Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 03/PJ.7/1999

Kategori : KUP

Kebijaksanaan Dan Rencana Pemeriksaan Tahun 1999 (Seri Pemeriksaan 01-99)


26 April 1999

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 03/PJ.7/1999

TENTANG

KEBIJAKSANAAN DAN RENCANA PEMERIKSAAN TAHUN 1999 (SERI PEMERIKSAAN 01-99)

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Dari hasil pemantauan pelaksanaan pemeriksaan selama ini baik Pemeriksaan Rutin, Pemeriksaan Khusus dan Pemeriksaan Wajib Pajak Inti, serta untuk lebih meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan Wajib Pajak, maka Kebijaksanaan dan Rencana Pemeriksaan Tahun 1999 ditentukan sebagai berikut :

I. Kebijaksanaan Pemeriksaan
1. Umum
1.1 Pemeriksaan pajak tetap dititikberatkan pada jenis pemeriksaan :
a.

Pemeriksaan Rutin yang berkaitan dengan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi/Badan yang menyatakan Lebih Bayar;

b.

Pemeriksaan Rutin selain yang tersebut pada huruf a di atas yang secara nominatif daftar Wajib Pajaknya akan diterbitkan oleh Direktur Pemeriksaan Pajak berdasarkan sistem kriteria seleksi.

c. Pemeriksaan Khusus.
1.2

Pada prinsipnya setiap pemeriksaan pajak meliputi seluruh jenis pajak, kecuali untuk Pemeriksaan Sederhana Kantor (termasuk PSK terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi/Badan yang lebih bayar sesuai izin Kepala Kantor Wilayah DJP, SPT Masa PPN Lebih Bayar dan SPT PPh Pasal 21 Lebih Bayar).

1.3

Dalam tahun 1999 pemeriksaan tahun berjalan 1999 yang dikaitkan dengan pemeriksaan tahun pajak 1998 ditiadakan.

1.4

Pemeriksaan tahun berjalan 1999 dapat dilaksanakan terhadap Wajib Pajak Lokasi yang bergerak di sektor usaha tertentu yang ditentukan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP, khususnya terhadap PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPN dan PPn BM.

1.5

Apabila Wajib Pajak untuk tahun pajak 1998 dilakukan pemeriksaan (selain Pemeriksaan Khusus) dan ternyata SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 1997 dan tahun-tahun pajak sebelumnya menyatakan rugi serta belum diperiksa, maka pemeriksaan tahun pajak 1998 harus dilaksanakan sekaligus dengan pemeriksaan tahun pajak 1997 dan tahun-tahun pajak sebelumnya oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak yang bersangkutan. Pemeriksaan tahun pajak 1997 dan tahun-tahun pajak sebelumnya tersebut diperlakukan sebagai Pemeriksaan Rutin sehingga tidak perlu meminta persetujuan dari Kantor Wilayah DJP atau Direktorat Pemeriksaan Pajak, namun harus memberitahukan kepada :

a.

Kepala Kantor Wilayah DJP dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh Karikpa atau KPP;

b.

Direktur Pemeriksaan Pajak dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh Kantor Wilayah DJP atau Tim Pemeriksaan Gabungan DJP-BPKP Tingkat Wilayah (TPW).

dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Perluasan Pemeriksaan untuk diproses penerbitan LP2-nya.

1.6

Perlakuan pemeriksaan terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi/Badan Tahun Pajak 1997 dan tahun-tahun pajak sebelumnya yang menyatakan rugi sebagai Pemeriksaan Rutin sebagaimana dimaksud pada butir 1.5 tidak berlaku apabila pemeriksaan terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi/Badan Tahun Pajak 1998 adalah Pemeriksaan Khusus. Dalam hal demikian, pemeriksaan terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi/Badan Tahun Pajak 1997 dan tahun-tahun pajak sebelumnya mtersebut diperlakukan juga sebagai Pemeriksaan Khusus.

1.7

Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas hanya dapat dilakukan melalui Pemeriksaan Sederhana, kecuali terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi tersebut dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan.

1.8

Pemeriksaan harus difokuskan kepada pos penjualan dan pos-pos lain yang koreksinya potensial cukup material sebagai hasil analisis pada tahap persiapan pemeriksaan.

1.9

Mengingat volume pekerjaan pada masing-masing Unit Pemeriksaan Pajak, Kepala Kantor Wilayah DJP dapat mengalihkan pelaksanaan pemeriksaan pajak dari UPPP Sederhana ke UPPP Lengkap atau sebaliknya, dan dari Karikpa ke Kantor Wilayah DJP atasannya atau sebaliknya. Dalam hal terdapat pengalihan pemeriksaan pajak, Kepala Kantor Wilayah DJP yang bersangkutan memberitahukan kepada Direktur Pemeriksaan Pajak, berikut alasannya dengan menggunakan formulir terlampir (Lampiran I).

1.10

Hasil temuan pemeriksaan terhadap pelaksanaan Pemeriksaan Sederhana Kantor (PSK) harus disampaikan kepada Wajib Pajak dalam jangka waktu 3 hari sebelum pemeriksaan tersebut diselesaikan (kecuali PSK untuk restitusi PPN yang diajukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) Eksportir Tertentu).

1.11

Jangka waktu penyelesaian sebagaimana diatur dalam butir 8 SE-07/PJ.7/1998 tanggal 28 Juli 1998 disempurnakan menjadi sebagai berikut :

a.

Pemeriksaan Sederhana Kantor (PSK) adalah 3 (tiga) minggu terhitung sejak pemeriksaan mulai dilaksanakan, yaitu sejak tanggal dikirimkannya Surat Panggilan kepada Wajib Pajak, kecuali PSK untuk restitusi PPN yang diajukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) Eksportir Tertentu, yaitu selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja, terhitung sejak tanggal permohonan diterima.

b.

Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) adalah 1 (satu) bulan terhitung sejak pemeriksaan mulai dilaksanakan, yaitu sejak tanggal disampaikannya Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak kepada Wajib Pajak.

1.12

Perpanjangan jangka waktu penyelesaian PSL sebagaimana diatur dalam butir 9 huruf a angka 2) SE-07/PJ.7/1998 tanggal 28 Juli 1998 diubah menjadi sebagai berikut :

"Untuk PSL dapat diperpanjang dari 1 (satu) bulan menjadi 2 (dua) bulan"

1.13

Formulir Surat Pemberitahuan Jangka Waktu Penyelesaian Pemeriksaan dan formulir Surat Permohonan Perpanjangan Jangka Waktu Penyelesaian Pemeriksaan sebagaimana contoh dalam Lampiran 2 dan Lampiran 3 Surat Edaran Nomor SE-02/PJ.7/1998 tanggal 30 Maret 1998 perlu disempurnakan sehingga menjadi sebagaimana contoh terlampir (Lampiran 2 dan Lampiran 3)

2. Pemeriksaan Rutin
2.1 Cakupan pemeriksaan rutin terdiri dari :
a.

SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi/Badan yang sebelum dilakukan proses editing menyatakan Lebih Bayar;

b.

SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi yang menyalahi ketentuan mpenggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto;

c.

SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi/Badan yang menyatakan adanya kompensasi kerugian;

d.

SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi/Badan yang menyatakan rugi sebagaimana dimaksud pada butir 1.5;

e.

SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi/Badan untuk bagian tahun pajak sebagai akibat adanya perubahan tahun buku yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal Pajak;

f.

Data Prioritas;

g.

Penggabungan, pemekaran atau pengambilalihan usaha, likuidasi (Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pembubaran yang dalam SPT-nya melampirkan Laporan Keuangan Likuidasi);

h.

Kerjasama Operasi (KSO) dan sejenisnya;

i.

SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi/Badan yang mengajukan permohonan :

-

pindah tempat terdaftarnya Wajib Pajak; atau

-

pencabutan NPWP;

j.

SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan yang menyatakan adanya penilaian kembali aktiva tetap yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal Pajak.

2.2

Pemeriksaan Rutin sebagaimana dimaksud pada butir 2.1 huruf e, g dan j dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Lengkap, kecuali untuk pemeriksaan yang berkenaan dengan likuidasi perusahaan yang tidak berbentuk perseroan terbatas, Unit Pelaksana Pemeriksaannya ditentukan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya. Sedangkan Pemeriksaan Rutin sebagaimana dimaksud pada butir 2.1 huruf i dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Sederhana melalui Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL).

2.3

Kriteria untuk menentukan Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak terhadap Pemeriksaan Rutin sebagaimana dimaksud pada butir 2.1 huruf a, b, c, f danhuruf h diserahkan sepenuhnya kepada Kepala Kantor Wilayah DJP dengan memperhatikan bahwa apabila salah satu unsur kriteria termasuk dalam kelompok yang akan diperiksa melalui Pemeriksaan Lengkap, maka pemeriksaan harus dilakukan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Lengkap. Sedangkan untuk Pemeriksaan Rutin sebagaimana dimaksud pada butir 2.1 huruf d juncto butir 1.5 dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak yang melakukan perluasan pemeriksaan.

2.4

Sehubungan dengan bertambahnya cakupan Pemeriksaan Rutin sebagaimana dimaksud pada butir 2.1 huruf j, maka Daftar Kode Pemilihan SPT dan Daftar Nominatif Wajib Pajak Orang Pribadi/Badan masing-masing sesuai dengan Lampiran 1 dan Lampiran 5 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-07/PJ.7/1998 tanggal 28 Juli 1998 (Seri Pemeriksaan 06-98) perlu disempurnakan sehingga menjadi sebagaimana contoh terlampir (Lampiran 4 dan Lampiran 5).

2.5

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir 2.4 SE-02/PJ.7/1998 tanggal 30 Maret 1998 (Seri Pemeriksaan 02-98) diubah sebagai berikut :

 

Apabila SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi/Badan 2 (dua) tahun berturut-turut sebelumnya termasuk dalam kelompok A atau kelompok B dan pada tahun berikutnya ternyata masih tetap berada dalam kelompok A atau kelompok B, maka penentuan Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak yang melakukan pemeriksaan untuk tahun berikutnya tersebut diserahkan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP. Dengan demikian, apakah kelompok A tetap sebagai Kelompok A atau diubah menjadi AB, dan kelompok B tetap sebagai kelompok B atau diubah menjadi BA ditentukan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP.

2.6

Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Tahunan PPh yang sebelum dan setelah proses editing masih tetap menyatakan Lebih Bayar, maka terhadap SPT yang termasuk dalam kelompok A atau BA diperiksa melalui PSK dengan menerapkan audit program khusus dengan memenuhi semua syarat-syarat sebagai berikut :

a.

Laporan Keuangan Wajib Pajak diaudit oleh Akuntan Publik yang telah mendapat ijin dari Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan (DJLK) danAkuntan Publik tersebut tidak sedang dalam pembinaan oleh DJLK, dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified opinion);

b.

SPT disampaikan tepat waktu, baik melalui perpanjangan waktu maupun tidak;

c.

wajib Pajak tidak mempunyai tunggakan pajak yang jumlahnya signifikan;

d.

Semua SPT Tahunan PPh Wajib Pajak yang menyatakan rugi tahun-tahun pajak telah selesai diperiksa dan telah diterbitkan surat ketetapan pajak.

 

Audit program khusus untuk PSK tersebut di atas sebagaimana contoh terlampir (Lampiran 6).

2.7

Selain dari PSK terhadap Wajib Pajak tertentu sebagaimana tersebut pada butir 2.6 diatas, PSK dengan menerapkan audit program khusus juga dapat dilakukan terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang menyatakan Lebih Bayar.

3.

Pemeriksaan Rutin selain yang menyatakan Lebih Bayar berdasarkan sistem kriteria seleksi.

3.1

Pemeriksaan Rutin selain yang menyatakan Lebih Bayar berdasarkan sistem kriteria seleksi tahun pajak 1998 meliputi pemeriksaan seluruh jenis pajak dan harus dilakukan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Lengkap.

3.2

Kriteria dan pemilihan Wajib Pajak ditentukan oleh Direktur Pemeriksaan Pajak

3.3

Penggantian pemeriksaan Wajib Pajak Rutin selain yang menyatakan Lebih Bayar berdasarkan sistem kriteria seleksi hanya dapat dilakukan terhadap Wajib Pajak yang untuk tahun pajak sebelumnya (1997) telah diperiksa melalui Pemeriksaan Wajib Pajak Inti, Pemeriksaan Khusus, atau alasan lain yang   dapat diterima.

3.4

Untuk mempercepat penggantian Wajib Pajak Rutin selain yang menyatakan Lebih Bayar berdasarkan sistem kriteria seleksi sebagaimana dimaksud pada butir 3.3., maka usul penggantian Wajib Pajak tersebut diajukan langsung oleh Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Lengkap yang bersangkutan kepada Direktur Pemeriksaan Pajak dengan tembusan kepada Kepala Kantor WilayahDJP dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak terkait selambat-lambatnya akhir Desember 1999.

4.

Pemeriksaan Khusus

4.1

Mengubah ketentuan mengenai Pemeriksaan Khusus sebagaimana dimaksud dalam butir 3.1 SE-02/PJ.7/1998 tanggal 30 Maret 1998, maka ketentuan dimaksud diatur menjadi sebagai berikut :

a.

Terdapat cukup bukti bahwa SPT yang disampaikan Wajib Pajak tidak benar, misalnya :

(1)

Unbalance murni, kecuali SPT Tahunan PPh Orang Pribadi atau Badan yang sebelum proses editing menyatakan Lebih Bayar;

(2)

terdapat kekeliruan perhitungan Kompensasi Kerugian;

(3)

termasuk kelompok NE;

(4)

tidak disampaikan 2 tahun berturut-turut, baik kempos maupun tidak kempos.

b.

Terdapat indikasi Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan;

c.

Terdapat pengaduan masyarakat;

d.

Sebab-sebab lain berdasarkan instruksi dari Direktur Jenderal Pajak.

4.2

Dengan demikian, dalam ketentuan Pemeriksaan Khusus pada butir 4.1 tidak termasuk Pemeriksaan Khusus berdasarkan analisis terhadap SPT dan atau data dari sumber lainnya yang memberikan petunjuk bahwa SPT yang disampaikan WP tidak benar (kode 14).

4.3

Dalam hal berdasarkan analisis terhadap SPT dan atau data yang diperoleh dari sumber lainnya, ternyata SPT yang disampaikan oleh Wajib Pajak sangat perlu untuk dilakukan pemeriksaan, maka usul Pemeriksaan Khusus (kode 14) yang diajukan dapat disetujui oleh :

a.

Kepala Kantor Wilayah DJP dalam hal pemeriksaan akan dilaksanakan oleh KPP atau Karikpa

b.

Direktur Pemeriksaan Pajak dalam hal pemeriksaan dilaksanakan oleh Kantor Wilayah DJP.

c.

Persetujuan Pemeriksaan Khusus yang akan dilaksanakan oleh KPP, agar diberikan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP setelah bulan September.

4.4

Apabila unit pengusul adalah unit pelaksana Pemeriksaan Khusus (Kode 14), maka Kepala Unit Pelaksana Pemeriksa Pajak dan Tim Pemeriksa Pajak harus mempertanggungjawabkan hasil pemeriksaannya kepada Kepala Kantor Wilayah DJP atau Direktur Pemeriksaan Pajak, jika pemeriksaan tidak menghasilkan jumlah tambahan pajak yang signifikan sebagaimana yang telah diperkirakan dalam usulan yang diajukannya.

5.

Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi

5.1

Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan  dari Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili kecuali apabila Wajib Pajak Lokasi dimaksud sesuai dengan ketentuan harus dilakukan pemeriksaan, misalnya : SPT Tahunan PPh Pasal 21 dan/atau SPT Masa PPN yang menyatakan Lebih Bayar, atau pemeriksaan untuk menentukan daerah terpencil, pemeriksaan sehubungan dengan permohonan pemusatan pembayaran/penyetoran PPh Pasal 21 atau PPN. Dalam hal terhadap SPT Tahunan PPh Pasal 21 dan/atau SPT Masa PPN yang menyatakan Lebih Bayar dilakukan pemeriksaan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dan pada saat bersamaan diperiksa juga oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Domisili, maka pemeriksaan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi diteruskan sepanjang Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili tidak meminta kepada Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi untuk menghentikan pemeriksaan tersebut karena Unit Pelaksana Wajib Pajak Domisili berwenang untuk melakukan pemeriksaan sampai dengan ke lokasi Wajib Pajak yang bersangkutan.

5.2

Dalam hal Wajib Pajak Domisili mempunyai cabang, maka Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili berwenang untuk meminta atau tidak meminta dilakukan Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi atas cabang tersebut. Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili dapat untuk tidak meminta Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dengan memberitahukan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP atau Direktur Pemeriksaan Pajak disertai alasannya dengan mempertimbangkan antara lain hal-hal sebagai berikut :

a.

Wajib Pajak sudah mendapat izin untuk melakukan pemusatan pembayaran, baik PPh Pasal 21 maupun PPN, atau;

b.

Data Wajib Pajak Lokasi dapat diperoleh secara lengkap oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili.

6. Pemeriksaan Bukti Permulaan
6.1 Laporan Pengamatan atau Laporan Pemeriksaan Pajak yang mengindikasikan terjadinya tindak pidana di bidang perpajakan ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan. Instruksi untuk melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan dapat diberikan oleh Direktur Pemeriksaan Pajak atau Kepala Kantor Wilayah DJP.
6.2 Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SPPP) untuk Pemeriksaan Bukti Permulaan diterbitkan dan ditandatangani oleh Direktur Pemeriksaan Pajak atau Kepala  Kantor Wilayah DJP.
6.3 Pemeriksaan Bukti Permulaan dilaksanakan oleh Tim Pemeriksa yang anggotanya berasal dari Direktorat Pemeriksaan Pajak dan atau Kantor Wilayah DJP dan atau Karikpa, sekurang-kurangnya satu orang anggota pemeriksa adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
7. Ketentuan Lainnya
7.1

Dalam hal terjadi pengalihan Pemeriksaan Pajak sebagaimana diatur pada butir 1.9 atau pembatalan pemeriksaan maka LP2 yang telah diterbitkan dan diterima untuk pemeriksaan dimaksud harus dikembalikan ke unit yang menerbitkan.

7.2

Kriteria PSK PPN dan PPn BM untuk masa pajak atau masa-masa dalam tahun berjalan adalah :

a.

PKP Eksportir Tertentu yang mengajukan permohonan restitusi PPN;

b.

PKP yang mengajukan permohonan restitusi PPN disebabkan ekspor dan atau penyerahan kepada pemungut PPN;

c.

Kriteria lain yang ditentukan oleh Kantor Wilayah DJP.

7.3

Dalam melaksanakan Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) PPN dan PPn BM, para pemeriksa harus berpedoman pada Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Sederhana PPN dan PPn BM sebagaimana terlampir (Lampiran 7 untuk PKP Eksportir Tertentu (PET) dan Lampiran 8 untuk bukan PKP Eksportir Tertentu (Bukan PET)).

7.4

Untuk menghindari diterimanya banding Wajib Pajak dalam sidang di BPSP terutama menyangkut ketentuan yuridis fiskal, dalam hal terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pemeriksaan (PSL dan PL) dan tanggapan Wajib Pajak, maka perbedaan tersebut harus dibahas terlebih dahulu oleh Tim Pembahas yang anggotanya adalah Supervisor atau Kepala Seksi yang ada di Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak yang bersangkutan. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kepada Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak     untuk membahas hasil temuan Tim Pemeriksa sepanjang hasil temuan tersebut belum dibahas oleh Tim Pembahas.

7.5

Dalam hal Wajib Pajak diperiksa untuk tahun pajak tertentu sedangkan tahun mpajak sebelumnya telah diperiksa, maka Tim Pemeriksa untuk tahun pajak  tersebut harus berbeda dengan Tim Pemeriksa untuk tahun pajak sebelumnya, kecuali pemeriksaan dilakukan sekaligus untuk beberapa tahun pajak.

7.6

Kepala Kantor Wilayah DJP harus melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pemeriksaan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Lengkap atau Unit Pelaksana Pemeriksaan Sederhana, baik mengenai kualitas pemeriksaan, jangka waktu pemeriksaan maupun standar prestasi pemeriksa per tahun.

7.7

Peer review terhadap LPP harus dilakukan di Kantor Wilayah DJP oleh Tim Review yang diketuai oleh Kepala Bidang Rikpan dengan anggota Kepala Bidang PPh dan Kepala Bidang PPN dan PTLL, sekurang-kurangnya terhadap satu LPP  per Tim Pemeriksa per semester.

7.8

Setiap Tim Pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan di tempat Wajib Pajak harus membuat Laporan Kegiatan atas pelaksanaan pemeriksaan di tempat Wajib Pajak yang berisi mengenai hal-hal yang telah dilakukan di tempat Wajib Pajak yang bersangkutan. Laporan Kegiatan tersebut merupakan bagian dari Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) dan harus disampaikan kepada Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak selambat-lambatnya dua hari kerja setelah kembali ke kantor, dengan menggunakan formulir seperti contoh terlampir (Lampiran 9).

7.9

Untuk setiap pelaksanaan pemeriksaan yang akan diselesaikan, Tim Pemeriksa harus membuat Abstrak Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak yang memuat hasil analisis data keuangan dan koreksi-koreksi atas temuan hasil pemeriksaan beserta alasannya, dengan menggunakan formulir seperti contoh terlampir (Lampiran 10).

7.10

Laporan hasil pemeriksaan sesudah tanggal Surat Edaran ini harus disusun dengan menggunakan formulir Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) sesuai dengan contoh terlampir (Lampiran 11).                                                                                                            

7.11

Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) sebagaimana dimaksud dalam butir 5.3 SE-02/PJ.7/1998 tanggal 30 Maret 1998 (Seri Pemeriksaan 02-98) atas hasil Pemeriksaan Lengkap terhadap Wajib Pajak yang berdomisili di lingkungan Kantor Wilayah IV, V dan VI DJP tidak perlu dikirimkan ke Direktorat Pemeriksaan Pajak terhitung laporan pemeriksaan pajak tanggal 1 April 1999.

II. Rencana Pemeriksaan
1.

Standar Prestasi Standar prestasi setiap pemeriksa per tahun untuk Pemeriksaan tahun 1999 ditetapkan
sebagai berikut :

a.

6 (enam) Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) untuk Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak pada Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah VI DJP dan Kantor Pusat DJP;

b.

8 (delapan) Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) untuk Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak pada Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah IV dan V DJP;

c.

9 (sembilan) Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) untuk Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak pada Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah DJP lainnya.

d.

30 (tiga puluh) Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) PSK atau 20 (dua puluh) Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) PSL untuk pemeriksa di lingkungan Kantor Wilayah IV dan V DJP;

e.

20 (dua puluh) Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) PSK atau 15 (lima belas) Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) PSL untuk pemeriksa di lingkungan Kantor Wilayah VI DJP;

f.

35 (tiga puluh lima) Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) PSK atau 25 (dua puluh lima) Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) PSL untuk pemeriksa di lingkungan Kantor Wilayah DJP lainnya.

2. Rencana Pemeriksaan Tahun 1999
 

Sesuai dengan jumlah pemeriksa pajak dan dengan memperhatikan standar prestasi sebagaimana dimaksud pada butir 1, maka Rencana Pemeriksaan tahun 1999 ditetapkan sebagai berikut :

No.

JENIS PEMERIKSAAN

  UNIT UNIT

TOTAL

    PELAKSANA PELAKSANA  
    PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN  
    LENGKAP  SEDERHANA  
 

 %

Jumlah  % Jumlah   % Jumlah
1. Pemeriksaan Rutin LB  74  2.226 14 101.609 82 103.835
2. Pemeriksaan Rutin
7
selain butir 1 berdasarkan
sistem seleksi kriteria
 9.620 59 - - 9.620
3. Pemeriksaan khusus
19
 4.350 27 22.638 18 26.988
4. Jumlah Rencana 16.196 Pemeriksaan tahun 1998  100 124.247  100 140.443 100
5. Rencana Pemeriksaan
Tim Gabungan DJP-
BPKP 100
1.032 100 0 0  1.032

Dengan diterbitkannya Surat Edaran ini, maka Surat-surat Edaran yang telah diterbitkan sebelumnya dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Surat Edaran ini.

 

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

 

 



DIREKTUR JENDERAL,

 

ttd.

 

A. ANSHARI RITONGA