Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 79 Tahun 2024

Kategori : KUP

Perlakuan Perpajakan Dalam Kerja Sama Operasi


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 79 TAHUN 2024

TENTANG

PERLAKUAN PERPAJAKAN DALAM KERJA SAMA OPERASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

 
Menimbang :
  1. bahwa berdasarkan ketentuan peraturan perundang­-undangan di bidang pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah, telah diatur bentuk pengaturan bersama berupa kerja sama operasi yang merupakan bagian dari bentuk badan lainnya yang wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak dalam hal melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak atas nama kerja sama operasi;
  2. bahwa berdasarkan ketentuan peraturan perundang­-undangan di bidang pajak penghasilan, diatur subjek pajak beserta perlakuan perpajakannya, termasuk subjek pajak yang berbentuk kerja sama operasi;
  3. bahwa untuk memberikan kepastian hukum, kemudahan administrasi, dan kesederhanaan dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah serta pajak penghasilan terhadap pengaturan bersama berbentuk kerja sama operasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu mengatur perlakuan perpajakan bagi kerja sama operasi dalam satu ketentuan yang komprehensif;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perlakuan Perpajakan dalam Kerja Sama Operasi;
 
Mengingat :
  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
  3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
  4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
  5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2022 tentang Penerapan terhadap Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 217, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6830);
  7. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
  8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 977);

MEMUTUSKAN:


Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN DALAM KERJA SAMA OPERASI.
 

BAB I
KETENTUAN UMUM
 
Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
  1. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang­-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
  2. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang­-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang­-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
  3. Pajak Penghasilan adalah pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.
  4. Penghasilan Kena Pajak adalah dasar penghitungan untuk menentukan besarnya Pajak Penghasilan yang terutang.
  5. Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak pertambahan nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
  6. Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pajak penjualan atas barang mewah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
  7. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
  8. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
  9. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
  10. Pengusaha adalah orang pribadi atau Badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
  11. Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
  12. Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
  13. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang­-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
  14. Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
  15. Kerja Sama Operasi yang selanjutnya disingkat KSO adalah Badan yang berbentuk pengaturan bersama antaranggota kerja sama operasi yang mengatur bahwa anggota kerja sama operasi memiliki pengendalian bersama atau memiliki hak atas aset, dan kewajiban terhadap liabilitas, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
  16. Anggota KSO yang selanjutnya disebut Anggota adalah orang pribadi atau Badan termasuk bentuk usaha tetap yang melakukan perjanjian kerja sama KSO.
  17. Pelanggan adalah orang pribadi atau Badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan barang dan/atau jasa dari KSO atau Anggota, dan yang membayar atau seharusnya membayar harga barang dan/atau membayar atau seharusnya membayar penggantian atas jasa tersebut.
  18. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
  19. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak.
  20. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu masa pajak.
  21. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.

Pasal 2

Lingkup Peraturan Menteri ini terdiri atas:
  1. perlakuan perpajakan bagi KSO yang wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan. sebagai Pengusaha Kena Pajak; dan
  2. perlakuan perpajakan bagi KSO yang tidak wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan tidak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

BAB II
PERLAKUAN PERPAJAKAN BAGI KSO YANG WAJIB MENDAFTARKAN DIRI UNTUK MEMPEROLEH NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN WAJIB MELAPORKAN USAHA UNTUK DIKUKUHKAN SEBAGAI PENGUSAHA KENA PAJAK
 
Bagian Kesatu
Kewajiban Mendaftarkan Diri dan Melaporkan Usaha
 
Pasal 3


(1) KSO wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak sebagai Wajib Pajak Badan dalam hal perjanjian kerja sama KSO atau pelaksanaan kerja samanya memenuhi kriteria bahwa KSO:
a. melakukan penyerahan barang dan/atau jasa;
b. menerima atau memperoleh penghasilan; dan/atau
c. mengeluarkan biaya atau membayarkan penghasilan kepada pihak lain,
atas nama KSO.
(2) Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan KSO, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) Tempat kedudukan KSO sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan tempat tinggal atau tempat kedudukan salah satu Anggota yang berada di dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditunjuk dalam:
a. perjanjian kerja sama KSO; atau
b. surat penunjukan,
untuk mewakili KSO.
(4) Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 1 (satu) bulan setelah saat:
a. pendirian KSO, dalam hal di dalam perjanjian kerja sama KSO menunjukkan adanya kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1); atau
b. melakukan kegiatan sesuai dengan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal di dalam perjanjian kerja sama KSO tidak menunjukkan adanya kriteria tersebut.

 

Pasal 4


(1) KSO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dalam hal:
a. KSO telah melebihi batasan Pengusaha kecil sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai batasan Pengusaha kecil Pajak Pertambahan Nilai; dan/atau
b. 1 (satu) atau lebih Anggota telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
(2) Tempat pelaporan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­-undangan di bidang perpajakan
(3) Contoh pelaksanaan kewajiban KSO mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 5


KSO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
 

Bagian Kedua
Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
 
Pasal 6


(1) Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) yang dilakukan oleh:
a. Anggota kepada KSO; dan
b. KSO kepada Pelanggan,
dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2) Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu pada saat terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh KSO kepada Pelanggan.
(3) Dasar pengenaan pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Anggota kepada KSO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a menggunakan nilai lain berupa nilai kontribusi yang disepakati oleh tiap Anggota yang tercantum dalam perjanjian kerja sama dan/atau dokumen kesepakatan.
(4) Besarnya nilai kontribusi yang disepakati oleh tiap Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dirinci berdasarkan jenis Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang diserahkan oleh Anggota.
(5) Dasar pengenaan pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh KSO kepada Pelanggan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menggunakan dasar pengenaan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(6) Atas penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, KSO yang merupakan Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak kepada Pelanggan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(7) Atas penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Anggota yang merupakan Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak paling lambat pada saat KSO membuat Faktur Pajak atas penyerahan kepada Pelanggan sebagaimana dimaksud pada ayat (6).
(8) Pajak masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, dapat dikreditkan oleh Anggota atau KSO sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan pajak masukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(9) Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang termasuk dalam jenis Barang Kena Pajak yang tergolong mewah dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah 1 (satu) kali pada saat penyerahan dari KSO kepada Pelanggan.
(10) KSO dan tiap Anggota wajib menyetorkan dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(11) Contoh perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah bagi KSO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Bagian Ketiga
Perlakuan Pajak Penghasilan
 
Pasal 7


(1) Penghasilan yang diterima atau diperoleh KSO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dari Pelanggan, merupakan penghasilan bagi KSO.
(2) Jenis penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan:
a. tidak bersifat final; atau
b. bersifat final,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) Pajak Penghasilan tidak bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dihitung dengan cara menerapkan tarif Pajak Penghasilan atas Penghasilan Kena Pajak.
(4) Pajak Penghasilan bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dihitung dengan cara menerapkan tarif Pajak Penghasilan bersifat final atas dasar pengenaan pajak.


Pasal 8


(1) Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), penghasilan dikurangi dengan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
(2) Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya yang dikeluarkan dan dibebankan sebagai biaya oleh KSO termasuk biaya yang dikeluarkan sesuai dengan kontribusi Anggota kepada KSO.
(3) Besarnya biaya yang dikeluarkan sesuai dengan kontribusi Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
a. merupakan nilai yang disepakati oleh tiap Anggota yang tercantum dalam perjanjian kerja sama KSO dan/atau dokumen kesepakatan; dan
b. harus dirinci berdasarkan jenis barang dan/atau jasa yang diserahkan oleh Anggota.
(4) Biaya yang dikeluarkan sesuai dengan kontribusi Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan penghasilan bagi Anggota yang diakui pada saat KSO:
a. menerima atau memperoleh penghasilan dari Pelanggan; dan
b. mengakui pembebanan biaya yang berasal dari kontribusi Anggota.


Pasal 9


(1) Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) tidak dapat dibebankan sebagai biaya oleh KSO.
(2) Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya yang dikeluarkan dan dibebankan sebagai biaya oleh KSO termasuk biaya yang dikeluarkan sesuai dengan kontribusi Anggota kepada KSO.
(3) Besarnya biaya yang dikeluarkan sesuai dengan kontribusi Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
a. merupakan nilai yang disepakati oleh tiap Anggota yang tercantum dalam perjanjian kerja sama KSO dan/atau dokumen kesepakatan; dan
b. harus dirinci berdasarkan jenis barang dan/atau jasa yang diserahkan oleh Anggota.
(4) Biaya yang dikeluarkan sesuai dengan kontribusi Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan penghasilan bagi Anggota yang diakui pada saat KSO menerima atau memperoleh penghasilan dari Pelanggan.


Pasal 10


(1) Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) setelah dikurangi dengan Pajak Penghasilan, atau laba atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) setelah dikurangi dengan Pajak Penghasilan bersifat final, merupakan bagian laba atau sisa hasil usaha yang dibagikan oleh KSO kepada Anggota.
(2) Bagian laba atau sisa hasil usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari KSO kepada Anggota yang merupakan:
a. subjek pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, bukan merupakan objek Pajak Penghasilan dan bukan merupakan objek pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan; atau
b. subjek pajak luar negeri, merupakan objek pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) Dalam hal bagian laba atau sisa hasil usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a yang diterima atau diperoleh bentuk usaha tetap tidak ditanamkan kembali di Indonesia, bagian laba atau sisa hasil usaha dimaksud merupakan objek Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan.
(4) Bagian laba atau sisa hasil usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilaporkan oleh tiap Anggota dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagai penghasilan yang bukan merupakan objek Pajak Penghasilan.
(5) Contoh perlakuan Pajak Penghasilan berupa penentuan besarnya Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), biaya yang dikeluarkan sesuai dengan kontribusi Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4), dan bagian laba atau sisa hasil usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
 

Pasal 11


(1) Dalam hal penghasilan KSO setelah dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan didapat kerugian, kerugian tersebut hanya dapat dikompensasikan oleh KSO dan tidak dapat dikompensasikan dengan penghasilan Anggota, termasuk kerugian saat KSO telah berakhir atau dibubarkan.
(2) Dalam hal penghasilan Anggota setelah dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan didapat kerugian, kerugian tersebut hanya dapat dikompensasikan oleh Anggota dan tidak dapat dikompensasikan dengan penghasilan KSO.
(3) Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), termasuk kerugian Anggota yang berasal dari penghasilan dan biaya tidak dalam rangka perjanjian kerja sama KSO.


Pasal 12


KSO dan Anggota wajib melunasi dan melaporkan Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­-undangan di bidang perpajakan.
 

Bagian Keempat
Perlakuan Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan
 
Pasal 13


(1) Dalam hal KSO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), menerima atau memperoleh penghasilan, melakukan pembelian atau impor, dan/atau melakukan ekspor, yang merupakan objek pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan atau pembayaran atau penyetoran sendiri Pajak Penghasilan, dilakukan:
a. pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan; atau
b. pembayaran atau penyetoran sendiri Pajak Penghasilan,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2) Pajak Penghasilan yang dipotong dan/atau dipungut atau dibayar atau disetor sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan:
a. kredit pajak bagi KSO, untuk menghitung Pajak Penghasilan terutang pada Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, dalam hal Pajak Penghasilan tidak bersifat final; dan/atau
b. pelunasan Pajak Penghasilan bersifat final bagi KSO, dalam hal Pajak Penghasilan bersifat final.
(3) Dalam hal KSO menerima atau memperoleh penghasilan dari usaha jasa konstruksi, pemotongan atau penyetoran sendiri Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan tarif Pajak Penghasilan yang paling tinggi dari Anggota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi.


Pasal 14


KSO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) wajib melakukan pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­-undangan di bidang perpajakan.
 

Pasal 15


(1) Penghasilan Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) dan Pasal 9 ayat (4) tidak dipotong dan/atau dipungut Pajak Penghasilan oleh KSO.
(2) Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan Undang­-Undang Pajak Penghasilan, dalam hal penghasilan Anggota dikenakan Pajak Penghasilan tidak bersifat final; atau
b. dikenai Pajak Penghasilan bersifat final dengan cara disetor sendiri oleh Anggota, dalam hal penghasilan Anggota dikenakan Pajak Penghasilan bersifat final.
(3) Dalam hal penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) merupakan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya, Pajak Penghasilan yang disetor sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf b merupakan pelunasan atas Pajak Penghasilan Anggota.
(4) Dalam hal penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) dan Pasal 9 ayat (4) diterima atau diperoleh Anggota yang merupakan subjek pajak luar negeri, penghasilan tersebut merupakan objek pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 26 Undang­-Undang Pajak Penghasilan


Pasal 16


KSO dan Anggota wajib melaporkan Pajak Penghasilan yang telah dibayar atau disetor sendiri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
 

Bagian Kelima
Perlakuan Pajak Penghasilan bagi KSO yang Melakukan Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
 
Pasal 17


(1) Dalam hal Pajak Penghasilan yang disetor sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf b merupakan Pajak Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya, KSO harus menyampaikan permohonan penelitian bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan.
(2) Penyampaian permohonan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan tata cara penelitian bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dan perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya.
(3) Dalam rangka proses balik nama hak atas tanah dan/atau bangunan pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang, KSO harus melampirkan:
a. surat keterangan yang merupakan hasil dari permohonan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
b. salinan perjanjian kerja sama KSO atau akta pendirian sebagai bentuk KSO, sesuai dengan aslinya.
(4) Contoh pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan dan/atau penyetoran sendiri Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh KSO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 14, dan Pasal 15 serta penelitian bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


BAB III
PERLAKUAN PERPAJAKAN BAGI KSO YANG TIDAK WAJIB MENDAFTARKAN DIRI UNTUK MEMPEROLEH NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN TIDAK WAJIB MELAPORKAN USAHANYA UNTUK DIKUKUHKAN SEBAGAI PENGUSAHA KENA PAJAK
 
Bagian Kesatu
Pendaftaran Diri dan Pelaporan Usaha
 
Pasal 18


(1) KSO tidak wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dalam hal perjanjian kerja sama KSO atau pelaksanaan kerja samanya tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
(2) KSO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
(3) Contoh pelaksanaan KSO yang tidak wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tidak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 19


KSO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan pada tiap Anggota.
 

Bagian Kedua
Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
 
Pasal 20


(1) Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh Anggota kepada Pelanggan dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2) Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) Dasar pengenaan pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(4) Atas penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Anggota yang merupakan Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(5) Pajak masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, dapat dikreditkan oleh Anggota sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan pajak masukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(6) Anggota wajib menyetorkan dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

 

Bagian Ketiga
Perlakuan Pajak Penghasilan
 
Pasal 21


Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam rangka KSO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dihitung, diperhitungkan, dibayar, dan dilaporkan oleh Anggota sesuai dengan proporsi yang disepakati dalam perjanjian kerja sama KSO, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
 

Bagian Keempat
Perlakuan Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan
 
Pasal 22

(1) Kewajiban pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan dalam perjanjian kerja sama KSO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dilaksanakan oleh tiap Anggota, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2) Dalam hal Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menerima atau memperoleh penghasilan, melakukan pembelian atau impor, dan/atau melakukan ekspor, yang merupakan objek pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan atau pembayaran atau penyetoran sendiri Pajak Penghasilan, dilakukan:
a. pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan; atau
b. pembayaran atau penyetoran sendiri Pajak Penghasilan,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) Anggota wajib melaporkan Pajak Penghasilan yang telah dipotong dan/atau dipungut atau dibayar atau disetor sendiri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­-undangan di bidang perpajakan

 

BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN
 
Pasal 23


KSO yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku dan memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) wajib:
  1. mengajukan permohonan pemindahan tempat KSO terdaftar, dalam hal tempat KSO terdaftar tersebut tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2);
  2. melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), dalam hal KSO tersebut belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1);
  3. melakukan pemenuhan kewajiban, berupa:
    1. pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 untuk masa pajak setelah berlakunya Peraturan Menteri ini; dan
    2. pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 sejak masa pajak Januari 2025; dan
  4. menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, sejak tahun pajak 2025.
 

Pasal 24


Terhadap KSO yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak sebelum Peraturan Menteri ini berlaku tetapi tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), harus mengajukan:
  1. permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak; atau
  2. permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, dalam hal KSO merupakan Pengusaha Kena Pajak.
 

BAB V
KETENTUAN PENUTUP
 
Pasal 25


Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
 
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
 



  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Oktober 2024
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 Oktober 2024
PLT. DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

ASEP N. MULYANA
 


BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR 769