Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 36 Tahun 2023

Kategori : Lainnya

Kebijakan Dan Pengaturan Impor


PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 36 TAHUN 2023

TENTANG

KEBIJAKAN DAN PENGATURAN IMPOR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :
  1. bahwa untuk memperkuat efektivitas pengendalian impor, perlu mengatur kembali kebijakan dan pengaturan impor;
  2. bahwa Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum, sehingga perlu diganti;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (3), Pasal 4 ayat (3), Pasal 6 ayat (9), Pasal 7 ayat (6), Pasal 9 ayat (3), Pasal 12 ayat (3), dan Pasal 153 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan dan Pasal 101 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor;
Mengingat :
  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564);
  3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5512) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4998) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 279, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5768);
  7. Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2010 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemerintah Kepada Dewan Kawasan Sabang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5175);
  8. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6617);
  9. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6640) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6891);
  10. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6641);
  11. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6652);
  12. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6653);
  13. Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2022 tentang Kementerian Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 19);
  14. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 29 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 492);

MEMUTUSKAN:


Menetapkan :
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG KEBIJAKAN DAN PENGATURAN IMPOR.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
  1. Perdagangan adalah tatanan kegiatan yang terkait dengan transaksi barang dan/atau jasa di dalam negeri dan melampaui batas wilayah negara dengan tujuan pengalihan hak atas barang dan/atau jasa untuk memperoleh imbalan atau kompensasi.
  2. Perdagangan Luar Negeri adalah Perdagangan yang mencakup kegiatan ekspor dan/atau impor atas barang dan/atau Perdagangan jasa yang melampaui batas wilayah negara.
  3. Barang adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, dan dapat diperdagangkan, dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha.
  4. Bahan Baku adalah bahan mentah, Barang setengah jadi, atau Barang jadi yang dapat diolah menjadi Barang setengah jadi atau Barang jadi yang mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi.
  5. Bahan Penolong adalah bahan yang digunakan sebagai pelengkap dalam proses produksi untuk menghasilkan produk yang fungsinya sempurna.
  6. Impor adalah kegiatan memasukkan Barang ke dalam daerah pabean.
  7. Importir adalah orang perseorangan, lembaga, atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum, yang melakukan Impor.
  8. Pelaku Usaha adalah orang perseorangan atau badan usaha yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu.
  9. Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.
  10. Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk menunjang kegiatan usaha.
  11. Nomor Induk Berusaha yang selanjutnya disingkat NIB adalah bukti registrasi/pendaftaran Pelaku Usaha untuk melakukan kegiatan usaha dan sebagai identitas bagi Pelaku Usaha dalam pelaksanaan kegiatan usahanya.
  12. Angka Pengenal Importir yang selanjutnya disingkat API adalah tanda pengenal sebagai Importir.
  13. API Umum yang selanjutnya disebut API-U adalah tanda pengenal sebagai Importir yang hanya diberikan kepada badan usaha yang melakukan Impor Barang tertentu untuk tujuan diperdagangkan atau dipindahtangankan.
  14. API Produsen yang selanjutnya disebut API-P adalah tanda pengenal sebagai Importir yang hanya diberikan kepada badan usaha yang melakukan Impor Barang tertentu untuk dipergunakan sendiri sebagai barang modal, Bahan Baku, Bahan Penolong, dan/atau bahan untuk mendukung proses produksi.
  15. Importir Terdaftar adalah Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa bukti pendaftaran Importir pemilik NIB yang berlaku sebagai API-U.
  16. Importir Produsen adalah Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa bukti pendaftaran Importir pemilik NIB yang berlaku sebagai API-P.
  17. Persetujuan Impor adalah Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa persetujuan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan untuk melakukan Impor.
  18. Neraca Komoditas adalah data dan informasi yang memuat situasi konsumsi dan produksi komoditas tertentu untuk kebutuhan penduduk dan keperluan industri dalam kurun waktu tertentu yang ditetapkan dan berlaku secara nasional.
  19. Pemberitahuan Pabean Impor adalah pernyataan yang dibuat oleh Pelaku Usaha dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean Impor dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
  20. Verifikasi atau Penelusuran Teknis adalah pemeriksaan dan/atau pemastian Barang yang dilakukan oleh surveyor.
  21. Laporan Surveyor adalah dokumen tertulis yang merupakan hasil kegiatan Verifikasi atau Penelusuran Teknis dari surveyor yang menyatakan kesesuaian Barang yang diimpor.
  22. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi, atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
  23. Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Online Single Submission) yang selanjutnya disebut Sistem OSS adalah sistem elektronik terintegrasi yang dikelola dan diselenggarakan oleh lembaga Online Single Submission untuk penyelenggaraan Perizinan Berusaha berbasis risiko.
  24. Sistem Indonesia National Single Window yang selanjutnya disingkat SINSW adalah sistem elektronik yang mengintegrasikan sistem dan/atau informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen perizinan, dokumen kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain, yang terkait dengan ekspor dan/atau Impor, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis.
  25. Sistem INATRADE adalah sistem pelayanan terpadu Perdagangan pada Kementerian Perdagangan yang dilakukan secara online melalui portal http://inatrade.kemendag.go.id.
  26. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
  27. Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  28. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disingkat KPBPB adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, dan cukai.
  29. Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
  30. Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun Barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
  31. Kawasan Berikat adalah TPB untuk menimbun Barang Impor dan/atau Barang yang berasal dari tempat lain dalam Daerah Pabean guna diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai.
  32. Pusat Logistik Berikat adalah TPB untuk menimbun Barang asal luar Daerah Pabean dan/atau Barang yang berasal dari tempat lain dalam Daerah Pabean, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
  33. Gudang Berikat adalah TPB untuk menimbun Barang Impor, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan berupa pengemasan/pengemasan kembali, penyortiran, penggabungan (kitting), pengepakan, penyetelan, pemotongan, atas barang-barang tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
  34. Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat adalah TPB untuk menimbun Barang Impor dalam jangka waktu tertentu, dengan atau tanpa Barang dari dalam Daerah Pabean untuk dipamerkan.
  35. Toko Bebas Bea adalah TPB untuk menimbun Barang asal Impor dan/atau Barang asal Daerah Pabean untuk dijual kepada orang tertentu.
  36. Tempat Lelang Berikat adalah TPB untuk menimbun Barang Impor dalam jangka waktu tertentu untuk dijual secara lelang.
  37. Kawasan Daur Ulang Berikat adalah TPB untuk menimbun Barang Impor dalam jangka waktu tertentu yang di dalamnya dilakukan kegiatan daur ulang limbah asal Impor dan/atau asal Daerah Pabean sehingga menjadi produk yang mempunyai nilai tambah serta nilai ekonomi yang lebih tinggi.
  38. Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Dewan Kawasan adalah dewan yang dibentuk untuk menetapkan kebijakan umum, membina, mengawasi, dan mengoordinasikan kegiatan Badan Pengusahaan KPBPB.
  39. Dewan Nasional adalah dewan yang dibentuk di tingkat nasional untuk menyelenggarakan KEK.
  40. Surveyor adalah perusahaan survei yang mendapat otorisasi untuk melakukan Verifikasi atau Penelusuran Teknis atas Impor.
  41. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Perdagangan.
  42. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan.

BAB II
PERSYARATAN IMPOR

Pasal 2


(1) Importir wajib memiliki NIB yang berlaku sebagai API.
(2) NIB yang berlaku sebagai API sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. API-U; dan
b. API-P.
(3) Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat memilih NIB yang berlaku sebagai API-U atau NIB yang berlaku sebagai API-P.
(4) NIB yang berlaku sebagai API sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dimiliki oleh kantor pusat badan usaha.
(5) NIB yang berlaku sebagai API sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dimiliki oleh kantor pusat badan usaha dapat digunakan oleh seluruh kantor cabang pemilik API apabila memiliki kegiatan usaha sejenis.
(6) NIB yang berlaku sebagai API sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan perubahan terhadap NIB yang berlaku sebagai API-U menjadi NIB yang berlaku sebagai API-P.
(7) Perubahan terhadap NIB yang berlaku sebagai API sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat dilakukan dalam hal:
a. Importir yang telah memiliki Perizinan Berusaha di bidang Impor dan/atau Laporan Surveyor telah merealisasikan seluruh impornya; dan
b. NIB yang berlaku sebagai API-U telah melewati masa berlaku paling singkat 1 (satu) tahun.
(8) Terhadap perubahan NIB yang berlaku sebagai API-U menjadi NIB yang berlaku sebagai API-P sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Importir pemilik NIB yang berlaku sebagai API-U harus menyampaikan pernyataan secara elektronik melalui Sistem OSS yang berisi paling sedikit alasan perubahan NIB yang berlaku sebagai API.
(9) Terhadap perubahan NIB yang berlaku sebagai API-U menjadi NIB yang berlaku sebagai API-P sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus dilakukan verifikasi oleh lembaga pemerintah yang bertugas melaksanakan koordinasi kebijakan dan pelayanan di bidang penanaman modal.
(10) Barang yang telah diimpor oleh Importir pemilik NIB yang berlaku sebagai API-U sebelum melakukan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat diperdagangkan atau dipindahtangankan.
(11) Dalam hal terjadi perubahan jenis NIB yang berlaku sebagai API sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Perizinan Berusaha di bidang Impor yang telah diterbitkan dilakukan pencabutan dan dinyatakan tidak berlaku secara elektronik dan otomatis melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW berdasarkan notifikasi perubahan NIB yang berlaku sebagai API secara elektronik dari Sistem OSS.
(12) Ketentuan perubahan NIB yang berlaku sebagai API sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a dikecualikan terhadap Importir yang tidak memiliki Perizinan Berusaha di bidang Impor dan/atau Laporan Surveyor.
(13) NIB yang berlaku sebagai API-U sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a hanya diberikan kepada badan usaha yang melakukan Impor Barang untuk tujuan diperdagangkan atau dipindahtangankan.
(14) NIB yang berlaku sebagai API-P sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b hanya diberikan kepada badan usaha yang melakukan Impor Barang untuk dipergunakan sendiri sebagai Barang modal, Bahan Baku, Bahan Penolong, dan/atau bahan untuk mendukung proses produksi.
(15) Barang yang diimpor sebagaimana dimaksud pada ayat (14) dilarang untuk diperdagangkan atau dipindahtangankan kepada pihak lain.
(16) Ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (15) dikecualikan terhadap:
a. Barang berupa Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong sisa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Barang modal yang diimpor dalam keadaan baru oleh API-P apabila telah dipergunakan dalam jangka waktu paling singkat 2 (dua) tahun;
c. Barang manufaktur sebagai Barang komplementer, untuk keperluan tes pasar, dan/atau untuk pelayanan purna jual; dan/atau
d. Barang yang diperdagangkan atau dipindahtangankan oleh Pelaku Usaha berupa badan usaha pemegang:
1. Izin usaha pengolahan minyak dan gas bumi; dan
2. Izin usaha niaga minyak dan gas bumi,
yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral.



Pasal 3


(1) Terhadap kegiatan Impor atas Barang tertentu, Importir wajib memiliki Perizinan Berusaha di bidang Impor Barang tertentu dari Menteri sebelum Barang masuk ke dalam Daerah Pabean.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1) dikecualikan terhadap Impor Barang tertentu yang tujuannya diangkut terus atau diangkut lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan yang seluruh barangnya untuk tujuan ekspor.
(3) Penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri.
(4) Menteri memberikan mandat penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Direktur Jenderal.
(5) Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Importir Terdaftar;
b. Importir Produsen; dan/atau
c. Persetujuan Impor.
(6) Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha sektor Perdagangan Luar Negeri.
(7) Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang telah diterbitkan digunakan sebagai:
a. dokumen pelengkap pabean yang pemeriksaannya dilakukan di Kawasan Pabean; atau
b. dokumen persyaratan Impor yang pemeriksaannya dilakukan setelah melalui Kawasan Pabean (post border).
(8) Importir dapat memiliki 1 (satu) atau lebih Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (5) terhadap Barang tertentu.
(9) Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Importir Terdaftar dan Importir Produsen sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dan huruf b berlaku untuk lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor.
(10) Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c terhadap Barang tertentu berlaku untuk 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor atau lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor.
(11) Barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Importir Terdaftar dan Importir Produsen sebagaimana dimaksud pada ayat (9), dan Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (10) tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


BAB III
KONFIRMASI STATUS WAJIB PAJAK

Pasal 4


(1) Setiap penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor harus dilakukan konfirmasi status wajib pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2) Konfirmasi status wajib pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memperoleh keterangan status wajib pajak.
(3) Keterangan status wajib pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat status valid digunakan sebagai salah satu persyaratan pemberian Perizinan Berusaha di bidang Impor.


BAB IV
PERIZINAN BERUSAHA

Bagian Kesatu
Permohonan dan Penerbitan Perizinan Berusaha

Pasal 5


(1) Untuk memperoleh Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5), Importir harus mengajukan permohonan lengkap secara elektronik kepada Menteri melalui SINSW yang diteruskan ke Sistem INATRADE.
(2) Dalam hal permohonan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lengkap, permohonan tidak diteruskan ke Sistem INATRADE.
(3) Untuk mengajukan permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Importir harus memiliki hak akses.
(4) Hak akses sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diperoleh dengan melakukan registrasi melalui SINSW dan mengunggah hasil pindai dokumen asli:
a. untuk Importir yang merupakan orang perseorangan, paling sedikit berupa nomor pokok wajib pajak atau nomor induk kependudukan;
b. untuk Importir yang merupakan badan usaha milik negara dan yayasan, paling sedikit berupa nomor pokok wajib pajak;
c. untuk Importir yang merupakan koperasi dan badan usaha, paling sedikit berupa NIB dan nomor pokok wajib pajak; atau
d. untuk Importir yang tidak mendapatkan NIB, paling sedikit berupa nomor pokok wajib pajak.
(5) Dalam hal dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah tersedia secara elektronik pada kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang telah terintegrasi dengan SINSW, Importir tidak mengunggah dokumen persyaratan ke SINSW.


Pasal 6


(1) Pengajuan permohonan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dilakukan dengan mengunggah hasil pindai dokumen asli persyaratan Perizinan Berusaha di bidang Impor.
(2) Dalam hal dokumen persyaratan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah tersedia secara elektronik pada kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang telah terintegrasi dengan SINSW, Importir tidak mengunggah dokumen persyaratan ke SINSW.
(3) Dokumen persyaratan Perizinan Berusaha di bidang Impor secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
a. hasil pindai dokumen asli;
b. elemen data; dan/atau
c. status pengakuan/penetapan Pelaku Usaha.
(4) Importir bertanggung jawab terhadap kebenaran dan kesesuaian:
a. dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
b. data dan/atau informasi terkait dokumen persyaratan yang tersedia secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2); dan
c. data dan/atau informasi lain yang terkait dengan pengajuan permohonan Perizinan Berusaha di bidang Impor,
dengan memberikan persetujuan dalam bentuk pernyataan tanggung jawab atas kebenaran dokumen persyaratan, data, dan/atau informasi secara elektronik melalui SINSW pada saat melakukan pengajuan permohonan Perizinan Berusaha di bidang Impor.
(5) Apabila dokumen persyaratan, data, dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terbukti tidak benar, Importir dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Persyaratan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 7


(1) Apabila permohonan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan Perizinan Berusaha di bidang Impor secara elektronik melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW dengan mencantumkan kode quick response (QR), yang tidak memerlukan cap dan tanda tangan basah dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap sesuai dengan persyaratan oleh anggota tim sebagai pejabat fungsional yang memiliki hak akses untuk memulai pemrosesan Perizinan Berusaha di bidang Impor.
(2) Apabila permohonan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, namun Perizinan Berusaha di bidang Impor belum diterbitkan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor secara elektronik dan otomatis melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW.
(3) Apabila permohonan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dinyatakan tidak sesuai dengan persyaratan, dilakukan penolakan secara elektronik melalui SINSW paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima oleh anggota tim sebagai pejabat fungsional yang memiliki hak akses untuk memulai pemrosesan Perizinan Berusaha di bidang Impor.
(4) Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berupa Importir Terdaftar atau Importir Produsen memuat elemen data dan/atau keterangan paling sedikit mengenai:
a. nomor Importir Terdaftar atau Importir Produsen dan tanggal terbit;
b. NIB dan identitas Importir; dan
c. masa berlaku.
(5) Masa berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c terdiri dari:
a. tanggal awal dan tanggal akhir Importir Terdaftar atau Importir Produsen; atau
b. tanggal awal dan keterangan berlaku selama perusahaan yang bersangkutan menjalankan kegiatan usaha di bidang Impor.
(6) Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berupa Persetujuan Impor memuat elemen data dan/atau keterangan mengenai:
a. untuk semua Barang Impor selain minuman beralkohol, paling sedikit mengenai:
1. nomor Persetujuan Impor dan tanggal terbit;
2. NIB dan identitas Importir;
3. pos tarif/harmonized system;
4. nomor seri Barang;
5. jenis/uraian Barang;
6. jumlah Barang dan satuan Barang;
7. negara asal;
8. pelabuhan tujuan; dan
9. masa berlaku berupa tanggal awal dan tanggal akhir, dan
b. untuk Barang Impor berupa minuman beralkohol kena pajak (duty paid) dan minuman beralkohol tidak kena pajak (duty not paid), paling sedikit mengenai:
1. nomor Persetujuan Impor dan tanggal terbit;
2. NIB dan identitas Importir;
3. pos tarif/harmonized system;
4. nomor seri Barang;
5. jumlah Barang dan satuan Barang setiap golongan;
6. negara asal; dan
7. masa berlaku berupa tanggal awal dan tanggal akhir.
(7) Selain elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a, terhadap pengeluaran Barang dari KPBPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean pada Persetujuan Impor harus mencantumkan pelabuhan muat di KPBPB.
(8) Elemen data dan/atau keterangan berupa pelabuhan tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a angka 8 dikecualikan terhadap pengeluaran Barang dari KPBPB, KEK, atau TPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean.
(9) Identitas Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, serta ayat (6) huruf a angka 2 dan huruf b angka 2 memuat elemen data dan/atau keterangan mengenai:
a. nama perusahaan; dan
b. alamat perusahaan.
(10) Masa berlaku Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 8


(1) Penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) huruf c untuk Barang tertentu yang telah ditetapkan Neraca Komoditas dilakukan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri berdasarkan Neraca Komoditas.
(2) Pemanfaatan Neraca Komoditas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Neraca Komoditas.
(3) Dalam hal Neraca Komoditas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum ditetapkan, penerbitan Persetujuan Impor oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri ini.


Pasal 9


(1) Impor Barang tertentu untuk ketersediaan pasokan dan stabilisasi harga dilaksanakan oleh:
a. badan usaha milik negara yang ditugaskan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembinaan badan usaha milik negara; dan/atau
b. Pelaku Usaha lainnya.
(2) Barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 10


(1) Dalam hal perlu dilakukan pengendalian Impor, Menteri dapat meminta Direktur Jenderal melaporkan terlebih dahulu proses penerbitan permohonan Persetujuan Impor sebelum diproses dan/atau diterbitkan.
(2) Pelaksanaan Service Level Agreement (SLA) penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) huruf c memperhatikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memperhatikan kepentingan nasional.


Bagian Kedua
Penelitian Elemen Data dan/atau Keterangan Perizinan Berusaha

Pasal 11


(1) Terhadap elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) dilakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, antara dokumen Importir Terdaftar atau Importir Produsen dan dokumen:
a. pemberitahuan Impor Barang;
b. pemberitahuan pabean untuk pemasukan Barang dari luar Daerah Pabean ke KPBPB; atau
c. pemberitahuan pabean untuk pengeluaran Barang dari KPBPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean,
paling sedikit mengenai nomor dan tanggal terbit Importir Terdaftar atau Importir Produsen.
(2) Terhadap elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6) dilakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, antara dokumen Persetujuan Impor dan dokumen pemberitahuan Impor Barang paling sedikit mengenai:
a. nomor, tanggal terbit, dan tanggal akhir Persetujuan Impor;
b. pos tarif/harmonized system;
c. jumlah Barang dan satuan Barang;
d. pelabuhan tujuan; dan
e. pelabuhan muat untuk Impor Barang modal dalam keadaan tidak baru (BMTB), bahan perusak lapisan ozon (BPO), dan hidrofluorokarbon (HFC).
(3) Terhadap pemasukan Barang dari luar Daerah Pabean ke KPBPB dan pengeluaran Barang dari KPBPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean, penelitian atas elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6) dilakukan:
a. antara dokumen Persetujuan Impor dan dokumen pemberitahuan pabean untuk pemasukan Barang dari luar Daerah Pabean ke KPBPB, paling sedikit mengenai:
1. nomor, tanggal terbit, dan tanggal akhir Persetujuan Impor;
2. pos tarif/harmonized system;
3. jumlah Barang dan satuan Barang;
4. pelabuhan tujuan; dan
5. pelabuhan muat untuk Impor Barang modal dalam keadaan tidak baru (BMTB), bahan perusak lapisan ozon (BPO), dan hidrofluorokarbon (HFC),
dalam hal dokumen Persetujuan Impor diwajibkan pada saat pemasukan ke KPBPB dari luar Daerah Pabean; atau
b. antara dokumen Persetujuan Impor dan dokumen pemberitahuan pabean pengeluaran Barang dari KPBPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean, paling sedikit mengenai:
1. nomor, tanggal terbit, dan tanggal akhir Persetujuan Impor;
2. pos tarif/harmonized system;
3. jumlah Barang dan satuan Barang;
4. pelabuhan tujuan; dan
5. pelabuhan muat di KPBPB.
(4) Terhadap pemasukan Barang dari luar Daerah Pabean ke KEK atau pengeluaran Barang dari KEK ke tempat lain dalam Daerah Pabean, penelitian atas elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6) dilakukan:
a. antara dokumen Persetujuan Impor dan dokumen pemberitahuan pabean pemasukan Barang dari luar Daerah Pabean ke KEK, paling sedikit mengenai:
1. nomor, tanggal terbit, dan tanggal akhir Persetujuan Impor;
2. pos tarif/harmonized system;
3. jumlah Barang dan satuan Barang;
4. pelabuhan tujuan; dan
5. pelabuhan muat untuk Impor barang modal dalam keadaan tidak baru (BMTB), bahan perusak lapisan ozon (BPO), dan hidrofluorokarbon (HFC),
dalam hal dokumen Persetujuan Impor diwajibkan dipenuhi pada saat pemasukan ke KEK; atau
b. antara dokumen Persetujuan Impor dan dokumen pemberitahuan pabean pengeluaran Barang dari KEK ke tempat lain dalam Daerah Pabean, paling sedikit mengenai:
1. nomor, tanggal terbit, dan tanggal akhir Persetujuan Impor;
2. pos tarif/harmonized system; dan
3. jumlah Barang dan satuan Barang.
(5) Terhadap pemasukan Barang dari luar Daerah Pabean ke TPB atau pengeluaran Barang dari TPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean, penelitian atas elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6) dilakukan:
a. antara dokumen Persetujuan Impor dan dokumen Pemberitahuan Pabean Impor pada saat pemasukan ke TPB, paling sedikit mengenai:
1. nomor, tanggal terbit, dan tanggal akhir Persetujuan Impor;
2. pos tarif/harmonized system;
3. jumlah Barang dan satuan Barang;
4. pelabuhan tujuan; dan
5. pelabuhan muat untuk Impor barang modal dalam keadaan tidak baru (BMTB), bahan perusak lapisan ozon (BPO), dan hidrofluorokarbon (HFC),
dalam hal dokumen Persetujuan Impor diwajibkan dipenuhi pada saat pemasukan ke TPB; atau
b. antara dokumen Persetujuan Impor dan dokumen Pemberitahuan Pabean Impor pada saat pengeluaran Barang dari TPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean, paling sedikit mengenai:
1. nomor, tanggal terbit, dan tanggal akhir Persetujuan Impor;
2. pos tarif/harmonized system; dan
3.  jumlah Barang dan satuan Barang.
(6) Terhadap elemen data dan/atau keterangan masa berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf c dilakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk memastikan pada saat pengajuan Pemberitahuan Impor Barang, Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan/atau ayat (2) berupa dokumen Importir Terdaftar atau Importir Produsen masih berlaku.
(7) Terhadap elemen data dan/atau keterangan masa berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6) huruf a angka 9 dan huruf b angka 7 dilakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk memastikan pada saat pengajuan:
a. pemberitahuan Impor Barang;
b. pemberitahuan pabean untuk pemasukan Barang ke KPBPB;
c. pemberitahuan pabean untuk pemasukan Barang ke KEK;
d. Pemberitahuan Pabean Impor Barang ke TPB;
e. pemberitahuan pabean untuk pengeluaran Barang dari KPBPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean;
f. pemberitahuan pabean untuk pengeluaran Barang dari KEK ke tempat lain dalam Daerah Pabean; atau
g. Pemberitahuan Pabean Impor pada saat pengeluaran Barang TPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean,
Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan/atau ayat (2) berupa dokumen Persetujuan Impor, masih berlaku.
(8) Selain penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (7), terhadap elemen data dan/atau keterangan berupa nomor seri Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6) huruf a angka 4 dan huruf b angka 4 dan jenis/uraian Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6) huruf a angka 5 dilakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(9) Terhadap elemen data dan/atau keterangan jumlah Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6) huruf a angka 6 dan huruf b angka 5 dilakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk memastikan pada saat pengajuan pemberitahuan Impor Barang alokasi jumlah Barang masih memenuhi.
(10) Sisa alokasi jumlah Barang yang diizinkan tercantum dalam SINSW.
(11) Selain elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (9) dilakukan penelitian atas nomor pokok wajib pajak Importir berdasarkan data dan/atau keterangan yang telah tersedia secara elektronik di SINSW yang berasal dari Sistem OSS.
(12) Satuan Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6) huruf a angka 6 dan huruf b angka 5 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(13) Dalam hal satuan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (12) belum ditetapkan, satuan Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6) huruf a angka 6 dan huruf b angka 5 sesuai dengan ketentuan internasional.


Bagian Ketiga
Permohonan dan Penerbitan Perubahan Perizinan Berusaha

Pasal 12


(1) Apabila terdapat perubahan data pada Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5), Importir harus mengajukan permohonan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor lengkap sesuai dengan persyaratan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor.
(2) Data pada Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. NIB yang berlaku sebagai API-P atau API-U dan identitas Importir;
b. pos tarif/harmonized system;
c. jenis/uraian Barang;
d. jumlah Barang dan satuan Barang;
e. negara asal; dan/atau
f. pelabuhan tujuan.
(3) Identitas Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a memuat elemen data dan/atau keterangan mengenai:
a. nama perusahaan; dan
b. alamat perusahaan.
(4) Perubahan pos tarif/harmonized system dan/atau satuan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf d terhadap suatu nomor seri Barang dalam Persetujuan Impor hanya dapat dilakukan selama:
a. belum dilakukan realisasi Impor atau tidak sedang dilakukan realisasi Impor yang dibuktikan dengan nomor pendaftaran; dan/atau
b. belum diterbitkan Laporan Surveyor.
(5) Permohonan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik kepada Menteri melalui SINSW yang diteruskan ke Sistem INATRADE dengan mengunggah hasil pindai dokumen asli persyaratan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor.
(6) Dalam hal permohonan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak lengkap, permohonan tidak diteruskan ke Sistem INATRADE.
(7) Dalam hal dokumen persyaratan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah tersedia secara elektronik pada kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang telah terintegrasi dengan SINSW, Importir tidak mengunggah dokumen persyaratan ke SINSW.
(8) Dokumen persyaratan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (7) berupa:
a. hasil pindai dokumen asli;
b. elemen data; dan/atau
c. status pengakuan/penetapan Pelaku Usaha.
(9) Importir bertanggung jawab terhadap kebenaran dan kesesuaian:
a. dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5);
b. data dan/atau informasi terkait dokumen persyaratan yang tersedia secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (7); dan
c. data dan/atau informasi lain yang terkait dengan pengajuan permohonan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor,
dengan memberikan persetujuan dalam bentuk pernyataan tanggung jawab atas kebenaran dokumen persyaratan, data dan/atau informasi secara elektronik melalui SINSW pada saat melakukan pengajuan permohonan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor.
(10) Apabila dokumen persyaratan, data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9) terbukti tidak benar, Importir dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(11) Persyaratan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (5) tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

  

Pasal 13


(1) Apabila permohonan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor secara elektronik melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik, dan mencantumkan kode quick response (QR), yang tidak memerlukan cap dan tanda tangan basah dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap sesuai dengan persyaratan oleh anggota tim sebagai pejabat fungsional yang memiliki hak akses untuk memulai pemrosesan Perizinan Berusaha di bidang Impor.
(2) Apabila permohonan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, namun perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor belum diterbitkan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor secara elektronik dan otomatis melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW.
(3) Apabila permohonan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dinyatakan tidak sesuai dengan persyaratan, dilakukan penolakan secara elektronik melalui SINSW paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima oleh anggota tim sebagai pejabat fungsional yang memiliki hak akses untuk memulai pemrosesan Perizinan Berusaha di bidang Impor.
(4) Masa berlaku perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan sisa masa berlaku Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (10).
(5) Masa berlaku perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa:
a. tanggal awal, berlaku sejak tanggal terbit perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor; dan
b. tanggal akhir, sama dengan tanggal akhir yang tercantum pada Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) yang telah diterbitkan.
(6) Masa berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya berlaku terhadap pos tarif/harmonized system, jenis/uraian Barang, jumlah Barang dan satuan Barang, yang merupakan hasil perubahan.
(7) Tanggal awal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a harus:
a. sebelum tanggal dokumen manifest BC 1.1; atau
b. sama dengan tanggal dokumen manifest BC 1.1.
(8) Selain pos tarif/harmonized system, jenis/uraian Barang, jumlah Barang dan satuan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (6), masa berlaku perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa tanggal awal dan tanggal akhir, sesuai dengan masa berlaku Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) yang telah diterbitkan.


Pasal 14


(1) Dalam hal perlu dilakukan pengendalian Impor, Menteri dapat meminta Direktur Jenderal melaporkan terlebih dahulu proses penerbitan permohonan perubahan Persetujuan Impor sebelum diproses dan/atau diterbitkan.
(2) Pelaksanaan Service Level Agreement (SLA) penerbitan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) huruf c memperhatikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memperhatikan kepentingan nasional.

  

Bagian Keempat
Permohonan dan Penerbitan Perpanjangan Perizinan Berusaha

Pasal 15


(1) Apabila Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Persetujuan Impor masa berlakunya akan berakhir, Importir dapat mengajukan permohonan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Persetujuan Impor lengkap.
(2) Pengajuan permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan paling cepat 30 (tiga puluh) hari dan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum masa berlaku Persetujuan Impor berakhir sesuai dengan ketentuan dan persyaratan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Persetujuan Impor.
(3) Permohonan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan secara elektronik kepada Menteri melalui SINSW yang diteruskan ke Sistem INATRADE dengan mengunggah hasil pindai dokumen asli persyaratan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor.
(4) Dalam hal permohonan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak lengkap, permohonan tidak diteruskan ke Sistem INATRADE.
(5) Dalam hal dokumen persyaratan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah tersedia secara elektronik pada kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang telah terintegrasi dengan SINSW, Importir tidak mengunggah dokumen persyaratan ke SINSW.
(6) Dokumen persyaratan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berupa:
a. hasil pindai dokumen asli;
b. elemen data; dan/atau
c. status pengakuan/penetapan Pelaku Usaha.
(7) Importir bertanggung jawab terhadap kebenaran dan kesesuaian:
a. dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3);
b. data dan/atau informasi terkait dokumen persyaratan yang tersedia secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (5); dan
c. data dan/atau informasi lain yang terkait dengan pengajuan permohonan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor,
dengan memberikan persetujuan dalam bentuk pernyataan tanggung jawab atas kebenaran dokumen persyaratan, data dan/atau informasi secara elektronik melalui SINSW pada saat melakukan pengajuan permohonan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor.
(8) Apabila dokumen persyaratan serta data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) terbukti tidak benar, Importir dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(9) Persyaratan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 16


(1) Apabila permohonan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (3) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor secara elektronik melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik, dan mencantumkan kode quick response (QR), yang tidak memerlukan cap dan tanda tangan basah paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap sesuai dengan persyaratan oleh anggota tim sebagai pejabat fungsional yang memiliki hak akses untuk memulai pemrosesan Perizinan Berusaha di bidang Impor.
(2) Apabila permohonan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (3) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, namun perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor belum diterbitkan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan penerbitan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor secara elektronik dan otomatis melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW.
(3) Apabila permohonan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (3) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, namun sampai dengan masa berlaku Perizinan Berusaha di bidang Impor berakhir dan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor belum diterbitkan, dilakukan penerbitan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor secara elektronik dan otomatis melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW.
(4) Apabila permohonan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (3) dinyatakan tidak sesuai dengan persyaratan, dilakukan penolakan secara elektronik melalui SINSW paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima oleh anggota tim sebagai pejabat fungsional yang memiliki hak akses untuk memulai pemrosesan Perizinan Berusaha di bidang Impor.
(5) Masa berlaku perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan masa berlaku perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor.
(6) Masa berlaku perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berupa tanggal awal terhitung setelah berakhirnya masa berlaku Perizinan Berusaha di bidang Impor.
(7) Masa berlaku perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Bagian Kelima
Penghentian Sementara Penerbitan, Perubahan, atau Perpanjangan Perizinan Berusaha
 
Pasal 17


(1) Dalam hal:
a. perlu dilakukan penghitungan teknis dan/atau verifikasi dalam proses penerbitan, perubahan, atau perpanjangan Persetujuan Impor; atau
b. terjadi gangguan yang menyebabkan SINSW dan/atau Sistem INATRADE tidak berfungsi,
proses penerbitan, perubahan, atau perpanjangan Persetujuan Impor dihentikan sementara, dalam hal Service Level Agreement (SLA) sudah berjalan.
(2) Penghitungan teknis dan/atau verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh tim teknis Perdagangan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
(3) Penghitungan teknis dan/atau verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam hal:
a. diperlukan pengecekan administrasi lebih lanjut ke kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian terkait;
b. terdapat usulan atau rekomendasi pemeriksaan lebih lanjut dari kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian terkait; dan/atau
c. terdapat kondisi khusus lainnya yang diperlukan dalam rangka penanganan pemenuhan ataupun pengendalian kebutuhan dan pasokan di dalam negeri.
(4) Petunjuk teknis mengenai mekanisme penghentian sementara dan mekanisme penghitungan teknis dan/atau verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

 

Bagian Keenam
Pembatalan Proses Penerbitan, Perubahan, atau Perpanjangan Perizinan Berusaha

Pasal 18


(1) Importir dapat melakukan pembatalan yang disertai dengan alasan pembatalan terhadap proses:
a. penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1);
b. perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1); dan/atau
c. perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1),
secara elektronik kepada Menteri melalui SINSW yang diteruskan ke Sistem INATRADE.
(2) Importir bertanggung jawab terhadap pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memberikan persetujuan dalam bentuk pernyataan tanggung jawab atas permohonan pembatalan secara elektronik melalui SINSW pada saat melakukan pembatalan.
(3) Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan sebelum permohonan:
a. penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1);
b. perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1); dan/atau
c. perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1),
diterbitkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.


Bagian Ketujuh
Pembatalan dan Pencabutan Perizinan Berusaha di Bidang Impor yang Telah Diterbitkan

Pasal 19


(1) Pembatalan dapat dilakukan terhadap:
a. Perizinan Berusaha di bidang Impor yang telah diterbitkan; dan
b. belum dilakukan realisasi Impor atau tidak sedang dilakukan realisasi Impor.
(2) Pencabutan dapat dilakukan terhadap:
a. Perizinan Berusaha di bidang Impor yang telah diterbitkan; dan
b. telah dilakukan realisasi Impor atau sedang dilakukan realisasi Impor.
(3) Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan apabila terdapat kesalahan:
a. wewenang;
b. prosedur; dan/atau
c. substansi.
(4) Terhadap pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan pemberitahuan kepada Importir pemilik Barang.
(5) Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara elektronik melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW.
(6) Dalam hal terdapat Barang yang masih dalam proses pengapalan atau pengangkutan, pencabutan Perizinan Berusaha di bidang Impor dilakukan setelah Barang tersebut diselesaikan proses kepabeanannya.
(7) Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menyampaikan surat pernyataan tidak akan melakukan proses pengapalan selain Barang yang telah dikapalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (6).
(8) Pembatalan Perizinan Berusaha di bidang Impor yang telah diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan terhadap Barang Impor yang belum dikapalkan.


BAB V
IMPOR BARANG DALAM KEADAAN TIDAK BARU
 
Pasal 20


(1) Importir wajib mengimpor Barang dalam keadaan baru.
(2) Dalam hal tertentu, Menteri dapat menetapkan Barang yang diimpor dalam keadaan tidak baru berdasarkan:
a. peraturan perundang-undangan;
b. kewenangan Menteri; dan/atau
c. usulan atau pertimbangan teknis dari instansi pemerintah lainnya.
(3) Barang yang dapat diimpor dalam keadaan tidak baru dalam hal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu:
a. Barang yang dibutuhkan oleh Importir berupa Barang modal dalam keadaan tidak baru yang belum dapat dipenuhi dari sumber dalam negeri dalam rangka proses produksi industri untuk tujuan pengembangan ekspor, peningkatan daya saing, efisiensi usaha, pembangunan infrastruktur, dan/atau diekspor kembali;
b. Barang atau peralatan dalam keadaan tidak baru dalam rangka pemulihan dan pembangunan kembali sebagai akibat bencana alam, serta Barang dalam keadaan tidak baru untuk keperluan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. Barang dalam keadaan tidak baru yang merupakan sisa, skrap, atau reja yang tidak termasuk dalam klasifikasi atau kategori limbah bahan berbahaya dan beracun, yang diimpor untuk bahan baku dan/atau penolong industri; atau
d. Barang yang diimpor dengan tujuan tertentu.
(4) Dalam hal Impor Barang modal dalam keadaan tidak baru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk tujuan relokasi industri, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Persetujuan Impor relokasi industri.
(5) Dalam hal Impor modal dalam keadaan tidak baru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk tujuan dispensasi, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Persetujuan Impor.
(6) Barang dalam keadaan tidak baru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan uraian Barang dan/atau pos tarif/harmonized system tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(7) Barang modal dalam keadaan tidak baru untuk tujuan relokasi industri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa Barang modal dalam keadaan tidak baru dengan uraian Barang, pos tarif/harmonized system, dan/atau usia yang tercantum atau tidak tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(8) Barang modal dalam keadaan tidak baru untuk tujuan dispensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berupa Barang modal dalam keadaan tidak baru:
a. mesin dan peralatan mesin usia paling lama 20 (dua puluh) tahun kelompok A yang diimpor oleh pemakai langsung dengan uraian Barang dan pos tarif/harmonized system yang tidak tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; atau
b. alat angkut kelompok C dengan uraian Barang, pos tarif/harmonized system, dan/atau batas usia yang tidak tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 21


(1) Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4) dan ayat (5) dapat dilakukan perubahan atau perpanjangan.
(2) Ketentuan mengenai penerbitan, perubahan, atau perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 16 berlaku secara mutatis mutandis terhadap penerbitan, perubahan, atau perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Persetujuan Impor Barang modal dalam keadaan tidak baru untuk tujuan relokasi industri atau dispensasi.
(3) Impor Barang dalam keadaan tidak baru berupa Barang modal untuk tujuan relokasi industri atau dispensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4) dan ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri ini.
(4) Barang yang diimpor dalam keadaan tidak baru berupa Barang modal yang diimpor oleh perusahaan pemakai langsung dengan pos tarif/harmonized system 8901 (delapan sembilan nol satu), 8903 (delapan sembilan nol tiga), 8904 (delapan sembilan nol empat), dan 8905 (delapan sembilan nol lima), dapat diperdagangkan dan/atau dipindahtangankan kepada pihak lain apabila telah dipergunakan paling singkat 4 (empat) tahun.
(5) Barang yang diimpor dalam keadaan tidak baru berupa Barang modal yang diimpor oleh perusahaan pemakai langsung selain pos tarif/harmonized system sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diperdagangkan dan/atau dipindahtangankan kepada pihak lain apabila telah dipergunakan paling singkat 5 (lima) tahun.


Pasal 22


(1) Dalam hal terjadi kondisi kahar (act of god) atau keadaan memaksa (force majeure), atau keadaan lain yang mengakibatkan ketentuan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) dan ayat (5) tidak dapat dipenuhi, Barang modal yang diimpor dalam keadaan tidak baru dapat diperdagangkan dan/atau dipindahtangankan kepada pihak lain sebelum batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) dan ayat (5).
(2) Keadaan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku bagi perusahaan yang dinyatakan pailit melalui putusan pengadilan niaga yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.


BAB VI
VERIFIKASI ATAU PENELUSURAN TEKNIS

Pasal 23


(1) Terhadap Impor untuk Barang tertentu dikenai kewajiban Verifikasi atau Penelusuran Teknis.
(2) Kriteria Barang tertentu yang dikenai kewajiban Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Barang yang berpotensi mengganggu keamanan negara;
b. Barang yang berpotensi mengganggu keamanan, kesehatan, keselamatan, dan lingkungan;
c. Barang yang berpotensi mengganggu moral masyarakat;
d. Barang kebutuhan pokok;
e. Barang modal yang diimpor dalam keadaan tidak baru; dan/atau
f. Barang kebutuhan industri strategis untuk kepentingan nasional.
(3) Barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diubah berdasarkan keputusan rapat koordinasi yang dipimpin oleh menteri yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian, yang dihadiri Menteri, menteri atau kepala lembaga pemerintah nonkementerian, atau pejabat yang ditunjuk untuk mewakili yang diberikan kewenangan untuk dan atas nama Menteri, menteri atau kepala lembaga pemerintah nonkementerian.
(4) Barang tertentu yang dikenai kewajiban Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 24


(1) Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dilakukan oleh Surveyor yang telah ditetapkan oleh Menteri.
(2) Pengajuan permohonan Verifikasi atau Penelusuran Teknis terhadap Barang tertentu dilakukan secara elektronik oleh Importir kepada Surveyor melalui sistem yang dimiliki Surveyor.
(3) Verifikasi atau Penelusuran Teknis terhadap Impor untuk Barang tertentu dilakukan di:
a. negara asal Barang;
b. negara muat; atau
c. pelabuhan muat, di luar negeri.
(4) Pelaksanaan Verifikasi atau Penelusuran Teknis terhadap Impor untuk Barang tertentu selain dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat dilakukan di TPB, KPBPB, atau KEK dalam hal Barang tertentu diberlakukan ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor pada saat pengeluaran Barang asal luar Daerah Pabean dari TPB, KPBPB, atau KEK ke tempat lain dalam Daerah Pabean.
(5) Pelaksanaan Verifikasi atau Penelusuran Teknis dapat dilakukan di TPB, KPBPB, atau KEK terhadap Impor Barang modal dalam keadaan tidak baru yang diberlakukan kebijakan dan pengaturan Impor pada saat pemasukan Barang asal luar Daerah Pabean ke TPB, KPBPB, atau KEK.
(6) Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Hasil Verifikasi atau Penelusuran Teknis oleh Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk Laporan Surveyor yang digunakan sebagai:
a. dokumen pelengkap pabean yang pemeriksaannya dilakukan di Kawasan Pabean; atau
b. dokumen persyaratan Impor yang pemeriksaannya dilakukan setelah melalui Kawasan Pabean (post border).
(8) Laporan Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) hanya dapat dipergunakan untuk 1 (satu) kali pengapalan.
(9) Dalam hal Laporan Surveyor belum digunakan sebagai dokumen pelengkap pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a, Surveyor dapat melakukan perubahan atas Laporan Surveyor.
(10) Dalam hal Laporan Surveyor digunakan sebagai dokumen pelengkap pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a dan berdasarkan hasil pemeriksaaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan harus dilakukan perubahan, perubahan Laporan Surveyor dapat dilakukan apabila Barang masih berada di Kawasan Pabean.
(11) Dalam hal Impor atas Barang tertentu wajib memiliki Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5), perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dan ayat (10) hanya dapat dilakukan apabila perubahan Laporan Surveyor memenuhi ketentuan Perizinan Berusaha di bidang Impor yang telah diterbitkan.
(12) Dalam hal Laporan Surveyor belum digunakan sebagai dokumen pelengkap pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a, Surveyor dapat melakukan pembatalan atas Laporan Surveyor.
(13) Perubahan Laporan Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (9), ayat (10), dan ayat (11) atau pembatalan Laporan Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (12) dilakukan berdasarkan permohonan Importir melalui sistem yang dimiliki oleh Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(14) Laporan Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) disampaikan oleh Surveyor secara elektronik melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW.
(15) Laporan Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (7), memuat elemen data dan/atau keterangan paling sedikit berupa:
a. nomor dan tanggal terbit Laporan Surveyor;
b. pos tarif/harmonized system;
c. jumlah dan satuan Barang; dan
d. pelabuhan tujuan, kecuali Laporan Surveyor yang diterbitkan di KPBPB, KEK, atau TPB.
(16) Perubahan Laporan Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (10) atau ayat (11) memuat elemen data dan/atau keterangan yang mengalami perubahan.
(17) Terhadap elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (15), dilakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan antara Laporan Surveyor dan dokumen Pemberitahuan Pabean Impor paling sedikit mengenai:
a. nomor dan tanggal terbit Laporan Surveyor;
b. pos tarif/harmonized system; dan
c. pelabuhan tujuan, kecuali Laporan Surveyor yang diterbitkan di KPBPB, KEK, atau TPB.
(18) Barang modal dalam keadaan tidak baru sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


BAB VII
TEMPAT PEMASUKAN BARANG IMPOR

Pasal 25


(1) Terhadap Impor atas Barang tertentu, Menteri dapat menentukan tempat pemasukan Barang Impor.
(2) Tempat pemasukan Barang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pelabuhan tujuan.
(3) Tempat pemasukan Barang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


BAB VIII
PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS, IMPOR DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI KAWASAN EKONOMI KHUSUS DAN TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT, SERTA IMPOR BARANG DALAM RANGKA FASILITAS KEMUDAHAN IMPOR TUJUAN EKSPOR PEMBEBASAN

Bagian Kesatu
Pemasukan Barang ke Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dan Pengeluaran Barang dari Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas
 
Pasal 26


(1) Pemasukan Barang ke KPBPB dari luar Daerah Pabean belum diberlakukan kebijakan dan pengaturan Impor, kecuali atas pemasukan Barang untuk kepentingan perlindungan konsumen atas Barang yang diedarkan di KPBPB dan Barang terkait dengan keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan hidup.
(2) Ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor diberlakukan atas pengeluaran Barang asal luar Daerah Pabean dari KPBPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean.
(3) Ketentuan pemberlakuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk pelabuhan tujuan.
(4) Ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan penetapan Dewan Kawasan.
(5) Ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan terhadap:
a. pengeluaran kembali Barang asal tempat lain dalam Daerah Pabean ke tempat lain dalam Daerah Pabean;
b. pengeluaran Barang yang sepenuhnya diperoleh di KPBPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean;
c. pengeluaran Barang hasil produksi di KPBPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean; dan/atau
d. Barang dari luar Daerah Pabean yang pada saat pemasukan ke KPBPB telah dilakukan pemenuhan ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor.
(6) Barang hasil produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) terhadap Barang untuk kepentingan perlindungan konsumen atas Barang yang diedarkan di KPBPB dan Barang terkait dengan keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan hidup untuk kegiatan usaha yang dilakukan di wilayah KPBPB diterbitkan oleh Kepala Badan Pengusahaan KPBPB sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai penyelenggaraan KPBPB dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor dalam Peraturan Menteri ini.
(8) Perizinan Berusaha di bidang Impor Barang dalam keadaan tidak baru berupa Barang modal untuk tujuan relokasi industri atau dispensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4) dan ayat (5) untuk kegiatan usaha yang dilakukan di wilayah KPBPB diterbitkan oleh Kepala Badan Pengusahaan KPBPB sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai penyelenggaraan KPBPB dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor dalam Peraturan Menteri ini.
(9) Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) untuk pengeluaran Barang asal luar Daerah Pabean dari KPBPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
(10) Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dapat diajukan oleh:
a. Pelaku Usaha di KPBPB; atau
b. Pelaku Usaha di tempat lain dalam Daerah Pabean yang memiliki Barang atau yang menerima Barang.
(11) Penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan melalui sistem pelayanan berbasis elektronik yang disediakan oleh Badan Pengusahaan KPBPB yang terintegrasi dengan SINSW untuk diteruskan ke Sistem INATRADE.
(12) Dalam hal Badan Pengusahaan KPBPB belum memiliki sistem pelayanan berbasis elektronik yang terintegrasi dengan SINSW, penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) difasilitasi melalui SINSW.
(13) Terhadap pengeluaran Barang modal dalam keadaan tidak baru dari KPBPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean yang pada saat pemasukan ke KPBPB dalam keadaan baru, diberlakukan kebijakan dan pengaturan Impor sesuai dengan Peraturan Menteri ini.
(14) Ketentuan mengenai larangan diberlakukan terhadap pemasukan Barang dari luar Daerah Pabean ke KPBPB.
(15) Barang untuk kepentingan perlindungan konsumen atas Barang yang diedarkan di KPBPB dan Barang terkait dengan keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 27


(1) Ketentuan mengenai larangan diberlakukan terhadap pemasukan Barang dari luar Daerah Pabean ke KPBPB Sabang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Barang dilarang Impor.
(2) Pemasukan Barang ke KPBPB Sabang dari luar Daerah Pabean tidak diberlakukan kebijakan dan pengaturan Impor.
(3) Pemasukan Barang ke KPBPB Sabang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh Pelaku Usaha yang telah mendapat Perizinan Berusaha dari Badan Pengusahaan Kawasan Sabang.
(4) Ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor diberlakukan atas pengeluaran Barang dari KPBPB Sabang ke tempat lain dalam Daerah Pabean.


Bagian Kedua
Impor Barang ke Kawasan Ekonomi Khusus dan Pengeluaran Barang dari Kawasan Ekonomi Khusus
 
Pasal 28


(1) Impor Barang ke KEK belum diberlakukan kebijakan dan pengaturan Impor.
(2) Untuk kepentingan nasional yang mencakup keamanan, keselamatan, kesehatan, dan/atau lingkungan hidup di KEK, Menteri dapat menetapkan berlakunya kebijakan dan pengaturan Impor Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara selektif setelah berkoordinasi dengan Dewan Nasional.
(3) Ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikecualikan berdasarkan penetapan Dewan Nasional.
(4) Ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor diberlakukan atas pengeluaran Barang Impor untuk dipakai dari KEK ke tempat lain dalam Daerah Pabean.
(5) Ketentuan pemberlakuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak termasuk pelabuhan tujuan.
(6) Ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikecualikan terhadap:
a. pengeluaran Barang hasil produksi di KEK ke tempat lain dalam Daerah Pabean;
b. Barang dari luar Daerah Pabean yang pada saat Impor ke KEK telah dilakukan pemenuhan ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor;
c. pengeluaran Barang yang sepenuhnya diperoleh di KEK ke tempat lain dalam Daerah Pabean;
d. Barang sisa proses produksi atau Barang sisa dari hasil perusakan di KEK;
e. Barang sisa dari kegiatan usaha berupa waste/scrap di KEK; dan/atau
f. pemindahtanganan Barang modal dari KEK ke tempat lain dalam Daerah Pabean yang pada saat pemasukan ke KEK dalam keadaan baru, apabila telah dipergunakan dalam jangka waktu paling singkat 2 (dua) tahun.
(7) Barang hasil produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(8) Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) untuk:
a. Impor Barang dari luar Daerah Pabean ke KEK; atau
b. Persetujuan Impor Barang modal dalam keadaan tidak baru untuk tujuan relokasi industri atau dispensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4) dan ayat (5),
diterbitkan oleh Administrator KEK sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai penyelenggaraan KEK.
(9) Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) untuk pengeluaran Barang asal luar Daerah Pabean dari KEK ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
(10) Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dapat diajukan oleh:
a. Pelaku Usaha di KEK; atau
b. Pelaku Usaha di tempat lain dalam Daerah Pabean yang memiliki Barang atau yang menerima Barang.
(11) Sekretariat Jenderal Dewan Nasional KEK menyampaikan laporan kepada Direktur Jenderal atas Barang yang diberikan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (8) melalui SINSW yang terintegrasi dengan Sistem INATRADE.
(12) Sekretariat Jenderal Dewan Nasional KEK menyampaikan notifikasi atau pemberitahuan terhadap Barang yang dikenakan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (8) yang perlu dinotifikasikan atau diberitahukan sesuai kesepakatan internasional atau ketentuan peraturan perundang-undangan kepada kementerian atau lembaga terkait dan menembuskan notifikasi atau pemberitahuan tersebut kepada Direktur Jenderal.
(13) Dalam hal Administrator KEK belum memenuhi kesiapan dalam penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor Barang ke KEK, penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilaksanakan oleh Sekretaris Jenderal Dewan Nasional KEK.
(14) Kesiapan Administrator KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (13) ditetapkan oleh Dewan Nasional KEK.
(15) Ketentuan mengenai larangan diberlakukan terhadap Impor Barang dari luar Daerah Pabean ke KEK.
(16) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Bagian Ketiga Impor
Barang ke Tempat Penimbunan Berikat dan Pengeluaran Barang dari Tempat Penimbunan Berikat

Pasal 29


(1) Ketentuan pemberlakuan kebijakan dan pengaturan Impor dikecualikan terhadap pemasukan Barang Impor ke TPB.
(2) TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk:
a. Kawasan Berikat;
b. Pusat Logistik Berikat;
c. Gudang Berikat;
d. Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat;
e. Toko Bebas Bea;
f. Tempat Lelang Berikat; atau
g. Kawasan Daur Ulang Berikat.
(3) Ketentuan pemberlakuan kebijakan dan pengaturan Impor tetap berlaku atas pengeluaran Barang Impor dari TPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean tujuan diimpor untuk dipakai.
(4) Ketentuan pemberlakuan kebijakan dan pengaturan Impor atas pengeluaran Barang dari TPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean tujuan diimpor untuk dipakai dikecualikan terhadap:
a. Barang hasil produksi di Kawasan Berikat;
b. Barang sisa proses produksi atau Barang sisa dari hasil perusakan di Kawasan Berikat;
c. Barang sisa dari hasil perusakan di Gudang Berikat;
d. Barang sisa dari kegiatan sederhana berupa waste/scrap di Pusat Logistik Berikat dan/atau Gudang Berikat;
e. Barang sampel yang diberikan secara cuma-cuma dan tidak dapat diperjualbelikan serta dikemas secara khusus dalam jumlah yang lebih sedikit dari produk komersial terkecil untuk keperluan pameran di Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat;
f. Penjualan Barang Impor kepada orang tertentu dengan batasan tertentu di Toko Bebas Bea sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan;
g. Barang yang saat pemasukannya sudah memenuhi ketentuan pembatasan Impor;
h. Pengeluaran Barang Impor dari Pusat Logistik Berikat Bahan Pokok ke tempat lain dalam Daerah Pabean kepada pemilik kartu identitas lintas batas dengan batasan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
i. Pemindahtanganan Barang modal dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam Daerah Pabean yang pada saat pemasukan dalam keadaan baru, apabila telah dipergunakan dalam jangka waktu paling singkat 2 (dua) tahun.
(5) Ketentuan pemberlakuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak termasuk pelabuhan tujuan.
(6) Untuk kepentingan perekonomian nasional, Menteri dapat menetapkan secara selektif berlakunya ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor atas pemasukan Barang Impor ke TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(7) Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) untuk:
a. pemasukan Barang dari luar Daerah Pabean ke dalam TPB; atau
b. pengeluaran Barang asal luar Daerah Pabean dari TPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
diterbitkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
(8) Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a diajukan oleh:
a. Pelaku Usaha TPB; atau
b. Importir.
(9) Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b diajukan oleh:
a. Pelaku Usaha TPB;
b. Importir; atau
c. Pelaku Usaha di tempat lain dalam Daerah Pabean yang memiliki Barang atau yang menerima Barang.
(10) Ketentuan mengenai larangan diberlakukan terhadap pemasukan Barang Impor ke TPB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Barang dilarang Impor.
(11) Barang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

  

Bagian Keempat
Impor Barang Dalam Rangka Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pembebasan

Pasal 30

(1) Ketentuan pemberlakuan kebijakan dan pengaturan Impor dikecualikan terhadap Impor Barang dan/atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang dengan tujuan ekspor dalam skema pembebasan pada kemudahan Impor tujuan ekspor.
(2) Untuk kepentingan perekonomian nasional, Menteri dapat menetapkan secara selektif berlakunya ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor atas Impor Barang dan/atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang dengan tujuan ekspor dalam skema pembebasan pada kemudahan Impor tujuan ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan mengenai larangan diberlakukan terhadap Impor Barang dan/atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang dengan tujuan ekspor dalam rangka kemudahan Impor tujuan ekspor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Barang dilarang Impor.
(4) Barang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.



BAB IX
PENGECUALIAN

Bagian Kesatu
Impor Tidak Dilakukan Untuk Kegiatan Usaha

Paragraf 1
Impor atas Barang Bebas Impor Bagi Importir yang Tidak Dapat Memiliki Nomor Induk Berusaha yang Berlaku Sebagai Angka Pengenal Importir

Pasal 31


(1) Importir yang tidak dapat memiliki NIB yang berlaku sebagai API dapat melakukan Impor atas Barang bebas Impor tidak dilakukan untuk kegiatan usaha.
(2) Impor atas Barang bebas Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. Barang Impor sementara;
b. Barang promosi;
c. Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
d. Barang kiriman;
e. Barang kiriman pekerja migran Indonesia;
f. Barang sebagai hibah, hadiah atau pemberian untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan, atau untuk kepentingan penanggulangan bencana alam;
g. Barang yang merupakan obat-obatan dan peralatan kesehatan yang menggunakan anggaran pemerintah;
h. Barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan, dan pengujian yang diimpor kembali dalam jumlah yang paling banyak sama dengan jumlah pada saat diekspor sesuai dengan pemberitahuan pabean ekspor Barang;
i. Barang ekspor yang ditolak oleh pembeli di luar negeri kemudian diimpor kembali dengan jumlah paling banyak sesuai dengan pemberitahuan pabean ekspor;
j. Barang contoh yang tidak untuk diperdagangkan;
k. Barang untuk keperluan instansi pemerintah atau lembaga negara lainnya yang diimpor sendiri oleh instansi atau lembaga dimaksud;
l. Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia yang diimpor sendiri oleh perwakilan negara asing beserta para pejabatnya dimaksud;
m. Barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia yang diimpor sendiri oleh badan internasional beserta para pejabatnya dimaksud;
n. Barang pindahan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan surat keterangan dari perwakilan pemerintah Indonesia di luar negeri;
o. Barang pindahan warga negara asing;
p. Barang untuk keperluan olahraga yang diimpor oleh induk organisasi olahraga nasional;
q. Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, atau pelintas batas; dan
r. Barang keperluan pameran di luar negeri yang diimpor kembali dengan kuantitas paling banyak sama dengan saat dikirim yang dibuktikan dengan pemberitahuan pabean ekspor.
(3) Impor atas Barang bebas Impor berupa:
a. Barang kiriman pekerja migran Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e; dan
b. Barang pindahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf n dan huruf o, dapat diberikan terhadap Barang dalam keadaan tidak baru.
(4) Impor atas Barang bebas Impor dengan tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan tanpa surat keterangan Direktur Jenderal atas nama Menteri.
(5) Barang bebas Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Paragraf 2
Impor atas Barang yang Dibatasi Impor Bagi Importir yang Tidak Dapat Memiliki Nomor Induk Berusaha yang Berlaku Sebagai Angka Pengenal Importir

Pasal 32


(1) Dalam hal Impor atas Barang yang dibatasi Impor tidak dilakukan untuk kegiatan usaha, Importir yang tidak dapat memiliki NIB yang berlaku sebagai API dikecualikan dari pemenuhan NIB dan/atau Perizinan Berusaha di bidang Impor.
(2) Selain dikecualikan dari pemenuhan NIB dan/atau Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Impor atas Barang yang dibatasi Impor tidak dilakukan untuk kegiatan usaha dapat dikecualikan dari Verifikasi atau Penelusuran Teknis, dan/atau ketentuan pembatasan pelabuhan tujuan.
(3) Importir yang tidak dapat memiliki NIB yang berlaku sebagai API dapat melakukan Impor atas Barang yang dibatasi Impor.
(4) Terhadap pengecualian Impor atas Barang yang dibatasi Impor tidak dilakukan untuk kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Direktur Jenderal atas nama Menteri dapat menerbitkan surat keterangan.
(5) Pengecualian terhadap Impor yang tidak dilakukan untuk kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) untuk Barang pindahan dapat diberikan terhadap Barang dalam keadaan tidak baru.
(6) Pengecualian terhadap Impor atas Barang yang dibatasi Impor yang tidak dilakukan untuk kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Paragraf 3
Impor atas Barang yang Dibatasi Impor Bagi Importir yang Dapat Memiliki Nomor Induk Berusaha yang Berlaku Sebagai Angka Pengenal Importir

Pasal 33


(1) Dalam hal Impor atas Barang yang dibatasi Impor tidak dilakukan untuk kegiatan usaha, Importir yang dapat memiliki NIB yang berlaku sebagai API dikecualikan dari pemenuhan Perizinan Berusaha di bidang Impor.
(2) Selain dikecualikan dari pemenuhan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Impor atas Barang yang dibatasi Impor tidak dilakukan untuk kegiatan usaha dapat dikecualikan dari Verifikasi atau Penelusuran Teknis, dan/atau ketentuan pembatasan pelabuhan tujuan.
(3) Terhadap pengecualian Impor atas Barang yang dibatasi Impor tidak dilakukan untuk kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Direktur Jenderal atas nama Menteri dapat menerbitkan surat keterangan.
(4) Pengecualian terhadap Impor atas Barang yang dibatasi Impor yang tidak dilakukan untuk kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Paragraf 4
Impor atas Barang yang Dibatasi Impor Bagi Importir yang Tidak Dapat Memiliki Nomor Induk Berusaha yang Berlaku Sebagai Angka Pengenal Importir berupa Barang Kiriman Pekerja Migran Indonesia

Pasal 34


(1) Dalam hal Impor atas Barang yang dibatasi Impor berupa Barang kiriman pekerja migran Indonesia, Importir yang tidak dapat memiliki NIB yang berlaku sebagai API dikecualikan dari pemenuhan NIB dan/atau Perizinan Berusaha di bidang Impor.
(2) Selain dikecualikan dari pemenuhan NIB dan/atau Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Impor atas Barang yang dibatasi Impor berupa Barang kiriman pekerja migran Indonesia dapat dikecualikan dari Verifikasi atau Penelusuran Teknis, dan/atau ketentuan pembatasan pelabuhan tujuan.
(3) Impor atas Barang yang dibatasi Impor berupa Barang kiriman pekerja migran indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan terhadap Barang dalam keadaan tidak baru.
(4) Barang yang dibatasi Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Bagian Kedua
Impor Dilakukan Untuk Kegiatan Usaha

Paragraf 1
Impor atas Barang yang Dibatasi Impor Bagi Importir yang dapat Memiliki Nomor Induk Berusaha yang Berlaku Sebagai Angka Pengenal Importir

Pasal 35


(1) Dalam hal Impor atas Barang yang dibatasi Impor dilakukan untuk kegiatan usaha, Importir yang dapat memiliki NIB yang berlaku sebagai API dikecualikan dari pemenuhan Perizinan Berusaha di bidang Impor.
(2) Selain dikecualikan dari pemenuhan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Impor atas Barang yang dibatasi Impor dilakukan untuk kegiatan usaha dapat dikecualikan dari Verifikasi atau Penelusuran Teknis, dan/atau ketentuan pembatasan pelabuhan tujuan.
(3) Terhadap pengecualian Impor atas Barang yang dibatasi Impor dilakukan untuk kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Direktur Jenderal atas nama Menteri dapat menerbitkan surat keterangan.
(4) Pengecualian terhadap Impor atas Barang yang dibatasi Impor dilakukan untuk kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 36


Ketentuan pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 sampai dengan Pasal 35 diberlakukan terhadap Impor Barang dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean dan pemasukan Barang dari luar Daerah Pabean ke dalam KPBPB.


BAB X
SURAT KETERANGAN

Bagian Kesatu
Permohonan dan Penerbitan Surat Keterangan

Pasal 37


(1) Untuk memperoleh surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (4), Pasal 33 ayat (3), dan Pasal 35 ayat (3), Importir harus mengajukan permohonan lengkap secara elektronik kepada Menteri melalui SINSW yang diteruskan ke Sistem INATRADE.
(2) Penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri.
(3) Menteri memberikan mandat penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Direktur Jenderal.
(4) Dalam hal permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lengkap, permohonan tidak diteruskan ke Sistem INATRADE.
(5) Untuk mengajukan permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Importir harus memiliki hak akses.
(6) Hak akses sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diperoleh dengan melakukan registrasi melalui SINSW dan mengunggah persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4).


Pasal 38


(1) Dalam hal permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) diajukan oleh warga negara asing yang merupakan pejabat pada badan internasional yang bertugas di Indonesia dan/atau pejabat pada kantor perwakilan negara asing di Indonesia, hak akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (5) diperoleh dengan melakukan registrasi melalui SINSW dan mengunggah hasil pindai dokumen asli paspor.
(2) Dalam hal permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam 37 ayat (1) diajukan oleh pemerintah untuk keperluan pemerintah sendiri atau hibah, hak akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (5) diperoleh dengan melakukan registrasi melalui SINSW dan mengunggah hasil pindai dokumen asli nomor pokok wajib pajak bendahara satuan kerja.
(3) Pengajuan permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dilakukan dengan mengunggah hasil pindai dokumen asli persyaratan berupa pertimbangan teknis dari kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian terkait dan/atau dokumen legalitas pendukung lainnya.
(4) Dalam hal pertimbangan teknis dari kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian terkait dan/atau dokumen legalitas pendukung lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah tersedia secara elektronik pada kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang telah terintegrasi dengan SINSW, Importir tidak mengunggah pertimbangan teknis dari kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian terkait dan/atau dokumen legalitas pendukung lainnya ke SINSW.
(5) Importir bertanggung jawab terhadap kebenaran dan kesesuaian:
a. dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3);
b. data dan/atau informasi terkait pertimbangan teknis dan/atau dokumen legalitas pendukung lainnya yang tersedia secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (4); dan
c. data dan/atau informasi lain yang terkait dengan pengajuan permohonan surat keterangan,
dengan memberikan persetujuan dalam bentuk pernyataan tanggung jawab atas kebenaran dokumen persyaratan, data, dan/atau informasi secara elektronik melalui SINSW pada saat melakukan pengajuan permohonan surat keterangan.


Pasal 39


(1) Dalam hal permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan surat keterangan secara elektronik melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik dan mencantumkan kode quick response (QR), yang tidak memerlukan cap dan tanda tangan basah terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap sesuai dengan persyaratan oleh anggota tim sebagai pejabat fungsional yang memiliki hak akses untuk memulai pemrosesan surat keterangan.
(2) Dalam hal permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) dinyatakan tidak sesuai dengan persyaratan, dilakukan penolakan secara elektronik melalui SINSW terhitung sejak permohonan diterima oleh anggota tim sebagai pejabat fungsional yang memiliki hak akses untuk memulai pemrosesan surat keterangan.
(3) Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterbitkan 1 (satu) atau lebih dari 1 (satu) surat keterangan dalam satu waktu.
(4) Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat elemen data dan/atau keterangan paling sedikit berupa:
a. nomor dan tanggal terbit surat keterangan;
b. identitas Importir;
c. pos tarif/harmonized system;
d. jenis/uraian Barang;
e. jumlah Barang dan satuan Barang; dan
f. masa berlaku.
(5) Identitas Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b memuat elemen data atau keterangan paling sedikit berupa:
a. nama perusahaan; dan
b. alamat perusahaan.
(6) Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor atau lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor.
(7) Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai:
a. dokumen pelengkap pabean yang diwajibkan dalam penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor; atau
b. dokumen persyaratan Impor yang pemeriksaannya dilakukan setelah melalui Kawasan Pabean (post border).
(8) Terhadap elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf e, dilakukan penelitian antara surat keterangan dan dokumen Pemberitahuan Pabean Impor paling sedikit mengenai:
a. nomor dan tanggal terbit surat keterangan;
b. pos tarif/harmonized system; dan
c. jumlah Barang dan satuan Barang,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(9) Terhadap elemen data dan/atau keterangan berupa jenis/uraian Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d dilakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(10) Terhadap elemen data dan/atau keterangan berupa masa berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf f dilakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk memastikan pada saat pengajuan Pemberitahuan Pabean Impor, surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih berlaku.
(11) Selain elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(12) Selain elemen data dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), ayat (9), dan ayat (10), dilakukan penelitian atas nomor pokok wajib pajak Importir berdasarkan data dan/atau keterangan yang telah tersedia secara elektronik di SINSW yang berasal dari Sistem OSS.
(13) Satuan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf e dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(14) Dalam hal satuan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (13) belum ditetapkan, satuan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf e sesuai dengan ketentuan internasional.
(15) Masa berlaku surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran IV, Lampiran V, dan Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Bagian Kedua
Pembatalan Proses Penerbitan Surat Keterangan

Pasal 40


(1) Importir dapat melakukan pembatalan yang disertai dengan alasan pembatalan terhadap proses penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) secara elektronik kepada Menteri melalui SINSW yang diteruskan ke sistem INATRADE.
(2) Importir bertanggung jawab terhadap pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memberikan persetujuan dalam bentuk pernyataan tanggung jawab atas permohonan pembatalan secara elektronik melalui SINSW pada saat melakukan pembatalan.
(3) Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan sebelum permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) diterbitkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.


Bagian Ketiga
Pembatalan dan Pencabutan Surat Keterangan yang telah Diterbitkan

Pasal 41


(1) Pembatalan dapat dilakukan terhadap:
a. surat keterangan yang telah diterbitkan; dan
b. belum dilakukan realisasi Impor atau tidak sedang dilakukan realisasi Impor.
(2) Pencabutan dapat dilakukan terhadap:
a. surat keterangan yang telah diterbitkan; dan
b. telah dilakukan realisasi Impor atau sedang dilakukan realisasi Impor.
(3) Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan apabila terdapat kesalahan:
a. wewenang;
b. prosedur; dan/atau
c. substansi.
(4) Terhadap pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan pemberitahuan kepada Importir pemilik Barang.
(5) Dalam hal terdapat Barang yang masih dalam proses pengapalan atau pengangkutan, pencabutan surat keterangan dilakukan setelah Barang tersebut diselesaikan proses kepabeanannya.
(6) Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menyampaikan surat pernyataan tidak akan melakukan proses pengapalan selain Barang yang telah dikapalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7) Pembatalan surat keterangan yang telah diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan terhadap Barang Impor yang belum dikapalkan.


BAB XI
IMPOR SEMENTARA DAN IMPOR SEMENTARA DENGAN PENYELESAIAN
TIDAK DIEKSPOR KEMBALI

Pasal 42


(1) Terhadap Barang yang diatur impornya dalam rangka Impor sementara tidak diberlakukan ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor.
(2) Barang yang diimpor dalam rangka Impor sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(3) Pemenuhan ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini dalam rangka penyelesaian Impor sementara dengan tidak diekspor kembali, hanya untuk pertimbangan:
a. Barang Impor sementara diperlukan untuk pengerjaan proyek pemerintah; atau
b. Barang Impor sementara dengan tujuan dihibahkan kepada pemerintah pusat.
(4) Impor sementara terhadap Barang dalam keadaan baru yang termasuk kategori Barang dibatasi Impor dalam rangka penyelesaian dengan tidak diekspor kembali berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wajib memenuhi ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
(5) Impor sementara terhadap Barang dalam keadaan baru yang termasuk kategori Barang bebas Impor dalam rangka penyelesaian dengan tidak diekspor kembali berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak berlaku ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor berupa kewajiban Perizinan Berusaha di bidang Impor dan/atau Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
(6) Impor sementara terhadap Barang modal dalam keadaan tidak baru yang termasuk kelompok pos tarif/harmonized system 84 (delapan empat), 85 (delapan lima), 87 (delapan tujuh), 89 (delapan sembilan), dan 90 (sembilan puluh) yang diselesaikan dengan tidak diekspor kembali berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wajib memenuhi ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor terhadap Barang modal dalam keadaan tidak baru sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini.
(7) Impor sementara yang termasuk Barang dalam keadaan tidak baru diluar kategori Barang modal dalam keadaan tidak baru sebagaimana dimaksud pada ayat (6), tidak dapat diterbitkan Perizinan Berusaha di bidang Impor dan/atau Laporan Surveyor dalam rangka penyelesaian Impor sementara dengan tidak diekspor kembali berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(8) Penyelesaian Impor sementara dengan tidak diekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai dengan ayat (7) dilaksanakan berdasarkan jenis dan kondisi Barang pada saat Barang dilakukan Impor sementara sesuai dengan keputusan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan mengenai izin Impor sementara.
(9) Pemenuhan ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor berupa kewajiban Verifikasi atau Penelusuran Teknis Barang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 terhadap penyelesaian Barang Impor sementara dengan tidak diekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (6) dilakukan di dalam negeri.
(10) Barang Impor sementara yang akan dilakukan penyelesaian dengan tidak diekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai dengan ayat (7), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.


BAB XII
IMPOR KEMBALI BARANG EKSPOR

Pasal 43


(1) Terhadap Barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali, tidak diberlakukan kebijakan dan pengaturan Impor.
(2) Ketentuan Impor kembali atas Barang yang telah diekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.


BAB XIII
IMPOR BARANG KOMPLEMENTER, BARANG KEPERLUAN TES PASAR, DAN/ATAU BARANG PELAYANAN PURNA JUAL
 
Bagian Kesatu
Impor Barang Manufaktur sebagai Barang komplementer, Barang Manufaktur untuk Keperluan Tes Pasar, dan/atau Barang Manufaktur untuk Pelayanan Purna Jual yang Merupakan Barang Bebas Impor

Pasal 44


(1) Impor Barang manufaktur sebagai Barang komplementer, Barang manufaktur untuk keperluan tes pasar, dan/atau Barang manufaktur untuk pelayanan purna jual yang merupakan Barang bebas Impor hanya dapat dilakukan oleh perusahaan pemilik NIB yang berlaku sebagai API-P setelah mendapat surat keterangan dari Direktur Jenderal atas nama Menteri.
(2) Ketentuan mengenai penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 sampai dengan Pasal 39 berlaku secara mutatis mutandis terhadap penerbitan surat keterangan untuk Impor Barang manufaktur sebagai Barang komplementer, Barang manufaktur untuk keperluan tes pasar, dan/atau Barang manufaktur untuk pelayanan purna jual yang merupakan Barang bebas Impor.
(3) Impor Barang manufaktur sebagai Barang komplementer, Barang manufaktur untuk keperluan tes pasar, dan/atau Barang manufaktur untuk pelayanan purna jual yang merupakan Barang bebas Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini, kecuali ketentuan Pasal 2 ayat (14) dan ayat (15).
(4) Barang manufaktur sebagai Barang komplementer, Barang manufaktur untuk keperluan tes pasar, dan/atau Barang manufaktur untuk pelayanan purna jual yang merupakan Barang bebas Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperdagangkan dan/atau dipindahtangankan kepada pihak lain.
(5) Impor Barang manufaktur sebagai Barang komplementer dilakukan oleh Importir pemilik NIB yang berlaku sebagai API-P yang memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan di luar negeri.
(6) Daftar sektor, sub sektor, atau Barang manufaktur terhadap Impor Barang komplementer, Barang manufaktur untuk keperluan tes pasar, dan/atau Barang manufaktur untuk pelayanan purna jual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Persyaratan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(8) Masa berlaku atas surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(9) Bentuk hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Bagian Kedua
Permohonan dan Penerbitan Perubahan Surat Keterangan

Pasal 45


(1) Apabila terdapat perubahan data pada surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1), Importir harus mengajukan permohonan perubahan surat keterangan lengkap sesuai dengan persyaratan perubahan surat keterangan.
(2) Data pada surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:
a. identitas Importir;
b. pos tarif/harmonized system;
c. jenis/uraian Barang; dan/atau
d. jumlah Barang dan satuan Barang.
(3) Identitas Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a memuat elemen data atau keterangan paling sedikit berupa:
a. nama perusahaan; dan
b. alamat perusahaan.
(4) Perubahan pos tarif/harmonized system, dan/atau satuan Barang dalam surat keterangan hanya dapat dilakukan selama belum dilakukan realisasi Impor atau tidak sedang dilakukan realisasi Impor.
(5) Permohonan perubahan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik kepada Menteri melalui SINSW yang diteruskan ke Sistem INATRADE dengan mengunggah hasil pindai dokumen asli persyaratan perubahan surat keterangan.
(6) Dalam hal permohonan perubahan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak lengkap, permohonan tidak diteruskan ke Sistem INATRADE.
(7) Dalam hal dokumen persyaratan perubahan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah tersedia secara elektronik pada kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang telah terintegrasi dengan SINSW, Importir tidak mengunggah dokumen persyaratan ke SINSW.
(8) Dokumen persyaratan perubahan surat keterangan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (7) berupa:
a. hasil pindai dokumen asli;
b. elemen data; dan/atau
c. status pengakuan/penetapan Pelaku Usaha.
(9) Importir bertanggung jawab terhadap kebenaran dan kesesuaian:
a. dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5);
b. data dan/atau informasi terkait dokumen persyaratan yang tersedia secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (7); dan
c. data dan/atau informasi lain yang terkait dengan pengajuan permohonan perubahan surat keterangan,
dengan memberikan persetujuan dalam bentuk pernyataan tanggung jawab atas kebenaran dokumen persyaratan, data dan/atau informasi secara elektronik melalui SINSW pada saat melakukan pengajuan permohonan perubahan surat keterangan.
(10) Apabila dokumen persyaratan, data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9) terbukti tidak benar, Importir dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(11) Persyaratan perubahan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (7) tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 46


(1) Apabila permohonan perubahan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan perubahan surat keterangan secara elektronik melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik, dan mencantumkan kode quick response (QR), yang tidak memerlukan cap dan tanda tangan basah terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap sesuai dengan persyaratan oleh anggota tim sebagai pejabat fungsional yang memiliki hak akses untuk memulai pemrosesan surat keterangan.
(2) Apabila permohonan perubahan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) dinyatakan tidak sesuai dengan persyaratan, dilakukan penolakan secara elektronik melalui SINSW terhitung sejak permohonan diterima oleh anggota tim sebagai pejabat fungsional yang memiliki hak akses untuk memulai pemrosesan surat keterangan.
(3) Masa berlaku perubahan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sisa masa berlaku surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (8).
(4) Masa berlaku perubahan surat keterangan berupa:
a. tanggal awal, berlaku sejak tanggal terbit perubahan surat keterangan; dan
b. tanggal akhir, sama dengan tanggal akhir yang tercantum pada surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) yang telah diterbitkan.
(5) Masa berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya berlaku terhadap pos tarif/harmonized system, jenis/uraian Barang, jumlah Barang dan satuan Barang, yang merupakan hasil perubahan.
(6) Tanggal awal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a harus:
a. sebelum tanggal dokumen manifest BC 1.1; atau
b. sama dengan tanggal dokumen manifest BC 1.1.
(7) Selain pos tarif/harmonized system, jenis/uraian Barang, jumlah Barang dan satuan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (5), masa berlaku perubahan surat keterangan berupa berupa tanggal awal dan tanggal akhir, sesuai dengan masa berlaku surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) yang telah diterbitkan.


Bagian Ketiga
Pembatalan dan Pencabutan Surat Keterangan yang telah Diterbitkan

Pasal 47


(1) Ketentuan mengenai pembatalan proses penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 berlaku secara mutatis mutandis terhadap pembatalan proses penerbitan surat keterangan untuk Impor Barang manufaktur sebagai Barang komplementer, Barang manufaktur untuk keperluan tes pasar, dan/atau Barang manufaktur untuk pelayanan purna jual yang merupakan Barang bebas Impor.
(2) Ketentuan mengenai pembatalan dan pencabutan surat keterangan yang telah diterbitkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 berlaku secara mutatis mutandis terhadap pembatalan dan pencabutan surat keterangan yang telah diterbitkan untuk Impor Barang manufaktur sebagai Barang komplementer, Barang manufaktur untuk keperluan tes pasar, dan/atau Barang manufaktur untuk pelayanan purna jual yang merupakan Barang bebas Impor.
 

Bagian Keempat
Impor Barang Manufaktur sebagai Barang Komplementer, Barang Manufaktur untuk Keperluan Tes Pasar, dan/atau Barang Manufaktur untuk Pelayanan Purna Jual yang Merupakan Barang Dibatasi Impor

Pasal 48


(1) Impor Barang manufaktur sebagai Barang komplementer, Barang manufaktur untuk keperluan tes pasar, dan/atau Barang manufaktur untuk pelayanan purna jual yang merupakan Barang dibatasi Impor, hanya dapat dilakukan oleh perusahaan pemilik NIB yang berlaku sebagai API-P setelah mendapat Persetujuan Impor dari Direktur Jenderal atas nama Menteri.
(2) Ketentuan mengenai penerbitan, perubahan, dan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 16 berlaku secara mutatis mutandis terhadap penerbitan, perubahan, dan perpanjangan Persetujuan Impor Barang manufaktur sebagai Barang komplementer, Barang manufaktur untuk keperluan tes pasar, dan/atau Barang manufaktur untuk pelayanan purna jual yang merupakan Barang dibatasi Impor.
(3) Impor Barang manufaktur sebagai Barang komplementer, Barang manufaktur untuk keperluan tes pasar, dan/atau Barang manufaktur untuk pelayanan purna jual yang merupakan Barang dibatasi Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini, kecuali ketentuan Pasal 2 ayat (14) dan ayat (15).
(4) Perusahaan pemilik NIB yang berlaku sebagai API-P yang telah mendapatkan Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dari kewajiban memiliki Persetujuan Impor untuk Barang yang telah dikenakan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(5) Barang manufaktur sebagai Barang komplementer, Barang manufaktur untuk keperluan tes pasar, dan/atau Barang manufaktur untuk pelayanan purna jual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperdagangkan dan/atau dipindahtangankan kepada pihak lain.
(6) Impor Barang manufaktur sebagai Barang Komplementer dilakukan oleh Importir pemilik NIB yang berlaku sebagai API-P yang memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan di luar negeri.
(7) Barang manufaktur sebagai Barang komplementer, Barang manufaktur untuk keperluan tes pasar, dan/atau Barang manufaktur untuk pelayanan purna jual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(8) Bentuk hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


BAB XIV
DIAGRAM ALIR

Pasal 49


Diagram alir penerbitan, perubahan, dan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 16, serta penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 sampai dengan Pasal 39 tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


BAB XV
KEWAJIBAN IMPORTIR

Pasal 50


(1) Importir yang telah memiliki:
a. Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2), dan/atau Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2); dan/atau
b. Laporan Surveyor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (7), wajib menyampaikan laporan realisasi Impor baik yang terealisasi maupun tidak terealisasi secara elektronik kepada Menteri.
(2) Terhadap Impor Barang tertentu, selain laporan realisasi Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. Importir pemilik NIB yang berlaku sebagai API-U wajib menyampaikan laporan realisasi distribusi Barang yang diimpor; atau
b. Importir pemilik NIB yang berlaku sebagai API-P wajib menyampaikan laporan realisasi distribusi Barang hasil olahan atau hasil produksi Barang yang diimpor,
baik yang terealisasi maupun tidak terealisasi secara elektronik kepada Menteri.
(3) Terhadap Impor Barang yang dikenai kewajiban berupa:
a. Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Importir Terdaftar atau Importir Produsen dan Persetujuan Impor, serta Laporan Surveyor, Importir menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya terhadap Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Persetujuan Impor;
b. Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Importir Terdaftar atau Importir Produsen dan Persetujuan Impor, Importir menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya terhadap Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Persetujuan Impor;
c. Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Importir Terdaftar atau Importir Produsen dan Laporan Surveyor, Importir menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya terhadap Perizinan Berusaha berupa Importir Terdaftar atau Importir Produsen; dan
d. Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Persetujuan Impor dan Laporan Surveyor, Importir menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya terhadap Perizinan Berusaha berupa Persetujuan Impor.
(4) Laporan realisasi Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan laporan realisasi distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan setiap bulan paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya melalui SINSW yang diteruskan ke Sistem INATRADE.
(5) Dalam hal laporan distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah disampaikan oleh Importir melalui sistem nasional neraca komoditas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Neraca Komoditas, laporan distribusi diteruskan ke Sistem INATRADE.
(6) Terhadap Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Persetujuan Impor yang berlaku untuk 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor, dalam hal Importir telah melakukan Impor dan telah menyampaikan laporan realisasi Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Importir tidak menyampaikan laporan realisasi Impor pada bulan berikutnya.
(7) Laporan realisasi Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi elemen data dan/atau keterangan paling sedikit memuat:
a. jenis/uraian Barang;
b. pos tarif/harmonized system;
c. jumlah Barang;
d. nilai Barang;
e. pelabuhan tujuan;
f. negara asal;
g. nomor dan tanggal Laporan Surveyor, untuk Impor Barang tertentu yang dikenai kewajiban Verifikasi atau Penelusuran Teknis; dan
h. nomor dan tanggal Pemberitahuan Pabean Impor.
(8) Laporan realisasi distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi elemen data dan/atau keterangan paling sedikit memuat:
a. nomor dan tanggal kontrak penjualan atau pendistribusian;
b. nama dan alamat distributor atau konsumen;
c. tanggal pendistribusian;
d. volume atau jumlah pendistribusian; dan
e. harga Barang.
(9) Barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 51


(1) Importir yang telah memiliki surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) wajib menyampaikan laporan realisasi Impor baik yang terealisasi maupun tidak terealisasi secara elektronik kepada Menteri.
(2) Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan:
a. paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah masa berlaku surat keterangan berakhir, untuk surat keterangan yang berlaku 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor; dan
b. setiap bulan paling lambat tanggal 15 (lima belas) pada bulan berikutnya, untuk surat keterangan yang berlaku lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor,
melalui SINSW yang diteruskan ke Sistem INATRADE.
(3) Terhadap surat keterangan yang berlaku untuk 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor, dalam hal Importir telah melakukan Impor dan telah menyampaikan laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Importir tidak menyampaikan laporan realisasi pada bulan berikutnya.
(4) Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi elemen data dan/atau keterangan paling sedikit memuat:
a. jenis/uraian Barang;
b. pos tarif/harmonized system;
c. jumlah Barang;
d. nilai Barang;
e. pelabuhan tujuan;
f. negara asal; dan
g. nomor dan tanggal Pemberitahuan Pabean Impor.


Pasal 52


Elemen data atau keterangan pada laporan realisasi yang telah disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 dan Pasal 51 dapat dilakukan perubahan yang disertai dengan pertimbangan perubahan.


BAB XVI
SANKSI

Pasal 53


(1) Importir yang tidak melaksanakan kewajiban:
a. laporan realisasi Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1); atau
b. laporan realisasi Impor dan/atau laporan realisasi distribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dan ayat (2),
dikenai sanksi administratif berupa peringatan secara elektronik melalui SINSW.
(2) Apabila Importir yang telah dikenai sanksi administratif berupa peringatan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap tidak menyampaikan laporan realisasi Impor atau laporan realisasi distribusi dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal peringatan secara elektronik dikenakan, Importir dikenai sanksi administratif berupa:
a. pembekuan Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Importir Terdaftar atau Importir Produsen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2);
b. penangguhan penerbitan, perubahan, dan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2), untuk Persetujuan Impor berikutnya selama Importir belum melaksanakan kewajiban laporan realisasi Impor dan/atau laporan realisasi distribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dan ayat (2), untuk Persetujuan Impor yang berlaku untuk 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor;
c. pembekuan Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2), untuk Persetujuan Impor yang berlaku lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean  Impor, apabila pengenaan sanksi administratif dilakukan dalam masa berlaku Persetujuan Impor;
d. penangguhan penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) untuk Persetujuan Impor berikutnya selama Importir belum melaksanakan kewajiban laporan realisasi Impor dan/atau laporan realisasi distribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dan ayat (2), apabila pengenaan sanksi administratif dilakukan setelah masa berlaku Persetujuan Impor berakhir; dan/atau
e. rekomendasi penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis, untuk Importir yang hanya memiliki Laporan Surveyor.


Pasal 54


(1) Importir yang tidak melaksanakan kewajiban laporan realisasi Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1), dikenai sanksi administratif berupa peringatan secara elektronik melalui SINSW.
(2) Apabila Importir yang telah dikenai sanksi administratif berupa peringatan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap tidak menyampaikan laporan realisasi Impor dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal peringatan secara elektronik dikenakan, Importir dikenai sanksi administratif berupa pembekuan surat keterangan, untuk surat keterangan yang berlaku untuk 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor atau untuk surat keterangan yang berlaku untuk lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor.
(3) Apabila Importir yang telah dikenai sanksi administratif berupa peringatan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap tidak menyampaikan laporan realisasi Impor yang telah terealisasi impornya dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal peringatan secara elektronik dikenakan, Importir dikenai sanksi administratif berupa:
a. penangguhan penerbitan surat keterangan untuk pengecualian Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) berikutnya selama Importir belum melaksanakan kewajiban laporan realisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1), untuk surat keterangan yang berlaku 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor;
b. pembekuan surat keterangan untuk pengecualian Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1), untuk surat keterangan yang berlaku lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor, apabila pengenaan sanksi administratif dilakukan dalam masa berlaku surat keterangan; atau
c. penangguhan penerbitan surat keterangan untuk pengecualian Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) berikutnya selama Importir belum melaksanakan kewajiban laporan realisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1), untuk surat keterangan yang berlaku lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor, apabila pengenaan sanksi administratif dilakukan setelah masa berlaku surat keterangan berakhir.


Pasal 55


Dalam hal Importir dalam proses penyidikan atas tindak pidana yang berkaitan dengan penyalahgunaan:
a. dokumen Perizinan Berusaha di bidang Impor, Importir dikenai sanksi administratif berupa pembekuan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2);
b. dokumen Perizinan Berusaha di bidang Impor yang masa berlakunya telah berakhir, Importir dikenai sanksi administratif berupa penangguhan penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2);
c. surat keterangan yang berlaku untuk lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor, Importir dikenai sanksi administratif berupa pembekuan surat keterangan yang berlaku untuk lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1);
d. surat keterangan yang berlaku untuk lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor yang masa berlakunya telah berakhir, Importir dikenai sanksi administratif berupa penangguhan penerbitan surat keterangan yang berlaku untuk lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1);
e. surat keterangan yang berlaku untuk 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor atau surat keterangan yang berlaku untuk 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor yang masa berlakunya telah berakhir, Importir dikenai sanksi administratif berupa penangguhan penerbitan surat keterangan yang berlaku untuk 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1); atau
f. dokumen Laporan Surveyor, Importir dikenai sanksi administratif berupa rekomendasi penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.


Pasal 56


Sanksi administratif berupa:
a. pembekuan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf a dan huruf c, dan/atau Pasal 55 huruf a diaktifkan kembali, dalam hal Importir:
1. telah melaksanakan kewajiban laporan realisasi Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) sepanjang Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2), dan/atau Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2) masih berlaku;
2. telah dikeluarkan surat perintah penghentian penyidikan oleh penyidik; dan/atau
3. terbukti tidak bersalah atau dibebaskan dari segala tuntutan hukum berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
b. penangguhan penerbitan, perubahan, dan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf b dan/atau penangguhan penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf d dicabut, dalam hal Importir telah melaksanakan kewajiban:
1. laporan realisasi Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1); atau
2. laporan realisasi Impor dan/atau laporan realisasi distribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dan ayat (2);
c. penangguhan penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf b dicabut, dalam hal Importir:
1. telah dikeluarkan surat perintah penghentian penyidikan oleh penyidik; atau
2. terbukti tidak bersalah atau dibebaskan dari segala tuntutan hukum berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
d. pembekuan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2), Pasal 54 ayat (3) huruf b, dan/atau Pasal 55 huruf c diaktifkan kembali, dalam hal Importir:
1. telah melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) sepanjang surat keterangan masih berlaku, untuk surat keterangan yang berlaku untuk 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor atau untuk surat keterangan yang berlaku untuk lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor;
2. telah dikeluarkan surat perintah penghentian penyidikan oleh penyidik; dan/atau
3. terbukti tidak bersalah atau dibebaskan dari segala tuntutan hukum berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
e. penangguhan penerbitan surat keterangan yang berlaku untuk lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor atau untuk 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (3) huruf a dan/atau huruf c dicabut, dalam hal Importir telah melaksanakan kewajiban laporan realisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1);
f. penangguhan penerbitan surat keterangan yang berlaku untuk lebih dari 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor atau untuk 1 (satu) kali penyampaian Pemberitahuan Pabean Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf d dan huruf e dicabut, dalam hal Importir:
1. telah dikeluarkan surat perintah penghentian penyidikan oleh penyidik; atau
2. terbukti tidak bersalah atau dibebaskan dari segala tuntutan hukum berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
g. rekomendasi penangguhan pelayanan Verifikasi atau  Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf e dicabut, dalam hal Importir telah melaksanakan kewajiban:
1. laporan realisasi Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1); atau
2. laporan realisasi Impor dan/atau laporan realisasi distribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dan ayat (2); dan/atau
h. rekomendasi penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf f dicabut, dalam hal Importir:
1. telah dikeluarkan surat perintah penghentian penyidikan oleh penyidik; atau
2. terbukti tidak bersalah atau dibebaskan dari segala tuntutan hukum berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.


Pasal 57


(1) Importir dikenai sanksi administratif berupa:
a. rekomendasi pencabutan NIB yang berlaku sebagai API, dalam hal:
1. melakukan pelanggaran di bidang kepabeanan berdasarkan informasi dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan; atau
2. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atas tindak pidana yang berkaitan dengan penyalahgunaan NIB yang berlaku sebagai API;
b. pencabutan Perizinan Berusaha di bidang Impor dalam hal:
1. terbukti memperdagangkan dan/atau memindahtangankan Barang Impor yang telah diimpor kepada pihak lain, untuk Importir pemilik NIB yang berlaku sebagai API-P, kecuali terhadap:
a) Barang berupa Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong sisa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (16) huruf a;
b) Barang modal yang diimpor dalam keadaan baru oleh API-P yang telah dipergunakan dalam jangka waktu paling singkat 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (16) huruf b;
c) Barang manufaktur sebagai Barang komplementer, Barang manufaktur untuk keperluan tes pasar, dan/atau Barang manufaktur untuk pelayanan purna jual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (16) huruf c, Pasal 44, dan Pasal 48; atau
d) Barang yang diperdagangkan atau dipindahtangankan oleh Pelaku Usaha berupa badan usaha pemegang izin usaha pengolahan minyak dan gas bumi serta izin usaha niaga minyak dan gas bumi yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(16) huruf d;
2. ditemukan ketidaksesuaian dokumen persyaratan dan data atau informasi permohonan Perizinan Berusaha di bidang Impor, perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor, atau perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor;
3. terbukti melakukan pelanggaran berdasarkan penilaian dan rekomendasi dari direktorat jenderal yang menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang perlindungan konsumen dan tertib niaga, atau instansi teknis terkait;
4. mengimpor Barang dengan jenis dan/atau jumlah yang tidak sesuai dengan data atau informasi yang tercantum dalam Perizinan Berusaha di bidang Impor;
5. terbukti mengubah informasi yang tercantum dalam Perizinan Berusaha di bidang Impor dan/atau Laporan Surveyor;
6. melakukan pelanggaran di bidang kepabeanan berdasarkan informasi dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan; atau
7. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atas tindak pidana yang berkaitan dengan penyalahgunaan Perizinan Berusaha di bidang Impor dan/atau Laporan Surveyor; dan/atau
c. pencabutan surat keterangan dalam hal:
1. ditemukan ketidaksesuaian dokumen persyaratan dan data atau informasi permohonan surat keterangan;
2. mengimpor Barang dengan jenis dan/atau jumlah yang tidak sesuai dengan data atau informasi yang tercantum dalam surat keterangan;
3. terbukti mengubah informasi yang tercantum dalam surat keterangan;
4. melakukan pelanggaran di bidang kepabeanan berdasarkan informasi dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan; atau
5. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atas tindak pidana yang berkaitan dengan penyalahgunaan surat keterangan.
(2) Importir yang telah dikenai sanksi pencabutan NIB yang berlaku sebagai API oleh kepala lembaga pengelola dan penyelenggara Sistem OSS, pencabutan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dan/atau pencabutan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, tidak dapat mengajukan kembali permohonan Perizinan Berusaha di bidang Impor, Laporan Surveyor, dan/atau surat keterangan selama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal pencabutan NIB yang berlaku sebagai API, pencabutan Perizinan Berusaha di bidang Impor, dan/atau pencabutan surat keterangan.


Pasal 58


(1) Selain dapat dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 sampai dengan Pasal 57, Importir dapat dikenai sanksi administratif lain berupa:
a. penangguhan penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor;
b. pembekuan Perizinan Berusaha di bidang Impor;
c. pencabutan Perizinan Berusaha di bidang Impor;
d. penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis;
e. pembekuan Laporan Surveyor; dan/atau
f. pencabutan Laporan Surveyor.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan:
a. ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. rekomendasi hasil pengawasan yang dilakukan oleh direktorat jenderal yang tugas dan fungsinya di bidang perlindungan konsumen dan tertib niaga; atau
c. usulan/rekomendasi dari kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian terkait.
(3) Sanksi administratif berupa:
a. penangguhan penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dicabut; atau
b. pembekuan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diaktifkan kembali,
dalam hal:
a. Importir telah melaksanakan kewajiban sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. terdapat usulan pencabutan pengenaan sanksi oleh direktorat jenderal yang tugas dan fungsinya di bidang perlindungan konsumen dan tertib niaga; atau
c. terdapat usulan pencabutan pengenaan sanksi oleh kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian terkait.
(4) Sanksi administratif berupa:
a. penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dicabut; atau
b. pembekuan Laporan Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e diaktifkan kembali,
dalam hal:
a. Importir telah melaksanakan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. terdapat usulan pencabutan pengenaan sanksi oleh direktorat jenderal yang tugas dan fungsinya di bidang perlindungan konsumen dan tertib niaga; atau
c. terdapat usulan pencabutan pengenaan sanksi oleh kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian terkait.


Pasal 59


(1) Peringatan, pembekuan, dan pengaktifan kembali:
a. Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam:
1. Pasal 53 ayat (1), ayat (2) huruf a dan huruf c;
2. Pasal 55 huruf a; dan
3. Pasal 56 huruf a; dan
b. surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam:
1. Pasal 54 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) huruf b;
2. Pasal 55 huruf c; dan
3. Pasal 56 huruf d,
dilakukan secara elektronik dan otomatis oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri melalui sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW.
(2) Penangguhan penerbitan, perubahan, dan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf b dan/atau penangguhan penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf d dan Pasal 55 huruf b, serta pencabutan penangguhan penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf b dan huruf c, dilakukan secara elektronik dan otomatis oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri melalui sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW.
(3) Penangguhan penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (3) huruf a dan huruf c, dan Pasal 55 huruf d, serta pencabutan penangguhan penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf e dan huruf f, dilakukan secara elektronik dan otomatis oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri melalui sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW.
(4) Rekomendasi penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis dan pencabutan rekomendasi penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf e, Pasal 55 huruf f, dan Pasal 56 huruf g dan huruf h, disampaikan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri kepada Surveyor secara elektronik melalui sistem INATRADE ke sistem elektronik Surveyor dan diteruskan ke SINSW.


Pasal 60


(1) Importir yang belum melaksanakan kewajiban:
a. laporan realisasi Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1); atau
b. laporan realisasi Impor dan/atau laporan realisasi distribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dan ayat (2),
tidak dapat mengajukan kembali permohonan Perizinan Berusaha di bidang Impor dan/atau pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebelum melaksanakan kewajiban laporan realisasi Impor dan/atau laporan realisasi distribusi.
(2) Laporan realisasi distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terhadap:
a. Barang yang diimpor oleh Importir pemilik NIB yang berlaku sebagai API-U; atau
b. Barang hasil olahan atau hasil produksi Barang yang diimpor oleh Importir pemilik NIB yang berlaku sebagai API-P,
yang telah direalisasikan sampai dengan masa berlaku Perizinan Berusaha di bidang Impor berakhir.
(3) Importir yang belum menyampaikan laporan realisasi Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1), tidak dapat mengajukan kembali permohonan surat keterangan sebelum melaksanakan kewajiban laporan realisasi pengecualian.
(4) Importir yang melanggar ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor yang Perizinan Berusaha di bidang Impor telah habis masa berlakunya dikenai sanksi:
a. rekomendasi pencabutan NIB yang berlaku sebagai API;
b. pencabutan Perizinan Berusaha di bidang Impor yang masih berlaku;
c. penangguhan proses penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor;
d. penangguhan proses penerbitan surat keterangan; dan/atau
e. rekomendasi penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis.
(5) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan berdasarkan hasil pengawasan dari direktorat jenderal yang tugas dan fungsinya di bidang perlindungan konsumen dan tertib niaga atau usulan dari kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian terkait.


Pasal 61


(1) Importir yang mengimpor Barang yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Barang yang diimpor tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini harus diekspor kembali, dimusnahkan, ditarik dari distribusi, atau dapat diperlakukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Biaya atas pelaksanaan ekspor kembali, pemusnahan, atau penarikan dari distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditanggung oleh Importir.
(4) Importir yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan/atau ayat (3) tidak dapat mengajukan kembali permohonan Perizinan Berusaha di Bidang Impor dan/atau pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis selama 1 (satu) tahun berdasarkan informasi dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan atau Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga.


BAB XVII
GANGGUAN TERHADAP SISTEM INATRADE DAN/ATAU SISTEM INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW

Pasal 62


(1) Dalam hal terjadi gangguan yang mengakibatkan Sistem INATRADE dan/atau SINSW tidak berfungsi:
a. pengajuan permohonan untuk mendapatkan:
1. Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1);
2. perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5);
3. perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3);
4. surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1); atau
5. perubahan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (5); dan/atau
b. penyampaian laporan:
1. realisasi Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1); atau
2. realisasi Impor dan/atau laporan distribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2),
disampaikan kepada Menteri secara manual melalui Unit Pelayanan Terpadu Perdagangan I.
(2) Apabila permohonan penerbitan, perubahan, dan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1, angka 2, dan angka 3 dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan:
a. Perizinan Berusaha di bidang Impor;
b. perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor; dan
c. perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor,
paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima oleh anggota tim sebagai pejabat fungsional yang memiliki hak akses untuk memulai pemrosesan Perizinan Berusaha di bidang Impor.
(3) Apabila permohonan penerbitan, perubahan, dan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1, angka 2, dan angka 3 dinyatakan tidak sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan:
a. surat penolakan penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor;
b. surat penolakan perubahan Perizinan Berusaha di bidang Impor; dan
c. surat penolakan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor,
paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima oleh anggota tim sebagai pejabat fungsional yang memiliki hak akses untuk memulai pemrosesan Perizinan Berusaha di bidang Impor.
(4) Apabila permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 4 dan angka 5 dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan surat keterangan.
(5) Apabila permohonan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 4 dan angka 5 dinyatakan tidak sesuai dengan persyaratan, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan surat penolakan penerbitan surat keterangan.
(6) Penerbitan atau penolakan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), serta penerbitan atau penolakan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) disampaikan kepada Importir dengan tembusan kepada Kepala Lembaga National Single Window.


Pasal 63


(1) Dalam hal terjadi gangguan yang mengakibatkan Sistem INATRADE dan/atau SINSW tidak berfungsi, pengenaan sanksi administratif berupa:
a. peringatan, pembekuan, dan pencabutan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1), ayat (2) huruf a dan huruf c, Pasal 55 huruf a, Pasal 57 ayat (1) huruf b, serta pengaktifan kembali pembekuan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf a;
b. peringatan, pembekuan, dan pencabutan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam 54 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) huruf b, Pasal 55 huruf c, dan Pasal 57 ayat (1) huruf c, serta pengaktifan kembali pembekuan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf d;
c. penangguhan penerbitan, perubahan, dan perpanjangan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf b dan/atau penangguhan penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf d dan Pasal 55 huruf b, serta pencabutan penangguhan penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf b dan huruf c; dan
d.. penangguhan penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (3) huruf a dan huruf c, dan Pasal 55 huruf d, serta pencabutan penangguhan penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf e dan huruf f,
dilakukan secara manual oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
(2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Importir dengan tembusan kepada Kepala Lembaga National Single Window.
(3) Dalam hal terjadi gangguan yang mengakibatkan Sistem INATRADE dan/atau SINSW tidak berfungsi, pengenaan sanksi administratif berupa rekomendasi penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf e, Pasal 55 huruf f, dan pencabutan rekomendasi penangguhan pelayanan Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf g dan huruf h, disampaikan secara manual oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri kepada Surveyor, dengan tembusan kepada Kepala Lembaga National Single Window.


BAB XVIII
PENGAWASAN

Pasal 64


(1) Terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengaturan Impor dalam penyelenggaraan Perdagangan Luar Negeri dilaksanakan pengawasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelaksanaan pengawasan kegiatan Perdagangan.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap kepatuhan Pelaku Usaha dalam pemenuhan Perizinan Berusaha di bidang Impor terhadap Barang tertentu.
(3) Pemeriksaan atas pemenuhan Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah melalui Kawasan Pabean (post border).
(4) Importir wajib menyimpan dokumen Perizinan Berusaha di bidang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan surat Pemberitahuan Impor Barang tertentu paling singkat 5 (lima) tahun untuk keperluan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh direktorat jenderal yang menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang perlindungan konsumen dan tertib niaga.
(6) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan dengan berkoordinasi dengan direktorat jenderal yang menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang Perdagangan luar negeri.
(7) Dalam hal diperlukan, pengawasan kegiatan Perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan di Kawasan Pabean bekerja sama dengan direktorat jenderal yang membidangi kepabeanan.
(8) Jenis Barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 65


(1) Dalam rangka penguatan pengawasan implementasi program strategis nasional pencegahan korupsi untuk jenis Barang tertentu, dilakukan pengawasan terhadap kewajiban pencantuman Perizinan Berusaha di bidang Impor dan/atau Laporan Surveyor dalam dokumen Pemberitahuan Pabean Impor.
(2) Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberitahukan jumlah atau volume Barang Impor tertentu dalam Pemberitahuan Pabean Impor dengan menggunakan jenis satuan Barang sebagaimana tercantum dalam Perizinan Berusaha di bidang Impor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(3) Jumlah atau volume Barang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak melebihi yang tercantum dalam Perizinan Berusaha di bidang Impor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(4) Importir yang tidak melakukan kewajiban pencantuman Perizinan Berusaha di bidang Impor dan/atau Laporan Surveyor dalam dokumen Pemberitahuan Pabean Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap Barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat mengajukan dokumen Pemberitahuan Pabean Impor.
(5) Terhadap pengawasan kewajiban pencantuman Perizinan Berusaha di bidang Impor dan/atau Laporan Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemeriksaaan atas pemenuhan Perizinan Berusaha di bidang Impor dalam dokumen Pemberitahuan Pabean Impor oleh direktorat jenderal yang menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang perlindungan konsumen dan tertib niaga.
(6) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelaksanaan pengawasan kegiatan perdagangan.
(7) Jenis Barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 66


(1) Menteri bersama dengan menteri atau kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait dapat melakukan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan dan pengaturan Impor yang pemeriksaannya dilakukan di Kawasan Pabean atau setelah melalui Kawasan Pabean (post border).
(2) Pelaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sewaktu-waktu dalam hal diperlukan.

 

BAB XIX
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 67


(1) Dalam hal Peraturan Menteri ini memberikan pilihan tidak mengatur, tidak lengkap, atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan, Menteri dapat melakukan diskresi untuk mengatasi persoalan konkret dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan terkait dengan kebijakan dan pengaturan Impor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Importir dan/atau kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian dapat mengajukan permohonan diskresi secara elektronik kepada Menteri melalui SINSW.
(3) Menteri menerbitkan diskresi menggunakan cap dan tanda tangan basah serta diunggah melalui Sistem INATRADE yang diteruskan ke SINSW.


BAB XX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 68


Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Importir Terdaftar, Importir Produsen, Persetujuan Impor, dokumen berupa pengecualian, surat penjelasan, dan/atau surat keterangan yang telah diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Impor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya berakhir;
b. Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada huruf a, dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya berakhir, sepanjang:
1. Barang yang diimpor masih terdapat dalam kelompok Barang yang sama dan Barang yang semula dipersyaratkan Persetujuan Impor tetap hanya dipersyaratkan Persetujuan Impor;
2. Barang yang diimpor masih terdapat dalam kelompok Barang yang sama dan Barang yang semula dipersyaratkan Persetujuan Impor menjadi dipersyaratkan:
a) Persetujuan Impor; dan
b) Laporan Surveyor;
3. Barang yang diimpor masih terdapat dalam kelompok Barang yang sama dan Barang yang semula dipersyaratkan Persetujuan Impor dan Laporan Surveyor menjadi dipersyaratkan hanya Persetujuan Impor; atau
4. Barang yang diimpor masih terdapat dalam kelompok Barang yang sama dan Barang yang semula dipersyaratkan Persetujuan Impor dan Laporan Surveyor tetap dipersyaratkan Persetujuan Impor dan Laporan Surveyor;
c. Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa PI Barang modal dalam keadaan tidak baru kelompok pemakai langsung dan surat keterangan Barang modal dalam keadaan tidak baru kelompok pemakai langsung yang telah diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 299) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 482), dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya berakhir sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini;
d. Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Importir Terdaftar minuman beralkohol yang telah diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Impor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan masih tetap berlaku sebagai Importir Terdaftar minuman beralkohol duty paid (API-U) sampai dengan masa berlakunya berakhir;
e. Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Importir Terdaftar, Importir Produsen, dan/atau Persetujuan Impor, yang dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya berakhir sebagaimana dimaksud pada huruf a, dapat dilakukan perubahan dan/atau perpanjangan sesuai dengan Peraturan Menteri ini;
f. Importir yang telah mengajukan permohonan Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa Importir Terdaftar, Importir Produsen, dan/atau Persetujuan Impor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan masih dalam proses penerbitan, dilakukan pemrosesan oleh anggota tim sebagai pejabat fungsional yang memiliki hak akses untuk memulai pemrosesan Perizinan Berusaha di bidang Impor sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini;
g. Importir yang memiliki kewajiban laporan realisasi sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan tidak memiliki kewajiban laporan realisasi pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, tidak dikenai kewajiban menyampaikan laporan realisasi;
h. dokumen lain berupa laporan hasil verifikasi, pertimbangan teknis, rekomendasi, dan/atau dokumen lain yang diterbitkan oleh kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, atau instansi terkait lainnya sebelum Peraturan Menteri ini berlaku yang diperlukan dalam penerbitan Perizinan Berusaha di bidang Impor atau penerbitan surat keterangan, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya berakhir sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini;
i. surat pengecualian, surat penjelasan, surat keterangan, pertimbangan teknis, rekomendasi, dan/atau dokumen lain yang diterbitkan oleh kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, atau instansi terkait lainnya sebelum Peraturan Menteri ini berlaku yang diperlukan dalam pelaksanaan Impor, dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya berakhir;
j. Surveyor pelaksana Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Impor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap dapat melaksanakan tugasnya sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini;
k. Surveyor pelaksana Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor kaca lembaran yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Impor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap dapat melaksanakan Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor kaca lembaran dan kaca pengaman;
l. Surveyor pelaksana Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor produk tertentu yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Impor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap dapat melaksanakan Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor untuk masing-masing komoditi makanan dan minuman, obat tradisional dan suplemen kesehatan, kosmetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga, barang tekstil sudah jadi lainnya, dan mainan, sampai dengan ditetapkannya Surveyor pelaksana Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor untuk masing-masing komoditi makanan dan minuman, obat tradisional dan suplemen kesehatan, kosmetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga, barang tekstil sudah jadi lainnya, dan mainan;
m. Surveyor pelaksana Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor alas kaki, elektronik, dan sepeda roda dua dan roda tiga yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Impor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap dapat melaksanakan Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor untuk masing-masing komoditi alas kaki, elektronik, dan sepeda roda dua dan roda tiga sampai dengan ditetapkannya Surveyor pelaksana Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor untuk masing-masing komoditi alas kaki, elektronik, dan sepeda roda dua dan roda tiga;
n. Terhadap dokumen Perizinan Berusaha di bidang Impor dan/atau dokumen Impor lainnya yang masih berlaku sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini tetap dapat dilakukan proses Verifikasi atau Penelusuran Teknis atas Impor Barang tertentu sesuai dengan Peraturan Menteri ini;
o. Tim yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Impor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan masa berlaku berakhir;
p. Laporan Surveyor kaca lembaran yang telah diterbitkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Impor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan Impor kaca lembaran dan kaca pengaman selesai;
q. Laporan Surveyor produk tertentu, makanan dan minuman, obat tradisional dan suplemen kesehatan, kosmetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga, barang tekstil sudah jadi lainnya, mainan anak-anak, atau elektronika yang telah diterbitkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Impor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan Impor komoditi makanan dan minuman, obat tradisional dan suplemen kesehatan, kosmetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga, barang tekstil sudah jadi lainnya, mainan, atau elektronik selesai, sepanjang Barang yang semula dipersyaratkan Laporan Surveyor tetap hanya dipersyaratkan Laporan Surveyor;
r. Laporan Surveyor alas kaki, elektronik, dan/atau sepeda roda dua dan roda tiga yang telah diterbitkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Impor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan Impor komoditi alas kaki, elektronik, atau sepeda roda dua dan roda tiga selesai, sepanjang Barang yang semula dipersyaratkan Persetujuan Impor dan Laporan Surveyor tetap dipersyaratkan Persetujuan Impor dan Laporan Surveyor;
s. Laporan Surveyor yang telah diterbitkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Impor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan Impor selesai, sepanjang:
1. Barang yang diimpor masih terdapat dalam kelompok Barang yang sama dan Barang yang semula dipersyaratkan Laporan Surveyor tetap hanya dipersyaratkan Laporan Surveyor, kecuali diatur lain sebagaimana dimaksud pada huruf p dan huruf q;
2. Barang yang diimpor masih terdapat dalam kelompok Barang yang sama dan Barang yang semula dipersyaratkan Persetujuan Impor dan Laporan Surveyor menjadi hanya dipersyaratkan Laporan Surveyor; atau
3. Barang yang diimpor masih terdapat dalam kelompok Barang yang sama dan Barang yang semula dipersyaratkan Persetujuan Impor dan Laporan Surveyor tetap dipersyaratkan Persetujuan Impor dan Laporan Surveyor, kecuali diatur lain sebagaimana dimaksud pada huruf r; dan
t. Terhadap Barang Impor yang tiba di pelabuhan tujuan yang dibuktikan dengan dokumen pabean berupa manifes (BC.1.1), diberlakukan kebijakan dan pengaturan Impor sesuai dengan Peraturan Menteri ini.


BAB XXI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 69


Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, semua ketentuan yang merupakan pelaksanaan dari Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 299) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 482), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini.


Pasal 70


Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 230/MPP/Kep/7/1997 tentang Barang yang Diatur Tata Niaga Impornya sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 406/MPP/Kep/6/2004 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 230/MPP/Kep/7/1997 tentang Barang yang Diatur Tata Niaga Impornya;
b. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 15 Tahun 2021 tentang Perlakuan Penundaan atas Ketentuan Pembatasan dan Tata Niaga Impor di Kawasan Ekonomi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 296); dan
c. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 299) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 482),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 71


Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, kebijakan dan pengaturan Impor atas:
a. Barang bebas Impor berupa Barang kiriman pekerja migran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) huruf e; dan
b. Barang yang dibatasi Impor berupa Barang kiriman pekerja migran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34,
diberlakukan terhitung sejak tanggal Peraturan Menteri ini diundangkan.


Pasal 72


Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 90 (sembilan puluh hari) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
 
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 Desember 2023
MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

ZULKIFLI HASAN



Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 11 Desember 2023
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

ASEP N. MULYANA



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 981