Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 82 Tahun 2024
Tata Cara Pembebasan Cukai
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 82 TAHUN 2024
TENTANG
TATA CARA PEMBEBASAN CUKAI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
a. | bahwa ketentuan mengenai pembebasan cukai telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.04/2010 tentang Tata Cara Pembebasan Cukai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 172/PMK.04/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.04/2010 tentang Tata Cara Pembebasan Cukai; |
b. | bahwa untuk memberikan kepastian hukum dan meningkatkan pelayanan di bidang cukai melalui penyederhanaan proses bisnis serta akomodasi pertumbuhan atau perkembangan dunia usaha, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.04/2010 tentang Tata Cara Pembebasan Cukai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 172/PMK.04/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.04/2010 tentang Tata Cara Pembebasan Cukai, perlu untuk diganti; |
c. | bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pembebasan Cukai; |
1. | Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; |
2. | Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661); |
3. | Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736); |
4. | Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); |
5. | Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98); |
6. | Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 977); |
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBEBASAN CUKAI.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. | Pembebasan Cukai adalah fasilitas yang diberikan kepada Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir untuk tidak membayar cukai yang terutang. |
2. | Periode Pembebasan adalah jangka waktu pemberian Pembebasan Cukai sesuai dengan penetapan pemberian Pembebasan Cukai. |
3. | Pabrik adalah tempat tertentu termasuk bangunan, halaman, dan lapangan yang merupakan bagian daripadanya, yang dipergunakan untuk menghasilkan barang kena cukai dan/atau untuk mengemas barang kena cukai dalam kemasan untuk penjualan eceran. |
4. | Orang adalah orang pribadi atau badan hukum. |
5. | Pengguna Barang Kena Cukai yang Mendapatkan Pembebasan Cukai yang selanjutnya disebut Pengguna adalah Orang yang telah mendapatkan Nomor Pokok Pengguna Pembebasan. |
6. | Pengusaha Pabrik adalah Orang yang mengusahakan Pabrik. |
7. | Tempat Penyimpanan adalah tempat, bangunan, dan/atau lapangan yang bukan merupakan bagian dari Pabrik, yang dipergunakan untuk menyimpan barang kena cukai berupa etil alkohol yang masih terutang cukai dengan tujuan untuk disalurkan, dijual, atau diekspor. |
8. | Pengusaha Tempat Penyimpanan adalah Orang yang mengusahakan Tempat Penyimpanan. |
9. | Importir adalah Orang yang memasukkan barang kena cukai ke dalam Daerah Pabean. |
10. | Batasan Pembebasan Cukai adalah batasan jumlah barang kena cukai yang dapat diberikan Pembebasan Cukai. |
11. | Batasan Penggunaan adalah batasan jumlah barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai yang dapat digunakan oleh Pengguna. |
12. | Nomor Pokok Pengguna Pembebasan yang selanjutnya disingkat NPPP adalah nomor yang diberikan kepada Pengguna sebagai identitas dan sarana administrasi untuk melaksanakan ketentuan Pembebasan Cukai. |
13. | Pendaftaran Pembebasan Cukai yang selanjutnya disebut Pendaftaran adalah kegiatan pendaftaran yang dilakukan oleh Orang untuk ditetapkan sebagai Pengguna dan diberikan NPPP sehingga dapat menggunakan barang kena cukai sesuai dengan ketentuan Pembebasan Cukai. |
14. | Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai yang selanjutnya disingkat NPPBKC adalah izin untuk menjalankan kegiatan sebagai Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir barang kena cukai, penyalur, atau pengusaha tempat penjualan eceran di bidang cukai sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai perizinan di bidang cukai. |
15. | Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disingkat NPWP adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. |
16. | Bahan Baku adalah barang dan/atau bahan yang akan diolah menjadi barang hasil produksi yang mempunyai nilai guna yang lebih tinggi. |
17. | Bahan Penolong adalah barang dan/atau bahan selain Bahan Baku yang digunakan dalam rangkaian kegiatan pengolahan atau kegiatan penggabungan yang berfungsi membantu dalam proses produksi. |
18. | Barang Hasil Akhir yang Bukan Merupakan Barang Kena Cukai yang selanjutnya disebut BHA Bukan BKC adalah barang setengahjadi atau barangjadi yang tidak termasuk barang kena cukai yang dalam proses pembuatannya menggunakan barang kena cukai sebagai Bahan Baku atau Bahan Penolong. |
19. | Etil Alkohol Murni adalah etil alkohol yang tidak didenaturasi, etil alkohol yang tidak dicampur dengan bahan pencampur tertentu, atau etil alkohol yang tidak dirusak dengan bahan perusak tertentu. |
20. | Etil Alkohol Campur adalah etil alkohol yang didenaturasi atau yang ditambahkan bahan pencampur tertentu sehingga menjadi tidak baik/tidak layak untuk diminum, namun masih baik digunakan dalam rangka Pembebasan Cukai. |
21. | Proses Produksi Terpadu adalah suatu rangkaian proses produksi yang dilakukan di Pabrik etil alkohol, mulai dari pembuatan etil alkohol sebagai Bahan Baku sampai dengan pembuatan BHA Bukan BKC. |
22. | Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku undang-undang mengenai kepabeanan. |
23. | Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
24. | Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk. |
25. | Surat Teguran adalah surat yang diterbitkan oleh Pejabat Bea dan Cukai untuk menegur atau memperingatkan penanggung bea masuk dan/atau cukai untuk melunasi utang bea masuk dan/atau cukai, pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), dan/atau pajak penghasilan (PPh) yang tercantum dalam surat penetapan yang tidak dibayar pada waktunya. |
26. | Surat Teguran di Bidang Cukai yang selanjutnya disebut STCK-2 adalah surat yang diterbitkan oleh Pejabat Bea dan Cukai untuk menegur atau memperingatkan penanggung cukai untuk melunasi utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau bunga. |
27. | Pengangsuran adalah pembayaran utang secara bertahap. |
28. | Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Khusus yang membawahi Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
29. | Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut Kantor adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai dan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban berdasarkan ketentuan undang-undang mengenai kepabeanan dan undang-undang mengenai cukai. |
30 | Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. |
31. | Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai. |
32. | Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu berdasarkan undang-undang mengenai kepabeanan dan undang-undang mengenai cukai. |
33. | Kementerian/Lembaga adalah kementerian negara, lembaga pemerintah, lembaga pemerintah nonkementerian, dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya. |
34. | Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. |
35. | Pemerintah Desa adalah kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. |
36. | Organisasi Nonpemerintah adalah lembaga swadaya masyarakat yang melaksanakan kegiatan yang bersifat nirlaba dan berkedudukan di Indonesia. |
37. | Perguruan Tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi. |
38. | Badan Usaha adalah badan atau lembaga berbadan hukum yang melakukan kegiatan usaha dan salah satu kegiatannya melakukan penelitian atau percobaan guna peningkatan atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
39. | Hari Kerja adalah hari kegiatan operasional dan/atau layanan dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan. |
BAB II
RUANG LINGKUP PEMBEBASAN CUKAI
Bagian Kesatu
Jenis Pembebasan Cukai
Pasal 2
(1) | Pembebasan Cukai dapat diberikan atas barang kena cukai:
|
||||||||||||||||||||||
(2) | Pembebasan Cukai dapat juga diberikan atas barang kena cukai tertentu yaitu:
|
||||||||||||||||||||||
(3) | Dalam hal barang kena cukai yang digunakan sebagai Bahan Baku atau Bahan Penolong sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b digunakan untuk kebutuhan sanitasi, pembersihan mesin produksi, dan/atau kegiatan lainnya yang tidak berkaitan langsung dengan pembuatan BHA Bukan BKC, tidak diberikan Pembebasan Cukai |
(1) | Jenis barang kena cukai yang dapat diberikan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) terdiri atas:
|
||||||||
(2) | Etil alkohol sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
|
||||||||
(3) | Barang kena cukai yang dapat diberikan Pembebasan Cukai:
|
(1) | BHA Bukan BKC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan huruf b yang pembuatannya menggunakan Bahan Baku atau Bahan Penolong berupa Etil Alkohol Murni sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a, merupakan BHA Bukan BKC berupa:
|
||||||
(2) | BHA Bukan BKC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan huruf b yang pembuatannya menggunakan Bahan Baku atau Bahan Penolong berupa Etil Alkohol Campur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b, minimal harus memiliki komposisi:
|
Bagian Kedua
Tahapan untuk Menggunakan Barang Kena Cukai dengan Pembebasan Cukai
Pasal 5
(1) | Barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf g, dan Pasal 2 ayat (2) huruf b dapat digunakan dengan ketentuan Orang yang akan menggunakan barang kena cukai dimaksud:
|
||||||
(2) | Etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a dapat digunakan setelah Orang mendapatkan NPPP dan terdaftar dalam penetapan pemberian Pembebasan Cukai. | ||||||
(3) | Barang kena cukai yang digunakan untuk:
|
||||||
(4) | Ketentuan mengenai Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk:
|
Bagian Ketiga
Tahapan untuk Mendapatkan Pembebasan Cukai
Pasal 6
(1) | Untuk dapat diberikan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf c, dan huruf g dan Pasal 2 ayat (2) huruf b, Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir harus mendapatkan penetapan pemberian Pembebasan Cukai. | ||||
(2) | Untuk dapat diberikan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b dan Pasal 2 ayat (2) huruf a, Pengusaha Pabrik harus mendapatkan penetapan pemberian Pembebasan Cukai. | ||||
(3) | Ketentuan mengenai penetapan Pembebasan Cukai atas barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang digunakan untuk:
|
BAB III
PENDAFTARAN
Bagian Kesatu
Persyaratan Pendaftaran, Permohonan Pendaftaran, Pemeriksaan Lokasi, dan Pemaparan Proses Bisnis
Paragraf 1
Persyaratan Pendaftaran
Pasal 7
(1) | Orang yang akan menggunakan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai harus melakukan Pendaftaran untuk mendapatkan NPPP. | ||||||||||||||||
(2) | Dikecualikan dari ketentuan harus melakukan Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal Orang yang akan menggunakan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai memiliki izin Tempat Penimbunan Berikat. | ||||||||||||||||
(3) | Izin Tempat Penimbunan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberlakukan sebagai NPPP. | ||||||||||||||||
(4) | Dalam hal Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c dan huruf g dan Pasal 2 ayat (2) huruf b, Orang yang dapat melakukan Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk:
|
||||||||||||||||
(5) | Dalam hal barang kena cukai untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a digunakan oleh Badan Usaha untuk:
|
||||||||||||||||
(6) | Dalam hal barang kena cukai untuk tujuan sosial berupa keperluan bantuan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c digunakan oleh badan usaha untuk:
|
(1) | Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dapat dilakukan sepanjang memenuhi persyaratan:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Persyaratan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) | Dikecualikan dari ketentuan memiliki tempat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dalam hal 1 (satu) Orang atau lebih yang akan menggunakan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai berupa etil alkohol sebagai Bahan Baku atau Bahan Penolong:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(4) | Pengusaha yang mengelola tempat penimbunan barang kena cukai yang digunakan oleh 1 (satu) Orang atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(5) | Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b untuk:
|
Paragraf 2
Permohonan Pendaftaran
(1) | Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dilakukan dengan mengajukan permohonan dilengkapi persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5) kepada kepala Kantor. | ||||||
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||||||
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan untuk:
|
Paragraf 3
Pemeriksaan Lokasi
Pasal 10
(1) | Kepala Kantor atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk:
|
||||
(2) | Pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara fisik. | ||||
(3) | Pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui media elektronik berdasarkan pertimbangan kepala Kantor. | ||||
(4) | Permohonan Pendaftaran atas jenis Pembebasan Cukai berupa barang kena cukai yang digunakan untuk tujuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf g dapat tidak dilakukan pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan pertimbangan kepala Kantor. |
Paragraf 4
Pemaparan Proses Bisnis
Pasal 11
(1) | Orang yang mengajukan permohonan Pendaftaran untuk dapat menggunakan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagai Bahan Baku atau Bahan Penolong dalam pembuatan BHA Bukan BKC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan huruf b, harus memaparkan proses bisnis kepada kepala Kantor. |
(2) | Pemaparan proses bisnis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh jajaran direksi atau kuasanya paling cepat pada Hari Kerja berikutnya atau paling lambat 5 (lima) Hari Kerja setelah tanggal penerbitan berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1). |
(3) | Dalam hal pemaparan tidak dilakukan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala Kantor memberikan penolakan atas permohonan Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menerbitkan surat penolakan disertai dengan alasan. |
Bagian Kedua
Penelitian dan Pemberian NPPP
Paragraf 1
Penelitian
Pasal 12
(1) | Kepala Kantor melakukan penelitian terhadap:
|
||||||||||
(2) | Kepala Kantor dapat meminta keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan dalam hal diperlukan informasi lebih lanjut atas penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(1) | Penelitian terhadap kriteria BHA Bukan BKC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a yang merupakan BHA Bukan BKC lainnya berdasarkan spesifikasi teknisnya yang dalam proses pembuatannya tidak boleh atau tidak dapat menggunakan Etil Alkohol Campur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c dilakukan berdasarkan pertimbangan kepala Kantor. | ||||||||||
(2) | Pertimbangan kepala Kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
||||||||||
(3) | Selain pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala Kantor dapat menambahkan pertimbangan berdasarkan:
|
Paragraf 2
Pemberian NPPP
Pasal 14
(1) | Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13, dalam hal permohonan:
|
||||
(2) | Penerbitan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) Hari Kerja terhitung setelah:
|
||||
(3) | Dalam hal tidak dilakukan pemeriksaan lokasi dan pemaparan proses bisnis, penerbitan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) Hari Kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap dan benar. | ||||
(4) | Dalam hal kepala Kantor memintakan keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), Orang harus menyampaikan keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari Kerja. | ||||
(5) | Dalam hal terdapat penyampaian keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jangka waktu persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) paling lama 5 (lima) Hari Kerja terhitung setelah keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan diterima. | ||||
(6) | Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak terpenuhi, permohonan ditolak oleh kepala Kantor dengan menerbitkan surat penolakan disertai alasan. | ||||
(7) | Penomoran NPPP terdiri atas NPWP, kode Kantor, dan kode jenis Pembebasan Cukai. |
(1) | Dalam hal terdapat perubahan data dalam NPPP, Pengguna harus mengajukan permohonan perubahan kepada kepala Kantor dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini dilengkapi dengan dokumen perubahan. | ||||||||||||||||||||||||
(2) | Perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa perubahan terhadap:
|
||||||||||||||||||||||||
(3) | Kepala Kantor melakukan penelitian terhadap permohonan perubahan dan dokumen perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf d. | ||||||||||||||||||||||||
(4) | Ketentuan mengenai pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan ketentuan mengenai pemaparan proses bisnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berlaku secara mutatis mutandis terhadap permohonan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e sampai dengan huruf i. | ||||||||||||||||||||||||
(5) | Kepala Kantor melakukan penelitian terhadap:
|
||||||||||||||||||||||||
(6) | Kepala Kantor dapat meminta keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan dalam hal diperlukan informasi lebih lanjut atas penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5). | ||||||||||||||||||||||||
(7) | Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (5), dan/atau ayat (6), dalam hal permohonan:
|
||||||||||||||||||||||||
(8) | Dalam hal kepala Kantor memintakan keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Pengguna harus menyampaikan keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari Kerja. | ||||||||||||||||||||||||
(9) | Dalam hal terdapat penyampaian keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), jangka waktu persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) paling lama 5 (lima) Hari Kerja terhitung setelah keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan diterima. | ||||||||||||||||||||||||
(10) | Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak terpenuhi, permohonan ditolak oleh kepala Kantor dengan menerbitkan surat penolakan disertai alasan. |
BAB IV
PENETAPAN PENGGUNAAN BARANG KENA CUKAI DENGAN PEMBEBASAN CUKAI
Bagian Kesatu
Persyaratan Penggunaan Barang Kena Cukai dengan Pembebasan Cukai
Pasal 16
(1) | Pengguna yang akan menggunakan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf g, dan Pasal 2 ayat (2) huruf b harus mendapatkan penetapan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b. | ||||||||||||||||||||||||||
(2) | Penetapan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sepanjang memenuhi persyaratan:
|
||||||||||||||||||||||||||
(3) | Persyaratan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berupa Pengguna:
|
||||||||||||||||||||||||||
(4) | Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b minimal berupa:
|
||||||||||||||||||||||||||
(5) | Rencana kebutuhan barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c minimal memuat:
|
(1) | Surat rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4) huruf e minimal memuat:
|
||||||||||
(2) | Surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, berasal dari:
|
||||||||||
(3) | Surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk tujuan sosial, berasal dari:
|
Bagian Kedua
Permohonan Penggunaan Barang Kena Cukai dengan Pembebasan Cukai
Pasal 18
(1) | Pengguna harus mengajukan permohonan dilengkapi dengan persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4) kepada Menteri melalui kepala Kantor untuk mendapatkan penetapan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1). | ||||||
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||||||
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan untuk:
|
||||||
(4) | Permohonan penggunaan untuk Periode Pembebasan berikutnya dapat diajukan paling cepat 3 (tiga) bulan sebelum masa berlaku penetapan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai berakhir. |
Bagian Ketiga
Batasan Penggunaan
Pasal 19
(1) | Barang kena cukai:
|
||||||||||||||||||
(2) | Batasan Penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan:
|
||||||||||||||||||
(3) | Batasan Penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c diberikan sebesar jumlah barang kena cukai yang direkomendasikan dalam surat rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4) huruf e. | ||||||||||||||||||
(4) | Batasan Penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diberikan:
|
||||||||||||||||||
(5) | Dasar yang digunakan untuk menghitung rata-rata penggunaan barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan ayat (4) huruf b berupa laporan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai pada Periode Pembebasan yang terakhir. | ||||||||||||||||||
(6) | Batasan Penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dibulatkan ke atas menjadi 1 (satu) satuan. | ||||||||||||||||||
(7) | Perhitungan Batasan Penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) dilakukan sesuai contoh perhitungan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Bagian Keempat
Penetapan Penggunaan Barang Kena Cukai dengan Pembebasan Cukai
Pasal 20
(1) | Kepala Kantor melakukan penelitian terhadap:
|
||||||
(2) | Kepala Kantor dapat:
|
||||||
(3) | Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2), dalam hal permohonan:
|
||||||
(4) | Dalam hal kepala Kantor memintakan keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, Pengguna harus menyampaikan keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari Kerja. | ||||||
(5) | Dalam hal terdapat penyampaian keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jangka waktu persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lama 5 (lima) Hari Kerja terhitung setelah keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan diterima. | ||||||
(6) | Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak terpenuhi, permohonan ditolak oleh kepala Kantor dengan menerbitkan surat penolakan disertai alasan. | ||||||
(7) | Persetujuan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berlaku untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan dalam 1 (satu) tahun berjalan. |
(1) | Pengguna yang telah mendapatkan Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf a, dapat mengajukan permohonan:
|
||||||||
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||||||||
(3) | Permohonan penambahan Batasan Penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilakukan dengan ketentuan realisasi penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai pada Periode Pembebasan tahun berjalan telah mencapai minimal 60% (enam puluh persen) dari Batasan Penggunaan yang telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai. | ||||||||
(4) | Ketentuan mengenai persyaratan penggunaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17 dan ketentuan mengenai Batasan Penggunaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 berlaku secara mutatis mutandis terhadap permohonan penambahan Batasan Penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. | ||||||||
(5) | Berdasarkan permohonan penambahan Batasan Penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, kepala Kantor melakukan penelitian terhadap:
|
||||||||
(6) | Kepala Kantor melakukan penelitian terhadap:
|
||||||||
(7) | Kepala Kantor dapat:
|
||||||||
(8) | Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ayat (6), dan/atau ayat (7), dalam hal permohonan:
|
||||||||
(9) | Dalam hal kepala Kantor memintakan keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a, Pengguna harus menyampaikan keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari Kerja. | ||||||||
(10) | Dalam hal terdapat penyampaian keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (9), jangka waktu persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) paling lama 5 (lima) Hari Kerja terhitung setelah keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan diterima. | ||||||||
(11) | Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak terpenuhi, permohonan ditolak oleh kepala Kantor dengan menerbitkan surat penolakan disertai alasan. |
(1) | Pengguna yang menggunakan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai tidak sesuai peruntukan sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf a dan/atau Pasal 21 ayat (8) huruf a, dikenai sanksi mengenai penyalahgunaan fasilitas Pembebasan Cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai. | ||||
(2) | Pengguna yang menggunakan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai pada saat:
|
BAB V
PEMBERIAN PEMBEBASAN CUKAI YANG DILAKUKAN DENGAN PENETAPAN
Bagian Kesatu
Persyaratan Pemberian Pembebasan Cukai
Pasal 23
(1) | Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir yang akan mendapatkan Pembebasan Cukai atas barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan huruf g angka 1 dan angka 2 dan Pasal 2 ayat (2) huruf b, harus mendapatkan penetapan pemberian Pembebasan Cukai. | ||||||||||||||||
(2) | Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan yang akan mendapatkan Pembebasan Cukai atas barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c, harus mendapatkan penetapan pemberian Pembebasan Cukai. | ||||||||||||||||
(3) | Pengusaha Pabrik yang akan mendapatkan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b dan huruf g angka 3 dan Pasal 2 ayat (2) huruf a, harus mendapatkan penetapan pemberian Pembebasan Cukai. | ||||||||||||||||
(4) | Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dapat diberikan sepanjang memenuhi persyaratan:
|
||||||||||||||||
(5) | Persyaratan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a berupa:
|
||||||||||||||||
(6) | Persyaratan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b berlaku ketentuan:
|
||||||||||||||||
(7) | Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c untuk:
|
Bagian Kedua
Permohonan Pembebasan Cukai
Pasal 24
(1) | Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir harus mengajukan permohonan dilengkapi dengan persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (7) kepada Menteri melalui kepala Kantor untuk mendapatkan penetapan pemberian Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3). |
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf O yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Bagian Ketiga
Batasan Pembebasan Cukai
Pasal 25
(1) | Barang kena cukai:
|
||||||||||||
(2) | Batasan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf e, diberikan sebesar Batasan Penggunaan dalam Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai. | ||||||||||||
(3) | Batasan Pembebasan Cukai untuk etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, diberikan dengan ketentuan:
|
||||||||||||
(4) | Dasar yang digunakan untuk menghitung rata-rata penggunaan etil alkohol sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b berupa laporan penggunaan etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum. | ||||||||||||
(5) | Batasan Pembebasan Cukai untuk etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibulatkan ke atas menjadi 1 (satu) satuan. | ||||||||||||
(6) | Perhitungan Batasan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (5) dilakukan sesuai contoh perhitungan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Bagian Keempat
Penetapan Pemberian Pembebasan Cukai
Pasal 26
(1) | Kepala Kantor melakukan penelitian terhadap:
|
||||||
(2) | Kepala Kantor dapat meminta keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan dalam hal diperlukan informasi lebih lanjut dalam penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | ||||||
(3) | Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2), dalam hal permohonan:
|
||||||
(4) | Dalam hal kepala Kantor memintakan keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir harus menyampaikan keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari Kerja. | ||||||
(5) | Dalam hal terdapat penyampaian keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jangka waktu persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lama 5 (lima) Hari Kerja terhitung setelah keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan diterima. | ||||||
(6) | Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak terpenuhi, permohonan ditolak oleh kepala Kantor dengan menerbitkan surat penolakan disertai alasan. | ||||||
(7) | Persetujuan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berlaku untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan dalam 1 (satu) tahun berjalan. | ||||||
(8) | Masa berlaku Keputusan Menteri mengenai pemberian Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a tidak melebihi masa berlaku Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf a. |
(1) | Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir yang telah mendapatkan Keputusan Menteri mengenai pemberian Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) huruf a, dapat mengajukan permohonan:
|
||||||||
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf Q yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||||||||
(3) | Ketentuan mengenai persyaratan pemberian Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dan ketentuan mengenai Batasan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 berlaku secara mutatis mutandis terhadap permohonan penambahan Batasan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. | ||||||||
(4) | Kepala Kantor melakukan penelitian terhadap:
|
||||||||
(5) | Kepala Kantor melakukan penelitian terhadap:
|
||||||||
(6) | Dalam hal penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diperlukan informasi lebih lanjut, kepala Kantor dapat meminta keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan. | ||||||||
(7) | Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (5), dan/atau ayat (6), dalam hal permohonan:
|
||||||||
(8) | Dalam hal kepala Kantor memintakan keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir harus menyampaikan keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari Kerja. | ||||||||
(9) | Dalam hal terdapat penyampaian keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), jangka waktu persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) paling lama 5 (lima) Hari Kerja terhitung setelah keterangan, dokumen, dan/atau bukti tambahan diterima. | ||||||||
(10) | Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak terpenuhi, permohonan ditolak oleh kepala Kantor dengan menerbitkan surat penolakan disertai alasan. |
Bagian Kelima
Pengeluaran dan Pemesanan Barang Kena Cukai dengan Pembebasan Cukai
Pasal 28
(1) | Pengeluaran barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai:
|
||||||
(2) | Pengeluaran etil alkohol yang dirusak sehingga menjadi tidak baik untuk diminum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c harus dilakukan oleh Pengusaha Pabrik paling lama 3 (tiga) hari setelah pelaksanaan perusakan untuk diangkut ke tempat atau lokasi usaha Pengguna. | ||||||
(3) | Pengeluaran barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan menggunakan dokumen cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penimbunan, pemasukan, pengeluaran, dan pengangkutan barang kena cukai. | ||||||
(4) | Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir yang mengeluarkan, memindahtangankan, dan/atau menjual barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai yang tidak sesuai peruntukan sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri mengenai pemberian Pembebasan Cukai, dikenai sanksi mengenai penyalahgunaan fasilitas Pembebasan Cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai. |
Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir yang melakukan pengeluaran barang kena cukai:
a. | melebihi Batasan Pembebasan Cukai sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri mengenai pemberian Pembebasan Cukai; dan/atau |
b. | diluar Periode Pembebasan, |
dikenai sanksi mengenai penyalahgunaan fasilitas Pembebasan Cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai.
(1) | Pengguna harus membuat surat pemesanan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai untuk jenis Pembebasan Cukai berupa barang kena cukai yang digunakan sebagai Bahan Baku atau Bahan Penolong dalam pembuatan BHA Bukan BKC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan huruf b menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf R yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||||||
(2) | Surat pemesanan barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir sebelum pengeluaran barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28. | ||||||
(3) | Surat pemesanan barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dokumen sumber pengeluaran barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28. | ||||||
(4) | Surat pemesanan barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Pengguna dengan ketentuan:
|
Bagian Keenam
Pencampuran Etil Alkohol yang Mendapatkan Pembebasan Cukai
Pasal 31
(1) | Barang kena cukai berupa etil alkohol yang mendapatkan Pembebasan Cukai harus dilakukan pencampuran sebelum pengeluaran dari Pabrik, Tempat Penyimpanan, atau impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28. | ||||
(2) | Pencampuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penambahan etil alkohol dengan bahan pencampur tertentu untuk menghasilkan Etil Alkohol Campur. | ||||
(3) | Dikecualikan dari ketentuan harus dilakukan pencampuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai yang digunakan berupa Etil Alkohol Mumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a. | ||||
(4) | Pencampuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan di lokasi:
|
Bagian Ketujuh
Perusakan Etil Alkohol yang Mendapatkan Pembebasan Cukai
Pasal 32
(1) | Etil alkohol yang mendapatkan Pembebasan Cukai untuk dirusak sehingga tidak baik untuk diminum harus dilakukan perusakan sebelum pengeluaran dari Pabrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28. |
(2) | Perusakan etil alkohol sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penambahan etil alkohol dengan bahan perusak tertentu untuk menghasilkan etil alkohol yang dirusak sehingga menjadi tidak baik untuk diminum. |
(3) | Perusakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan oleh Pengusaha Pabrik dan dilaksanakan di Pabrik. |
Bagian Kedelapan
Pengujian secara Laboratoris
Pasal 33
(1) | Kepala Kantor dapat melakukan pengujian secara laboratoris untuk menguji kesesuaian jenis dan jumlah bahan pencampur tertentu serta jenis dan jumlah bahan perusak tertentu. |
(2) | Pengujian secara laboratoris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di laboratorium Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai laboratorium Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(3) | Dalam hal pengujian laboratoris tidak dapat dilakukan di laboratorium Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala Kantor dapat melakukan pengujian laboratoris di laboratorium lain. |
(4) | Hasil pengujian secara laboratoris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dapat diberikan toleransi kekurangan (analytical tolerance) jumlah bahan pencampur tertentu atau bahan perusak tertentu. |
BAB VI
PEMBERIAN PEMBEBASAN CUKAI YANG DILAKUKAN TANPA PENETAPAN
Bagian Kesatu
Pembebasan Cukai atas Barang Kena Cukai untuk Keperluan Perwakilan Negara Asing
Pasal 34
(1) | Pembebasan Cukai dapat diberikan atas barang kena cukai untuk keperluan perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d. |
(2) | Barang kena cukai yang diberikan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperoleh dari toko bebas bea atau impor. |
(3) | Ketentuan mengenai Pembebasan Cukai atas barang kena cukai untuk keperluan perwakilan negara asing beserta para pejabatnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
Bagian Kedua
Pembebasan Cukai atas Barang Kena Cukai untuk Keperluan Tenaga Ahli Bangsa Asing
Pasal 35
(1) | Pembebasan Cukai dapat diberikan atas barang kena cukai untuk keperluan tenaga ahli bangsa asing yang bertugas pada badan atau organisasi internasional di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf e. | ||||||||||||||||||
(2) | Keperluan tenaga ahli bangsa asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk keperluan untuk badan internasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. | ||||||||||||||||||
(3) | Barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan Batasan Pembebasan Cukai dengan jumlah paling banyak untuk setiap orang dewasa setiap bulan:
|
||||||||||||||||||
(4) | Dalam hal hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b terdiri atas lebih dari 1 (satu) jenis hasil tembakau, Pembebasan Cukai diberikan sesuai perbandingan secara proporsional sepanjang masih dalam Batasan Pembebasan Cukai setiap jenis hasil tembakau sebagaimana contoh perhitungan yang tercantum dalam Lampiran huruf S yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||||||||||||||||||
(5) | Barang kena cukai yang dapat diberikan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diperoleh dari toko bebas bea atau impor. | ||||||||||||||||||
(6) |
Ketentuan mengenai Pembebasan Cukai atas barang kena cukai untuk keperluan tenaga ahli bangsa asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
Bagian Ketiga
Pembebasan Cukai atas Barang Kena Cukai yang Dibawa oleh Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, atau Kiriman dari Luar Negeri Dalam Jumlah yang Ditentukan
Pasal 36
(1) | Pembebasan Cukai dapat diberikan atas barang kena cukai yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, atau kiriman dari luar negeri dalam jumlah yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf f. | ||||||||||||||||||
(2) | Pembebasan Cukai atas barang kena cukai yang dibawa oleh penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan untuk setiap orang dewasa dengan ketentuan:
|
||||||||||||||||||
(3) | Pembebasan Cukai atas barang kena cukai yang dibawa oleh awak sarana pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan untuk setiap awak sarana pengangkut dengan ketentuan:
|
||||||||||||||||||
(4) | Pembebasan Cukai atas barang kena cukai yang merupakan barang kiriman dari luar negeri untuk setiap penerima barang per kiriman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dengan ketentuan:
|
||||||||||||||||||
(5) | Dikecualikan dari ketentuan Batasan Pembebasan Cukai atas barang kiriman dari luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, dalam hal hasil tembakau yang diimpor oleh Pengusaha Pabrik hasil tembakau digunakan untuk keperluan riset/penelitian dan pengembangan produk. | ||||||||||||||||||
(6) | Jenis dan jumlah barang kiriman dari luar negeri yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan Batasan Pembebasan Cukai sesuai dengan persetujuan kepala Kantor. | ||||||||||||||||||
(7) | Dalam hal hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, ayat (3) huruf b, ayat (4) huruf b, dan ayat (6) terdiri atas lebih dari 1 (satu) jenis hasil tembakau, Pembebasan Cukai diberikan sesuai perbandingan secara proporsional sepanjang masih dalam Batasan Pembebasan Cukai setiap jenis hasil tembakau sebagaimana contoh perhitungan yang tercantum dalam Lampiran huruf S yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||||||||||||||||||
(8) | Dalam hal jumlah barang kena cukai yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, atau kiriman dari luar negeri melebihi Batasan Pembebasan Cukai sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (7), atas kelebihan barang kena cukai:
|
||||||||||||||||||
(9) | Ketentuan mengenai pelaksanaan pemberian Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
Bagian Keempat
Pembebasan Cukai atas Barang Kena Cukai yang Dimasukkan ke Tempat Penimbunan Berikat
Pasal 37
(1) | Pembebasan Cukai dapat diberikan atas barang kena cukai yang berasal dari:
|
||||||
(2) | Pemasukan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai ke Tempat Penimbunan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penimbunan, pemasukan, pengeluaran, dan pengangkutan barang kena cukai. | ||||||
(3) | Dalam hal pengusaha Tempat Penimbunan Berikat akan menggunakan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai yang dimasukkan ke Tempat Penimbunan Berikat untuk:
|
||||||
(4) | Selain dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penimbunan, pemasukan, pengeluaran, dan pengangkutan barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pelaksanaan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(1) | Ketentuan penjualan dan/atau penyerahan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai:
|
||||||||
(2) | Dalam hal pengusaha Tempat Penimbunan Berikat melakukan kegiatan penjualan dan/atau penyerahan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha Tempat Penimbunan Berikat tersebut dikenai sanksi atas penyalahgunaan fasilitas Pembebasan Cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai. |
BAB VII
PENCATATAN DAN PELAPORAN
Bagian Kesatu
Pencatatan dan Pelaporan untuk Pengguna
Pasal 39
(1) | Pengguna yang menggunakan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagai Bahan Baku atau Bahan Penolong dalam pembuatan BHA Bukan BKC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan huruf b harus melakukan pencatatan atas persediaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai minimal:
|
||||||
(2) | Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan:
|
Pengguna harus menyampaikan laporan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai setiap bulan atas penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai:
a. | sebagai Bahan Baku atau Bahan Penolong dalam pembuatan BHA Bukan BKC berdasarkan pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39; dan |
b. | untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan/atau tujuan sosial berupa keperluan di bidang pelayanan kesehatan oleh rumah sakit, |
paling lambat setiap tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya kepada kepala Kantor dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf U yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Bagian Kedua
Pencatatan dan Pelaporan untuk Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, dan Importir
Pasal 41
(1) | Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir, harus:
|
||||||
(2) | Penyampaian laporan penjualan atau penyerahan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikecualikan dalam hal:
|
||||||
(3) | Pengusaha Pabrik harus menyampaikan laporan penggunaan atas etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a setiap bulan kepada kepala Kantor, paling lambat setiap tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf W yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Bagian Ketiga
Pelaporan saat Hari Libur
Pasal 42
(1) | Dalam hal tanggal 10 bulan berikutnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dan Pasal 41 bertepatan dengan:
|
||||||
(2) | Pengguna yang menyatakan hari libur tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c harus menyampaikan surat pernyataan kepada kepala Kantor sebelum atau pada saat hari libur tersebut. |
Bagian Keempat
Perbaikan Pelaporan
Pasal 43
(1) | Laporan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai yang telah disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dapat dilakukan perbaikan berdasarkan permohonan Pengguna kepada kepala Kantor disertai dengan bukti dan/atau alasan perbaikan data. |
(2) | Laporan penjualan atau penyerahan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai yang telah disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf a dapat dilakukan perbaikan berdasarkan permohonan Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir kepada kepala Kantor disertai dengan bukti dan/atau alasan perbaikan data. |
(3) | Laporan penggunaan atas etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum yang telah disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3), dapat dilakukan perbaikan berdasarkan permohonan Pengusaha Pabrik kepada kepala Kantor disertai dengan bukti dan/atau alasan perbaikan data. |
(4) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3) disetujui oleh kepala Kantor, Pejabat Bea dan Cukai melakukan perbaikan data. |
(5) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3) ditolak, kepala Kantor menyampaikan pemberitahuan penolakan disertai alasan. |
BAB VIII
TANGGUNG JAWAB DAN PENGOLAHAN KEMBALI (RECOVERY) ETIL ALKOHOL
Bagian Kesatu
Tanggung Jawab
Pasal 44
(1) | Pengguna bertanggung jawab atas barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai yang berada atau seharusnya berada di tempat atau lokasi usaha Pengguna. |
(2) | Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat bertanggung jawab atas barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai yang berada atau seharusnya berada di Tempat Penimbunan Berikat. |
(3) | Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau pengusaha Tempat Penimbunan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang tidak dapat mempertanggungjawabkan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai yang berada atau seharusnya berada di tempat atau lokasi usaha Pengguna, dikenai sanksi mengenai penyalahgunaan fasilitas Pembebasan Cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai. |
(1) | Barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai berupa etil alkohol yang berada di tempat atau lokasi usaha Pengguna atau pengusaha Tempat Penimbunan Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) dan ayat (2), diberikan toleransi kekurangan karena penguapan, penyusutan, ketidakakuratan alat ukur atau alat timbang, dan/atau sebab lainnya paling banyak 0,5% (nol koma lima persen) dari jumlah barang kena cukai yang seharusnya berada di tempat atau lokasi usaha Pengguna atau pengusaha Tempat Penimbunan Berikat. |
(2) | Dalam hal perbedaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih dari 0,5% (nol koma lima persen) dari volume atau berat yang seharusnya, atas selisih kelebihan perbedaan volume atau berat barang kena cukai dari toleransi sebesar 0,5% (nol koma lima persen) tersebut, dikenai sanksi mengenai penyalahgunaan fasilitas Pembebasan Cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai. |
Bagian Kedua
Pengolahan Kembali (Recovery) Etil Alkohol
Pasal 46
(1) | Kegiatan pengolahan kembali (recovery) etil alkohol dapat dilakukan terhadap Etil Alkohol Murni yang telah digunakan untuk penggunaan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf g angka 1 dan angka 2 dengan cara penyulingan (distillation), rektifikasi, pemurnian (purification), dan/atau cara lainnya dengan ketentuan harus:
|
||||
(2) | Kegiatan pengolahan kembali (recovery) etil alkohol dilarang terhadap Etil Alkohol Campur atau etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum sebagaimana telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf a dan/atau Pasal 21 ayat (8) huruf a dan Keputusan Menteri mengenai pemberian Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) huruf a dan/atau Pasal 27 ayat (7) huruf a, untuk memisahkan bahan pencampur tertentu atau bahan perusak tertentu, baik sebagian maupun seluruhnya, dengan cara penyulingan (distillation), rektifikasi, pemurnian (purification), dan/atau cara lainnya. | ||||
(3) | Pengguna atau setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai. | ||||
(4) | Etil Alkohol Campur atau etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum yang dilakukan pengolahan kembali (recovery), untuk memisahkan bahan pencampur tertentu atau bahan perusak tertentu yang telah ditetapkan, baik sebagian maupun seluruhnya, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai. |
BAB IX
PENYELESAIAN BARANG KENA CUKAI YANG MENDAPATKAN PEMBEBASAN CUKAI
Pasal 47
(1) | Barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai yang telah dimasukkan ke tempat atau lokasi usaha Pengguna dapat dikembalikan ke Pabrik, Tempat Penyimpanan, atau tempat usaha Importir. | ||||
(2) | Dalam hal Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai telah berakhir dan Pengguna tidak mengajukan permohonan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai serta masih terdapat saldo barang kena cukai di tempat atau lokasi usaha Pengguna, Pejabat Bea dan Cukai berdasarkan pemberitahuan tertulis dari Pengguna melakukan pencacahan atas barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai yang berada di tempat atau lokasi usaha Pengguna. | ||||
(3) | Pejabat Bea dan Cukai menuangkan hasil pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam berita acara pencacahan. | ||||
(4) | Dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal berita acara pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), saldo barang kena cukai yang berada di tempat atau lokasi usaha Pengguna harus diselesaikan dengan cara:
|
||||
(5) | Dalam hal jumlah barang kena cukai pada Periode Pembebasan berikutnya yang telah diberikan Batasan Pembebasan Cukai lebih rendah dari jumlah barang kena cukai yang berada di tempat atau lokasi usaha Pengguna, atas selisih perbedaan jumlah barang kena cukai yang berada di tempat atau lokasi usaha Pengguna harus diselesaikan dengan cara:
|
||||
(6) | Dalam hal penyelesaian atas barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai tidak dilakukan sampai dengan jangka waktu yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau ayat (5), kepala Kantor melakukan penagihan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
BAB X
MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 48
(1) | Kepala Kantor Wilayah melakukan monitoring dan evaluasi atas pemenuhan persyaratan dan pelaksanaan ketentuan terhadap:
|
||||||||||||||||||||||||
(2) | Kepala Kantor dapat melakukan monitoring dan evaluasi atas pemenuhan persyaratan dan pelaksanaan ketentuan terhadap:
|
||||||||||||||||||||||||
(3) | Direktur yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang cukai pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kebijakan pemberian Pembebasan Cukai berdasarkan manajemen risiko. | ||||||||||||||||||||||||
(4) | Hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dapat digunakan sebagai dasar:
|
BAB XI
PENYESUAIAN PENILAIAN PROFIL RISIKO DAN PENCABUTAN
Bagian Kesatu
Penyesuaian Penilaian Profil Risiko
Pasal 49
Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir yang:
a. | tidak lagi memenuhi persyaratan untuk mendapatkan Keputusan Menteri mengenai pemberian Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23; |
b. | tidak memenuhi ketentuan pencampuran atau tata cara pencampuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31; |
c. | tidak memenuhi ketentuan perusakan atau tata cara perusakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32; dan/atau |
d. | tidak melaksanakan ketentuan pencatatan dan/atau pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, dilakukan penyesuaian penilaian profil risiko. |
Bagian Kedua
Pencabutan Keputusan Menteri mengenai Penggunaan Barang Kena Cukai dengan Pembebasan Cukai
Pasal 50
(1) | Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf a dan/atau Pasal 21 ayat (8) huruf a dapat dicabut, dalam hal:
|
||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Berdasarkan alasan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala Kantor atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri mengenai pencabutan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||||||||||||||||||||||||||||
(3) | Pejabat Bea dan Cukai melakukan pencacahan atas barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai yang berada di tempat atau lokasi usaha Pengguna paling lama 7 (tujuh) Hari Kerja sejak tanggal pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). | ||||||||||||||||||||||||||||
(4) | Pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan untuk jenis Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf g, dan Pasal 2 ayat (2) huruf b. | ||||||||||||||||||||||||||||
(5) | Pejabat Bea dan Cukai menuangkan hasil pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam berita acara pencacahan. | ||||||||||||||||||||||||||||
(6) | Setelah kepala Kantor atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri mengenai pencabutan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
|
||||||||||||||||||||||||||||
(7) | Dalam hal penyelesaian atas barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai tidak dilakukan sampai dengan jangka waktu yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b, kepala Kantor melakukan penagihan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(1) | Dalam hal Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai dicabut selain karena alasan permohonan dan tidak terdapat penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai paling singkat 6 (enam) bulan berturut-turut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) huruf a dan huruf b, Pengguna dapat mengajukan kembali permohonan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dengan ketentuan:
|
||||
(2) | Ketentuan mengenai penetapan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal 21 berlaku secara mutatis mutandis terhadap pengajuan kembali permohonan penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
Bagian Ketiga
Pencabutan NPPP
Pasal 52
(1) | NPPP dapat dicabut dalam hal:
|
||||||||
(2) | Dalam hal Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai dicabut dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) huruf m dan huruf n, NPPP dicabut. | ||||||||
(3) | Berdasarkan alasan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), kepala Kantor menerbitkan surat pencabutan NPPP dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf Y yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||||||||
(4) | Pejabat Bea dan Cukai melakukan pencacahan atas barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai yang berada di tempat atau lokasi usaha Pengguna paling lama 7 (tujuh) Hari Kerja sejak tanggal pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). | ||||||||
(5) | Pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan untuk jenis Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf g, dan Pasal 2 ayat (2) huruf b | ||||||||
(6) | Pejabat Bea dan Cukai menuangkan hasil pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dalam berita acara pencacahan. | ||||||||
(7) | Setelah kepala Kantor menerbitkan surat pencabutan NPPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3):
|
||||||||
(8) | Dalam hal penyelesaian atas barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai tidak dilakukan sampai dengan jangka waktu yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b, kepala Kantor melakukan penagihan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||||||
(9) | Dalam hal NPPP dicabut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Orang dapat mengajukan kembali permohonan Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9. | ||||||||
(10) | Dalam hal NPPP dicabut sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Orang dapat mengajukan kembali permohonan Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 setelah jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat pencabutan NPPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3). | ||||||||
(11) | Ketentuan mengenai Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 15 berlaku secara mutatis mutandis terhadap pengajuan kembali permohonan Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dan ayat (10). |
Bagian Keempat
Pencabutan Keputusan Menteri mengenai Pemberian Pembebasan Cukai
Pasal 53
(1) | Keputusan Menteri mengenai pemberian Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) huruf a dan/atau Pasal 27 ayat (7) huruf a dapat dicabut dalam hal:
|
||||||||||||
(2) | Berdasarkan alasan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala Kantor atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri mengenai pencabutan Pembebasan Cukai dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf Z yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||||||||||||
(3) | Pejabat Bea dan Cukai melakukan pencacahan atas barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai yang berada di tempat atau lokasi usaha Pengguna paling lama 7 (tujuh) Hari Kerja sejak tanggal pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). | ||||||||||||
(4) | Pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan untuk jenis Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf g, dan Pasal 2 ayat (2) huruf b. | ||||||||||||
(5) | Pejabat Bea dan Cukai menuangkan hasil pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam berita acara pencacahan. | ||||||||||||
(6) | Dalam hal dilakukan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku ketentuan:
|
||||||||||||
(7) | Dalam hal penyelesaian atas barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai tidak dilakukan sampai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a angka 2, kepala Kantor melakukan penagihan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||||||||||
(8) | Dalam hal Keputusan Menteri mengenai pemberian Pembebasan Cukai dicabut dengan alasan selain karena permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir dapat mengajukan kembali permohonan Pembebasan Cukai atas jenis Pembebasan Cukai yang sama dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah tanggal pencabutan. | ||||||||||||
(9) | Ketentuan mengenai persyaratan pemberian Pembebasan Cukai, permohonan Pembebasan Cukai, Batasan Pembebasan Cukai, dan penetapan pemberian Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 sampai dengan Pasal 27 berlaku secara mutatis mutandis terhadap pengajuan kembali permohonan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (8). |
BAB XII
MEKANISME SECARA ELEKTRONIK
Pasal 54
(1) | Pelaksanaan terhadap:
|
||||||||||||||||||||||||||
(2) | Dalam hal:
|
BAB XIII
PENETAPAN PETUNJUK TEKNIS
Pasal 55
Petunjuk teknis mengenai:
a. | pemberlakuan izin Tempat Penimbunan Berikat sebagai NPPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3); |
b. | pelaksanaan Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 15; |
c. | pelaksanaan penetapan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal 21; |
d. | pelaksanaan penetapan pemberian Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 sampai dengan Pasal 27; |
e. | pelaksanaan pemesanan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30; |
f. | pelaksanaan pencampuran etil alkohol yang mendapatkan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31; |
g. | pelaksanaan perusakan etil alkohol yang mendapatkan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32; |
h. | jenis, jumlah, dan formulasi bahan pencampur tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 23, Pasal 31, Pasal 33, dan Pasal 46; |
i. | jenis, jumlah, dan formulasi bahan perusak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 32, Pasal 33, dan Pasal 46; |
j. | pelaksanaan pengujian secara laboratoris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33; |
k. | batasan toleransi kekurangan (analytical tolerance) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (4); |
l. | pelaksanaan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48; |
m. | pelaksanaan pencabutan Keputusan Menteri mengenai penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50; |
n. | pelaksanaan pencabutan NPPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52; dan |
o. | pelaksanaan pencabutan Keputusan Menteri mengenai pemberian Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53, |
dapat ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 56
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. | Pengguna yang telah memiliki NPPP sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, mengajukan permohonan Pendaftaran dengan melampirkan persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5) dan diterbitkan NPPP baru tanpa dilakukan pemeriksaan lokasi dan pemaparan proses bisnis; |
b. | permohonan Pembebasan Cukai yang diajukan untuk tahun 2024 dengan NPPP lama, dilakukan dan diselesaikan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.04/2010 tentang Tata Cara Pembebasan Cukai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 172/PMK.04/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.04/2010 tentang Tata Cara Pembebasan Cukai; |
c. | penetapan pemberian Pembebasan Cukai yang telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.04/2010 tentang Tata Cara Pembebasan Cukai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 172/PMK.04/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.04/2010 tentang Tata Cara Pembebasan Cukai, tetap berlaku sampai dengan masa berlaku penetapan pemberian Pembebasan Cukai berakhir; dan |
d. | penetapan penggunaan barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai dan penetapan pemberian Pembebasan Cukai dengan NPPP baru, dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri ini dan mulai berlaku tahun 2025. |
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 57
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. | Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.04/2010 tentang Tata Cara Pembebasan Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 263); |
b. | Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.04/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.04/2010 tentang Tata Cara Pembebasan Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 237); · |
c. | Pasal 31 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 59/PMK.04/2017 tentang Tidak Dipungut Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 651); |
d. | Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 203/PMK.04/2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1900); |
e. | Pasal 14 ayat (6) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 204/PMK.04/2017 tentang Toko Bebas Bea (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1901); |
f. | Peraturan Menteri Keuangan Nomor 172/PMK.04/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.04/2010 tentang Tata Cara Pembebasan Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1500); dan |
g. | Pasal 30 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2023 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor dan Ekspor Barang Kiriman (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 740) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2023 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor dan Ekspor Barang Kiriman (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 823), |
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Oktober 2024 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
|
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 Oktober 2024
PLT. DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ASEP N. MULYANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR 772
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.