Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 59 Tahun 2024

Kategori : PPN

Tata Cara Pemberian Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Kepada Perwakilan Negara Asing Dan Badan Internasional Serta Pejabatnya


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 59 TAHUN 2024

TENTANG

TATA CARA PEMBERIAN PEMBEBASAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH KEPADA PERWAKILAN NEGARA ASING DAN BADAN INTERNASIONAL SERTA PEJABATNYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :  
  1. bahwa untuk lebih memberikan kepastian hukum serta meningkatkan tata kelola administrasi, kemudahan, dan pelayanan dalam pembebasan pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah kepada perwakilan negara asing dan badan internasional serta pejabatnya, perlu mengatur mengenai tata cara pemberian pembebasan pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah kepada perwakilan negara asing dan badan internasional serta pejabatnya;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2020 tentang Pemberian Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Kepada Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta Pejabatnya, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemberian Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Kepada Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta Pejabatnya;

Mengingat :    
  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
  3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2020 tentang Pemberian Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Kepada Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta Pejabatnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 195, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6548);
  5. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 977);

MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PEMBEBASAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH KEPADA PERWAKILAN NEGARA ASING DAN BADAN INTERNASIONAL SERTA PEJABATNYA.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
  1. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
  2. Perwakilan Negara Asing adalah perwakilan diplomatik dan/atau perwakilan konsuler yang diakreditasikan kepada pemerintah Republik Indonesia, termasuk perwakilan tetap/misi diplomatik yang diakreditasikan kepada Sekretariat Association of Southeast Asian Nations, organisasi internasional yang diperlakukan sebagai perwakilan diplomatik/konsuler, serta misi khusus, dan berkedudukan di Indonesia.
  3. Pejabat Perwakilan Negara Asing adalah kepala beserta staf Perwakilan Negara Asing, kecuali staf yang merupakan warga negara Indonesia.
  4. Badan Internasional adalah suatu badan perwakilan organisasi internasional di bawah Perserikatan Bangsa Bangsa, badan-badan di bawah Perwakilan Negara Asing, dan organisasi/lembaga asing lainnya yang bertempat dan berkedudukan di Indonesia.
  5. Pejabat Badan Internasional adalah kepala, pejabat/staf, dan tenaga ahli Badan Internasional yang telah mendapatkan persetujuan dari pemerintah Indonesia untuk menjalankan tugas atau jabatan di Indonesia, kecuali kepala, pejabat/staf dan/atau tenaga ahli yang merupakan warga negara Indonesia.
  6. Perjanjian adalah kesepakatan dalam bentuk dan nama tertentu yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban antara pemerintah Indonesia dan Badan Internasional.
  7. Kerja Sama Teknik adalah kerja sama antara pemerintah Republik Indonesia dengan mitra luar negeri di bidang teknik, ilmu pengetahuan, sosial, kebudayaan, dan ekonomi yang dapat berupa hibah dari luar negeri, tidak termasuk di dalamnya kredit-kredit dan penanaman modal asing.
  8. Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak pertambahan nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
  9. Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pajak penjualan atas barang mewah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
  10. Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
  11. Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
  12. Pembebasan adalah pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
  13. Pengembalian adalah pengembalian Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dipungut.
  14. Surat Keterangan Bebas adalah surat keterangan bebas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
  15. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
  16. Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
  17. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
  18. Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah kantor pelayanan pajak tempat Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta pejabatnya terdaftar dan yang melaksanakan pemberian Pembebasan.
 

Pasal 2


(1) Atas impor Barang Kena Pajak oleh:
a. Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing; dan
b. Badan Internasional serta Pejabat Badan Internasional,
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
(2) Atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh pengusaha kena pajak kepada:
a. Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing; dan
b. Badan Internasional serta Pejabat Badan Internasional,
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
(3) Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat diberikan oleh Menteri:
a. tanpa menggunakan Surat Keterangan Bebas sepanjang atas bea masuk diberikan pembebasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai pembebasan bea masuk atas impor barang Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia atas impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1); atau
b. menggunakan Surat Keterangan Bebas atas penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Dalam hal Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dibebaskan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) telah dipungut, Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tersebut dapat diajukan permohonan Pengembalian.
(5) Menteri berwenang menerbitkan:
a. Surat Keterangan Bebas dan Surat Keterangan Bebas pengganti; dan
b. surat pembatalan Surat Keterangan Bebas dan surat pembatalan Surat Keterangan Bebas pengganti.
(6) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas impor Barang Kena Pajak atau penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang sebelumnya telah diberikan Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4) wajib dibayar kembali dalam hal:
a. Barang Kena Pajak dipindahtangankan dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak diimpor atau diperoleh; dan/atau
b. Jasa Kena Pajak dialihmanfaatkan kepada pihak lain dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak diperoleh.


Pasal 3


(1) Menteri melimpahkan kewenangan menerbitkan:
a. Surat Keterangan Bebas atau Surat Keterangan Bebas pengganti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) huruf a; dan
b. surat pembatalan atas Surat Keterangan Bebas atau surat pembatalan atas Surat Keterangan Bebas pengganti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) huruf b,
dalam bentuk delegasi kepada Direktur Jenderal Pajak.
(2) Penerbitan surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh kepala KPP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB II
SUBJEK DAN OBJEK

Bagian Kesatu
Pihak yang Dapat Diberikan Pembebasan

Pasal 4


(1) Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat diberikan kepada:
a. Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing berdasarkan asas timbal balik; dan
b. Badan Internasional serta Pejabat Badan Internasional berdasarkan Perjanjian atau kelaziman internasional.
(2) Dalam hal Indonesia tidak memiliki kantor perwakilan di negara tertentu, Pembebasan kepada Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing di Indonesia dapat diberikan berdasarkan asas timbal balik selayaknya Indonesia telah memiliki kantor perwakilan di negara tersebut.
(3) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan:
a. Perjanjian yang di dalamnya terdapat ketentuan yang mengatur mengenai pemberian Pembebasan atau fasilitas perpajakan; dan
b. Perjanjian yang telah dilakukan pengesahan dalam bentuk ratifikasi, aksesi, penerimaan, dan/atau penyetujuan melalui pembentukan peraturan perundang-undangan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang di bidang perjanjian internasional.
(4) Dikecualikan dari pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, dalam hal Perjanjian tidak mensyaratkan adanya pengesahan dalam pemberlakuan Perjanjian tersebut.
(5) Pembebasan bagi Badan Internasional serta Pejabat Badan Internasional di Indonesia diberikan berdasarkan kelaziman internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dalam hal:
a. tidak terdapat Perjanjian; atau
b. di dalam Perjanjian tidak mengatur mengenai Pembebasan.
(6) Badan Internasional yang memperoleh Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan oleh Menteri setelah mendapatkan pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara.
(7) Pejabat Perwakilan Negara Asing dan Pejabat Badan Internasional yang dapat diberikan Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan:
a. berkewarganegaraan asing;
b. bertempat tinggal di Indonesia; dan
c. mendapatkan persetujuan dari:
1. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri atau pejabat yang ditunjuk, bagi Pejabat Perwakilan Negara Asing; atau
2. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara atau pejabat yang ditunjuk, bagi Pejabat Badan Internasional,
untuk menjalankan tugas atau jabatan di Indonesia.


Bagian Kedua
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang Dapat Diberikan Pembebasan

Pasal 5


(1) Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang diberikan Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak digunakan untuk mendapatkan penghasilan di Indonesia dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan.
(2) Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. kendaraan bermotor; dan
b. selain kendaraan bermotor.
(3) Dikecualikan dari Barang Kena Pajak yang diberikan Pembebasan selain kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, berupa tanah dan/atau bangunan yang diperoleh Pejabat Perwakilan Negara Asing dan Pejabat Badan Internasional.
(4) Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Jasa Kena Pajak yang diterima dan dimanfaatkan oleh Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta pejabatnya.


Pasal 6


(1) Kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a berupa kendaraan bermotor roda empat.
(2) Dalam hal Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta pejabatnya membutuhkan kendaraan bermotor bukan roda empat, kendaraan bermotor bukan roda empat dapat diberikan Pembebasan setelah mendapat pertimbangan dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri atau kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara.
(3) Pembebasan atas kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) hanya dapat diberikan atas:
a. impor kendaraan bermotor dalam keadaan jadi (completely built up);
b. perolehan kendaraan bermotor yang diproduksi atau dirakit di dalam negeri; dan/atau
c. perolehan di dalam negeri atas kendaraan bermotor dalam keadaan jadi (completely built up).


Pasal 7


(1) Batasan jumlah kendaraan bermotor yang diimpor dalam keadaan jadi (completely built up) untuk Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing yang dapat diberikan Pembebasan yaitu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembebasan bea masuk atas impor barang untuk keperluan Perwakilan Negara Asing beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia.
(2) Batasan jumlah kendaraan bermotor yang:
a. diperoleh dari produksi atau rakitan di dalam negeri; dan
b. diperoleh di dalam negeri dalam keadaan jadi (completely built up),
untuk Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing yang dapat diberikan Pembebasan, tidak melebihi batasan jumlah kendaraan bermotor yang diimpor sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Penerapan batasan jumlah kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri.
(4) Dikecualikan dari batasan jumlah kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam hal kendaraan bermotor diperoleh Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing berdasarkan asas timbal balik.


Pasal 8


(1) Batasan jumlah kendaraan bermotor yang diimpor dalam keadaan jadi (completely built up) untuk Badan Internasional serta Pejabat Badan Internasional yang dapat diberikan Pembebasan yaitu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembebasan bea masuk atas impor barang untuk keperluan Badan Internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia.
(2) Batasan jumlah kendaraan bermotor yang diperoleh dari produksi atau rakitan di dalam negeri dan kendaraan bermotor yang diperoleh di dalam negeri dalam keadaan jadi (completely built up) untuk Badan Internasional serta Pejabat Badan Internasional yang dapat diberikan Pembebasan yaitu:
a. 6 (enam) unit, untuk Badan Internasional dengan jumlah pejabat lebih dari 5 (lima) orang;
b. sejumlah pejabatnya, untuk Badan Internasional dengan jumlah pejabat 5 (lima) orang atau kurang;
c. sesuai kebutuhan, untuk program atau proyek Kerja Sama Teknik yang dilaksanakan oleh Badan Internasional dan kegiatan yang dihadiri oleh kepala negara dan/atau pimpinan Badan Internasional; atau
d. 1 (satu) unit, untuk Pejabat Badan Internasional.
(3) Penerapan batasan jumlah kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara.


BAB III
PERSYARATAN PEMBEBASAN

Pasal 9


(1) Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta pejabatnya untuk dapat diberikan Pembebasan dengan menggunakan Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b dan Pembebasan dengan Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) harus memiliki nomor identitas perpajakan.
(2) Nomor identitas perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas dalam administrasi perpajakan.
(3) Tata cara pemberian nomor identitas perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelaksanaan administrasi nomor pokok wajib pajak.


Pasal 10


(1) Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b dan ayat (4) bagi Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing diberikan untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak paling sedikit sebesar:
a. batas minimum pembelian Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang diberikan oleh negara asing, dalam hal batas minimum pembelian yang ditetapkan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri lebih rendah dari batas minimum pembelian yang diberikan oleh negara asing tersebut; atau
b. batas minimum pembelian Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang ditetapkan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri, dalam hal batas minimum pembelian yang ditetapkan pemerintah Indonesia lebih tinggi dari batas minimum pembelian yang diberikan oleh negara asing.
(2) Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b dan ayat (4) kepada Badan Internasional serta Pejabat Badan Internasional diberikan dengan mempertimbangkan batas minimum pembelian Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang ditetapkan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara atau pejabat yang ditunjuk.


BAB IV
TATA CARA PEMBEBASAN DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KETERANGAN BEBAS

Bagian Kesatu
Penerbitan Surat Keterangan Bebas

Pasal 11


(1) Untuk mendapatkan Surat Keterangan Bebas:
a. Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing; atau
b. Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional,
mengajukan permohonan kepada kepala KPP dilengkapi dengan surat rekomendasi dan bukti pendukung.
(2) Surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan surat rekomendasi dari:
a. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri atau pejabat yang ditunjuk, bagi Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing; atau
b. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara atau pejabat yang ditunjuk, bagi Badan Internasional serta Pejabat Badan Internasional.
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(3) Surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan berdasarkan:
a. penerapan asas timbal balik bagi Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing; atau
b. batas minimum pembelian, kewajaran, serta kepatutan jumlah dan jenis barang bagi Badan Internasional serta Pejabat Badan Internasional,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Bukti pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal berupa:
a. proforma invoice dan salinan purchase order atau dokumen lain yang dapat dipersamakan;
b. bukti pendukung yang dipersyaratkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri atau kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara; dan/atau
c. untuk perolehan kendaraan bermotor, bukti pendukung surat harus dilengkapi dengan:
1. surat pernyataan rincian kepemilikan kendaraan bermotor, yang memuat rincian kendaraan bermotor yang sebelumnya telah memperoleh Pembebasan dan masih dimiliki Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional sebelum permohonan Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan; dan
2. dokumen perikatan jual beli kendaraan bermotor yang memuat keterangan nama penjual, nama pembeli, jenis, dan spesifikasi kendaraan yang dibeli.
(5) Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c angka 1 ditandatangani oleh:
a. pimpinan untuk Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional; atau
b. pejabat yang bersangkutan untuk Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Badan Internasional.
(6) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh:
a. pimpinan untuk permohonan yang diajukan oleh Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional; atau
b. pejabat yang bersangkutan untuk permohonan yang diajukan oleh Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Badan Internasional.
(7) Permohonan beserta surat rekomendasi dan bukti pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara elektronik melalui saluran tertentu pada laman Direktorat Jenderal Pajak dengan menggunakan:
a. akun Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atas permohonan yang diajukan Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional; atau
b. akun pejabat yang bersangkutan atas permohonan yang diajukan Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Badan Internasional.
(8) Dalam hal saluran tertentu pada laman Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (7) belum tersedia atau tidak dapat diakses, permohonan Pembebasan disampaikan ke KPP:
a. secara langsung; atau
b. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
(9)  Tata cara penyampaian permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan serta penerbitan, penandatanganan, dan pengiriman keputusan atau ketetapan pajak secara elektronik.
(10) Ketentuan mengenai contoh format:
a. permohonan penerbitan Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf A; dan
b. surat pernyataan rincian kepemilikan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c angka 1 tercantum dalam Lampiran huruf B,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
    
 

Pasal 12


(1) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) kepala KPP melakukan penelitian atas kelengkapan dokumen permohonan.
(2) Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala KPP menerbitkan bukti penerimaan terhadap permohonan yang dinyatakan lengkap.
(3) Dalam hal permohonan disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat, tanda bukti pengiriman dianggap sebagai bukti penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sepanjang permohonan dinyatakan lengkap.
(4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan tidak lengkap, kepala KPP tidak memproses permohonan.
(5) Terhadap permohonan yang telah diberikan bukti penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala KPP menerbitkan Surat Keterangan Bebas:
a. paling lama 5 (lima) hari kerja setelah permohonan disampaikan secara elektronik; atau
b. dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap dalam hal permohonan disampaikan secara langsung atau melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
(6) Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan oleh kepala KPP kepada:
a. Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1); dan
b. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri atau kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara,
secara elektronik atau melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
(7) Terhadap permohonan yang tidak diproses sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kepala KPP menyampaikan pemberitahuan:
a. secara elektronik dalam hal permohonan disampaikan secara elektronik;
b. secara langsung dalam hal permohonan disampaikan secara langsung ke KPP; atau
c. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dalam hal permohonan disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat, dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal bukti pengiriman surat.
(8) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau ayat (7) huruf c telah terlampaui dan kepala KPP tidak:
a. menerbitkan Surat Keterangan Bebas; atau
b. menyampaikan pemberitahuan tidak memproses permohonan,
permohonan penerbitan Surat Keterangan Bebas dianggap dikabulkan.
(9)  Kepala KPP menerbitkan Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau ayat (7) huruf c berakhir.
(10)   Ketentuan mengenai contoh format:
a. Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tercantum dalam Lampiran huruf C; dan
b. Surat pemberitahuan permohonan Surat Keterangan Bebas tidak dapat diproses sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tercantum dalam Lampiran huruf D,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 13


(1) Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional harus memiliki Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b sebelum:
a. perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak; atau
b. pembayaran dalam hal pembayaran dilakukan sebelum perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
(2) Terhadap penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang diberikan Pembebasan dengan Surat Keterangan Bebas, pengusaha kena pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak harus membuat Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memuat informasi:
a. identitas pihak yang memperoleh Pembebasan berupa:
1.  nama; dan
2.  nomor identitas perpajakan;
b. keterangan tambahan berupa “PPN DAN/ATAU PPnBM DIBEBASKAN BERDASARKAN PP NOMOR 47 TAHUN 2020”; dan
c. keterangan pada kolom referensi Faktur Pajak berupa nomor Surat Keterangan Bebas.
(4) Dalam hal Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional telah memiliki Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah telah dipungut oleh pengusaha kena pajak, pengusaha kena pajak harus membetulkan Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) serta mengembalikan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dipungut kepada Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional.
(5) Pembebasan dengan Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b tidak dapat diberikan untuk perolehan berdasarkan transaksi yang dilakukan melalui perdagangan melalui sistem elektronik.


Bagian Kedua
Penggantian dan Pembatalan Surat Keterangan Bebas

Pasal 14


(1) Dalam hal terdapat:
a. kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung pada Surat Keterangan Bebas; atau
b. sebagian Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 8,
kepala KPP menerbitkan Surat Keterangan Bebas pengganti.
(2) Surat Keterangan Bebas pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan:
a. berdasarkan permohonan; atau
b. secara jabatan.
(3) Permohonan Surat Keterangan Bebas pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disertai alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
 

Pasal 15


(1) Ketentuan mengenai permohonan penerbitan Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 selain ayat (10) berlaku secara mutatis mutandis terhadap penerbitan Surat Keterangan Bebas pengganti berdasarkan permohonan.
(2) Terhadap permohonan Surat Keterangan Bebas pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disampaikan secara lengkap diberikan bukti penerimaan.
(3) Dalam hal permohonan disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat, tanda bukti pengiriman dianggap sebagai bukti penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sepanjang permohonan dinyatakan lengkap.
(4) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala KPP melakukan penelitian dalam jangka waktu paling lama paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal bukti penerimaan dan menerbitkan:
a. Surat Keterangan Bebas pengganti; atau
b. surat penolakan permohonan Surat Keterangan Bebas pengganti, dalam hal:
1. tidak terdapat kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung pada Surat Keterangan Bebas yang dimintakan penggantian;
2. seluruh Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak memenuhi ketentuan yang dapat diberikan fasilitas;
3. permohonan tidak disertai surat rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2); dan/atau
4. tidak dilampiri bukti pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4).
(5) Surat Keterangan Bebas pengganti dan surat penolakan permohonan Surat Keterangan Bebas pengganti disampaikan oleh kepala KPP kepada:
a. Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1); dan
b. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri atau kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara,
secara elektronik atau melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
(6) Masa berlaku Surat Keterangan Bebas pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a sama dengan masa berlaku Surat Keterangan Bebas yang dilakukan penggantian.
(7) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah terlampaui dan kepala KPP tidak menerbitkan:
a. Surat Keterangan Bebas pengganti; atau
b. surat penolakan permohonan Surat Keterangan Bebas pengganti,
permohonan penerbitan Surat Keterangan Bebas pengganti dianggap dikabulkan.
(8)  Kepala KPP menerbitkan Surat Keterangan Bebas pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berakhir.
(9)   Ketentuan mengenai contoh format:
a. Surat Keterangan Bebas pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a tercantum dalam Lampiran huruf F; dan
b. surat penolakan permohonan Surat Keterangan Bebas pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b tercantum dalam Lampiran huruf G, 
  yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
 

Pasal 16


(1) Kepala KPP dapat menerbitkan Surat Keterangan Bebas pengganti secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf b dengan didahului penelitian berdasarkan data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1).
(2) Surat Keterangan Bebas pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh kepala KPP kepada:
a. Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional yang memperoleh Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (6) huruf a; dan
b. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri atau kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara,
secara elektronik atau melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
 

Pasal 17


(1) Dalam hal setelah Surat Keterangan Bebas atau Surat Keterangan Bebas pengganti diterbitkan ditemukan data dan/atau keterangan yang menunjukkan:
a. tidak terpenuhinya ketentuan mengenai Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional yang berhak memperoleh Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4;
b. tidak terpenuhinya ketentuan mengenai Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dapat diberikan Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 8; dan/atau
c. permohonan penerbitan Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 tidak disertai surat rekomendasi dan bukti pendukung yang sesungguhnya,
kepala KPP secara jabatan dapat menerbitkan surat pembatalan Surat Keterangan Bebas atau surat pembatalan Surat Keterangan Bebas pengganti.
(2) Pembatalan Surat Keterangan Bebas atau Surat Keterangan Bebas pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan penelitian.
(3) Surat pembatalan Surat Keterangan Bebas atau surat pembatalan Surat Keterangan Bebas pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh kepala KPP kepada:
a. Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional yang memperoleh Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1); dan
b. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri atau kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara,
secara elektronik atau melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
(4) Ketentuan mengenai contoh format surat pembatalan Surat Keterangan Bebas dan surat pembatalan Surat Keterangan Bebas pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


BAB V
TATA CARA PEMBEBASAN DENGAN PENGEMBALIAN

Pasal 18


(1) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dibebaskan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) namun telah dipungut, dapat diajukan permohonan Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) oleh Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional.
(2) Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
(3) Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional dapat mengajukan permohonan Pengembalian paling lama 1 (satu) tahun sejak:
a. tanggal pendaftaran dalam dokumen pemberitahuan impor barang atas impor Barang Kena Pajak; atau
b. tanggal Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
(4) Faktur Pajak atas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah diberikan Pengembalian tidak dapat dilakukan pembetulan atau penggantian Faktur Pajak dan pembatalan Faktur Pajak.


Pasal 19


(1) Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional mengajukan Pembebasan dengan Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dengan menyampaikan permohonan Pengembalian kepada kepala KPP dengan disertai surat rekomendasi dan dilampiri bukti pendukung.
(2) Surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan surat rekomendasi dari:
a. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri atau pejabat yang ditunjuk, bagi Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing; atau
b. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara atau pejabat yang ditunjuk, bagi Badan Internasional serta Pejabat Badan Internasional.
(3) Surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan berdasarkan:
a. penerapan asas timbal balik bagi Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing; atau
b. batas minimum pembelian, kewajaran, serta kepatutan jumlah dan jenis barang bagi Badan Internasional serta Pejabat Badan Internasional,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(4) Permohonan Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mencantumkan nomor rekening dan nama bank tujuan Pengembalian atas nama:
a. Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atas permohonan yang diajukan oleh Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional;
b. Kerja Sama Teknik atas permohonan yang diajukan oleh Kerja Sama Teknik; atau
c. Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Badan Internasional atas permohonan yang diajukan oleh pejabat yang bersangkutan.
(5) Rekening bank tujuan Pengembalian untuk Kerja Sama Teknik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dapat menggunakan rekening Perwakilan Negara Asing dengan syarat surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencantumkan rekening Perwakilan Negara Asing yang ditunjuk.
(6) Rekening bank tujuan Pengembalian untuk Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Badan Internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c dapat berupa rekening bank luar negeri.
(7) Bukti pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal berupa:
a. Faktur Pajak dan/atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak;
b. kontrak perjanjian atau dokumen yang dipersamakan dapat berupa purchase order, sales contract, dan invois, untuk transaksi selain eceran;
c. bukti dan/atau dokumen pembayaran;
d. dokumen importasi barang dalam hal impor Barang Kena Pajak, dapat berupa bill of lading, invois, dan packing list; dan
e. bukti pendukung lain yang dipersyaratkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri atau kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara.
(8) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a merupakan Faktur Pajak yang diisi secara benar, lengkap, dan jelas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(9)  Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a harus mencantumkan identitas pihak yang berhak memperoleh Pembebasan berupa:
a. nama; dan
b. nomor identitas perpajakan.
(10)  Bukti dan/atau dokumen pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf c dapat berupa kuitansi, cek, tagihan kartu kredit, bukti transfer, atau bukti pembayaran elektronik lainnya yang menunjukkan pembayaran atas nama:
a. Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional; dan/atau
b. Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Badan Internasional,
kepada penjual.
(11)  Selain bukti pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dalam hal perolehan kendaraan bermotor, harus dilengkapi dengan:
a. surat pernyataan rincian kendaraan bermotor, yang memuat rincian kendaraan bermotor yang sebelumnya telah memperoleh Pembebasan dan masih dimiliki Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional; dan
b. salinan bukti pemilikan kendaraan bermotor atas nama Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional yang mengajukan Pengembalian.
(12)  Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh:
a. pimpinan untuk permohonan yang diajukan oleh Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional; atau
b. pejabat yang bersangkutan untuk permohonan yang diajukan oleh Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Badan Internasional.
(13) Penyampaian permohonan Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara elektronik melalui saluran tertentu pada laman Direktorat Jenderal Pajak dengan menggunakan:
a. akun Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atas permohonan yang diajukan Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional; atau
b. akun pejabat yang bersangkutan atas permohonan yang diajukan oleh Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Badan Internasional.
(14)  Dalam hal permohonan Pengembalian disampaikan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (13), surat rekomendasi dan bukti pendukung harus disampaikan dalam bentuk salinan digital.
(15) Dalam hal saluran tertentu pada laman Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (13) belum tersedia atau tidak dapat diakses, permohonan Pengembalian disampaikan ke KPP:
a. secara langsung; dan
b. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
(16)  Tata cara penyampaian permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (13) sesuai dengan Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan serta penerbitan, penandatanganan, dan pengiriman keputusan atau ketetapan pajak secara elektronik.
(17)  Surat pernyataan rincian kepemilikan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (11) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 20


(1) Terhadap permohonan Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) yang disampaikan secara lengkap diberikan bukti penerimaan.
(2) Berdasarkan permohonan Pengembalian yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala KPP melakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
(3) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan atas pemenuhan:
a. jangka waktu pengajuan permohonan Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3);
b. ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19; dan
c. Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (7) huruf a telah:
1. disetorkan oleh Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Badan Internasional pada saat impor; atau
2. dibayarkan oleh Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Badan Internasional kepada pengusaha kena pajak penjual pada saat perolehan.
(4) Dalam hal perlu dilakukan konfirmasi atas Faktur Pajak berupa dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang belum terdapat dalam sistem Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka melakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyelesaian permohonan Pengembalian dapat dilakukan tanpa menunggu jawaban konfirmasi Faktur Pajak diterima seluruhnya.
(5) Dalam hal jawaban konfirmasi atas Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) belum diterima seluruhnya, atas nilai yang dilakukan konfirmasi diberikan Pengembalian paling banyak sebesar nilai dalam jawaban konfirmasi Faktur Pajak yang telah diterima.
(6) Dalam hal jawaban konfirmasi atas Faktur Pajak belum diterima:
a. nilai dalam Faktur Pajak tersebut tidak dapat diberikan Pengembalian; dan
b. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam Faktur Pajak tersebut dapat diajukan kembali permohonan Pengembalian dengan syarat memenuhi ketentuan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3).


Pasal 21


(1) Berdasarkan permohonan Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, kepala KPP menerbitkan:
a. SKPLB dalam hal permohonan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) dan ayat (4); atau
b. surat pemberitahuan penolakan permohonan Pengembalian dalam hal permohonan tidak memenuhi 1 (satu) atau lebih ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) atau ayat (4),
dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan Pengembalian disampaikan.
(2) Tata cara penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak atas SKPLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
(3) Dalam hal permohonan Pengembalian yang disampaikan oleh Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Badan Internasional mencantumkan rekening bank luar negeri sebagai rekening tujuan Pengembalian, surat keputusan pengembalian kelebihan pembayaran pajak harus dilengkapi dengan rekening bank luar negeri.
(4) Biaya yang timbul terkait transfer uang Pengembalian, dibebankan kepada Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional dengan mengurangi jumlah Pengembalian.
(5) Dalam hal permohonan Pengembalian tidak dapat diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional dapat mengajukan kembali permohonan Pengembalian.
(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 sampai dengan Pasal 20 berlaku secara mutatis mutandis terhadap pengajuan kembali permohonan Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (5).


Pasal 22


(1) Apabila kepala KPP tidak menerbitkan surat dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), permohonan Pengembalian dianggap dikabulkan.
(2) Atas permohonan Pengembalian yang dianggap dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala KPP menerbitkan SKPLB paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) berakhir.


Pasal 23

(1) Pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan kendaraan bermotor kepada Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional, dapat mengajukan permohonan pengembalian Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dibayar atau dipungut sebelumnya, sepanjang Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional yang menerima penyerahan kendaraan bermotor tersebut telah memiliki Surat Keterangan Bebas sebelum penyerahan.
(2) Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
(3) Permohonan pengembalian Pajak Penjualan atas Barang Mewah disampaikan paling lama 1 (satu) tahun setelah tanggal Faktur Pajak atas penyerahan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Permohonan pengembalian Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada kepala kantor pelayanan pajak tempat pengusaha kena pajak terdaftar dan dilengkapi dengan bukti pendukung.
(5) Bukti pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yaitu:
a. Surat Keterangan Bebas yang dimiliki Perwakilan Negara Asing, Pejabat Perwakilan Negara Asing, Badan Internasional, atau Pejabat Badan Internasional;
b. Faktur Pajak atas penyerahan kendaraan bermotor kepada Perwakilan Negara Asing, Pejabat Perwakilan Negara Asing, Badan Internasional, atau Pejabat Badan Internasional;
c. dokumen impor berupa pemberitahuan impor barang dan dilampiri bukti pembayaran berupa surat setoran pabean, cukai dan pajak, dan/atau bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, termasuk Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan pemberitahuan impor barang tersebut dan invois, dalam hal kendaraan bermotor diimpor dalam keadaan jadi (completely built up);
d. Faktur Pajak dari pengusaha kena pajak yang memproduksi atau merakit kendaraan bermotor yang merupakan bukti pemungutan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dalam hal kendaraan bermotor merupakan hasil produksi atau rakitan di dalam negeri; dan
e. penghitungan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang seharusnya dibebaskan.


 

Pasal 24


(1) Berdasarkan permohonan pengembalian Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), kepala kantor pelayanan pajak tempat pengusaha kena pajak terdaftar melakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
(2) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala kantor pelayanan pajak tempat pengusaha kena pajak terdaftar menerbitkan:
a. SKPLB, dalam hal terdapat Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang seharusnya dikembalikan; atau
b. surat pemberitahuan penolakan permohonan pengembalian Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dalam hal tidak terdapat Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang seharusnya dikembalikan,
dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan pengembalian disampaikan.
(3) Dalam hal permohonan pengembalian Pajak Penjualan atas Barang Mewah ditolak, pengusaha kena pajak yang menyerahkan kendaraan bermotor dapat mengajukan permohonan kembali sepanjang permohonan tersebut disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3).


BAB VI
PEMBAYARAN KEMBALI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH YANG SEBELUMNYA MEMANFAATKAN PEMBEBASAN

Pasal 25


(1) Dalam hal terdapat Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang yang seharusnya tidak diberikan Pembebasan saat diterbitkannya:
a. Surat Keterangan Bebas pengganti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1); atau
b. surat pembatalan Surat Keterangan Bebas atau surat pembatalan Surat Keterangan Bebas pengganti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1),
Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional harus membayar Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang yang semula telah diberikan Pembebasan.
(2) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dibayar sebelum permohonan Pembebasan berikutnya, yang diajukan setelah penerbitan Surat Keterangan Bebas pengganti, surat pembatalan Surat Keterangan Bebas, atau surat pembatalan Surat Keterangan Bebas pengganti.
(3) Dalam hal Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dilunasi, kepala KPP:
a. menyampaikan informasi tersebut beserta usulan kepada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri atau kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara untuk tidak memberikan rekomendasi pemberian Pembebasan kepada Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional; dan
b. tidak memproses permohonan penerbitan Surat Keterangan Bebas yang diajukan setelah penerbitan surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau huruf b.


Pasal 26


(1) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang wajib dibayar kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6) terutang pada saat Barang Kena Pajak dipindahtangankan dan/atau Jasa Kena Pajak dialihmanfaatkan.
(2) Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional wajib melakukan pembayaran kembali Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak saat dipindahtangankan dan/atau dialihmanfaatkan.
(3) Dikecualikan dari kewajiban pembayaran kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal pemindahtanganan Barang Kena Pajak dan/atau pengalihmanfaatan Jasa Kena Pajak dilakukan kepada:
a. sesama Perwakilan Negara Asing, Badan Internasional, Pejabat Perwakilan Negara Asing, dan Pejabat Badan Internasional yang berhak mendapatkan fasilitas Pembebasan; dan/atau
b. pemerintah Indonesia.
(4) Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional yang melakukan pemindahtanganan dan/atau pengalihmanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus menyampaikan berita acara pemindahtanganan dan/atau pengalihmanfaatan kepada kepala KPP paling lama 1 (satu) bulan sejak saat Barang Kena Pajak dipindahtangankan atau Jasa Kena Pajak dialihmanfaatkan.
(5) Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 

Pasal 27


(1) Apabila dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun:
a. Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional tidak lagi memenuhi syarat sebagai pihak yang memperoleh Pembebasan; atau
b. Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Badan Internasional akan meninggalkan Indonesia sesuai dengan jangka waktu penugasan,
Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional harus menentukan status pemindahtanganan Barang Kena Pajak dan/atau pengalihmanfaatan Jasa Kena Pajak yang telah mendapatkan Pembebasan yang dituangkan dalam bentuk laporan pemindahtanganan dan/atau pengalihmanfaatan.
(2) Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Barang Kena Pajak:
a. kendaraan bermotor; dan/atau
b. selain kendaraan bermotor dengan:
1. nilai lebih dari Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah); atau
2. memiliki masa manfaat lebih dari 4 (empat) tahun sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pajak penghasilan.
(3) Laporan pemindahtanganan dan/atau pengalihmanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat keterangan bahwa Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dipindahtangankan atau dialihmanfaatkan kepada:
a. sesama Perwakilan Negara Asing, Badan Internasional, Pejabat Perwakilan Negara Asing, atau Pejabat Badan Internasional yang berhak mendapatkan Pembebasan;
b. pemerintah Indonesia; atau
c. pihak lain selain pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b.
(4) Laporan pemindahtanganan dan/atau pengalihmanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri:
a. berita acara pemindahtanganan dan/atau pengalihmanfaatan dalam hal pemindahtanganan dan/atau pengalihmanfaatan dilakukan kepada sesama Perwakilan Negara Asing, Badan Internasional, Pejabat Perwakilan Negara Asing, atau Pejabat Badan Internasional yang berhak mendapatkan Pembebasan dan pemerintah Indonesia; atau
b. bukti pembayaran kembali dalam hal pemindahtanganan dan/atau pengalihmanfaatan dilakukan kepada pihak lain.
(5) Laporan pemindahtanganan dan/atau pengalihmanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lama 1 (satu) bulan sejak:
a. saat tidak terpenuhinya syarat sebagai pihak yang memperoleh Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; atau
b. tanggal terbit exit permit only atas selesainya masa penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
(6) Laporan pemindahtanganan dan/atau pengalihmanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
 

Pasal 28


(1) Penyampaian berita acara pemindahtanganan dan/atau pengalihmanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) dan laporan pemindahtanganan dan/atau pengalihmanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dilakukan secara elektronik melalui saluran tertentu pada laman Direktorat Jenderal Pajak dengan menggunakan:
a. akun Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atas berita acara dan laporan yang disampaikan oleh Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional; atau
b. akun pejabat yang bersangkutan atas berita acara dan laporan yang disampaikan oleh Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Badan Internasional.
(2) Berita acara dan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan berita acara dan laporan yang ditandatangani oleh:
a. pimpinan untuk Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional; atau
b. pejabat yang bersangkutan untuk Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Badan Internasional.
(3) Dalam hal saluran tertentu pada laman Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum tersedia atau tidak dapat diakses, berita acara dan laporan disampaikan ke KPP:
a. secara langsung; atau
b. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
(4) Tata cara penyampaian berita acara dan laporan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan serta penerbitan, penandatanganan, dan pengiriman keputusan atau ketetapan pajak secara elektronik.


Pasal 29


(1) Kewajiban:
a. pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1); atau
b. pembayaran kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1),
disetorkan ke Kas Negara dengan menggunakan surat setoran pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak berupa bukti penerimaan negara.
(2) Surat setoran pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus:
a. mencantumkan identitas Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional berupa nama dan nomor identitas perpajakan; dan
b. menggunakan:
1. kode akun pajak Pajak Pertambahan Nilai dalam negeri atau Pajak Pertambahan Nilai impor dan kode jenis setoran yang ditujukan untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang semula dibebaskan; atau
2. kode akun pajak Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam negeri atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah impor dan kode jenis setoran yang ditujukan untuk pembayaran Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang semula dibebaskan.
(3) Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 1 tidak dapat dikreditkan.
(4) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah disetorkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dapat diajukan permohonan Pengembalian.


Pasal 30


(1) Dalam hal Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang wajib dibayar kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) belum dilunasi oleh Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional, pihak yang menerima Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak wajib melunasi Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang semula diberikan Pembebasan.
(2) Pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetorkan ke Kas Negara dengan menggunakan surat setoran pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak berupa bukti penerimaan negara.
(3) Penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
a. mencantumkan identitas pihak yang menerima Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak berupa nama dan nomor identitas perpajakan atau nomor pokok wajib pajak; dan
b. menggunakan:
1. kode akun pajak Pajak Pertambahan Nilai dalam negeri atau Pajak Pertambahan Nilai impor dan kode jenis setoran yang ditujukan untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang semula memanfaatkan fasilitas; atau
2. kode akun pajak Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam negeri atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah impor dan kode jenis setoran yang ditujukan untuk pembayaran Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang semula memanfaatkan fasilitas.
(4) Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b angka 1 tidak dapat dikreditkan.
(5) Kepala kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat domisili atau kedudukan pihak yang menerima Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak menagih Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dilakukan.


BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 31


(1) Surat Keterangan Bebas yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini masih dapat dipergunakan sampai dengan tanggal 31 Desember 2024.
(2) Terhadap permohonan Surat Keterangan Bebas dan Pengembalian yang diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, penyelesaian permohonan Pembebasan dilakukan berdasarkan:
a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 161/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pengembalian Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang Telah Dipungut Kepada Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta Pejabatnya; atau
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Kepada Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta Pejabatnya sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.03/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Kepada Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta Pejabatnya.
(3) Faktur Pajak yang belum diajukan permohonan Pengembalian sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini:
a. penyelesaian permohonan Pengembalian dilakukan sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri ini; dan
b. tidak perlu dicantumkan identitas pihak yang berhak memperoleh Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (9).
(4) Kewajiban pembayaran kembali atas Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang diperoleh sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini namun dipindahtangankan atau dialihmanfaatkan setelah berlakunya Peraturan Menteri ini, tata cara pembayaran kembali mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.


BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 32


Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran Kembali Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang Seharusnya Tidak Diberikan Pembebasan oleh Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta Pejabatnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1139);
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 161/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pengembalian Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang Telah Dipungut Kepada Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta Pejabatnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1140); dan
c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Kepada Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta Pejabatnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1141) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.03/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Kepada Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta Pejabatnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 440),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 33


Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober 2024.
 
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Agustus 2024
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

SRI MULYANI INDRAWATI



Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 September 2024
PLT. DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

ASEP N. MULYANA




BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR 516