Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
1) | berdasarkan hasil pemerikasaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang di bayar; |
2) | SPTPD tidak disampaikan kepada Gubernur Kepala Daerah dalam jangka waktu tertentu dan setelah ditegur secara tertulis; |
3) | kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, wajib pajak terutang dihitung secara jabatan. |
Di tetapkan di Jakarta
Pada tanggal 20 Juli 1998 GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, ttd SUTIYOSO |
I. | PENJELASAN UMUM Peraturan Daerah ini merupakan pengaturan kembali dan sebagai pengganti Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 5 Tahun 1996 tentang Pajak Pembangunan I.
Pengaturan kembali pemungutan Pajak Pembangunan l dalam Peraturan Daerah ini selain dimaksudkan untuk lebih meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor Pajak Daerah Khususnya Pajak Daerah Pembangunan I yang merupakan salah satu sumber pendapatan Daerah untuk membiayai kegiatan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan juga untuk menyesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan serta mengubah nomunklatur Pajak Pembangunan Pajak Pembangunan I menjadi pajak Hotel dan Restoran. Dalam peraturan Daerah ini diatur ketentuan tentang kewajiban pembayaran Pajak Hotel dan Restoran untuk rumah penginapan termasuk rumah kos dengan jumlah kamar 15 (lima belas) atau lebih dan menyediakan fasilitas seperti rumah penginapan, disamping itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 dalam Peraturan Daerah ini tidak diatur lagi pelayanan jasa boga/katering sebagai objek pajak. Sehubungan dengan hal tersebut diatas dan untuk lebih meningkatkan daya guna dan hasil guna dalam pemungutan Pajak Hotel dan Restoran diwilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. maka Peraturan Daerah ini mengatur antara lain dasar pengenaan, penetapan tarif pajak hotel dan restoran serta subjek dan objek Pajak Hotel dan Restoran dengan ketetuan lain yang berlaku dalam penyelenggaraan pemungutan Pajak Daerah sebagaimana diataur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1997. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
II. | PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1
huruf a s.d m : Cukup jelas huruf n : Pembayaran adalah jumlah uang seharusnya dibayarkan Subjek Pajak kepada Wajib Pajak untuk harga jual baik jumlah uang yang dibayarkan maupun penggantian yang seharusnya diminta Wajib Pajak sebagai penukaran atas pembelian makanan dan atau minuman, dan atau pemakaian jas tempat penginapan dan fasilitas penunjang termasuk pula semua tambahan dengan nama apapun juga dilakukan berkaitan dengan usaha hotel dan atau restoran, kecuali pajak yang dipungut menurut Peraturan Daerah ini .
Contoh pembayaran disini adalah : Seseorang menginap dihotel X
Pembayaran yang dimaksud adalah pemabayaran sebelum dikenakan Pajak Hotel dan Restoran yaitu sebesar Rp. 3.630.000,00.
huruf o s.d ab : Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 ayat (1) huruf a :
Fasilitas penginapan/fasilitas tinggal jangka pendek, antara lain, gubug pariwisata, pesanggrahan (hostel), losmen dan rumah penginapan dan sejenisnya. Dalam pengertian rumah penginapan termasuk rumah kos dengan jumlah kamar 15 (lima belas) atau lebih yang menyediakan fasilitas seperti rumah penginapan. huruf b : Pelayanan penunjang, antara lain telepon, faksimili, teleks, fotokopi, pelayanan cuci setrika, taksi dan pengangkutan lainnya, yang disediakan atau dikelola hotel termasuk makanan dan minuman. huruf c : Fasilitas olah raga dan hiburan, antara lain pusat kebugaran (fitnes center, kolam renang, tenis, golf, karaoke, pub, diskotek yang disediakan atau dikelola hotel dan sejenisnya. huruf d : Cukup jelas. huruf e : Contoh Rumah Makan X menyediakan tempat penyantapan dan memberikan pelayanan ditempat dan dibawa pulang (take away). Pengertian pasal 3 ayat (1) huruf e ini termasuk pula pelayanan dan pemakaian ruangan untuk kegiatan acara pertemuan atau pesta. ayat (2) huruf a : Apartemen dan atau fasilitas tempat tinggal yang tidak menyatu dengan hotel yang bukan objek Pajak Hotel dan Restoran adalah yang benar-benar digunakan untuk fasilitas tinggal jangka panjang. Dalam hal Apartemen atau faslitas tempat tinggal tersebut digunakan sebagai fasilitas tinggal jangka pendek seperti layaknya hotel atau tempat penginapan maka Apartemen atau fasilitas tempat tinggal tersebut adalah objek Pajak Hotel dan Restoran. huruf d s.d e : Cukup jelas. huruf f : Termasuk dalam pengertian ini yaitu pelayanan usaha jasa boga/katering yang dilakukan oleh hotel atau rumah penginapan hanya untuk pelayanan keperluan diluar hotel dengan syarat usaha jasa boga/katering tersebut termasuk dalam izin usaha yang diberikan untuk hotel atau rumah penginapan tersebut. Pelayanan usaha jasa boga/katering untuk keperluan kegiatan atau acara yang diselenggarakan dilingkungan Hotel adalah Objek Pajak. huruf g : Cukup jelas. Pasal 4 s.d 13 Cukup jelas. Pasal 14 Contoh hubungan istimewa dalam pasal ini adalah apabila orang pribadi atau badan dengan pengusaha hotel dan atau restoran, baik langsung maupun tidak lansung berada dibawah pemilikan atau penguasaan orang pribadi atau badan yang sama. Pasal 15 ayat (1) : Cukup jelas. huruf a angka 1) :
Contoh : Wajib Pajak " A " menyampikan SPTPD untuk masa Januari s.d Desember 1998. Dalam Janka waktu 5 (lima) tahun, ternyata dari hasil pemeriksaan SPTPD yang disampaikan tidak benar yang menyebabkan pajak terutang kurang dibayar. Atas pajak terutang yang kurang bayar tersebut, Gubernur Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dapat menerbitkan SKPDKB ditambah dengan sanksi administrasi. angka 2) : Contoh : Wajib Pajak " B " tidak menyampikan SPTPD untuk masa pajak Januari 1998. Setelah ditegur dalam jangka waktu tertentu juga belum menyampaikan SPTPD, maka dalam jangka waktu 5 (lima) tahun Gubernur Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dapat menerbitkan SKPDKB atas pajak yang terutang. angka 3) : Yang dimaksud dengan perhitungan pajak secara jabatan adalah penetapan besarnya pajak terutang yang dilakukan oleh Gubernur Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk, berdasarkan data yang ada atau keterangan lain yang dimiliki oleh Kepala Dinas Pendapatan Daerah atau Pejabat yang ditunjuk. huruf b : Terhadap Wajib Pajak yang telah diterbitkan SKPDKB, apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah pajak terutang ditemukan data yang baru atau data yang semula belum terungkap sehingga menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang maka Kepala Dinas Pendapatan Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dan menerbitkan SKPDKBT. huruf c : SKPDN dapat diterbitkan oleh Gubernur Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk apabila berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap Wajib Pajak menunjukan bahwa jumlah pajak yang terutang untuk masa pajak atau tahun pajak sama besar dengan jumlah pajak yang disetor. ayat (2) : Cukup jelas. ayat (3) : Contoh : Wajib Pajak " C " telah dilakukan pemeriksaan untuk masa Pajak Januari s.d Desember 1998 dan telah ditebitkan SKPDKB dengan pokok pajak terutang diluar sanksi administrasi adalah sebesar Rp 10.000.000,00. Pada bulan April 1999 ditemukan data yang baru yang menunjukan pada pokok pajak yang terutang untuk masa Januari s.d Desember 1998 adalah sebesar Rp 15.000.000,00. Maka terhadap Wajib Pajak " C " diterbitkan SKPDKBT untuk masa Januari s.d Desember 1998 dengan jumlah sebagai berikut :
ayat (4) :
Sanksi adminstrasi berupa kenaikan tidak dikenakan, apabila Wajib Pajak dengan kesadaranya sendiri melaporkan data baru atau data yang semula belum terungkap tersebut sebelum diadakan tindakan pemeriksaan. ayat (5) : Contoh :
Jumlah pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak " XYZ " untuk masa Januari 1998 adalah sebesar :
Pasal 16 ayat (1) : Cukup jelas. ayat (2) : Contoh : Wajib Pajak " P " telah menyampikan SPTPD untuk masa Januari 1998, oleh Dinas Pendapatan Daerah dilakukan penelitian pada awal Desember 1999, ternyata terdapat kesalahan hitung sehingga misalnya terdapat kekurangan bayar atas pokok pajak sebesar Rp 100.000,00 maka STPD diterbitkan dengan jumlah kekurangan bayar yang harus disetor Wajib Pajak sebesar :
ayat (3) : Contoh : Wajib Pajak " Q " diwajibkan melunasi pajak terutang sebesar Rp 2.000.000,00 paling lambat pada tanggal 1 April 1998 sebagaimana tertera dalam SKPDKB yang diterimanya, akan tetapi Wajib Pajak baru melakukan pelunasan pada tanggal 5 April 1998, maka kepada Wajib Pajak " Q " diterbitkan STPD sebesar: 2% x 1 bulan x Rp 2.000.000,00 = Rp 40.000,00. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Yang dimaksud dengan tidak dapat diborongkan adalah bahwa seluruh proses kegiatan pemungutan pajak tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga, namun dimungkinkan adanya kerjasama dengan pihak ketiga dalam rangka proses pemungutan Pajak, antara lain, pencetakan, formulir perpajakan, pengiriman surat-surat kepada Wajib Pajak, atau penghimpun data objek dan subjek pajak. Kegiatan yang tidak dapat dikerjasamakan Pasal 19 ayat (1) s.d (3) : Cukup Jelas. ayat (4) : Dalam hal Wajib Pajak diberikan persetujuan untuk mengangsur maka perhitungan sanksi bunga dikenakan hanya terhadap sisa angsuran. Contoh :
Pasal 20 Cukup Jelas. Pasal 21 huruf a dan b : Cukup Jelas. huruf c : Pembubaran Badan dalam hal ini dapat dilakukan oleh Negara berdasarkan keinginan yang bersangkutan. huruf d : Cukup Jelas. Pasal 22 Cukup Jelas. Pasal 23 s.d 26 Cukup Jelas. Pasal 27 Imbalan bunga dihitung sejak bulan pelunasan sampi dengan diterbitkan SKPDLB. Contoh :
Pasal 28 Cukup Jelas. Pasal 29 ayat (1) : Cukup Jelas. ayat (2) : Gubernur Kepala Daerah sebelum memberikan keputusan dalam hal pengambilan kelebihan pembayaran pajak harus melakukan pemeriksaan terlebih dahulu. ayat (3) : Cukup Jelas. ayat (4) : Atas kelebihan pembayaran pajak Hotel dan Restoran apabila masih mempunyai hutang pajak Daerah lainnya, kelebihan pembayaran pajak arus diperhitungkan untuk melunasi hutang pajak Daerah lainnya. ayat (5) dan (6) : Cukup Jelas. Pasal 30 s.d 33 Cukup Jelas Pasal 34 ayat (1) : Termasuk pengertian penggunaan Bon (Bill) adalah Wajib Pajak yang menggunkan mesin Cash Register sebagai bukti pembayaran. ayat (2) : Kewajiban Pajak untuk menerbitkan dan menyerahkan bon penjualan (Bill) kepada Subjek Pajak, selain untuk kepentingan pengawasan terhadap peredaran usaha Wajib Pajak juga dimaksud sebagai bagian untuk memasyarakatkan kesadaran tentang Pajak Hotel dan Restoran kepada masyarakat selaku subyek pajak. ayat (3) : Contoh : Restoran " X " telah menerima pembayaran dengan tidak menggunakan atau menyerahkan bon penjualan (bill) kepada Subyek Pajak sebesar Rp 1.000.000,00 maka terhadap Wajib Pajak tersebut ditagih Pajak Hotel dan Restoran berupa :
ayat (4) : Bon penjualan (Bill) selain harus mencantumkan catatan dan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat ini, bon penjualan (bill) juga harus mempunyai nomor urut dan seri, nama dan alamat usaha. ayat (5) : Cukup Jelas. Pasal 35 ayat (1) : Yang dimaksud dengan legilasi disini antara lain perporasi atau stempel. ayat (2) : Cukup Jelas. ayat (3) : Contoh : Restoran " A " telah menerima pembayaran dengan menggunakan bon penjualan (bill) yang tidak dilegalisasi sebesar Rp 1.000.000,00 maka terhadp Wajib Pajak tersebut ditagih Pajak Hotel dan Restoran berupa :
Pasal 36 ayat (1) dan (2) : Cukup Jelas. ayat (3) huruf a : Cukup Jelas. huruf b : Termasuk memberikan kesempatan kepada petugas untuk melakukan pemeriksaan kas (kas opname). huruf c dan d : Cukup Jelas. ayat (4) : Bagi Wajib Pajak yang diperiksa tetapi tidak mematuhi ketentuan sebagaimana diatur pada ayat ini, maka Kapala Dinas Pendapatan Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dapat menetapkan besarnya pajak terutang secara jabatan. ayat (5) : Cukup Jelas. Pasal 37 Pejabat yang ditunjuk dalah Pegawai Negeri Sipil Dinas Pendapatan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang ditetapkan oleh Gubernur KepalaDaerah. Pasal 38 s.d 44 Cukup Jelas. |
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.