Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
a. | bahwa untuk memperkuat efektivitas pengendalian impor barang pertanian dan peternakan, perlu mengatur kembali kebijakan dan pengaturan impor barang pertanian dan peternakan; |
b. | bahwa kebijakan dan pengaturan impor barang pertanian dan peternakan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum, sehingga perlu diganti; |
c. | bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor Barang Pertanian dan Peternakan; |
1. | Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; |
2. | Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); |
3. | Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661); |
4. | Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 225, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6994); |
5. | Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5512) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856); |
6. | Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4998) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 279, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5768); |
7. | Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2010 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemerintah Kepada Dewan Kawasan Sabang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5175); |
8. | Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6640) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6891); |
9. | Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6641); |
10. | Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6652); |
11. | Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6653); |
12. | Peraturan Presiden Nomor 168 Tahun 2024 tentang Kementerian Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 364); |
13. | Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2025 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2025 Nomor 53); |
14. | Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16 Tahun 2025 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2025 Nomor 449); |
1. | Barang adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, dan dapat diperdagangkan, dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha. |
2. | Pertanian adalah kegiatan mengelola sumber daya alam hayati dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen untuk menghasilkan komoditas pertanian yang mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan dalam suatu agroekosistem. |
3. | Peternakan adalah segala urusan yang berkaitan dengan sumber daya fisik, benih, bibit, bakalan, ternak ruminansia indukan, pakan, alat dan mesin Peternakan, budi daya ternak, panen, pascapanen, pengolahan, pemasaran, pengusahaan, pembiayaan, serta sarana dan prasarana. |
4. | Impor adalah kegiatan memasukkan Barang ke dalam daerah pabean. |
5. | Importir adalah orang perseorangan, lembaga, atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum, yang melakukan Impor. |
6. | Pelaku Usaha adalah orang perseorangan atau badan usaha yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu. |
7. | Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya. |
8. | Nomor Induk Berusaha yang selanjutnya disingkat NIB adalah bukti registrasi/pendaftaran Pelaku Usaha untuk melakukan kegiatan usaha dan sebagai identitas bagi Pelaku Usaha dalam pelaksanaan kegiatan usahanya. |
9. | Angka Pengenal Importir yang selanjutnya disingkat API adalah tanda pengenal sebagai Importir. |
10. | API Umum yang selanjutnya disebut API-U adalah tanda pengenal sebagai Importir yang hanya diberikan kepada badan usaha yang melakukan Impor Barang tertentu untuk tujuan diperdagangkan atau dipindahtangankan. |
11. | API Produsen yang selanjutnya disebut API-P adalah tanda pengenal sebagai Importir yang hanya diberikan kepada badan usaha yang melakukan Impor Barang tertentu untuk dipergunakan sendiri sebagai Barang modal, Bahan Baku, Bahan Penolong, dan/atau bahan untuk mendukung proses produksi. |
12. | Persetujuan Impor yang selanjutnya disingkat PI adalah Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa persetujuan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan untuk melakukan Impor. |
13. | Surat Keterangan adalah persetujuan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan terhadap pengecualian kebijakan dan pengaturan Impor atau Impor untuk tujuan tertentu. |
14. | Barang untuk Keperluan Tes Pasar adalah Barang manufaktur yang diimpor dan belum dapat diproduksi oleh perusahaan pemilik API-P dengan tujuan untuk mengetahui reaksi pasar dan digunakan dalam rangka pengembangan usahanya dalam jangka waktu tertentu. |
15. | Verifikasi atau Penelusuran Teknis adalah pemeriksaan dan/atau pemastian Barang yang dilakukan oleh surveyor. |
16. | Laporan Surveyor yang selanjutnya disingkat LS adalah dokumen tertulis yang merupakan hasil kegiatan Verifikasi atau Penelusuran Teknis dari surveyor yang menyatakan kesesuaian Barang yang diimpor. |
17. | Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan. |
18. | Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas Barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
19. | Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disingkat KPBPB adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas Barang mewah, dan cukai. |
20. | Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. |
21. | Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun Barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk. |
22. | Surveyor adalah perusahaan survei yang mendapat otorisasi untuk melakukan Verifikasi atau Penelusuran Teknis atas Impor. |
23. | Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Perdagangan. |
24. | Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan. |
(1) | Barang Pertanian dan Peternakan yang diatur impornya terdiri atas:
|
||||||||||||
(2) | Beras sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
|
||||||||||||
(3) | Barang Pertanian dan Peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Terhadap Impor Barang Pertanian dan Peternakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) untuk pos tarif/ harmonized system dan uraian Barang tertentu, Importir wajib memiliki Perizinan Berusaha di bidang Impor berupa PI sebelum Barang Pertanian dan Peternakan masuk ke dalam Daerah Pabean. | ||||||
(2) | Penerbitan PI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri. | ||||||
(3) | Menteri memberikan mandat penerbitan PI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Direktur Jenderal. | ||||||
(4) | Ketentuan mengenai penerbitan, perubahan, perpanjangan, pembatalan, dan/atau pencabutan atas PI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai kebijakan dan pengaturan Impor. | ||||||
(5) | Daftar pos tarif/ harmonized system dan uraian Barang Pertanian dan Peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||||||
(6) | Ketentuan mengenai:
|
(1) | Terhadap Impor Barang Pertanian dan Peternakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) untuk pos tarif/ harmonized system dan uraian Barang tertentu dikenai kewajiban Verifikasi atau Penelusuran Teknis. | ||||
(2) | Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai:
|
||||
(3) | Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Surveyor yang telah ditetapkan oleh Menteri. | ||||
(4) | Hasil Verifikasi atau Penelusuran Teknis yang dilakukan oleh Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam bentuk LS. | ||||
(5) | Daftar pos tarif/ harmonized system dan uraian Barang Pertanian dan Peternakan yang dikenai kewajiban Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Impor Barang Pertanian dan Peternakan tertentu untuk ketersediaan pasokan dan stabilisasi harga dapat dilakukan oleh:
|
||||
(2) | Ketentuan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Pemasukan Barang Pertanian dan Peternakan ke KPBPB dari luar Daerah Pabean belum diberlakukan kebijakan dan pengaturan Impor berupa:
|
||||
(2) | Ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor diberlakukan atas pengeluaran Barang Pertanian dan Peternakan asal luar Daerah Pabean dari KPBPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean. | ||||
(3) | Dalam hal tertentu, ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan terhadap pengeluaran Barang Pertanian dan Peternakan dari KPBPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean. | ||||
(4) | Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kebijakan dan pengaturan Impor. | ||||
(5) | PI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) untuk pengeluaran Barang Pertanian dan Peternakan asal luar Daerah Pabean dari KPBPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri. | ||||
(6) | PI sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat diajukan oleh:
|
(1) | Ketentuan mengenai larangan diberlakukan terhadap pemasukan Barang Pertanian dan Peternakan dari luar Daerah Pabean ke KPBPB Sabang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Barang dilarang Impor. |
(2) | Pemasukan Barang Pertanian dan Peternakan ke KPBPB Sabang dari luar Daerah Pabean tidak diberlakukan kebijakan dan pengaturan Impor. |
(3) | Pemasukan Barang Pertanian dan Peternakan ke KPBPB Sabang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan oleh Pelaku Usaha yang telah mendapat Perizinan Berusaha dari Badan Pengusahaan Kawasan Sabang. |
(4) | Ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor diberlakukan atas pengeluaran Barang Pertanian dan Peternakan dari KPBPB Sabang ke tempat lain dalam Daerah Pabean. |
(1) | Impor Barang Pertanian dan Peternakan ke KEK belum diberlakukan kebijakan dan pengaturan Impor berupa:
|
||||
(2) | Ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor diberlakukan atas pengeluaran Barang Pertanian dan Peternakan asal Impor untuk dipakai dari KEK ke tempat lain dalam Daerah Pabean. | ||||
(3) | Dalam hal tertentu, ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan terhadap pengeluaran Barang Pertanian dan Peternakan dari KEK ke tempat lain dalam Daerah Pabean. | ||||
(4) | Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kebijakan dan pengaturan Impor. | ||||
(5) | PI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) untuk pengeluaran Barang Pertanian dan Peternakan asal luar Daerah Pabean dari KEK ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri. | ||||
(6) | PI sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat diajukan oleh:
|
(1) | Pemasukan Barang Pertanian dan Peternakan berupa hewan dan produk hewan, beras keperluan lain API-P, dan jagung ke TPB belum diberlakukan kebijakan dan pengaturan Impor berupa:
|
||||||
(2) | Ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor diberlakukan atas pengeluaran Barang Pertanian dan Peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari TPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean tujuan diimpor untuk dipakai. | ||||||
(3) | Dalam hal tertentu, ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan terhadap pengeluaran Barang Pertanian dan Peternakan dari TPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean. | ||||||
(4) | Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kebijakan dan pengaturan Impor. | ||||||
(5) | PI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) untuk pengeluaran Barang Pertanian dan Peternakan asal luar Daerah Pabean dari TPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri. | ||||||
(6) | PI sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diajukan oleh:
|
(1) | Ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor berupa:
|
||||
(2) | Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) terhadap Impor Barang Pertanian dan Peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke TPB hanya dapat dilakukan di negara asal Barang di luar negeri sebelum dikapalkan. |
(1) | Ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor berupa:
|
||||||||||||||
(2) | Ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor diberlakukan terhadap Impor Barang Pertanian dan Peternakan berupa gula dalam rangka fasilitas kemudahan Impor tujuan ekspor pembebasan. | ||||||||||||||
(3) | Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) terhadap Impor Barang Pertanian dan Peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam rangka fasilitas kemudahan Impor tujuan ekspor pembebasan hanya dapat dilakukan di negara asal Barang di luar negeri sebelum dikapalkan. |
(1) | Kebijakan dan pengaturan Impor Barang Pertanian dan Peternakan dapat dikecualikan dalam hal:
|
||||
(2) | Pengecualian Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diberikan terhadap:
|
||||
(3) | Pengecualian Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat diberikan terhadap Importir yang dapat memiliki NIB yang berlaku sebagai API. | ||||
(4) | Pengecualian Impor tidak dilakukan untuk kegiatan usaha yang dilakukan oleh Importir yang tidak dapat memiliki NIB yang berlaku sebagai API sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||||
(5) | Pengecualian Impor tidak dilakukan untuk kegiatan usaha yang dilakukan oleh Importir yang dapat memiliki NIB yang berlaku sebagai API sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||||
(6) | Pengecualian Impor dilakukan untuk kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
a. | pengeluaran Barang Pertanian dan Peternakan berupa hewan dan produk hewan, beras keperluan lain API-P, dan jagung dari KPBPB, KEK, dan TPB ke tempat lain dalam Daerah Pabean; |
b. | Impor Barang Pertanian dan Peternakan berupa gula, beras keperluan umum BUMN pemilik API-U, beras keperluan lain BUMN pemilik API-U, bawang putih, dan produk hortikultura ke TPB; dan |
c. | Impor Barang Pertanian dan Peternakan berupa gula dalam rangka fasilitas kemudahan Impor tujuan ekspor pembebasan. |
(1) | Terhadap pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13, Direktur Jenderal atas nama Menteri dapat menerbitkan Surat Keterangan. |
(2) | Pengecualian terhadap kebijakan dan pengaturan Impor Barang Pertanian dan Peternakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai kebijakan dan pengaturan Impor. |
(1) | Barang Pertanian dan Peternakan berupa produk hewan olahan dapat diimpor sebagai Barang untuk Keperluan Tes Pasar. | ||||||
(2) | Impor Barang Pertanian dan Peternakan sebagai Barang untuk Keperluan Tes Pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah mendapat PI dari Direktur Jenderal atas nama Menteri. | ||||||
(3) | Permohonan penerbitan, perubahan, dan/atau perpanjangan atas PI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kebijakan dan pengaturan Impor. | ||||||
(4) | Impor Barang Pertanian dan Peternakan sebagai Barang untuk Keperluan Tes Pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kebijakan dan pengaturan Impor. | ||||||
(5) | Barang Pertanian dan Peternakan yang diimpor sebagai Barang untuk Keperluan Tes Pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||||||
(6) | Ketentuan mengenai:
|
(1) | Importir yang telah memiliki:
|
||||
(2) | Terhadap Impor Barang Pertanian dan Peternakan dengan pos tarif/ harmonized system dan uraian Barang tertentu, selain laporan realisasi Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Importir yang telah memiliki PI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Pasal 6 ayat (5), Pasal 8 ayat (5), dan Pasal 9 ayat (5) wajib menyampaikan laporan realisasi distribusi baik yang terealisasi maupun tidak terealisasi secara elektronik kepada Menteri. | ||||
(3) | Kewajiban laporan realisasi Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan laporan realisasi distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai kebijakan dan pengaturan Impor. | ||||
(4) | Daftar pos tarif/ harmonized system dan uraian Barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Importir yang tidak melaksanakan kewajiban laporan realisasi Impor dan/atau laporan realisasi distribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dikenai sanksi administratif. |
(2) | Importir yang melanggar ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor Barang Pertanian dan Peternakan dikenai sanksi administratif. |
(3) | Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kebijakan dan pengaturan Impor. |
(1) | Terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengaturan Impor Barang Pertanian dan Peternakan dilaksanakan pengawasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelaksanaan pengawasan kegiatan Perdagangan. | ||||||
(2) | Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap kepatuhan Importir dalam pelaksanaan kebijakan dan pengaturan Impor Barang Pertanian dan Peternakan untuk pos tarif/ harmonized system dan uraian Barang tertentu berupa:
|
||||||
(3) | Pemeriksaan atas pelaksanaan kebijakan dan pengaturan Impor Barang Pertanian dan Peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan pengawasan kegiatan Perdagangan di Kawasan Pabean (border) atau setelah melalui Kawasan Pabean (post border). | ||||||
(4) | Barang Pertanian dan Peternakan untuk pos tarif/ harmonized system dan uraian Barang tertentu yang pengawasannya dilakukan setelah melalui Kawasan Pabean (post border) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Dalam rangka penguatan pengawasan implementasi program strategis nasional pencegahan korupsi untuk jenis Barang Pertanian dan Peternakan tertentu, dilakukan pengawasan terhadap kewajiban pencantuman Perizinan Berusaha di bidang Impor dan/atau LS dalam dokumen Pemberitahuan Pabean Impor. |
(2) | Importir harus memberitahukan jumlah atau volume Barang Impor terhadap Barang Pertanian dan Peternakan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam Pemberitahuan Pabean Impor dengan menggunakan jenis satuan Barang sebagaimana tercantum dalam Perizinan Berusaha di bidang Impor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(3) | Jumlah atau volume Barang Impor terhadap Barang Pertanian dan Peternakan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak melebihi yang tercantum dalam Perizinan Berusaha di bidang Impor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(4) | Importir yang tidak melakukan kewajiban pencantuman Perizinan Berusaha di bidang Impor dan/atau LS dalam dokumen Pemberitahuan Pabean Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap Barang Pertanian dan Peternakan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat mengajukan dokumen Pemberitahuan Pabean Impor. |
(5) | Terhadap pengawasan kewajiban pencantuman Perizinan Berusaha di bidang Impor dan/atau LS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemeriksaaan atas pemenuhan Perizinan Berusaha di bidang Impor dalam dokumen Pemberitahuan Pabean Impor oleh direktorat jenderal yang membidangi perlindungan konsumen dan tertib niaga. |
(6) | Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelaksanaan pengawasan kegiatan perdagangan. |
(7) | Barang Pertanian dan Peternakan tertentu dalam rangka penguatan pengawasan implementasi program strategis nasional pencegahan korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
a. | PI yang telah diterbitkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai Impor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya berakhir dan dapat dilakukan perubahan dan/atau perpanjangan sesuai dengan Peraturan Menteri ini; |
b. | Surat Keterangan yang telah diterbitkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Impor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya berakhir; |
c. | Importir yang telah mengajukan permohonan PI sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan masih dalam proses penerbitan, tetap dilakukan pemrosesan sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini; |
d. | Importir yang telah mengajukan permohonan Surat Keterangan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan masih dalam proses penerbitan, tetap dilakukan pemrosesan sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini; |
e. | Dokumen lain berupa laporan hasil verifikasi, pertimbangan teknis, rekomendasi, dan/atau dokumen lain yang diterbitkan oleh kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, atau instansi terkait lainnya sebelum Peraturan Menteri ini berlaku yang diperlukan dalam penerbitan PI atau Surat Keterangan, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya berakhir sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini; |
f. | Surveyor pelaksana Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Impor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap dapat melaksanakan tugasnya sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini; |
g. | Terhadap dokumen PI yang masih berlaku sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini tetap dapat dilakukan proses Verifikasi atau Penelusuran Teknis atas Impor Barang Pertanian dan Peternakan sesuai dengan Peraturan Menteri ini; |
h. | LS yang telah diterbitkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Impor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan Impor selesai; |
i. | LS yang dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan Impor selesai sebagaimana dimaksud pada huruf h, dapat dilakukan perubahan dan/atau pembatalan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kebijakan dan pengaturan Impor; |
j. | Terhadap Barang Pertanian dan Peternakan yang diimpor dari luar Daerah Pabean ke tempat lain dalam Daerah Pabean yang tiba di pelabuhan tujuan yang dibuktikan dengan dokumen pabean berupa manifes (BC 1.1), diberlakukan kebijakan dan pengaturan Impor sesuai dengan Peraturan Menteri ini; |
k. | Petunjuk teknis pelaksanaan peraturan menteri perdagangan yang mengatur mengenai ketentuan Impor sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini; dan |
l. | Ketentuan kebijakan dan pengaturan Impor dikecualikan terhadap pemasukan atau Impor beras keperluan umum BUMN pemilik API-U, beras keperluan lain BUMN pemilik API-U, bawang putih, dan produk hortikultura ke TPB yang tiba di TPB paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah Peraturan Menteri ini berlaku. |
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.