Peraturan Dirjen Bea dan Cukai Nomor : PER - 18/BC/2018

Kategori : Lainnya

Pelayanan Penyampaian Pemberitahuan Kepabeanan Dan/Atau Pemberitahuan Cukai Dalam Keadaan Kahar


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR PER - 18/BC/2018

TENTANG

PELAYANAN PENYAMPAIAN PEMBERITAHUAN KEPABEANAN DAN/ATAU PEMBERITAHUAN CUKAI DALAM KEADAAN KAHAR

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,


Menimbang :
  1. bahwa pelayanan kepabeanan dan/atau cukai memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap tersedianya sistem komputerisasi pelayanan; 
  2. bahwa dalam rangka memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan dan keseragaman terhadap pelayanan saat keadaan kahar, diperlukan adanya ketentuan yang mengatur mengenai pelayanan pemberitahuan kepabeanan dan/atau pemberitahuan cukai yang dilakukan dalam keadaan kahar; 
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Pelayanan Penyampaian Pemberitahuan Kepabeanan Dan/Atau Pemberitahuan Cukai Dalam Keadaan Kahar;
Mengingat :
  1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661); 
  2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755); 
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.04/2007 Tentang Ketentuan Kepabeanan di Bidang Ekspor sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 145/PMK.04/2014 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.04/2007 Tentang Ketentuan Kepabeanan di Bidang Ekspor; 
  4. Peraturan Menteri keuangan nomor 108/PMK.04/2008 tentang Pelunasan Cukai sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 15/PMK.04/2015 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri keuangan nomor 108/PMK.04/2008 tentang Pelunasan Cukai; 
  5. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 155/PMK.04/2008 tentang Pemberitahuan Pabean sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 159/PMK.04/2017 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 155/PMK.04/2008 tentang Pemberitahuan Pabean; 
  6. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 226/PMK.04/2014 tentang Penimbunan, Pemasukan, Pengeluaran, dan Pengangkutan Barang Kena Cukai; 
  7. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 228/PMK.04/2015 tentang Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai; 
  8. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 158/PMK.04/2017 tentang Tatalaksana Penyerahan Pemberitahuan Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut, Manifes Kedatangan Sarana Pengangkut dan Manifes Keberangkatan Sarana Pengangkut;

MEMUTUSKAN:


Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PELAYANAN PENYAMPAIAN PEMBERITAHUAN KEPABEANAN DAN/ATAU PEMBERITAHUAN CUKAI DALAM KEADAAN KAHAR.


Pasal 1


Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan :
1. Kewajiban Pabean adalah semua kegiatan di bidang kepabeanan yang wajib dilakukan untuk memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang tentang Kepabeanan.
2. Kewajiban Cukai adalah semua kegiatan di bidang cukai yang wajib dilakukan untuk memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang tentang Cukai.
3. Pemberitahuan Pabean adalah pernyataan yang dibuat oleh orang dalam rangka melaksanakan Kewajiban Pabean dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam Undang-Undang tentang Kepabeanan.
4. Pemberitahuan Cukai adalah pernyataan yang dibuat oleh orang dalam rangka melaksanakan Kewajiban Cukai dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam Undang-Undang tentang Cukai.
5. Data Elektronik adalah informasi atau rangkaian informasi yang disusun dan/atau dihimpun untuk kegunaan khusus yang diterima, direkam, dikirim, disimpan, diproses, diambil kembali, atau diproduksi secara elektronik dengan menggunakan komputer atau perangkat pengolah Data Elektronik, optikal atau cara lain yang sejenis.
6. Pertukaran Data Elektronik Kepabeanan dan Cukai yang selanjutnya disingkat dengan PDE adalah proses penyampaian dokumen dalam bentuk pertukaran Data Elektronik melalui komunikasi antar aplikasi dan antar organisasi yang terintegrasi dengan menggunakan perangkat sistem komunikasi data.
7. Keadaan Kahar adalah suatu kejadian yang terjadi di luar kemampuan manusia dan tidak dapat dihindarkan sehingga suatu kegiatan tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya termasuk kendala lapangan yang tidak bisa diatasi.
8. Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut Kantor Bea dan Cukai adalah Kantor Pusat Bea dan Cukai, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai, Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai, Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai, dan/atau Balai Pengujian dan Identifikasi Barang.
9. Direktur adalah Direktur yang memiliki tugas menyiapkan perumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis, evaluasi dan pelaksanaan di bidang teknologi informasi.
10. Pengguna Jasa adalah orang yang menggunakan layanan Kepabeanan dan/atau layanan Cukai.
11. Media Online yang selanjutnya disebut Digital Media adalah segala jenis media atau sarana komunikasi yang tersaji secara online melalui koneksi internet, seperti surat elektronik, website, blog, media sosial, jejaring sosial, termasuk aplikasi chatting.
12. Pihak Ketiga adalah pihak-pihak diluar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, baik dari instansi pemerintahan, Badan Usaha Milik Negara atau pihak swasta yang menyediakan dan/atau mendukung layanan Customs-Excise Information System and Automation (CEISA).
13. Softcopy Flatfile aclalah Data Elektronik berisi data terstruktur yang dihasilkan dari modul penyampaian dokumen kepabeanan dan cukai, dan/atau data terstruktur yang dihasilkan dari sistem sesuai standar yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
14. Sistem Komputerisasi Pelayanan yang selanjutnya disingkat dengan SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Bea dan Cukai dalam rangka pengawasan dan pelayanan Kepabeanan dan/atau Cukai.


Pasal 2


(1) Keadaan Kahar yang berdampak tidak dapat beroperasinya SKP di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai secara nasional ditetapkan oleh Direktur.
(2) Direktur dapat memberitahukan Penetapan Keadaan Kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui Digital Media kepada seluruh Kepala Kantor Bea dan Cukai segera setelah keadaan kahar ditetapkan.
(3) Direktur harus membuat dan menyampaikan surat Direktur mengenai penetapan Keadaan Kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada seluruh Kepala Kantor Bea dan Cukai segera setelah keadaan kahar ditetapkan.
(4) Penetapan waktu pelayanan Keadaan Kahar ditentukan paling cepat 1 jam dan paling lambat 4 jam.


Pasal 3


(1) Kepala Kantor Bea dan Cukai dapat menetapkan Keadaan Kahar yang bersifat lokal.
(2) Tata Cara Penetapan Keadaan Kahar yang bersifat lokal sebagaimana tercantum dalam lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(3) Penetapan Keadaan Kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan melalui pemberitahuan/ pengumuman dengan menggunakan Digital Media kepada Pengguna Jasa.
(4) Keadaan Kahar yang bersifat lokal ditetapkan dalam hal terjadi:
a. bencana alam;
b. kebakaran dan/atau huru-hara;
c. tidak berfungsinya jaringan komunikasi atau sistem kelistrikan secara keseluruhan pada kota setempat (SKP tidak berfungsi secara keseluruhan); dan/atau
d. segala kondisi yang menyebabkan SKP tidak berfungsi secara normal.
(5) Penetapan waktu pelayanan Keadaan Kahar yang bersifat lokal sesuai Penetapan waktu pelayanan Keadaan Kahar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4).
(6) Penetapan waktu pelayanan Keadaan Kahar dapat ditetapkan lain oleh Kepala Kantor dengan mempertimbangkan urgensi atau jumlah barang/dokumen.
(7) Penetapan pelayanan pada Keadaan Kahar oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai dituangkan dalam Berita Acara Pelayanan Keadaan Kahar sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(8) Dalam hal diperlukan Berita Acara Pelayanan Keadaan Kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditembuskan kepada Kepala Kantor tujuan.


Pasal 4


(1) Dalam Keadaan Kahar, penyampaian Pemberitahuan Pabean dan/atau Pemberitahuan Cukai tetap dapat dilakukan.
(2) Penyampaian Pemberitahuan Pabean dan/atau Pemberitahuan Cukai dalam Keadaan Kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui media penyimpanan elektronik.
(3) Dalam hal penyampaian Pemberitahuan Pabean dan/atau Pemberitahuan Cukai dalam Keadaan Kahar melalui media penyimpanan elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilakukan, penyampaian Pemberitahuan Pabean dan/atau Pemberitahuan Cukai dalam Keadaan Kahar dapat dilakukan secara manual.


Pasal 5


(1) Jenis Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (1), meliputi:
a. Pemberitahuan Impor Barang, yang selanjutnya disingkat PIB (BC 2.0);
b. Pemberitahuan Ekspor Barang, yang selanjutnya disingkat PEB (BC 3.0);
c. Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut/Jadwal Kedatangan Sarana Pengangkut, yang selanjutnya disingkat RKSP/JKSP (BC 1.0); dan/atau
d. pemberitahuan Inward Manifes/Outward Manifes (BC 1.1).
e. Pemberitahuan Impor Barang Untuk Ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat (BC 2.3);
f. Pemberitahuan Impor Barang Dari Tempat Penimbunan Berikat (BC 2.5);
g. Pemberitahuan Pengeluaran Barang Dari Tempat Penimbunan Berikat Dengan Jaminan (BC 2.6.1);
h. Pemberitahuan Pemasukan Kembali Barang Yang Dikeluarkan Dari Tempat Penimbunan Berikat Dengan Jaminan (BC 2.6.2);
i. Pemberitahuan Pengeluaran Barang Dari Tempat Penimbunan Berikat Ke Tempat Penimbunan Berikat Lainnya (BC 2.7);
j. Pemberitahuan Pemasukan Barang Asal Tempat Lain Dalam Daerah Pabean Ke Tempat Penimbunan Berikat (BC 4.0);
k. Pemberitahuan Pengeluaran Barang Asal Tempat lain Dalam Daerah Pabean Dari Tempat Penimbunan Berikat (BC 4.1); 
l. Pemberitahuan Impor Barang Untuk Ditimbun Di Pusat Logistik Berikat (BC 1.6);
m. Pemberitahuan Impor Barang Dari pusat Logistik Berikat (BC 2.8); dan/atau
n. Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK).
(2) Jenis Pemberitahuan Cukai sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (1), meliputi;
a. Permohonan Penyediaan Pita Cukai Hasil Tembakau, yang selanjutnya disebut P3C;
b. Permohonan Penyediaan Pita Cukai Minuman Yang Mengandung Etil Alkohol, yang selanjutnya disebut P3C MMEA;
c. Permohonan Pemesanan Pita Cukai Hasil Tembakau, yang selanjutnya disebut CK-1;
d. Permohonan Pemesanan Pita Cukai Minuman Yang Mengandung Etil Alkohol, yang selanjutnya disebut CK-1A;
e. Tanda Bukti Perusakan Pita Cukai, yang selanjutnya disebut CK-2;
f. Tanda Bukti Penerimaan Pengembalian Pita Cukai, yang selanjutnya disebut CK-3;
g. Pemberitahuan Barang Kena Cukai Yang Selesai Dibuat Etil Alkohol, yang selanjutnya disebut CK- 4A;
h. Pemberitahuan Barang Kena Cukai Yang Selesai Dibuat Minuman Yang Mengandung Etil Alkohol, yang selanjutnya disebut CK-4B;
i. Pemberitahuan Barang Kena Cukai Yang Selesai Dibuat Hasil Tembakau, yang selanjutnya disebut CK-4C;
j. Pemberitahuan Mutasi Barang Kena Cukai, yang selanjutnya disebut CK-5;
k. Pelindung Pengangkutan Etil Alkohol/Minuman Mengandung Etil Alkohol yang Sudah Dilunasi Cukainya di Peredaran Bebas, yang selanjutnya disebut CK-6;


Pasal 6


(1) Penyampaian Pemberitahuan Pabean dan/atau Pemberitahuan Cukai dalam Keadaan Kahar melalui media penyimpanan elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dilakukan jika proses PDE baik secara langsung maupun melalui Pihak Ketiga tidak dapat dilakukan, namun SKP masih dapat beroperasi.
(2) Pengguna Jasa menyampaikan Softcopy Flatfile yang telah disimpan dalam media penyimpanan elektronik ke Kepala Kantor Bea dan Cukai.
(3) Tata cara penyampaian Pemberitahuan Pabean dan/atau Pemberitahuan Cukai melalui media penyimpanan elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 7


(1) Penyampaian Pemberitahuan Pabean dan/atau Pemberitahuan Cukai dalam Keadaan Kahar secara manual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) dilakukan jika proses PDE baik secara langsung maupun melalui Pihak Ketiga tidak dapat dilakukan dan SKP tidak berfungsi. 
(2) Penyampaian Pemberitahuan Pabean dan/atau Pemberitahuan Cukai secara manual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk tulisan di atas formulir.
(3) Cara pengisian dan bentuk formulir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan pada ketentuan yang mengatur mengenai bentuk dan cara pengisian formulir di bidang kepabeanan dan/atau cukai.
(4) Pengguna Jasa menyampaikan formulir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai.
(5) Tata cara penyampaian Pemberitahuan Pabean dan/atau Pemberitahuan Cukai secara manual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
    

Pasal 8


(1) Dalam hal SKP telah berfungsi kembali, Direktur dan/atau Kepala Kantor Bea dan Cukai harus menyampaikan pemberitahuan berakhirnya Keadaan Kahar.
(2) Pemberitahuan berakhirnya Keadaan Kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bersifat nasional dapat dilakukan oleh Direktur melalui Digital Media kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai.
(3) Direktur harus membuat dan menyampaikan surat Direktur mengenai penetapan berakhirnya Keadaan Kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bersifat nasional kepada seluruh Kepala Kantor Bea dan Cukai segera setelah ditetapkan berakhirnya Keadaan kahar.
(4) Pemberitahuan berakhirnya Keadaan Kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bersifat lokal dapat dilakukan oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai menggunakan Digital Media dengan tetap menyampaikan surat mengenai penetapan berakhirnya Keadaan Kahar kepada Direktur.
(5) Kepala Kantor harus melakukan pemberitahuan/pengumuman mengenai berakhirnya Keadaan Kahar dengan menggunakan Digital Media kepada Pengguna Jasa.
  

Pasal 9


(1) Untuk kepentingan perekaman data, maka terhadap data yang dihasilkan dari pelayanan yang dilakukan dalam Keadaan Kahar harus dilakukan pengunggahan atau perekaman ke dalam SKP.
(2) Jangka waktu perekaman kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 1 (satu) minggu setelah SKP berfungsi kembali.
(3) Kepala Kantor dapat menentukan jangka waktu perekaman kembali lebih dari 1 (satu) minggu setelah SKP berfungsi kembali dengan mempertimbangkan banyaknya jumlah dokumen yang dilayani dalam keadaan kahar.
(4) Proses pengunggahan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara Pelayanan Keadaan Kahar sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini dan disampaikan kepada Direktur.


Pasal 10


(1) Direktur melakukan evaluasi atas pelaksanaan pelayanan dalam Keadaan Kahar melalui berita acara yang telah disampaikan oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai.
(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan paling sedikit satu (1) kali dalam satu (1) tahun.
(3) Hasil evaluasi digunakan sebagai bahan mitigasi resiko untuk penanganan Keadaan Kahar dikemudian hari.
  

Pasal 11


Dalam hal diperlukan, Direktur, dan Kepala Kantor Bea dan Cukai dapat membuat petunjuk teknis mengenai pelayanan dalam Keadaan Kahar sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 12


Dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini:
(1) Penetapan Keadaan Kahar yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini, dinyatakan tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan Peraturan Direktur Jenderal ini.
(2) Tata Cara Pemberitahuan Pabean dan/atau Pemberitahuan Cukai tetap mengikuti ketentuan yang mengatur mengenai Pemberitahuan Pabean dan/atau Pemberitahuan Cukai.


Pasal 13


Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.




Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 31 Oktober 2018
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

-ttd-

HERU PAMBUDI