Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 35 TAHUN 2024
TENTANG
WARALABA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. |
bahwa kegiatan pendistribusian barang yang diperdagangkan di dalam negeri secara tidak langsung kepada konsumen dapat dilakukan oleh pelaku usaha distribusi dalam bentuk kegiatan usaha waralaba; |
b. |
bahwa dalam perkembangan kegiatan usaha waralaba di Indonesia yang bersifat dinamis, diperlukan adanya regulasi yang dapat mewujudkan keadilan berusaha, kepastian hukum, dan kemitraan usaha antara pemberi waralaba dengan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah; |
c. |
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, diperlukan adanya pengaturan mengenai distribusi barang, salah satunya dalam bentuk waralaba, dalam suatu Peraturan Pemerintah; |
d. |
bahwa pengaturan waralaba dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, sudah tidak dapat menampung perkembangan kebutuhan hukum dan dinamika kegiatan usaha waralaba, sehingga perlu diganti; |
e. |
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Waralaba; |
Mengingat:
1. |
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; |
2. |
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5512) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856); |
Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG WARALABA.
BAB I KETENTUAN UMUMPasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. |
Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan kriteria yang telah ditetapkan dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan Peijanjian Waralaba. |
2. |
Pemberi Waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan Waralaba yang dimilikinya kepada Penerima Waralaba. |
3. |
Penerima Waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang diberikan hak oleh Pemberi Waralaba untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan Waralaba yang dimiliki Pemberi Waralaba. |
4. |
Pemberi Waralaba Lanjutan adalah Penerima Waralaba yang diberi hak oleh Pemberi Waralaba untuk menunjuk orang perseorangan atau badan usaha sebagai Penerima Waralaba Lanjutan. |
5. |
Penerima Waralaba Lanjutan adalah orang perseorangan atau badan usaha yang menerima hak dari Pemberi Waralaba Lanjutan untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan Waralaba. |
6. |
Prospektus Penawaran Waralaba adalah keterangan tertulis dari Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan kepada calon Penerima Waralaba atau calon Penerima Waralaba Lanjutan sebagai informasi mengenai bisnis yang akan diwaralabakan. |
7. |
Perjanjian Waralaba adalah perjanjian tertulis antara Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan dengan Penerima Waralaba Lanjutan yang berisi tentang pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu Waralaba dengan jangka waktu dan syarat tertentu. |
8. |
Surat Tanda Pendaftaran Waralaba yang selanjutnya disingkat STPW adalah Perizinan Berusaha untuk menunjang kegiatan usaha yang merupakan tanda bukti orang perseorangan atau badan usaha telah terdaftar sebagai penyelenggara Waralaba. |
9. |
Logo Waralaba adalah tanda pengenal berupa simbol atau huruf yang digunakan sebagai identitas kantor pusat atau tempat usaha milik Pemberi Waralaba, Pemberi Waralaba Lanjutan, Penerima Waralaba, dan Penerima Waralaba Lanjutan. |
10. |
Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya. |
11. |
Lembaga Pengelola dan Penyelenggara OSS yang selanjutnya disebut Lembaga OSS adalah lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasi penanaman modal. |
12. |
Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Online Single Submission) yang selanjutnya disebut Sistem OSS adalah sistem elektronik terintegrasi yang dikelola dan diselenggarakan oleh Lembaga OSS untuk penyelenggaraan Perizinan Berusaha berbasis risiko. |
13. |
Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah adalah usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai usaha mikro, kecil, dan menengah. |
14. |
Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. |
15. |
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. |
16. |
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan. |
Waralaba dapat diselenggarakan di seluruh wilayah Indonesia.
BAB IIPENYELENGGARA WARALABAPasal 3
Penyelenggara Waralaba terdiri atas:
a. |
Pemberi Waralaba berasal dari luar negeri; |
b. |
Pemberi Waralaba berasal dari dalam negeri; |
c. |
Pemberi Waralaba Lanjutan berasal dari Waralaba luar negeri; |
d. |
Pemberi Waralaba Lanjutan berasal dari Waralaba dalam negeri; |
e. |
Penerima Waralaba berasal dari Waralaba luar negeri; |
f. |
Penerima Waralaba berasal dari Waralaba dalam negeri; |
g. |
Penerima Waralaba Lanjutan berasal dari Waralaba luar negeri; dan |
h. |
Penerima Waralaba Lanjutan berasal dari Waralaba dalam negeri. |
BAB III KRITERIA WARALABAPasal 4
(1) |
Pemberi Waralaba dan Pemberi Waralaba Lanjutan dalam menyelenggarakan kegiatan Waralaba harus memenuhi kriteria Waralaba. |
(2) |
Kriteria Waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. |
memiliki sistem bisnis; |
b. |
bisnis sudah memberikan keuntungan; |
c. |
memiliki kekayaan intelektual yang tercatat atau terdaftar; dan |
d. |
dukungan yang berkesinambungan dari Pemberi Waralaba dan/atau Pemberi Waralaba Lanjutan kepada Penerima Waralaba dan/atau Penerima Waralaba Lanjutan. |
|
(3) |
Sistem bisnis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berupa standar operasional dan prosedur yang paling sedikit mencakup:
a. |
pengelolaan sumber daya manusia; |
b. |
pengadministrasian; |
c. |
pengelolaan operasional; |
d. |
metode standar pengoperasian; |
e. |
pemilihan lokasi usaha; |
f. |
desain tempat usaha; |
g. |
persyaratan karyawan; dan |
h. |
strategi pemasaran. |
|
(4) |
Sistem bisnis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memenuhi ketentuan:
a. |
dibuat secara tertulis dan ditawarkan oleh Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan kepada Penerima Waralaba atau Penerima Waralaba Lanjutan; |
b. |
mudah diajarkan dan diaplikasikan; dan |
c. |
memiliki kerangka kerja yang jelas dan sama antara Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan kepada Penerima Waralaba atau Penerima Waralaba Lanjutan. |
|
(5) |
Kriteria bisnis sudah memberikan keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dibuktikan dengan:
a. |
kegiatan usaha yang diwaralabakan telah berlangsung paling sedikit 3 (tiga) tahun berturut-turut; dan |
b. |
laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang menunjukkan adanya keuntungan dan telah diaudit oleh akuntan publik dengan opini wajar tanpa pengecualian. |
|
(6) |
Ketentuan laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dikecualikan bagi Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan dalam skala Usaha Mikro dan Usaha Kecil. |
(7) |
Kekayaan intelektual yang tercatat atau terdaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi kekayaan intelektual yang terkait dengan usaha berupa merek, hak cipta, paten, rahasia dagang, desain industri, dan/atau desain tata letak sirkuit terpadu. |
(8) |
Dukungan yang berkesinambungan dari Pemberi Waralaba dan/atau Pemberi Waralaba Lanjutan kepada Penerima Waralaba dan/atau Penerima Waralaba Lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d meliputi:
a. |
pelatihan; |
b. |
manajemen operasional; |
c. |
promosi; |
d. |
penelitian; |
e. |
pengembangan pasar; dan |
f. |
bentuk pembinaan lainnya. |
|
BAB IVPROSPEKTUS PENAWARAN WARALABA Pasal 5
(1) |
Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan harus menyampaikan Prospektus Penawaran Waralaba kepada calon Penerima Waralaba atau calon Penerima Waralaba Lanjutan paling lambat 14 (empat belas) hari kalender sebelum penandatanganan Perjanjian Waralaba. |
(2) |
Prospektus Penawaran Waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. |
data identitas Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan; |
b. |
legalitas usaha Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan; |
c. |
sejarah kegiatan usaha; |
d. |
struktur organisasi Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan; |
e. |
sistem bisnis; |
f. |
laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir; |
g. |
jumlah gerai/tempat usaha Waralaba; |
h. |
daftar Penerima Waralaba atau Penerima Waralaba Lanjutan; |
i. |
sertifikat kekayaan intelektual atau surat pencatatan kekayaan intelektual. |
|
(3) |
Daftar Penerima Waralaba atau Penerima Waralaba Lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf h dikecualikan bagi Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan yang baru mewaralabakan bisnisnya. |
(4) |
Prospektus Penawaran Waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menggunakan Bahasa Indonesia. |
BAB V PERJANJIAN WARALABAPasal 6
(1) |
Kegiatan Waralaba didasarkan pada Perjanjian Waralaba yang dibuat antara:
a. |
Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba; atau |
b. |
Pemberi Waralaba Lanjutan dengan Penerima Waralaba Lanjutan, |
yang mempunyai kedudukan hukum setara dan berlaku hukum Indonesia. |
(2) |
Perjanjian Waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit materi atau klausul:
a. |
nama dan alamat Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan dan Penerima Waralaba atau Penerima Waralaba Lanjutan; |
b. |
kekayaan intelektual masih dalam masa pelindungan; |
c. |
kegiatan usaha; |
d. |
sistem bisnis; |
e. |
hak dan kewajiban Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan dan Penerima Waralaba atau Penerima Waralaba Lanjutan; |
f. |
bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan, dan pemasaran yang diberikan oleh Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan kepada Penerima Waralaba atau Penerima Waralaba Lanjutan; |
g. |
wilayah usaha; |
h. |
jaminan dari Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan kepada Penerima Waralaba atau Penerima Waralaba Lanjutan untuk mendapatkan kompensasi dan/atau pemberian hak atas Waralaba dalam hal Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan menghentikan kegiatan usahanya; |
i. |
jangka waktu Perjanjian Waralaba; |
j. |
tata cara pembayaran imbalan; |
k. |
kepemilikan dan peralihan kepemilikan Waralaba; |
l. |
penyelesaian sengketa; |
m. |
tata cara perpanjangan dan pengakhiran Perjanjian Waralaba; |
n. |
jaminan dari Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan untuk tetap menjalankan kewajibannya kepada Penerima Waralaba atau Penerima Waralaba Lanjutan; dan |
o. |
jumlah gerai/tempat usaha yang akan dikelola oleh Penerima Waralaba atau Penerima Waralaba Lanjutan. |
|
(3) |
Selain materi atau klausul sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Perjanjian Waralaba dapat memuat materi atau klausul pemberian hak bagi Penerima Waralaba untuk menunjuk Penerima Waralaba Lanjutan. |
BAB VIHAK DAN KEWAJIBAN PEMBERI WARALABA ATAU PEMBERI WARALABA LANJUTAN SERTA PENERIMA WARALABA ATAU PENERIMA WARALABA LANJUTANPasal 7
(1) |
Hak dan kewajiban Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan terdiri atas:
a. |
hak untuk menerima imbalan dari Penerima Waralaba atau Penerima Waralaba Lanjutan; dan |
b. |
kewajiban untuk memberikan dukungan yang berkesinambungan kepada Penerima Waralaba dan Penerima Waralaba Lanjutan. |
|
(2) |
Hak dan kewajiban Penerima Waralaba atau Penerima Waralaba Lanjutan terdiri atas:
a. |
hak untuk menggunakan kekayaan intelektual yang dimiliki Pemberi Waralaba; dan |
b. |
kewajiban untuk menjaga kode etik/kerahasiaan kekayaan intelektual yang dimiliki Pemberi Waralaba. |
|
Dukungan yang berkesinambungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b meliputi:
a. |
pemberian pelatihan mengenai sistem manajemen Waralaba, sehingga Penerima Waralaba dan Penerima Waralaba Lanjutan dapat menjalankan kegiatan usaha Waralaba dengan baik dan menguntungkan; |
b. |
bimbingan manajemen operasional; |
c. |
kegiatan promosi melalui iklan, Zea/Zet/katalog/brosur, atau pameran; |
d. |
penelitian produk yang dipasarkan, sehingga sesuai dengan kebutuhan dan dapat diterima pasar dengan baik; |
e. |
pengembangan pasar; dan |
f. |
bentuk pembinaan lainnya. |
(1) |
Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan dapat menunjuk lebih dari 1 (satu) Penerima Waralaba atau Penerima Waralaba Lanjutan. |
(2) |
Dalam hal ditunjuk lebih dari 1 (satu) Penerima Waralaba atau Penerima Waralaba Lanjutan, Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan harus menetapkan pembagian wilayah berusaha secara jelas. |
(1) |
Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b dikenai sanksi administratif. |
(2) |
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. |
teguran tertulis; |
b. |
penghentian sementara kegiatan usaha; dan/atau |
c. |
pencabutan STPW. |
|
(3) |
Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Menteri, Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta/bupati/wali kota, atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara sesuai dengan kewenangan. |
(1) |
Sanksi administratif berupa teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja untuk masing-masing teguran tertulis pertama dan teguran tertulis kedua. |
(2) |
Apabila dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak diberikan teguran tertulis kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan tetap tidak melaksanakan kewajiban, Menteri, Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta/bupati/wali kota, atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara memberikan sanksi penghentian sementara kegiatan usaha untuk jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja. |
(3) |
Apabila dalam jangka waktu penghentian sementara kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan telah memenuhi kewajiban, Menteri, Gubemur Daerah Khusus Ibukota Jakarta/bupati/wali kota, atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara menerbitkan keputusan pencabutan sanksi penghentian sementara kegiatan usaha. |
(4) |
Apabila setelah melampaui jangka waktu penghentian sementara kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan tetap tidak melaksanakan kewajiban, Menteri, Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta/bupati/wali kota, atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara mencabut STPW melalui Sistem OSS. |
(5) |
Menteri, Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta/bupati/wali kota, atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara memberikan notifikasi kepada Lembaga OSS melalui Sistem OSS mengenai penghentian sementara kegiatan usaha dan pencabutan sanksi penghentian sementara kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3). |
(6) |
Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan yang dikenai sanksi pencabutan STPW sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat mengajukan kembali permohonan STPW setelah jangka waktu 5 (lima) tahun sejak penetapan pencabutan STPW. |
BAB VIISURAT TANDA PENDAFTARAN WARALABAPasal 12
Pemberi Waralaba, Pemberi Waralaba Lanjutan, Penerima Waralaba, dan Penerima Waralaba Lanjutan wajib memiliki STPW sebagai Perizinan Berusaha untuk menunjang kegiatan usaha.
(1) |
STPW wajib dimiliki oleh Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan sebelum membuat Perjanjian Waralaba. |
(2) |
Permohonan STPW oleh Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan dilakukan dengan melampirkan bukti Prospektus Penawaran Waralaba. |
(3) |
Dalam hal permohonan STPW diajukan oleh Pemberi Waralaba berasal dari luar negeri, Prospektus Penawaran Waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilengkapi dengan:
a. |
dokumen izin usaha yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang di negara asal dan dilegalisasi oleh:
1. |
otoritas yang berwenang, bagi negara peserta Convention Abolishing the Requirement of Legalisation for Foreign Public Documents (Konvensi Penghapusan Persyaratan Legalisasi terhadap Dokumen Publik Asing); atau |
2. |
Pejabat Perwakilan Republik Indonesia di negara asal, bagi negara bukan peserta Convention Abolishing the Requirement of Legalisation for Foreign Public Documents (Konvensi Penghapusan Persyaratan Legalisasi terhadap Dokumen Publik Asing); dan |
|
b. |
surat keterangan keberlangsungan kegiatan usaha Waralaba dari Atase Perdagangan Republik Indonesia atau Pejabat Perwakilan Republik Indonesia di negara Pemberi Waralaba berasal dari luar negeri. |
|
(1) |
STPW wajib dimiliki oleh Penerima Waralaba atau Penerima Waralaba Lanjutan sebelum memulai usahanya. |
(2) |
Penerima Waralaba dan Penerima Waralaba Lanjutan mengajukan permohonan STPW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan mengisi formulir pendaftaran sebagai Penerima Waralaba atau Penerima Waralaba Lanjutan dan melampirkan Perjanjian Waralaba. |
(3) |
Penerima Waralaba berasal dari Waralaba luar negeri dalam mengajukan permohonan STPW sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga melampirkan STPW Pemberi Waralaba berasal dari luar negeri. |
(1) |
Pemberi Waralaba, Pemberi Waralaba Lanjutan, Penerima Waralaba, dan Penerima Waralaba Lanjutan mengajukan permohonan STPW melalui Sistem OSS. |
(2) |
STPW diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama Menteri bagi:
a. |
STPW Pemberi Waralaba berasal dari luar negeri; |
b. |
STPW Pemberi Waralaba berasal dari dalam negeri; |
c. |
STPW Pemberi Waralaba Lanjutan berasal dari Waralaba luar negeri; |
d. |
STPW Pemberi Waralaba Lanjutan berasal dari Waralaba dalam negeri; dan |
e. |
STPW Penerima Waralaba berasal dari Waralaba luar negeri. |
|
(3) |
STPW diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama Gubemur Daerah Khusus Ibukota Jakarta/bupati/wali kota atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara bagi:
a. |
STPW Penerima Waralaba berasal dari Waralaba dalam negeri; |
b. |
STPW Penerima Waralaba Lanjutan berasal dari Waralaba luar negeri; dan |
c. |
STPW Penerima Waralaba Lanjutan berasal dari Waralaba dalam negeri. |
|
(4) |
Dalam hal pengajuan permohonan STPW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwakilkan, pengajuan permohonan dilengkapi dengan surat kuasa untuk melakukan pengajuan permohonan. |
(5) |
Persyaratan dan pelayanan penerbitan STPW dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundangan-undangan. |
(1) |
STPW Pemberi Waralaba jika:
a. |
Pemberi Waralaba usahanya; dan/atau dinyatakan tidak berlaku menghentikan kegiatan |
b. |
berakhimya masa pelindungan kekayaan intelektual sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
|
(2) |
STPW Pemberi Waralaba Lanjutan dinyatakan tidak berlaku jika:
a. |
Pemberi Waralaba dan/atau Pemberi Waralaba Lanjutan menghentikan kegiatan usahanya; dan/atau |
b. |
berakhirnya masa pelindungan kekayaan intelektual sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
|
(3) |
STPW Penerima Waralaba dinyatakan tidak berlaku jika:
a. |
Perjanjian Waralaba berakhir; |
b. |
Pemberi Waralaba dan/atau Penerima Waralaba menghentikan kegiatan usahanya; dan/atau |
c. |
berakhimya masa pelindungan kekayaan intelektual sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
|
(4) |
STPW Penerima Waralaba Lanjutan dinyatakan tidak berlaku jika:
a. |
Perjanjian Waralaba berakhir; |
b. |
Pemberi Waralaba, Pemberi Waralaba Lanjutan, dan/atau Penerima Waralaba Lanjutan menghentikan kegiatan usahanya; dan/atau |
c. |
berakhimya masa pelindungan kekayaan intelektual sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
|
Pemberi Waralaba, Pemberi Waralaba Lanjutan, Penerima Waralaba, dan Penerima Waralaba Lanjutan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), dan Pasal 14 ayat (1) dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Perizinan Berusaha berbasis risiko.
Dalam hal terdapat perubahan data yang tercantum dalam:
a. |
Prospektus Penawaran Waralaba, kecuali ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf f, huruf g, dan huruf h; dan/atau |
b. |
Perjanjian Waralaba, |
Pemberi Waralaba, Pemberi Waralaba Lanjutan, dan Penerima Waralaba berasal dari Waralaba luar negeri wajib melakukan perubahan STPW melalui Sistem OSS.
(1) |
Pemberi Waralaba, Pemberi Waralaba Lanjutan, dan Penerima Waralaba berasal dari Waralaba luar negeri yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dikenai sanksi administratif. |
(2) |
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. |
teguran tertulis; |
b. |
penghentian semen tara kegiatan usaha; dan/atau |
c. |
pencabutan STPW. |
|
(3) |
Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Menteri, Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta/bupati/wali kota, atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara sesuai dengan kewenangan. |
(1) |
Sanksi administratif berupa teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf a diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja untuk masing-masing teguran tertulis pertama dan teguran tertulis kedua. |
(2) |
Apabila dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak diberikan teguran tertulis kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemberi Waralaba, Pemberi Waralaba Lanjutan, dan Penerima Waralaba berasal dari Waralaba luar negeri tetap tidak melaksanakan kewajiban, Menteri, Gubemur Daerah Khusus Ibukota Jakarta/bupati/wali kota, atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara memberikan sanksi penghentian sementara kegiatan usaha untuk jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja. |
(3) |
Apabila dalam jangka waktu penghentian sementara kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemberi Waralaba, Pemberi Waralaba Lanjutan, dan Penerima Waralaba berasal dari Waralaba luar negeri telah memenuhi kewajiban, Menteri, Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta/bupati/wali kota, atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara menerbitkan keputusan pencabutan sanksi penghentian sementara kegiatan usaha. |
(4) |
Apabila setelah melampaui jangka waktu penghentian sementara kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemberi Waralaba, Pemberi Waralaba Lanjutan, dan Penerima Waralaba berasal dari Waralaba luar negeri tetap tidak melaksanakan kewajiban, Menteri, Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta/bupati/wali kota, atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara mencabut STPW melalui Sistem OSS. |
(5) |
Menteri, Gubemur Daerah Khusus Ibukota Jakarta/bupati/wali kota, atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara memberikan notifikasi kepada Lembaga OSS melalui Sistem OSS mengenai penghentian sementara kegiatan usaha dan pencabutan sanksi penghentian sementara kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3). |
(6) |
Pemberi Waralaba, Pemberi Waralaba Lanjutan, dan Penerima Waralaba berasal dari Waralaba luar negeri yang dikenai sanksi pencabutan STPW sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat mengajukan kembali permohonan STPW setelah jangka waktu 5 (lima) tahun sejak penetapan pencabutan STPW. |
BAB VIII LOGO WARALABAPasal 21
(1) |
Penyelenggara Waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b sampai dengan huruf h wajib menggunakan Logo Waralaba. |
(2) |
Logo Waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. |
Logo Waralaba diberikan oleh Menteri kepada penyelenggara Waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b sampai dengan huruf h yang telah memiliki STPW.
(1) |
Penggunaan Logo Waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) diletakkan atau dipasang pada tempat yang terbuka dan mudah terlihat di setiap gerai Waralaba. |
(2) |
Dalam hal penyelenggara Waralaba memiliki kantor pusat, Logo Waralaba diletakkan atau dipasang pada tempat yang terbuka dan mudah terlihat di kantor pusat. |
(1) |
Penyelenggara Waralaba yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dikenai sanksi administratif. |
(2) |
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. |
teguran tertulis; |
b. |
penghentian sementara kegiatan usaha; dan/atau |
c. |
pencabutan STPW. |
|
(3) |
Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Menteri, Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta/ bupati/wali kota, atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara sesuai dengan kewenangan. |
(1) |
Sanksi administratif berupa teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf a diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja untuk masing-masing teguran tertulis pertama dan teguran tertulis kedua. |
(2) |
Apabila dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari keija sejak diberikan teguran tertulis kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara Waralaba tetap tidak melaksanakan kewajiban, Menteri, Gubemur Daerah Khusus Ibukota Jakarta/bupati/wali kota, atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara memberikan sanksi penghentian sementara kegiatan usaha untuk jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari keija. |
(3) |
Apabila dalam jangka waktu penghentian sementara kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyelenggara Waralaba telah memenuhi kewajiban, Menteri, Gubemur Daerah Khusus Ibukota Jakarta/bupati/wali kota, atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara menerbitkan keputusan pencabutan sanksi penghentian sementara kegiatan usaha. |
(4) |
Apabila setelah melampaui jangka waktu penghentian sementara kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyelenggara Waralaba tetap tidak melaksanakan kewajiban, Menteri, Gubemur Daerah Khusus Ibukota Jakarta/bupati/wali kota, atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara mencabut STPW melalui Sistem OSS. |
(5) |
Menteri, Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta/bupati/wali kota, atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara memberikan notifikasi kepada Lembaga OSS melalui Sistem OSS mengenai penghentian sementara kegiatan usaha dan pencabutan sanksi penghentian sementara kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3). |
(6) |
Penyelenggara Waralaba yang dikenai sanksi pencabutan STPW sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat mengajukan kembali permohonan STPW setelah jangka waktu 5 (lima) tahun sejak penetapan pencabutan STPW. |
BAB IXPENGGUNAAN PRODUK DALAM NEGERIPasal 26
(1) |
Pemberi Waralaba dan Pemberi Waralaba Lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b sampai dengan huruf d mengutamakan penggunaan barang dan/atau jasa hasil produksi dalam negeri. |
(2) |
Penerima Waralaba dan Penerima Waralaba Lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e sampai dengan huruf h mengutamakan penggunaan barang dan/atau jasa hasil produksi dalam negeri sepanjang memenuhi standar mutu barang dan/atau jasa yang ditetapkan secara tertulis oleh Pemberi Waralaba dan Pemberi Waralaba Lanjutan. |
(3) |
Pemberi Waralaba dan Pemberi Waralaba Lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b sampai dengan huruf d harus bekerja sama dengan pelaku Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah di daerah setempat sebagai pemasok barang dan/atau jasa. |
(4) |
Penerima Waralaba dan Penerima Waralaba Lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e sampai dengan huruf h harus bekerja sama dengan pelaku Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah di daerah setempat sebagai pemasok barang dan/atau jasa sepanjang memenuhi ketentuan persyaratan yang ditetapkan oleh Pemberi Waralaba dan Pemberi Waralaba Lanjutan. |
(5) |
Pemberi Waralaba dan Pemberi Waralaba Lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b sampai dengan huruf d harus memberikan kesempatan kepada pelaku Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah di daerah setempat sebagai Penerima Waralaba sepanjang memenuhi ketentuan persyaratan yang ditetapkan oleh Pemberi Waralaba dan Pemberi Waralaba Lanjutan. |
(6) |
Pengutamaan penggunaan barang dan/atau jasa hasil produksi dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Dalam penyelenggaraan Waralaba, penyelenggara Waralaba mengutamakan pengolahan bahan baku di dalam negeri.
(1) |
Pemberi Waralaba berasal dari dalam negeri, Pemberi Waralaba Lanjutan berasal dari Waralaba luar negeri, Pemberi Waralaba Lanjutan berasal dari Waralaba dalam negeri, dan Penerima Waralaba berasal dari Waralaba luar negeri wajib menyampaikan laporan kegiatan usaha Waralaba kepada Menteri melalui Sistem OSS. |
(2) |
Penerima Waralaba berasal dari Waralaba dalam negeri, Penerima Waralaba Lanjutan berasal dari Waralaba luar negeri, dan Penerima Waralaba Lanjutan berasal dari Waralaba dalam negeri wajib menyampaikan laporan kegiatan usaha Waralaba kepada kepala dinas yang membidangi perdagangan di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau kabupaten/kota setempat, atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara melalui Sistem OSS. |
(3) |
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi:
a. |
jumlah penerima Waralaba atau Penerima Waralaba Lanjutan; |
b. |
jumlah gerai; |
c. |
laporan keuangan yang memuat neraca laba rugi; |
d. |
omzet; |
e. |
jumlah imbalan; |
f. |
keterangan mengenai pengolahan bahan baku di Indonesia; |
g. |
keterangan mengenai pengelolaan bahan baku di Indonesia; |
h. |
jumlah tenaga keija; |
i. |
status pelindungan kekayaan intelektual; dan |
j. |
bentuk dukungan yang berkesinambungan kepada Penerima Waralaba atau Penerima Waralaba Lanjutan. |
|
(4) |
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan setiap tahun paling lambat tanggal 30 Juni tahun berikutnya, dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. |
(1) |
Pemberi Waralaba berasal dari dalam negeri, Pemberi Waralaba Lanjutan berasal dari Waralaba luar negeri, Pemberi Waralaba Lanjutan berasal dari Waralaba dalam negeri, dan Penerima Waralaba berasal dari Waralaba luar negeri wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Menteri melalui Sistem OSS jika sudah tidak menjalankan kegiatan usaha Waralaba. |
(2) |
Penerima Waralaba berasal dari Waralaba dalam negeri, Penerima Waralaba Lanjutan berasal dari Waralaba luar negeri, dan Penerima Waralaba Lanjutan berasal dari Waralaba dalam negeri wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada kepala dinas yang membidangi perdagangan di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau kabupaten/kota setempat, atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara melalui Sistem OSS jika sudah tidak menjalankan kegiatan usaha Waralaba. |
Pasal 30
(1) |
Penyelenggara Waralaba yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dan Pasal 29 dikenai sanksi administratif. |
(2) |
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. |
teguran tertulis; |
b. |
penghentian sementara kegiatan usaha; dan/atau |
c. |
pencabutan STPW. |
|
(3) |
Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Menteri, Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta/bupati/wali kota, atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara sesuai dengan kewenangan. |
(1) |
Sanksi administratif berupa teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) huruf a diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja untuk masing-masing teguran tertulis pertama dan teguran tertulis kedua. |
(2) |
Apabila dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak diberikan teguran tertulis kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara Waralaba tetap tidak melaksanakan kewajiban, Menteri, Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta/bupati/wali kota, atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara memberikan sanksi penghentian sementara kegiatan usaha untuk jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja. |
(3) |
Apabila dalam jangka waktu penghentian sementara kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyelenggara Waralaba telah memenuhi kewajiban, Menteri, Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta/bupati/wali kota, atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara menerbitkan keputusan pencabutan sanksi penghentian sementara kegiatan usaha. |
(4) |
Apabila setelah melampaui jangka waktu penghentian sementara kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyelenggara Waralaba tetap tidak melaksanakan kewajiban, Menteri, Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta/bupati/wali kota, atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara mencabut STPW melalui Sistem OSS. |
(5) |
Menteri, Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta/bupati/wali kota, atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara memberikan notifikasi kepada Lembaga OSS melalui Sistem OSS mengenai penghentian sementara kegiatan usaha dan pencabutan sanksi penghentian sementara kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3). |
(6) |
Penyelenggara Waralaba yang dikenai sanksi pencabutan STPW sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat mengajukan kembali permohonan STPW setelah jangka waktu 5 (lima) tahun sejak penetapan pencabutan STPW. |
BAB XIPEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN WARALABAPasal 32
Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Waralaba dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
(1) |
Pembinaan penyelenggaraan Waralaba oleh Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dilakukan kepada:
a. |
Pemberi Waralaba berasal dari dalam negeri; |
b. |
Pemberi Waralaba Lanjutan berasal dari Waralaba luar negeri; |
c. |
Pemberi Waralaba Lanjutan berasal dari Waralaba dalam negeri; dan |
d. |
Penerima Waralaba berasal dari Waralaba luar negeri. |
|
(2) |
Pembinaan penyelenggaraan Waralaba oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dilakukan kepada:
a. |
Penerima Waralaba berasal dari Waralaba dalam negeri; |
b. |
Penerima Waralaba Lanjutan berasal dari Waralaba luar negeri; dan |
c. |
Penerima Waralaba Lanjutan berasal dari Waralaba dalam negeri. |
|
(3) |
Pembinaan penyelenggaraan Waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan dengan:
a. |
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan mengenai sistem Waralaba; |
b. |
merekomendasikan Penerima Waralaba dan Penerima Waralaba Lanjutan untuk diberikan kemudahan memanfaatkan sarana perpasaran, baik milik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau swasta; |
c. |
memfasilitasi dan/atau merekomendasikan keikutsertaan Pemberi Waralaba berasal dari dalam negeri yang memiliki produk yang potensial dalam pameran Waralaba, baik di dalam negeri maupun di luar negeri; |
d. |
memfasilitasi sarana klinik bisnis terkait penyelenggaraan kegiatan usaha bidang Waralaba; |
e. |
memberikan penghargaan kepada Pemberi Waralaba berasal dari dalam negeri yang telah berhasil mengembangkan Waralabanya dengan baik; dan/atau |
f. |
memfasilitasi penyelenggara Waralaba dalam memperoleh bantuan perkuatan permodalan. |
|
(1) |
Pembinaan penyelenggaraan Waralaba oleh Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) dilakukan oleh Menteri. |
(2) |
Pembinaan penyelenggaraan Waralaba oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) dilakukan oleh Gubemur Daerah Khusus Ibukota Jakarta/bupati/wali kota, atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara. |
(3) |
Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta/bupati/wali kota mendelegasikan kewenangan pelaksanaan pembinaan penyelenggaraan Waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada kepala dinas yang membidangi perdagangan pada Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau kabupaten/kota. |
(1) |
Pengawasan penyelenggaraan Waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah secara terkoordinasi dan terintegrasi berdasarkan:
a. |
laporan kegiatan usaha yang disampaikan oleh penyelenggara Waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28; dan/atau |
b. |
hasil verifikasi ke lokasi perusahaan. |
|
(2) |
Pengawasan penyelenggaraan Waralaba oleh Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri. |
(3) |
Pengawasan penyelenggaraan Waralaba oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta/bupati/wali kota, atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara. |
(4) |
Gubemur Daerah Khusus Ibukota Jakarta/bupati/wali kota mendelegasikan kewenangan pelaksanaan pengawasan penyelenggaraan Waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada kepala dinas yang membidangi perdagangan pada Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau kabupaten/kota. |
Pengawasan penyelenggaraan Waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 diselenggarakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengawasan kegiatan perdagangan.
Orang perseorangan atau badan usaha dilarang menggunakan istilah dan/atau nama Waralaba untuk nama dan/atau kegiatan usahanya jika tidak memiliki STPW.
Selain penyelenggara Waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), orang perseorangan atau badan usaha dilarang menggunakan dan/atau menyalahgunakan Logo Waralaba secara tanpa hak.
(1) |
Orang perseorangan atau badan usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 38 dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Perizinan Berusaha berbasis risiko. |
(2) |
Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghilangkan pertanggungjawaban pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
BAB XIII KETENTUAN PERALIHANPasal 40
Semua STPW yang telah diterbitkan sebelum diundangkannya Peraturan Pemerintah ini dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan berakhimya masa berlaku STPW.
BAB XIV KETENTUAN PENUTUPPasal 41
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4742), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 September 2024
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 September 2024
MENTERI SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
PRATIKNO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR 188
Salinan sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
Administrasi Hukum
Lydia Silvanna Djaman
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 35 TAHUN 2024
TENTANG
WARALABA
I. |
UMUM
Kegiatan pendistribusian barang yang diperdagangkan di dalam negeri secara tidak langsung kepada konsumen dapat dilakukan oleh pelaku usaha distribusi dalam bentuk kegiatan usaha Waralaba.
Perkembangan kegiatan usaha Waralaba di Indonesia bersifat dinamis, sehingga diperlukan adanya regulasi yang dapat mewujudkan keadilan berusaha serta meningkatkan kepastian hukum dan kemitraan usaha antara Pemberi Waralaba dengan pelaku Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah.
Berdasarkan ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, diperlukan adanya pengaturan mengenai distribusi barang, salah satunya dalam bentuk Waralaba, dalam suatu Peraturan Pemerintah. Oleh karena itu dan dalam rangka pembinaan dan pengawasan serta penyelenggaraan kegiatan usaha Waralaba di Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba perlu disesuaikan dalam pelaksanaannya, karena pengaturan dalam Peraturan Pemerintah tersebut sudah tidak dapat menampung perkembangan kebutuhan hukum dan dinamika penyelenggaraan kegiatan usaha Waralaba.
Hal lain yang mendasari dan mendorong perlunya pengaturan yang lebih jelas terkait Waralaba, antara lain bahwa pengaturan mengenai kemitraan Waralaba tersebar dalam berbagai macam peraturan perundang- undangan seperti peraturan perundang-undangan mengenai usaha mikro, kecil, dan menengah, peraturan perundang-undangan mengenai ekonomi kreatif, dan peraturan perundang-undangan mengenai lisensi.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, diperlukan penyempumaan ketentuan mengenai penyelenggaraan Waralaba agar dapat tersusun secara sistematis, tidak saling bertentangan atau tumpang tindih, serta selaras dengan peraturan perundang-undangan lain sesuai perkembangan penyelenggaraan Waralaba saat ini.
Pokok-pokok pengaturan dalam Peraturan Pemerintah ini memuat:
a. |
penyelenggara Waralaba; |
b. |
kriteria Waralaba; |
c. |
Prospektus Penawaran Waralaba; |
d. |
hak dan kewajiban Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan serta Penerima Waralaba atau Penerima Waralaba Lanjutan; |
e. |
Surat Tanda Pendaftaran Waralaba; |
f. |
Surat Tanda Pendaftaran Waralaba; |
g. |
Logo Waralaba; |
h. |
penggunaan produk dalam negeri; |
i. |
pelaporan; |
j. |
pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Waralaba; |
k. |
larangan; dan |
l. |
sanksi. |
|
II. |
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Pasal 2
Pasal 3
Pasal 4
Pasal 5
|
Ayat (1)
|
|
Ayat (2)
|
Huruf a
|
Yang dimaksud dengan “data identitas Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan” adalah berupa fotokopi kartu tanda penduduk atau paspor pemilik usaha apabila perseorangan dan fotokopi kartu tanda penduduk atau paspor para pemegang saham, komisaris, dan direksi, atau yang disebut dengan nama lain, apabila berupa badan usaha. |
|
|
Huruf b
|
Yang dimaksud dengan “legalitas usaha Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan” adalah Perizinan Berusaha yang telah berlaku efektif atau izin usaha yang berlaku di negara Pemberi Waralaba berasal dari luar negeri. |
|
|
Huruf c
|
Yang dimaksud dengan “sejarah kegiatan usaha” adalah uraian yang memuat antara lain mengenai pendirian usaha, kegiatan usaha, dan pengembangan usaha. |
|
|
Huruf d
|
Yang dimaksud dengan “struktur organisasi Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan” adalah struktur organisasi usaha Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan mulai dari komisaris dan direksi, atau yang disebut dengan nama lain, sampai dengan ke tingkat operasionalnya. |
|
|
Huruf e
|
|
Huruf f
|
|
Huruf g
|
Yang dimaksud dengan “jumlah gerai/tempat usaha Waralaba” adalah jumlah gerai/tempat usaha Waralaba sesuai dengan:
a. |
kabupaten/kota domisili untuk Pemberi Waralaba berasal dari dalam negeri atau Pemberi Waralaba Lanjutan berasal dari Waralaba dalam negeri; atau |
b. |
negara domisili gerai/tempat usaha Waralaba untuk Pemberi Waralaba berasal dari luar negeri atau Pemberi Waralaba Lanjutan berasal dari Waralaba luar negeri. |
|
|
|
Huruf h
|
Yang dimaksud dengan “daftar Penerima Waralaba atau Penerima Waralaba Lanjutan” adalah daftar nama dan alamat Penerima Waralaba atau Penerima Waralaba Lanjutan, baik yang berdomisili di Indonesia maupun di luar negeri. |
|
|
Huruf i
|
|
Huruf j
|
|
|
Ayat (3)
|
|
Ayat (4)
|
Pasal 6
|
Ayat (1)
|
|
Ayat (2)
|
Huruf a
|
Yang dimaksud dengan “nama dan alamat Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan dan Penerima Waralaba atau Penerima Waralaba Lanjutan” adalah nama dan alamat jelas pemilik perseorangan atau penanggung jawab badan usaha yang mengadakan Perjanjian Waralaba. |
|
|
Huruf b
|
|
Huruf c
|
Yang dimaksud dengan “kegiatan usaha” adalah sesuai dengan klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia dari Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan. |
|
|
Huruf d
|
|
Huruf e
|
|
Huruf f
|
Yang dimaksud dengan “bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan, dan pemasaran yang diberikan oleh Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan kepada Penerima Waralaba atau Penerima Waralaba Lanjutan” antara lain bantuan fasilitas berupa penyediaan dan pemeliharaan komputer dan program teknologi komunikasi dan informasi pengelolaan kegiatan usaha. |
|
|
Huruf g
|
Yang dimaksud dengan “wilayah usaha” adalah batasan wilayah yang diberikan oleh Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan kepada Penerima Waralaba atau Penerima Waralaba Lanjutan untuk mengembangkan bisnis Waralaba seperti wilayah Sumatera, Jawa, dan Bali atau di seluruh wilayah Indonesia. |
|
|
Huruf h
|
|
Huruf i
|
Yang dimaksud dengan “jangka waktu Perjanjian Waralaba” adalah batasan mulai dan berakhir Perjanjian Waralaba terhitung sejak surat Perjanjian Waralaba ditandatangani oleh Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan dengan Penerima Waralaba Lanjutan. |
|
|
Huruf j
|
Yang dimaksud dengan “tata cara pembayaran imbalan” adalah tata cara atau ketentuan, termasuk waktu dan cara perhitungan besamya imbalan, seperti fee atau royalty apabila disepakati dalam Perjanjian Waralaba yang menjadi tanggung jawab Penerima Waralaba atau Penerima Waralaba Lanjutan. |
|
|
Huruf k
|
Yang dimaksud dengan “kepemilikan dan peralihan kepemilikan Waralaba” adalah dalam hal terjadi perubahan kepemilikan karena pengalihan kepemilikan atas Waralaba atau meninggalnya pemilik Waralaba. |
|
|
Huruf l
|
Yang dimaksud dengan “penyelesaian sengketa” adalah penetapan forum penyelesaian sengketa, dengan menggunakan pilihan hukum Indonesia. |
|
|
Huruf m
|
Yang dimaksud dengan “tata cara perpanjangan dan pengakhiran Perjanjian Waralaba” antara lain ketentuan bahwa pengakhiran Perjanjian Waralaba tidak dapat dilakukan secara sepihak atau Perjanjian Waralaba berakhir dengan sendirinya apabila jangka waktu yang ditetapkan dalam Perjanjian Waralaba berakhir. Perjanjian Waralaba dapat diperpanjang kembali jika dikehendaki oleh kedua belah pihak dengan ketentuan yang ditetapkan bersama. |
|
|
Huruf n
|
Yang dimaksud dengan “jaminan dari Pemberi Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan untuk tetap menjalankan kewajibannya kepada Penerima Waralaba atau Penerima Waralaba Lanjutan” adalah pemenuhan hak dan kewajiban sesuai dengan isi Peijanjian Waralaba hingga jangka waktu Perjanjian Waralaba berakhir. |
|
|
Huruf o
|
|
|
Ayat (3)
|
Pasal 7
Pasal 8
Pasal 9
Pasal 10
Pasal 11
Pasal 12
Pasal 13
Pasal 14
Pasal 15
Pasal 16
Pasal 17
Pasal 18
Pasal 19
Pasal 20
Pasal 21
Pasal 22
Pasal 23
Pasal 24
Pasal 25
Pasal 26
Pasal 27
Pasal 28
|
Ayat (1)
|
|
Ayat (2)
|
|
Ayat (3)
|
Huruf a
|
|
Huruf b
|
|
Huruf c
|
|
Huruf d
|
|
Huruf e
|
|
Huruf f
|
|
Huruf g
|
|
Huruf h
|
|
Huruf i
|
Yang dimaksud dengan “status pelindungan kekayaan intelektual” antara lain mengenai masa pelindungan, putusan pengadilan dalam proses perkara di pengadilan, dan pengalihan kepemilikan kekayaan intelektual. |
|
|
Huruf j
|
|
|
Ayat (4)
|
Pasal 29
Pasal 30
Pasal 31
Pasal 32
Pasal 33
Pasal 34
Pasal 35
Pasal 36
Pasal 37
Pasal 38
Pasal 39
Pasal 40
Pasal 41
Pasal 42
|
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6986
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.