Undang-Undang Nomor : 21 Tahun 2023

Kategori : Lainnya

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 21 TAHUN 2023
 
TENTANG

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2022 TENTANG IBU KOTA NEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

                    
Menimbang :
  1. bahwa dalam rangka mempercepat pelaksanaan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara di cakupan wilayah Ibu Kota Nusantara yang baru, perlu dilakukan penguatan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, peningkatan ekosistem investasi untuk memaksimalkan kontribusi investor, dan penguatan jaminan keberlanjutan tahapan pembangunan Ibu Kota Nusantara;
  2. bahwa untuk mewujudkan Ibu Kota Nusantara yang aman, modern, berkelanjutan, dan berketahanan serta menjadi acuan bagi pembangunan dan penataan wilayah lainnya di Indonesia, perlu dilakukan peningkatan tata kelola dan pelayanan umum kepada masyarakat dalam pelaksanaan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara;
  3. bahwa untuk memberikan kepastian hukum percepatan proses persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, perlu dilakukan perubahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara;
Mengingat :
  1. Pasal 4 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), Pasal 18 ayat (1), Pasal 18B ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 22D ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6766);
                    

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
     
              
MEMUTUSKAN:

Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2022 TENTANG IBU KOTA NEGARA.

 

Pasal I


Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6766) diubah sebagai berikut:
1. Penjelasan huruf a Pasal 2 diubah sebagaimana tercantum dalam penjelasan.
   
2. Penjelasan huruf j ayat (1) dan huruf b ayat (2) Pasal 3 diubah sebagaimana tercantum dalam penjelasan.
   
3. Ketentuan ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Pasal 6 diubah dan ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (6) sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut:
                    

Pasal 6


(1) Posisi Ibu Kota Nusantara secara geografis terletak pada:
a. Bagian Utara pada 117° 0' 20,102" Bujur Timur dan 0° 38' 20,578" Lintang Selatan;
b. Bagian Selatan pada 117° 11' 51,546" Bujur Timur dan 1° 15' 31,780" Lintang Selatan;
c. Bagian Barat pada 116° 31' 31,180" Bujur Timur dan 1° 0' 14,822" Lintang Selatan; dan
d. Bagian Timur pada 117° 18' 25,590" Bujur Timur dan 1° 6' 32,773" Lintang Selatan.
(2) Ibu Kota Nusantara meliputi wilayah daratan seluas kurang lebih 252.660 ha (dua ratus lima puluh dua ribu enam ratus enam puluh hektare) dan wilayah perairan laut seluas kurang lebih 69.769 ha (enam puluh sembilan ribu tujuh ratus enam puluh sembilan hektare), dengan batas wilayah:
a. sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Penajam Kabupaten Penajam Paser Utara, Teluk Balikpapan, Kecamatan Balikpapan Barat, Kecamatan Balikpapan Utara, dan Kecamatan Balikpapan Timur Kota Balikpapan;
b. sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Loa Kulu Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kecamatan Sepaku Kabupaten Penajam Paser Utara;
c. sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Loa Kulu, Kecamatan Loa Janan, dan Kecamatan Sanga-Sanga Kabupaten Kutai Kartanegara; dan
d. sebelah timur berbatasan dengan Selat Makassar.
(3) Luas wilayah darat Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. kawasan Ibu Kota Nusantara seluas kurang lebih 56.159 ha (lima puluh enam ribu seratus lima puluh sembilan hektare); dan
b. kawasan pengembangan Ibu Kota Nusantara seluas kurang lebih 196.501 ha (seratus sembilan puluh enam ribu lima ratus satu hektare).
(4) Kawasan Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a termasuk kawasan inti pusat pemerintahan dengan luas wilayah yang mengacu pada Rencana Induk Ibu Kota Nusantara dan Rencana Tata Ruang KSN Ibu Kota Nusantara.
(5) Cakupan dan batas wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran I Peta Delineasi dan Koordinat Ibu Kota Nusantara yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini dan ditetapkan sebagai KSN Ibu Kota Nusantara.
(6) Otorita Ibu Kota Nusantara menyelenggarakan urusan pemerintahan pusat dan urusan pemerintahan daerah khusus di dalam cakupan dan batas wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berdasarkan kewenangan khusus Otorita Ibu Kota Nusantara yang diatur dalam Undang-Undang ini.
   
4. Ketentuan ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Pasal 12 diubah dan ditambahkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (4) dan ayat (5) sehingga Pasal 12 berbunyi sebagai berikut:
                    

Pasal 12


(1) Otorita Ibu Kota Nusantara diberikan kewenangan khusus atas urusan pemerintahan pusat dan urusan pemerintahan daerah dalam rangka pelaksanaan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, kecuali yang oleh peraturan perundang-undangan ditentukan sebagai urusan pemerintahan absolut.
(2) Kekhususan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk antara lain kewenangan pemberian perizinan investasi, kemudahan berusaha, serta pemberian fasilitas khusus kepada pihak yang mendukung pembiayaan dalam rangka kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta pengembangan Ibu Kota Nusantara dan daerah mitra Ibu Kota Nusantara.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
(4) Dalam melaksanakan kewenangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Otorita Ibu Kota Nusantara menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria untuk kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
(5) Norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara.
   
5. Ketentuan Pasal 15 ditambah 7 (tujuh) ayat, yakni ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), ayat (9), ayat (10), dan ayat (11) sehingga Pasal 15 berbunyi sebagai berikut:
                    

Pasal 15


(1) Penataan ruang Ibu Kota Nusantara mengacu pada:
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
b. Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah Selat Makassar;
c. Rencana Tata Ruang Pulau Kalimantan;
d. Rencana Tata Ruang KSN Ibu Kota Nusantara; dan
e. Rencana Detail Tata Ruang Ibu Kota Nusantara.
(2) Ketentuan mengenai Rencana Tata Ruang KSN Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diatur dengan Peraturan Presiden.
(3) Rencana Tata Ruang KSN Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d disusun sesuai kedalaman muatan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota dengan skala 1:25.000.
(4) Ketentuan mengenai Rencana Detail Tata Ruang Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e diatur dengan Peraturan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara.
(5) Pemanfaatan ruang pada setiap bidang Tanah di dalam cakupan wilayah Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 wajib sesuai dengan ketentuan penataan ruang Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(6) Otorita Ibu Kota Nusantara berwenang melakukan penataan ulang Tanah di dalam wilayah Ibu Kota Nusantara melalui mekanisme:
a. pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, pengadaan Tanah secara langsung, dan/atau relokasi dalam hal Tanah tidak difungsikan; dan
b. konsolidasi Tanah dalam hal Tanah difungsikan, sesuai dengan ketentuan penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(7) Pendanaan yang dibutuhkan dalam rangka penataan ulang Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diusulkan kepada Presiden dan dapat dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(8) Rencana Tata Ruang KSN Ibu Kota Nusantara dan/atau Rencana Detail Tata Ruang Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e dapat dilakukan peninjauan kembali sesuai kebutuhan Ibu Kota Nusantara.
(9) Dalam hal peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (8) mengakibatkan perubahan Rencana Tata Ruang KSN Ibu Kota Nusantara dan/atau Rencana Detail Tata Ruang Ibu Kota Nusantara, kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang KSN Ibu Kota Nusantara dan/atau Rencana Detail Tata Ruang Ibu Kota Nusantara hasil peninjauan kembali yang ditetapkan, dilakukan kegiatan penyesuaian pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai penataan ulang Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dalam Peraturan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara.
(11) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendanaan dalam rangka penataan ulang Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
   
6.

Di antara Pasal 15 dan Pasal 16 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 15A sehingga berbunyi sebagai berikut:

                    

Pasal 15A


(1) Tanah di Ibu Kota Nusantara terdiri dari:
a. Barang Milik Negara;
b. barang milik Otorita Ibu Kota Nusantara;
c. Tanah milik masyarakat; dan
d. Tanah negara.
(2) Tanah yang ditetapkan sebagai Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan Tanah yang terkait dengan penyelenggaraan urusan Pemerintah Pusat dan diberikan hak pakai.
(3) Tanah yang ditetapkan sebagai barang milik Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan Tanah yang tidak terkait dengan penyelenggaraan urusan Pemerintah Pusat dan diberikan hak pengelolaan kepada Otorita Ibu Kota Nusantara.
(4) HAT dapat diberikan di atas Tanah hak pengelolaan Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Tanah milik masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan Tanah dengan HAT berupa hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, dan Tanah yang dikuasai oleh pihak yang berhak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan.
(6) HAT sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berupa hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai dapat diberikan di atas Tanah negara, Tanah hak milik, atau Tanah hak pengelolaan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan.
(7) Penetapan Tanah di Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b:
a. dengan peraturan perundang-undangan mengenai Barang Milik Negara untuk ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; atau
b. dengan Peraturan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara untuk ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
(8) Otorita Ibu Kota Nusantara dapat melepaskan hak pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(9) Hak pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat dilepaskan dalam hal diberikan hak milik, dilepaskan untuk kepentingan umum, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Presiden.
   
7.

Di antara Pasal 16 dan Pasal 17 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 16A sehingga berbunyi sebagai berikut:

                    

Pasal 16A


(1) Dalam hal HAT yang diperjanjikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (7) dalam bentuk hak guna usaha, diberikan untuk jangka waktu paling lama 95 (sembilan puluh lima) tahun melalui 1 (satu) siklus pertama dan dapat dilakukan pemberian kembali untuk 1 (satu) siklus kedua dengan jangka waktu paling lama 95 (sembilan puluh lima) tahun berdasarkan kriteria dan tahapan evaluasi.
(2) Dalam hal HAT yang diperjanjikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (7) dalam bentuk hak guna bangunan, diberikan untuk jangka waktu paling lama 80 (delapan puluh) tahun melalui 1 (satu) siklus pertama dan dapat dilakukan pemberian kembali melalui 1 (satu) siklus kedua dengan jangka waktu paling lama 80 (delapan puluh) tahun berdasarkan kriteria dan tahapan evaluasi.
(3) Dalam hal HAT yang diperjanjikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (7) dalam bentuk hak pakai, diberikan untuk jangka waktu paling lama 80 (delapan puluh) tahun melalui 1 (satu) siklus pertama dan dapat dilakukan pemberian kembali melalui 1 (satu) siklus kedua dengan jangka waktu paling lama 80 (delapan puluh) tahun berdasarkan kriteria dan tahapan evaluasi.
(4) Dalam hal Otorita Ibu Kota Nusantara melepaskan hak pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15A ayat (8), jangka waktu HAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) tetap berlaku sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
(5) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilakukan 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya setiap tahapan dengan kriteria:
a. Tanah masih diusahakan dan dimanfaatkan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak;
b. pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak;
c. syarat pemberian hak dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;
d. pemanfaatan Tanah masih sesuai dengan rencana tata ruang; dan
e. Tanah tidak terindikasi terlantar.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tahapan evaluasi, hak, kewajiban, larangan, dan peralihan HAT di wilayah Ibu Kota Nusantara diatur dalam Peraturan Pemerintah.
   
8. Ketentuan Pasal 23 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                    

Pasal 23


(1) Dalam rangka persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, Presiden selaku Kepala Pemerintahan yang memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan, memberikan kuasa kepada Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara selaku pengguna anggaran/pengguna barang untuk Ibu Kota Nusantara.
(2) Setelah dilakukannya pemindahan dan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, dalam rangka persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, Presiden selaku Kepala Pemerintahan yang memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan, menyerahkan pengelolaan keuangan daerah khusus Ibu Kota Nusantara kepada Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara selaku kepala Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, termasuk untuk mewakili Otorita Ibu Kota Nusantara dalam kepemilikan kekayaan Ibu Kota Nusantara yang dipisahkan.
   
9. Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                    

Pasal 24


(1) Pendanaan untuk persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara bersumber dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Ibu Kota Nusantara; dan/atau
c. sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Alokasi pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
a. berpedoman pada Rencana Induk Ibu Kota Nusantara dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional;
b. berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk pendanaan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
c. berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Ibu Kota Negara untuk pendanaan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Ibu Kota Nusantara; dan
d. berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk pendanaan yang berasal dari sumber lain yang sah.
(3) Persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai program prioritas nasional paling singkat 10 (sepuluh) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini dengan memperhatikan pelaksanaan dan/atau penyelesaian pembangunan Ibu Kota Nusantara sesuai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(4) Dalam rangka pendanaan untuk penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Otorita Ibu Kota Nusantara dapat melakukan pemungutan pajak daerah khusus Ibu Kota Nusantara dan/atau retribusi daerah khusus Ibu Kota Nusantara.
(5) Ketentuan mengenai pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan berlaku secara mutatis mutandis terhadap pajak daerah khusus Ibu Kota Nusantara dan/atau retribusi daerah khusus Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(6) Ketentuan mengenai dasar pelaksanaan pemungutan pajak daerah khusus Ibu Kota Nusantara dan retribusi daerah khusus Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara setelah mendapatkan persetujuan DPR.
(7) Pendanaan untuk persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yang dapat berupa pemberian tambahan penyertaan modal negara kepada badan usaha Otorita Ibu Kota Nusantara, dilakukan melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendanaan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (7) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
   
10.

Di antara Pasal 24 dan Pasal 25 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 24A dan Pasal 24B yang berbunyi sebagai berikut:

                    

Pasal 24A


(1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf b terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan.
(2) Pendapatan Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. pendapatan asli Ibu Kota Nusantara yang meliputi:
1. pajak daerah khusus Ibu Kota Nusantara;
2. retribusi daerah khusus Ibu Kota Nusantara; dan
3. pendapatan asli Ibu Kota Nusantara lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. pendapatan transfer ke Ibu Kota Nusantara; dan
c. pendapatan lain Ibu Kota Nusantara yang sah.
(3) Pendapatan asli Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan pendapatan lain Ibu Kota Nusantara yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c digunakan untuk belanja dan pembiayaan terkait dengan pelayanan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
(4) Pendapatan transfer ke Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b digunakan untuk kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
(5) Transfer dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Ibu Kota Nusantara dapat bersifat khusus.
(6) Usulan transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diajukan oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara kepada Presiden dan Presiden menunjuk menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara untuk menindaklanjuti.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (6) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
  
                    

Pasal 24B


(1) Pembiayaan utang Ibu Kota Nusantara terdiri atas:
a. pinjaman Otorita Ibu Kota Nusantara;
b. obligasi yang diterbitkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara; dan
c. sukuk yang diterbitkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara.
(2) Pembiayaan utang Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk membiayai persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
(3) Pemerintah Pusat dapat memberikan jaminan atas pembiayaan utang Otorita Ibu Kota Nusantara sesuai dengan mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
(4) Pinjaman Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a bersumber dari:
a. Pemerintah Pusat;
b. pemerintah daerah lain;
c. lembaga keuangan bank; dan/atau
d. lembaga keuangan bukan bank.
(5) Pinjaman Otorita Ibu Kota Nusantara yang bersumber dari Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a diberikan melalui menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara setelah mendapatkan pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional.
(6) Otorita Ibu Kota Nusantara dapat menerima pinjaman dari luar negeri melalui menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang keuangan negara.
(7) Penerbitan obligasi dan sukuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dilakukan dengan memperhatikan kemampuan fiskal dengan persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
(8) Ketentuan mengenai tata kelola hubungan keuangan pusat dan daerah berlaku secara mutatis mutandis terhadap pendanaan dan pembiayaan Ibu Kota Nusantara.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerbitan obligasi dan/atau sukuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c diatur dalam Peraturan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara.
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (9) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
   
11. Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                    

Pasal 25


(1) Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara yang berkedudukan sebagai pengguna anggaran/pengguna barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) menyusun rencana kerja dan anggaran Ibu Kota Nusantara.
(2) Dalam hal Otorita Ibu Kota Nusantara memperoleh pendapatan dari sumber lain yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf c, Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara menyusun rencana pendapatan Ibu Kota Nusantara.
(3) Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara selaku pengelola keuangan daerah khusus Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Ibu Kota Nusantara.
(4) Anggaran Pendapatan dan Belanja Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (3), setiap tahun ditetapkan dengan Peraturan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara setelah mendapatkan persetujuan Presiden dan setelah dilakukan pembahasan dengan DPR.
(5) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan setelah Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara mengajukan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Ibu Kota Nusantara, yang disertai dengan penjelasan dan dokumen pendukungnya kepada Presiden.
(6) Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) mencakup pula pendapatan yang berasal dari transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24A ayat (2) huruf b.
(7) Alokasi transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan sesuai mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
(8) Ketentuan mengenai penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah berlaku secara mutatis mutandis terhadap penyusunan rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Ibu Kota Nusantara.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
   
12. Ketentuan Pasal 26 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                    

Pasal 26


(1) Pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai tata kelola anggaran Ibu Kota Nusantara.
(2) Pelaksanaan dan pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) disampaikan kepada Presiden dan dilakukan sesuai dengan tata kelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Ibu Kota Nusantara.
(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran pendapatan dan belanja daerah berlaku secara mutatis mutandis terhadap pelaksanaan dan pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Ibu Kota Nusantara.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
   
13. Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                    

Pasal 32


(1) Barang Milik Daerah yang berada di Ibu Kota Nusantara dialihkan kepada Pemerintah Pusat dan ditetapkan sebagai:
a. Barang Milik Negara; dan/atau
b. aset dalam penguasaan Otorita Ibu Kota Nusantara.
(2) Setelah pengalihan kedudukan Otorita Ibu Kota Nusantara sebagai pengelola keuangan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2), Barang Milik Daerah yang berada di Ibu Kota Nusantara dialihkan menjadi:
a. Barang Milik Negara; dan/atau
b. barang milik Otorita Ibu Kota Nusantara.
(3) Pengalihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam:
a. peraturan perundang-undangan mengenai Barang Milik Negara untuk ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a; atau
b. Peraturan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara untuk ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b.
   
14. Ketentuan Pasal 36 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                    

Pasal 36


(1) Kegiatan persiapan, pembangunan, dan/atau pemindahan Ibu Kota Negara dikoordinasikan dan dilakukan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara dengan berpedoman pada Rencana Induk Ibu Kota Nusantara.
(2) Kementerian/lembaga dapat melaksanakan kegiatan persiapan, pembangunan, dan/atau pemindahan Ibu Kota Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai tugas dan fungsinya masing-masing.
(3) Kegiatan persiapan, pembangunan, dan/atau pemindahan Ibu Kota Negara yang sebelumnya dilaksanakan oleh kementerian/lembaga dapat dialihkan kepada Otorita Ibu Kota Nusantara atau tetap dilanjutkan oleh kementerian/lembaga tersebut.
(4) Barang Milik Negara yang dihasilkan oleh kementerian/lembaga dalam rangka kegiatan pembangunan di Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dapat dialihkan kepada Otorita Ibu Kota Nusantara, kecuali ditentukan lain oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
(5) Pengelolaan Barang Milik Negara yang dialihkan kepada Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menjadi tanggung jawab Otorita Ibu Kota Nusantara.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan persiapan, pembangunan, dan/atau pemindahan Ibu Kota Negara dan pengalihan Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
   
15.

Di antara Bagian Ketiga BAB VII dan BAB VIII disisipkan 1 (satu) bagian, yakni Bagian Keempat yang berbunyi sebagai berikut:

                    

Bagian Keempat
Tata Kelola Barang Milik Otorita dan Penyelenggaraan Perumahan

   
16.

Di antara Pasal 36 dan Pasal 37 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 36A dan Pasal 36B sehingga berbunyi sebagai berikut:

                    

Pasal 36A


(1) Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara merupakan pengelola barang milik Otorita Ibu Kota Nusantara.
(2) Sebagai pengelola barang milik Otorita Ibu Kota Nusantara, Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara berwenang untuk:
a. menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik Otorita Ibu Kota Nusantara; dan
b. melakukan pengelolaan dan penatausahaan barang milik Otorita Ibu Kota Nusantara.
(3) Pengelolaan barang milik Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat dilakukan dengan:
a. pemindahtanganan; dan/atau
b. pemanfaatan.
(4) Barang milik Otorita Ibu Kota Nusantara yang dibutuhkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara dalam rangka mendukung penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara diperoleh melalui:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Ibu Kota Nusantara; dan/atau
b. perolehan lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Barang milik Otorita Ibu Kota Nusantara dapat dilakukan pemindahtanganan dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan, dan/atau disertakan sebagai penyertaan modal Otorita Ibu Kota Nusantara.
(6) Pemindahtanganan barang milik Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dilakukan sepanjang tidak mengganggu kelancaran penyelenggaraan tugas Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
(7) Pertanggungjawaban pemindahtanganan barang milik Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara kepada Presiden.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai barang milik Otorita Ibu Kota Nusantara diatur dalam Peraturan Pemerintah.
  
                    

Pasal 36B


(1) Otorita Ibu Kota Nusantara bertanggung jawab dalam penyelenggaraan perumahan di Ibu Kota Nusantara.
(2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perencanaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Ibu Kota Negara.
(3) Penyelenggaraan perumahan di Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan karakteristik wilayah, lingkungan hidup, dan penduduk Ibu Kota Nusantara.
(4) Ketentuan mengenai penyelenggaraan perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara yang mengatur mengenai Rencana Detail Tata Ruang Ibu Kota Nusantara.
(5) Tanah yang diperoleh masyarakat dan dimanfaatkan sebagai tempat tinggal diberikan HAT berupa hak milik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Dalam hal hak guna bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16A ayat (2) dimanfaatkan untuk pembangunan dan pengembangan perumahan, hak guna bangunan tersebut merupakan hak guna bangunan di atas hak pengelolaan Otorita Ibu Kota Nusantara atau hak guna bangunan di atas Tanah negara.
(7) Hak guna bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat ditingkatkan menjadi hak milik apabila tiap satuan unit rumah beralih menjadi milik masyarakat perorangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(8) Pengecualian dari ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perumahan dan kawasan permukiman, ketentuan mengenai kewajiban hunian berimbang bagi pelaku usaha di bidang perumahan yang melakukan pembangunan perumahan di:
a. luar wilayah Ibu Kota Nusantara dan belum melaksanakan hunian berimbang, dapat melaksanakan pembangunan hunian berimbang di Ibu Kota Nusantara dalam periode tertentu dan bentuk yang ditentukan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara dengan memperhatikan Rencana Detail Tata Ruang Ibu Kota Nusantara; dan
b. dalam wilayah Ibu Kota Nusantara, melaksanakan ketentuan hunian berimbang sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang Ibu Kota Nusantara.
(9) Pelaku usaha di bidang perumahan yang melaksanakan pembangunan kewajiban hunian berimbang di Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diberikan insentif.
(10) Dalam rangka percepatan penyediaan hunian berimbang di Ibu Kota Nusantara, Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dapat mengajukan penggunaan dana konversi hunian berimbang kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perumahan rakyat.
(11) Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pelaksanaan hunian berimbang sebagaimana dimaksud pada ayat (8) sampai dengan ayat (10) diatur dalam Peraturan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara.
   
17. Ketentuan Pasal 42 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
                    

Pasal 42


(1) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, dalam hal kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara:
a. seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan kebijakan pelaksanaan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara; dan
b. peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintahan daerah,
dinyatakan tidak berlaku.
(2) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6766) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini dan wajib disesuaikan paling lama 2 (dua) bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan pelaksanaan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diatur dalam peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini.
(4) Pengecualian dari ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai aparatur sipil negara, Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dapat mengangkat pejabat pimpinan tinggi pratama dari sumber daya manusia yang tidak berstatus pegawai negeri sipil dalam struktur organisasi dan untuk pengisian jabatan di lingkungan Otorita Ibu Kota Nusantara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Sejak Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara mulai melaksanakan pengelolaan keuangan daerah khusus Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2):
a. ketentuan Pasal 23 ayat (1), Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 26 ayat (1), Pasal 30, Pasal 32 ayat (1), dan Pasal 33, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; dan
b. ketentuan Pasal 15A ayat (1) huruf b, ayat (3), dan ayat (7) huruf b, Pasal 24A, Pasal 24B, Pasal 25 ayat (3) sampai dengan ayat (8), Pasal 26 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 32 ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 36A dinyatakan mulai berlaku.
(6) Sejak Otorita Ibu Kota Nusantara mulai menyelenggarakan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, setiap perjanjian yang dibuat oleh Otorita Ibu Kota Nusantara yang sumber pendanaannya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tetap mendapatkan pendanaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sampai dengan berakhirnya perjanjian tersebut.
(7) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, DPR melalui alat kelengkapan dewan yang membidangi pemerintahan mengadakan pengawasan, pemantauan, dan peninjauan atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
   
18. Ketentuan mengenai luas dan batas wilayah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

        

Pasal II


1. Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a. Terhitung sejak dilakukannya pengalihan kedudukan Otorita Ibu Kota Nusantara dari pengguna anggaran/pengguna barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) menjadi pengelola keuangan Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 42 ayat (5):
1) kedudukan/status Otorita Ibu Kota Nusantara berubah dari pengguna anggaran/pengguna barang menjadi pengelola keuangan Otorita Ibu Kota Nusantara terhitung sejak penetapannya dengan Peraturan Pemerintah;
2) terhadap anggaran Otorita Ibu Kota Nusantara berlaku ketentuan sebagai berikut:
a) alokasi anggaran tahun berjalan yang belum direalisasikan, dapat disalurkan melalui mekanisme transfer;
b) barang yang sudah diperoleh dari alokasi anggaran Otorita Ibu Kota Nusantara selaku pengguna anggaran/pengguna barang dapat dialihkan menjadi barang milik Otorita Ibu Kota Nusantara;
c) Otorita Ibu Kota Nusantara melakukan pertanggungjawaban terhadap pelaksanaan anggaran yang sudah direalisasikan sebagai pengguna anggaran/pengguna barang; dan
d) Otorita Ibu Kota Nusantara melakukan pertanggungjawaban terhadap pelaksanaan anggaran sebagai pengelola keuangan Otorita Ibu Kota Nusantara;
3) terhadap kegiatan yang telah dan sedang dilakukan dalam rangka pengelolaan Barang Milik Negara dan aset dalam penguasaan sebelum perubahan kedudukan Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada angka 1) berlaku ketentuan:
a) penetapan Barang Milik Negara dan aset dalam penguasaan yang telah dilakukan dinyatakan tetap berlaku;
b) Barang Milik Negara yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf a) dapat dialihkan menjadi barang milik Otorita Ibu Kota Nusantara; dan
c) aset dalam penguasaan yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf a) dapat dialihkan menjadi barang milik Otorita Ibu Kota Nusantara atau Barang Milik Negara;
4) dalam hal terdapat pengalihan hak dan kewajiban Otorita Ibu Kota Nusantara sehubungan dengan perubahan kedudukan sebagaimana dimaksud pada angka 1), pengalihan dimaksud memperhatikan hak dan kewajiban Otorita Ibu Kota Nusantara yang telah ada sebelumnya termasuk dalam hal Otorita Ibu Kota Nusantara mengikatkan diri sebagai pihak dalam perjanjian atau perikatan;
5) Otorita Ibu Kota Nusantara sebagai lembaga setingkat kementerian yang menyelenggarakan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, untuk kepentingan sebagai pengelola anggaran /pengelola barang dimaknai sebagai entitas pemerintahan daerah yang bersifat khusus sebagai Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara; dan
6) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang tercantum dalam Lampiran II Bab IV huruf B Undang-Undang ini dimaknai dengan transfer dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Ibu Kota Nusantara, serta anggaran belanja kementerian/lembaga dan/atau pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
b. ketentuan lebih lanjut dalam rangka pengalihan Otorita Ibu Kota Nusantara dari pengguna anggaran/pengguna barang menjadi ditetapkan sebagai pengelola keuangan Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam huruf a diatur dalam Peraturan Pemerintah.
2. Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
           
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
 



Disahkan di Jakarta
pada tanggal 31 Oktober 2023
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

JOKO WIDODO



Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Oktober 2023
MENTERI SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

PRATIKNO               



LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 142.

 





PENJELASAN
ATAS
 
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 21 TAHUN 2023
 
TENTANG

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2022 TENTANG IBU KOTA NEGARA


I. UMUM

Perubahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara harus dilaksanakan dengan optimal dan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Optimalisasi pelaksanaan tersebut hanya mungkin terjadi ketika seluruh komponen bangsa bersinergi, berkolaborasi, dan memiliki visi dan tujuan yang sama dalam upaya mewujudkan Ibu Kota Nusantara, baik dari kalangan penyelenggara negara maupun masyarakat, tidak terkecuali kalangan pelaku usaha yang diharapkan dapat memberikan kontribusi. Sinergi dan kolaborasi seluruh elemen bangsa merupakan unsur yang strategis dan penting, mengingat pada akhirnya, Ibu Kota Nusantara merupakan mahakarya bersama bangsa Indonesia yang menjadi salah satu sarana bagi tercapainya tujuan bernegara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.


Dalam Undang-Undang ini bahwa yang dimaksud dengan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara dijabarkan berikut ini:

1. persiapan merupakan suatu proses tahapan yang dimulai dari pemikiran yang didasarkan pada kajian, perencanaan, pengalokasian anggaran atau pendanaan, dan segala kegiatan pemerintah, serta kebijakan teknis dalam rangka tahapan pembangunan serta pemindahan di wilayah Ibu Kota Nusantara agar mencapai tujuan sebagaimana ditentukan dalam tahapan pembangunan dan pemindahan Ibu Kota Negara dalam Rencana Induk Ibu Kota Nusantara, yang antara lain meliputi pembentukan dan penguatan kelembagaan serta sumber daya manusia dalam struktur organisasi Otorita Ibu Kota Nusantara, penyusunan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini sebagai dasar hukum dalam pelaksanaan penahapan pembangunan, pemindahan Ibu Kota Negara, dan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, pelaksanaan koordinasi dengan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, serta perencanaan konsep atau strategi dari tiap-tiap penahapan Ibu Kota Nusantara;
2. pembangunan merupakan suatu usaha pelaksanaan kebijakan di wilayah Ibu Kota Nusantara dalam hal mencapai tujuan dari Ibu Kota Nusantara. Pelaksanaan pembangunan dilakukan tidak hanya berupa penyediaan infrastruktur fisik namun juga infrastruktur non fisik seperti sarana dan prasarana dalam tahapan awal maupun hingga penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, yang antara lain meliputi pembangunan fisik dengan mengedepankan alam, teknologi, dan keberlanjutan lingkungan, penyediaan hunian, pembangunan fasilitas umum dan fasilitas sosial, pembangunan sosial atau peningkatan kapasitas bagi masyarakat setempat, penyelesaian perolehan pertanahan, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, pembangunan sistem pertahanan dan keamanan serta pembangunan transportasi publik yang terintegrasi, sebagaimana dituangkan dalam Rencana Induk Ibu Kota Nusantara dan perinciannya secara rinci dan menyeluruh;
3. pemindahan Ibu Kota Negara merupakan suatu proses memindahkan baik status Ibu Kota Negara, maupun memindahkan fungsi penyelenggaraan pemerintahan Ibu Kota Negara ke Ibu Kota Nusantara, baik pemindahan sebagian ataupun seluruh sumber daya manusia aparatur sipil negara, serta sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam hal memastikan berjalannya penyelenggaraan pemerintahan dapat terlaksana dengan lancar, yang antara lain meliputi pemindahan fungsi dan peran Ibu Kota Negara dari Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta ke Ibu Kota Nusantara, pemindahan kementerian/lembaga, aparatur sipil negara, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta pemindahan perwakilan negara asing/organisasi internasional; dan
4. penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara merupakan proses lebih lanjut dalam tahapan pelaksanaan pembangunan Ibu Kota Nusantara, di mana terselenggaranya proses pelayanan dan tugas pokok maupun fungsi birokrasi di wilayah Ibu Kota Nusantara sesuai kewenangan khusus yang diberikan kepada Otorita Ibu Kota Nusantara yang meliputi penyelenggaraan urusan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, yang di antaranya berkaitan dengan kegiatan pelayanan masyarakat di Ibu Kota Nusantara, serta perumusan kebijakan yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
    

Perubahan terhadap sejumlah materi muatan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara dimaksudkan dan ditujukan untuk memperkuat 2 (dua) aspek pengaturan. Aspek pengaturan pertama berkaitan dengan upaya memperkuat tata kelola Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang diselenggarakan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. Perkuatan tata kelola sangat penting untuk menegaskan karakter dasar Otorita Ibu Kota Nusantara selaku penyelenggara pemerintahan daerah yang bersifat khusus sebagaimana diatur dalam Pasal 188 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk memperkuat tata kelola pemerintahan daerah khusus, dilakukan sejumlah perubahan yang dijabarkan berikut ini:

1. penguatan pengaturan tentang batas wilayah. Pengaturan ini fundamental karena berkaitan dengan ruang lingkup spasial pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. Penguatan ini akan semakin mengoptimalkan pelayanan publik di Ibu Kota Nusantara oleh Otorita Ibu Kota Nusantara;
2. penguatan pengaturan kewenangan khusus Otorita Ibu Kota Nusantara. Penguatan ini merupakan konsekuensi logis dari genus kelembagaan Otorita Ibu Kota Nusantara yang merupakan penyelenggara sebuah pemerintahan daerah khusus. Untuk menciptakan kepastian hukum dan keleluasaan dalam kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara termasuk pelayanan publik di Ibu Kota Nusantara, diperlukan pengaturan yang jelas dan kuat yang memberi dasar hukum bagi pelaksanaan kewenangan Otorita Ibu Kota Nusantara yang bersifat khusus, di mana kewenangan tersebut mencakup kewenangan Pemerintah Pusat yang non absolut termasuk kewenangan yang dimiliki pemerintahan daerah pada umumnya di dalam cakupan dan batas wilayah Ibu Kota Nusantara;
3. penguatan pengaturan mengenai pengelolaan anggaran dan pendanaan Ibu Kota Nusantara, berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dilakukan melalui mekanisme belanja kepada Otorita Ibu Kota Nusantara, belanja kepada kementerian/lembaga terkait, dan/atau pembiayaan. Porsi pendanaan untuk persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara yang berasal dari sumber lain yang sah antara lain yang berasal dari pendanaan kreatif (creative financing) dan pendapatan asli Ibu Kota Nusantara, jauh lebih dominan daripada porsi pendanaan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
4. dengan berlakunya Undang-Undang ini, terjadi perubahan mekanisme belanja kepada Otorita Ibu Kota Nusantara menjadi melalui mekanisme transfer sejalan dengan kedudukan Otorita Ibu Kota Nusantara sebagai Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang mendapatkan mandat dari Presiden selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara melalui skema diserahkan. Perubahan skema tersebut juga berpengaruh pada perlakuan terhadap aset berupa Tanah yang tidak terkait langsung dengan penyelenggaraan urusan Pemerintah Pusat di Ibu Kota Nusantara, yang sebelumnya ditetapkan sebagai aset dalam penguasaan Otorita Ibu Kota Nusantara menjadi barang milik Otorita Ibu Kota Nusantara;
5. pendanaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dilakukan melalui belanja kementerian/lembaga dan transfer kepada Otorita Ibu Kota Nusantara, lebih diarahkan untuk menopang kebutuhan pembangunan infrastruktur dasar untuk publik dan sarana vital bagi penyelenggaraan pemerintahan serta dukungan untuk pemberian layanan sesuai standar pelayanan umum (public utility services). Pembangunan infrastruktur dasar untuk publik di antaranya digunakan untuk pembangunan jalan kerja, jalan tol, jembatan, bendungan, drainase, sanitasi, instalasi pengelolaan air limbah serta perumahan/hunian aparatur sipil negara;
6. porsi pendanaan yang berasal dari sumber lain yang sah antara lain dari pendanaan kreatif (creative financing) dan pendapatan asli Ibu Kota Nusantara, jauh lebih dominan daripada porsi pendanaan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pendanaan yang berasal dari pendanaan kreatif (creative financing) ditujukan untuk melakukan pembangunan Ibu Kota Nusantara dan pendanaan yang berasal dari pendapatan asli Ibu Kota Nusantara diutamakan untuk melakukan pembangunan dan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara. Kombinasi porsi pendanaan secara proporsional tersebut yang dilengkapi dengan berbagai kemudahan berusaha, diharapkan dapat menarik investasi guna mewujudkan Ibu Kota Nusantara sebagai kota berkelanjutan di dunia, penggerak ekonomi Indonesia di masa depan, dan simbol identitas nasional;
7. penguatan pengaturan mengenai pengisian sumber daya manusia. Pengaturan ini membuka peluang yang lebih luas bagi talenta terbaik Bangsa Indonesia untuk mengabdikan diri di Otorita Ibu Kota Nusantara, tidak terbatas hanya dari kalangan pegawai negeri sipil. Pengaturan ini akan meningkatkan efektivitas Otorita Ibu Kota Nusantara dalam mencapai indikator kinerja utama yang sudah ditetapkan dalam Rencana Induk Ibu Kota Nusantara; dan
8.

pengaturan mengenai hunian berimbang. Sebagai upaya untuk mencapai visi Ibu Kota Nusantara menjadi kota berkelanjutan di dunia, tanggung jawab pelaksanaan hunian berimbang di Ibu Kota Nusantara oleh Otorita Ibu Kota Nusantara dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia di Ibu Kota Nusantara bagi peningkatan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat Ibu Kota Nusantara. Guna memastikan terpenuhinya kebutuhan perumahan di Ibu Kota Nusantara, diberikan kesempatan bagi pelaku usaha yang memiliki kewajiban hunian berimbang di wilayah lainnya di Indonesia untuk melaksanakan kewajiban hunian berimbang yang belum dipenuhinya di wilayah lainnya di Ibu Kota Nusantara. Pengaturan ini memiliki dampak yang dijabarkan berikut ini:

a. salah satu dimensi dalam pelaksanaan hunian berimbang di Ibu Kota Nusantara yaitu dengan memberikan relaksasi dan solusi atas ketentuan sektoral yang selama ini belum bisa diimplementasikan, dengan memberikan kesempatan bagi pelaku usaha yang memiliki kewajiban penyediaan hunian berimbang di wilayah lain untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan di Ibu Kota Nusantara dengan melaksanakan kewajiban hunian berimbang yang belum dipenuhinya di wilayah Ibu Kota Nusantara. Hal ini dilakukan dengan memberikan kekhususan pengaturan berupa pengecualian pelaksanaan kewajiban hunian berimbang sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan memperhatikan aspek pemenuhan kewajiban hunian berimbang di masa lalu oleh pelaku usaha di bidang perumahan. Namun demikian, kesempatan pemenuhan kewajiban hunian berimbang ini bersifat sementara dan hanya untuk periode tertentu. Otorita Ibu Kota Nusantara memiliki kewenangan untuk memutuskan sampai kapan pemenuhan kewajiban hunian berimbang oleh pelaku usaha di wilayah lain dapat dilaksanakan di Ibu Kota Nusantara, dengan memperhatikan kebutuhan dan kapasitas perumahan di Ibu Kota Nusantara;
b. Otorita Ibu Kota Nusantara dapat menentukan secara khusus dan berbeda komposisi hunian berimbang di Ibu Kota Nusantara dari ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perumahan dan kawasan permukiman. Hal ini mengingat keunikan dan karakteristik pengembangan Ibu Kota Nusantara yang berbeda dengan wilayah lainnya di Indonesia; dan
c. memperkuat fungsi pelayanan publik Otorita Ibu Kota Nusantara, khususnya dalam hal penyelenggaraan perumahan yang sebagai salah satu kewenangan yang dimiliki oleh Otorita Ibu Kota Nusantara.
                   

Aspek pengaturan kedua berkaitan dengan upaya mengoptimalkan investasi di Ibu Kota Nusantara melalui penguatan jaminan kepastian berusaha bagi investor dan pelaku usaha. Investasi yang optimal di Ibu Kota Nusantara penting untuk memastikan kontribusi swasta dalam pendanaan pembangunan Ibu Kota Nusantara sehingga dapat meringankan beban pendanaan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

 

Untuk optimalisasi investasi di Ibu Kota Nusantara, diadakan sejumlah perubahan berupa materi muatan baru dan penguatan pengaturan yang memberikan kepastian bagi pelaksanaan investasi di Ibu Kota Nusantara, termasuk bagi daerah mitra Ibu Kota Nusantara dalam rangka pembangunan dan pengembangan superhub ekonomi Ibu Kota Nusantara. Adanya penguatan tersebut akan menciptakan kepastian hukum bagi pelaku usaha dan investor, meliputi yang dijabarkan berikut ini:

1. pengaturan jangka waktu HAT yang kompetitif. Pengaturan ini merupakan aturan khusus (lex specialis) mengenai jangka waktu HAT yang berlaku terbatas hanya di Ibu Kota Nusantara. Ketentuan mengenai jangka waktu HAT ini merupakan upaya menciptakan meningkatkan daya tarik investor sehingga tertarik untuk menanamkan modal di Ibu Kota Nusantara. Mengenai hal ini pada dasarnya bukan sesuatu yang berlebihan, mengingat ketentuan serupa di sejumlah negara di kawasan juga mengatur jangka waktu yang kurang lebih sama dengan jangka waktu yang diatur dalam Undang-Undang ini. Jangka waktu HAT yang lebih lama di Otorita Ibu Kota Nusantara, tidak mengurangi bentuk kekuasaan negara atas Tanah, karena mekanisme evaluasi dan pengawasan dalam kepemilikan Tanah tetap dilakukan oleh negara secara aktif; dan
2. pengaturan mengenai HAT di atas Tanah negara. Pengaturan ini merupakan penegasan ulang yang selaras dengan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan. Otorita Ibu Kota Nusantara sebagai pemegang hak pengelolaan dapat melepaskan hak tersebut menjadi Tanah negara. Dengan adanya pelepasan tersebut, maka HAT yang meliputi hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai dapat diberikan di Tanah negara. Ketentuan mengenai HAT di atas Tanah negara merupakan salah satu upaya yang dapat menarik investasi di Ibu Kota Nusantara dan dapat mendukung terlaksananya kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.

Dalam rangka menjaga keberlangsungan pendanaan untuk melakukan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara agar mencapai target yang telah ditentukan serta guna memberikan kepastian investasi di Ibu Kota Nusantara, pemerintah menetapkan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara sebagai program prioritas nasional selama periode tertentu sesuai kebutuhan untuk memberikan kepastian pendanaan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

                    
II. PASAL DEMI PASAL

Pasal I

Angka 1

Pasal 2

Huruf a

Yang dimaksud dengan kota berkelanjutan di dunia adalah kota yang mengelola sumber daya secara tepat guna dan memberikan pelayanan secara efektif dalam pemanfaatan sumber daya air dan energi yang efisien, pengelolaan sampah berkelanjutan, moda transportasi terpadu, lingkungan layak huni dan sehat, dan lingkungan alam dan binaan yang sinergis, yang di dalamnya juga menetapkan Ibu Kota Nusantara sebagai kota di dalam hutan (forest city) untuk memastikan kelestarian lingkungan dengan minimal 75% (tujuh puluh lima persen) kawasan hijau, serta rencana Ibu Kota Nusantara dijalin dengan konsep masterplan sebagai ekosistem yang berkelanjutan untuk menyeimbangkan ekologi alam, kawasan terbangun, dan sistem sosial yang ada secara harmonis.


Huruf b

Yang dimaksud dengan "penggerak ekonomi Indonesia di masa depan" adalah sebagai kota yang progresif, inovatif, dan kompetitif dalam aspek teknologi, arsitektur, tata kota, dan sosial. Ibu Kota Nusantara menetapkan strategi ekonomi superhub yang terkait dengan strategi tata ruang untuk melampaui potensi saat ini, memastikan sinergi yang produktif antara tenaga kerja, infrastruktur, sumber daya, dan jaringan, serta memaksimalkan peluang kerja bagi seluruh penduduk kota.


Huruf c

Yang dimaksud dengan "simbol identitas nasional" adalah kota yang mewujudkan jati diri, karakter sosial, persatuan, dan kebesaran bangsa yang mencerminkan kekhasan Indonesia.


Angka 2

Pasal 3

Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan "asas ketuhanan" adalah bahwa setiap materi muatan Undang-Undang ini berfungsi memberikan perlindungan dan penghormatan atas kebebasan beragama dan menjalankan ibadah bagi masyarakat pada khususnya di Ibu Kota Nusantara dan wilayah sekitarnya. Ibu Kota Nusantara dirancang sebagai tempat yang mengedepankan toleransi beragama dan menjamin keselarasan dalam pelaksanaan nilai-nilai ketuhanan.


Huruf b

Yang dimaksud dengan "asas pengayoman" adalah bahwa setiap materi muatan Undang-Undang ini berfungsi memberikan perlindungan untuk menciptakan ketenteraman masyarakat pada khususnya di Ibu Kota Nusantara dan wilayah sekitarnya dan pada umumnya di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ibu Kota Nusantara dirancang sebagai tempat yang mengedepankan kelayakan hidup yang aman dan terjangkau, yang berfokus pada masyarakat dengan konsep pembangunan dan perumahan yang memastikan lingkungan yang aman, sehat, dan adil bagi penduduk di saat ini dan yang akan datang.


Huruf c

Yang dimaksud dengan "asas kemanusiaan" adalah bahwa setiap materi muatan Undang-Undang ini mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara maupun dalam pelaksanaan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara.


Huruf d

Yang dimaksud dengan "asas kebangsaan" adalah bahwa setiap materi muatan Undang-Undang ini mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Huruf e

Yang dimaksud dengan "asas kenusantaraan" adalah bahwa setiap materi muatan Undang-Undang ini senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.


Huruf f

Yang dimaksud dengan "asas kebhinekatunggalikaan" adalah bahwa setiap materi muatan Undang-Undang ini dan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara maupun pelaksanaan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara baik di Ibu Kota Nusantara maupun wilayah lainnya di Indonesia. Juga untuk merepresentasikan Ibu Kota Nusantara yang memelihara kekayaan budaya, memperkuat inklusi sosial, dan memberikan rasa gotong royong di tengah masyarakat yang beragam.


Huruf g

Yang dimaksud dengan "asas keadilan" adalah bahwa setiap materi muatan Undang-Undang ini mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara, baik dalam kaitannya dengan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara maupun dalam pelaksanaan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara. Asas keadilan merupakan landasan dari kesetaraan yang akan diwujudkan di Ibu Kota Nusantara dengan strategi ekonomi yang berorientasi pada masa depan dan akses yang adil ke pendidikan, layanan kesehatan, serta peluang kerja.


Huruf h

Yang dimaksud dengan "asas kesamaan" kedudukan dalam hukum dan pemerintahan adalah bahwa dalam setiap materi muatan Undang-Undang ini sebagai jaminan kepastian hukum untuk mewujudkan ketertiban masyarakat, terutama masyarakat di Ibu Kota Nusantara dan daerah sekitarnya.


Huruf i

Yang dimaksud dengan "asas ketertiban dan kepastian hukum" adalah bahwa setiap materi muatan Undang-Undang ini ditujukan untuk mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum baik dalam kaitannya dengan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara maupun dalam pelaksanaan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara.


Huruf j

Yang dimaksud dengan "asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan" adalah bahwa setiap materi muatan Undang-Undang ini mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu, masyarakat, dan kepentingan bangsa dan negara, termasuk di dalamnya keseimbangan ekologis yang menghormati dan merangkul alam melalui integrasi dan pelestarian bentang alam yang ada, dan mendesain sesuai kondisi alam termasuk memprioritaskan kawasan lindung, ruang hijau, dan ruang biru. Keserasian dan keselarasan di Ibu Kota Nusantara juga diwujudkan melalui keterhubungan, keaktifan, dan kemudahan akses masyarakat di Ibu Kota Nusantara, dengan strategi mobilitas terintegrasi yang menempatkan warga di garis depan dengan menekankan kemudahan berjalan kaki dan transportasi umum.


Huruf k

Yang dimaksud dengan "asas efektivitas dan efisiensi pemerintahan" adalah bahwa setiap materi muatan Undang-Undang ini bertujuan untuk mewujudkan Ibu Kota Nusantara sebagai kota yang nyaman dan efisien untuk tata kelola pemerintahan, bisnis, dan penduduk melalui informasi, komunikasi, dan teknologi, melalui penerapan kota cerdas.


Ayat (2)

Huruf a

Yang dimaksud dengan "kesetaraan" adalah prinsip untuk menciptakan kota dengan peluang ekonomi untuk semua, sehingga terwujud pendapatan per kapita yang tinggi, rendahnya kesenjangan ekonomi, serta menciptakan keharmonisan dan keunikan dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika.


Huruf b

Yang dimaksud dengan "keseimbangan ekologi" adalah prinsip dalam mendesain kota sesuai kondisi alam termasuk memprioritaskan kawasan lindung, ruang hijau, dan ruang biru.


Huruf c

Yang dimaksud dengan "ketahanan" adalah prinsip dalam rangka mewujudkan infrastruktur perkotaan dengan sistem sirkuler dan tangguh.


Huruf d

Yang dimaksud dengan "keberlanjutan pembangunan" adalah prinsip untuk mewujudkan kota hemat energi, pemanfaatan energi terbarukan, dan rendah emisi karbon.


Huruf e

Yang dimaksud dengan "kelayakan hidup" adalah prinsip untuk menciptakan kota yang aman, nyaman, dan terjangkau.


Huruf f

Yang dimaksud dengan "konektivitas" adalah prinsip dalam rangka mewujudkan kemudahan akses dan kecepatan, serta memprioritaskan mobilitas aktif penduduk.


Huruf g

Yang dimaksud dengan "kota cerdas" adalah prinsip yang bertujuan menciptakan kota yang nyaman dan efisien untuk tata kelola pemerintahan, bisnis, dan penduduk melalui informasi, komunikasi, dan teknologi.


Angka 3

Pasal 6

Cukup jelas.


Angka 4

Pasal 12

Ayat (1)

Cukup jelas.


Ayat (2)

Termasuk di dalam ketentuan ini adalah pemberian insentif fiskal dan/atau nonfiskal yang dapat diusulkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara kepada Pemerintah Pusat.

Yang dimaksud dengan "daerah mitra Ibu Kota Nusantara" adalah kawasan tertentu yang dibentuk dalam rangka pembangunan dan pengembangan superhub ekonomi Ibu Kota Nusantara, yang bekerja sama dengan Otorita Ibu Kota Nusantara dan ditetapkan melalui Keputusan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara.

 

Ayat (3)

Cukup jelas.

 

Ayat (4)

Cukup jelas.

 

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan "Peraturan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara" adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara untuk menjalankan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau berdasarkan kewenangan yang bersifat mengatur dan mengikat secara umum.

 

Angka 5

Pasal 15

Ayat (1)

Cukup jelas.

 

Ayat (2)

Rencana Induk Ibu Kota Nusantara menjadi acuan bagi penyusunan pengaturan penataan ruang Rencana Tata Ruang KSN Ibu Kota Nusantara.

 

Ayat (3)

Cukup jelas.

 

Ayat (4)

Lihat Penjelasan Pasal 12 ayat (5).

 

Ayat (5)

Cukup jelas.

 

Ayat (6)

Huruf a

Cukup jelas.

 

Huruf b

Yang dimaksud dengan "konsolidasi Tanah" adalah kebijakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan Tanah dan ruang sesuai rencana tata ruang serta usaha penyediaan Tanah untuk kepentingan umum dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat.

 

Ayat (7)

Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan termasuk peraturan perundang-undangan di bidang keuangan.

 

Ayat (8)

Cukup jelas.

 

Ayat (9)

Cukup jelas.

 

Ayat (10)

Cukup jelas.

 

Ayat (11)

Selama Otorita Ibu Kota Nusantara masih berkedudukan sebagai pengguna anggaran/pengguna barang maka pendanaan dilakukan dengan mekanisme bagian anggaran. Sedangkan, setelah Otorita Ibu Kota Nusantara berkedudukan sebagai pengelola keuangan daerah khusus, pendanaan penataan ulang Tanah dilakukan dengan mekanisme transfer ke Ibu Kota Nusantara.

 

Angka 6

Pasal 15A

Ayat (1)

Huruf a

Barang Milik Negara digunakan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara dan/atau kementerian/lembaga.

 

Huruf b

Yang dimaksud dengan "barang milik Otorita Ibu Kota Nusantara" adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh dari sumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Ibu Kota Nusantara, berasal dari perolehan lainnya yang sah, atau barang yang ditetapkan sebagai barang milik Otorita Ibu Kota Nusantara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Ibu Kota Negara.

Barang milik Otorita Ibu Kota Nusantara digunakan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara dan/atau pihak lain berdasarkan perjanjian dengan Otorita Ibu Kota Nusantara.

Apabila perolehan Tanah di Ibu Kota Nusantara dilakukan melalui mekanisme pengadaan Tanah yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara maka status Tanah yang diperoleh merupakan Barang Milik Negara, untuk kemudian dapat ditetapkan sebagai barang milik Otorita Ibu Kota Nusantara.

Huruf c

Tanah milik masyarakat ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan.

 

Huruf d

Yang dimaksud dengan Tanah negara adalah Tanah yang tidak dilekati dengan sesuatu HAT, bukan Tanah wakaf, bukan Tanah ulayat, dan/atau bukan merupakan aset Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah/barang milik Otorita Ibu Kata Nusantara.

 

Ayat (2)

Termasuk dalam Barang Milik Negara yaitu Tanah yang sebelumnya ditetapkan sebagai barang milik Otorita Ibu Kata Nusantara yang kemudian dialihkan penetapannya menjadi Barang Milik Negara karena akan digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan.

 

Ayat (3)

Pemberian hak pengelolaan kepada Otorita Ibu Kata Nusantara dilakukan dengan memperhatikan hak milik dan HAT dalam bentuk lain yang dipegang oleh masyarakat, serta HAT masyarakat adat.

 

Ayat (4)

Cukup jelas.

 

Ayat (5)

Cukup jelas.

 

Ayat (6)

Cukup jelas.

 

Ayat (7)

Huruf a

Cukup jelas.

 

Huruf b

Lihat Penjelasan Pasal 12 ayat (5).

 

Ayat (8)

Cukup jelas.

 

Ayat (9)

Cukup jelas.

 

Angka 7

Pasal 16A

Ayat (1)

Jangka waktu hak guna usaha pada Ayat ini diberikan dengan tahapan:

  1. pemberian hak, paling lama 35 (tiga puluh lima) tahun;
  2. perpanjangan hak, paling lama 25 (dua puluh lima) tahun; dan
  3. pembaruan hak, paling lama 35 (tiga puluh lima) tahun.

Ayat (2)

Jangka waktu hak guna bangunan pada Ayat ini diberikan dengan tahapan:

  1. pemberian hak, paling lama 30 (tiga puluh) tahun;
  2. perpanjangan hak, paling lama 20 (dua puluh) tahun; dan
  3. pembaruan hak, paling lama 30 (tiga puluh) tahun.

Ayat (3)

Jangka waktu hak pakai pada Ayat ini diberikan dengan tahapan:

  1. pemberian hak, paling lama 30 (tiga puluh) tahun;
  2. perpanjangan hak, paling lama 20 (dua puluh) tahun; dan
  3. pembaruan hak, paling lama 30 (tiga puluh) tahun.

Ayat (4)

Cukup jelas.

 

Ayat (5)

Evaluasi dilakukan bersama oleh Otorita Ibu Kota Nusantara dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang.

 

Ayat (6)

Kriteria dan tahapan evaluasi, hak, kewajiban, larangan, dan peralihan HAT termasuk luas penguasaan tanah yang diberikan kepada pelaku usaha.

 

Angka 8

Pasal 23

Cukup jelas.

 

Angka 9

Pasal 24

Ayat (1)

Huruf a

Sumber pendanaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara digunakan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara dan kementerian/lembaga dalam rangka pelaksanaan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara.

 

Huruf b

Yang dimaksud dengan "Anggaran Pendapatan dan Belanja Ibu Kota Nusantara" adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang ditetapkan oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara.
 
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Ibu Kota Nusantara terdapat komponen yang berasal dari transfer Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diprioritaskan untuk dukungan pemberian layanan publik sesuai standar pelayanan minimal.

 

Huruf c

Untuk menjaga kesinambungan fiskal dilakukan upaya untuk mendapatkan sumber pendapatan lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan antara lain berasal dari:

  1. pemanfaatan barang milik Otorita Ibu Kota Nusantara;
  2. penggunaan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha; dan
  3. keikutsertaan pihak lain termasuk: 
    1. penugasan badan usaha milik negara;
    2. penguatan peran badan hukum milik negara; dan
    3. kontribusi swasta.

Ayat (2)

Cukup jelas.

 

Ayat (3)

Penetapan jangka waktu untuk alokasi pendanaan program prioritas nasional dilakukan dalam rangka menjaga kesinambungan fiskal dan pembangunan Ibu Kota Nusantara.

 

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan "pajak daerah khusus Ibu Kota Nusantara" adalah pajak yang berlaku khusus di Ibu Kota Nusantara.
 
Yang dimaksud dengan "retribusi daerah khusus Ibu Kota Nusantara" adalah retribusi yang berlaku khusus di Ibu Kota Nusantara termasuk retribusi terhadap layanan yang diberikan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara.

 

Ayat (5)

Pajak daerah dan retribusi daerah yang berlaku bagi daerah dengan otonomi khusus sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan bagi daerah dengan otonomi khusus berlaku secara mutatis mutandis terhadap pajak daerah khusus Ibu Kota Nusantara dan retribusi daerah khusus Ibu Kota Nusantara, termasuk tetapi tidak terbatas pada ketentuan mengenai objek, subjek, wajib pajak dan retribusi, dasar pengenaan, dan tarif pajak daerah dan retribusi daerah.

 

Ayat (6)

Lihat Penjelasan Pasal 12 ayat (5).

 

Ayat (7)

Pendanaan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tidak boleh duplikasi antara belanja kementerian/lembaga dengan transfer.
 
Badan usaha Otorita Ibu Kota Nusantara meliputi badan usaha milik negara yang pemegang kuasanya Otorita Ibu Kota Nusantara dan/atau badan usaha milik Otorita Ibu Kota Nusantara.

 

Ayat (8)

Cukup jelas.

 

Angka 10

Pasal 24A

Ayat (1)

Lihat Penjelasan Pasal 24 ayat (1) huruf b.

 

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "Pendapatan Ibu Kota Nusantara" adalah semua hak Otorita Ibu Kota Nusantara yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.

 

Huruf a

Yang dimaksud dengan "pendapatan asli Ibu Kota Nusantara" adalah pendapatan Ibu Kota Nusantara yang diperoleh dari pajak daerah Ibu Kota Nusantara, retribusi daerah Ibu Kota Nusantara, hasil pengelolaan kekayaan Ibu Kota Nusantara yang dipisahkan, dan lain-lain sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Pendapatan asli Ibu Kota Nusantara sebagai pendapatan asli daerah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Huruf b

Yang dimaksud dengan pendapatan transfer ke Ibu Kota Nusantara adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan merupakan bagian dari belanja negara yang dialokasikan untuk kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai Ibu Kota Negara.

Transfer ke Ibu Kota Nusantara dialokasikan untuk, antara lain:

  1. penyediaan infrastruktur dasar;
  2. penyediaan fasilitas umum;
  3. penyediaan fasilitas sosial;
  4. penyediaan utilitas;
  5. penyediaan tanah;
  6. belanja pegawai Otorita Ibu Kota Nusantara;
  7. pelaksanaan perjanjian jangka panjang Otorita Ibu Kota Nusantara; dan/atau
  8. belanja dalam rangka pelayanan masyarakat,

sampai dengan Otorita Ibu Kota Nusantara mampu memenuhi pendanaan secara mandiri.

 

Huruf c

Yang dimaksud dengan pendapatan lain Ibu Kota Nusantara yang sah adalah seluruh pendapatan Ibu Kota Nusantara selain pendapatan asli Ibu Kota Nusantara dan pendapatan transfer ke Ibu Kota Nusantara, seperti hibah dan pendapatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Ayat (3)

Lihat Penjelasan ayat (2) huruf a.

 

Ayat (4)

Cukup jelas.

 

Ayat (5)

Pengaturan transfer yang dapat dilakukan secara khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara, dimaksudkan untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Otorita Ibu Kota Nusantara sebagai Pengelola Anggaran/Pengelola Barang untuk melakukan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.

 

Ayat (6)

Cukup jelas.

 

Ayat (7)

Lihat Penjelasan Pasal 24 ayat (1) huruf b.

 

Pasal 24B

Ayat (1)

Cukup jelas.

 

Ayat (2)

Cukup jelas.

 

Ayat (3)

Cukup jelas.

 

Ayat (4)

Cukup jelas.

 

Ayat (5)

Cukup jelas.

 

Ayat (6)

Cukup jelas.

 

Ayat (7)

Cukup jelas.

 

Ayat (8)

Cukup jelas.

 

Ayat (9)

Lihat Penjelasan Pasal 12 ayat (5).

 

Ayat (10)

Cukup jelas.

 

Angka 11

Pasal 25

Ayat (1)

Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara selaku pengguna anggaran/pengguna barang menyusun rencana kerja dan anggaran Ibu Kota Nusantara dengan memperhatikan antara lain Rencana Induk Ibu Kota Nusantara, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, dan/atau rencana anggaran tahunan, serta sejalan dengan mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
 
Dalam hal terdapat perubahan terhadap Rencana Induk Ibu Kota Nusantara yang berdampak terhadap penyesuaian anggaran/pendanaan maka penyesuaian anggaran/pendanaan dilaksanakan dengan mekanisme penganggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, antara lain peraturan perundang-undangan mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran pada kementerian/lembaga.
 
Rencana kerja dan anggaran Ibu Kota Nusantara mencakup rencana pendapatan dan belanja Ibu Kota Nusantara.

 

Ayat (2)

Lihat Penjelasan Pasal 24A ayat (2).

 

Ayat (3)

Lihat Penjelasan Pasal 24 ayat (1) huruf b.

 

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan "DPR" adalah alat kelengkapan DPR yang membidangi pemerintahan.

 

Ayat (5)

Cukup jelas.

 

Ayat (6)

Cukup jelas.

 

Ayat (7)

Cukup jelas.

 

Ayat (8)

Sehubungan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Otorita Ibu Kota Nusantara menjadi pengelola anggaran/pengelola barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (2), Otorita Ibu Kota Nusantara harus menyusun rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Ibu Kota Nusantara setiap tahunnya. Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Ibu Kota Nusantara tersebut dilakukan dengan mengikuti prinsip penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah sesuai mekanisme harmonisasi kebijakan fiskal nasional dan tata kelola yang baik, dengan tidak mengurangi kekhususan yang dimiliki Otorita Ibu Kota Nusantara.

 

Ayat (9)

Ketentuan mengenai penyusunan Pendapatan dan Belanja Ibu Kota termasuk ketentuan mengenai standar Anggaran Pendapatan dan Belanja Nusantara.

 

Angka 12

Pasal 26

Ayat (1)

Cukup jelas.

 

Ayat (2)

Lihat Penjelasan Pasal 24 ayat (1) huruf b.

 

Ayat (3)

Lihat Penjelasan Pasal 24 ayat (1) huruf b.

 

Ayat (4)

Cukup jelas.

 

Angka 13

Pasal 32

Ayat (1)

Huruf a

Barang Milik Negara digunakan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara dan/atau kementerian/lembaga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Huruf b

Aset dalam penguasaan Otorita Ibu Kota Nusantara merupakan tanah yang tidak terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Ayat (2)

Huruf a

Barang Milik Negara digunakan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara dan/atau kementerian/lembaga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Huruf b

Barang Milik Daerah yang dialihkan dari pemerintah daerah kepada Otorita Ibu Kota Nusantara ditetapkan sebagai barang milik Otorita Ibu Kota Nusantara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Ayat (3)

Lihat Penjelasan Pasal 12 ayat (5).

 

Angka 14

Pasal 36

Ayat (1)

Cukup jelas.

 

Ayat (2)

Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara sesuai dengan tahapan dan target yang ditetapkan dalam Rencana Induk Ibu Kota Nusantara, diperlukan peran serta kementerian/lembaga sesuai tugas dan fungsinya.

Pendanaan yang diperlukan untuk pelaksanaan persiapan, pembangunan, dan/atau pemindahan Ibu Kota Negara bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara antara lain melalui skema belanja kementerian/lembaga.

Ayat (3)

Peran serta kementerian/lembaga dalam persiapan, pembangunan, dan/C284 atau pemindahan Ibu Kota Negara tidak mengurangi tugas dan fungsi Otorita Ibu Kota Nusantara sebagai koordinator dan pelaksana persiapan, pembangunan, dan/atau pemindahan Ibu Kota Negara. Untuk itu kegiatan persiapan, pembangunan, dan/atau pemindahan Ibu Kota Negara yang dilakukan oleh kementerian/lembaga dapat dialihkan ke Otorita Ibu Kota Nusantara.

 

Ayat (4)

Pengalihan Barang Milik Negara kepada Otorita Ibu Kota Nusantara dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan Barang Milik Negara.

 

Ayat (5)

Cukup jelas.

 

Ayat (6)

Cukup jelas.

 

Angka 15

Bagian Keempat

Cukup jelas.

 

Angka 16

Pasal 36A

Cukup jelas.

 

Pasal 36B

Ayat (1)

Cukup jelas.

 

Ayat (2)

Cukup jelas.

 

Ayat (3)

Cukup jelas.

 

Ayat (4)

Otorita Ibu Kota Nusantara sebagai penanggungjawab penyelenggaraan perumahan melalui pembangunan hunian berimbang di wilayah Ibu Kota Nusantara mengintegrasikan penyelenggaraan perumahan dengan Rencana Detail Tata Ruang.
 
Mekanisme penyelenggaraan perumahan dilaksanakan oleh pelaku usaha yang memiliki kewajiban hunian berimbang dan akan melaksanakan kewajiban tersebut di wilayah Ibu Kota Nusantara sesuai spesialisasi dan bidang keahlian yang dimiliki.

 

Ayat (5)

Pemberian HAT berupa hak milik dilakukan sepanjang Tanah yang diperoleh masyarakat difungsikan sesuai dengan penataan ruang Ibu Kota Nusantara.

 

Ayat (6)

Cukup jelas.

 

Ayat (7)

Cukup jelas.

 

Ayat (8)

Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan di bidang perumahan dan kawasan permukiman adalah peraturan perundang-undangan di bidang perumahan dan kawasan permukiman termasuk peraturan perundang-undangan di bidang rumah susun.


Huruf a

Kewajiban pembangunan hunian berimbang di luar wilayah Ibu Kota Nusantara yang timbul di masa lalu atau sebelum Undang-Undang ini disahkan, dan belum terlaksana karena tidak cukupnya daya dukung usaha di dalam kebijakan sektoral.
 
Yang dimaksud dengan periode tertentu adalah periode pelaksanaan kewajiban hunian berimbang di Ibu Kota Nusantara yang ditentukan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara dan dituangkan dalam Peraturan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara.
 
Yang dimaksud dengan bentuk adalah rumah tunggal dan rumah deret antara rumah sederhana, rumah menengah dan rumah mewah, atau dalam bentuk rumah susun antara rumah susun umum dan rumah susun komersial, rumah sewa, atau bentuk lainnya.

 

Huruf b

Cukup jelas.

 

Ayat (9)

Cukup jelas.

 

Ayat (10)

Cukup jelas.

 

Ayat (11)

Cukup jelas.

 

Angka 17

Pasal 42

Cukup jelas.

 

Angka 18

Cukup jelas.


Pasal II

Angka 1

Huruf a

Ketentuan ini diperlukan agar proses persiapan, pembangunan, dan pemindahan yang sedang dilakukan tidak akan mengganggu pengalihan kedudukan Otorita Ibu Kota Nusantara sebagai pengelola keuangan Otorita Ibu Kota Nusantara.

 

Huruf b

Materi muatan Peraturan Pemerintah antara lain waktu penetapan pengalihan kedudukan Otorita Ibu Kota Nusantara menjadi pengelola keuangan Otorita Ibu Kota Nusantara.

 

Angka 2

Cukup jelas.

                    

                    

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6898