Peraturan Pemerintah Nomor : 135 TAHUN 2000
Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 135 TAHUN 2000
TENTANG
TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa;
- Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 beserta perubahannya;
- Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3987);
MEMUTUSKAN :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
-
Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
-
Pejabat adalah pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, Surat Penentuan Harga Limit, Pembatalan Lelang, Surat Perintah Penyanderaan dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan Penanggung Pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh utang pajak menurut undang-undang dan peraturan daerah.
-
Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan.
-
Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan Biaya Penagihan Pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.
-
Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
-
Biaya Penagihan Pajak adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang, Jasa Penilai dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak.
-
Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan Biaya Penagihan Pajak.
-
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Pejabat untuk melaksanakan penyitaan.
-
Objek Sita adalah barang Penanggung Pajak yang dapat dijadikan jaminan utang pajak.
-
Barang adalah tiap benda atau hak yang dapat dijadikan objek sita.
-
Pemblokiran adalah tindakan pengamanan harta kekayaan milik Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank dengan tujuan agar terhadap harta kekayaan dimaksud tidak terdapat perubahan apapun, selain penambahan jumlah atau nilai.
-
Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi Utang pajak menurut peraturan perundang-undangan.
-
Hari adalah hari kalender.
BAB II
PELAKSANAAN PENYITAAN
(1) |
Penyitaan terhadap barang milik Penanggung Pajak dilaksanakan oleh Jurusita Pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan yang diterbitkan oleh Pejabat. |
(2) |
Penyitaan dilaksanakan apabila Utang pajak tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam terhitung sejak tanggal Surat Paksa diberitahukan kepada Penanggung Pajak. |
(1) | Barang milik Penanggung Pajak yang dapat disita adalah Barang yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau di tempat lain termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu yang dapat berupa:
|
(2) |
Terhadap Penanggung Pajak Orang Pribadi penyitaan dapat dilaksanakan atas barang milik pribadi yang bersangkutan, isteri, dan anak yang masih dalam tanggungan, kecuali dikehendaki secara tertulis oleh suami atau isteri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan. |
(3) |
Terhadap Penanggung Pajak Badan penyitaan dapat dilaksanakan atas barang milik perusahaan, pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik di tempat kedudukan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain. |
(4) |
Penyitaan dilaksanakan dengan mendahulukan barang bergerak kecuali dalam keadaan tertentu dapat dilaksanakan langsung terhadap barang tidak bergerak. |
(5) |
Urutan barang bergerak dan atau barang tidak bergerak yang disita ditentukan oleh Jurusita Pajak dengan memperhatikan jumlah utang pajak dan Biaya Penagihan Pajak, kemudahan penjualan atau pencairannya. |
(1) |
Penyitaan dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh Jurusita Pajak dan dapat dipercaya. |
(2) | Dalam melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak harus : |
|
|
(3) |
Setiap melaksanakan penyitaan Jurusita Pajak harus membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita yang ditandatangani oleh Jurusita Pajak, Penanggung Pajak dan saksi-saksi. |
(4) |
Dalam hal Penanggung Pajak menolak untuk menandatangani Berita Acara Pelaksanaan Sita, Jurusita Pajak harus mencantumkan penolakan tersebut dalam Berita Acara Pelaksanaan Sita, dan Berita Acara Pelaksanaan Sita tersebut ditandatangani oleh Jurusita Pajak dan saksi-saksi, dan Berita Acara Pelaksanaan Sita tersebut tetap sah dan mempunyai kekuatan mengikat. |
(5) |
Penyitaan tetap dapat dilaksanakan sekalipun Penanggung Pajak tidak hadir, sepanjang salah seorang saksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berasal dari Pemerintah Daerah setempat, sekurang-kurangnya setingkat Sekretaris Kelurahan atau Sekretaris Desa. |
(6) |
Dalam hal pelaksanaan penyitaan tidak dihadiri oleh Penanggung Pajak, Berita Acara Pelaksanaan Sita ditandatangani oleh Jurusita Pajak dan saksi-saksi, dan Berita Acara Pelaksanaan Sita tersebut tetap sah dan mempunyai kekuatan mengikat. |
(7) |
Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita dapat ditempelkan pada barang bergerak dan atau barang tidak bergerak yang disita, atau di tempat barang bergerak dan atau barang tidak bergerak yang disita berada, atau di tempat-tempat umum. |
(8) | Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita disampaikan kepada: |
|
(1) | Penyitaan terhadap perhiasan emas, permata dan sejenisnya dilaksanakan sebagai berikut : |
|
|
(2) | Penyitaan terhadap uang tunai termasuk mata uang asing dilaksanakan sebagai berikut : |
|
|
(3) | Penyitaan terhadap kekayaan Penanggung Pajak yang disimpan di bank berupa deposito, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dilaksanakan sebagai berikut : |
|
|
(4) | Penyitaan terhadap surat berharga berupa obligasi, saham, dan sejenisnya yang diperdagangkan di bursa efek dilaksanakan sebagai berikut : |
|
|
(5) | Penyitaan terhadap surat berharga berupa obligasi, saham, dan sejenisnya yang tidak diperdagangkan di bursa efek dilaksanakan sebagai berikut : |
|
|
(6) | Penyitaan terhadap piutang dilaksanakan sebagai berikut : |
|
|
(7) | Penyitaan terhadap penyertaan modal pada perusahaan lain yang tidak ada surat sahamnya dilaksanakan sebagai berikut : |
|
|
(8) |
Tata cara pemblokiran diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan. |
Penyitaan terhadap barang yang telah disita oleh Kejaksaan atau Kepolisian sebagai barang bukti dalam kasus pidana, baru dapat dilaksanakan setelah barang bukti tersebut dikembalikan kepada Penanggung Pajak.
Penyitaan terhadap barang milik Penanggung Pajak dilaksanakan sampai dengan jumlah nilai barang yang disita diperkirakan cukup untuk melunasi utang pajak dan Biaya Penagihan Pajak.
(1) | Barang yang telah disita dititipkan kepada Penanggung Pajak, kecuali apabila menurut pertimbangan Jurusita Pajak barang sitaan tersebut perlu disimpan di kantor Pejabat atau di tempat lain. |
(2) | Dalam hal penyitaan tidak dihadiri oleh Penanggung Pajak
|
(3) | Tempat lain yang dapat digunakan sebagai tempat penitipan barang yang telah disita sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah Kantor Pegadaian, bank, Kantor Pos atau tempat lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. |
Penyitaan tambahan dapat dilaksanakan apabila:
- nilai barang yang disita nilainya tidak cukup untuk melunasi Biaya Penagihan Pajak dan utang pajak; atau
- hasil lelang barang yang telah disita tidak cukup untuk melunasi Biaya Penagihan Pajak dan utang pajak. dengan menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.
(1) |
Atas barang yang disita dapat ditempeli atau diberi segel sita. |
(2) |
Penempelan segel sita dilaksanakan dengan memperhatikan jenis, sifat dan bentuk barang sitaan. |
(3) | Segel sita sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat sekurang-kurangnya: |
|
(1) |
Pencabutan sita dilaksanakan apabila Penanggung Pajak telah melunasi Biaya Penagihan Pajak dan Utang pajak atau berdasarkan putusan pengadilan atau berdasarkan putusan badan peradilan pajak atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atau Gubernur atau Bupati/Walikota. |
(2) |
Pencabutan sita sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan berdasarkan Surat Pencabutan Sita yang diterbitkan oleh Pejabat. |
(3) |
Surat Pencabutan Sita sekaligus berfungsi sebagai pencabutan Berita Acara Pelaksanaan Sita disampaikan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak dan instansi yang terkait, diikuti dengan pengembalian penguasaan barang yang disita kepada Penanggung Pajak. |
(4) | Pencabutan sita terhadap : |
|
Penanggung Pajak dilarang :
- memindahkan hak, memindahtangankan, menyewakan, meminjamkan, menyembunyikan, menghilangkan, atau merusak barang yang telah disita;
- membebani barang tidak bergerak yang telah disita dengan hak tanggungan untuk pelunasan utang tertentu;
- membebani barang bergerak yang telah disita dengan fidusia atau diagunkan untuk pelunasan utang tertentu; dan atau
- merusak, mencabut, atau menghilangkan segel sita atau salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita yang telah ditempel pada barang sitaan.
(1) |
Pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan penyitaan atas barang-barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, wajib membantu pelaksanaan penyitaan. |
(2) |
Setiap orang dilarang dengan sengaja untuk tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang, atau dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan penagihan pajak yang dilakukan oleh juru sita pajak. |
(1) |
Apabila Utang pajak dan atau Biaya Penagihan Pajak tidak dilunasi setelah dilaksanakan penyitaan, Pejabat berwenang melaksanakan penjualan secara lelang atau tidak secara lelang, maupun menggunakan atau memindahbukukan barang yang disita untuk pelunasan utang pajak dan atau Biaya Penagihan Pajak dimaksud. |
(2) |
Penjualan secara lelang dilakukan melalui Kantor Lelang dan dilaksanakan paling cepat setelah jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak Pengumuman Lelang; |
(3) |
Pengumuman Lelang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dilaksanakan paling cepat setelah lewat jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak penyitaan. |
(4) |
Apabila hasil lelang sudah mencapai jumlah yang cukup untuk melunasi Biaya Penagihan Pajak dan utang pajak, maka pelaksanaan lelang dihentikan dan sisa barang serta kelebihan uang hasil lelang dikembalikan oleh Pejabat kepada Penanggung Pajak paling lambat 3 (tiga) hari setelah pelaksanaan lelang. |
Penanggung Pajak dapat melunasi utang pajak dan biaya yang timbul dalam rangka penagihan pajak selama barang yang telah disita belum dijual, digunakan atau dipindahbukukan.
(1) |
Besarnya Biaya Penagihan Pajak adalah Rp 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk setiap pemberitahuan Surat Paksa dan Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. |
(2) | Besarnya tambahan Biaya Penagihan Pajak yang dibayar oleh penanggung pajak dalam hal barang yang telah disita dijual adalah: |
|
|
(3) |
Biaya Penagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan tambahan Biaya Penagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak. |
(4) |
Tata cara pengelolaan dan penggunaan Biaya Penagihan Pajak dan tambahan Biaya Penagihan Pajak diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan. |
BAB III
KETENTUAN PENUTUP
Ketentuan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3725) dinyatakan tidak berlaku.
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta ttd ABDURRAHMAN WAHID |
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 20 Desember 2000
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DJOHAN EFFENDI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 247
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 135 TAHUN 2000
TENTANG
TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA
Berdasarkan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, dengan Peraturan Pemerintah ini diatur tentang tata cara penyitaan barang milik Penanggung Pajak.
Dalam kenyataannya masih dijumpai adanya tunggakan pajak sebagai akibat tidak dilunasinya utang pajak sebagaimana mestinya. Dalam rangka pencairan tunggakan pajak maka terhadap Penanggung Pajak yang belum melunasi utang pajaknya dilakukan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dalam bentuk tindakan penyitaan terhadap barang milik Penanggung Pajak untuk dijadikan jaminan pelunasan utang pajak dan biaya penagihan pajak.
Untuk melaksanakan penyitaan barang milik Penanggung Pajak tersebut diperlukan suatu prosedur yang mengatur secara rinci, jelas dan tegas yang meliputi status, nilai, serta tempat penyimpanan atau penitipan barang sitaan milik Penanggung Pajak dengan tetap memberikan perlindungan kepentingan pihak ketiga maupun masyarakat Wajib Pajak.
Dalam rangka upaya mengamankan penerimaan negara yang berasal dari pencairan tunggakan pajak, Peraturan Pemerintah ini mengatur sanksi pidana terhadap Penanggung Pajak yang melanggar ketentuan tentang penagihan pajak.
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Tujuan penyitaan adalah memperoleh jaminan pelunasan Utang pajak dari Penanggung Pajak. Oleh karena itu penyitaan dapat dilaksanakan terhadap semua barang Penanggung Pajak, baik yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan Penanggung Pajak atau di tempat lain termasuk yang penguasaanya berada ditangan pihak lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu, misalnya barang yang dihipotikkan, digadaikan atau diagunkan. Yang dimaksud dengan penguasaan berada ditangan pihak lain, misalnya disewakan atau dipinjamkan. Yang dimaksud dengan kapal dengan isi kotor tertentu adalah kapal dengan isi kotor paling sedikit 20 (dua puluh) meter kubik.
Ayat (2)
Penyitaan terhadap barang milik Penanggung Pajak Orang Pribadi termasuk penyitaan terhadap barang milik isteri, dan atau milik anak-anak yang masih menjadi tanggungannya. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengantisipasi penghindaran penyitaan terhadap barang yang sebenarnya adalah milik Penanggung Pajak sendiri tetapi diatasnamakan isteri atau anaknya. Sedangkan yang dimaksud dengan perjanjian pemisahan harta adalah perjanjian yang dibuat sebelum perkawinan dilakukan.
Ayat (3)
Ketentuan tentang penyitaan terhadap barang-barang milik Penanggung Pajak Badan, pada dasarnya dilakukan terhadap barang milik perusahaan. Namun apabila nilai barang tersebut tidak mencukupi atau barang milik perusahaan tidak dapat ditemukan atau karena kesulitan dalam melaksanakan penyitaan terhadap barang milik perusahaan, maka penyitaan dapat dilakukan terhadap barang-barang milik pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal atau ketua untuk yayasan.
Ayat (4)
Pada dasarnya penyitaan dilaksanakan dengan mendahulukan barang bergerak namun dalam keadaan tertentu penyitaan dapat dilaksanakan langsung terhadap barang tidak bergerak tanpa melaksanakan penyitaan terhadap barang bergerak. Keadaan tertentu misalnya Jurusita Pajak tidak menjumpai barang bergerak yang dapat dijadikan objek sita atau barang bergerak yang dijumpai tidak mempunyai nilai atau harganya tidak memadai jika dibandingkan dengan Utang pajaknya.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Kehadiran para saksi dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa pelaksanaan penyitaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Ayat (2)
Ketentuan ini mengatur keharusan bagi Jurusita Pajak dalam melaksanakan kewajibannya dilengkapi dengan kartu tanda pengenal yang diterbitkan oleh Pejabat. Hal ini dimaksudkan sebagai bukti diri bagi Jurusita Pajak bahwa yang bersangkutan adalah Jurusita Pajak yang sah dan betul-betul bertugas untuk melaksanakan tindakan penagihan pajak.
Ayat (3)
Berita Acara Pelaksanaan Sita merupakan pemberitahuan kepada Penanggung Pajak dan masyarakat bahwa penguasaan barang Penanggung Pajak telah berpindah dari Penanggung Pajak kepada Pejabat. Oleh karena itu, dalam setiap penyitaan Jurusita Pajak harus membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita secara jelas dan lengkap yang sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal, nomor, nama Jurusita Pajak, nama Penanggung Pajak, nama saksi, nama dan jenis barang yang disita dan tempat penyitaan.
Penandatanganan Berita Acara Pelaksanaan Sita :
- | untuk perseroan terbatas oleh pengurus meliputi Direksi, Komisaris, pemegang saham tertentu, dan orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut menentukan kebijaksanaan dan atau mengambil keputusan dalam menjalankan perseroan. Pengertian Komisaris meliputi Komisaris sebagai orang yang lazim disebut Dewan Komisaris dan Komisaris sebagai orang perseroan yang lazim disebut anggota Komisaris. Yang dimaksud dengan pemegang saham tertentu adalah pemegang saham pengendali atau pemegang saham mayoritas dari perseroan terbatas terbuka dan seluruh Pemegang saham dari perseroan terbatas tertutup; |
- | untuk Bentuk Usaha Tetap oleh kepala perwakilan, kepala cabang atau penanggung jawab; |
- | untuk badan usaha lainnya seperti persekutuan, perseroan komanditer, firma oleh direktur, pemilik modal atau orang yang ditunjuk untuk melaksanakan dan mengendalikan serta bertanggung jawab atas perusahaan dimaksud; |
- | untuk yayasan oleh ketua, atau orang yang melaksanakan dan mengendalikan serta bertanggung jawab atas yayasan dimaksud. |
Penandatanganan ini dimaksudkan untuk memberi pengertian bahwa mereka turut bertanggung jawab atas kewajiban badan usaha tersebut sehingga barang-barang milik mereka juga dapat dijadikan jaminan utang pajak (dapat disita).
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan seorang saksi dari Pemerintah Daerah setempat setingkat Sekretaris Kelurahan atau Sekretaris Desa adalah pegawai Pemerintah Daerah setempat sekurang-kurangnya golongan II/a di Kantor Kelurahan/Desa atau di Kantor Kecamatan.
Ayat (6)
Dalam pelaksanaan sita yang tidak dihadiri oleh Penanggung Pajak, Berita Acara Pelaksanaan Sita harus memuat alasan ketidakhadiran Penanggung Pajak. Saksi dari Pemerintah Daerah setempat diperlukan sebagai saksi legalisator.
Ayat (7)
Pada dasarnya terhadap barang yang disita harus ditempeli salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita kecuali jika sesuai dengan sifatnya barang yang disita tidak dapat ditempeli salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita, misalnya uang tunai atau sebidang tanah.
Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Untuk mengetahui nilai perhiasan yang disita Jurusita Pajak dapat meminta bantuan jasa penilai untuk mendapatkan taksiran harga perhiasan yang tidak diketahui harganya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Dalam memperkirakan nilai barang yang disita, harus memperhatikan jumlah dan jenis barang berdasarkan harga wajar sehingga Jurusita Pajak tidak dapat melakukan penyitaan secara berlebihan. Dalam hal tertentu Jurusita pajak dimungkinkan untuk meminta bantuan jasa penilai.
Pasal 8
Ayat (1)
Meskipun barang yang telah disita penguasaannya beralih dari penanggung Pajak kepada Pejabat, penyimpanannya dititipkan kepada Penanggung Pajak, misalnya tanah dan atau bangunan. Namun ada barang karena sifatnya atau karena pertimbangan tertentu dari Jurusita Pajak penyimpanannya dapat dititipkan pada bank atau kantor pegadaian atau disimpan di kantor Pejabat seperti perhiasan atau peralatan elektronik. Dasar pertimbangan Jurusita Pajak untuk menentukan apakah barang Penanggung Pajak yang telah disita perlu dititipkan di kantor Pejabat atau tempat lain antara lain :
a. resiko kehilangan, kecurian, atau kerusakan;
b. jenis, sifat, ukuran, atau jumlah barang yang disita.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 9
Apabila diperkirakan hasil lelang barang yang disita tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak, Jurusita Pajak dapat melaksanakan penyitaan tambahan terhadap barang milik Penanggung Pajak yang belum disita. Dengan demikian penyitaan dapat dilaksanakan lebih dari satu kali sampai dengan jumlah yang cukup untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak baik sebelum diumumkan lelang maupun sesudah penjualan barang secara lelang atau tidak secara lelang.
Pasal 10
Ayat (1)
Penempelan atau pemberian segel sita pada barang yang disita dimaksudkan sebagai pengumuman bahwa penyitaan telah dilaksanakan, baik dihadiri maupun tidak dihadiri oleh Penanggung Pajak.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan putusan pengadilan adalah putusan hakim dari peradilan umum.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Penyampaian Surat Pencabutan Sita kepada instansi terkait dimaksudkan sebagai pemberitahuan bahwa penguasaan barang telah beralih dari Pejabat kepada Penanggung Pajak, baik penguasaan barang sitaan yang dititipkan kepada Penanggung Pajak maupun barang sitaan yang dititipkan di tempat lain.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Barang yang disita yang penjualannya dilakukan tidak secara lelang adalah uang tunai, kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank seperti deposito, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu; obligasi, saham atau surat berharga lainnya, piutang dan penyertaan modal pada perusahaan lainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Termasuk sebagai biaya penagihan pajak adalah biaya lelang, biaya jasa penilai, biaya penitipan barang.
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4049
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.