Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 35/PJ.4/1996

Kategori : PPh

Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Yang Bergerak Dibidang Usaha Penerbangan Dalam Negeri (Seri PPh Umum - 40)


1 Oktober 1996


SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 35/PJ.4/1996

TENTANG

NORMA PENGHITUNGAN KHUSUS PENGHASILAN NETTO BAGI WAJIB PAJAK YANG BERGERAK
DIBIDANG USAHA PENERBANGAN DALAM NEGERI (SERI PPh UMUM - 40)

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Sehubungan dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor : 475/KMK.04/1996 tanggal 23 Juli 1996 tentang Penghitungan Khusus penghasilan Netto bagi Wajib Pajak Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri, untuk kelancaran pelaksanaan keputusan tersebut dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut :

  1. Wajib Pajak yang dicakup dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 475/KMK.04/1996 adalah Wajib Pajak perusahaan penerbangan yang bertempat kedudukan di Indonesia yang memperoleh penghasilan berdasarkan perjanjian charter. Yang dimaksud dengan perjanjian charter meliputi semua bentuk charter, termasuk sewa ruangan pesawat udara baik untuk orang dan/atau barang ("space charter").

  2. peredaran bruto Wajib Pajak perusahaan penerbangan dalam negeri yang dijadikan dasar penghitungan norma penghasilan neto adalah semua nilai pengganti atau imbalan berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari suatu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri berdasarkan perjanjian charter.

  3. Besarnya Norma Penghitungan netto bagi Wajib Pajak perusahaan penerbangan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada butir 2 adalah sebesar 6% (enam persen) dari peredaran bruto. Besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dilunasi adalah 1,8% (satu koma delapan persen) dari peredaran bruto.

  4. Pelunasan PPh sebagaimana dimaksud pada butir 3 merupakan pembayaran PPh Pasal 23 yang dapat dikreditkan terhadap PPh yang terutang dalam SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak yang bersangkutan.

    1. memberikan Bukti Pemotongan PPh kepada pihak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dengan menggunakan bentuk sebagaimana Lampiran I;
    2. menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan atau nilai pengganti, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP);
    3. melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan atau nilai pengganti, dengan menggunakan bentuk sebagaimana Lampiran II;

      Pembayaran PPh yang terutang sebagaimana yang dimaksud pada butir 5 dilakukan melalui pemotongan oleh pencharter sepanjang pencharter tersebut adalah badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. Pemotongan dilakukan pada saat pembayaran atau saat terutangnya imbalan atau nilai pengganti. Atas pemotongan PPh tersebut pencharter wajib :

  5. Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka ketentuan yang berkenaan dengan Wajib Pajak perusahaan penerbangan dalam negeri sebagaimana ditegaskan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-27/PJ.4/1995 tanggal 12 Mei 1995 dinyatakan tidak berlaku lagi.

  6. Untuk kelancaran pelaksanaan Surat Edaran ini, Kepala KPP agar memberikan penjelasan kepada para Wajib Pajak yang bersangkutan yang terdaftar di KPP masing-masing.

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

FUAD BAWAZIER