dilakukan selama belum dilakukan realisasi Impor atau tidak sedang dilakukan realisasi Impor. | ||||||||
(5) | Permohonan perubahan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik kepada Menteri melalui SINSW yang diteruskan ke Sistem INATRADE dengan mengunggah hasil pindai dokumen asli persyaratan perubahan surat keterangan. | ||||||||
(6) | Dalam hal permohonan perubahan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak lengkap, permohonan tidak diteruskan ke Sistem INATRADE. | ||||||||
(7) | Dalam hal dokumen persyaratan perubahan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah tersedia secara elektronik pada kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang telah terintegrasi dengan SINSW, Importir tidak mengunggah dokumen persyaratan ke SINSW. | ||||||||
(8) | Dokumen persyaratan perubahan surat keterangan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (7) berupa:
|
||||||||
(9) | Importir bertanggung jawab terhadap kebenaran dan kesesuaian:
|
||||||||
(10) | Apabila dokumen persyaratan, data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9) terbukti tidak benar, Importir dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||||||
(11) | Persyaratan perubahan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (7) tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Apabila permohonan perubahan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan perubahan surat keterangan secara elektronik melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik, dan mencantumkan kode quick response (QR), yang tidak memerlukan cap dan tanda tangan basah terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap sesuai dengan persyaratan oleh anggota tim sebagai pejabat fungsional yang memiliki hak akses untuk memulai pemrosesan surat keterangan. | ||||
(2) | Apabila permohonan perubahan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) dinyatakan tidak sesuai dengan persyaratan, dilakukan penolakan secara elektronik melalui SINSW terhitung sejak permohonan diterima oleh anggota tim sebagai pejabat fungsional yang memiliki hak akses untuk memulai pemrosesan surat keterangan. | ||||
(3) | Masa berlaku perubahan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sisa masa berlaku surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (8). | ||||
(4) | Masa berlaku perubahan surat keterangan berupa:
|
||||
(5) | Masa berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya berlaku terhadap pos tarif/harmonized system, jenis/uraian Barang, jumlah Barang dan satuan Barang, yang merupakan hasil perubahan. | ||||
(6) | Tanggal awal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a harus:
|
||||
(7) | Selain pos tarif/harmonized system, jenis/uraian Barang, jumlah Barang dan satuan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (5), masa berlaku perubahan surat keterangan berupa berupa tanggal awal dan tanggal akhir, sesuai dengan masa berlaku surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) yang telah diterbitkan. |
(1) | Ketentuan mengenai pembatalan proses penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 berlaku secara mutatis mutandis terhadap pembatalan proses penerbitan surat keterangan untuk Impor Barang manufaktur sebagai Barang komplementer, Barang manufaktur untuk keperluan tes pasar, dan/atau Barang manufaktur untuk pelayanan purna jual yang merupakan Barang bebas Impor. |
(2) | Ketentuan mengenai pembatalan dan pencabutan surat keterangan yang telah diterbitkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 berlaku secara mutatis mutandis terhadap pembatalan dan pencabutan surat keterangan yang telah diterbitkan untuk Impor Barang manufaktur sebagai Barang komplementer, Barang manufaktur untuk keperluan tes pasar, dan/atau Barang manufaktur untuk pelayanan purna jual yang merupakan Barang bebas Impor. |
(1) | Impor Barang manufaktur sebagai Barang komplementer, Barang manufaktur untuk keperluan tes pasar, dan/atau Barang manufaktur untuk pelayanan purna jual yang merupakan Barang dibatasi Impor, hanya dapat dilakukan oleh perusahaan pemilik NIB yang berlaku sebagai API-P setelah mendapat Persetujuan Impor dari Direktur Jenderal atas nama Menteri. |
(2) | Ketentuan mengenai penerbitan, perubahan, dan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 16 berlaku secara mutatis mutandis terhadap penerbitan, perubahan, dan perpanjangan Persetujuan Impor Barang manufaktur sebagai Barang komplementer, Barang manufaktur untuk keperluan tes pasar, dan/atau Barang manufaktur untuk pelayanan purna jual yang merupakan Barang dibatasi Impor. |
(3) | Impor Barang manufaktur sebagai Barang komplementer, Barang manufaktur untuk keperluan tes pasar, dan/atau Barang manufaktur untuk pelayanan purna jual yang merupakan Barang dibatasi Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini, kecuali ketentuan Pasal 2 ayat (14) dan ayat (15). |
(4) | Perusahaan pemilik NIB yang berlaku sebagai API-P yang telah mendapatkan Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dari kewajiban memiliki Persetujuan Impor untuk Barang yang telah dikenakan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(5) | Barang manufaktur sebagai Barang komplementer, Barang manufaktur untuk keperluan tes pasar, dan/atau Barang manufaktur untuk pelayanan purna jual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperdagangkan dan/atau dipindahtangankan kepada pihak lain. |
(6) | Impor Barang manufaktur sebagai Barang Komplementer dilakukan oleh Importir pemilik NIB yang berlaku sebagai API-P yang memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan di luar negeri. |
(7) | Barang manufaktur sebagai Barang komplementer, Barang manufaktur untuk keperluan tes pasar, dan/atau Barang manufaktur untuk pelayanan purna jual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(8) | Bentuk hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Importir yang telah memiliki:
|
||||||||||||||||
(2) | Terhadap Impor Barang tertentu, selain laporan realisasi Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
||||||||||||||||
(3) | Terhadap Impor Barang yang dikenai kewajiban berupa:
|
||||||||||||||||
(4) | Laporan realisasi Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan laporan realisasi distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan setiap bulan paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya melalui SINSW yang diteruskan ke Sistem INATRADE. | ||||||||||||||||
(5) | Dalam hal laporan distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah disampaikan oleh Importir melalui sistem nasional neraca komoditas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Neraca Komoditas, laporan distribusi diteruskan ke Sistem INATRADE. | ||||||||||||||||
(6) | Terhadap Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Persetujuan Impor yang berlaku untuk 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor, dalam hal Importir telah melakukan Impor dan telah menyampaikan laporan realisasi Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Importir tidak menyampaikan laporan realisasi Impor pada bulan berikutnya. | ||||||||||||||||
(7) | Laporan realisasi Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi elemen data dan/atau keterangan paling sedikit memuat:
|
||||||||||||||||
(8) | Laporan realisasi distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi elemen data dan/atau keterangan paling sedikit memuat:
|
||||||||||||||||
(9) | Barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Importir yang telah memiliki surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) wajib menyampaikan laporan realisasi Impor baik yang terealisasi maupun tidak terealisasi secara elektronik kepada Menteri. | ||||||||||||||
(2) | Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan:
|
||||||||||||||
(3) | Terhadap surat keterangan yang berlaku untuk 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor, dalam hal Importir telah melakukan Impor dan telah menyampaikan laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Importir tidak menyampaikan laporan realisasi pada bulan berikutnya. | ||||||||||||||
(4) | Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi elemen data dan/atau keterangan paling sedikit memuat:
|
(1) | Importir yang tidak melaksanakan kewajiban:
|
||||||||||
(2) | Apabila Importir yang telah dikenai sanksi administratif berupa peringatan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap tidak menyampaikan laporan realisasi Impor atau laporan realisasi distribusi dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal peringatan secara elektronik dikenakan, Importir dikenai sanksi administratif berupa:
|
(1) | Importir yang tidak melaksanakan kewajiban laporan realisasi Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1), dikenai sanksi administratif berupa peringatan secara elektronik melalui SINSW. | ||||||
(2) | Apabila Importir yang telah dikenai sanksi administratif berupa peringatan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap tidak menyampaikan laporan realisasi Impor dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal peringatan secara elektronik dikenakan, Importir dikenai sanksi administratif berupa pembekuan surat keterangan, untuk surat keterangan yang berlaku untuk 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor atau untuk surat keterangan yang berlaku untuk lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor. | ||||||
(3) | Apabila Importir yang telah dikenai sanksi administratif berupa peringatan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap tidak menyampaikan laporan realisasi Impor yang telah terealisasi impornya dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal peringatan secara elektronik dikenakan, Importir dikenai sanksi administratif berupa:
|
a. | dokumen Perizinan Berusaha di bidang Impor, Importir dikenai sanksi administratif berupa pembekuan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2); |
b. | dokumen Perizinan Berusaha di bidang Impor yang masa berlakunya telah berakhir, Importir dikenai sanksi administratif berupa penangguhan penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2); |
c. | surat keterangan yang berlaku untuk lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor, Importir dikenai sanksi administratif berupa pembekuan surat keterangan yang berlaku untuk lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1); |
d. | surat keterangan yang berlaku untuk lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor yang masa berlakunya telah berakhir, Importir dikenai sanksi administratif berupa penangguhan penerbitan surat keterangan yang berlaku untuk lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1); |
e. | surat keterangan yang berlaku untuk 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor atau surat keterangan yang berlaku untuk 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor yang masa berlakunya telah berakhir, Importir dikenai sanksi administratif berupa penangguhan penerbitan surat keterangan yang berlaku untuk 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1); atau |
f. | dokumen Laporan Surveyor, Importir dikenai sanksi administratif berupa rekomendasi penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24. |
a. | pembekuan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf a dan huruf c, dan/atau Pasal 55 huruf a diaktifkan kembali, dalam hal Importir:
|
||||||
b. | penangguhan penerbitan, perubahan, dan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf b dan/atau penangguhan penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf d dicabut, dalam hal Importir telah melaksanakan kewajiban:
|
||||||
c. | penangguhan penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf b dicabut, dalam hal Importir:
|
||||||
d. | pembekuan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2), Pasal 54 ayat (3) huruf b, dan/atau Pasal 55 huruf c diaktifkan kembali, dalam hal Importir:
|
||||||
e. | penangguhan penerbitan surat keterangan yang berlaku untuk lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor atau untuk 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (3) huruf a dan/atau huruf c dicabut, dalam hal Importir telah melaksanakan kewajiban laporan realisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1); | ||||||
f. | penangguhan penerbitan surat keterangan yang berlaku untuk lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor atau untuk 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf d dan huruf e dicabut, dalam hal Importir:
|
||||||
g. | rekomendasi penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf e dicabut, dalam hal Importir telah melaksanakan kewajiban:
|
||||||
h. | rekomendasi penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf f dicabut, dalam hal Importir:
|
(1) | Importir dikenai sanksi administratif berupa:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Importir yang telah dikenai sanksi pencabutan NIB yang berlaku sebagai API oleh kepala lembaga pengelola dan penyelenggara Sistem OSS, pencabutan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dan/atau pencabutan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, tidak dapat mengajukan kembali permohonan Perizinan Berusaha di bidang Impor, Laporan Surveyor, dan/atau surat keterangan selama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal pencabutan NIB yang berlaku sebagai API, pencabutan Perizinan Berusaha di bidang Impor, dan/atau pencabutan surat keterangan. |
(1) | Selain dapat dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 sampai dengan Pasal 57, Importir dapat dikenai sanksi administratif lain berupa:
|
||||||||||||
(2) | Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan:
|
||||||||||||
(3) | Sanksi administratif berupa:
|
||||||||||||
(4) | Sanksi administratif berupa:
|
(1) | Peringatan, pembekuan, dan pengaktifan kembali:
|
||||||||||||||||
(2) | Penangguhan penerbitan, perubahan, dan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf b dan/atau penangguhan penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf d dan Pasal 55 huruf b, serta pencabutan penangguhan penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf b dan huruf c, dilakukan secara elektronik dan otomatis oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri melalui sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW. | ||||||||||||||||
(3) | Penangguhan penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (3) huruf a dan huruf c, dan Pasal 55 huruf d, serta pencabutan penangguhan penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf e dan huruf f, dilakukan secara elektronik dan otomatis oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri melalui sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW. | ||||||||||||||||
(4) | Rekomendasi penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis dan pencabutan rekomendasi penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf e, Pasal 55 huruf f, dan Pasal 56 huruf g dan huruf h, disampaikan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri kepada Surveyor secara elektronik melalui sistem INATRADE ke sistem elektronik Surveyor dan diteruskan ke SINSW. |
(1) | Importir yang belum melaksanakan kewajiban:
|
||||||||||
(2) | Laporan realisasi distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terhadap:
|
||||||||||
(3) | Importir yang belum menyampaikan laporan realisasi Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1), tidak dapat mengajukan kembali permohonan surat keterangan sebelum melaksanakan kewajiban laporan realisasi pengecualian. | ||||||||||
(4) | Importir yang melanggar ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor yang Perizinan Berusaha di bidang Impor telah habis masa berlakunya dikenai sanksi:
|
||||||||||
(5) | Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan berdasarkan hasil pengawasan dari direktorat jenderal yang tugas dan fungsinya di bidang perlindungan konsumen dan tertib niaga atau usulan dari kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian terkait. |
(1) | Importir yang mengimpor Barang yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(2) | Barang yang diimpor tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini harus diekspor kembali, dimusnahkan, ditarik dari distribusi, atau dapat diperlakukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(3) | Biaya atas pelaksanaan ekspor kembali, pemusnahan, atau penarikan dari distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditanggung oleh Importir. |
(4) | Importir yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan/atau ayat (3) tidak dapat mengajukan kembali permohonan Perizinan Berusaha di Bidang Impor dan/atau pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis selama 1 (satu) tahun berdasarkan informasi dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan atau Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga. |
(1) | Dalam hal terjadi gangguan yang mengakibatkan Sistem INATRADE dan/atau SINSW tidak berfungsi:
|
||||||||||||||||||
(2) | Apabila permohonan penerbitan, perubahan, dan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1, angka 2, dan angka 3 dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan:
|
||||||||||||||||||
(3) | Apabila permohonan penerbitan, perubahan, dan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1, angka 2, dan angka 3 dinyatakan tidak sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan:
|
||||||||||||||||||
(4) | Apabila permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 4 dan angka 5 dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan surat keterangan. | ||||||||||||||||||
(5) | Apabila permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 4 dan angka 5 dinyatakan tidak sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan surat penolakan penerbitan surat keterangan. | ||||||||||||||||||
(6) | Penerbitan atau penolakan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), serta penerbitan atau penolakan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) disampaikan kepada Importir dengan tembusan kepada Kepala Lembaga National Single Window. |
(1) | Dalam hal terjadi gangguan yang mengakibatkan Sistem INATRADE dan/atau SINSW tidak berfungsi, pengenaan sanksi administratif berupa:
|
||||||||
(2) | Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Importir dengan tembusan kepada Kepala Lembaga National Single Window. | ||||||||
(3) | Dalam hal terjadi gangguan yang mengakibatkan Sistem INATRADE dan/atau SINSW tidak berfungsi, pengenaan sanksi administratif berupa rekomendasi penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf e, Pasal 55 huruf f, dan pencabutan rekomendasi penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf g dan huruf h, disampaikan secara manual oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri kepada Surveyor, dengan tembusan kepada Kepala Lembaga National Single Window. |
(1) | Terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengaturan Impor dalam penyelenggaraan Perdagangan Luar Negeri dilaksanakan pengawasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelaksanaan pengawasan kegiatan Perdagangan. |
(2) | Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap kepatuhan Pelaku Usaha dalam pemenuhan Perizinan Berusaha di bidang Impor terhadap Barang tertentu. |
(3) | Pemeriksaan atas pemenuhan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah melalui Kawasan Pabean (post border). |
(4) | Importir wajib menyimpan dokumen Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan surat Pemberitahuan Impor Barang tertentu paling singkat 5 (lima) tahun untuk keperluan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
(5) | Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh direktorat jenderal yang menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang perlindungan konsumen dan tertib niaga. |
(6) | Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan dengan berkoordinasi dengan direktorat jenderal yang menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang Perdagangan luar negeri. |
(7) | Dalam hal diperlukan, pengawasan kegiatan Perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan di Kawasan Pabean bekerja sama dengan direktorat jenderal yang membidangi kepabeanan. |
(8) | Jenis Barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Dalam rangka penguatan pengawasan implementasi program strategis nasional pencegahan korupsi untuk jenis Barang tertentu, dilakukan pengawasan terhadap kewajiban pencantuman Perizinan Berusaha di bidang Impor dan/atau Laporan Surveyor dalam dokumen Pemberitahuan Pabean Impor. |
(2) | Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberitahukan jumlah atau volume Barang Impor tertentu dalam Pemberitahuan Pabean Impor dengan menggunakan jenis satuan Barang sebagaimana tercantum dalam Perizinan Berusaha di bidang Impor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(3) | Jumlah atau volume Barang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak melebihi yang tercantum dalam Perizinan Berusaha di bidang Impor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(4) | Importir yang tidak melakukan kewajiban pencantuman Perizinan Berusaha di bidang Impor dan/atau Laporan Surveyor dalam dokumen Pemberitahuan Pabean Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap Barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat mengajukan dokumen Pemberitahuan Pabean Impor. |
(5) | Terhadap pengawasan kewajiban pencantuman Perizinan Berusaha di bidang Impor dan/atau Laporan Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemeriksaaan atas pemenuhan Perizinan Berusaha di bidang Impor dalam dokumen Pemberitahuan Pabean Impor oleh direktorat jenderal yang menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang perlindungan konsumen dan tertib niaga. |
(6) | Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelaksanaan pengawasan kegiatan perdagangan. |
(7) | Jenis Barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Menteri bersama dengan menteri atau kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait dapat melakukan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan dan pengaturan Impor yang pemeriksaannya dilakukan di Kawasan Pabean atau setelah melalui Kawasan Pabean (post border). |
(2) | Pelaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sewaktu-waktu dalam hal diperlukan. |
(1) | Dalam hal Peraturan Menteri ini memberikan pilihan tidak mengatur, tidak lengkap, atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan, Menteri dapat melakukan diskresi untuk mengatasi persoalan konkret dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan terkait dengan kebijakan dan pengaturan Impor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(2) | Importir dan/atau kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian dapat mengajukan permohonan diskresi secara elektronik kepada Menteri melalui SINSW. |
(3) | Menteri menerbitkan diskresi menggunakan cap dan tanda tangan basah serta diunggah melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW. |
a. | Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Importir Terdaftar, Importir Produsen, Persetujuan Impor, dokumen berupa pengecualian, surat penjelasan, dan/atau surat keterangan yang telah diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Impor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya berakhir; | ||||||||||||
b. | Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada huruf a, dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya berakhir, sepanjang:
|
||||||||||||
c. | Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa PI Barang modal dalam keadaan tidak baru kelompok pemakai langsung dan surat keterangan Barang modal dalam keadaan tidak baru kelompok pemakai langsung yang telah diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 299) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 482), dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya berakhir sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini; | ||||||||||||
d. | Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Importir Terdaftar minuman beralkohol yang telah diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Impor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan masih tetap berlaku sebagai Importir Terdaftar minuman beralkohol duty paid (API-U) sampai dengan masa berlakunya berakhir; | ||||||||||||
e. | Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Importir Terdaftar, Importir Produsen, dan/atau Persetujuan Impor, yang dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya berakhir sebagaimana dimaksud pada huruf a, dapat dilakukan perubahan dan/atau perpanjangan sesuai dengan Peraturan Menteri ini; | ||||||||||||
f. | Importir yang telah mengajukan permohonan Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Importir Terdaftar, Importir Produsen, dan/atau Persetujuan Impor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan masih dalam proses penerbitan, dilakukan pemrosesan oleh anggota tim sebagai pejabat fungsional yang memiliki hak akses untuk memulai pemrosesan Perizinan Berusaha di bidang Impor sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini; | ||||||||||||
g. | Importir yang memiliki kewajiban laporan realisasi sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan tidak memiliki kewajiban laporan realisasi pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, tidak dikenai kewajiban menyampaikan laporan realisasi; | ||||||||||||
h. | dokumen lain berupa laporan hasil verifikasi, pertimbangan teknis, rekomendasi, dan/atau dokumen lain yang diterbitkan oleh kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, atau instansi terkait lainnya sebelum Peraturan Menteri ini berlaku yang diperlukan dalam penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor atau penerbitan surat keterangan, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya berakhir sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini; | ||||||||||||
i. | surat pengecualian, surat penjelasan, surat keterangan, pertimbangan teknis, rekomendasi, dan/atau dokumen lain yang diterbitkan oleh kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, atau instansi terkait lainnya sebelum Peraturan Menteri ini berlaku yang diperlukan dalam pelaksanaan Impor, dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya berakhir; | ||||||||||||
j. | Surveyor pelaksana Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Impor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap dapat melaksanakan tugasnya sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini; | ||||||||||||
k. | Surveyor pelaksana Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor kaca lembaran yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Impor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap dapat melaksanakan Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor kaca lembaran dan kaca pengaman; | ||||||||||||
l. | Surveyor pelaksana Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor produk tertentu yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Impor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap dapat melaksanakan Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor untuk masing-masing komoditi makanan dan minuman, obat tradisional dan suplemen kesehatan, kosmetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga, barang tekstil sudah jadi lainnya, dan mainan, sampai dengan ditetapkannya Surveyor pelaksana Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor untuk masing-masing komoditi makanan dan minuman, obat tradisional dan suplemen kesehatan, kosmetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga, barang tekstil sudah jadi lainnya, dan mainan; | ||||||||||||
m. | Surveyor pelaksana Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor alas kaki, elektronik, dan sepeda roda dua dan roda tiga yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Impor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap dapat melaksanakan Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor untuk masing-masing komoditi alas kaki, elektronik, dan sepeda roda dua dan roda tiga sampai dengan ditetapkannya Surveyor pelaksana Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor untuk masing-masing komoditi alas kaki, elektronik, dan sepeda roda dua dan roda tiga; | ||||||||||||
n. | Terhadap dokumen Perizinan Berusaha di bidang Impor dan/atau dokumen Impor lainnya yang masih berlaku sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini tetap dapat dilakukan proses Verifikasi atau Penelusuran Teknis atas Impor Barang tertentu sesuai dengan Peraturan Menteri ini; | ||||||||||||
o. | Tim yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Impor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan masa berlaku berakhir; | ||||||||||||
p. | Laporan Surveyor kaca lembaran yang telah diterbitkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Impor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan Impor kaca lembaran dan kaca pengaman selesai; | ||||||||||||
q. | Laporan Surveyor produk tertentu, makanan dan minuman, obat tradisional dan suplemen kesehatan, kosmetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga, barang tekstil sudah jadi lainnya, mainan anak-anak, atau elektronika yang telah diterbitkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Impor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan Impor komoditi makanan dan minuman, obat tradisional dan suplemen kesehatan, kosmetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga, barang tekstil sudah jadi lainnya, mainan, atau elektronik selesai, sepanjang Barang yang semula dipersyaratkan Laporan Surveyor tetap hanya dipersyaratkan Laporan Surveyor; | ||||||||||||
r. | Laporan Surveyor alas kaki, elektronik, dan/atau sepeda roda dua dan roda tiga yang telah diterbitkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Impor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan Impor komoditi alas kaki, elektronik, atau sepeda roda dua dan roda tiga selesai, sepanjang Barang yang semula dipersyaratkan Persetujuan Impor dan Laporan Surveyor tetap dipersyaratkan Persetujuan Impor dan Laporan Surveyor; | ||||||||||||
s. | Laporan Surveyor yang telah diterbitkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Impor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan Impor selesai, sepanjang:
|
||||||||||||
t. | Terhadap Barang Impor yang tiba di pelabuhan tujuan yang dibuktikan dengan dokumen pabean berupa manifes (BC.1.1), diberlakukan kebijakan dan pengaturan Impor sesuai dengan Peraturan Menteri ini. |
a. | Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 230/MPP/Kep/7/1997 tentang Barang yang Diatur Tata Niaga Impornya sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 406/MPP/Kep/6/2004 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 230/MPP/Kep/7/1997 tentang Barang yang Diatur Tata Niaga Impornya; |
b. | Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 15 Tahun 2021 tentang Perlakuan Penundaan atas Ketentuan Pembatasan dan Tata Niaga Impor di Kawasan Ekonomi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 296); dan |
c. | Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 299) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 482), |
a. | Barang bebas Impor berupa Barang kiriman pekerja migran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) huruf e; dan |
b. | Barang yang dibatasi Impor berupa Barang kiriman pekerja migran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, |
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.