1. |
Di antara Pasal 10 dan Pasal 11 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 10A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 10A
(1) |
Lembaga keuangan pelapor tidak diperbolehkan melayani:
a. |
pembukaan Rekening Keuangan Baru bagi orang pribadi dan/atau entitas; atau |
b. |
transaksi baru terkait Rekening Keuangan bagi pemilik Rekening Keuangan Lama, |
yang menolak untuk mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9. |
(2) |
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sejak orang pribadi dan/atau entitas atau pemegang Rekening Keuangan Lama menolak untuk mematuhi ketentuan prosedur identifikasi. |
(3) |
Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b termasuk:
a. |
setoran, penarikan, transfer, pembukaan rekening atau pembuatan kontrak bagi nasabah perbankan; |
b. |
pembukaan rekening, transaksi beli atau pengalihan bagi nasabah pasar modal; |
c. |
penutupan polis baru; dan |
d. |
kegiatan transaksi lainnya bagi pemegang Rekening Keuangan Lama pada lembaga keuangan pelapor yang merupakan LJK Lainnya dan/atau Entitas Lain. |
|
(4) |
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku untuk transaksi:
a. |
pemenuhan kewajiban yang telah diperjanjikan sebelumnya antara pemilik Rekening Keuangan Lama dengan lembaga keuangan pelapor; |
b. |
penutupan rekening; atau |
c. |
pemenuhan kewajiban berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
|
|
2. |
Paragraf 7 dihapus |
3. |
Pasal 13 dihapus. |
4. |
Pasal 14 dihapus. |
5. |
Pasal 24A dihapus |
6. |
Di antara BAB V dan BAB VI disisipkan 1 (satu) bab yakni BAB VA sehingga berbunyi sebagai berikut:
BAB VA ANTI PENGHINDARAN
|
7. |
Di antara Pasal 30 dan Pasal 31 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 30A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 30A
(1) |
Setiap orang termasuk:
a. |
LJK; |
b. |
LJK Lainnya; |
c. |
Entitas Lain; |
d. |
pimpinan dan/atau pegawai LJK; |
e. |
pimpinan dan/atau pegawai LJK Lainnya; |
f. |
pimpinan dan/atau pegawai Entitas Lain; |
g. |
Pemegang Rekening Keuangan Orang Pribadi; |
h. |
Pemegang Rekening Keuangan Entitas; |
i. |
penyedia jasa; |
j. |
perantara; dan/atau |
k. |
pihak lain, |
dilarang melakukan kesepakatan dan/atau praktik dengan maksud dan tujuan untuk menghindari kewajiban sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan. |
(2) |
Dalam hal terjadi kesepakatan dan/atau praktik dengan maksud dan tujuan untuk menghindari kewajiban sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan, berlaku ketentuan:
a. |
kesepakatan dan/atau praktik tersebut dianggap tidak berlaku dan/atau tidak terjadi; dan |
b. |
kewajiban sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini tetap harus dipenuhi oleh setiap orang, termasuk LJK, LJK Lainnya, Entitas Lain, pimpinan dan/atau pegawai LJK, pimpinan dan/atau pegawai LJK Lainnya, pimpinan dan/atau pegawai Entitas Lain, Pemegang Rekening Keuangan Orang Pribadi, Pemegang Rekening Keuangan Entitas, penyedia jasa, perantara, dan/atau pihak lain tersebut. |
|
(3) |
Direktur Jenderal Pajak berwenang:
a. |
menentukan kesepakatan dan/atau praktik sebagai suatu kesepakatan dan/atau praktik dengan maksud dan tujuan untuk menghindari kewajiban sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan; dan |
b. |
memperoleh informasi keuangan, termasuk keterangan dan/atau informasi lainnya, yang berkaitan dengan kesepakatan dan/atau praktik sebagaimana dimaksud dalam huruf a. |
|
(4) |
Setiap orang termasuk:
a. |
LJK; |
b. |
LJK Lainnya; |
c. |
Entitas Lain; |
d. |
pimpinan dan/atau pegawai LJK; |
e. |
pimpinan dan/atau pegawai LJK Lainnya; |
f. |
pimpinan dan/atau pegawai Entitas Lain; |
g. |
Pemegang Rekening Keuangan Orang Pribadi; |
h. |
Pemegang Rekening Keuangan Entitas; |
i. |
penyedia jasa; |
j. |
perantara; dan/atau |
k. |
pihak lain, |
dilarang membuat pernyataan palsu atau menyembunyikan atau mengurangkan informasi yang sebenarnya dari informasi yang wajib disampaikan berdasarkan Peraturan Menteri ini. |
(5) |
Pernyataan palsu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berupa pernyataan yang tidak benar atau tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. |
|
8. |
Ketentuan Pasal 31 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 31
(1) |
Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian atas pelaksanaan ketentuan Pasal 7, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 15, Pasal 17, Pasal 19, Pasal 25, dan/atau Pasal 30A. |
(1a) |
Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak meminta klarifikasi kepada LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain dalam hal terdapat indikasi pelanggaran atas pemenuhan ketentuan Pasal 9 dan/atau Pasal 10. |
(1b) |
Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak meminta klarifikasi kepada setiap orang termasuk:
a. |
LJK; |
b. |
LJK Lainnya; |
c. |
Entitas Lain; |
d. |
pimpinan dan/atau pegawai LJK; |
e. |
pimpinan dan/atau pegawai LJK Lainnya; |
f. |
pimpinan dan/atau pegawai Entitas Lain; |
g. |
Pemegang Rekening Keuangan Orang Pribadi; |
h. |
Pemegang Rekening Keuangan Entitas; |
i. |
penyedia jasa; |
j. |
perantara; dan/atau |
k. |
pihak lain, |
dalam hal terdapat indikasi pelanggaran atas larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30A ayat (1) dan/atau Pasal 30A ayat (4). |
(2) |
Permintaan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) dan ayat (1b) dibuat dengan menggunakan format surat permintaan klarifikasi sesuai dengan contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
|
9. |
Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 32
(1) |
Direktur Jenderal Pajak menyampaikan teguran tertulis kepada LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain:
a. |
apabila sampai dengan batas waktu 14 (empat belas) hari kalender sejak diterimanya permintaan klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1a), LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain:
1. |
tidak memberikan klarifikasi; atau |
2. |
memberikan klarifikasi, namun tidak sepenuhnya memenuhi ketentuan Pasal 9 dan/atau Pasal 10; atau |
|
b. |
dalam hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1), LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain tidak memenuhi ketentuan Pasal 7, Pasal 15, Pasal 17, Pasal 19, dan/atau Pasal 25. |
c. |
dihapus. |
|
(1a) |
Direktur Jenderal Pajak menyampaikan teguran tertulis kepada setiap orang termasuk:
a. |
LJK; |
b. |
LJK Lainnya; |
c. |
Entitas Lain; |
d. |
pimpinan dan/atau pegawai LJK; |
e. |
pimpinan dan/atau pegawai LJK Lainnya; |
f. |
pimpinan dan/atau pegawai Entitas Lain; |
g. |
Pemegang Rekening Keuangan Orang Pribadi; |
h. |
Pemegang Rekening Keuangan Entitas; |
i. |
penyedia jasa; |
j. |
perantara; dan/atau |
k. |
pihak lain, |
|
|
apabila sampai dengan batas waktu 14 (empat belas) hari kalender sejak diterimanya permintaan klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1b), orang dimaksud:
a. |
tidak memberikan klarifikasi; atau |
b. |
memberikan klarifikasi, namun masih terdapat indikasi pelanggaran terhadap larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30A ayat (1) dan/atau Pasal 30A ayat (4). |
|
(2) |
Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a) dibuat dengan menggunakan format sesuai dengan contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(3) |
dihapus. |
|
10. |
Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 33
(1) |
Dalam hal berdasarkan teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 setiap orang termasuk:
a. |
LJK; |
b. |
LJK Lainnya; |
c. |
Entitas Lain; |
d. |
pimpinan dan/atau pegawai LJK; |
e. |
pimpinan dan/atau pegawai LJK Lainnya; |
f. |
pimpinan dan/atau pegawai Entitas Lain; |
g. |
Pemegang Rekening Keuangan Orang Pribadi; |
h. |
Pemegang Rekening Keuangan Entitas; |
i. |
penyedia jasa; |
j. |
perantara; dan/atau |
k. |
pihak lain, |
belum memenuhi kewajiban dan/atau tetap melakukan kegiatan yang memenuhi indikasi pelanggaran, Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pemeriksaan. |
(1a) |
Dalam hal berdasarkan pemeriksaan ditemukan dugaan tindak pidana di bidang perpajakan, Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan bukti permulaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(2) |
Pemeriksaan bukti permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) dapat dilanjutkan dengan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(3) |
dihapus. |
(4) |
dihapus. |
|
11. |
Pasal 34A dihapus.
|